Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Geologi Daerah Penelitian


Gambaran mengenai kondisi geologi daerah penelitian dapat
dilihat pada gambar 2.1. Daerah penelitian terletak pada lingkungan
metamorf mandala Buton- Cukang Besi. Batuan tertua yang terbentuk
di daerah ini adalah satuan metamorf yang berumur Trias. Seiring
dengan berjalannya aktivitas tektonik, mengakibatkan pergerakan
lempeng Australia mengalami pergerakan ke arah utara sebesar 14
mm/ tahun yang menyebabkan terjadinya tumbukan dengan lempeng
Asia bagian timur/Sulawesi bagian barat dan lempeng Pasifik.
Tumbukan yang terjadi menghasilkan pergerakan tektonik yang
berarah relatif barat laut-tenggara, di daerah penyelidikan dikenal
sebagai sesar Boro-boro yang searah dengan satuan metamorf. Satuan
metamorf selaras dengan satuan meta-gamping berupa dolomitan dan
satuan meta-batupasir dengan jenis argilit dan arkosa. Terbentuknya
sesar normal Boro-boro membentuk cekungan baru yang terisi oleh
satuan batupasir non-karbonatan dan satuan batupasir-gampingan di
bagian utara (PSDG).
Periode tektonik selanjutnya pada zaman Tersier menghasilkan
sesar- sesar yang berarah baratdaya-timurlaut yang mengontrol
munculnya manifestasi dan sistem panasbumi di daerah penyelidikan.
Periode selanjutnya adalah proses eksogen yang menghasilkan produk
sedimentasi dari satuan metamorf, dan satuan batupasir yang
dikelompokkan menjadi satuan konglomerat, berumur Kuarter awal.
Aktifitas sedimentasi masih terbentuk hingga saat ini berupa endapan
di permukaan dalam bentuk aluvium sungai dan pantai (PSDG).
Secara umum daerah penelitian tersusun oleh batuan metamorf
yang berumur pra-Tersier dan batuan sedimen Tersier dan
dikelompokkan menjadi 7 satuan batuan, yaitu satuan batuan
metamorf, satuan meta-batugamping, satuan meta-batupasir, satuan

