Anda di halaman 1dari 11

BAB VIII

Sistem Pendidikan Nasional

A. Kelembagaan, Program, dan Pengelolaan Pendidikan

Sistem pendidikan nasional Indonesia disusun berlandaskan kepada kebudayaan bangsa


Indonesia dan berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai kristalisasi nilai-nilai hidup
bangsa Indonesia. Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional disusun sedernikian rupa,
meskipun secara garis besar ada persamaan dengan sistem pendidikan nasional bangsa lain,
sehingga sesuai dengan kebutuhan akan pendidikan dari bangsa Indonesia yang secara geografis,
demografis, historis, dan kultural berciri khas.

Pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia dan berdasar kepada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia. Sistem
pendidikan nasional (Sisdiknas) merupakan satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan
kegiatan pendidikan yang saling berkaitan untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan
nasional.

Sistem pendidikan nasional diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta di bawah


tanggung jawab Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan menteri lainnya, seperti pendidikan
agama oleh menteri agama, Akabri oleh menteri pertahanan dan keamanan. Juga departemen
lainnya menyelenggarakan pendidikan yang disebut diklat. Pembahasan selanjutnya dibatasi
pada penyelenggaraan pendidikan yang berada di bawah tanggung jawab menteri pendidikan dan
kebudayaan.

Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional dilaksanakan melalui


bentuk-bentuk kelembagaan beserta program-programnya. Butir-butir berikut
ini akan membahas kedua hal tersebut.

1. Kelembagaan Pendidikan

Pendidikan nasional dilaksanakan melalui lembaga-lembaga pendidikan


baik dalam bentuk sekolah maupun dalam bentuk kelompok belajar.
Berdasarkan UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, kelembagaan pendidikan dapat dilihat dari segi jalur pendidikän
dan program serta pengelolaan pendidikan.

a. Jalur Pendidikan
Penyelenggaraan Sisdiknas dilaksanakan melalui dua jalur yaitu. Jalur pendidikan
sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah yang sering disingkat dengan PLS.

1) Jalur Pendidikan Sekolah


Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui
kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan bersinambungan (pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi). Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan
pemerintah, dan mempunyai keseragaman pola yang bersifat nasional.

2) Jalur Pendidikan Luar Sekolah


Jalur pendidikan luar sekolah (PLS) merupakan pendidikan yang bersifat kemasyarakatan
yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang
dan tidak bersinambungan, seperti kepramukaan, berbagai kursus, dan lain-lain. PLS
memberikan kemungkinan perkembangan sosial, kultural seperti bahasa dan kesenian,
keagamaan, dan keterampilan yang dapat dimanfaatkan oleh anggota masyarakat untuk
mengembangkan dirinya dan membangun masyarakatnya.

Pendidikan luar sekolah sifatnya tidak formal dalam arti tidak ada keseragaman pola yang
bersifat nasional. Modelnya sangat beragam. Dalam hubungan ini pendidikan keluarga
merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga yang
fungsi utamanya menanamkan keyakinan agama, nilai budaya dan moral, serta keterampilan
praktis.

b. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran
(UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab I, Pasal 1 Ayat 5).

Jalur pendidikarí sekolah dilaksanakan secara berjenjang yang terdiri atas jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan untuk
memasuki pendidikan dasar diselenggarakan.

Kelompok belajar yang disebut pendidikan prasekolah (UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab V,
Pasal 2). Pendidikan prasekolah belum termasuk jenjang pendidikan formal, tetapi baru
merupakan kelompok sepermainan yang menjembatani anak antara kehidupannya dalam
kelûarga denigan sekolah.

