(BPHTB)
BPHTB adalah Pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau
badan.
Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan,
beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
OBJEK BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
SUBJEK PAJAK
Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak
atas tanah dan atau bangunan
TARIF PAJAK
TARIF PAJAK DITETAPKAN SEBESAR 5% (LIMA PERSEN)
Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak
Tempat Pajak yang terutang adalah di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II atau
Kotamadya Daerah Tingkat II, atau Propinsi Daerah Tingkat I untuk Kotamadya
Administratif yang meliputi letak tanah dan atau bangunan
CATATAN PENTING BPHTB
Tarif = 5% X NPOP
NPOPTKP paling rendah 60jt, paling banyak 300jt
Jika Warisan, tarifnya = 5% x 50% x NPOP
Contoh :
1. Diket :
NPOP = Rp. 500.000.000,-
SPPT PBB – NJOP = Rp. 600.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 50.000.000,-
Ditanya : BPHTB?
Jawab :
NJOP (SPPT PBB) = Rp. 600.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 50.000.000,-
NPOP KP = Rp. 550.000.000,-
BPHTB = 5% x NPOP KP
= 5% x Rp. 550.000.000,-
= Rp. 27.500.000,-
2. Diket :
Tanah Warisan
NPOP = Rp. 800.000.000,-
NJOP = Rp. 500.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 300.000.000,-
Ditanya : BPHTB?
Jawab :
NPOP = Rp. 800.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 300.000.000,-
NPOP KP = Rp. 500.000.000,-
Contoh Soal :
Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada tanggal 5 Januari
2003 dengan harga perolehan menurut PPAT sebesar Rp. 300.000.000,- dan BPHTBnya
telah dibayar Lunas pada tanggal tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan
oleh Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu pada tanggal 7 Februari 2003, ternyata NJOP
PBB atas tanah tersebut sebesar Rp. 350.000.000,- . Pada tanggal 1 Maret 2003
diperoleh data baru (novum), ternyata transaksi yang benar atas tanah tersebut adalah
sebesar Rp. 400.000.000,-. Atas temuan-temuan tersebut diatas Kepala Kantor
Pelayanan PBB Surabaya Satu telah menerbitkan SKBKB pada tanggal 7 Februari 2003
dan SKBKBT pada tanggal 1 Maret 2003. Berapa BPHTB yang harus dibayar oleh bapak
Krosbin Simatipang tersebut berdasarkan SKBKB dan SKBKBT yang diterbitkan oleh
Kepala Kantor Pelayanan PBB tersebut bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp.
50.000.000,-?
JAWAB :
Diket :
a. 5 Januari 2003
NPOP Rp. 300.000.000,-
BPHTB Lunas
b. 7 Februari 2003
NJOP Rp. 350.000.000,-
c. 1 Maret 2003
NPOP yg benar Rp. 400.000.000,-
NPOPTKP Rp. 50.000.000,-
Ditanya : BPHTB?
Jawab :
a. 5 Januari 2003 (BPHTB Awal)
NPOP = Rp. 300.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 50.000.000,-
NPOP KP = Rp. 250.000.000,-
BPHTB = 5% x NPOP KP
= 5% x Rp. 250.000.000,-
= Rp. 12.500.000,- (LUNAS)
BPHTB = 5% x NPOP KP
= 5% x Rp. 300.000.000,-
= Rp. 15.000.000,-
BPHTB = Rp. 15.000.000,-
BPHTB sudah dibayar = Rp. 12.500.000,-
BPHTB belum dibayar = Rp. 2.500.000,-
BPHTB = 5% x NPOP KP
= 5% x Rp. 350.000.000,-
= Rp. 17.500.000,-
PBB dapat didefinisikan sebagai “pajak negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau
bangunan berdasarkan UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 12 Tahun 1994”
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terhutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan, keadaan subjek
(siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak
OBJEK PBB
Objek PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan
SUBJEK PBB
Orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh/manfaat atas bangunan.
OBJEK PBB YANG DIKECUALIKAN
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh
keuntungan, seperti pesantren, mesjid, gereja, tanah wakaf, rumah sakit umum,
sekolah atau madrasah, panti asuhan, candi, dll
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu seperti
musium
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik secara pasif
5. Digunakan oleh badan/perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menkeu
NJOP ditetapkan setiap 3 tahun oleh Menkeu, kecuali untuk daerah tertentu
ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya, dengan memperhatikan :
1. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar
2. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan
telah diketahui harga jualnya
3. Nilai perolehan baru
4. Penentuan Nilai Jual Objek Pengganti
40% 20%
untuk objek pajak perumahan yang WPnya untuk objek pajak lainnya
perorangan dengan NJOP sama atau lebih dari kurang dari Rp 1 M
Rp 1 M, dan tidak dimiliki, dikuasai atau
dimanfaatkan oleh PNS, ABRI, dan para
pensiunan termasuk janda/dudanya yang
berpenghasilan semata-mata dari gaji atau uang
pensiun
Penunjukan sebagai Wajib Pajak oleh Dirjen Pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak
CONTOH SOAL:
1. Diket :
Th 2010 Tanah seluas 500m2
Harga Rp. 1.000.000,-/m2 (NJOP Kelas 065 Rp. 1.032.000,-/m2)
NJOPTKP Rp. 10.000.000,-
Ditanya : PBB?
