Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Geologi Daerah Penelitian


4.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian
Berdasarkan beberapa aspek geomorfologi yang terdiri atas aspek morfografi, aspek
morfometri, dan aspek morfogenesa yang didasarkan klasifikasi Van Zuidam (1985) dan
Verstappen (1983) menjadi dua bentuk asal yaitu bentuk asal structural, denudasional dan
antropogenik (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Klasifikasi bentuklahan daerah penelitian mengacu pada (Van Zuidam,1985
dan Verstappen,1983).

A. Satuan Bentuk Lahan Perbukitan Berlereng Curam


Satuan perbukitan berlereng curam terbentuk akibat litologi yang berada di satuan ini yang
resisten terhadap erosi dan pelapukan, kemudian batuan yang berada disekitarnya mudah
tererosi sehingga membentuk lereng yang curam. Kemiringan lereng pada satuan ini mengacu
pada klasifikasi Van Zuidam (1983) dengan 8o-35o (Gambar 4.1). Satuan bentuk lahan ini
24
tersusun dari litologi metabatupasir dan batupasir kuarsa yang telah mengalami alterasi yang
di dominasi oleh mineral silika. Satuan bentuk lahan ini terdapat sesar dan kekar. Satuan
bentuk lahan ini menempati 20% dari keseluruhan daerah penelitian.

Gambar 4.1 Satuan bentuk lahan Perbukitan Berlereng Curam dengan arah pengambilan
foto N 189o E.

B. Satuan Bentuk Lahan Dataran Bergelombang


Satuan bentuklahan dataran bergelombang terbentuk akibat adanya proses pelapukan dan
perpindahan material secara terus menerus maka permukaan lahan pada daerah tersebut
menurun ketinggiannya dan membentuk permukaan yang hampir datar. Kemiringan lereng
pada daerah ini 2o-8o (Gambar 4.2). Satuan bentuk lahan ini tersusun dari litologi batupasir
kuarsa sehingga mengontrol pembentukan satuan bentuk lahan ini. Satuan bentuk lahan ini
menempati 50% dari keseluruhan daerah penelitian.

Gambar 4.2 Satuan bentuk lahan Dataran Bergelombang dengan arah pengambilan foto
N 335o E.

25
C. Satuan Bentuk Lahan Tailing
Satuan bentuklahan tailing terbentuk akibat aktivitas manusia yang berupa penambangan.
Satuan bentuklahan ini menempati 30% dari luasan daerah penelitian dengan kelerengan (0%
– 2%). Morfogenesa yang mengontrol adalah material lepas tak terkonsolidasi hasil dari galian
tambang (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Satuan Bentuk Lahan Tailing dengan arah pengambilan foto N 197 o E

4.2 Stratigrafi Daerah Penelitian


Stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi beberapa satuan. Pembagian satuan batuan
didasarkan pada ciri fisik litologi yang dapat diamati dilapangan, jenis litologi, keseragaman
litologi (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian

Satuan Endapan
Aluvial

26
4.2.1 Satuan Batupasir
Satuan Batupasir menempati luasan 65% dari seluruh luas daerah penelitian yang
terdiri dari batupasir kuarsa, dibeberapa tempat batulempung menjadi sisipan pada batupasir.
Satuan ini mengalami alterasi yang terbagi menjadi beberapa zona yaitu kaolin +
montmorilonit, kuarsa + turmalin + ilit, dan kuarsa + ilit ± muskovit. Adapun ciri litologi
tersebut sebagai berikut.

A B

Gambar 4.4 A. Batupasir Kuarsa LP 7, B. Batulempung sebagai sisipan LP 9


Deskripsi litologi:
Batupasir, terdiri-dari batuan sedimen silisiklastik berupa batupasir sisipan batulempung
dengan struktur perlapisan dan masif. Satuan memiliki ukuran butir halus hingga pasir sangat
kasar, sortasi baik, dengan fragmen membundar dan didukung oleh butiran. Satuan ini
memiliki komposisi mineral berupa kuarsa dan litik, dengan matriks berupa lempung dan
semen silika dan oksida.
Batulempung, segar abu, lapuk kuning kecokelatan, ukuran lempung, sebagai sisipan pada
batupasir kuarsa.
4.2.2 Satuan Metabatupasir
Satuan metabatupasir menempati luasan 5% dari seluruh luas daerah penelitian yang
terdiri dari metabatupasir. Satuan ini mengalami alterasi yaitu kuarsa ± ilit.

27
Gambar 4.5 Metabatupasir LP 123
Deskripsi litologi:
Metabatupasir, warna segar abu, lapuk putih kemerahan, tekstur palimpset, struktur non
foliasi, mineral stress tidak ada,mineral antistress kuarsa.
4.2.3 Satuan Endapan Aluvial
Satuan endapan alluvial menempati 30% dari seluruh daerah penelitian. Peneliti
meninterpretasikan bahwa daerah penelitian terbagi menjadi tiga formasi yaitu batupasir
Tanjung Genting, granit Klabat, dan endapan alluvial, oleh karena endapan alluvial yang
berada di daerah penelitian telah tertutupi oleh tailing dari aktivitas penambangan.