1) Jenjang Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk
hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar. Di
samping itu juga berfungsi mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk
mengikuti pendidikan menengah. Oleh karena itu pendidikan dasar menyediakan kesempatan
bagi seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bersifat dasar, dan tiap-tiap
warga negara diwajibkan menempuh pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. UU RI No. 2
Takun 1989 menyatakan dasar dan wajib belajar pada Pasal 14 Ayat 1 bahwa, "Warga negara
yang berumur 6 tahun berhak mengikuti pendidikan dasar", dan ayat 2 menyatakan bahwa,
"Warga negara yang berumur 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan
yang setara sampai tamat." Dalam pengertian setara ini termasuk juga pendidikan luar biasa
(PLB), pendidikan keagamaan dan/atau pendidikan luar sekolah.
2) Jenjang Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah yang lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar,
diselenggarakan di SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) atau satuan pendidikan yang
sederajat. Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan dan
perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungan ke atas mempersiapkan peserta didik untuk
mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja.

Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, pendidikan menengah


kejuruan, dan pendidikan menengah luar biasa, pendidikan menengah kedinasan dan pendidikan
menengah keagamaan. Penjelasan lebih lanjut tersebut akan dikemukakan pada butir 2a tentang
jenis program pendidikan

3) Jenjang Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah, yang diselenggarakan


untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan
ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut lembaga
pendidikan tinggi melaksanakan misi "Tridharma" pendidikan tinggi yang meliputi pen- didikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam ruang lingkup tanah air Indonesia sebagai
kesatuan wilayah pendidikan na- sional.

Pendidikan tinggi juga berfungsi sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan
kebudayaan nasional dengan perkem- bangan internasional. pendidikan tinggi secara terbuka dan
selektif mengikuti perkem- bangan kebudayaan yang terjadi di luar Indonesia untuk diambil
manfaatnya bagi pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional. Untuk dapat mencapai tujuan
dan kebebasan akademik, melaksanakan misi- nya, pada lembaga pendidikan tinggi berlaku
kebebasan mimbar aka- demik serta otonomi keilmuan dan otonomi dalam pengelolaan lem-
baganya.

Untuk itu dengan tujuan kepentingan nasional, Satuan pendidikan yang


menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik,
politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.

Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam


satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan teknologi dan kesenian tertentu.

Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan


dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.

Sekolah tinggi ialah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik


dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu atau bidang tertentu.

Institut ialah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas vang menyelenggarakan
pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.
Universitas ialah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu
tertentu.

Program diploma atau program nongelar memberi tekanan pada aspek praktis profesional
sedangkan program gelar memberi tekanan pada aspek akademik ataupun aspek akademik
profesional.

Di samping program diploma dan program sarjana, pendidikan tinggi (dalam hal ini
LPTK atau Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) dapat juga menyelenggarakan program
Akta mengajar yaitu Akta III, Akta IV, dan Akta V. Program ini diadakan untuk melayani
kebutuhan akan tenaga mengajar di satu sisi dan pada sisi yang lain untuk melindungi profesi
guru (tenaga kependidikan). Dengan ini dimaksudkan bahwa seseorang hanya dianggap sah
memiliki kewe-nangan mengajar jika memiliki sertifikat akta mengajar. Program Akta Mengajar
merupakan program paket kependidikan sebesar 20 SKS atau untuk lama studi satu semester (6
bulan) bagi masing-masing jenjang Akta.

- A3 setara dengan D3
- A4 setara dengan D4
- A5 setara dengan sarjana plus sejumlah pengalaman.

2. Program dan Pengelolaan Pendidikan


a. Jenis Program Pendidikan
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai sifat dan kekhususan
tujuannya (UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab I Pasal 1 Ayat No. 2 Tahun 1989).
Program pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan
umum, pendidikan kejuruan, dan pendidikan lainnya.
1) Pendidikan Umum
Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan
keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir
masa pendidikan. Pendidikan umum berfungsi sebagai acuan umum bagi jenis pendidikan
laiinya. Yang termasuk pendidikan umum adalah SD, SMP, SMA, dan Universitas.
2) Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
bekerja pada bidang pekerjaan tertentu, seperti bidang teknik, jasa boga, dan busana, perhotelan,
kerajinan, administrasi, perkantoran, dan lain-lain. Lembaga pendidikannya seperti, STM,
SMTK, SMIP, SMIK, dan SMEA.
Selain dua jenis program pendidikan yaitu pendidkan umum dan pendidikan kejuruan
tersebut masih ada jenis program pendidikan yang lain yaitu pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
3) Pendidikan Luar Biasa
Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk peserta
didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental. Yang termasuk pendidikan luar biasa
adalah SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) untuk jenjang pendidikan menengah masing-masing
memiliki program untuk anak tuna netra, tuna rungu, dan tuna daksa serta tunagrahita. Untuk
pengadaan gurunya disediakan SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) setara dengan
Diploma III.

4) Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk
meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan nagi pegawai atau calon pegawai
suatu departemen pemerintah atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan dapat terdiri dari pendidikan tingkat menengah dan pendidikan
tingkat tinggi. Yang termasuk pendidikan tingkat menengah seperti SPK (Sekolah Perawat
Kesehatan), dan yang termasuk pendidikan tingkat tinggi seperti APDN (Akademi Pemerintah
Dalam Negeri).

5) Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan khusus yang mempersiapkan peserta didik
untuk dapat melaksanakan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang
ajaran agama. Pendidikan keagamaan dapat terdiri dari tingkat pendidikan dasar, tingkat
pendidikan menengah, dan tingkat pendidikan tinggi. Yang termasuk tingkat pendidikan dasar
misalnya madrasah ibtidaiyah, tingkat pendidikan menengah seperti tsanawiyah, PGAN
(Pendidikan Guru Agama Negeri) dan yang tingkat pendidikan tinggi seperti sekolah theologia,
IAIN (Institut Agama Islam Negeri), dan IHD (Institut Hindu Dharma).

b. Kurikulum Program Pendidikan


Kurikulum memberi bekal pengetahuan, sikap, dan keterampilan kepada peserta didik.
Makna tersebut tersirat di dalam arti kata dan deskripsi kurikulum yang diberikan oleh para ahli.
Istilah kurikulum asal mulanya dari dunia raga pada zaman Yunani Kuno. Curir dalam bahasa
Yunani Kuno berarti “pelari” dan Curere artinya “tempat berpacu”. Kurikulum kemudian
diartikan "jarak yang harus ditempuh” oleh pelari. (Nana Sujana, 1989:4). Berdasarkan arti yang
terkandung di dalam rumusan tersebut kurikulum dalam pendidikan dianalogikan sebagai arena
tempat peserta didik "berlari” untuk mencapai “finis”, berupa ijazah, diploma atau gelar (Zais,
1976 yang dikutip oleh Mohammad Ansyar dan H.Nurtain, 1992:7).

Dalam hubungan dengan pembangunan nasional, kurikulum pendidikan nasional mengisi


upaya pembentukan sumber daya manusia untuk pembangunan. Dalam kaitan ini, kurikulum
mengandung dua aspek yaitu:
- Aspek kesatuan nasional, yang memuat unsur-unsur penyatuan bangsa.
- Aspek lokal, yang memuat sifat-sifat kekhasan daerah, baik yang berupa unsur budaya, sosial
maupun lingkungan alam, yang menghidupkan sifat kebhinnekaan dan merupakan kekayaan
nasional.

UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 38 Ayat 1 menyatakan adanya dua aspek nasional dan
lokal itu sebagai berikut: "Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam suatu satuan pendidikan
didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan
keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas suatu pendidikan yang bersangkutan." Kedua
macam aspek kurikulum tersebut akan dikemukakan pada uraian di bawah ini.
Masing-masing satuan pendidikan (menurut jalur, jenjang, dan jenis) mempunyai tugas
untuk mencapai tujuan nasional tersebut, di samping tujuan institusional yang diemban oleh
masing-masing satuan pendidikan. Jadi tujuan pendidikan nasional diberlakukan untuk semua
satuan pendidikan, dari pendidikan prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi, pendidikan
persekolahan dan pendidikan luar sekolah, demikian pula jenis pendidikan khusus seperti
pendidikan anak luar biasa, pendidikan kedinasan, dan seterusnya.
Ini berarti bahwa tujuan pendidikan nasional itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kurikulum masing-masing satuan pendidikan.

