Anda di halaman 1dari 7

Contohnya pada kasus PT. Bank Niaga, Tbk vs PT. Suryamas Dutamakmur, Tbk.

Fasilitas yang diberikan oleh Bank Niaga kepada Suryamas Dutamakmur (SDM)
merupakan fasilitas pertukaran valuta asing. Dari fasilitas itu kedua belah pihak
melakukan transaksi jual beli USD/IDR dengan hak opsi. Perjanjian menempatkan
Bank Niaga sebagai pembeli dan SDM sebagai penjual.
Saat jatuh tempo Bank Niaga hendak menggunakan hak opsinya tetapi SDM tidak
melaksanakan kewajibannya. Bahkan SDM membawa kasus ini ke Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. Dalam Putusannya Pengadilan Negeri menghukum Bank
Niaga untuk membayar ganti rugi kepada SDM atas bagian fasilitas yang tidak
dinikmati SDM dan atas keuntungan yang diharapkan dari fasilitas yang semestinya
dinikmati tersebut. Namun bukti-bukti menunjukkan bahwa Bank Niaga telah
memenuhi semua kewajibannya menurut perjanjian sedangkan SDM yang justru
tidak melaksanakan kewajibannya. Jadi dapat dikatakan bahwa Putusan Pengadilan
Negeri tersebut sama sekali tanpa didukung bukti-bukti dan tanpa ada dasar
hukumnya.
Pendapat saya :
Analisis kasus
Pendahuluan Kasus
Kasus yang terjadi pada PT elnusa dan Bank danamon ini suatu contoh kasus
transaksi derivative, di mana Bank Danamon memiliki produk derivatif seperti
transaksi hedging atau lindung nilai berupa foreign exchange forward contractdalam
dolar AS. Dan umumnya, nasabahnya adalah para eksportir yang bergantung pada
harga komoditas dan nilai tukar. Dalam kontrak forward ini, para eksportir menjual
mata uang dolar AS ke bank dalam jangka waktu satu tahun ke depan.
Transaksi forward merupakan kontrak yang dibuat pada masa sekarang untuk
diputuskan pada masa depan. Oleh karena merupakan sebuah kontrak, maka kedua
belah pihak yang melakukan perjanjian wajib memenuhi isi kontrak tersebut. Dan
atas kepemilikan kontrak derivatif ini Bank non syariah Danamon menawarkan
produknya dalam bentuk lindung nilai kepada PT Elnusa yang mengajukan
pembiayaan dalam bentuk valuta asing kepada Bank Danamon Syariah. PT Elnusa
yang awalnya ingin bertransaksi secara syariah, kemudian terlena dengan rayuan
Bank Danamon konvensional untuk menggunakan produk derivatif berbentuk
lindung nilai untuk mengamankan pinjamannya dalam bentuk valuta asing. Hal ini
dapat terjadi dikarenakan PT elnusa tidak dapat membedakan mana produk yang
syariah dan mana yang tidak syariah.
Ketidaktahuan nasabah inilah yang dimanfaatkan oleh Bank Danamon non syariah
untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya Padahal Bank Danamon syariah
telah mengetahui bahwa transaksi ini tidak boleh dilakukan. Hal ini menunjukkan
bahwa manajemen di Bank Danamon memang tidak beritikad untuk menjual produk
yang benar-benar syriah. Pembukaan unit usaha syariah di Bank Danamon hanya
semata-mata dilandasi untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.
Namun, walaupun kasus ini telah terjadi, transaksi derivatif ini tidak bertahan cukup
lama hal ini dikarenakan nilai tukar rupiah semakin lama semakin lemah yang
membawa dampak buruk pada transaksi ini, transaksi yang ditujukan memperoleh
keuntungan ini justru merugikan pihak pihak yang melakukannya. Karena kegiatan
transaksi derivative ini hanya bersifat spekulasi. Sehingga tingkat keuntungan yang
akan didapat pun belum jelas seberapa besar. Bank Danamon dalam kasus ini
dapat dikatakan sebagai pihak yang mengalami kerugian besar, dikarenakan
besarnya jumlah dana yang hilang akibat transaksi deivatif ini.Sedangkan Elnusa
Tbk tidak mengalami kerugian dalam kasus ini karena tentu saja sesuai perjanjian
yang telah ditandatangani awalnya sehingga kerugian ditanggung oleh bank
Danamon yang mencapai milyaran rupiah.