1
Gambar 2. 1 Peta Geologi Daerah Penelitian Lapangan 'WIN' (PSDG, dimodifikasi oleh penulis).

2
batupasir non-karbonatan, satuan batupasir gampingan, satuan
konglomerat dan endapan alluvium (PSDG).
Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian
sangatlah kompleks, karena lokasi ini sendiri yang merupakan bagian
dari mandala Buton-Cukang Besi yang berasal dari lempeng Australia.
Secara umum, struktur utama yang berkembang di daerah
penyelidikan dan mengontrol sistem panasbumi daerah penelitian
adalah sesar normal Boro-boro yeng berarah baratlaut-tenggara, sesar
mendatar Kaendi, Landai, Amowolo, ‘WIN’ dan sesar Rumbalaka
(PSDG).
2.2 Sistem Panasbumi
Panasbumi atau geothermal ialah panas yang berasal dari dalam
bumi. Energi panasbumi ialah energi panas alami yang berasal dari
dalam bumi yang kemudian akan di transferkan ke permukaan bumi
secara konduksi dan konveksi (Hartini, dkk). Pendapat lain
mengatakan bahwa energi panasbumi merupakan energi panas yang
keluar dari dalam bumi yang terkandung dalam batuan dan fluida yang
mengisi rekahan dan pori batuan pada kerak bumi (Rybach, Muffler.
1981).
Sumber panasbumi berasal dari magma yang ada di bawah
permukaan bumi. Kemudian panas yang ada akan berpindah. Proses
berpindahnya panas ini dikenal dengan dua proses, yaitu konduksi dan
konveksi. Proses konduksi memanfaatkan batuan yang ada
disekitarmya untuk melakukan perpindahan panas. Sedangkan proses
konveksi mamanfaatkan air untuk melakukan perpindahan panas. Air
yang ada dipermukaan bumi akan masuk ke dalam permukaan bumi
melalui celah-celah seperti struktur rekahan atau patahan. Sedangkan
sumber panas yang ada jauh di bawah permukaan bumi
mentrasnferkan panas lewat batuan-batuan yang ada diatasnya.
Kemudian batuan-batuan ini ada menjadi batuan yang panas. Jika ada
air yang ada diatasnya maka panas ini akan berpindah melalui air-air
tersebut. Pada proses inilah disebut dengan perpindahan panas secara
konveksi. Karena adanya gaya apung, air yang pada mulanya selalu
memiliki kecenderungan bergerak kebawah karena adanya gaya
3
gravitasi akan tetapi disebabkan karena adanya kontak panas maka
temperatur air menjadi meningkat dan air menjadi lebih ringan. Hal
inilah yang menyebabkan air tersebut bergerak keatas (Saptadji,
2003). Air atau fluida panas ini tersebut sebagian ada yang
terperangkap dibawah batuan impermeable dan kemudian akan
mengalami proses akumulasi panas yang terjadi di reservoar. Batuan
impermeable ini akan mengalami perubahan struktur dan sifat karena
adanya proses akumulasi panas tersebut. Batuan inilah ynag biasanya
disebut dengan batuan alterasi. Batuan impermeable yang teralterasi
inilah yang disebut dengan clay cap atau batuan penudung. Clay cap
atau batuan penudung ini bertugas untuk menjaga proses akumulasi
panas pada reservoar. Air atau fluida panas lainnya yang tidak
terperangkap dibawah batuan impermeable akan menekan batuan di
sekitarnya dan berusaha unutk mencari celah sebagai jalan keluar
untuk melepaskan tekanan. Ketika fluida mencapai ke permukaan,
maka disebut dengan manifestasi panasbumi. Manifestasi panasbumi
inilah yang nantinya digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui
potensi panasbumi pada suatu daerah.

Gambar 2. 2 Sistem Panasbumi (Dickson, 2004).


4
Gambaran mengenai sistem panasbumi dapat dilihat pada
gambar 2.2. Menurut Goff dan Janik tahun 2000, sistem panasbumi
sendiri terdiri atas 3 komponen utama: (1) batuan reservoar yang
bersifat permeable, (2) air yang menghantarkan panas dari reservoar
ke permukaan dan (3) sumber panas. Reservoar panasbumi yang
produktif harus memiliki porositas dan permeabilitas yang tinggi,
ukuran yang cukup besar, suhu yang tinggi serta memeiliki kandungan
fluida yang cukup (Kasbani, 2009).
2.3 Teori Dasar Metode Magnetotellurik
Metode magnetotellurik merupakan salah satu metode geofisika
pasif yang sumber sinyalnya berasal dari gelombang elektromagnetik.
Gelombang elektromagnetik alami inilah yang nantinya akan
berinteraksi dengan ore body yang akan menghasilkan respon nilai
resistivitas yang bervariasi. Berdasarkan nilai resistvitas inilah yang
nantinya dapat menjadi acuan dalam memetakan kondisi bawah
permukaan bumi.
Metode magnetotellurik ini memanfaatkan variasi alami medan
magnet bumi sebagai sumbernya yang menghasilkan frekuensi dengan
interval antara 0,001 Hz sampai 10 Hz. Dengan adanya interval
frekuensi yang lebar ini memungkinkan untuk melakukan pemetaan
keadaan bawah permukaan bumi berdasarkan sifat kelistrikan batuan
dengan mencakup kedalaman yang lebih dalam atau besar. Adanya
interval frekuensi yang lebar ini yang nantinya dapat mengatasi
masalah lapisan overburden yang konduktif (Daud, 2010).
Konsep penjalaran gelombang elektromagnetik dapat dilihat
pada gambar 2.3, yang diaplikasikan pada metode magnetotellurik
ialah berdasarkan kepada medan elektromagnetik primer dan
sekunder. Opnp11 (Unsworth, 2006).

