Anda di halaman 1dari 12

“PEMBERIAN TERAPI RELAKSASI BENSON TERMODIFIKASI DALAM

MENURUNKAN GLUKOSA DARAH PADA PASIEN HIPERGLIKEMIA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester (UAS)


Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat Pada Kasus Medikal
Dosen Pengampuh : Ns. Ika Setyo Rini, M.Kep

Disusun oleh :

Nama : Wirmando

Nim : 186070300111014

Program Studi Magister Keperawatan


Peminatan Gawat Darurat
Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya
2019
LEMBAR PERNYATAAN ORGINALITAS & BEBAS PLAGIARISME

Judul :

Pemberian Terapi Relaksasi Benson Termodifikasi dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah

Pada Pasien Hiperglikemia”

Identitas Penulis :

Nama : Wirmando

NIM : 186070300111014

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa tugas yang saya kumpulkan ini

adalah hasil kerja saya sendiri. Tugas ini tidak :

1. Mengandung materi atau tulisan yang telah dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang

telah saya sitasi sesuai dengan aturan referensi yang telah ditetapkan.

2. Mengandung materi yang telah ditulis oleh saya atau orang lain yang telah dikumpulkan

sebelumnya untuk penilaian pada mata kuliah ini atau mata kuliah lain di institusi ini atau

institusi lainnya.

3. Bertentang dengan aturan akademik universitas.

Dengan pengumpulan tugas ini, saya juga memberikan izin kepada pemeriksa tugas ini

untuk:

1. Memperbanyak tugas ini dan menyediakan salinannya untuk tim pemeriksa mata kuliah

2. Mengambil langkah untuk memerikasa originalitas tugas ini.

Malang, 26 Mei 2019

Wirmando
I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada

dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes.

Hiperglikemia dapat berhubungan dengan lebih tingginya risiko komplikasi, lebih

lamanya perawatan, dan lebih tingginya angka kematian (Kaviani et al., 2014).

Seseorang dapat dikatakan mengalami hiperglikemia apabila kadar glukosa dalam

darah rata-rata diatas 300 mg/dl (Purwasih, Permana, & Primanda, 2017).

Hiperglikemia tejadi ketika tubuh kekurangan insulin dalam jumlah tertentu,

dimana kadar glukosa darah diasup tidak dapat dimanfaaatkan secara efektif

sehingga glukosa dalam darah terlalu tinggi dan dapat terjadi secara akut maupun

kronis. Jika hiperglikemia yang terjadi terus menerus dan berlangsung menahun,

maka akan mengakibatkan penyakit diabetes mellitus (Purwasih, 2017)

International Diabetes Federation menyatakan jumlah pasien yang dirawat

dengan hiperglikemia pada tahun 2013 di dunia sebesar 282 juta jiwa dan jumlah

tersebut meningkat pada tahun 2015 sebesar 415 juta jiwa (IDF, 2015 dalam

Purwasih, 2017).

Menurut Purwasih et al., (2017) hiperglikemia sering menyebabkan

penderitanya menjadi rentan untuk mengalami penurunan kualitas hidup. Agar dapat

mencapai kualitas hidup yang tinggi maka status kesehatan yang optimal harus

dicapai dan dipertahankan. Salah satu cara untuk mencapainya adalah melalui

pemberdayaan penderita secara mandiri melalui tindakan perawatan dalam bentuk

manajemen penyakit. Intervensi medis melalui pemberian insulin memang masih

menjadi pilihan utama dalam menurunkan gula darah tetapi intervensi medis apabila

dikolaborasikan dengan intervensi keperawatan maka akan menghasilkan output

yang lebih baik.


Salah satu intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah dengan terapi

komplementer. Terapi ini bersifat pengobatan alami untuk menangani penyebab

penyakit dan memacu tubuh sendiri untuk menyembuhkan penyakitnya. Terapi

komplementer yang dapat dilakukan adalah terapi relaksasi benson termodifikasi.

Terapi ini menggabungkan relaksasi benson, relaksasi slow deep breathing, dan

relaksasi otot progresif dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah pada pasien

dengan hiperglikemia (Ratnawati, Siregar, & Wahyudi, 2018).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana terapi komplementer keperawatan (terapi relaksasi benson

termodifikasi) dalam membantu menurunkan kadar glukosa dalam darah pada

pasien hiperglikemia?

C. Batasan Masalah

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka batasan masalah dalam

penulisan essay ini adalah :

1. Terapi relaksasi slow deep breathing dalam menurunkan kadar glukosa dalam

darah pada pasien hiperglikemia.

2. Terapi relaksasi benson dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah pada

pasien hiperglikemia.

