Disusun oleh :
Nama : Wirmando
Nim : 186070300111014
Judul :
Pemberian Terapi Relaksasi Benson Termodifikasi dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah
Identitas Penulis :
Nama : Wirmando
NIM : 186070300111014
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa tugas yang saya kumpulkan ini
1. Mengandung materi atau tulisan yang telah dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang
telah saya sitasi sesuai dengan aturan referensi yang telah ditetapkan.
2. Mengandung materi yang telah ditulis oleh saya atau orang lain yang telah dikumpulkan
sebelumnya untuk penilaian pada mata kuliah ini atau mata kuliah lain di institusi ini atau
institusi lainnya.
Dengan pengumpulan tugas ini, saya juga memberikan izin kepada pemeriksa tugas ini
untuk:
1. Memperbanyak tugas ini dan menyediakan salinannya untuk tim pemeriksa mata kuliah
Wirmando
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada
dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes.
lamanya perawatan, dan lebih tingginya angka kematian (Kaviani et al., 2014).
darah rata-rata diatas 300 mg/dl (Purwasih, Permana, & Primanda, 2017).
dimana kadar glukosa darah diasup tidak dapat dimanfaaatkan secara efektif
sehingga glukosa dalam darah terlalu tinggi dan dapat terjadi secara akut maupun
kronis. Jika hiperglikemia yang terjadi terus menerus dan berlangsung menahun,
dengan hiperglikemia pada tahun 2013 di dunia sebesar 282 juta jiwa dan jumlah
tersebut meningkat pada tahun 2015 sebesar 415 juta jiwa (IDF, 2015 dalam
Purwasih, 2017).
penderitanya menjadi rentan untuk mengalami penurunan kualitas hidup. Agar dapat
mencapai kualitas hidup yang tinggi maka status kesehatan yang optimal harus
dicapai dan dipertahankan. Salah satu cara untuk mencapainya adalah melalui
menjadi pilihan utama dalam menurunkan gula darah tetapi intervensi medis apabila
Terapi ini menggabungkan relaksasi benson, relaksasi slow deep breathing, dan
relaksasi otot progresif dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah pada pasien
B. Rumusan Masalah
pasien hiperglikemia?
C. Batasan Masalah
1. Terapi relaksasi slow deep breathing dalam menurunkan kadar glukosa dalam
2. Terapi relaksasi benson dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah pada
pasien hiperglikemia.
3. Terapi relaksasi otot progresif dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah
terapi relaksasi slow deep breathing dan relaksasi otot progresif dalam
dengan kata kunci “terapi slow deep breathing”, “terapi relaksasi benson” dan “terapi
relaksasi otot progresif dalam menurunkan glukosa dalam darah” dan dipilih 11
II. Hasil
Slow deep brathing adalah pengabungan dari metode napas dalam (deep
latihan, pasien melakukan napas dalam dengan frekuensi kurang dari atau sama
dengan 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang panjang serta merupakan
tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat
yang dapat menimbulkan efek relaksasi (Breathesy, 2009 dalam Siswanti & Tru
Suwarto, 2019).
melibatkan faktor keyakinan pasien dan dipengaruhi oleh lingkungan yang tenang,
posisi yang nyaman, kata-kata fokus dan sikap pasif (Purwasih, 2017). Lingkungan
tenang yang ideal yaitu tidak ada stimulus baik yang menyenangkan maupun yang
mengharuskan posisi khusus untuk melakukan relaksasi ini, yang terpenting adalah
posisi nyaman namun juga tidak direkomendasikan posisi berbaring. Saat relaksasi,
pasien dapat memilih kata-kata yang terbaik (sesuai keimanan) untuk memfokuskan
perhatian dan memilih sikap pasif. Pikiran lain atau gangguan (keributan, nyeri
akibat penyakit) dapat saja terjadi, tetapi relaksasi benson menganjurkan untuk
fokus serta sebaiknya dilakukan dalam keadaan perut kosong (Benson & Proctor,
Menurut penelitian Setyoadi (2011) dalam Putriani & Setyawati (2018) bahwa
teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak
manusia berespon pada kecemasan dan kejadian yang merangsang pikiran dengan
ketegangan otot. Teknik relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada suatu
rileks.
Menurut Safitri & Putriningrum (2019) relaksasi otot progresif ini mengarahkan
perhatian pasien untuk membedakan perasaan yang dialami saat otot dilemaskan.
perasaan yang dialami saat otot dilemaskan dan dibandingkan dengan ketika otot
III. Pembahasan
(ACTH) dalam darah. ACTH menstimulasi produksi kortisol dimana kortisol dapat
menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah, asam lemak dan asam amino
(Smeltzer & Bare, 2008 dalam Ekowati, Iskandar, & Sumarwati, 2013). Ketika individu
dalam kondisi demikian mendapatkan terapi relaksasi maka otak akan mendapatkan
suplai oksigen yang optimal. Oksigen yang memenuhi seluruh area otak akan beredar
seiring dengan denyut jantung untuk didistribusikan ke seluruh organ tubuh. Kondisi ini
hormon penenang yang akan berdampak pada menurunkan stress dan kadar glukosa
Menurut penelitian Siswanti & Tru Suwarto (2019) yang melakukan peneltian pada
34 responden didapatkan bahwa relaksasi slow deep breathing dapat menurunkan kadar
glukosa dalam darah. Rata-rata glukosa darah responden sebelum dilakukan slow deep
breathing adalah 208 mg/dl dan setelah dilakukan slow deep breathing didapatkan rata-
rata kadar glukosa dalam darah adalah 170 mg/dl. Hal ini terjadi karena slow deep
breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam
dan lambat. Pengendalian pengaturan pernapasan secara sadar dilakukan oleh korteks
serebri, sedangkan pernapasan yang spontan atau automatik dilakukan oleh medulla
oblongata. Napas dalam dan lambat dapat menstimulasi respons saraf otonom, yaitu
lebih banyak menurunkan ativitas tubuh sehingga dapat menurunkan aktivitas metabolik.
Penurunan aktivitas metabolik dapat menurunkan kebutuhan insulin sehingga kadar gula
Menurut penelitian Juwita, Prabasari, & Maria Maungkali (2016) yang dilakukan
pada 38 responden dengan metode pre post test control group mendapatkan bahwa
relaksasi benson yang dilaukan 6 kali setiap hari dengan durasi 30 menit tiap kali terapi
efektif menurunkan kadar glukosa dalam darah pada pasien hiperglikemia. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Purwasih et al., (2017) yang melakukan penelitian pada 60
responden dengan desain pre post test control group mendapatkan bahwa terjadi
penurunan kadar glukosa rata-rata dari 243 mg/dl menjadi 177 mg/dl pada responden
yang diberikan terapi relaksasi benson 7 hari berturut-turut. Hal ini dapat terjadi karena
relaksasi benson dapat mengurangi stress yang memiliki dampak positif penurunan
kadar gula darah pada pasien dengan kondisi hiperglikemia. Kondisi stres menyebabkan
produksi berlebih pada kortisol yaitu suatu hormon yang melawan efek insulin dan
menyebabkan kadar gula darah tinggi. Apabila seseorang mengalami stress berat, maka
kortisol yang dihasilkan dalam tubuhnya akan semakin banyak dan hal ini akan
mengurangi sensivitas tubuh terhadap insulin. Kortisol merupakan musuh dari insulin
sehingga membuat glukosa lebih sulit untuk memasuki sel dan meningkatkan gula darah.
Oleh sebab itu, efek relaksasi dari benson dapat meeningkatkan sensitivitas insulin yang
Menurut penelian Safitri & Putriningrum (2019) yang melakukan penelitian pada 18
responden didapatkan bahwa rata-rata penurunan glukosa darah pada responden yang
diberikan terapi relaksasi otot progresif yaitu 10 mg/dl. Hal ini didukung oleh penelitian
Putriani & Setyawati (2018) yang meneliti pada 16 responden dan didapatkan rata-rata
penurunan glukosa darah setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif adalah sebesar
16 mg/dl. Hal ini terjadi karena teknik relaksasi otot progresif mengaktifkan sitem saraf
parasimpatis dan menghentikan kerja saraf simpatis sehingga hormon kortisol menurun
yang pada akhirnya glukosa darah menurun dan bila dilakukan teratur akan menurunkan
relaksasi benson (meditasi dengan pengulangan kata yang diimani) yang dipadukan
dengan slow deep breathing serta gerakan progresif otot. Penelitian ini mendapatkan
bahwa relaksasi benson termodifikasi mampu secara signifikan menurunkan kadar
glukosa dalam darah rata-rata 100 mg/dl. Terapi ini dimulai dengan napas dalam dan
pendek selama 10 kali permenit dimana fase ekshalasi lebih memanjang. Setelah itu,
pasien difokuskan dan diinstruksikan mengucapkan dalam hati kata atau frase yang
diimani oleh pasien. Setelah melakukan napas dalam dan pendek, mengucapkan kata
yang diimani, dilanjutkan dengan melakukan latihan relaksasi otot progresif. Terapi ini
akan efektif jika dilakukan selama selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali sehari.
Dengan pemberian relaksasi benson termodifikasi (relaksasi benson, slow deep breating
dan relaksasi otot progresif) akan jauh lebih efektif dan signifikan dalam menurunkan
glukosa dalam darah dibandingkan pemberian terapi tunggal misalnya hanya pemberian
relaksasi benson tanpa slow deep breathing atau relaksasi otot progresif.
relaksasi ini tidak dapat dilakukan dalam lingkungan yang tidak tenang dan gaduh, juga
tidak dapat dilakukan dengan posisi berbaring serta sedang terjadi nyeri. Apabila hal-hal
tersebut terjadi maka akan mengurangi hasil dari terapi relaksasi ini. Selain itu, jika terapi
ini tidak dilakukan dengan rutin dan tidak sesuai dengan prosedur maka akan kurang
Perlu diingat juga bahwa relaksasi benson termodifikasi hanyalah sebuah terapi
komplementer dan pendamping terapi medis, sehingga pasien masih tetap perlu
diberikan terapi insulin dan dari hasil penelitian Purwasih et al., (2017) didapatkan bahwa
terapi insulin jika dikombinasikan dengan terapi relaksasi benson termodifikasi dapat
meningkat hasil yang lebih baik dan mencegah terjadinya komplikasi ke Diabetes
Melitus.
Terapi ini sangat mudah untuk dilakukan dan diterapkan di Indonesia dan tidak
perawat sebaiknya melakukan terapi ini sebagai terapi komplementer dan pendamping
insulin untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah pada pasien dengan hiperglikemia
IV. Kesimpulan
Terapi relaksasi benson termodifikasi sangat efektif diberikan sebagai terapi non
menurunkan kadar glukosa dalam darah. Hal ini terjadi karena efek relaksasi dapat
menghambat produksi hormon kortisol dimana hormon tersebut dapat menghambat kerja
insulin yang dapat menyebabkan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Oleh sebab
itu, perawat harus melakukan terapi ini sebagai sebuah intervensi keperawatan pada
Ekowati, W., Iskandar, A., & Sumarwati, M. (2013). Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap
Kontrol Glikemik Pada Pasien Diabetes Melitus Di Purwokerto. Jurnal Kesmasindo, 6,
64–74.
Juwita, L., Prabasari, N. A., & Maria Maungkali. (2016). Pengaruh Terapi Relaksasi Benson
Terhadap Kadar Gula Darah Pada Lansia Dengan Diabetes. Jurna Ners Lentera, 4, 6–
14.
Kaviani, M., Bahoosh, N., Azima, S., Asadi, N., Sharif, F., & Sayadi, M. (2014). The Effect of
Relaxation on Blood Sugar and Blood Pressure Changes of Women with Gestational
Diabetes: a Randomized Control Trial. Iranian Juornal Of Diabetes And Obesity, 6(1).
Purwasih, E. O. (2017). Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa
Dan Skor Stress Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Purwasih, E. O., Permana, I., & Primanda, Y. (2017). Relaksasi Benson dan Terapi Murottal
Surat Ar-Rahmaan Menurunkan Kadar Glukosa Darah Puasa Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kecamatan Maos. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 13(2).
Putriani, D., & Setyawati, D. (2018). Relaksasi Otot Progresif terhadap Kadar Gula Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Prosiding Seminar Nasional Mahasiswa Unimus,
1, 135–140.
Ratnawati, D., Siregar, T., & Wahyudi, C. T. (2018). Terapi Relaksasi Benson Termodifikasi
Efektif Mengontrol Gula Darah pada Lansia dengan Diabetes Mellitus. Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan, 14, 83–93.
Safitri, W., & Putriningrum, R. (2019). Pengaruh Terapi Relaksasi Progresif Terhadap Kadar
Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Medika Publikasi Penelitian, 16(2), 47–54.
Simanjunta, G. V., & Simamora, M. (2017). Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Kadar Gula Darah dan Ankle Brachial Index Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe II. Idea Nursing Journal, VIII(1).
Siswanti, H., & Tru Suwarto. (2019). Slow Deep Breathing Terhadap Perubahan Kadar
Glukosa Pasien Diabetes Melitus. URECOL.