Kaitan antara tujuan pendidikan nasional dengan tujuan satuan pendidikan tersebut dapat
dilihat dalam bagan berikut:
Filsafat/ Dasar Tujuan Pend. Tujuan Tujuan Tujuan
Negara Nasional Institusional Kurikuler Intruksional

Kurikulum menjembatani tujuan tersebut dengan praktek pengalaman belajar riil di


lapangan/sekolah. Dalam hubungan ini Soedijarto (Soedijarto, 1991: 145) merinci kurikulum
atas lima tingkatan, yaitu:
1) Tujuan institusional, yang menggambarkan berbagai kemampuan (pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap) yang harus dikuasai oleh peserta didik dari suatu satuan
pendidikan.
2) Kerangka materi yang memberikan gambaran tentang bidang-bidang pelajaran yang perlu
dipelajari peserta didik untuk menguasai serangkaian kemampuan yang disebut struktur
program kurikulum.
3) Garis besar materi dari suatu bidang pelajaran yang telah dipilih, biasa disebut GBPP atau
silabi.
4) Panduan dan buku-buku pelajaran yang disusun untuk menunjang terjadinya proses
pembelajaran (pedoman guru dan buku paket belajar).
5) Bentuk dan jenis kegiatan pembelajaran yang dialami oleh peserta didik, yaitu strategi belajar
mengajar.
Mengenai isi kurikulum nasional itu di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 30 Ayat 1
dinyatakan: Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan
penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan
pendidikan nasional."

Ayat 2 menyatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis jalur dan jenjang pendidikan wajib
memuat:
a. Pendidikan Pancasila,
b. Pendidikan agama, dan
c. Pendidikan Kewarganegaraan.
Ayat 3 menyatakan bahwa isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya
bahan kajian dan pelajaran tentang:
a. Pendidikan Pancasila,
b. Pendidikan agama,
c. Pendidikan kewarganegaraan,
d. Bahasa Indonesia,
e. Membaca dan menulis,
f. Matematika (termasuk berhitung),
g. Pengantar sains dan teknologi,
h. Ilmu bumi,
i. Sejarah nasional dan sejarah umum,
j. Kerajinan tangan dan kesenian,
k. Pendidikan jasmani dan kesehatan,
l. Menggambar; serta
m. Bahasa Inggris.
Kemudian Pasal 38 Ayat 2 menyatakan: "Kurikulum yang berlaku secara nasional
ditetapkan oleh menteri, atau menteri lain, atau pimpinan lembaga pemerintahan nondepartemen
berdasarkan pelimpahan wewenang dari menteri.”
Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan kurikulum nasional itu
adalah kurikulum yang mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
- Diberlakukan sama pada setiap macam satuan pendidikan di seluruh Indonesia.
- Ditetapkan oleh pemerintah (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau menteri lain atau
pimpinan lembaga pemerintahan nondepartemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan).
- Tujuannya untuk menggalang kesatuan nasional dan pengendalian mutu pendidikan secara
nasional.

.
Kesungguhan pemerintah dalam merealisasikan pemikiran mengenai muatan lokal
tersebut, yang dimulai pada sekolah dasar, diwujudkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan RI No. 0412/ U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan
Lokal Sekolah Dasar.
Kemudian disusul dengan penjabaran pelaksanaannya dalam keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/87 Tanggal 7 Oktober 1987. Dalam kata
sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Buku Petunjuk Penerapan Kurikulum
Sekolah Dasar sebagai berikut: "Dalam hal ini harus diingat bahwa adanya muatan lokal
dalam kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat dalam lingkungannya semata-mata.
Semua anak sekolah berhak mendapat kesempatan guna lebih terlibat dalam mobilitas yang
melampaui batas lingkungannya sendiri.”

Hal yang berkaitan dengan lingkungan ini perlu dipelajari oleh murid di daerah itu.
Yang dimaksud dengan isi dalam penjelasan tersebut adalah materi pelajaran yang dipilih
dari lingkungan dan dijadikan program untuk dipelajari oleh murid di bawah bimbingan guru
guna mencapai tujuan muatan lokal. Dan yang dimaksud dengan media penyampaian ialah
metode dan berbagai alat bantu pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan
lokal. Jadi isi program dan media penyampaian muatan lokal diambil dari dan menggunakan
sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik.

FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENUNJANG PELAKSANAAN MUATAN LOKAL


A. Faktor Penghambat
1. Sifat dari pelajar ML itu sendiri sebagian besar memberikan tekanan pada pembinaan tingkah
laku afektif dari psikomotor. sebagaimana diketahui bahwa pembinaan tingkah laku domaun
tersebut adalah cukup pelik, pemrosesannta maupun pengevaluasiannya.
2. Dilihat dari segi ketenagaan, pelaksanaan ML memerlukan perorganisasian secara khusus
karena melibatkan pihak-pihak lain selain sekolah.
3. Dilihat dari segi proses belajar mengajar, pelaksanaan ML menggunakan pendekatan
keterampilan proses dan CBSA.
4. Sistem ujian akhir dan ijazah yang diselenggarakan di sekolah-sekolah umumnya masih
menciptakan iklim pengajar yang memberikan tekanan lebih pada mata pelajaran akademik.
5. Sarana penunjang dan tertentu bagi pelaksanaan ML secara optimal kebanyakan tidak dimiliki
oleh sekolah dan mungkin juga tidak tersedia di masyarakat (misalnya untuk keperluan
simulasi).

B. Faktor Penunjang
1. Adanya keinginan dari kebanyakan peserta didik untuk cepat memperoleh bekal kerja dan
pekerjaan apapun yang membawa hasil.
2. Materi ML yang dapat dijadikan sasaran belajar cukup banyak tersedia baik macamnya
maupun penyebarannya di semua daerah.
3. Ketenagaan yang bervariasi (lintas sektoral, narasumber) yang partisipasinya dapat menunjang
dan dapat dilibatkan dalam penyelenggaraan ML tidak sulit ditemukan pada sebuah daerah atau
lokasi.
4. Adanya materi ML yang sudah tercantum sebagai materi kurikulum yang sudah dilaksanakan
secara rutin.
5. Media massa khususnya media komunikasi visual seperti TV dan video sudah tidak sulit untuk
dimanfaatkan guna penyebaran informasi berupa contoh-contoh model pelaksanaan muatan lokal
yang berhasil

Seperti telah dijelaskan pada bab terdahulu bahwa sistem pendidikan selalu menghadapi
tantangan baru, karena Masyarakat selalu mengalami kemajuan dengan serta-merta timbulnya
kebutuhan-kebutuhan baru untuk menghadapi tantangan-tantangan baru itu pendidikan berupaya
melakukan pembaruan dengan jalan menyempurnakan sistemnya pengaruh ilmu perilaku itu
terasa misalnya antara lain pada lahirnya kurikulum 1975/1976 yang memanfaatkan teori
taksonomi tingkah laku dari B. bloom dalam merumuskan tujuan pendidikan ternyata
penyempurnaan tidak hanya terjadi pada segi-segi teknologi belajar-mengajar tetapi bahkan
mengenai hal-hal yang bersifat mendasar yaitu landasan pendidikan.
Uraian Berikut ini akan memberikan gambaran tentang upaya pembaharuan sistem
pendidikan yang dimulai dari Pelita II hingga awal Pelita VI selama hampir satu periode
Pembangunan Jangka Panjang.
Pembaruan yang terjadi meliputi landasan yuridis kurikulum dan perangkat penunjang
nya struktur pendidikan dan tenaga kependidikan.