5
Gambar 2. 3 Proses Penjalaran Gelombang Elektromagnetik
Dalam metode magnetotellurik, medan magnetik yang terukur
di permukaan bumi merupakan sumber sinyal alami yang asalnya dari
dalam maupun luar bumi. Sumber sinyal yang berasal dari dalam bumi
dipengaruhi oleh mantel bumi yang berinteraksi terhadap inti bumi
yang disebabkan oleh arus konveski serta adanya medan-medan
magnet yang ada di kerak bumi. Sedangkan sumber sinyal yang
berasal dari luar bumi disebabkan oleh medan magnet yang dihasilkan
di atmosfer dan magnetosfer. Pada dasarnya sumber sinyal yang
digunakan untuk eksplorasi metode magnetotellurik ialah sumber
sinyal yang berasal dari luar bumi. Hal ini dikarenakan sumber sinyal
yang berasal dari dalam bumi mempunyai variasi yang sangat kecil
dan dalam frekuensi yang sangat rendah. Namun sumber sinyal yang
berasal dari luar bumi mempunyai rentang frekuensi diatas dan
dibawah 1 Hz. Sehingga yang digunakan ialah sumber sinyal yang
berasal dari luar bumi (Unsworth, 2008).
Sumber sinyal dengan frekuensi tinggi yakni diatas 1 Hz berasal
dari lightning activity (petir) yang terjadi di ionosfer yang kemudian
akan menjalar ke permukaan bumi/ ketika lightning mencapai
permukaan bumi maka akan terjadi perubahan terhadap medan magnet
bumi. Jika lightning ini mencapai permukaan bumi secara terus
menerus makan akan terjadi perubahan medan magnet bumi secara
terus menerus pula. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya fluks
magnet yang nantinya akan menginduksi arus listrik yang ada di
6
bawah permukaan bumi dan akan menghasilkan medan magnet
sekunder (Unsworth, 2008).
Sumber sinyal dengan frekuensi rendah, yakni di bawah 1 Hz
berasal dari peristiwa alam berupa solar wind yang ada di
magnetosfer. Solar wind ialah suatu peristiwa pergerakan ion H dan
He yang berinteraksi dengan medan magnet bumi yang akan
menyebabkan solar wind ini terdefleksi sehingga terbentuklah
magnetosfer (Unsworth, 2008). Perubahan nilai medan magnet di
bagian magnetosfer dapat menyebabkan terjadnya proses induksi arus
listrik yang cukup besar di bagian ionosfer. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya perubahan medan magnet yang terukur di
permukaan bumi (Kadir, 2011).
2.4 Persamaan Dasar Metode Magnetotellurik
Dalam persamaan Maxwell dapat dijelaskan mengenai konsep
penjalaran medan elektromagnetik yang terjadi dari atmosfer ke dalam
bumi. Persamaan Maxwell dalam domain frekuensi dapat dituliskan
sebagai berikut:
𝝏𝑩
𝛁 ×𝑬= − (2.1)
𝝏𝒕
𝝏𝑫
𝛁 ×𝑯=𝒋 + (2.2)
𝝏𝒕

𝛁. 𝑫= 𝒒 (2.3)
𝛁. 𝑩= 𝟎 (2.4)

dimana E = medan listrik (V/m)