Jawab :
NJOP KP = NJOP – NJOPTKP
= Rp. 516.000.000 - Rp. 10.000.000
= Rp. 506.000.000,-
NJKP = 20% – NJOP KP
= 20% - Rp. 506.000.000
= Rp. 101.200.000,-
PBB = 0,5% – NJOPTKP
= 0,5% - Rp. 101.200.000
= Rp. 50.600,-
CATATAN PENTING
OP
TAHUNAN
BADAN
SPT
MASA/BULAN BADAN
1. SPT TAHUNAN
a. OP setor max akhir Maret telat setor = 2% x ...thn x DPP
lapor tahun berikutnya telat lapor = 100.000 per tahun
2. SPT MASA/BULAN
a. PPh 21 Setor = max tgl 10 bln berikutnya telat = 2% x ...bln x DPP
Lapor = max tgl 20 bln berikutnya telat = 100.000 per tahun
CONTOH SOAL 1:
1. PT. Warna-warni bergerak dibidang jasa. Berikut adalah transaksi untuk Masa
Maret 2021: menyetorkan PPh pasal 23 sebesar Rp. 7.250.000,- pada tanggal 13
april 2021 dan melaporkan SPTnya pada tanggal 19 April 2021.
2. CV Dirgantara membayar PPN untuk Masa Desember 2021 sebesar Rp.
237.730.000,- pada tgl 31 Januari 2022 dan lapor SPT pada tgl 31 Januari 2022.
JAWAB :
1. Diket :
PPh pasal 23, Masa Maret 2021, sebesar Rp. 7.250.000,-
Setor tanggal 13 April 2021 –- max tgl 10 April 2021
Lapor tanggal 19 April 2021 –- max tgl 20 April 2021
Ditanya : Apakah sudah sesuai? Jika belum berapa Dendanya?
Jawab :
a. Denda setor = 2% x 1 bln x Rp. 7.250.000,-
= Rp. 145.000,-
b. Tidak dikenakan denda Lapor, karena tidak terlambat lapor.
2. Tidak dikenakan DENDA LAPOR dan SETOR, dikarenakan sudah SESUAI.
CONTOH SOAL 2:
1. Diket :
Masa Maret 2020 (BADAN)
a. PPh 21, sebesar Rp. 5.645.000,-
Setor tanggal 14 April 2020 –- max tgl 10 April 2020
Lapor tanggal 30 April 2020 –- max tgl 20 April 2020
b. PPN, sebesar Rp. 89.837.000,-
Setor tanggal 29 April 2020 –- max tgl 30 April 2020
Lapor tanggal 2 Mei 2020 –- max tgl 30 April 2020
c. PPh 25, sebesar Rp. 90.500.000,-
Setor tanggal 18 April 2020 –- max tgl 15 April 2020
Ditanya : Apakah sudah sesuai? Jika belum berapa Dendanya?
Jawab :
a. Denda setor = 2% x 1 bln x DPP
= 2% x 1 bln x Rp. 5.645.000,-
= Rp. 112.900,-
Denda lapor = Rp. 100.000,- x 1 bln
= Rp. 100.000,-
b. Tidak dikenakan denda Setor, karena tidak terlambat Setor.
Denda lapor = Rp. 500.000,- x 2 bln
= Rp. 1.000.000,-
c. Denda setor = 2% x 1 bln x DPP
= 2% x 1 bln x Rp. 90.500.000,-
= Rp. 1.810.000,-
2. Diket :
PPh 21 OP Juli 2020, sebesar Rp. 567.500,-
Setor tanggal 9 Agustus 2020 –- max tgl 10 Agustus 2020
Lapor tanggal 21 Agustus 2020 –- max tgl 20 Agustus 2020
Ditanya : Apakah sudah sesuai? Jika belum berapa Dendanya?
Jawab :
a. Tidak dikenakan denda Setor, karena tidak terlambat Setor
b. Denda lapor = Rp. 100.000,- x 1 bln
= Rp. 100.000,-
2. Diket :
PPN Badan Desember 2021, sebesar Rp. 210.730.000,-
Setor tanggal 5 Februari 2022 –- max tgl 30 Januari 2022
Lapor tanggal 31 Maret 2022 –- max tgl 30 Januari 2022
Ditanya : Apakah sudah sesuai? Jika belum berapa Dendanya?
Jawab :
a. Denda setor = 2% x 2 bln x Rp. 210.730.000,-
= Rp. 8.429.200,-
b. Denda lapor = Rp. 500.000,- x 5 bln
= Rp. 1.500.000,-