Penyebab terjadinya transaksi derivatife
Kasus derivatif ini akhir akhir ini sangat marak terjadi pada dunia bisnis di dunia,
khususnya 4-5 tahun terakhir, kasus yang berbasis suatu tanda tangan atas kontrak
ini telah banyak menarik minat berbagai macam perusahaan bahkan perbankan
untuk melakukan transaksi dan perjanjian ini. Transaksi derivatif yang awalnya
hanyalah sebagai suatu lindung nilai atau perlindungan terhadap nilai tukar mata
uang tersebut disalahgunakan oleh beberapa instansi untuk meraup keuntungan
sebanyak banyaknya. Apalagi banyak masyarakat yang kemudian tergiur, padahal
mereka sebenarnya tidak paham dengan produk-produk derivatif. Ditambah lagi
dengan tindakan bagian pemasaran bank yang sangat gencar menawarkan produk
ini dalam rangka mendapatkan keuntungan dari transaksi lewat nasabah.
Padahal mereka belum secara jelas tahu mengenai apa akibat dan damapk dari
transaksi derivatif ini, apabila transaksi ini berakibat seperti yang tidak diharapkan.
Dan lagi bisa juga nasabah terdesak untuk melakukan transaksi sebab telah
mendapatkan pembiayaan dalam bentuk valas yang notabene adalah unit usaha
bank konvensional besar tersebut, akhirnya nasabahpun kemungkinan tidak bisa
menolak. Dan yang paling parah transaksi derivatif ini tidak hanya bisa digunakan
oleh beberapa orang tertentu, namun siapapun dapat mengadakan kontrak derivatif,
sekalipun dia tidak berbisnis dalam bidang yang riil. Jika dia memprediksi bahwa
harga komoditi tertentu akan naik tajam maka dia dapat mengadakan kontrak untuk
mendapatkan hak membeli suatu komoditi pada harga tertentu pada saat tertentu di
masa yang akan datang, dimana harga tersebut tentu saja lebih rendah daripada
harga yang dia prediksi. Dan jika tebakannya benar dia akan meraup untung, dan
jika salah maka kerugian maksimalnya adalah fee yang harus dia bayar kepada
pihak penanggung risiko.
Pada kasus ini adalah suatu kesalahan dari pihak danamon konvensional yang telah
menawarkan transaksi ini pada nasabah syariah yang jelas jelas sebenarnya
dilarang untuk melakukan transaksi ini. Sehingga, salah satu nasabahnya yaitu
elnusa tbk ikut tersandung kasus ini, yang mana saat ini nilai tukar rupiah dan dollar
sangatlah lemah sehingga transaksi ini menyebabkan kerugian bukan keuntungan.
Kerugian yang diterima Danamon
Krisis keuangan global yang terjadi saat ini memang berdampak pada Danamon.
Kejatuhan harga komoditas dan pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan para
nasabah eksportir yang terlibat transaksi derivatif mengalami kesulitan untuk
membayar kewajibannya. Kemampuan nasabah menjadi semakin menurun.Hal ini
mungkin dikarenakan semakin tingginya nilai rupiah yang akhirnya kemampuannya
untuk melakukan pertukaran semakin melemah. Dan Akibatnya, Danamon pun
menderita kerugian karena harus mengalokasikan pencadangan hingga sekitar Rp
800 miliar atas produk derivatif tersebut. Jumlah tersebut sudah termasuk biaya
pembatalan kontrak dan provisi atas kontrak yang masih berjalan. Kerugian ini juga
disebabkan Eksposur risiko produk derivatif yang seharusnya menjadi beban
nasabah, justru berpindah menjadi beban bank. Karena tambahan pencadangan
tersebut, keuntungan Danamon berkurang dari Rp 2,3triliun menjadi Rp1,5 triliun.
Selain itu, ada hal lain yang menyebabkan kerugian dari Bank Danamon yang tetap
terkait dengan kasus derivatif, Bank sebagai perantara dalam melakukan transaksi
derivatif, tentunya juga memiliki atau mengikat kontrak transaksi derivatif dengan
bank-bank lain, biasanya bank-bank asing yang lebih besar. Otomatis, kalau sampai
kontrak derivatif dengan nasabah macet, maka bank harus menomboki jumlah yang
macet tersebut untuk melunasi kewajiban kepada bank mitranya. Hal inilah yang
menyebabkan kerugian besar bagi bank Danamon. Ini juga terlihat jelas dari laporan
kinerja PT Bank Danamon Tbk. selama 2008.
Penyelesaian / solusi kasus Bank Danamon dan Elnusa
Pada kasus Bank Danamon dan Elnusa ini telah jelas di katakan bahwa yang
menderita kerugian hingga ratusan milyar adalah Bank Danamon. Dan atas contoh
kasus ini sebaiknya dilakukan suatu jalan tengah atau pemecahan masalah agar
kasus derivatif ini tidak terus merugikan salah satu pihak yang bahkan bisa
membawa kasus ini ke jalur hukum melainkan kasus ini dapat cepat terselesaikan.
Sebagai contoh kasus di atas ada beberapa jalan tengah/pemecahan/bahkan
penghindaran dari kasus derivatif yang semustinya dilakukan terhadap kasus
derivatif tersebut yang dapat diambil kedua belah pihak yang berseteru untuk
mengambil suatu jalan tengah, untuk pemecahan atau jalan tengahnya dapat dilihat
atau dibagi menjadi beberapa pendapat dari pihak pihak yang bersangkutan dalam
kasus derivatif tersebut, antara lain:
3. Dari sisi kedua belah pihak yang bersengketa atau berseteru:
4. Melakukan suatu negoisasi atas kontrak yang dibuat secara baik baik dengan
nasabah yang bersangkutan.
Dalam kasus ini Bank danamon dan elnusa telah mengadakan negoisasi dan
bersepakat bahwa “Danamon bersedia menanggung kerugian akibat transaksi
derivatif tersebut. Sedangkan, Elnusa tidak ikut menanggung kerugian”
3. Dari sisi Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan :
1. Melakukan mediasi agar kedua belah pihak menghindari sengketa di pengadilan
2. Mengeluarkan suatu peraturan bahwa produk derivatif hanya diperbolehkan bagi
nasabah atau pihak yang memahami produk tersebut
3. Adanya peraturan yang berbunyi apabila perbankan ingin bermain dalam
transaksi derivatif akan ada sejumlah prosedur yang harus dilewati.
4. Transaksi derivative ini mesti dibedakan, antara yang bertujuan untuk lindung
nilai dan spekulasi
5. Adanya suatu aturan yang mengatakan bahwa perbankan hanya diperbolehkan
melakukan transaksi derivatif khusus untuk valuta asing, suku bunga, atau
gabungan keduanya. Sedangkan derivatif untuk saham dan komoditas tidak
diperbolehkan dilakukan oleh bank. Pembatasan ini disebabkan belum
mapannya bursa saham dan komoditas di Indonesia yang ditandai oleh fluktuasi
harga tanpa adanya alasan yang rasional (underlying reason). Selain itu, juga
untuk mencegah agar bank tidak masuk dalam transaksi yang berisiko tinggi,
karena di dalam pasar saham dan komoditas, potensi menjadi transaksi
spekulasi cukup menggiurkan.
4. Dari segi kondisi keuangan secara global:
Apabila terjadi penguatan nilai tukar rupiah, maka pemecahan masalah utang utang
derivatif oleh perbankan akan sedikit berkurang / semakin kecil
3. Dari sisi Unit usaha syariah sendiri:
1. Perlunya memperkuat KYC (know your costumer/pengetahuan tentang nasabah)
perbankan syariah guna mencegah terjadinya penyimpangan prinsip
syariah.sehingga dapat mengetahui apakah uang itu berasal dari produk yang
tidak sesuai syariah atau tidak,
2. Apabila perbankan syariah tidak bisa mencegah uang dari derivatif masuk ke
syariah atas perintah nasabah. “Tapi kalau bank syariah tahu, maka bank syariah
harus mengeluarkan uangnya itu,
3. Bila ada rekening syariah yang digunakan untuk transaksi derivatif. ”Setelah
mengetahuinya, harus langsung meminta nasabah bersangkutan memindahkan
ke rekening konvensional,”
4. Penempatan seorang direktur yang khusus menangani unit usaha syariah, agar
usaha tersebut benar benar syariah
4. Dari sisi asosiasi Bank Syariah Indonesia:
1. Diperlukan independensi unit usaha syariah dalam menentukan produk, layanan,
dan gerai atau outlet syariah yang dapat dilayani oleh UUS.
2. Unit usaha syariah (UUS) harus diberi kewenangan menolak penggunaan
rekening syariah untuk keperluan transaksi yang tak sesuai syariah yang
dilakukan bank konvensional yang menjadi induknya.
3. Proses sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan karyawan bank,
khususnya bank konvensional yang membuka unit usaha syariah tentang
produk-produk bank syariah. Bank Indonesia berkewajiban mempelopori dan
terus mendorong aktivitas sosialisasi dan edukasi tentang perbankan syariah dan
produk-produknya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan prinsip syariah, baik yang disebabkan kurangnya pengetahuan
nasabah maupun karyawan bank.
5. Menurut saya sendiri, hal hal yang dapat dilakukan dalam hal kasus derivatif :
1. Dibutukan aturan yang lebih tegas dari Bank Indonesia mengenai apa yang boleh
dan tidak boleh dijual perbankan syariah.
2. Nasabah harus lebih mengetahui tentang perbankan yang digunakan dalam
syariah,maka ia harus mengetahui hal hal apa yang boleh dilakukan dalam bank
syariah dan apa saja yang tidak
3. Dari sisi manajemen bank ataupun pemasarannya tidak boleh hanya mencari
keuntungan dalam bekerja, melainkan harus menjujung tinggi aturan aturan yang
ada dalam bank yang diikuti.
4. Dari segi bank Danamon sendiri harus menjalankan prinsip sesuai kaidahnya,
tidak boleh hanya ingin mencapai kepuasan bagi Bank yang akhirnya merugikan
nasabah, karena uang yang dipakai dalam transaksi tentu saja uang milik
nasabah.
5. Diperlukannya keteguhan perbankan syariah untuk tetap menjalankan bisnisnya
dalam rambu-rambu syariah. Banyak faktor yang mempengaruhi keteguhan
dalam menjalankan bisnis berbasis syariah. Apabila keimanan atau keyakinan
tidak kuat, maka adanya iming-iming terhadap keuntungan non ribawi di depan
mata dapat meluluhlantahkan bisnis berbasis syariah
Dampak transaksi derivatif terhadap Bank Danamon
Atas transaksi derivatif yang dilakukan oleh Bank Danamon syariah ada beberapa
dampak yang diperoleh, antara lain:
1. Dikarenakan Danamon syariah melakukan transaksi derivatif, yang mana
seharusnya hal ini tidak boleh dilakukan oleh perbankan syariah , maka hal ini bisa
mencoreng citra Bank dan menurunkan kepercayaan masyarakat pada bank
syariah. Dan tidak hanya itu saja, yang dirugikan bukan hanya unit syariah Bank
Danamon, tetapi juga bank syariah lainnya, karena masyarakat menjadi lebih menilai
lagi atas bank syariah, dikarenakan telah melanggar peraturan yang telah dibuat
sendiri sebelumnya.
2. Kasus penjualan produk derivatif Bank Danamon kepada nasabah (Unit Usaha
Syariah) Bank Danamon menunjukkan lemahnya independensi unit usaha syariah
terhadap bank konvensional yang memilikinya. Banyak pengamat yang
mengusulkan agar hal ini dapat diatasi dengan memperkuat posisi unit usaha
syariah, misalkan dengan menempatkan seorang direktur yang khusus mengani unit
usaha syariah.
Transaksi derivatif sebagai pengurang pajak
Bagi perusahaan yang mengalami kerugian atas transaksi derivatif ini, maka ada
kemungkinan bahwa kerugian itu tidak hanya kerugian, melainkan kerugian itu bisa
menjadi suatu pengurang pajak, namun bisa atau tidaknya menjadi pengurang pajak
ditentukan dari tujuan transaksi derivatif tersebut, jika untuk kegiatan hedging atau
lindung nilai maka bisa menjadi pengurang pajak, namun jika dilakukan untuk
kegiatan spekulasi maka tidak bisa menjadi pengurang pajak. Dan untuk perbankan
transaksi derivatig ini telah dilarang oleh Bank Indonesia sebagai Bank pengawas
dikarenakan transaksi derivatif yang mengandung unsur spekulasi yang dapat
menambah gejolak nilai tukar rupiah.
