Anda di halaman 1dari 14

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

(BPHTB)
BPHTB adalah Pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau
badan.
Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan,
beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

OBJEK BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU


BANGUNAN
a. Pemindahan hak karena :
1. Jual beli
2. Tukar menukar
3. Hibah
4. Hibah wasiat
5. Waris
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
8. Penunjukkan pembeli dalam lelang
9. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
10. Penggabungan usaha
11. Peleburan usaha
12. Pemekaran usaha
13. Hadiah
b. Pemberian hak baru karena :
1. Kelanjutan pelepasan hak
2. Di luar pelepasan hak
Yang dimaksud dengan Hak Atas Tanah adalah :
1. Hak milik
2. Hak guna usaha
3. Hak guna bangunan
4. Hak pakai
5. Hak milik atas satuan rumah susun
6. Hak pengelolaan
OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN BPHTB
a. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum
c. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar
fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut
d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain
dengan tidak adanya perubahan nama
e. Orang pribadi atau badan karena wakaf
f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah

SUBJEK PAJAK
Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
atas tanah dan atau bangunan

TARIF PAJAK
TARIF PAJAK DITETAPKAN SEBESAR 5% (LIMA PERSEN)

DASAR PENGENAAN PAJAK


Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)
Nilai Perolehan Objek Pajak dalam hal :
a. Jual beli adalah harga transaksi
b. Tukar menukar adalah nilai pasar
c. Hibah adalah nilai pasar
d. Hibah wasiat adalah nilai pasar
e. Waris adalah nilai pasar
f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
h. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap adalah nilai pasar
i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar
j. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar
k. Penggabungan usaha adalah nilai pasar
l. Peleburan usaha adalah nilai pasar
m. Pemekaran usaha adalah nilai pasar
n. Hadiah adalah nilai pasar
o. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah
Lelang
• Apabila NPOP huruf a sampai n tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual
Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar
pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB
• Apabila NJOP PBB belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri
NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK TIDAK KENA
PAJAK (NPOPTKP)
NPOPTKP ditetapkan secara regional paling banyak Rp 60 juta, kecuali dalam hal
perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih
dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau
satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP
ditetapkan secara regional paling banyak Rp 300 juta.

NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK KENA PAJAK


(NPOPKP)
NPOPKP PAJAK
= NPOP – TERHUTAN
SAAT DAN TEMPAT PAJAK YANG TERUTANG
Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau
Bangunan, untuk:
a. Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
b. Tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
c. Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
d. Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke
Kantor Pertanahan
e. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat
dan ditandatanganinya akta
f. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta
g. Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang
h. Putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap
i. Hibah wasiat ad alah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkanperalihan
haknya ke Kantor Pertanahan
j. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak
tanggal ditandatanganinya dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
k. Pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditanda tangani dan
diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
l. Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
m. Peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
n. Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
o. Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak
Tempat Pajak yang terutang adalah di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II atau
Kotamadya Daerah Tingkat II, atau Propinsi Daerah Tingkat I untuk Kotamadya
Administratif yang meliputi letak tanah dan atau bangunan
CATATAN PENTING BPHTB
Tarif = 5% X NPOP
NPOPTKP paling rendah 60jt, paling banyak 300jt
Jika Warisan, tarifnya = 5% x 50% x NPOP

Contoh :
1. Diket :
NPOP = Rp. 500.000.000,-
SPPT PBB – NJOP = Rp. 600.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 50.000.000,-
Ditanya : BPHTB?
Jawab :
NJOP (SPPT PBB) = Rp. 600.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 50.000.000,-
NPOP KP = Rp. 550.000.000,-

BPHTB = 5% x NPOP KP
= 5% x Rp. 550.000.000,-
= Rp. 27.500.000,-

2. Diket :
Tanah Warisan
NPOP = Rp. 800.000.000,-
NJOP = Rp. 500.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 300.000.000,-
Ditanya : BPHTB?
Jawab :
NPOP = Rp. 800.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 300.000.000,-
NPOP KP = Rp. 500.000.000,-

BPHTB = 5% x 50% x NPOP KP


= 5% x 50% x Rp. 500.000.000,-
= Rp. 12.500.000,-
DENDA BPHTB

Contoh Soal :

Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada tanggal 5 Januari
2003 dengan harga perolehan menurut PPAT sebesar Rp. 300.000.000,- dan BPHTBnya
telah dibayar Lunas pada tanggal tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan
oleh Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu pada tanggal 7 Februari 2003, ternyata NJOP
PBB atas tanah tersebut sebesar Rp. 350.000.000,- . Pada tanggal 1 Maret 2003
diperoleh data baru (novum), ternyata transaksi yang benar atas tanah tersebut adalah
sebesar Rp. 400.000.000,-. Atas temuan-temuan tersebut diatas Kepala Kantor
Pelayanan PBB Surabaya Satu telah menerbitkan SKBKB pada tanggal 7 Februari 2003
dan SKBKBT pada tanggal 1 Maret 2003. Berapa BPHTB yang harus dibayar oleh bapak
Krosbin Simatipang tersebut berdasarkan SKBKB dan SKBKBT yang diterbitkan oleh
Kepala Kantor Pelayanan PBB tersebut bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp.
50.000.000,-?
JAWAB :

Diket :
a. 5 Januari 2003
NPOP Rp. 300.000.000,-
BPHTB Lunas
b. 7 Februari 2003
NJOP Rp. 350.000.000,-
c. 1 Maret 2003
NPOP yg benar Rp. 400.000.000,-
NPOPTKP Rp. 50.000.000,-
Ditanya : BPHTB?
Jawab :
a. 5 Januari 2003 (BPHTB Awal)
NPOP = Rp. 300.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 50.000.000,-
NPOP KP = Rp. 250.000.000,-

BPHTB = 5% x NPOP KP
= 5% x Rp. 250.000.000,-
= Rp. 12.500.000,- (LUNAS)

b. 7 Februari 2003 (SKPKB)


NJOP = Rp. 350.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 50.000.000,-
NPOP KP = Rp. 300.000.000,-

BPHTB = 5% x NPOP KP
= 5% x Rp. 300.000.000,-
= Rp. 15.000.000,-
BPHTB = Rp. 15.000.000,-
BPHTB sudah dibayar = Rp. 12.500.000,-
BPHTB belum dibayar = Rp. 2.500.000,-

Sanksi = 2% x 2 bln x BPHTB belum dibayar


= 2% x 2 bln x Rp. 2.500.000,-
= Rp. 100.000,-

Total dibayar = BPHTB belum dibayar + Sanksi


= Rp. 2.500.000,- + Rp. 100.000,-
= Rp. 2.600.000,-

c. 1 Maret 2003 (SKPKBT)


NPOP = Rp. 400.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 50.000.000,-
NPOP KP = Rp. 350.000.000,-

BPHTB = 5% x NPOP KP
= 5% x Rp. 350.000.000,-
= Rp. 17.500.000,-

BPHTB = Rp. 17.500.000,-


BPHTB sudah dibayar = Rp. 15.000.000,-
BPHTB belum dibayar = Rp. 2.500.000,-

Sanksi = 200% x BPHTB belum dibayar


= 200% x Rp. 2.500.000,-
= Rp. 5.000.000,-

Total dibayar = Rp. 5.000.000,-

Sanksi 200% didapat dari = Sanksi 100% + BPHTB belum dibayar


PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)
DASAR HUKUM :
a. UU No 12 Tahun 1985 tentang PBB
b. PP No 46 Tahun 1985 tentang persentase NJKP pada PBB
c. Kep. Menkeu No. 1002/KMK.04/1985 tentang Tata Cara Pendaftaran Objek Pajak PBB
d. Kep. Menkeu No. 1003/KMK.04/1985 tentang Penuntun Klasifikasi dan Besarnya NJOP
sebagai dasar pengenaan PBB
e. Kep. Menkeu No. 1006/KMK.04/1985 tentang Tata Cara Penagihan PBB dan penunjukkan
pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat Paksa
f. Kep. Menkeu No. 1007/KMK.04/1985 tentang Pelimpahan Wewenang Penagihan PBB
kepada Gubernur Kepala Daerah TK I dan/atau Bupati/Walikota Madya Kep. Daerah TK II
g. Kep. Gubernur KDKI Jakarta No. 816 Tahun 1989 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemungutan PBB di Wilayah DKI Jakarta
h. Peraturan Pelaksana Lainnya
i. UU No. 12 Tahun 1994

PBB dapat didefinisikan sebagai “pajak negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau
bangunan berdasarkan UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 12 Tahun 1994”
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terhutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan, keadaan subjek
(siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak

OBJEK PBB
Objek PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan

BUMI : Permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya


Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut
wilayah Indonesia.
Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah, perkarangan, tambang, dll
BANGUNAN : Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan

Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :


- Jalan lingkunagan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik,
dan emplasemennya, dll yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan
tersebut.
- Jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olah raga, galangan kapal, dermaga,
taman mewah, tempat penampungan atau kilang minyak,air dan gas, pipa minyak,
fasilitas lain yang memberikan manfaat.

SUBJEK PBB
Orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh/manfaat atas bangunan.
OBJEK PBB YANG DIKECUALIKAN
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh
keuntungan, seperti pesantren, mesjid, gereja, tanah wakaf, rumah sakit umum,
sekolah atau madrasah, panti asuhan, candi, dll
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu seperti
musium
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik secara pasif
5. Digunakan oleh badan/perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menkeu

DASAR PENGENAAN PAJAK


Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

NJOP ditetapkan setiap 3 tahun oleh Menkeu, kecuali untuk daerah tertentu
ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya, dengan memperhatikan :
1. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar
2. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan
telah diketahui harga jualnya
3. Nilai perolehan baru
4. Penentuan Nilai Jual Objek Pengganti

NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK


(NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak

Besarnya NJOPTKP adalah Rp 8.000.000 dengan ketentuan sbb:


1. Setiap WP memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu tahun
pajak
2. Apabila WP mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapatkan pengurangan
NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan
dengan objek pajak lainnya
NJOPTKP untuk DKI mulai tahun 2001 Rp 10.000.000 (berdasarkan masing-masing perdati II)

SAAT TERUTANGNYA SERTA TEMPAT YANG


MENENTUKAN PAJAK TERUTANG
1. Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwin
2. Saat yang menentukan pajak yang terhutang adalah menurut keadaan objek pajak
pada tanggal 1 Januari
DASAR PERHITUNGAN PBB
Dasar Penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
Besarnya NJKP adalah sebagai berikut :

40% 20%

untuk objek pajak perumahan yang WPnya untuk objek pajak lainnya
perorangan dengan NJOP sama atau lebih dari kurang dari Rp 1 M
Rp 1 M, dan tidak dimiliki, dikuasai atau
dimanfaatkan oleh PNS, ABRI, dan para
pensiunan termasuk janda/dudanya yang
berpenghasilan semata-mata dari gaji atau uang
pensiun

TARIF PBB adalah 0.5%


Rumus Penghitungan PBB = Tarif x NJKP

1. Subjek pajak bernama A yang memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau


bangunan milik orang lain bernama B bukan karena sesuatu hak berdasarkan UU
bukan karena perjanjian maka dalam hal demikian A yang memanfaatkan atau
menggunakan bumi dan/atau bangunan tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak
2. Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka
orang/badan yang memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan
sebagai Wajib Pajak
3. Subjek pajak dalam waktu lama berada di luar wilayah letak objek pajak, sedang
untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang/badan, maka
orang/badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai Wajib Pajak

Penunjukan sebagai Wajib Pajak oleh Dirjen Pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak

CONTOH SOAL:
1. Diket :
Th 2010 Tanah seluas 500m2
Harga Rp. 1.000.000,-/m2 (NJOP Kelas 065 Rp. 1.032.000,-/m2)
NJOPTKP Rp. 10.000.000,-
Ditanya : PBB?
Jawab :
NJOP KP = NJOP – NJOPTKP
= Rp. 516.000.000 - Rp. 10.000.000
= Rp. 506.000.000,-
NJKP = 20% – NJOP KP
= 20% - Rp. 506.000.000
= Rp. 101.200.000,-
PBB = 0,5% – NJOPTKP
= 0,5% - Rp. 101.200.000
= Rp. 50.600,-
CATATAN PENTING

OP
TAHUNAN
BADAN
SPT

MASA/BULAN BADAN

1. SPT TAHUNAN
a. OP setor max akhir Maret telat setor = 2% x ...thn x DPP
lapor tahun berikutnya telat lapor = 100.000 per tahun

b. Badan setor max akhir April telat setor = 2% x ...thn x DPP


lapor tahun berikutnya telat lapor = 1.000.000 per tahun

2. SPT MASA/BULAN
a. PPh 21 Setor = max tgl 10 bln berikutnya telat = 2% x ...bln x DPP
Lapor = max tgl 20 bln berikutnya telat = 100.000 per tahun

b. PPh 25 Setor = max tgl 15 bln berikutnya telat = 2% x ...bln x DPP

c. PPh 23 Setor = max tgl 10 bln berikutnya telat = 2% x ...bln x DPP


Lapor = max tgl 20 bln berikutnya telat = 100.000 per tahun

d. PPN Setor max akhir telat setor = 2% x ...bln x DPP


Lapor bln berikutnya telat lapor = 100.000 per tahun

CONTOH SOAL 1:
1. PT. Warna-warni bergerak dibidang jasa. Berikut adalah transaksi untuk Masa
Maret 2021: menyetorkan PPh pasal 23 sebesar Rp. 7.250.000,- pada tanggal 13
april 2021 dan melaporkan SPTnya pada tanggal 19 April 2021.
2. CV Dirgantara membayar PPN untuk Masa Desember 2021 sebesar Rp.
237.730.000,- pada tgl 31 Januari 2022 dan lapor SPT pada tgl 31 Januari 2022.
JAWAB :
1. Diket :
PPh pasal 23, Masa Maret 2021, sebesar Rp. 7.250.000,-
Setor tanggal 13 April 2021 –- max tgl 10 April 2021
Lapor tanggal 19 April 2021 –- max tgl 20 April 2021
Ditanya : Apakah sudah sesuai? Jika belum berapa Dendanya?
Jawab :
a. Denda setor = 2% x 1 bln x Rp. 7.250.000,-
= Rp. 145.000,-
b. Tidak dikenakan denda Lapor, karena tidak terlambat lapor.
2. Tidak dikenakan DENDA LAPOR dan SETOR, dikarenakan sudah SESUAI.
CONTOH SOAL 2:
1. Diket :
Masa Maret 2020 (BADAN)
a. PPh 21, sebesar Rp. 5.645.000,-
Setor tanggal 14 April 2020 –- max tgl 10 April 2020
Lapor tanggal 30 April 2020 –- max tgl 20 April 2020
b. PPN, sebesar Rp. 89.837.000,-
Setor tanggal 29 April 2020 –- max tgl 30 April 2020
Lapor tanggal 2 Mei 2020 –- max tgl 30 April 2020
c. PPh 25, sebesar Rp. 90.500.000,-
Setor tanggal 18 April 2020 –- max tgl 15 April 2020
Ditanya : Apakah sudah sesuai? Jika belum berapa Dendanya?
Jawab :
a. Denda setor = 2% x 1 bln x DPP
= 2% x 1 bln x Rp. 5.645.000,-
= Rp. 112.900,-
Denda lapor = Rp. 100.000,- x 1 bln
= Rp. 100.000,-
b. Tidak dikenakan denda Setor, karena tidak terlambat Setor.
Denda lapor = Rp. 500.000,- x 2 bln
= Rp. 1.000.000,-
c. Denda setor = 2% x 1 bln x DPP
= 2% x 1 bln x Rp. 90.500.000,-
= Rp. 1.810.000,-

2. Diket :
PPh 21 OP Juli 2020, sebesar Rp. 567.500,-
Setor tanggal 9 Agustus 2020 –- max tgl 10 Agustus 2020
Lapor tanggal 21 Agustus 2020 –- max tgl 20 Agustus 2020
Ditanya : Apakah sudah sesuai? Jika belum berapa Dendanya?
Jawab :
a. Tidak dikenakan denda Setor, karena tidak terlambat Setor
b. Denda lapor = Rp. 100.000,- x 1 bln
= Rp. 100.000,-

2. Diket :
PPN Badan Desember 2021, sebesar Rp. 210.730.000,-
Setor tanggal 5 Februari 2022 –- max tgl 30 Januari 2022
Lapor tanggal 31 Maret 2022 –- max tgl 30 Januari 2022
Ditanya : Apakah sudah sesuai? Jika belum berapa Dendanya?
Jawab :
a. Denda setor = 2% x 2 bln x Rp. 210.730.000,-
= Rp. 8.429.200,-
b. Denda lapor = Rp. 500.000,- x 5 bln
= Rp. 1.500.000,-

Anda mungkin juga menyukai