Gambar 4.6 Endapan Aluvial


Deskripsi litologi:
Terdiri-dari material lepas yang berasal dari material lepas, tailing, tersusun dari material
kerakal, kerikil dan pasir.

4.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian


Struktur geologi terbentuk akibat adanya proses tektonik serta dalam pembentukannya
berkaitan dengan sifat batuan yang dipengaruhi. Struktur geologi memiliki peran penting dalam
alterasi dan mineralisasi sebagai zona lemah dan jalur lewatnya fluida dimana akan membentuk
pola – pola alterasi dan mineralisasi. Struktur geologi yang berkembang pada lokasi penelitian
yaitu bidang perlapisan, sesar, dan kekar.
4.3.1 Kekar
Kekar dengan intensitas tinggi terdapat di daerah penelitian, baik kekar gerus maupun
kekar tarik. Jenis kekar di daerah penelitian meliputi kekar tidak terisi mineral maupun terisi
mineral yang mempunyai geometri berlembar (sheeted vein).

28
• Kekar tidak terisi mineral LP 34

Gambar 4.7 Hasil Analisis Kekar Pada LP 34 dan foto kekar tidak terisi mineral

• Kekar tidak terisi mineral LP 54

Gambar 4.8 Hasil Analisis Kekar Pada LP 54 dan foto kekar tidak terisi mineral

29
4.3.2 Sesar
Sesar yang terbentuk pada daerah penelitian terdiri-dari enam cermin sesar dan dua
breksiasi. Indikasi sesar tersebut didukung oleh data-data seperti shear, gash, breksiasi, dan
kelurusan pada peta DEM. Sesar yang terbentuk di daerah penelitian berarah baratlaut-
tenggara dan timurlaut-baratdaya. Sesar ini terbentuk dari tegasan yang berbeda. Kontrol
struktur pada daerah penelitian ini yaitu pada sesar yang berarah baratlaut-tenggara yang
berperan sebagai proses alterasi dan mineralisasi. Ini dicirikan pada semua singkapan yang
ditemukan didaerah penelitian dengan alterasi intensif dan kadar mineralisasi Sn yang
menyebar dari barat ke timur.
• Sesar Bukit Besar 1 LP 3

Gambar 4.9 Hasil Analisis Sesar Bukit Besar 1 LP 3

30
• Sesar Bukit Besar 2 LP 3

Gambar 4.10 Hasil Analisis Sesar Bukit Besar 2 LP 3


• Sesar Bukit Besar 3 LP 168

Gambar 4.11 Sesar Bukit Besar 3 LP 168

31
• Sesar Bukit Putus 1 LP 8

Gambar 4.12 Sesar Bukit Putus 1 LP 8


• Sesar Bukit Putus 2 LP 9

Gambar 4.13 Sesar Bukit Putus 2 LP 9

32
• Sesar Bukit Putus 3 LP 90

Gambar 4.13 Sesar Bukit Putus 3 LP 9


• Sesar Bukit Kelidang LP 91

Gambar 4.14 Sesar Bukit Kelidang LP 91

33
• Sesar Sungai Campedak LP 181

Gambar 4.15 Sesar Sungai Campedak LP 181

4.4 Alterasi Daerah Penelitian


Hasil pengamatan di lapangan yang dilakukan secara megaskopis, alterasi daerah penelitian
terbagi menjadi empat zona alterasi yang berkembang pada zona-zona sesar daerah penelitian,
terdiri-dari:
1. Kaolin + Montmorilonit
Alterasi ini berkembang pada daerah penelitian pada satuan batupasir sisipan
batulempung dengan suhu kisaran 100oC-190oC.
Tabel 4.3 Estisimasi Pembentukan Himpunan Mineral Alterasi Kaolin + Montmorilonit
yaitu 100oC-190oC, klasifikasi yang digunakan berdasarkan Reyes (1998)

34
2. Kuarsa + Turmalin + Ilit
Alterasi ini berkembang pada daerah penelitian pada satuan batupasir sisipan
batulempung dengan suhu kisaran 220oC-280oC.
Tabel 4.4 Estisimasi Pembentukan Himpunan Mineral Alterasi Kuarsa + Turmalin + Ilit
yaitu 220oC-280oC, klasifikasi yang digunakan berdasarkan Reyes (1998)

3. Kuarsa ± Ilit
Alterasi ini berkembang pada daerah penelitian pada satuan metabatupasir dengan suhu
paling rendah dengan kisaran 220oC-290oC.
Tabel 4.5 Estisimasi Pembentukan Himpunan Mineral Alterasi Kuarsa ± Ilit yaitu
220oC-290oC, klasifikasi yang digunakan berdasarkan Reyes (1998)

4. Kuarsa + Ilit ± Muskovit


Alterasi ini berkembang pada daerah penelitian pada satuan batupasir sisipan
batulempung dengan suhu paling rendah dengan kisaran 240oC-290oC.

35
Tabel 4.5 Estisimasi Pembentukan Himpunan Mineral Alterasi Kuarsa + Ilit ± Muskovit
yaitu 240oC-290oC, klasifikasi yang digunakan berdasarkan Reyes (1998)

4.5 Mineralisasi Daerah Penelitian


Mineral bijih yang ada di daerah penelitian dikontrol oleh struktur geologi urat, geometri
berupa sheeted vein dan lode vein namun hanya dapat ditemukan di Bukit Putus paling timur
daerah penelitian. Adapun mineral bijih yang dijumpai dapat dilihat langsung secara megaskopis
dan interpretasi yang didukung oleh XRF portable:
1. Pirit
2. Arsenopirit
3. Galena
4. Bismuth
5. Kasiterit
6. Hematit
7. Gutit
8. Ilmenite
Mineralisasi pada daerah penelitian yaitu pada fase pengendapan urat, urat yang terbentuk
dengan geometri sheeted vein LP 34 memiliki kadar Sn hingga 799 ppm, geometri lode vein pada
LP 90 dengan kadar Sn 172 ppm, geometri sheeted vein pada LP 152 dengan kadar 1226 ppm,
dan kadar yang paling tinggi hanya ditemukan pada tubuh batuan yang terletak pada LP 167
dengan kadar Sn 5685 ppm.

36
4.6 Sejarah Geologi
Satuan Batupasir pada daerah penelitian disetarakan dengan Formasi Tanjung Genting,
formasi ini sendiri terbentuk pada zaman Trias Awal hingga Trias Tengah, pada Trias Akhir terjadi
kolisi antara Blok Sibumasu dengan Blok Indocina. Adanya kolisi ini mengakibatkan peleburan
pada kerak benua sehingga membentuk magmatisme asam yang membentuk granit tipe S. Granit
ini diinterpretasikan memicu terjadinya proses metamorfisme terhadap satuan batupasir Formasi
Tanjung Genting menjadi satuan metabatupasir, sekaligus membawa mineralisasi timah pada
daerah penelitian melalui zona-zona yang telah terbuka akibat tegasan baratlaut-tenggara yang
membentuk sesar berarah relatif barat-timur.

Setelah mineralisasi terbentuk, kemudian terjadi perubahan tegasan dari baratlaut – tenggara
menuju utara – selatan yang membentuk sesar berarah timurlaut-baratdaya yang memotong sesar
bearah relatif barat-timur. Setelah aktivitas tektonik pada umur Kapur, tektonisme di Pulau
Bangka relatif stabil. Pada fase ini didominasi oleh proses erosi dan pelapukan sehingga
membentuk morfologi di Pulau Bangka. Pada fase ini terbentuk endapan alluvial akibat
pelapukan dan erosi pada batuan di daerah penelitian dan sekitarnya.

37
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan dari hasil penelitian di Daerah Desa
Penagan dan Kota Kapur, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung sebagai berikut:
1. Geomorfologi daerah penelitian terdiri-dari : Perbukitan Struktural, Dataran
Bergelombang, Tailing.
2. Stratigrafi : Satuan Batupasir, metabatupasir dan Endapan Aluvial.
3. Struktur Geologi: sesar yang ditemukan didaerah penelitian berarah barat baratlaut-
tenggara dan timurlaut-baratdaya.
4. Karakteristik alterasi daerah penelitian terbagi menjadi 4, yaitu: Kaolin + monmorilonit,
Kuarsa + turmalin + ilit, Kuarsa + ilit ± muskovit, Kuarsa ± ilit.
5. Tipe mineralisasi timah primer adalah pengisian pada urat.
6. Tipe pengendapan pada lokasi penelitian adalah tipe endapan Greisen dalam fase
pengendapan urat.

38
DAFTAR PUSTAKA

Barber, A.J., Crow, M.J., dan Milsom, J.S. 2005. Sumatera: Geology, Resource, and Tectonic
Evolution: Geological Society Memoir.
Corbett, G. dan Leach, T., 1997, Southwest Pacific Rim Gold-Copper Systems: Structure,
Alteration, and Mineralization: New Zealand, Society of Economic Geologist Special
Publication, v.6.
Guilbert, J.M. dan Park, C.F. Jr., 1986, The Geology of Ore Deposits: New York, W.H.
Freeman and Company.
Katili, J.A., 1967, Geologi: Jakarta. Departemen Urusan Research Nasional
Mangga, S.A. dan Djamal, B., 1994, Peta Geologi Lembar Bangka Utara, Sumatera, Skala
1:250.000: Bandung, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Metcalfe, I., 2011, Tectonic Framework and Phanerozoic Evolution of Sundaland: Godwana
Research, Vol. 19.
Pirajno, F., 2009, Hydrothermal Processes and Mineral Systems: Australia, Springer Science.
Seatrad, 1987, Resource Evaluation of Primary (and Secondary) Tin Potential of Northern
Bangka, Indonesia: Malaysia, South East Asia Tin Research and Development Center,
Tidak Diterbitkan.
Schwartz dkk. 1995. The Southeast Asian Tin Belt. Earth Science Reviews 38 (1995) hal 95 –
293.
Taylor, R.G., 1979, Geology of Tin Deposits: New York, Elsevier Scientific Publishing
Company.
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia Vol 1 A: Government Printing Office,
The Hague.

39

Anda mungkin juga menyukai