3. Terapi relaksasi otot progresif dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah

pada pasien hiperglikemia.

4. Relaksasi benson termodifikasi yaitu terapi benson dikombinasikan dengan

terapi relaksasi slow deep breathing dan relaksasi otot progresif dalam

menurunkan kadar glukosa dalam darah pada pasien hiperglikemia.


D. Metode

Penulisan essay ini menggunakan metode literature review yang meliputi

pencarian artikel di databased seperti PubMed, Proquest dan Google Schoolar

dengan kata kunci “terapi slow deep breathing”, “terapi relaksasi benson” dan “terapi

relaksasi otot progresif dalam menurunkan glukosa dalam darah” dan dipilih 11

artikel dalam penulisan essay ini.

II. Hasil

A. Terapi Relaksasi Slow Deep Breathing

Slow deep brathing adalah pengabungan dari metode napas dalam (deep

breathing) dan napas lambat (slow breathing) sehingga dalam pelaksanaan

latihan, pasien melakukan napas dalam dengan frekuensi kurang dari atau sama

dengan 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang panjang serta merupakan

tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat

yang dapat menimbulkan efek relaksasi (Breathesy, 2009 dalam Siswanti & Tru

Suwarto, 2019).

B. Terapi Relaksasi Benson

Relaksasi benson adalah teknik respon relaksasi pernapasan dengan

melibatkan faktor keyakinan pasien dan dipengaruhi oleh lingkungan yang tenang,

posisi yang nyaman, kata-kata fokus dan sikap pasif (Purwasih, 2017). Lingkungan

tenang yang ideal yaitu tidak ada stimulus baik yang menyenangkan maupun yang

tidak menyenangkan (Masoumeh Bagheri Nesami, 2016). Relaksasi benson tidak

mengharuskan posisi khusus untuk melakukan relaksasi ini, yang terpenting adalah

posisi nyaman namun juga tidak direkomendasikan posisi berbaring. Saat relaksasi,

pasien dapat memilih kata-kata yang terbaik (sesuai keimanan) untuk memfokuskan
perhatian dan memilih sikap pasif. Pikiran lain atau gangguan (keributan, nyeri

akibat penyakit) dapat saja terjadi, tetapi relaksasi benson menganjurkan untuk

tidak melawan gangguan tersebut namun hanya melanjutkan mengulang-ulang frase

fokus serta sebaiknya dilakukan dalam keadaan perut kosong (Benson & Proctor,

2010 dalam Purwasih, 2017).

C. Relaksasi Otot Progresif

Menurut penelitian Setyoadi (2011) dalam Putriani & Setyawati (2018) bahwa

teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak

memerlukan imajinasi, kekuatan, atau sugesti. Berdasarkan keyakinan bahwa tubuh

manusia berespon pada kecemasan dan kejadian yang merangsang pikiran dengan

ketegangan otot. Teknik relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada suatu

aktivitas otot dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan

rileks.

Menurut Safitri & Putriningrum (2019) relaksasi otot progresif ini mengarahkan

perhatian pasien untuk membedakan perasaan yang dialami saat otot dilemaskan.

Relaksasi otot progresif ini mengarahkan perhatian pasien untuk membedakan

perasaan yang dialami saat otot dilemaskan dan dibandingkan dengan ketika otot

dalam kondisi tenang. Relaksasi otot progresif bermanfaat untuk menurunkan

resistensi perifer dan menaikkan elastisitas pembuluh darah.

III. Pembahasan

Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, secara integral amigdala mengirimkan

informasi ke hipotalamus sehingga terjadi sekresi Corticotropin Realeasing Factor (CRF)

yang menyebabkan pituitary anterior mengeluarkan Adrenocorticotrophic Hormone

(ACTH) dalam darah. ACTH menstimulasi produksi kortisol dimana kortisol dapat
menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah, asam lemak dan asam amino

(Smeltzer & Bare, 2008 dalam Ekowati, Iskandar, & Sumarwati, 2013). Ketika individu

dalam kondisi demikian mendapatkan terapi relaksasi maka otak akan mendapatkan

suplai oksigen yang optimal. Oksigen yang memenuhi seluruh area otak akan beredar

seiring dengan denyut jantung untuk didistribusikan ke seluruh organ tubuh. Kondisi ini

akan membantu tercapainya kestabilan kerja kelenjar adrenal untuk memproduksi

hormon penenang yang akan berdampak pada menurunkan stress dan kadar glukosa

dalam darah (Ratnawati et al., 2018).

Menurut penelitian Siswanti & Tru Suwarto (2019) yang melakukan peneltian pada

34 responden didapatkan bahwa relaksasi slow deep breathing dapat menurunkan kadar

glukosa dalam darah. Rata-rata glukosa darah responden sebelum dilakukan slow deep

breathing adalah 208 mg/dl dan setelah dilakukan slow deep breathing didapatkan rata-

rata kadar glukosa dalam darah adalah 170 mg/dl. Hal ini terjadi karena slow deep

breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam

dan lambat. Pengendalian pengaturan pernapasan secara sadar dilakukan oleh korteks

serebri, sedangkan pernapasan yang spontan atau automatik dilakukan oleh medulla

oblongata. Napas dalam dan lambat dapat menstimulasi respons saraf otonom, yaitu

dengan menurunkan respons saraf simpatis dan meningkatkan respons parasimpatis.

Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respons parasimpatis

lebih banyak menurunkan ativitas tubuh sehingga dapat menurunkan aktivitas metabolik.

Penurunan aktivitas metabolik dapat menurunkan kebutuhan insulin sehingga kadar gula

dalam darah dapat menurun.

Menurut penelitian Juwita, Prabasari, & Maria Maungkali (2016) yang dilakukan

pada 38 responden dengan metode pre post test control group mendapatkan bahwa

relaksasi benson yang dilaukan 6 kali setiap hari dengan durasi 30 menit tiap kali terapi

efektif menurunkan kadar glukosa dalam darah pada pasien hiperglikemia. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Purwasih et al., (2017) yang melakukan penelitian pada 60

responden dengan desain pre post test control group mendapatkan bahwa terjadi

penurunan kadar glukosa rata-rata dari 243 mg/dl menjadi 177 mg/dl pada responden

yang diberikan terapi relaksasi benson 7 hari berturut-turut. Hal ini dapat terjadi karena

relaksasi benson dapat mengurangi stress yang memiliki dampak positif penurunan

kadar gula darah pada pasien dengan kondisi hiperglikemia. Kondisi stres menyebabkan

produksi berlebih pada kortisol yaitu suatu hormon yang melawan efek insulin dan

menyebabkan kadar gula darah tinggi. Apabila seseorang mengalami stress berat, maka

kortisol yang dihasilkan dalam tubuhnya akan semakin banyak dan hal ini akan

mengurangi sensivitas tubuh terhadap insulin. Kortisol merupakan musuh dari insulin

sehingga membuat glukosa lebih sulit untuk memasuki sel dan meningkatkan gula darah.

Oleh sebab itu, efek relaksasi dari benson dapat meeningkatkan sensitivitas insulin yang

menyebabkan penurunan kadar glukosa dalam darah (Juwita et al., 2016)

Menurut penelian Safitri & Putriningrum (2019) yang melakukan penelitian pada 18

responden didapatkan bahwa rata-rata penurunan glukosa darah pada responden yang

diberikan terapi relaksasi otot progresif yaitu 10 mg/dl. Hal ini didukung oleh penelitian

Putriani & Setyawati (2018) yang meneliti pada 16 responden dan didapatkan rata-rata

penurunan glukosa darah setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif adalah sebesar

16 mg/dl. Hal ini terjadi karena teknik relaksasi otot progresif mengaktifkan sitem saraf

parasimpatis dan menghentikan kerja saraf simpatis sehingga hormon kortisol menurun

yang pada akhirnya glukosa darah menurun dan bila dilakukan teratur akan menurunkan

risiko komplikasi diabetes mellitus (Simanjunta & Simamora, 2017)

Sedangkan penenelitian Ratnawati et al., (2018) yang meneliti pada 72 responden

dengan hiperglikemia dan memberikan intervensi relaksasi benson termodifikasi yaitu

relaksasi benson (meditasi dengan pengulangan kata yang diimani) yang dipadukan

dengan slow deep breathing serta gerakan progresif otot. Penelitian ini mendapatkan
bahwa relaksasi benson termodifikasi mampu secara signifikan menurunkan kadar

glukosa dalam darah rata-rata 100 mg/dl. Terapi ini dimulai dengan napas dalam dan

pendek selama 10 kali permenit dimana fase ekshalasi lebih memanjang. Setelah itu,

pasien difokuskan dan diinstruksikan mengucapkan dalam hati kata atau frase yang

diimani oleh pasien. Setelah melakukan napas dalam dan pendek, mengucapkan kata

yang diimani, dilanjutkan dengan melakukan latihan relaksasi otot progresif. Terapi ini

akan efektif jika dilakukan selama selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali sehari.

Dengan pemberian relaksasi benson termodifikasi (relaksasi benson, slow deep breating

dan relaksasi otot progresif) akan jauh lebih efektif dan signifikan dalam menurunkan

glukosa dalam darah dibandingkan pemberian terapi tunggal misalnya hanya pemberian

relaksasi benson tanpa slow deep breathing atau relaksasi otot progresif.

Menurut Ratnawati et al., (2018) kekurangan relaksasi benson termodifikasi adalah

relaksasi ini tidak dapat dilakukan dalam lingkungan yang tidak tenang dan gaduh, juga

tidak dapat dilakukan dengan posisi berbaring serta sedang terjadi nyeri. Apabila hal-hal

tersebut terjadi maka akan mengurangi hasil dari terapi relaksasi ini. Selain itu, jika terapi

ini tidak dilakukan dengan rutin dan tidak sesuai dengan prosedur maka akan kurang

efektif dalam menurunkan kadar gula dalam darah.

Perlu diingat juga bahwa relaksasi benson termodifikasi hanyalah sebuah terapi

komplementer dan pendamping terapi medis, sehingga pasien masih tetap perlu

diberikan terapi insulin dan dari hasil penelitian Purwasih et al., (2017) didapatkan bahwa

terapi insulin jika dikombinasikan dengan terapi relaksasi benson termodifikasi dapat

meningkat hasil yang lebih baik dan mencegah terjadinya komplikasi ke Diabetes

Melitus.

Terapi ini sangat mudah untuk dilakukan dan diterapkan di Indonesia dan tidak

diperlukan peralatan yang khusus sehingga dalam melakukan asuhan keperawatan,

perawat sebaiknya melakukan terapi ini sebagai terapi komplementer dan pendamping
insulin untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah pada pasien dengan hiperglikemia

(Juwita et al., 2016)

IV. Kesimpulan

Terapi relaksasi benson termodifikasi sangat efektif diberikan sebagai terapi non

farmaokologis pada pasien dengan hiperglikemia. Terapi ini terbukti signifikan

menurunkan kadar glukosa dalam darah. Hal ini terjadi karena efek relaksasi dapat

menghambat produksi hormon kortisol dimana hormon tersebut dapat menghambat kerja

insulin yang dapat menyebabkan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Oleh sebab

itu, perawat harus melakukan terapi ini sebagai sebuah intervensi keperawatan pada

pasien dengan hiperglikemia.


DAFTAR PUSTAKA

Ekowati, W., Iskandar, A., & Sumarwati, M. (2013). Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap
Kontrol Glikemik Pada Pasien Diabetes Melitus Di Purwokerto. Jurnal Kesmasindo, 6,
64–74.

Juwita, L., Prabasari, N. A., & Maria Maungkali. (2016). Pengaruh Terapi Relaksasi Benson
Terhadap Kadar Gula Darah Pada Lansia Dengan Diabetes. Jurna Ners Lentera, 4, 6–
14.

Kaviani, M., Bahoosh, N., Azima, S., Asadi, N., Sharif, F., & Sayadi, M. (2014). The Effect of
Relaxation on Blood Sugar and Blood Pressure Changes of Women with Gestational
Diabetes: a Randomized Control Trial. Iranian Juornal Of Diabetes And Obesity, 6(1).

Masoumeh Bagheri Nesami. (2016). The Effect Of Benson Relaxation Technique On


Hyperglicemic : Extended Report. International Journal of Nursing Practice, 12, 214–219.
https://doi.org/10.1111/j.1440-172X.2006.00568.x

Purwasih, E. O. (2017). Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa
Dan Skor Stress Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.

Purwasih, E. O., Permana, I., & Primanda, Y. (2017). Relaksasi Benson dan Terapi Murottal
Surat Ar-Rahmaan Menurunkan Kadar Glukosa Darah Puasa Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kecamatan Maos. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 13(2).

Putriani, D., & Setyawati, D. (2018). Relaksasi Otot Progresif terhadap Kadar Gula Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Prosiding Seminar Nasional Mahasiswa Unimus,
1, 135–140.

Ratnawati, D., Siregar, T., & Wahyudi, C. T. (2018). Terapi Relaksasi Benson Termodifikasi
Efektif Mengontrol Gula Darah pada Lansia dengan Diabetes Mellitus. Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan, 14, 83–93.

Safitri, W., & Putriningrum, R. (2019). Pengaruh Terapi Relaksasi Progresif Terhadap Kadar
Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Medika Publikasi Penelitian, 16(2), 47–54.

Simanjunta, G. V., & Simamora, M. (2017). Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Kadar Gula Darah dan Ankle Brachial Index Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe II. Idea Nursing Journal, VIII(1).

Siswanti, H., & Tru Suwarto. (2019). Slow Deep Breathing Terhadap Perubahan Kadar
Glukosa Pasien Diabetes Melitus. URECOL.

Anda mungkin juga menyukai