Penutup
Dari kasus derivatif yang terjadi pada Bank Danamon ini dapat dilihat berapa besar
kerugian yang diterima akibat derivatif yang dilakukan ,sehingga besarnya dana
yang semustinya bisa menjadi laba bank justru menjadi beban yang harus
dibayarkan atas kerugiannya dalam menutupi pencadangan. Hal ini dikarenakan
ketidak tahuan para nasabah atas transaksi derivatif yang semustinya tidak
dilakukan pada danamon syariah.Yang akibatnya Elnusa, yang merupakan salah
satu nasabah danamon syariah ikut tersandung kasus ini. Ditambah lagi dengan
kondisi keuangan yang sedang tidak stabil dan menyebabkan nilai tukar menjadi
melemah hal ini yang merupakan faktor utama dari kerugian Danamon.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa kasus derivatif sangatlah tidak menguntungkan
bagi pihak yang melakukannnya, karena transaksi ini hanya memberikan kepuasan
keuntungan di depan, tapi pada akhirnya yang dialami tetap saja kerugian. Apalagi
kerugian yang diterima tentu tidak sedikit, melainkan sangat banyak, dalam kasus
danamon ini, nama baiknya sebagai bank danamon syariah telah tercemar akibat
melakukan transaksi derivatif ini, sudah mengalami kerugian besar, ditambah lagi
dengan tercemarnya bank danamon syariah yang semestinya melakukan transaksi
syariah tapi justru melanggar aturannya sendiri.
Dan dapat disimpulkan bahwa kasus danamon ini bisa dijadikan suatu contoh untuk
para pengusaha ataupun perbankan yang ingin melakukan transaksi derivatif,
hendaknya berpikir 2 kali, jika derivatif ini hanya digunakan sebagai upaya lindung
nilai tentu saja tidak masalah, namun jika sudah merebak kepada keinginan untuk
melakukan kegiatan spekulasi sebaiknya tidak dilakukan sebelum menerima
kerugian yang besar.
Penerapan Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/31/PBI/2005
tentang Transaksi Derivatif (Contoh Kasus : PT Permata Hijau Sawit Melawan
Citibank)/ oleh Weilianto

Dunia perbankan semakin berkembang dan produk yang ditawarkan oleh bank juga
semakin beragam, tetapi dengan banyak produk perbankan ini terkadang kurang
disertai informasi yang cukup sehingga terkadang menyulitkan nasabah. Salah satu
produk tersebut adalah transaksi derivatif callable forward yang dibuat antara PT.
Permata Hijau Sawit dengan Citibank. Awalnya transaksi berjalan dengan baik
hingga transaksi kedelapan dan PT. Permata Hijau Sawit merasa rugi karena
dampak krisis global, dan menurut PT. Permata Hijau Sawit, Citibank tidak
memberikan penjelasan bahwa krisis dapat terjadi sedangkan Citibank merasa telah
memberikan informasi yang cukup. Melihat hal tersebut, permasalahan yang
diangkat yaitu bagaimana penerapan Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/31/PBI/2005 tentang Transaksi Derivatif oleh Citibank kepada PT. Permata
Hijau Sawit dalam transaksi derivatif callable forward?. Metode penelitian yang
digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif yang bersumber dari
data primer dan data sekunder yang dianalisis secara deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa Citibank dalam perjanjian
transaksi derivatif callable forward, tidak memenuhi syarat subyektif Pasal 1320
KUHPerdata dan dinyatakan melanggar Peraturan BI No.7/31/PBI/2005 tentang
Transaksi Derivatif kearena hanya memberikan informasi secara umum, sehingga
perjanjian yang dibuat dapat dimintakan pembatalan oleh para pihak dalam hal ini
oleh PT. Permata Hijau Sawit. Akan tetapi, hakim dalam putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan dengan Putusan No. 24/Pdt.G/2009/PN.JKT.Sel. menyatakan
sebaliknya bahwa Citibak justru melanggar syarat Obyektif dan melakukan
perbuatan melawan hukum sehingga perjanjian yang dibuat dinayatakan batal demi
hukum bagi para pihak. Saran untuk nasabah adalah agar nasabah lebih berhati-hati
ketika akan memasuki transaksi derivatif dan apabila terjadi sengketa, usahakan
untuk diselesaikan melalui mediasi perbankan, sedangkan bank dalam memasarkan
produknya harus memberikan penjelasan yang lengkap sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan bank Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai