Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KASUS PASAR DERIVATIF

Artikel
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Investasi dan Portofolio

Oleh:
Kelompok 6
MB 42 07

PRODI MANAJEMEN BISNIS TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TELKOM
BANDUNG
2019
1. PT. INDOSAT Tbk.
Pada laporan keuangan periode 2006, PT. Indosat melaporkan adanya
kerugian sebesar Rp 438 miliar yang di klaim sebagai ”Rugi dari perubahan nilai
wajar atas transaksi derivatif-bersih” (Loss on Change in Fair Value of Derivatifes-
Net). Pengakuan atas kerugian ini muncul karena perusahaan tidak menerapkan
PSAK sebagaimana mestinya.
Dalam PSAK no 55 ”Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktifitas Lindung
Nilai” disebutkan bahwa transaksi derivatif mensyaratkan adanya dokumentasi
formal atas analisa manajemen resiko dan analisa efektifitas transaksi jika ingin
melindungi resiko dari transaksi derivatif ini. Selain itu suatu entitas diwajibkan pula
untuk melaporkan setiap transaksi derivatif paling tidak setiap tiga bulan dalam
laporan keuangan perusahaan.
Dalam surat yang ditujukan kepada manajemen Indosat (management letter)
pada tahun 2004, 2005 dan 2006, auditor eksternal Indosat menyarankan pihak
manajemen Indosat untuk segera membenahi kebijakan formal manajemen resiko
yang berkaitan dengan transaksi derivatif yang dilakukan oleh Indosat sebesar US$
275 juta atau sekitar Rp 2,5 trilliun. Transaksi derivatif ini meliputi 17 kontrak
perjanjian dengan berbagai institusi keuangan.
Kasus ini memberikan contoh dari besarnya kerugian yang harus ditanggung
oleh perusahaan di Indonesia diakibatkan tidak adanya analisa yang memadai
terhadap transaksi derivatif yang akan dilakukan. Akibat kerugian ini pula negara
kehilangan potensi pajak baik atas laba bersih perusahaan maupun atas deviden yang
dibagikan.
ANALISIS:
…………………………………………………….
2. SKANDAL YUNANI DAN GOLDMAN SACHS
Yunani melakukan transaksi cross-currency swaps dengan bank Goldman
Sachs dimana utang pemerintah Yunani dalam dollar dan yen ditukar dengan euro
dalam jangka waktu tertentu, lalu menukarnya kembali ke mata uang yang
sesungguhnya di masa depan. Transaksi tersebut terkesan normal, karena pemerintah
di Eropa memperoleh dana dari investor di seluruh dunia dengan menerbitkan
obligasi dalam yen, dollar, atau franc Swiss. Namun, mereka tetap membutuhkan
euro untuk membayar biaya harian mereka. Beberapa tahun kemudian, obligasi
tersebut akan dibayarkan kembali dalam nilai mata uang asing yang sebenarnya.
Namun, dalam transaksi antara Yunani dan Goldman Sachs digunakan swap dengan
nilai kurs fiktif yang mampu membuat Yunani memperoleh dana yang lebih besar
daripada nilai sesungguhnya sebesar 10 milyar dollar atau yen. Dengan cara itu,
goldman sachs secara rahasia memberikan kredit sebesar 1 milyar dollar kepada
Yunani. Kredit yang disamarkan sebagai swap tidak dimunculkan di dalam laporan
utang milik Yunani. Hal ini dilakukan oleh Yunani untuk bertahan di dalam batas
utang demi mempertahankan posisinya sebagai anggota Uni Eropa.
Meskipun Yunani mampu menyembunyikan utangnya, namun revisi oleh
Eurostat pada akhirnya dapat mengungkapkan kondisi defisit Yunani yang
sesungguhnya.

3. PT BANK DANAMON VS PT ESA KERTAS NUSANTARA (EKN)


PT Bank Danamon Indonesia yang digugat oleh PT Esa Kertas Nusantara
(EKN) pada tahun 2009 atas kontrak derivatif yang dilakukan antara kedua belah
pihak. EKN adalah perusahaan nasional yang memproduksi coated and uncoated
paper untuk tujuan ekspor dengan jumlah karyawan sekitar 1.200 orang dan berlokasi
di Karawang dan Jakarta.
Permasalahan tersebut berawal ketika kedua pihak menandatangani perjanjian
untuk 17 structured financial product. Perjanjian itu terdiri dari tiga transaksi Forward
with Knock Out, delapan transaksi Target Redemption Forward, empat transaksi
Cancel-able Forward, dan satu transaksi American Knock Out, sejak Oktober 2007
hingga September 2008. Kedua pihak juga menandatangani perjanjian cross currency
swap (CCS). Total nominal transaksi structured financial product dan CCS yang telah
dilakukan masing-masing adalah US$29.5 juta dan US$5,5 juta. Pada tahun 2009
perjanjian tersebut menuai masalah. Dodi S Abdulkadir dari kantor hukum MR&P
sebagai pengacara EKN, menggugat Danamon karena lalai mengungkap informasi
mengenai transaksi derivatif yang berupa structured finance products dan tidak
bertujuan untuk lindung nilai, namun bersifat spekulatif. Padahal EKN membutuhkan
produk lindung nilai (hedging). Akibatnya, EKN disesatkan dan mengalami kerugian
yang sangat besar dari transaksi derivatif tersebut
Dari hasil sidang, majelis hakim mengabulkan gugatan PT EKN dan meminta
Danamon untuk memberikan ganti rugi sebesar Rp 63 miliar. Dalam putusannya,
majelis hakim menganggap bahwa transaksi derivatif itu dianggap perbuatan
melawan hukum.

3. PT MAYORA INDAH VS BANKERS TRUST INTERNATIONAL


PLC, CS
Gugatan PT Mayora Indah terhadap Bankers Trust International dan pihak-
pihak yang terkait dengannya didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada
tanggal 30 Oktober 1998. Hal tersebut dipicu dengan adanya transaksi derivatif
currency and interest rate swap berupa penjualan US$ 51,313,629 pada kurs Rp
2.436/US$ per 14 Juli 2004. Atas transaksi tersebut, disepakati PT Mayora Indah
akan membayar suku bunga mengambang dan menerima suku bunga tetap. Bankers
Trust dianggap memberikan nasehat yang menyesatkan PT Mayora Indah sehingga
terlibat dalam transaksi yang merugikan. Dalam nasehatnya Bankers Trust
mengemukakan bahwa PT Mayora Indah akan memperoleh keuntungan berupa
penghematan pajak, cash flow dan penghematan biaya.
Ternyata di dalam perjalanannya tidak ada diantara yang dijanjikan tersebut
tercapai, malah yang terjadi sebaliknya. Per 31 Desember 1997 PT Mayora Indah 21
membukukan kerugian bersih dari transaksi derivatif sebesar Rp. 113,31 milyar.
Bahwa Bankers Trust memberikan nasehat kepada PT Mayora Indah untuk
melakukan transaksi derivatif swap dalam bidang spekulasi bunga untuk
penghematan biaya. Bankers Trust juga memberi nasehat bahwa tingkat suku bunga
rupiah sebesar 15 % sama nilainya dengan tingkat suku bunga US Dollar di pasar
antar bank ditamabah 1,4% 1,45 % atas uang pokok senilai Rp. 100 miliyar. Atau
bunga rupiah per tahun US$ LIBOR + 1,4 % 1,45 % . Uang pokok Rp. 100 Miliar
tersebut hanya nilai fiktif (Bankerst Trust memakai istilah “a notional amount” atau
suku bunga dihitung dari uang pokok (principal) yang tidak pernah ada atau fiktif.
Bankers Trust juga memberikan jaminan bahwa mereka sangat ahli dalam transaksi
derivatif dan full service dari mereka akan bermanfaat bagi PT Mayora Indah. Selain
itu Bankers Trust juga meyakinkan PT Mayora Indah bahwa transaksi derivatif akan
memberikan keuntungan baginya berupa arus kas yang positif dari perbedaan tingkat
suku bunga rupiah dan suku bunga US Dollar. Bahwa perikatan diantara PT Mayora
dengan Bankers Trust didasarkan atas paksaan, kekhilafan atau penipuan sehingga
menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya (Pasal 1449 KUHPerdata) maka
dari itu unsur kesepatan sebagaiman dianut oleh Pasal 1320 KUHPerdata tidak
terpenuhi.
Tindakan dari Bankers Trust juga bertentangan dengan SK Dir BI No.
28/119/KEP/DIR dimana Bankers Trust tidak pernah melaksanakan ketentuan Pasal 5
(1) SK Dir BI tersebut, Bankers Trust tidak pernah memberikan penjelasan apapun
terhadap PT Mayora Indah mengenai resiko yang akan timbul 22 dari transaksi
tersebut dan PT mayora tidak pernah menandatangani Risk Disclosure Statement
Bahwa mengingat sifat dari transaksi derivatif/cross currency swap transaction adalah
spekulasi dan pengetahuan dan keahlian memprediksi mata uang sangat sedikit bagi
nasabah dibandingkan dengan Bank, maka untuk melindungi masyarakat Bank
Indonesia menerbitkan SK Dir BI No. 28/119/KEP/DIR yang membatasi transaksi
derivatif secara terbatas dengan persyaratan yang sangat berat.
Dengan demikian Bankers Trust dinilai sengaja menjerumuskan PT. Mayora
Indah karena tidak memberikan semua fakta yang berkaitan dengan melemahnya
mata uang rupiah terhadap US Dollar. Penulis berpendapat, dalam kasus PT. Mayora
Indah ini transaksi derivatif yang dilakukan bukan merupakan tindakan hedging yang
memenuhi unsurunsur dari prudential banking, karena master agreement dari
transaksi tersebut juga merupakan hal yang fiktif, sehingga tidak memenuhi
keabsahan dari transaksi derivatif.

Anda mungkin juga menyukai