Ada dua faktor pengendali yang menentukan arah pembaharuan kurikulum yaitu yang
sifatnya mempertahankan dan yang mengubah termasuk yang pertama ialah landasan filosofis
yaitu falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945 dan landasan historis (mencakup
unsur-unsur yang Dari dahulu hingga sekarang menguasai hajat hidup orang banyak). sedangkan
faktor pengendali yang kedua yaitu yang bersifat mengubah ialah landasan sosial berupa
kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat dan landasan psikologis yaitu cara peserta didalam
belajar mengenai hal ini banyak menemukan penemuan-penemuan baru yang menopangnya
pembaharuan kurikulum dapat dilihat dari segi orientasinya strategi isi atau program dan
metodenya sebenarnya dengan adanya orientasi baru ini sudah merupakan suatu langkah maju
Tetapi pengalaman selama hampir 10 tahun menunjukkan bahwa hasil pendidikan ternyata tidak
seperti yang diharapkan.
Untuk memperbaiki keadaan seperti itu dilakukan upaya pembaharuan kurikulum dan
sebagainya hasil lahirlah kurikulum 1984. Terlepas dari segenap kekurangannya (yang sudah
dijelaskan didalam bab VII butir E1. B tentang masalah kurikulum), kurikulum 1984
memberikan arah baru Pada pelaksanaan pendidikan kelebihan yang dimiliki kurikulum
kurikulum 1984 memberikan arah baru Pada pelaksanaan pendidikan kelebihan yang dimiliki
kurikulum 1984 dan yang dipandang sebagai pengembangan dari kurikulum 1975/1976 antara
lain adalah:
1. Adanya strategi desentralisasi di samping yang sentralisasi.
2. Disediakan program yang bervariasi (meskipun belum terlaksana sepenuhnya).
3.Adanya penekanan pada keterampilan proses dengan menggunakan pendekatan CBSA dan
peranan evaluasi formatif Dalam proses pembelajaran
4. Adanya upaya perampingan kurikulum yang memungkinkan pemilihan dan penyajian materi
pembelajaran yang esensial.
Kurikulum saat ini sedang menunggu kehadiran kurikulum 1994 yang tentunya
mengandung peluang yang lebih besar dan lebih baik untuk mempersiapkan warga negara
sebagai sumber daya manusia bagi pembangunan di masa depan peluang-peluang itu antara lain:
1. Adanya perluasan kesempatan untuk mengikuti pendidikan bagi rakyat.
2. Banyak adanya penanaman dasar (basic education). yang lebih baik pada seluruh warga
negara untuk terjun ke lapangan kerja di masyarakat dan untuk lanjut belajar ke pendidikan
tinggi.
3. Adanya seleksi bertahap yang lebih terarah untuk memasuki pendidikan tinggi.

C.
Pembaruan pola masa studi termasuk pendidikan yang meliputi pembaruan jenjang dan
jenis pendidikan serta lama waktu belajar pada suatu satuan pendidikan. perubahan pola tersebut
dilakukan untuk tujuan dan alasan-alasan tertentu misalnya untuk mempersiapkan tenaga guru
SD yang dahulunya dianggap cukup tamatan SPG (jenjang pra-masa studi akademik), sekarang
untuk menjadi guru SD harus berpendidikan Diploma 2 jenjang akademik tujuannya ialah untuk
mendapatkan tenaga yang lebih kompeten.
D.
Di samping pembaruan landasan yuridis dan kurikulum pengembangan sistem
pendidikan nasional juga menyentuh pembaruan komponen lain yaitu tenaga kependidikan yang
dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah tenaga yang bertugas menyelenggarakan kegiatan
mengajar melatih meneliti mengembangkan mengelola dan dan memberikan pelayanan teknis
dalam bidang pendidikan (UU RI No 2 bab VII pasal 27 ayat 1). pembaruan terhadap komponen
tenaga kependidikan dipandang sangat penting karena pembaruan pada komponen-komponen
lain tanpa ditunjang oleh tenaga tenaga pelaksana yang kompeten tidak akan ada artinya maka
diperlukan jenis tenaga yang lain disamping guru meskipun guru sendiri mengalami perubahan
peran dari peran tunggal ke multiperan tenaga lain di samping guru ialah pustakawan laboran
konselor teknisi sumber belajar dan lain-lain. jika kedua macam Ketentuan tersebut terlaksana
dengan baik berarti terbuka peluang yang amat besar bagi didaya gunakannya teknologi
pendidikan yang berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas proses pendidikan.

