Anda di halaman 1dari 58

KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR INSTALASI PENGELOLAAN AIR

LIMBAH (IPAL) KOMUNAL DI RW. 01, KELURAHAN RAWAJATI, KECAMATAN


PANCORAN, JAKARTA SELATAN

PL 6133 PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR DAN TRANSPORTASI


TUGAS INDIVIDU

Oleh :
FADLY HALEY TANJUNG
25418031

Dosen Pengampu :

Dr. Ir. BINSAR PARASIAN NAIPOSPOS, MSP.

PROGRAM STUDI MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………….2

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………………………………4

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………………………...…5

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………...6

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………………5

1.2 Rumusan Permasalahan……………………………………………………………………...8

1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………..8

1.4 Ruang Lingkup Penelitian..…………………………………………………………………...8

1.4.1 Lingkup Materi…………………………………………………………………………..8

1.4.2 Lingkup wilayah Studi……………………………………………………………….....9

1.5 Metodologi Penelitian…………………………………………………………………………9

1.5.1 Metode Pengumpulan Data……………………………………………………………9

1.5.2 metode Analisis Data………………………………………………………………......9

1.6 Sistematika Penulisan…….…………………………………………………………………11

BAB II TINJAUAN LITERATUR TENTANG PENGELOLAAN IPAL KOMUNAL ………………12

2.1 Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi Berbasis Masyarakat………………………………..12

2.2 Definisi Pembangunan IPAL Komunal……………………………..................................13

2.3 Penerapan IPAL Komunal dalam Program SANIMAS-IDB……………………………...14

2.4 Penerapan IPAL Komunal di Lokasi Lain………………………………………………….17

2.5 Pengelolaan Infrastruktur IPAL Komunal………………………………………………….19

2.6 Sintesis Kajian Pustaka …………………..………………………………………………...23

2
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI…………………………………………...……….26

3.1 Gambaran Umum Lokasi….………………………………………………………………...26

3.2 Kondisi Sarana IPAL Komunal……………………………………………………………...28

BAB IV ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN IPAL KOMUNAL RW. 01, KEL.


RAWAJATI, KECAMATAN PANCORAN, JAKARTA SELATAN ………………………………..31

4.1 Planning (Merencanakan)…………………………………………………………………...31

4.2 Organizing (Mengorganisasikan)…………………………………………………………...34

4.3 Staffing (Mendelegasikan)…………………………………………………………………..39

4.4 Directing (Mengarahkan)…………………………………………………………………….40

4.5 Coordinating (Mengkoordinasikan)…………………………………………………………41

4.6 Reporting (Melaporkan)……………………………………………………………………...41

4.7 Budgeting (Menganggarkan)………………………………………………………………..41

4.8 Penilaian Kinerja Pengelolaan IPAL Komunal…………………………………………….43

4.9 Matriks Limitasi/Kendala dalam Pengelolaan IPAL Komunal…………………………...47

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………………………………………………………51

5.1 Kesimpulan……………………………………………………………….............................51

5.2 Rekomendasi………………………………………………………….................................54

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………58

3
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Tahapan Pelaksanaan Program SANIMAS di Tingkat


Masyarakat…………………………………………………………………………....15

Tabel 2.2 Identifikasi Indikator yang Mempengaruhi Keberlanjutan Pengelolaan IPAL


Komunal……………………………………………………………………………….24

Tabel 3.1 Profil SPALDT KSM Citra Pelangi, Kel. Rawajati, Jakarta Selatan………………27

Tabel 4.1 Rencana Anggaran Biaya Pembuatan Saluran Beton IPAL Komunal RW. 01,

Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan…………………….42

Tabel 4.2 Rencana Biaya Operasional dan Pemeliharaan IPAL Komunal RW. 01,

Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan…………………….43

Tabel 4.3 Klasifikasi Penilaian Komponen Pengelolaan IPAL Komunal……………………44

Tabel 4.4 Penilaian Kinerja Pengelolaan IPAL Komunal RW.01 Kel. Rawajati……………46

Tabel 4.5 Matriks Identifikasi Limitasi/Kendala dalam Pengelolaan IPAL Komunal RW.01
Kel. Rawajati…………………………………………………………………………..48

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Orientasi Wilayah Studi………………………………………………………...10

Gambar 3.1 Foto Kondisi SPALDT KSM Citra Pelangi, Kel. Rawajati, Jakarta Selatan……...28

Gambar 3.2 Peta Situasi dan Potongan Memanjang IPAL Komunal RW. 01…………………29

Gambar 4.1 Bagan Alur Tahap Perencanaan IPAL Komunal…………………………………..34

Gambar 4.2 Struktur Organisasi KSM Citra Pelangi……………………………………………..36

Gambar 4.3 Alur Organisasi Pelaksanaan Program SANIMAS-IDB…………………………..38

Gambar 4.4 Skema Pelaksanaan Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)……………42

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penanganan sektor sanitasi merupakan salah satu tujuan pembangunan Pemerintah
Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 dimana terdapat target
100% akses sanitasi yang layak di perkotaan. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) sejak tahun 2015 menyelenggarakan Program Pembangunan Sanitiasi Berbasis
Masyarakat (SANIMAS) yang pembiaayaannya menggunakan dana pinjaman luar negeri dari
Islamic Development Bank (IDB), sehingga program ini selanjutnya disingkat SANIMAS-IDB.
Berdasarkan Buku Petunjuk Teknis Program SANIMAS-IDB Tahun 2018, salah satu output
program ini adalah pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALDT)
Skala Permukiman atau yang biasa disebut IPAL Komunal, dimana berdasarkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 4 tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik, IPAL Komunal dapat melayani 50-
20.000 jiwa.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun turut berperan serta dalam Program SANIMAS-IDB
dengan menetapkan Surat Keputusan Gubernur No. 643 Tahun 2015 tentang Pembentukan
Provincial Project Implementation Unit (PPIU) Program Sanitasi Berbasis Masyarakat Islamic
Development Bank (SANIMAS-IDB) Tahun 2015-2018. Sejak 2015 dimulai proses penyiapan
partisipasi masyarakat dan pencarian calon lokasi di 5 (lima) wilayah kota administrasi.
Selanjutnya pada 2016 Pemprov. DKI Jakarta beserta warga di 2 lokasi yaitu RT.05 dan RT.09,
RW.14, Kelurahan Tomang, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Kemudian pada
tahun 2017 dibangun IPAL Komunal di 21 lokasi tersebar di 5 (lima) wilayah kota administrasi.
Salah satunya adalah di RW. 01, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.
IPAL Komunal di lokasi ini adalah salah satu IPAL yang berkinerja baik menurut Dinas
Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) Provinsi DKI
Jakarta berdasarkan hasil wawancara. Menurut DPPAPP, Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara
(KPP) berjalan dengan baik dan terdapat peningkatan jumlah sambungan rumah yang signifikan
dalam 2 tahun terakhir. Biaya pembangunan untuk setiap SPALDT dan jaringan perpipaannya

6
adalah Rp 425 juta yang bersumber dari IDB melalui Kementerian PUPR langsung ditransfer ke
rekening Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di masing-masing lokasi.

Tujuan pembangunan IPAL Komunal adalah mengurangi pencemaran sungai dan air
tanah yang banyak terjadi di perkotaan. Berdasarkan hasil pemantauan Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 sebanyak 90% sungai
di Jakarta telah tercemar oleh bakteri escherichia coli (e-coli). Hal ini didukung oleh data Dinas
Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, tingkat pencemaran air bersih oleh limbah air hitam atau
kotoran manusia terus meningkat. Indeks pencemaran air dengan kategori tercemar berat
meningkat dari 32 % pada 2014 menjadi 61 % pada 2017 dan sudah melewati ambang batas.
Salah satu strategi pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
pembangunan IPAL Komunal di Kawasan permukiman yang paling parah kondisi sanitasi dan air
limbahnya sesuai dengan Buku Putih Sanitasi Provinsi DKI Jakarta tahun 2011. Oleh karena itu
pengelolaan infrastruktur air limbah seperti ini sangat dibutuhkan dan penting keberadaannya
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan mengurangi pencemaran kepada badan air
(sungai, danau, waduk, air tanah, dll).

Untuk dapat beroperasi dengan baik untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan
pengelolaan atau manajemen yang baik di IPAL Komunal RW. 01, Kelurahan Rawajati,
Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Sebelumnya perlu diketahui dulu apa saja indikator-
indikator yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan IPAL Komunal. Kemudian perlu
diketahui gambaran mengenai pengelolaan di IPAL Komunal ini meliputi aspek Perencanaan
(Planning), Pengorganisasian (Organizing), Penyusunan Tenaga Kerja (Staffing), Pengarahan
(Directing), Pengkoordinasian (Coordinating), Pelaporan (Reporting), dan Penganggaran
(Budgeting) yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam penelitian ini. Keseluruhan aspek
pengelolaan tersebut selanjutnya perlu dinilai kinerjanya untuk mengetahui indikator pengaruh
keberlanjutan apa saja yang mempengaruhi pengelolaanya, sehingga dapat dirumuskan
rekomendasi yang tepat untuk pengelolaan di masa mendatang. Atas dasar pemikiran tersebut,
maka penulis memilih judul penelitian ini yaitu: “Keberlanjutan Pengelolaan Infrastuktur Instalasi
Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Komunal di RW. 01, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran,
Jakarta Selatan”.

7
1.2 Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang studi di atas, maka permasalahan penelitian dapat
dirumuskan, yaitu:

a. Bagaimana pengelolaan infrastruktur IPAL Komunal RW. 01, Kelurahan Rawajati, Kecamatan
Pancoran, Jakarta Selatan ditinjau dari aspek Planning, Organizing, Staffing, Directing,
Coordinating, Reporting, dan Budgeting?
b. Bagaimana penilaian kinerja pengelolaan eksisting infrastruktur IPAL Komunal RW. 01
tersebut ?
c. Apa saja indikator yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaannya di masa mendatang?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan permasalahan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui keberlanjutan pengelolaan atau manajemen di IPAL Komunal RW. 01, Kelurahan
Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Adapun sasaran yang ingin dicapai sebagai
berikut, yaitu:

a. Mengidentifikasi indikator yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan IPAL Komunal,


b. Mengidentifikasi pengelolaan eksisting yang diterapkan pada IPAL Komunal RW. 01
berdasarkan aspek Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting dan
Budgeting, dan
c. Menilai kinerja pengelolaan eksisting IPAL Komunal RW. 01.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini meliputi lingkup materi dan lingkup wilayah studi.

1.4.1 Lingkup Materi


Lingkup materi pada studi ini meliputi substansi terkait indikator yang mempengaruhi
keberlanjutan pengelolaan IPAL Komunal dan aspek-aspek dalam pengelolaan infrastruktur IPAL
Komunal yaitu meliputi Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, dan
Budgeting.

8
1.4.2 Lingkup Wilayah Studi
Lingkup wilayah studi dalam penelitian ini adalah IPAL Komunal RW. 01, Kelurahan
Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Adapun wilayah studi penelitian ini dibatasi
dengan:

• Sebelah Utara : RW. 07, Kelurahan Rawajati,


• Sebelah Timur : Kelurahan Cililitan,
• Sebelah Barat : RW. 02, Kelurahan Rawajati,
• Sebelah Selatan : RW. 03, Kelurahan Rawajati,

Untuk lebih jelasnya, peta orientasi wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 1.1.

1.5 Metodologi Penelitian


Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari metode pengumpulan
data dan metode analisis data.

1.5.1 Metode Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari survey primer dan sekunder. Untuk
survey primer yaitu observasi lapangan ke lokasi IPAL Komunal RW. 01 dimaksud yang telah
dilakukan pada tanggal 23 Juli 2019 dan wawancara informal dengan KPP selaku pengelola IPAL
Komunal. Dalam hal ini penulis menemui Bapak Herman selaku Ketua RT. 03 yang juga menjabat
sebagai Ketua KPP Citra Pelangi yang mengelola IPAL Komunal RW. 01 ini. Sementara survey
sekunder yang dilakukan adalah mencari data statistik dan kinerja pengelolaan eksisting ke
Kantor Satker PIP Strategis, Kementerian PUPR dan Dinas PPAPP Provinsi DKI Jakarta.

1.5.2 Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif secara
deskriptif, yang mengandung pengertian sebuah metoda statistik untuk mempelajari tata cara
penyusunan dan penyajian data yang dikumpulkan dalam suatu penelitian (Sawitri, 2017).
Sedangkan metode analisis kualitatif menurut Kountour (2004) ialah menggunakan penelilti
sebagai instrument penelitian dengan alur analisis secara induktif (dari khusus ke umum).

9
Gambar 1.1 Peta Orientasi Wilayah Studi
1.6 Sistematika Penulisan
Setelah Bab 1 dibahas pada uraian di atas, maka pembahasan bab-bab selanjutnya
merupakan langkah-langkah untuk menjawab tujuan dan sasaran penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:

BAB II Tinjauan Literatur Tentang Pengelolaan IPAL Komunal

Bagian ini berisi kajian teori mengenai infrastruktur SANIMAS, penerapan IPAL
Komunal dalam Program SANIMAS-IDB dan di lokasi lain, serta tentang
pengelolaan atau manajemen infrastruktur air limbah, khususnya IPAL Komunal.
Selain itu juga terdapat teori terkait kendala dalam manajemen atau pengelolaan
infrastruktur secara umum.

BAB III Gambaran Umum Wilayah Studi

Bab ini berisi gambaran umum RW. 01, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran
dan profil IPAL Komunal yang ada saat ini.

BAB IV Analisis Keberlanjutan Pengelolaan IPAL Komunal RW. 01, Kel. Rawajati,
Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan

Bab ini menguraikan analisis dari aspek Planning, Organizing, Staffing, Directing,
Coordinating, Reporting, dan Budgeting, serta potensi dan permasalahan di
lapangan dalam hal pengelolaan IPAL Komunal. Selain itu juga akan dilakukan
penilaian terhadap kinerja pengelolaan IPAL Komunal RW. 01.

BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi

Pada bab ini menguraikan kesimpulan yang berasal dari tinjauan literatur dan hal-
hal terkait pengelolaan IPAL Komunal RW. 01 yang telah dilakukan pada bab-bab
sebelumnya. Selain itu juga memuat rekomendasi yang diberikan untuk
pengelolaan IPAL Komunal RW. 01 yang berkelanjutan, misalnya terkait konsep
perawatan dan pemeliharaan di masa mendatang.
BAB II

TINJAUAN LITERATUR TENTANG PENGELOLAAN IPAL KOMUNAL

Bab ini berisi kajian teori mengenai infrastruktur SANIMAS, penerapan IPAL Komunal
dalam Program SANIMAS-IDB dan di lokasi lain, serta tentang pengelolaan atau manajemen
infrastruktur air limbah, khususnya IPAL Komunal. Pada bagian akhir bab ini akan dirumuskan
suatu sintesa kajian pustaka dari sub bab sebelumnya.

2.1 Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi Berbasis Masyarakat


Sub bab ini berisi tentang teori tentang sanitasi berbasis masyarakat (SANIMAS) dan
pengelolaan infrastruktur sumber daya air yang berkelanjutan yang berasal dari studi literatur.
Menurut Megdal et. al (2017), pelibatan stakeholders adalah suatu alat penting dalam
mengembangkan pemahaman umum tentang konteks keberlanjutan yang diperlukan untuk
pengambilan keputusan yang akan berdampak pada pengelolaan sumber daya air berkelanjutan.
Konteks ini juga berarti pelibatan stakeholder secara aktif yang harus terus dijaga sepanjang
waktu dan terlepas dari konteks sesaat agar terus berkembang dan berubah. Interaksi di antara
stakeholders diperlukan secara terus-menerus jika berkaitan dengan manajemen sumber daya
air yang berkelanjutan dalam jangka panjang.

Selain itu aspek legal, peraturan dan institusi kelembagaan yang mendukung atau
membatasi pengembangan tata kelola pemerintahan untuk pengelolaan SANIMAS dan
infrastruktur sumber daya yang berkelanjutan juga menjadi hal yang penting. Kelembagaan yang
tidak memiliki tujuan keterlibatan yang jelas atau mewakili kepentingan suatu kelompok tertentu
dapat membatasi partisipasi dan merugikan tujuan dan keluaran pengelolaan yang ingin dicapai.
Pada sisi lain, kelembagaan dapat menjadi katalisator atau penggerak untuk melakukan aksi.
Kelembagaan dapat mendukung proses yang menjembatani perbedaan kepentingan,
menyelesaikan konflik dan menjadi sumber momentum untuk bergerak maju untuk mewujudkan
perencanaan dan implementasi pengelolaan infrastruktur sumber daya air dan tujuan
pembangunan yang strategis.

Kebutuhan untuk pendekatan secara keseluruhan dibutuhkan untuk menyelesaikan


masalah yang kompleks dan saling berhubungan antar aspek dalam tata kelola dan pengelolaan
air. Tata kelola dan pengelolaan air meliputi berbagai komponen dinamis yang hanya dapat
ditangani secara memadai dengan memahami hubungan di dalamnya. Pihak-pihak yang terlibat

12
dalam menyelesaikan masalah sumber daya air disarankan untuk meninjau kembali batasan
dalam pengelolaan sumber daya air yang dipermasalahkan. Tinjaun ini dapat mengungkapkan
kepentingan, hubungan, dan pengaruh secara fisik, sosial, politik serta budaya yang dapat
dikeluarkan jika merugikan proses dan keluaran pembangunan yang telah ditetapkan.

2.2 Definisi Pembangunan IPAL Komunal


Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 4 Tahun 2017, sistem IPAL
Domestik adalah serangkaian kegiatan pengelolaan air limbah domestik dalam satu
kesatuan dengan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah domestik. Sistem IPAL
Domestik Terpusat adalah sistem pengelolaan yang dilakukan dengan mengalirkan air limbah
domestik dari sumber secara kolektif ke sub-sistem pengolahan terpusat untuk diolah sebelum
dibuang ke badan air perencanaan. Kepadatan penduduk >150 jiwa/Ha (15.000 jiwa/Km2)
dapat menerapkan sistem IPAL domestik terpusat sedangkan untuk kepadatan penduduk kurang
dari 150 jiwa/Ha masih terdapat pertimbangan lainnya, seperti sumber air yang ada,
kedalaman air tanah, permeabilitas tanah, kemiringan tanah, ketersediaan lahan, termasuk
kemampuan membiayai.

Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) komunal adalah suatu perangkat peralatan
teknik beserta perlengkapannya yang digunakan untuk mengolah air buangan sisa
proses pembuangan segala bentuk kegiatan dalam permukiman yang dapat menampung
beberapa sambungan rumah. IPAL Komunal sangat bermanfaat bagi manusia serta makhluk
hidup lainnya, antara lain : a. mengolah air limbah domestik agar sumber air di sekitarnya
dapat digunakan kembali sesuai kebutuhan; b. mencegah pencemaran air sungai; c. menjaga
kehidupan biota-biota sungai. Adapun tujuan IPAL yaitu untuk menyaring dan membersihkan air
yang sudah tercemar dari domestik. Selain itu, pembangunan IPAL Komunal ditujukan untuk
memperbaiki sanitasi di suatu permukiman. Hal tersebut dikarenakan Sanitasi merupakan hak
asasi manusia yang harus didapatkan karena menyangkut kesehatan manusia itu sendiri di
samping terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat.

Dengan demikian manusia dapat menjalani kehidupannya dengan baik karena


mereka tumbuh dan berkembang dalam permukiman yang bersih dan sehat. Saat ini
permasalahan dalam permukiman sangatlah banyak, salah satunya akses sanitasi yang
buruk sehingga dapat merusak elemen-elemen hayati dan non hayati dalam suatu
ekosistem.Sanitasi merupakan salah satu komponen kesehatan lingkungan, yakni perilaku

13
yang disengaja untuk menjalankan hidup bersih dan sehat untuk melindungi manusia
bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya agar nantinya
kesehatan manusia dapat terjaga. Bahan buangan yang dimaksud dapat berupa tinja manusia
atau binatang, sisa bahan buangan padat, limbah domestik, bahan buangan industri, serta
bahan buangan pertanian. Untuk menjaga kebersihan tersebut, maka dapat dilakukan dengan
teknologi seperti septic tank maupun ipal komunal. Dalam hal ini, sanitasi merupakan
suatu upaya untuk memperbaiki kehidupan manusia karena sanitasi yang baik dapat
berdampak pada sumber daya manusia yang nantinya dapat membantu pencapaian potensi
maksimal manusia itu sendiri, sehingga dapat meningkatkan produktivitas di masa yang akan
datang. Dalam pembangunan IPAL Komunal diperlukan upaya pemberdayaan masyarakat
yang melibatkan partisipasi masyarakat. Hal tersebut dikarenakan kebijakan tersebut
tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat akan
menjamin suatu perkembangan dan perubahan yang mana harus ditingkatkan dahulu
kesadarannya.

2.3 Penerapan IPAL Komunal dalam Program SANIMAS-IDB


Salah satu bentuk SANIMAS dan infrastruktur sumber daya air yang menjadi fokus
penelitian ini adalah pembangunan SPALDT yang berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 4 tahun
2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik, yang memiliki
pengertian yaitu sistem pengelolaan yang dilakukan dengan mengalirkan air limbah domestik dari
sumber secara kolektif ke Sub-sistem Pengolahan Terpusat untuk diolah sebelum dibuang ke
badan air permukaan. Selanjutnya definisi “skala permukiman” berada dalam Pasal 14 ayat 3
yaitu SPALDT yang mempunyai lingkup permukiman dengan layanan 50 (lima puluh) sampai
20.000 (dua puluh ribu) jiwa.

Berdasarkan Buku Petunjuk Teknis Program SANIMAS-IDB tahun 2018, program ini
bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, baik secara
individu maupun kelompok untuk turut berpartisipasi memecahkan berbagai permasalahan yang
terkait pada upaya peningkatan kualitas kehidupan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.
Mekanisme penyelenggaraan program SANIMAS menerapkan penekatan pembangunan
berkelanjutan berbasis masyarakat melalui peran serta masyarakat secara utuh dalam seluruh
tahapan kegiatan, mulai dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan tahap
operasi dan pemeliharaan. Program SANIMAS ini dilaksanakan dalam rangka upaya pencapaian

14
target universal access air minum dan sanitasi serta memastikan keberlanjutannya memerlukan
upaya kolaboratif semua pihak, baik lintas kementerian, pemerintah daerah, unsur masyarakat,
swasta dan lembaga mitra.

Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang mengamanatkan Program
100 – 0 – 100, yaitu 100% akses aman air minum, bebas kumuh dan 100% akses sanitasi yang
layak pada akhir tahun 2019. Program SANIMAS akan dilaksanakan secara bertahap di 1.800
lokasi sasaran di 13 provinsi terpilih yang sebelumnya menjadi lokasi pelaksanaan program
PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP). Sumber pembiayaan program SANIMAS ini ada yang berasal
dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun pinjaman luar negeri misalnya dari
Islamic Development Bank (IDB). Lokasi sasaran kegiatan SANIMAS adalah kelurahan yang
terletak di daerah perkotaan dan semi perkotaan yang rawan sanitasi serta mendukung program
sanitasi di daerah perkotaan tersebut. Selain itu kelurahan penerima program SANIMAS
sebelumnya telah menerima bantuan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM Mandiri
Perkotaan. Hal ini merupakan perwujudan dari sinergi diantara program pembangunan yang
dilaksanakan oleh pemerintah. Pada pelaksanaannya, Program SANIMAS akan menggunakan
lembaga masyarakat (Badan Keswadayaan Masyarakat/Lembaga Keswadayaan Masyarakat
(BKM/LKM) yang sudah ada.

Tahapan kegiatan pelaksanaan program di tingkat desa/kelurahan dibedakan menjadi 2


(dua), yaitu:

1. Tahapan pelaksanaan untuk kelurahan yang baru mendapatkan program SANIMAS, dan
2. Tahapan pelaksanaan untuk kelurahan yang sudah pernah mendapatkan program SANIMAS
di tahun sebelumnya.

Perbedaan tahapan antara kelurahan lama dan baru terletak pada tahap persiapan warga
dan tahap perencanaan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Perbedaan Tahapan Pelaksanaan Program SANIMAS di Tingkat Masyarakat


No. Kelurahan Baru Kelurahan Lama
1. Tahap Persiapan Masyarakat Tahap Persiapan Masyarakat
a. Promosi Sanitasi a. Promosi Sanitasi
b. Sosialisasi program b. Sosialisasi program
c. Pelaksanaan rembug warga desa/kelurahan a. Pelaksanaan rembug warga desa/kelurahan
Tahap I, untuk membentuk Pokja Sanitasi Tahap I; Penandatanganan Surat Pernyataan
(Pokjasan) kelurahan; Penandatanganan Kesiapan Masyarakat untuk menerima dan

15
No. Kelurahan Baru Kelurahan Lama
Surat Pernyataan Kesiapan Masyarakat untuk melaksanakan program sesuai dengan
menerima dan melaksanakan program sesuai ketentuan/ pedoman; serta penyusunan
dengan ketentuan/ pedoman; serta jadual pelaksanaan tahapan kegiatan
penyusunan jadual pelaksanaan tahapan
kegiatan
2. Tahap Perencanaan Kegiatan Tahap Perencanaan Kegiatan
a. Promosi sanitasi a. Promosi sanitasi
b. Pemetaan sanitasi tingkat kelurahan b. Rembug kelurahan tahap II (seleksi
c. Penyusunan rencana aksi perbaikan lingkungan dan penetapan CSIAP)
sanitasi/community sanitation improvement c. Rembug warga tingkat RT/RW Tahap I
action plan (CSIAP) d. Pelaksanaan pemetaan kebutuhan sanitasi di
d. Rembug kelurahan tahap II (seleksi RT/RW terpilih
lingkungan dan penetapan CSIAP) e. Rembug warga tingkat RT/RW Tahap II
e. Rembug warga tingkat RT/RW Tahap I f. Pembentukan KSM sanitasi
f. Pelaksanaan pemetaan kebutuhan sanitasi di g. Penyusunan Rencana Kerja Masyarakat
RT/RW terpilih (RKM)
g. Rembug warga tingkat RT/RW Tahap II h. Penyusunan rencana operasi dan
h. Pembentukan KSM sanitasi pemeliharaan (O & P)
i. Penyusunan Rencana Kerja Masyarakat i. Verifikasi RKM
(RKM) j. Penyusunan dokumen pencairan dana
j. Penyusunan rencana operasi dan
pemeliharaan (O & P)
k. Verifikasi RKM
l. Penyusunan dokumen pencairan dana
3. Tahap Pelaksanaan Konstruksi Tahap Pelaksanaan Konstruksi
a. Promosi sanitasi a. Promosi sanitasi
b. Rembug warga Tingkat RT/RW Tahap III b. Rembug warga Tingkat RT/RW Tahap III
c. Penandatanganan kontrak kerja c. Penandatanganan kontrak kerja
d. Pelaksanaan Kegiatan Fisik d. Pelaksanaan Kegiatan Fisik
e. Rembug warga (Tahap I setelah pencairan e. Rembug warga (Tahap I setelah pencairan
40% pertama, Tahap II setelah pencairan 30% 40% pertama, Tahap II setelah pencairan
kedua, Tahap III setelah pencairan 30% 30% kedua, Tahap III setelah pencairan 30%
ketiga) ketiga)
f. Pembentukan Kelompok Pengguna dan f. Pembentukan Kelompok Pengguna dan
Pemanfaat (KPP) melalui rembug warga Pemanfaat (KPP) melalui rembug warga
g. Pengawasan kegiatan g. Pengawasan kegiatan
h. Pelaporan kegiatan h. Pelaporan kegiatan
i. Rembug pelaksanaan mingguan i. Rembug pelaksanaan mingguan
4. Tahap Operasi dan Pemeliharaan Tahap Operasi dan Pemeliharaan
a. Promosi sanitasi a. Promosi sanitasi
b. Rembug warga tingkat RT/RW Tahap IV b. Rembug warga tingkat RT/RW Tahap IV
c. Serah terima sarana sanitasi c. Serah terima sarana sanitasi
d. Operasi dan Pemeliharaan d. Operasi dan Pemeliharaan
Sumber: Buku Petunjuk Teknis SANIMAS IDB, Kementerian PUPR, 2018

Berdasarkan Buku Petunjuk Teknis tersebut telah diamanatkan bahwa mekanisme


penyelenggaraan program Sanimas menerapkan pendekatan pembangunan berkelanjutan

16
berbasis masyarakat melalui peran serta masyarakat secara utuh dalam seluruh tahapan
kegiatan, mulai dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan tahap operasi
dan pemeliharaan. Meskipun tahapan pelibatan peran masyarakat ini telah dilakukan dalam
seluruh prosesnya, namun pelaksanaan di lapangan pada kemudian hari, kondisi ini bisa berubah
dan disesuaikan dengan latar belakang dan karakteristik masing-masing calon lokasi SPALDT
Skala Permukiman.

2.4 Penerapan IPAL Komunal di Lokasi Lain


Subsub bab berisi tentang penerapan IPAL Komunal di lokasi lain yang bersumber dari
jurnal-jurnal dan studi literatur yang ada. Adapun penerapan IPAL Komunal di beberapa lokasi
lain baik di Indonesia maupun mancanegara sebagai bahan masukan dalam mengidentifikasi
indikator keberlanjutan pengelolaan IPAL Komunal, yaitu sebagai berikut:

a. Hasil studi Rande (2017) terhadap keberlangsungan SPLDT Skala Permukiman yang berada
di Batu Cermin RT.06, Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara, Kota
Samarinda, diketahui bahwa faktor penghambat IPAL adalah penentuan lokasi pembangunan
IPAL, biaya perawatan dan pemeliharaan IPAL, dan pengetahuan masyarakat yang masih
minim. Selain itu juga diperlukan iuran dari warga untuk pemeliharaan dan perawatan IPAL
dan peran pemerintah dalam menyediakan lahan untuk lokasi IPAL dan sosialisasi kepada
masyarakat agar pengetahuan tentang sanitasi meningkat.
b. Penelitian Mema (2008) yang telah melakukan literatur review pelaksanaan IPAL Komunal di
4 (empat) kabupaten/kota (Keiskammahoek, Buffalo City, Nkonkobe Region, KwaZulu Natal)
dan 2 IPAL di Afrika Selatan, diketahui bahwa kelompok masyarakat miskin merupakan pihak
yang paling dirugikan akibat pencemaran air limbah ke sungai. Selain itu beberapa faktor
penyebab pencemaran air limbah, yaitu: buruknya sistem sanitasi, tidak berfungsinya pompa,
IPAL yang tidak efisien, desain IPAL yang buruk, dan buruknya pengoperasian dan
pemeliharaan IPAL
c. Temuan Starkl et. al. (2009) yang meneliti 6 jenis sanitasi di India yaitu septic tank, ecosan,
biogas toilets, solid immobilized biofilter, multiple stage filtration, dan dewatering sanitation
dengan pendekatan melakukan evaluasi awal, studi sosial budaya dan studi sosial ekonomi,
diketahui bahwa seluruh jenis sistem sanitasi diterima kecuali ecosan karena jaraknya terlalu
jauh dari warga. Selain itu lumpur tinja di rumah tangga dengan individual sistem paling sulit
ditangani dan terdapat contoh sukses reuse hasil efluen air limbah karena faktor berjalan

17
baiknya operasional dan pemeliharaan oleh perusahaan swasta atau komunitas melalui iuran,
dan low cost energy sistem.
d. Penelitian Chirisa et. al. (2016) yang mengevaluasi IPAL Komunal di Kota Harare, Zimbabwe
dengan metodologi membandingkan kerangka pendekatan pengolahan IPAL sistem terpusat
dan non terpusat, diketahui bahwa pengolahan air limbah dengan konsep “semi-centralized
scheme” dapat lebih berkelanjutan dengan beberapa faktor:
- Mengurangi biaya operasional dan pemeliharaan
- Meningkatkan manajemen lingkungan
- Memperluas cakupan pelayanan
- Mengetahuai manfaat sosial dan lingkungan
- Kesadaran dan penerimaan sosial masyarakat
e. Temuan Luthi et. al. (2010) yang melakukan perbandingan pendekatan Household-center
Environmental Sanitation (HCES) dan Community-led Total Sanitation (CLTS) pada fasilitas
sanitasi perkotaan di negara-negara Afrika, Asia dan Amerika Latin dinyatakan bahwa:
- Pendekatan HCES lebih terstruktur dengan multi stakeholders menjamin keberlanjutan
pelayanan, namun kurang memicu perubahan perilaku warga penggunanya
- CLTS dapat lebih memicu perubahan perilaku namun sulit mengadopsi sistem air limbah
yang lebih kompleks seperti IPAL skala kota, dan
- Sistem sanitasi sebaiknya mengkombinasi 2 pendekatan tersebut
f. Hasil studi Xiaoxin et. al. (2018) yang mengevaluasi sistem kinerja operasional IPAL Komunal
di China dengan analisis kebijakan terkait pengolahan air limbah industri berdasarkan
investigasi pelaksanaan IPAL Komunal, diketahui bahwa terdapat 5 (lima) metode evalulasi
untuk mengukur tingkat operasional IPAL Komunal, yaitu:
- Tingkat perlindungan lingkungan
- Konsumsi sumber daya dan energi
- Penilaian teknis dan ekonomi
- Manajemen produksi, dan
- Fasilitas utama dan kondisi peralatan
g. Penelitian Brix et. al. (2011) tentang evaluasi IPAL Komunal di lahan basah di Pulau Khi Phi
Phi, Thailand dengan metodologi perancangan SPALDT untuk kebutuhan pariwisata namun
pemerintah lokal melarang warga untuk memanfaatkan fasilitas tersebut, diketahui hasil
bahwa faktor penyebab ketidakberlanjutan SPALDT ini adalah:
• Kesalahan saat proses konstruksi
• Tidak adanya rasa kepemilikan warga dan peraturan yang mendorongnya

18
• Sejarah lokal terhadap proyek yang berhasil dan gagal
• Pengetahuan dan kemampuan pemerintah lokal minim, dan
• Tidak adanya orang atau pihak yang jelas untuk mengelola IPAL tersebut
h. Hasil studi Hendrawan dkk. (2014) yang mengevaluasi kinerja SPALDT skala perkotaan di
Kota Jakarta, Bandung dan Cirebon, diketahui bahwa kinerja efisiensi SPALDT mencapai
80% di ketiga kota, namun hanya melayani < 20% populasi. Selain itu regulasi saat ini sudah
mendukung pengelolaan komunal oleh masyarakat, namun masyarakat mengharapkan agar
dibangun IPAL Komunal yang mereka yakini dapat dikelola sendiri dengan baik.

2.5 Pengelolaan Infrastruktur IPAL Komunal


Menurut Gulick dan Urwick (1937) prinsip adalah amat penting bagi administrasi sebagai
suatu ilmu. Adapun letak di mana prinsip itu akan dipakai tidak begitu penting. Focus memegang
peranan penting dibandingkan atas locus. Prinsip administrasi yang terkenal dari Gulick dan
Urwick ialah singkatan POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating,
Reporting, Budgeting). POSDCORB memberikan fungsi yang lebih variatif untuk elemen-elemen
kerja eksekutif di dalam administrasi dan manajemen yang kehilangan konten utama. Adapun
penjelasan singkat dari masing-masing prinsip tersebut, yaitu:

1. Planning (Merencanakan)
Perencanaan adalah kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan penyusunan garis-garis
besar yang memuat sesuatu yang harus dikerjakan, dan metode-metode untuk
melaksanakannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Henry Fayol telah menunjukkan
adanya 8 kriteria bagi suatu rencana yang baik. Dalam pemerintahan, dikenal tiga macam
perencanaan, yakni: perencanaan jangka panjang, menengah, dan pendek.
2. Organizing (Mengorganisasikan)
Yang dimaksudkan dengan pengorganisasian adalah aktivitas-aktivitas yang berkaitan
dengan penyusunan struktur yang dirancang untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan yang
telah ditentukan. Pengorganisasian sebenarnya merupakan proses mengorganisasikan
orang-orang untuk melaksanakan tugas pokoknya. Karena itu, dalam administrasi negara
masalah organisasi dan personalia merupakan dua faktor utama.
3. Staffing (Mendelegasikan)
Yang dimaksudkan dengan penyediaan staf adalah.pengarahan dan latihan sekelompok
orang yang mengerjakan sesuatu tugas, dan memelihara kondisi kerja yang menyenangkan.
Dalam upaya mengembangkan staff metode yang dapat dipergunakan, antara lain: latihan

19
jabatan, penugasan khusus, simulasi, permainan peranan, satuan tugas penelitian,
pengembangan diri dan seterusnya. Sementara itu ada tiga tipe program pengembangan staf
yang terdiri dari: “presupervisory programs”, “middle management programs” dan “executive
development programs”.
4. Directing (Mengarahkan)
Yang dimaksudkan dengan pengarahan adalah pembuatan keputusan-keputusan dan
menyatukan mereka dalam aturan yang bersifat khusus dan umum. Fungsi pengarahan
melibatkan pembimbingan dan supervisi terhadap usaha-usaha bawahan dalam rangka
pencapalan sasaran-sasaran organisasi. Dalam kaitannya dengan fungal ini, ilmu-ilmu
perilaku telah memberikan sumbangan besar dalam bidang-bidang motivasi dan komunikasi.
5. Coordinating (Mengkoordinasikan)
Yang dimaksudkan dengan pengkoordinasian adalah kegiatan-kegiatan untuk mempertalikan
berbagai bagian-bagian pekerjaan dalam sesuatu organisasi. Mengenai koordinasi ada beda
pandang antara beberapa sarjana. Di satu pihak ada yang memandangnya sebagai fungsi
manajemen. Sedang pihak yang lain, menganggapnya sebagai tujuan manajemen. Dalam
pandangan yang kedua, keberhasilan koordinasi sepenuhnya tergantung pada keberhasilan
atau efektivitas dart fungsi-fungsi perercanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan.
6. Reporting (Melaporkan)
Dengan pelaporan dimaksudkan sebagai fungsi yang berkaitan dengan pemberian informasi
kepada manajer, sehingga yang bersangkutan dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan
kerja. Jalur pelaporan dapat bersifat vertikal, tetapi dapat juga bersifat horizontal. Pentingnya
pelaporan terlihat dalam kaitannya dengan konsep sistem informasi manajemen, yang
merupakan hal penting dalam pembuatan keputusan oleh manajer.
7. Budgeting (Menganggarkan)
Penganggaran adalah fungsi yang berkenaan dengan pengendalian organisasi melalui
perencanaan fiskal dan akutansi. Sesuatu anggaran, baik APBN maupun APBD,
menunjukkan dua hal: pertama sebagai satu pernyataan fiskal dan kedua sebagai suatu
mekanisme. Allen Schick mengungkapkan adanya tiga tujuan anggaran: pengawasan,
manajemen, dan perencanaan. Sedangkan fungsi anggaran berdasarkan perjalankan
historisnya terdiri dari empat macam yaitu: fungsi kontrol, fungsi manajemen, fungsi
perencanaan, dan fungsi evaluasi.

20
Teori POSDCORB umumnya cocok menjadi gerakan Manajemen Klasik, yang
diklasifikasikan sebagai unsur manajemen ilmiah, yang populer di akhir abad 20 dan awal 19.
Gulick dengan prinsip POSDCORB berperan dalam menyoroti teori rentang kendali, atau batasan
pada jumlah orang seorang manajer bisa mengawasi, serta kesatuan perintah untuk bidang
manajemen dan administrasi publik.

Pemikiran-pemikiran tersebut dapat diklasifikan menjadi model-model pengembangan


dalam manajemen public diantaranya adalah :
1. Pengembangan Planning dan Reporting menghasilkan POLICY ANALYSIS,
2. Pengembangan Budgeting menghasilkan FINANCIAL MANAGEMENT,
3. Pengembangan Staffing, Directing dan Organizing menghasilkan HUMAN RESOURCE
MANAGEMENT, dan
4. Pengembangan Reporting, Directing dan Coordinating menghasilkan INFORMATIONAL
MANAGEMENT.

Kemudian dari keseluruhan pemikiran tersebut menghasilkan kontribusi-kontribusi:


1. Terciptanya kebijakan, tujuan dan standar prioritas dari manajemen dan organisasi
2. Berkembangnya aturan dan prosedur dalam managemen
3. Adanya rencana yang lebih baik dalam suatu managemen dan organisasi
4. Terciptanya peramalan dan analisis untuk memprediksi perencanaan dalam managemen
5. Adanya efektifitas dalam manajemen
6. Adanya pembagian tugas pada setiap orang
7. Terciptanya struktur yang sesuai secara fungsional
8. Adanya delegasi otoritas
9. Terciptanya garis otoritas dan komunikasi
10. Adanya koordinasi dari semua pekerja
11. Terciptanya criteria tipe orang yang akan dipekerjakan dalam suatu organisasi
12. Terekrutnya orang-orang/pekerja yang mempunyai prospek yang baik karena adanya seleksi
pegawai
13. Terlatih dan berkembangnya staff/ pekerja karena adanya training
14. Adanya penilaian kinerja
15. Terpeliharanya semangat kerja
16. Terciptanya iklim yang kondusif pada suatu organisasi, dan
17. Terciptanya struktur dan akuntabilitas dalam organisasi.

21
Ada lima tahapan yang perlu dilalui dalam pengolahan air limbah yakni sebagai
berikut :

1. Air limbah dialirkan ke tempat instalasi. Dalam hal ini, terdapat alat yang disediakan
sebuah ruang pengaliran agar air limbah masuk ke dalam tempat penyaringan dengan
lancar.
2. Air limbah akan mellaui proses pertama yaitu suatu wadah yang berisi air yang
bercampur denganpasir. Tujuannya untuk melakukan pengendapan artikel-partikel kotor
yang ada di air limbah tersebut. Nantinya partikel-partikel kotor tersebut diendapkan
oleh butiran-butiran kecil karbon yang terselip di pasir sehingga mengikat partikel kotor
dalam air limbah tersebut.
3. Air limbah yang telah disaring melalui wadah penampungan pasir akan diteruskan ke
wadah yang berisi batu kerikil. Fungsinya hampir sama pada wadah sebelunya di mana
partikel-partikel yang tidak berhasil diendapkan oleh pasir akan diproses oleh wadah berisi
kerikil.
4. Air limbah akan menuju ke wadah berisi tanaman eceng gondok, ukuran wadah ini
lebih besar daripada dua wadah sebelumnya karena dalam proses ini memerlukan
banyak tanaman eceng gondok untuk menetralisasi air limbah yang berfungsi untuk
menyaring dan memebrsihkan partikel air yang kotor karena tanaman ini mempunyai zat
kimcia bersifat penyerap seperti ammonia dan fosfat
5. Tahap terakhir yakni fase uji coba, yang mana wadah penampung ini berisi ikan untuk
mengetahui seberapa bersihnya air limbah yang disaring. Dari tahap tersebut dapat
disimpulkan bahwa jika air tersebut hidup dalam proses penyaringan, maka air tersebut
dapat dikatakan bersih, begitupun sebaliknya.

Selain itu, perlu diperhatikan juga kendala atau limitasi dari manajemen/pengelolaan
infrastruktur secara umum. Menurut Naipospos (2019), terdapat 6 (enam) limitasi dari manajemen
infrastruktur, yaitu:

1. Administrative limitations
Limitasi administratif adalah unsur dasar dalam sistem pendukung manajemen yang baik,
misalnya terkait pencatatan, penyusunan standard, operasional, dan prosedur (SOP), dan
lain-lain,

22
2. Economic limitations
Limitasi ekonomi dalam hal manajemen adalah terkait dengan unsur keuangan, misalnya
terkait harga jual/beli, adanya pangsa pasar dari produk yang dihasilkan, atau kebijakan
moneter dari pemerintah.
3. Political limitations
Limitasi politik yang dimaksud di sini adalah terkait hal-hal yang berkaitan dengan peraturan
yang dikeluarkan pemerintah seperti kebijakan sektor infrastruktur terkait, atau prioritas
pembangunan infrastruktur mana yang lebih diutamakan untuk dianggarkan.
4. Socio-cultural limitations
Limitasi sosial budaya dalam hal manajemen adalah terkait hubungan kerja yang ada dalam
suatu organisasi pengelolanya, seperti hubungan antaranggota tim, atau hubungan atasan
dan bawahan dalam urusan pengelolaan infrastruktur.
5. Institutional limitations
Limitasi institutional atau kelembagaan dalam hal ini berarti hal-hal yang beraitan dengan
peraturan, tugas dan fungsi organisasi yang mengelola infrastuktur, serta siapa saja aktor
yang terlibat dalam manajemen dari unsur pemerintah, swasta maupun masyarakat.
6. Legal and commitment
Limitasi legal dan komitmen disini berkaitan dengan urusan legalitas hukum yang mendasari
suatu manajemen infrastruktur dan bagaimana organisasi pengelolanya berkomitmen untuk
meraih tujuan yang ingin dicapai atau ditargetkan.

2.6 Sintesis Kajian Pustaka


Sebelumnya telah diketahui bahwa peran stakeholders dan preferensi mereka merupakan
salah satu yang penting dalam mendorong partisipasi masyarakat. Dengan didukung hasil studi
literatur pada jurnal-jurnal penelitian yang ada, maka selanjutnya dapat diidentifikasi beberapa
faktor dominan yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan IPAL Komunal dengan
menggunakan matriks check list tertuang dalam Tabel 2.2 berikut.

23
Tabel 2.2 Identifikasi Indikator yang Mempengaruhi Keberlanjutan Pengelolaan IPAL Komunal
No. Indikator Rande Mema Starkl, et Luthi, et al Xiaoxin, et Brix, et al. Hendrawan, Chirisa, et
(2017) (2008) al (2009) (2010) al (2018) (2011) dkk (2014) al. (2016)
1. Lokasi dan status v v
lahan IPAL
2. Biaya Perawatan v v v v
dan Pemeliharaan
IPAL
3. Pengetahuan v v v
warga/masyarakat
tentang pengelolaan
IPAL
4. Desain teknis IPAL v v v v
5. Teknologi v v
pengolahan IPAL
yang mudah
dilakukan oleh
warga
6. Pentingnya peran v v v v v v
stakeholders
7. Tingkat pencemaran v v v
lingkungan
8. Aspek sosial v v v v
(kepedulian warga)
9. Aspek regulasi v v
(peraturan yang
mendukung IPAL)
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Berdasarkan Tabel 2.2 tersebut dapat diketahui hasil perbandingan terhadap indikator
yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan IPAL Komunal ada 4 (empat) indikator yang
mendapatkan hasil tergolong tinggi. Indikator dengan skor check list sebesar lima poin ada 1
(satu), yaitu pentingnya peran stakeholders, dan 3 (tiga) indikator lainnya dengan skor check list
empat poin, yaitu biaya perawatan dan pemeliharaan IPAL, desain teknis IPAL, dan aspek sosial
(tingkat kesadaran warga). Untuk itu keempat indikator ini selanjutnya akan menjadi bahan
analisis yang akan dibandingkan hasil observasi lapangan di wilayah studi. Jika dikaitkan dengan
teori pengelolaan menurut Gulick dan Urwick (1937) sebelumnya, maka dapat diidentifikasi
prinsip pengelolaan atau manajemen IPAL Komunal yang utama yaitu:

1. Planning, Staffing, Organizing dan Coordinating berkaitan dengan peran stakeholders,


2. Organizing and Budgeting berkaitan dengan biaya perawatan dan pemeliharaan IPAL,
3. Planning berkaitan dengan desain teknis IPAL, dan
4. Reporting berkaitan dengan aspek sosial (kepedulian warga).

25
BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum lokasi yang menjadi daerah
layanan IPAL Komunal RW. 01, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan serta
kondisi sarana IPAL Komunal yang ada saat ini.

3.1 Gambaran Umum Lokasi


Daerah layanan IPAL Komunal RW. 01 termasuk dalam 4 (empat) Rukung Tetangga (RT),
yaitu RT. 003, RT. 004, RT. 007 dan RT. 008 yang secara geografis berada di pusat yang
strategis dan mudah dijangkau dari segala penjuru. Luas wilayah keempat RT ini adalah 20.523
m2 dengan jumlah penduduk yang didata oleh KSM Citra Pelangi (pengelola IPAL Komunal) pada
4 (empat) RT tersebut pada tahun 2015 yaitu sejumlah 343 KK atau 862 jiwa dengan tingkat
kepadatan penduduk sebesar 0,03 jiwa/km2.
Sedangkan laju pertumbuhan penduduk di RW.01 diketahui sebesar 1,44% per tahun
yang perlu diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara daya dukung lingkungan setempat
dengan perubahan ruang bagi aktivitas. Untuk itu dalam rangka perencanaan pembangunan
IPAL Komunal Program SANIMAS-IDB tahun 2016 perlu dihitung proyeksi penduduk pada 10
(sepuluh) tahun ke depan di RW.01.
Berdasarkan rumus metode geometri, dapat dihitung proyeksi penduduk pada tahun
2026, yaitu sebagai berikut:
Pn = Po (1 + r)n
dimana : Pn : Jumlah penduduk penerima manfaat tahun ke n
Po : Jumlah penduduk penerima manfaat saat ini
r : Laju pertumbuhan penduduk rata-rata (%)
n : Tahun ke 10
maka perhitungan proyeksi jumlah penduduk tahun 2026 sebagai berikut:
Pn = Po (1 + r)n
P2026 = 862 (1 + 0,0144)10
P2026 = 862 (1,0144)10
P2026 = 862 . 1,153
P2026 = 994 jiwa

26
Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di RT. 003, RT. 004, RT. 007 dan RT. 008
di RW. 01 Kelurahan Rawajati adalah berdagang dengan tingkat pendapatan masyarakat pada
umumnya sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMR) Provinsi DKI Jakarta. Masyarakat di
keempat RT ini sebelumnya masih belum memiliki sarana sanitasi dan pembuangan limbah cair
rumah tangga yang memadai, saran drainase lingkungan dijadikan tempat pembuangan limbah
dapur dan kamar mandi dialirkan langsung ke Sungai Ciliwung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Dalam pengelolaan persampahan warga sebagian besar masih mengandalkan jasa tukang
sampah yang dikelola oleh warga yang setiap bulannya dikenakan biaya iuran. Untuk sarana
tempat sampahnya di keempat RT ini masih belum memilkki tempat sampah yang diklasifikasikan
sesuai jenisnya, misalnya sampah organik, anorganik, dan sampah kaca/logam.
IPAL Komunal KSM Citra Pelangi dibangun pada tahun 2017 dan terletak di RW. 01, Kel.
Rawajati, Kec. Pancoran, Jakarta Selatan dengan daerah layanan meliputi RT. 03 dan RT. 04.
Untuk lebih jelasnya mengenai profil detail, foto kondisi di lapangan dapat dilihat pada Tabel 3.1
dan Gambar 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Profil SPALDT KSM Citra Pelangi, Kel. Rawajati, Jakarta Selatan
1. Status Lahan Fasos-fasum Pemprov. DKI Jakarta (di bawah jalan lingkungan)

2. Opsi Teknologi Anaerob dengan perpipaan gravitasi Kapasitas : 31,5 m3/hari

3. Kelembagaan

Nama BKM Rawajati


Nama KSM Citra Pelangi
Nama KPP Citra Pelangi Iuran Rutin : Rp 5.000/bulan
Status Hukum KPP SK Lurah namun belum ada Akta Notaris
4. Titik Koordinat
Lintang Selatan -6.25930134498
Bujur Timur 106.857567133
5. Ukuran IPAL dan Sarana Penunjang
Panjang 18 m, Lebar 1 m, Kedalaman 1,75 m
6. Sumber Dana
Loan IDB Rp 425.000.000 Progres Keuangan 100%

Swadaya Rp 300.000 Progres Fisik 100%


7. Kondisi Penyedotan

Pernah disedot 1x oleh PD PAL Jaya Biaya : Rp 1.500.000

27
8. Penerima Manfaat (Rencana) Penerima Pemanfaat (Realisasi)

SR 80 SR 73

KK 225 KK 104
MBR (KK) 125 MBR (KK) 32
Jiwa 450 Jiwa 386
Sumber: DPPAPP Provinsi DKI Jakarta, 2018 dan Hasil Survey Lapangan, 2019.

Gambar 3.1 Foto Kondisi SPALDT KSM Citra Pelangi, Kel. Rawajati, Jakarta Selatan

Sumber: Dokumentasi Survey Lapangan, 2019.

3.2 Kondisi Sarana IPAL Komunal


Berdasarkan dokumen Rencana Kerja Masyarakat (RKM) KSM Citra Pelangi di RW. 01
Kelurahan Rawajati diketahui pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk di 4 RT tersebut secara
umum menggunakan air yang berasal dari air tanah. Lalu berdasarkan Buku Putih Sanitasi
Provinsi DKI Jakarta tahun 2011 diketahui bahwa RW. 01 Kelurahan Rawajati ini termasuk dalam
kelompok kumuh ringan. Kondisi lingkungan sosialnya yang didominasi oleh permukiman
memiliki sarana dan prasarana sanitasi yang masih sederhana dan pola pembuangan limbah cair
rumah tangga masih banyak yang dibuang di saluran air, sehingga menimbulkan genangan dan
rawan penyakit.

28
Mayoritas rumah memiliki jamban masing-masing, namun tidak ada pengolahan air
limbah dari dapur dan kamar mandi (grey water). Beberapa RT juga membuang limbah cair dari
jamban (black water) langsung ke saluran atau kali yang ada di Kawasan RW. 01. Masalah
sanitasi lainnya yaitu jamban yang ada belum seluruhnya memenuhi standard teknis namun
setiap unit jamban rumah tangga dapat digunakan lebih dari 1 KK tergantung dari jumlah KK yang
ada di suatu rumah tersebut. Kondisi tangka septik juga jarang disedot dan konstruksinya rata-
rata terbuat dari buis beton atau pasangan batako yang kurang memenuhi syarat kelayakan
teknis dan dimungkinkan tidak kedap air dan dapat berdampak pada pencemaran air tanah.
Pola perilaku masyarakat yang demikian menyebabkan kondisi sanitasi di keempat RT
tersebut kurang baik dan berisiko terjangkit penyakit yang diakibatkan karena buruknya sanitasi
lingkungan, khususnya yang berada di sekitar saluran atau kali yang ada di dekat permukiman
warga. Adapun luas lahan IPAL Komunal saat ini berada di RT. 003 dengan luas 18,45 m x 1,3
m x 2,05 m sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini.

Gambar 3.2 Peta Situasi dan Potongan Memanjang IPAL Komunal RW. 01

Sumber: Dokumen RKM KSM Citra Pelangi RW. 01, Kel. Rawajati, 2015.

Beberapa kondisi dan permasalahan yang diketahui pada saat survey lapangan,
diantaranya yaitu:
1. Kondisi bak SPALDT sudah sangat penuh perlu disedot segera, namun biaya penyedotan
melalui PD PAL Jaya dirasa terlalu mahal,
2. Secara regular dicek dan dibersihkan bak control dari sampah yang menyumbat oleh warga
dengan biaya Rp 200.000 setiap bulan,

29
3. Ketua RT. 03 yang merangkap sebagai Ketua KPP baru berganti dan kurang mengetahui
perencanaan di awal dan seluruh dokumen perencanaan masih disimpan oleh Ketua KPP
sebelumnya, sehingga KPP yang baru hanya melanjutkan saja namun belum tahu detail apa
yang harus dilakukan,
4. Tutup manhole SPALDT menggunakan plat besi dengan kunci menggunakan baut,
5. Saat musim hujan, lumpur tinja sering meluap pada penutup bak kolam SPALDT,
6. Peninjauan pada bak inlet SPALDT terdapat sampah anorganik (bungkus shampoo)
dikarenakan di sambungan rumah tidak terpasang grease trap,
7. Peninjauan pada bak outlet terdapat busa dan bau,
8. Belum pernah dilakukan commissioning test serta tes laboratorium, dan
9. Iuran yang dikenakan kepada warga untuk biaya pemeliharaan yang semula sebesar
Rp 5.000/bulan ingin dinaikkan menjadi Rp 10.000/bulan.

30
BAB IV

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN IPAL KOMUNAL RW. 01, KEL. RAWAJATI,


KECAMATAN PANCORAN, JAKARTA SELATAN

Pada bagian ini akan dibahas komponen pengelolaan IPAL Komunal berdasarkan
komponen Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting dan Budgeting
(POSDCORB) menurut Gulick dan Urwick (1937), potensi dan permasalahan di lapangan dalam
hal pengelolaan IPAL Komunal, serta penilaian terhadap kinerja pengelolaan eksisting pada IPAL
Komunal RW. 01. Pada bagian akhir bab ini akan diuraikan matriks keterkaitan antara
limitasi/kendala dengan komponen POSDCORB yang telah dibahas sebelumnya.

4.1 Planning (Merencanakan)


Perencanaan IPAL Komunal di RW. 01 dilakukan dengan prinsip partisipasi masyarakat
ddan dibantu oleh Konsultan Tim Fasilitator Lapangan (TFL). Sebelum masuk ke dalam tahap
perencanaan, Program SANIMAS-IDB ini dimulai dengan tahap persiapan masyarakat. Tahap
persiapan ini pada intinya adalah melakukan sosialisasi awal untuk menjelaskan tujuan, prinsip,
pendekatan dan mekanisme program. Beberapa jenis kegiatan dalam tahap persiapan ini, yaitu:
1. Pelaksanaan rembug warga Kelurahan I, untuk membentuk Pokja Sanitasi Kelurahan,
Penandatanganan Surat Pernyataan Minat dan Kesiapan Masyarakat untuk menerima dan
melaksanakan program sesuai dengan ketentuan/pedoman, serta penyusunan jadual
pelaksanaan tahapan kegiatan.
2. Rembug khusus perempuan I, untuk menjelaskan secara khusus kepada kaum perempuan
yang ada di calon lokasi IPAL Komunal.
Adapun tahap selanjutnya adalah tahap perencanaan yang berdasarkan Buku Petunjuk Teknis
Program SANIMAS-IDB Tahun 2018 terdiri dari:
1. Pelaksanaan Pemetaan Sanitasi Kelurahan
Data dan informasi yang digali melalui pemetaan ini adalah:
a. Kondisi wilayah, dilakukan dengan membuat peta sederhana Kawasan desa, yang berisi:
• Tata letak tapak,
• Status tanah dan penguasaan,
• Peta jaringan sanitasi,
• Kondisi prasarana dan sarana sanitasi yang ada,

31
• Permasalahan sanitasi yang ada (angka diare, penyakit berbasis lingkungan dan
pencemaran lingkungan)
b. Kondisi demografi, dilakukan dengan:
• Pengumpulan dan pemutakhiran data kependudukan,
• Pengumpulan data sosial masyarakat seperti tingkat Pendidikan, strata ekonomi,
• Pengumpulan data permasalahan kependudukan yang mencakup permasalahan
sosial seperti konflik antar penduduk,
• Pemetaan sanitasi kelurahan dilaksanakan oleh Kelompo Kerja (Pokja) Sanitasi,
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Bersama dengan KSM dan TFL serta
relawan masyarakat dari masing-masing RT/RW.
2. Penyusunan Dokumen Rencana Aksi Perbaikan Sanitasi (Community Sanitation
Improvement Action Plan – CSIAP)
Dari hasil Pemetaan Sanitasi Kelurahan, kemudian Pokja Sanitasi, KSM didampingi oleh BKM
dan TFL melakukan identifikasi permasalahan dan pemetaan kondisi sanitasi kelurahan. Hasil
identifikasi permasalahan kemudian dicermati Bersama oleh Pokja Sanitasi dan KSM yang
didampingi TFL untuk merumuskan kondisi sanitasi kelurahan, serta menyusun Dokumen
CSIAP.
Penyusunan Dokumen CSIAP dilakukan dengan:
a. Penyusunan daftar identifikasi masalah yang dilakukan dengan mengkompilasi data dan
permasalahan sanitasi,
b. Penentuan daerah-daerah bermasalah, diidentifikasi dari hasil kompilasi data dan
permasalahan sanitasi yang disusun kemudian dinilai skala prioritasnya dengan
menggunakan Metoda Metaplan.
3. Rembuk Kelurahan Tahap II
Tujuan diadakannya rembuk ini yaitu:
a. Merumuskan priroritas permasalaahan yang terdapat di kelurahan,
b. Menetukan titik lokasi penanganan permasalahan,
c. Menyusun rencana kegiatan pelaksanaan pembangunan
Jenis infrastruktur yang akan dibangun harus disesuaikan dengan kriteria teknis program
SANIMAS.
4. Seleksi Titik Lokasi Partisipatif (Selotif)
Selotif merupakan penyempurnaan dari metode RPA (Rapid Participatory Assessment) yang
menggunakan 5 variabel, sedangkan dengan metode Selotif menggunakan 3 variabek pokok,
khusus untuk memilih lokasi pada kegiatan-kegiatan pemberdayaan di lingkungan Kemen.

32
PUPR. Tujuan metode ini adalah untuk memiliki lokasi SANIMAS yang paling memenuhi
kaidah petunjuk umum dan keberlanjutan melalui penilaian secara cepar dan terstruktur oleh
sekelompok wakil calon pemanfaat dari 2-4 calon titik lokasi di setiap desa/kelurahan yang
diusulkan.
5. Rembuk Khusus Perempuan I Tingkat RT/RW
Tahapan ini dilakukan untuk lebih melibatkan peran aktif perempun dalam kegiatan
SANIMAS. Kegiatan rembuk khusus perempuan akan difasilitasi oleh BKM, dan TFL.
6. Rembuk Warga Tingkat RT/RW Tahap I
Setelah titik pelaksanaan Pemetaan Selotif, kemudian dilaksanakan Rembuk Warga Tingkat
RT/RW Tahap I untuk mempresentasikan hasil Pemetaan Selotif. Berdasarkan Perpres No.
54 tahun 2010 dan perubahannya, dibentuk tim swakelola untuk mmendukung kegiatan
pembangunan Program SANIMAS yaitu KSM. KSM dibentuk melalui rembuk warga di titik
lokasi sasaran yang ditetapkan melalui SK Lurah. Jumlah KSM harus ganjil, minimal 5 orang.
7. Promosi Sanitasi
Tujuan kegiatan ini adalah sebagai berikut:
• Memicu dan membangun kesadaran masyarakat terhadap kondisi kelayakan sanitasi,
manfaat dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari,
• Mendapatkan daftar nama masyarakat yang berminat dan berkomitmen untuk
memperbaiki kualitas kebersihan, kesehatan dan kenyamanan hidup.
8. Rembuk RW Tingkat RT/RW Tahap II
Tahapan rembuk ini bertujuan untuk membentuk Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP)
yang akan mengelola IPAL Komunal tersebut nantinya.
9. Penyusunan RKM
RKM merupakan bukti dokumen resmi perencanaan perbaikan sanitasi oleh masyarakat,
sekaligus sebagai dasar untuk pencairan dana/material dari berbagai stakeholders.
10. Pengajuan Dokumen RKM
Dokumen RKM yang telah disiapkan oleh masyarakat selanjutnya diverifikasi oleh TAMK.
Finalisasi usulan RKM dilakukan untuk perbaikan dan pembenahan usulan RKM
beradasarkan hasil verifikasi oleh Provincial Project Implementation Unit (PPIU).
Untuk lebih jelasnya mengenai bagan Tahap Perencanaan IPAL Komunal dapat dilihat pada
Gambar 4.1.

33
Gambar 4.1 Bagan Alur Tahap Perencanaan IPAL Komunal

Sumber: Buku Petunjuk Teknis Program SANIMAS-IDB, 2018.

4.2 Organizing (Mengorganisasikan)


Telah disebutkan sebelumnya bahwa IPAL Komunal RW. 01 direncanakan oleh KSM
dengan didampingi oleh TFL. KSM Citra Pelangi. KSM ini dibentuk oleh warga masyarakat
berdasarkan hasil Rembug Kelurahan II di tingkat RW. 01, Kelurahan Rawajati pada hari Kamis,
18 Agustus 2016 dan disahkan dengan Surat Keputusan (SK) Lurah Rawajati No. 40 Tahun 2016
tentang Pengukuhan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Citra Pelangi Mas Bakti 2016-2017,
Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kota Administrasi Jakarta Selatan. KSM Citra Pelangi
bertanggungjawab selama proses pelaksanaan program, mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan konstruksi, dan pelaksanaan kampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Susunan Organisasi KSM Citra Pelangi adalah sebagai berikut:


1. Pelindung : Rudi Budijanto, SE (Lurah Rawajati)
2. Pembina : H. Amiruddin (Ketua RW. 01)
3. Ketua : Ahmad Yuliadi

34
4. Sekretaris : Mohammad Eduard, S.Sos, M.Si.
5. Wakil Sekretaris : Mohamad Yusuf, SE.
6. Bendahara : H. Iray Cholid
7. Wakil Bendaraha : Nurhayati
8. Seksi-seksi
a. Seksi Perencanaan : Asmada
dan Pembangunan Agus Sumarta
Rudi Sarwono HS.
b. Seksi Tenaga Kerja : H. Mudjiono
Darmin
Arsali Amsar
c. Seksi Kontribusi : Otje Soma
R. Yudi Setiawan
Edi Supriyatna
d. Seksi Logistik : Soejono DS
Zaitun
Herman
e. Seksi Operasional : Zainudin AR
Hariyanto
Hj. Ade Muharyani
f. Seksi Kampanye : Atus Hain Taba
dan Kesehatan Maryati
Hariroh
Secara diagramatis, struktur KSM dapat dilihar pada Gambar 4.2 berikut ini.

35
Gambar 4.2 Struktur Organisasi KSM Citra Pelangi

Keterangan : : Garis Pengawasan


: Garis Komando
Sumber: Dokumen RKM KSM Citra Pelangi RW. 01, Kel. Rawajati, 2015

Adapun tugas dan tanggung jawab KSM diantaranya yaitu:


a. Ketua : - Secara keseluruhan bertanggungjawab mengarahkan jalannya KSM Citra
Pelangi,
- Memimpin rapat, mengatur pembicaraan, menampung ide-ide, memilih bahan
rapat,
- Mengkoordinir kegiatan,
- Merumuskan alternative pemecahan masalah,
- Mengadakan pembagian tugas dan tanggung jawab,
- Mewakili kelompok,
- Menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kelompok.
b. Sekretaris : - Bertanggungjawab terhadap hal-hal yang berhubungan dengan administrasi,
- Menangani kegiatan yang ada hubungannya dengan surat menyurat,
- Mengarsipkan bahan-bahan dan dokumen,
- Mempersiapkan bahan-bahan pertemuan,
- Membuat catatan hasil pertemuan.
c. Bendahara : - Bertanggungjawab terhadap hal-hal yang berhubungan dengan administrasi,
- Menarik iuran wajib anggota,
- Mencatat keluar masuknya uang,
- Membuat laporan pertanggungjawaban keuangan,

36
- Mencatat keuangan kelompok,
- Membuat rencana anggaran biaya.
d. Seksi-seksi :
• Seksi Perencanaan dan Pembangunan
- Menyelenggarakan pelaksanaan dan pengendalian pembangunan serta peningkatan
IPAL Komunal,
- Menyusun perencanaan teknis pembangunan dan peningkatan IPAL Komunal,
pemrograman, penganggaran serta pelaksanaan konstruksi IPAL Komunal,
- Melaksanakan inventarisasi pembangunan dan peningkatan IPAL Komunal beserta
bangunan pelengkapnya,
• Seksi Tenaga Kerja
- Mengalokasikan kebutuhan tenaga kerja sesuai kebutuhan konstruksi,
- Mengkoordinir tenaga kerja lokasl yang sesuai dengan jadual konstruksi,
- Mendorong warga untuk bergotong royong pada saat pembangunan dan
pemeliharaan.
• Seksi Kontribusi
- Membantu bendahara dalam menghimpun sumber dana dari warga masyarakat
wilayah pengguna pemanfaat yaitu dari RT. 003, RT. 004, RT. 007, dan RT. 008
• Seksi Logistik
- Bertanggungjawab terhadap keamanan material selama pembangunan,
- Membuat laporan tentang keadaan material,
- Mengalokasikan material sesuai dengan kebutuhan pekerjaan konstruksi.
• Seksi Operasional dan Pemeliharaan
- Mengoperasikan dan merawat bangunan sanitasi yang telah dibangun,
- Bertanggungjawab terhadap hal-hal teknis yang berkaitan dengan fungsi sistem
pengolahan IPAL Komunal
• Seksi Kampanye dan Kesehatan
- Mengajak warga masyarakat yang tergabung dalam Pokja Sanitasi Kelurahan,
- Membantu kelancaran kinerja kepengurusan KSM serta membantu menyebarkan
kampanye kesehatan kepada warga masyarakat lainnya dalam rangka mewujudkan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
e. Anggota (warga yang rumahnya tersambung dengan IPAL Komunal) memiliki hak dan
kewajiban sebagai berikut:

37
Hak :
• Menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam pertemuan anggota,
• Memilih atau dipilih sebagai pengurus,
• Mendapat pelayanan dan pembinaan yang sama,
• Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas KSM Citra Pelangi menurut ketentuan
yang berlaku
Kewajiban :
• Mentaati dan melaksanakan ketentuan yang berlaku dalam KSM Citra Pelangi,
• Membela kepentingan dan nama baik KSM Citra Pelangi,
• Anggota wajib dan taat pada ketentuan AD/ART dan keputusan KSM Citra Pelangi,
• Membayar kontribusi secara teratur,
• Ikut bertanggungjawab terhadap keselamatan bangunan.
Selain KSM, juga ada KPP yang mengelola IPAL Komunal sehar-hari. Untuk lebih jelasnya
diagram alur organisasi pelaksanaan Program SANIMAS-IDB dalam Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Alur Organisasi Pelaksanaan Program SANIMAS-IDB


Sumber: Buku Petunjuk Teknis Program SANIMAS-IDB, 2018.

38
4.3 Staffing (Mendelegasikan)
Secara inti, kepengurusan maupun keanggotaan KPP diutamakan berasal dari KSM yang
telah melaksanakan pembangunan sarana sanitasi dan penerima manfaat. Hal ini dimungkinkan
karena merekalah (KSM) yang telah merencanakan dan membangun sarana tersebut. Dengan
demikian, mereka bersama masyarakat akan semakin bertanggung jawab pada upaya menjaga
dan merawat sarana tersebut. Pembentukan KPP dilakukan dalam kegiatan Rembug Warga
setelah pembentukan KSM. Untuk memformulasikan hal ini, maka dalam AD/ART KPP sudah
harus tercantum pasal tentang/yang terkait dengan operasi dan pemeliharaan. Ketua KPP tidak
boleh dirangkap oleh TFL, Koordinator BKM/LKM dan Ketua KSM. Pengurus KPP yang terbentuk
tidak boleh mencalonkan sebagai anggota legislatif. Namun saat ini tidak diketahui berapa jumlah
anggota KPP di IPAL Komunal RW. 01, Kel. Rawajati ini. Adapun KPP memiliki tugas dan fungsi
sebagai berikut:
a. Mengumpulkan iuran, membuat perencanaan belanja, membukukan dan melaporkan secara
rutin,
b. Mengoperasikan dan memelihara sarana fisik sanitasi berbasis masyarakat.
c. Mengontrol semua saluran perpipaan secara rutin,
d. Mengembangkan mutu pelayanan dan jumlah sarana pengguna, dan
e. Melakukan kampanye tentang kesehatan rumah tangga dan lingkungan.
Dalam melaksanakan tugasnya, KSM dan KPP mendapat pelatihan dari Kementerian
PUPR dan Pemprov. DKI Jakarta. Adapun tujuan dari pelatihan ini yaitu:
1. Alih pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat khususnya dalam pembangunan dan
pengembangan sarana sanitasi,
2. Meningkatkan pengalaman dan keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat dalam
pengoperasian dan pemeliharaan sarana, pengelolaan dan pembelanjaan dana
pembangunan, termasuk pengelolaan administrasi keuangan dan pembukuan,
3. Meningkatkan rasa tanggung jawab masyarakat secara penuh dalam kegiatan operasi dan
pemeliharaan serta pengembangan sarana sanitasi yang terbangun, baik yang dilakukan
masyarakat atau melalui pihak lain,
4. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam hal mengatur administrasi dan pengelolaan
keuangan secara transparan dan akuntabel. Masyarakat mampun membuat laporan berkala
secara transparan (terbuka) dan dapat dipertanggungjawabkan, serta berubah perilakunya
menuju hidup bersih dan sehat dengan bantuan/fasilitasi pihak-pihak terkait termasuk TFL.

39
Beberapa ketentuan umum dalam pelatihan KSM dan KPP ini, yaitu:
1. Pelatihan bagi masyarakat di RW. 01 Kelurahan Rawajati diupayakan memperlancar proses
belajar untuk merubah perilaku dan kemampuan masyarakat dengan cara meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan tujuan
Program SANIMAS-IDB,
2. Kegiatan pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis dan professional,
3. Peserta pelatihan terdiri dari wakil-wakil masyarakat yang menjadi pengurus atau anggota
KSM/KPP dan ada keterwakilan kelmpok kaya dan miskin, serta ada keseimbangan antara
jumlah peserta laki-laki dan perempuan,
4. Waktu pelaksanaan pelatihan disesuaikan dengan tahapan pelaksanaan kegiatan program
SANIMAS-IDB,
5. Bila memungkinkan, pemberian materi pelatihan berasal dari instansi terkait yang difasilitasi
oleh Provincial Project Imlementation Unit (PPIU) di tingkat Provinsi DKI Jakarta.
Lingkup kegiatan pelatihan dimaksud dilaksanakan di tingkat masyarakat dan terdiri dari dua
jenis, yaitu:
1. Pelatihan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan semua tahapan
kegiatan Program SANIMAS-IDB yang sudah direncanakan, dan
2. Pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat dalam melaukan
operasi dan pemeliharaan sarana sanitasi yang terbangun.
Sasaran kegiatan pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat di dalam Prograam
SANIMAS-IDB ini meliputi:
1. Pelatihan bagi Pengurus KSM/KPP (5 orang),
2. Pelatihan bagi mandor/tukang (12 orang),
3. Pelatihan bagi operator dan pengguna sarana IPAL Komunal (5 orang).

4.4 Directing (Mengarahkan)


Ketua KPP mengarahkan anggota KPP untuk menjalankan tugasnya masing-masing.
Ketua KPP yang mengelola IPAL Komunal RW. 01 ini merangkap juga sebagai Ketua RT. 003,
sehingga KPP mempunyai kedudukan dan kewenangan untuk menggerakkan warga untuk
terlibat dalam pengelolaan IPAL Komunal dan membayar iuran untuk perawatan dan
pemeliharaan. Secara umum pengarahan yang diberikan Ketua KPP kepada anggota lebih
bersifat informal dan situasional jika terjadi masalah dalam pengelolaan IPAL Komunal sehari-
hari.

40
4.5 Coordinating (Mengkoordinasikan)
Dalam hal koordinasi, KPP selalu berkoordinasi dengan KSM atau BKM di level RW untuk
membantu menangani masalah yang dihadapi seputar pengelolaan IPAL Komunal RW. 01. Jika
masalah dapat diselesaikan, maka koordinasi berjalan dengan baik. Namun jika permasalahan
yang terjadi membutuhkan peran instansi pemerintah, maka koordinasi perlu lebih intensif
dengan SKPD terkait melalui berbagai pendekatan, misalnya dari KPP bersurat ke SKPD
tersebut, atau dalam pertemuan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang).

4.6 Reporting (Melaporkan)


Bagian lain dari pengawasan pelaksanaan adalah pencatatan dan pendokumentasian
hasil dan proses di lapangan. Catatan dan dokumentasi ini disusun dalam bentuk laporan yang
harus dibuat secara sederhana dan seringkas mungkin dan dilakukan secara berkala. Adapun
hal-hal yang harus dimuat dalam laporan, yaitu:
1. Laporan harian (progress, pemasukan dan penggunaan material dan kondisi cuaca),
2. Buku kas yang mencatat semua penerimaan dan pengeluaran dana,
3. Pengisian buku bimbingan (instruksi),
4. Kemajuan pelaksanaan kegiatan fisik dan keuangan,
5. Jumlah dan asal pekerja serta penggunaan material,
6. Kesesuaian waktu pelaksanaan,
7. Foto yang menggambarkan kondisi lapangan (progress pada saat 0%, 30%, 60%, dan 100%).
Format pelaporan pengawasan pelaksanaan (supervisi) konstruksi dapat dilihat dalam
Buku Petunjuk Teknis Program SANIMAS-IDB. Selain itu BKM di tingkat RW.01 selaku Pembina
dan penanggungjawab pelaksanaan kegiatan wajib melaporkan kemajuan pelaksanaan kepada
masyarakat yang disampaikan melalui Forum Rembug Warga Tingkat RT/RW dan papan-papan
informasi di lokasi sasaran maksimal dua minggu sekali. Rembug Warga III tingkat RT/RW (atau
sebutan lainnya) bertujuan untuk menetapkan rencana pelaksanaan pembangunan sarana
sanitasi, pembantukan Tim Pengadaan barang/jasa, finalisasi rencana operasi dan pemeliharaan
serta pembentukan KPP.

4.7 Budgeting (Menganggarkan)


Pada dasarnya anggaran biaya merupakan bagian terpenting dalam menyelenggarakan
suatu kegiatan. Membuat anggaran biaya berarti menafsir atau memperkirakan harga dari suatu
barang, bangunan atau benda yang akan dibuat dengan teliti dan secermat mungkin. Yang

41
dimaksud dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) suatu bangunan atau proyek adalah
perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang
berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut. Anggaran biaya merupakan
harga diri bangunan yang dihitung dengan teliti, cermat dan memenuhi syarat. Anggaran biaya
pada kegiatan yang sama akan berbeda-beda di masing-masing daerah, disebabkan karena
perbedaan harga bahan dan upah tenaga kerja. Untuk lebih jelasnya skema pelaksanaan
perhitungan RAB dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Skema Pelaksanaan Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Sumber: Dokumen RKM KSM Citra Pelangi RW. 01, Kel. Rawajati, 2015

Rencana Anggaran Biaya merupakan dokumen perhitungan volume pekerjaan


berdasarkan rencana teknis, harga dari berbagai macam bahan/material, alat dan tenaga yang
dibutuhkan pada suatu konstruksi. Melalui RAB dapat diketahui taksiran biaya setiap item/sub
kegiatan. RAB disusun oleh KSM yang didukung oleh Satker Tingkat Provinsi dan/atau Tim
Pelaksana di tingkat provinsi, demi mendukung tidak terjadi deviasi yang terlalu besar antara
biaya sebenarnya dengan RAB. RAB ini dibuat oleh KSM dengan diketahui oleh coordinator BKM,
diperiksa dan disetujui oleh TFL. Contoh penyusunan RAB untuk pembuatan saluran beton dapat
dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Rencana Anggaran Biaya Pembuatan Saluran Beton IPAL Komunal RW. 01,
Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan
No. Uraian Pekerjaan Volume Satuan Harga (Rp) Jumlah (Rp)
1 Pasang bouphank 7,5 m 36.076 270.570
2 Galian aspal/beton 1,6 m3 292.594 468.150
3 Galian tanah keras 16 m3 150.000 2.400.000
4 Cor lantai kerja 1:3:5 0,8 m3 1.050.000 840.000

42
No. Uraian Pekerjaan Volume Satuan Harga (Rp) Jumlah (Rp)
5 Cor Saluran 16 m (1:2:3) 5,28 m3 1.906.041 15.343.896
6 Urug kembali tanah 2,88 m3 50.000 144.000
7 Pembuangan tanah galian 20,48 m3 150.000 3.072.000
Total 22.538.617
Sumber: Dokumen RKM KSM Citra Pelangi RW. 01, Kel. Rawajati, 2015

Untuk biaya yang ditimbulkan saat operasional dan pemeliharaan telah disepakati
berdasarkan hasil rembug warga yang dituangkan dalam AD/ART KSM Citra Pelangi adalah
sebesar Rp 5.000 – 10.000/KK/bulan dengan rincian rencana penggunaan biaya operasional dan
pemeliharaan seperti diuraikan pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Rencana Biaya Operasional dan Pemeliharaan IPAL Komunal RW. 01,
Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan
No. Komponen Biaya Operasional dan Pemeliharaan Rp/Bulan
I. Pemeliharaan sarana jamban/toilet rumah Biaya O&P menjadi
II. Pemeliharaan perpipaan sambungan pelayanan rumah dan Grease tanggung jawab setiap
Trap keluarga/RT pemanfaat
III. Pengoperasian dan pemeliharaan jaringan pipa induk dan sarana
IPAL
1. Operator inspeksi jaringan perpipaan dan IPAL 2 orang, 2 x per 300.000
bulan @ Rp 40.000 (Total Rp 80.000/orang/bulan)
2. Pengurasan lumpur IPAL tiap 1,5 tahun @ Rp 1.350.000 75.000
3. Perbaikan pipa, bak control/manhole, komponen IPAL @ Rp 200.000
100.000
4. Uji Efluen (COD, BOD, dan TSS) 1 x Rp 750.000 62.500
Jumlah biaya operasional dan pemeliharaan IPAL dan jaringan 637.500
perpipaan
Sumber: Dokumen RKM KSM Citra Pelangi RW. 01, Kel. Rawajati, 2015

4.8 Penilaian Kinerja Pengelolaan IPAL Komunal


Selanjutnya pada sub bab ini akan dilakukan penilaian kinerja pengelolaan atau
manajemen IPAL Komunal. Sebelum dilakukan penilaian, perlu untuk diidentifikasi klasifikasi dan
bobot penilaian terhadap setiap komponen pengelolaan tersebut, seperti yang diuraikan dalam
Tabel 4.3 sebagai berikut.

43
Tabel 4.3 Klasifikasi Penilaian Komponen Pengelolaan IPAL Komunal
No. Komponen Klasifikasi Bobot
Pengelolaan
1 Planning Seluruh tahap persiapan dan perencanaan (total ada 12 sub 3
tahapan) minimal dilaksanakan 9 tahapan dengan baik
Tahap persiapan dan perencanaan dilaksanakan antara 5 – 8 2
tahapan
Tahap persiapan dan perencanaan dilaksanakan antara < 5 1
tahapan
2 Organizing Seluruh pengurus KSM dan KPP telah mengerti dan menjalankan 3
tugasnya dengan baik
Hanya 50% pengurus KSM atau KPP yang mengerti dan 2
menjalankan tugasnya dengan baik
Terdapat < 50% pengurus KSM atau KPP yang mengerti dan 1
menjalankan tugasnya dengan baik
3 Staffing KPP memiliki badan hukum yang jelas dan mengikuti pelatihan 3
dari pemerintah
KPP memiliki badan hukum yang jelas atau mengikuti pelatihan 2
dari pemerintah
KPP tidak memiliki badan hukum yang jelas dan tidak mengikuti 1
pelatihan dari pemerintah
4 Directing Ketua KPP memberikan pengarahan kepada anggotanya secara 3
rutin (misalnya sebulan sekali)
Ketua KPP jarang memberikan pengarahan kepada anggotanya 2
(lebih dari 1 bulan tidak memberikan pengarahan)
Ketua KPP tidak pernah memberikan pengarahan kepada 1
anggotanya sama sekali
5 Coordinating KPP secara konkret berkoordinasi dengan pihak lain (pemerintah 3
atau swasta) jika terdapat masalah dalam pengelolaan IPAL
KPP memiliki rencana untuk berkoordinasi dengan pihak lain 2
(pemerintah atau swasta) jika terdapat masalah dalam
pengelolaan IPAL
KPP tidak memiliki rencana apapun untuk berkoordinasi dengan 1
pihak lain (pemerintah atau swasta) jika terdapat masalah dalam
pengelolaan IPAL

44
No. Komponen Klasifikasi Bobot
Pengelolaan
6 Reporting KSM menyusun laporan progress pelaksanaan kegiatan 3
pembangunan IPAL pada tahap perencanaan dan KPP menyusun
laporan kinerja operasional dan pemeliharaan IPAL, serta
menyampaikannya kepada warga minimal dalam suatu forum
warga
KSM menyusun laporan progress pelaksanaan kegiatan 2
pembangunan IPAL pada tahap perencanaan dan KPP menyusun
laporan kinerja operasional dan pemeliharaan IPAL, namun tidak
menyampaikannya kepada warga dalam forum apapun
KSM tidak menyusun laporan progress pelaksanaan kegiatan 1
pembangunan IPAL pada tahap perencanaan dan KPP tidak
menyusun laporan kinerja operasional dan pemeliharaan IPAL,
serta tidak menyampaikannya kepada warga dalam forum apapun
17 Budgeting KSM menyusun RAB pada tahap perencanaan sesuai kebutuhan 3
hingga tahap konstruksi dan KPP menyusun rencana biaya
operasional dan pemeliharaan dan secara inisiatif mencari sumber
pendanaan pendukung dari pihak luar
KSM menyusun RAB pada tahap perencanaan sesuai kebutuhan 2
namun tidak terealisasi sampai tahap konstruksi dan KPP
menyusun rencana biaya operasional dan pemeliharaan dan
secara inisiatif mencari sumber pendanaan pendukung dari pihak
luar
KSM menyusun RAB pada tahap perencanaan sesuai kebutuhan 1
dan terealisasi hingga tahap konstruksi dan KPP menyusun
rencana biaya operasional dan pemeliharaan namun tidak
berinisiatif mencari sumber pendanaan pendukung dari pihak luar
Sumber: Hasil Analisis, 2019.
Berdasarkan identifikasi klasifikasi komponen pengelolaan dan pemberian bobot pada
Tabel 4.3 di atas, maka selanjutnya dapat dinilai kinerja pengelolaan IPAL Komunal di RW. 01 ini
berdasarkan pelaksanaannya di lapangan. Sebelumnya diidentifikasi dulu range penilaian kinerja
pengelolaan terhadap bobot yang diberikan. Jika total penilaian berjumlah antara 1 – 7 maka
tergolong berkinerja rendah, jika total nilainya antara 8 – 14 maka tergolong berkinerja sedang,
dan jika total nilainya antara 15 – 21 maka tergolong berkinerja tinggi. Secara lebih detail penilaian
kinerja pengelolaan IPAL Komunal RW. 01 ini dapat dilihat dalam Tabel 4.4 di bawah ini.

45
Tabel 4.4 Penilaian Kinerja Pengelolaan IPAL Komunal RW.01 Kel. Rawajati
No. Komponen Pengelolaan Penilaian Kinerja
1 Planning 3
2 Organizing 2
3 Staffing 1
4 Directing 2
5 Coordinating 3
6 Reporting 2
7 Budgeting 1
Total Penilaian Kinerja Pengelolaan IPAL Komunal RW. 01 14
Sumber: Hasil Analisis, 2019.

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas, diketahui jumlah total penilaian kinerja pengelolaan IPAL
Komunal RW. 01 ini mendapat nilai 14, artinya pengelolaannya berkinerja sedang. Beberapa
komponen pengelolaan yang mendapat nilai tinggi (angka 3) adalah planning dan coordinating.
Sedangkan komponen pengelolaan yang mendapat nilai sedang (angka 2) adalah organizing,
directing dan reporting. Sementara komponen pengelolaan yang mendapat nilai rendah (angka
1) adalah staffing dan budgeting.
Jika teori pengelolaan menurut Gulick dan Urwick (1937) dikaitkan dengan studi literatur
mengenai indikator yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan IPAL Komunal seperti yang
dijelaskan pada Bab 2 sebelumnya, maka diketahui kaitannya sebagai berikut:
1. Planning, Staffing, Organizing dan Coordinating berkaitan dengan peran stakeholders,
2. Organizing and Budgeting berkaitan dengan biaya perawatan dan pemeliharaan IPAL,
3. Planning berkaitan dengan desain teknis IPAL, dan
4. Reporting berkaitan dengan aspek sosial (kepedulian warga).
Indikator pentingnya peran serta stakeholders secara berturut-turut memiliki nilai 3, 1, 2,
dan 3. Jika dilihat sebagian komponennya memiliki nilai tinggi, hal ini berarti peran serta
stakeholders dalam pengelolaan IPAL Komunal di RW. 01 tergolong baik dan berpotensi tinggi
untuk dapat berkelanjutan pengelolaannya. Sedangkan untuk indikator biaya perawatan dan
pemeliharaan IPAL memiliki nilai 2 dan 1, hal ini berarti aspek biaya perawatan dan pemeliharaan
masih belum menjadi prioritas dalam pengelolaan IPAL Komunal RW. 01 dan menjadi
penghambat keberlanjutan pengelolaannya. Sementara untuk indikator desain teknis IPAL
memiliki nilai 3 yang berarti tergolong baik pelaksanaannya dan menjadi pendukung
keberlanjutan pengelolaannya. Terakhir untuk indikator aspek sosial (kepedulian warga)
mendapat nilai 2 yang berarti cukup baik dalam mendorong potensi keberlanjutan

46
pengelolaannya. Berdasarkan keempat indikator keberlanjutan tersebut maka dapat diketahui
bahwa pentingnya peran stakeholders, desain teknis IPAL dan aspek sosial warga merupakan
indikator yang perlu dipertahankan khusunya komponen planning, staffing, organizing,
coordinating dan reporting untuk mewujudkan pengelolaan IPAL Komunal yang berkelanjutan.
Sedangkan indikator biaya perawatan dan pemeliharaan masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan
kinerjanya terkait komponen organizing dan budgeting.

4.9 Matriks Limitasi/Kendala dalam Pengelolaan IPAL Komunal


Pada sub bab ini akan dilakukan analisis terkait limitasi/kendala dari pengelolaan IPAL
Komunal RW.01 ini berdasarkan teori yang telah dijelaskan sebelumnya pada Bab 2. Menurut
Naipospos (2019), diketahui terdapat 6 (enam) jenis limitasi dalam manajemen/pengelolaan
infrastruktur. Untuk itu selanjutnya peneliti akan mengidentifikasi dan mengelaborasikan masing-
masing jenis limitasi tersebut dalam pengelolaan IPAL Komunal ini sesuai dengan teori
POSDROB. Untuk lebih jelasnya mengenai hal ini dapat dilihat dalam matriks pada Tabel 4.5
berikut ini.

47
Tabel 4.5 Matriks Identifikasi Limitasi/Kendala dalam Pengelolaan IPAL Komunal RW.01 Kel. Rawajati
No. Limitasi/Kendala Komponen Pengelolaan
Planning Organizing Staffing Directing Coordinating Reporting Budgeting
1 Administrative - Terdapat satu Tidak ada Anggota KPP Tidak ada SOP Meski KSM dan KPP belum APBD Pemprov.
Limitations tahap struktur tidak jelas pemberian KPP sudah rapih dalam DKI Jakarta
perencanaan organisasi KPP jumlah dan arahan dari berkoordinasi mencatat tidak dapat
yang tidak yang jelas orangnya siapa Ketua KSM dan dengan laporan mengalokasikan
dilakukan yaitu saja KPP kepada Kementerian pemasukan dana bantuan
tahap selotif pengurus dan PUPR dan dan pengelolaan
- TFL tidak para Pemda, namun pengeluaran IPAL Komunal
berkonsultasi anggotanya belum ada dalam karena bukan
dengan Dinas hasil/solusi dari pengelolaan merupakan
SDA terkait permasalahan IPAL asset Pemda
rekomendasi yang Komunal
teknis IPAL disampaikan
Komunal
2 Economic Masih terdapat - - - - - Terdapat
Limitations warga yang tidak kendala warga
mau menjadi yang tidak
pelanggan IPAL mampu untuk
Komunal karena membayar iuran
harus IPAL
menanggung
penggantian biaya
keramik sendiri
3 Political Belum ada Belum ada KSM dan KPP - - - - APBD
Limitations kebijakan atau District Project belum optimal Pemprov. DKI
peraturan dari Implementatiin melibatkan Jakarta tidak
pemerintah pusat Unit (DPIU) di perempuan dapat
dan daerah yang Pemprov. DKI dalam mengalokasik
mewajibkan Jakarta, pengelolaan an dana ban
sektor swasta sehingga IPAL, baru tuan
menanggung jenjang birokrasi sekedar pengelolaan
biaya pengelolaan jika ada formalitas saja IPAL Komunal
lingkungan, permalsahan karena bukan
khususnya IPAL menjadi terlalu merupakan
Komunal jauh asset Pemda
- Belum ada
solusi bantuan

48
No. Limitasi/Kendala Komponen Pengelolaan
Planning Organizing Staffing Directing Coordinating Reporting Budgeting
anggaran dari
Kemen. PUPR
terkait
permasalahan
yang
dikeluhkan
KSM dan KPP
4 Socio-Cultural - Ketua KSM dan KSM dan KPP Ketua KPP - - -
Limitations KPP masih belum optimal jarang
mendominasi melibatkan mengkoor-
tugas yang perempuan dinasikan
dilakukan, dalam anggotanya
sementara pengelolaan agar
anggota kurang IPAL, baru menjalankan
berkinerja baik sekedar tugasnya
formalitas saja karena lebih
bersifat informal
dan situasional
5 Institutional SKPD teknis - - - Koordinasi KPP tidak Belum ada
Limitations (Dinas SDA DKI antar SKPD di menyampaik peran sektor
Jakarta) tidak lingkungan an Laporan swasta dalam
dapat membantu Pemprov. DKI operasional membantu biaya
biaya pengelolaan Jakarta dalam dan pengelolaan
karena bukan keberlanjutan pemeliharaan IPAL Komunal
merupakan asset biaya IPAL kepada
miliknya pengelolaan warga dalam
IPAL Komunal forum
masih rendah apapun
6 Legal and Alokasi anggaran Komitmen KPP tidak - - - - Kesadaran
Commitment operasional KSM anggota KSM memiliki badan warga untuk
dan KPP yang dan KPP masih hukum yang membayar
direncanakan rendah jelas dan tidak iuran masih
sejak awal, tidak mengikuti rendah
digunakan pelatihan dari - KPP tidak
sebagaimana pemerintah, berinisiatif
mestinya, meskipun mencari
sehingga KPP selalu diundang sumber
kesulitan pendanaan

49
No. Limitasi/Kendala Komponen Pengelolaan
Planning Organizing Staffing Directing Coordinating Reporting Budgeting
anggaran untuk oleh pendukung
mengurus Akta pemerintah dari pihak luar
Notaris - APBD
Pemprov. DKI
Jakarta tidak
dapat
mengalokasika
n dana
bantuan
pengelolaan
IPAL Komunal
karena bukan
merupakan
asset Pemda
Sumber: Hasil Analisis, 2019.

50
BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa poin
kesimpulan dan rekomendasi terkait yang sebaiknya dilakukan untuk keberlanjutan pengelolaan
IPAL Komunal RW.01 ini. Untuk itu selanjutnya kesimpulan dan rekomendasi yang dapat penulis
sampaikan adalah sebagai berikut.

5.1 Kesimpulan

1. Indikator keberlanjutan pengelolaan IPAL Komunal berdasarkan studi literatur, yaitu


pentingnya peran stakeholders, biaya perawatan dan pemeliharaan IPAL, desain teknis IPAL,
dan aspek sosial (tingkat kesadaran warga).
2. Jika dikaitkan dengan teori pengelolaan menurut Gulick dan Urwick (1937) sebelumnya, maka
dapat diidentifikasi prinsip pengelolaan atau manajemen IPAL Komunal yang utama yaitu:
a. Planning, Staffing, Organizing dan Coordinating berkaitan dengan peran stakeholders,
b. Organizing and Budgeting berkaitan dengan biaya perawatan dan pemeliharaan IPAL,
c. Planning berkaitan dengan desain teknis IPAL, dan
d. Reporting berkaitan dengan aspek sosial (kepedulian warga).
3. Terkait dengan komponen pengelolaan IPAL Komunal RW. 01 Kelurahan Rawajati,
Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, diketahui sebagai berikut;
a. Planning
Aspek perencanaan meliputi tahap persiapan dan tahap perencanaan itu sendiri. Tahap
persiapan terdiri dari pelaksanaan rembug warga Kelurahan I dan rembug khusus
perempuan I. Sedangkan tahap perencanaan meliputi :
- Pelaksanaan Pemetaan Sanitasi Kelurahan,
- Penyusunan Dokumen Rencana Aksi Perbaikan Sanitasi (Community Sanitation
Improvement Action Plan – CSIAP),
- Rembuk Kelurahan Tahap II,
- Seleksi Titik Lokasi Partisipatif (Selotif),
- Rembuk Khusus Perempuan I Tingkat RT/RW,
- Rembuk Warga Tingkat RT/RW Tahap I,
- Promosi Sanitasi,
- Rembuk RW Tingkat RT/RW Tahap II,

51
- Penyusunan RKM, dan
- Pengajuan Dokumen RKM.
b. Organizing
Organisasi yang merencanakan pembangunan IPAL Komunal utamanya adalah KSM
dengan didampingi oleh TFL yang didanai oleh Kementerian PUPR. Dalam proses
rembug perencanaan juga melibatkan Pemprov. DKI Jakarta, khususnya DPPAPP selaku
Ketua PPIU dan Satker PIP di level wilayah kota administrasi.
c. Staffing
KSM kemudian menyelenggarakan rembug warga untuk membentuk KPP sebagai
organisasi pengelola harian IPAL Komunal, dimana sebaiknya sebagian anggota KPP
berasal dari KSM agar terjadi transfer pengetahuan. Namun KPP sendiri tidak diketahui
berapa jumlah anggotanya dan belum memiliki badan hukum yang jelas, baru sebatas SK
Lurah saja.
d. Directing
Ketua KPP yang menjabat juga sebagai Ketua RT. 003, mempunyai kedudukan dan
kewenangan untuk menggerakkan warga untuk terlibat dalam pengelolaan IPAL Komunal
dan membayar iuran untuk perawatan dan pemeliharaan. Secara umum pengarahan
yang diberikan Ketua KPP kepada anggota lebih bersifat informal dan situasional jika
terjadi masalah dalam pengelolaan IPAL Komunal sehari-hari.
e. Coordinating
KPP selalu berkoordinasi dengan KSM atau BKM di level RW untuk membantu
menangani masalah yang dihadapi seputar pengelolaan IPAL Komunal RW. 01. Jika
masalah dapat diselesaikan, maka koordinasi berjalan dengan baik. Namun jika
permasalahan yang terjadi membutuhkan peran instansi pemerintah, maka koordinasi
perlu lebih intensif dengan SKPD terkait melalui berbagai pendekatan, misalnya dari KPP
bersurat ke SKPD tersebut, atau dalam pertemuan Musyawarah Rencana Pembangunan
(Musrenbang).
f. Reporting
Laporan yang disusun dalam rangka penyusunan dokumen CSIAP, RKM, pengajuan
pencairan dan RAB dari tahap perencanaan sampai pembangunan kontruksi, disusun
oleh KSM. Namun setelah selesai dibangun, maka laporan pelaksanaan penggunaan
rencana biaya operasional dan pemeliharaan disusun oleh KPP.

52
g. Budgeting
Untuk keperluan penyusunan RAB untuk pembangunan konstruksi IPAL Komunal,
disusun oleh KSM. Sementara untuk biaya yang ditimbulkan saat operasional dan
pemeliharaan telah disepakati berdasarkan hasil rembug warga yang dituangkan dalam
AD/ART KSM Citra Pelangi adalah sebesar Rp 5.000 – 10.000/KK/bulan.
4. Hasil penilaian kinerja pengelolaan IPAL Komunal RW. 01 ini diantaranya sebagai berikut:
a. Komponen Planning mendapat nilai 3 (berkinerja tinggi) berarti seluruh tahap persiapan
dan perencanaan (total ada 12 sub tahapan) minimal dilaksanakan 9 tahapan dengan
baik, dalam hal ini telah dilakukan 11 tahapan, terkecuali kegiatan selotif yang tidak
dilakukan,
b. Komponen Organizing mendapat nilai 2 (berkinerja sedang) berarti hanya 50% pengurus
KSM atau KPP yang mengerti dan menjalankan tugasnya dengan baik. Hal ini terlihat
dengan begitu dominannya Ketua KSM dan KPP dalam menjalankan tugas-tugasnya
dibandingkan pengurus yang lain,
c. Komponen Staffing mendapat nilai 1 (berkinerja rendah) karena KPP tidak memiliki badan
hukum yang jelas dan tidak mengikuti pelatihan dari pemerintah,
d. Komponen Directing mendapat nilai 2 (berkinerja sedang) disebabkab Ketua KPP jarang
memberikan pengarahan kepada anggotanya (lebih dari 1 bulan tidak memberikan
pengarahan),
e. Komponen Coordinating mendapat nilai 3 (berkinerja baik). KPP secara konkret
berkoordinasi dengan pihak lain (pemerintah atau swasta) jika terdapat masalah dalam
pengelolaan IPAL,
f. Komponen Reporting mendapat nilai 2 (berkinerja sedang) artinya KSM menyusun
laporan progress pelaksanaan kegiatan pembangunan IPAL pada tahap perencanaan
dan KPP menyusun laporan kinerja operasional dan pemeliharaan IPAL, namun tidak
menyampaikannya kepada warga dalam forum apapun,
g. Komponen Budgeting mendapat nilai 1 (berkinerja rendah) yang berarti KSM menyusun
RAB pada tahap perencanaan sesuai kebutuhan dan terealisasi hingga tahap konstruksi
dan KPP menyusun rencana biaya operasional dan pemeliharaan namun tidak berinisiatif
mencari sumber pendanaan pendukung dari pihak luar.
5. Berdasarkan keempat indikator keberlanjutan tersebut maka dapat diketahui bahwa
pentingnya peran serta stakeholders, desain teknis IPAL dan aspek sosial warga merupakan
indikator yang perlu dipertahankan khususnya komponen planning, staffing, organizing,
coordinating dan reporting untuk mewujudkan pengelolaan IPAL Komunal yang

53
berkelanjutan. Sedangkan indikator biaya perawatan dan pemeliharaan masih perlu
diperbaiki dan ditingkatkan kinerjanya terkait komponen budgeting dan belum menjadi
prioritas dalam pengelolaan IPAL Komunal RW. 01 dan menjadi penghambat keberlanjutan
pengelolaannya.

5.2 Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang diusulkan oleh penulis untuk masing-masing komponen pengelolaan
POSDCORB berdasarkan matriks identifikasi limitasi/kendala pengelolaan IPAL Komunal RW.01
yang diuraikan pada Bab 4 agar terwujud pengelolaan IPAL Komunal RW.01 yang berkelanjutan,
diantaranya yaitu:

1. Planning
a. Dalam tahapan perencanaan, Kementerian PUPR sebaiknya mengawasi kinerja TFL
dengan lebih seksama agar melaksanakan semua tahapan perencanaan, termasuk selotif
agar calon lokasi terpilih sesuai dengan kriteria teknis dan keinginan masyarakat dan
memproses rekomendasi teknis kepada Dinas SDA Provinsi DKI Jakarta,
b. Pemprov. DKI Jakarta melalui Dinas SDA perlu menyusun Peraturan Daerah tentang Air
Limbah agar bisa mewajibkan kegiatan (terutama pihak swasta atau badan usaha) yang
menghasilkan air limbah untuk bertanggungjawab terhadap limbah yang dihasilkan.
Selain itu perlu juga ditetapkan kewajiban rumah tangga domestik untuk menyambungkan
rumahnya kepada jaringan air limbah terdekat dari kawasan permukimannya. Dalam
peraturan tersebut dapat dirancang skema insentif dan disinsentif untuk menarik minat
dan komitmen pihak swasta dan masyarakat sehingga pencemaran air limbah ke badan
air seperti sungai, danau, waduk, dan lain-lain dapat dikurangi,
c. Pemprov. DKI Jakarta perlu menyusun peraturan khusus terkait kemungkinan pemberian
bantuan bagi anggaran pengelolaan IPAL komunal yang ada di asset warga dalam rangka
pelayanan sosial dan kewajiban dan kewenangan pemerintah daerah sesuai UU No. 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan
d. Kementerian PUPR perlu melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap komponen
anggaran pembangunan dan konstruksi IPAL Komunal yang di dalamnya terdapat alokasi
anggaran biaya operasional KSM dan KPP agar dapat menyusun Akta Notaris pasca
kontruksi selesai dilakukan,

54
2. Organizing
a. Pemprov. DKI Jakarta melalui DPPAPP atau Bappeda sebaiknya dapat merevisi SK
Gubernur tentang PPIU Program SANIMAS-IDB untuk memasukkan unsur DPIU di
tingkat kota administrasi untuk dapat mengakomodasi permasalahan yang muncul di
lapangan dan tidak terlalu panjang birokrasinya, dan
b. Perlu ditetapkan tugas, susunan pengurus dan anggota dari KPP sejak tahap
perencanaan awal agar ketika pembangunan konstruksi selesai, KPP dan perangkatnya
sudah mengerti tugas dan tanggungjawabnya dalam mengelola IPAL Komunal, sehingga
secara langsung dapat meningkatkan komitmen KPP untuk mengelola IPAL agar lebih
berkelanjutan.
3. Staffing
a. Perlu ditetapkan tugas, susunan pengurus dan anggota dari KPP sejak tahap
perencanaan awal agar ketika pembangunan konstruksi selesai, KPP dan perangkatnya
sudah mengerti tugas dan tanggungjawabnya dalam mengelola IPAL Komunal. Selain itu
peran perempuan juga agar lebih dilibatkan sebagai anggota KPP,
b. Karena alokasi anggaran operasional KSM-KPP dan pembentukan Akta Notaris tidak
terealisasi, maka KPP sebaiknya perlu menjelaskan kepada warga pelanggan IPAL
Komunal untuk mengkoordinasikan kebutuhan pembuatan Akta Notaris secara swadaya.
Hal ini penting karena akta tersebut dapat membantu KPP untuk mendapatkan sumber
pendanaan biaya pengelolaan dari pihak lain misalnya dari Pemprov. DKI Jakarta atupun
pihak swasta, dan
c. DPPAPP dan KSM perlu mengawasi keikutsertaan KPP dan pengurusnya untuk
mengikuti pelatihan mengenai pengelolaan IPAL Komunal yang diselenggarakan oleh
pemeirntah pusat ataupun daerah.
4. Directing
a. Perlu disusun suatu mekanisme pemberian arahan dari para ketua KSM dan KPP kepada
pengurus dan anggota agar secara regular misalnya 1-2 bulan sekali untuk menjaga
semangat pengurus untuk dapat saling membantu menyelesaikan permasalahan yang
terjadi di lapangan dalam hal pengelolaan IPAL Komunal ini,
5. Coordinating
a. KSM dan KPP perlu terus meningkatkan koordinasi dan menjaga hubungan baik dengan
pemerintah pusat dan daerah untuk mengantisipasi permasalahan yang akan muncul di
kemudian hari. Terkait bantuan anggaran yang sudah diajukan melalui surat resmi kepada

55
Kementerian PUPR agar terus dipantau dan progress tindak lanjut disposisinya hingga
masalah yang terjadi dapat diselesaikan, dan
b. SKPD di lingkungan Pemprov. DKI Jakarta perlu meningkatkan koordinasi antar dinas
yang berkaitan dengan keberlanjutan pengelolaan IPAL Komunal ini terutama DPPAP,
Dinas SDA dan Bappeda.
6. Reporting
a. KSM perlu lebih aktif mengawasi kinerja KPP terkait pencatatan pemasukan dan
pengeluaran dalam pengelolaan IPAL Komunal, dan
b. Selain itu juga sebaiknya hasil terkait kas KPP ini disampaikan dalam forum pertemuan
warga secara rutin 1-2 bulan sekali atau dipasang di papan-papan informasi warga atau
masjid/musholla setempat.
7. Budgeting
a. Pemprov. DKI Jakarta perlu menyusun peraturan khusus terkait kemungkinan pemberian
bantuan bagi anggaran pengelolaan IPAL komunal yang ada di asset warga dalam rangka
pelayanan sosial dan kewajiban dan kewenangan pemerintah daerah sesuai UU No. 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
b. Untuk warga yang kesulitan untuk membayar iuran air limbah dengan alasan ekonomi,
sebaiknya dapat dikaji kemungkinan dilakukan subsidi silang dari pelanggan yang
mempunyai kondisi perekonomian yang lebih tinggi. Jika memang masih dirasa sulit, KPP
harus dapat lebih berinisiatif dalam berinovasi untuk mencari sumber-sumber pendanaan
dari pihak lain, misalnya dengan mengalokasi sebagian dari kas RT atau melalui
mekanisme arisan warga,
c. Terkait bantuan anggaran yang sudah diajukan melalui surat resmi kepada Kementerian
PUPR agar terus dipantau dan progress tindak lanjut disposisinya hingga masalah yang
terjadi dapat diselesaikan, dan
d. Pemprov. DKI Jakarta melalui Dinas SDA perlu menyusun Peraturan Daerah tentang Air
Limbah agar bisa mewajibkan kegiatan (terutama pihak swasta atau badan usaha) yang
menghasilkan air limbah untuk bertanggungjawab terhadap limbah yang dihasilkan.
Selain itu perlu juga ditetapkan kewajiban rumah tangga domestik untuk menyambungkan
rumahnya kepada jaringan air limbah terdekat dari kawasan permukimannya. Dalam
peraturan tersebut dapat dirancang skema insentif dan disinsentif untuk menarik minat
dan komitmen pihak swasta dan masyarakat sehingga pencemaran air limbah ke badan
air seperti sungai, danau, waduk, dan lain-lain dapat dikurangi.

56
DAFTAR PUSTAKA

Buku

• Buku Petunjuk Teknis Program SANIMAS-IDB. 2018. Direktorat Jenderal Cipta Karya,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jakarta: Kementerian PUPR.
• Buku Putih Sanitasi Provinsi DKI Jakarta. 2011. Kelompok kerja (Pokja) Sanitasi Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Bappeda DKI Jakarta.
• Dokumen Rencana Kerja Masyarakat (RKM) Pembangunan IPAL Komunal Kelurahan
Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. 2015. Jakarta: KSM Citra Pelangi.
• Kountour, Ronny. 2004. Metode Penelitian: Untuk Penelitian Skripsi dan Thesis. Jakarta:
Penerbit PPM.
• Luther H. Gulick dan Lyndall Urwick. 1937. Notes on the Theory of Organization in Papers on
the Science of Administration. Eds. Luther H. Gulick and Lyndall F. Urwick. New York:
Harcourt.
• Naipospos, Binsar, 2019. Infrastructure & Transport Management : Constraints. Materi Kuliah
PL 6133 Pengelolaan Infrastruktur dan Transportasi. Bandung: Program Studi Magister
Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung.
• Sawitri, Dewi. 2017. Ananalisis Data Kualitatif, Materi Kuliah PL 5101 Metoda Analisis
Perencanaan. Bandung: Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Institut
Teknologi Bandung.

Jurnal

• Brix, Hans, Koottatep, Thammarat, et al. 2011. The Flower and The Butterfly Constructed
Wetland System at Kho Phi Phi-System Design and Lesson Learned during Implementation
and Operation. Journal Elsevier.
• Chirisa, Innocent, Bandauko, Elmond, et al. 2016. Decentralized Domestic Wastewater
System in Developing Countries: the Case Study of Harare, Zimbabwe. Jurnal Springler.
• Luthi, Christoph, McConville, Jennifer, et al. 2010. Community Based Approahes for
Addressing the Urban Sanitation Challenges. International Journal of Urban Sustainable
Development 1: 1-2.
• Megdal, Sharon B., Eden, Susanna dan Shamir, Eylon. 2017. Water Governance,
Stakeholder Engagement, and Sustainable Water Resource Management. Journal Water 9,
190. Basel: MDPI.
• Mema, Vusumzi. 2008. Impact of Poorly Maintained Wastewater and Sewage Treatment
Plants: Lessons from South Africa, Pretoria: Council for Scientific and Industrial Research.
• Rande, Santi. 2017. Evaluasi Program Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Batu Cermin
RT.06, Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara. Samarinda: Jurnal
Paradigma, Vol. 6 No. 1.
• Starkl M, Phansarkal M, et al. 2009. Evaluation of Sanitation and Wastewater Treatment
Technologies: Case Studies from India. Brussels: European Commission.

57
• Xiaoxin, Zhang et. al. 2018. Study on Evaluation Index System of Operational Performance
of Municipal Treatment Plants in China, Beijing: IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science.

Dokumen Peraturan

• Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.


• Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019.
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 33 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur.
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 4 tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik.
• Surat Keputusan Gubernur No. 643 Tahun 2015 tentang Pembentukan Provincial Project
Implementation Unit (PPIU) Program Sanitasi Berbasis Masyarakat Islamic Development
Bank (SANIMAS-IDB) Tahun 2015-2018.

Media Populer

• PAL Jaya: Pencemaran Air di DKI oleh Bakteri E.Coli Sudah Parah. Artikel tempo.co tanggal
21 Maret 2019. Diakses 25 Oktober 2019. https://metro.tempo.co/read/1187727/pal-jaya-
pencemaran-air-di-dki-oleh-bakteri-e-coli-sudah-parah/full&view=ok.

58

Anda mungkin juga menyukai