B = fluks atau induksi magnetik (Wb/m2)
H = medan magnet (A/m)
J = rapat arus (A/m2)
D = perpindahan listrik (C/m2)
q = rapat muatan listrik (C/m3) (Grandis, 2010).
7
Persamaan (2.1) ialah persamaan yang berdasarkan dari turunan
hukum Faraday yang mnejelaskan bahwa perubahan fluks magnetik
menyebabkan medan listrik dengan gaya gerak listrik berlawan
dengan variasi fluks magnetik yang menyebabkannya. Persamaan
(2.2) ialah persamaan yang berasal dari generalisasi teorema Ampere
yang menjelaskan bahwa medan magnet timbul akibat fluks total arus
listrik yang disebabkan oleh arus konduksi dan arus perpindahan.
Persamaan (2.3) ialah persamaan yang berasal dari hokum Gauss yang
mnejelaskan bahwa fluks listrik pada suatu ruang sebanding dengan
muatan total yang ada pada rauangan tersebut. Persamaan (2.4) ialah
persamaan yang indetik dnegan persamaan (2.3). Namun pada
persamaan ini digunakan unutk medan magnet dalam hal tidak ada
monopol magnetik.
2.5 Impedansi
Parameter yang diukur pada metode magnetotellurik ialah
medan magnet dan medan listirk yang bervariasi terhadap waktu. Pada
dasarnya, medan listrik dan medan magnet ini saling tegak lurus satu
sama lain. Raiso atau perbandingan dari kuat medan magnet dan
medan listrik inilah yang disebut dengan impedansi gelombang (Z).
Persamaan yang digunakan untuk menyatakan impedansi gelombang
(Z) ialah sebagai berikut (Grandis, 2010):
𝑬
𝒁𝒙𝒚 = 𝑯𝒙 = √𝒊𝝎 𝝁𝟎 𝝆 (2.5)
𝒚

𝑬𝒚
𝒁𝒚𝒙 = 𝑯 = √𝒊𝝎 𝝁𝟎 𝝆 (2.6)
𝒙

2.6 Skin depth


Persamaan difusi gelombang elektromagnetik dapat
menjelaskna tentang besarnya amplitude gelombang elektromagnetik
pada suatu kedalaman tertentu. Salah satu dari sifat medan
elektromagnetik ialah apabila medan elektromagnetik melewati suatu
lapisan konduktif maka energi dari medan elektromagnetik tersebut
akan teratenuasi. Jarak tempuh dari medan elektromagnetik tersebut
juga akan berkurang mengikuti besarnya dari nilai konduktivitas

8
ketika melewati suatu lapisan konduktif. Jarak maksimum yang dapat
dicapai oleh medan elektromagnetik saat menembus lapisan
konduktif inilah yang disebut dengan skin depth (Griffith, 1991). Skin
depth dapat pula didefiniskan sebagai suatu kedalaman dimana
amplitude gelombang elektromagnetik berkurang menjadi sekitar
sepetiga dari amplitude awal. Persamaan yang digunakan untuk
menunjukkan skin depth ialah sebagai berikut:

𝟐𝝆
𝜹 = √𝝁 (2.7)
𝟎𝝎

dimana 𝜹 = skin depth (km)

𝝆 = resistivitas batuan (ohm.m)


𝝎 = 2πf.
2.7 Mode Pengukuran
Berdasarkan konfigurasi pada saat pengukuran metode
magnetotellurik terdapat dua macam mode pengukuran, yakni
transverse electric (TE) mode dan transverse magnetic(TM mode.
Perbedaan konfigurasi ini dilihat berdasarkan peletakan sensor
magnetik dan sensor elektrik (Unsworth, 2008).
a. TE (Transfer Elektrik) Mode
Pada TE mode konfigurasi yang digunakan dapat dilihat pada
gambar 2.4. Dari gambar tersbut dapat terlihat bahwa peletakan
komponen medan listrik sejajar dengan arah struktur utama (arah x).
sedangkan komponen medan magnet tegak lurus dengan arah struktur
utama (arah y dan z).

9
Gambar 2. 4 TE (Trasverse Electric) Mode
b. TM (Transfer Magnetik) Mode
Pada TM mode konfigurasi yang digunakan dapat dilihat pada
gambar 2.5. Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa peletakan
komponen medan magnet sejajar dengan arah struktur utama (arah x).
Sedangkan komponen medan listrik tegak lurus dengan arah struktur
utama (arah y dan z).

Gambar 2. 5 TM (Transverse Magnetik) Mode


10
2.8 Efek Statik
Efek statik ialah efek yang ditimbulkan dari anomali nilai
resistivitas daerah dekat permukaan bumi. Efek statik terjadi karena
adanya perbedaan nilai resistivitas semu rata-rata pada suatu daerah
pengukuran dengan nilai resistivitas semu di suatu titik. Jika data
magnetotellurik ini terkena efek statik maka akan terjadi distorsi data.
Hal ini dapat diakibatkan karena adanya faktor heteroginitas lokal
dekat permukaan dan topografi (Jiracek, 1985). Dinamakan dengan
efek statik karena akumulasi muatan listrik pada batas konduktivitas
medium menimbulkan medan listrik sekunder yang tidak tergantung
pada frekuensi, sehingga tidak mempengaruhi fase dari fungsi
transfer. Ini akan menjadikan kurva fase tidak mengalami distorsi data
ataupun perubahan (de-Groot-Hedlin, 1991). Data magnetotellurik
yang telah terkena efek statik dapat terlihat pada kurva sounding
magnetotellurik yang mengalami pergeseran ke atas mauapun ke
bawah sehingga parallel terhadap kurva sounding yang sebenarnya
(Hendro dan Grandis, 1996).
Terjadinya efek statik pada data magnetotellurik diakibatkan
oleh 3 faktor, yaitu:
a. Faktor Heterogenitas Permukaan
Faktor heterogenitas permukaan akan menyebabkan arah
medan listrik terakumulasi pada batas heterogenitas tersebut yang
terlihat pada gambar 2.6. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
medan listrik yang dihasilkan pada batas resistivitas akan mengurangi
pengukuran medan listrik. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
penurunan nilai resistivitas. Pada bagian yang lebih resisitif, medan
listriknya akan diperkuat dan membuat bagian tersebut menjadi
semakin resistif (Xiao, 2004).

11
Gambar 2. 6 Penjalaran Arus Listrik Berdasarkan Heterogenitas
Permukaan (Xiao, 2004).

b. Topografi
Faktor penyebab adanya efek statik pada data magnetotellurik
yang lainnya ialah faktor topografi. Hal ini dapat terjadi jika medan
magnet sejajar ataupun medan listrik tegak lurus dengan geologikal
strike atau pada saat TM mode. Dapat dilihat pada gambar 2.7 yang
menjelaskan bahwa tidak terdapat muatan pada puncak dan dasar
lembah, konsentrasi muatan maksimum terjadi pada saat kemiringan
permukaan terbesar. Jika dilihat berdasarkan parameter medan
listirknya, paling rendah terjadi pada bagian puncak dan yang paling
tinggi berada pada bagain lembah. Sehingga akan menjadikan nilai
resistivitas semu terendah terukur pada puncak dan sebaliknya
(Jiracek, 1985).

12
Gambar 2. 7 Penjalaran Medan Listrik Berdasarkan Topografi
(Jiracek, 1985).
c. Kontak Vertikal
Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi terjadinya efek statik
pada data magnetotellurik ialah kontak vertikal. Hal ini disebabkan
adanya kontak vertikal atau struktur patahan yang biasanya ditemukan
di daerah pengukuran. Titik pengurukan magnetotellurik yang
terdapat tepat diatas kontask vertikal akan mengalami pergeseran
statik pada semua periode (Sulistyo, 2011).

2.9 Metode Perata-rataan


Pada saat dilakukan interpetasi data, jika data magnetotellurik
yang digunakan masih terkena efek statik makan akan mempengaruhi
kesalahan interpretasi. Kesalahan pada interpretasi dapat
mempengaruhi dua nilai, yaitu nilai resistivitas dan kedalaman. Data
magnetotellurik yang masih terkena efek statik harus melewati
tahapan koreksi statik agar dapat menghilangkan ataupung

13
mengurangi dari efek statik yang terkandung dalam data tersebut. Ada
beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan koreksi
statik, salah satunya ialah metode perata-rataan.
Metode perata-rataan ialah salah satu metode yang digunakan
untuk melakukan koreksi statik dengan cara mencari nilai tengah dari
sekelompok data tertentu yang letaknya saling berdekatan. Perata-
rataan menghasilkan nilai baru yang merupakan keadaan homogen
pada suatu area tertentu. Pemodelan 1D dari kurva perata-rataan akan
menghasilkan interpretasi regional (Jiracek, 1990).
2.10 Inversi 2D
Dalam metode magnetotellurik, pemodelan dapat dilakukan
dengan cara inversi 2D. Inversi itu sendiri ialah suatu proses
pengolahan data lapangan yang melibatkan suatu teknik penyelesaian
matematika dan statistik untuk memperoleh distribusi sifat fisis bawah
pemrukaan. Dalam hal ni yang diidentifikasi ialah berupa nilai
resistivitas batuannya. Analisis yang dilakukan ialah dengan
melakukan pencocokan kurva natara model matematika dengan data
lapangan (Cagniard, 1953). Pada penelitian ini dilakukan inversi 2D
dengan menggunakan metode Nonlinier Conjugate Gradient (NLCG).
Pada metode ini dilakukan dengan mencari solusi model yang
meminimumkan fungsi objektif ѱ, yang dapat didefinisikan Pada
persamaan 2.8 (Rodi dan Mackie, 2001).
𝑻
ѱ(𝒎) = (𝒅 − 𝑭(𝒎)) 𝑽−𝟏 (𝒅 − 𝑭(𝒎)) + 𝝀𝒎𝑻 𝑳𝑻 𝑳𝒎 (2.8)

dimana d = vektor data


F = fungsi forward modelling
m = vektor model
V = matriks kovarian error
λ = parameter regulasi bilangan positif
L = operator linear (smoothness)

14
2.11 Nilai Resistivitas Batuan
Setiap batuan memiliki sifat dan karakteristik masing-masing.
Salah satu sifat dari batuan yang dapat digunakan untuk memetakan
suatu batuan ialah sifat kelistrikannya berupa resistivitas atau tahanan
jenis. Sifat berupa resistivitas atau tahana jenis ini menggambarkan
tentang kemampunan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik.
Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan
tersebut menghantarkan arus listrik dan begitu pula sebaliknya
(Prameswari dkk., 2012). Penjabaran mengenai besarnya nilai
resistivitas suatu batuan dapat dilihat pada tabel 2.1.

15
Tabel 2. 1 Nilai Resistivitas Batuan dan Mineral (Telford, dkk.
1990).

NO MATERIAL RESISTIVITAS (Ωm)


1. Udara ~
2. Pirit (pyrite) 0,01 - 100
3. Kwarsa (quartz) 500 – 8 x 105
4. Kalsit (calcite) 1 x 1012 – 1 x 1013
5. Garam batu (rock salt) 30 – 1 x 1013
6. Granit (granite) 200 – 1 x 105
7. Andesit (andesite) 1,7 x 102 – 4,5 x 104
8. Basal (basalt) 10 – 1,3 x 107
9. Batu gamping (limestones) 500 – 1 x 104
10. Batu pasir (sandstones) 200 – 8000
11. Batu tulis (shales) 20 -2000
12. Pasir (sand) 1 – 1000
13. Lempung (clay) 1 - 100
14. Air tanah (ground water) 0,5 – 300
15. Air laut ( sea water) 0,2
16. Magnetit ( magnetite) 0,01 – 1000
17. Kerikil kering (dry gravel) 600 – 1000
18. Aluvium (alluvium) 10 – 800
19. Kerikil (gravel) 100 - 600

16

Anda mungkin juga menyukai