2.
Dasar dan aspek legal pembangunan pendidikan nasional berupa ketentuan-ketentuan
yuridis yang menjadi dasar,acuan,serta mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan
nasional,seperti pancasila,uud 1945,GBHN,UU organik pendididkan,peraturan pemerintah,dan
lain-lain.
Pancasila seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 merupakan
kepribadian,tujuan,dan pandangan hidup bangsa oleh karena itu sistem pendidikan nasional yang
mempunyai misi mencerdaskan kehidupan bangsa,sebagai termaktub dalam pembukaan UUD
1945.
Selanjutnya UUD 1945 dituangkan ke dalamm TAP MPR tentang GBHN Khususnya
bidang pendidikan.Dalam TAP MPR NO.IV/MPR/1973 s.d TAP MPR RI NO. II/MPR/1993
dengan jelas dikemukakan program umum pembaruan dan pembangunan pendidikan.Di dalam
semua ketetapan itu terlihat adanya kesinambungan yang mencangkup program utama
pembangunan pendidikan,yaitu:
a.perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
b.Peningkatan relevansi pendidikan
c.Peningkatan efisiensi dan efektivitas pendidikan
e.pengembangan kebudayaan
f.pembinaan generasi muda.

Keenam macam program pokok sebagai kebijakan pembangunan sistem pendidikan


tersebut sejalan dengan UUD 1945,yakni bahwa pembangunan pendidikan bermaksud
mewujudkan cita-cita kemerdekaan yaitu mencerdaskaan kehidupan bangsa agar tercipta
kesejahteraan umum,dan dapat ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan,perdamaian abadi,dan keadilan sosial.
Program pokok pembangunan pendidikan yang dinyatakan dalam GBHN tersebut juga
memberi pedoman bagi upaya merealisasikan pasal 31 dan UUD 1945 yakni bahwah:
-Tiap-tiap warga negara mendapat pengajaran.
-Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional.
-Pemerintah memajukan kebudayaan nasional indonesia.
UUD 1945 sebagai landasan yuridis merupakan hukum tertinggi dari organisasi
kenegaraan yang memuat garis besar,dasar,dan tujuan negara.Sifatnya lestari dalam arti menjadi
petunjuk untuk hidup bangsa dalam jangka waktu raltuf panjang dan bahkan jika memungkinkan
selama negara berdiri.Untuk penyelenggaan segala sesuatu yang di tetapkan dalam UUD 1945
itu di perlukan ketapan-ketetapan yang lebih rendah yaitu yang tertuang dalam uud
organik.Dalam bidang pendidikan,undang-undang oranik yang pertama ialah UU NO.12 Tahun
1954 jo.UU No.4 1950 tentang pendidikan pancasila dan pengajaran di sekolah dan UU No.22
Tahun 1961 tentang perguruan tinggi.
Kedua macam undang-undang organik tersebut berlaku cukup lama,karena kelihatannya
dari segi keadaan darurat yang mendedak belum di pandang perliu untuk mengganti UU No.12
Tahun 1945 UU No.22 Tahun 1967 misalnya dalam peraturan peemerintah pegganti uud di
bidang pendidikan sampai tahun 1982,meskipun secara konsitusional lahirnya hal itu di
mungkinkan.
Untuk mnyenyongsong laju pembangunan nasional,maka upaya penyempurnaan undang-
undang organik bidang pendidikan dilakukan terus,dan sebagai hasilnya lahirlah UU RI No.2
Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional.Undang-undang tersebut sampai saat ini sudah
berhasil di lengkapi dengan sejumlah peraturan pemerintah sebagai penjabaran pasal-pasal
tertuntu dari UU RI No.2 Tahun 1989 tersebut.
Peraturan pemerintah dimaksud yaitu:
PP No. 27 Tahun 1990 tentang pendidikan persekolahan.
PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasarr.
PP No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Mengah
PP No. 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi
PP No. 73 Tahun 1991 tentang pendidikan Luar Sekolah
PP No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga pendidikan
PP No. 39 Tahun 1992 tentang peran serta masyarakat dalam pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai