Oleh:
DM Blended Periode 24 Oktober - 5 November 2022
Dosen Penguji :
dr. Iin Noor Chozin, Sp.P(K)
Widhiastuti, N.M.S., Udam, Y., Maria, A., Aulia., N.A., Fitriani, L., Zakri., I.W., Samudro,
B., 2022. “Tumor paru, Atelektasis, Efusi Pleura, Hipoalbuminemia, dan
Sindrom Dispepsia”. Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya. Pembimbing: dr. Iin Noor Chozin, Sp.P(K)
PENDAHULUAN
Kanker paru adalah tumor ganas paru yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak
terbatas, dan merusak sel-sel jaringan normal. Kanker paru merupakan penyebab
utama keganasan di dunia dan mencapai hingga 13% dari semua diagnosis kanker.
Selain itu, kanker paru juga menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker
pada laki-laki (Kemenkes RI, 2016:1).
Data World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa sebesar 8,8 juta
kematian di tahun 2015 disebabkan oleh kanker. Dari jumlah tersebut, kanker paru
tergolong menduduki peringkat tertinggi yaitu sebesar 1,69 juta kematian, kanker hati
sebesar 788.000 kematian, kanker usus besar sebesar 774.000 kematian, kanker
perut 754.000 kematian dan kanker payudara sebesar 571.000 kematian. International
Agency for Research on Cancer (IARC) memperoleh data setidaknya 1,8 juta (12,9%)
kasus kanker paru ditemukan di tahun 2012, sehingga menjadi kasus kanker paling
umum di dunia. Faktanya, sebagian besar kasus kanker paru (58%) ditemukan di
negara-negara berkembang. Berdasarkan data Profil Mortalitas Kanker (Cancer
Mortality Profile) yang dirilis oleh WHO menyebutkan, angka kematian yang
disebabkan oleh kanker di Indonesia mencapai 195.300 orang, dengan kontribusi
kanker paru sebesar 21,8% dari jumlah kematian (Global Burden Cancer, 2012).
Kanker paru memang sudah menjadi ancaman yang mematikan bagi kaum laki-laki
dan perempuan di seluruh dunia terutama laki-laki. Di Indonesia, kanker paru menjadi
penyebab kematian utama kaum laki-laki dan lebih dari 70% kasus kanker itu baru
terdiagnosis pada stadium lanjut.
Kanker paru seringkali menyebabkan penimbunan cairan di sekitar paru paru
(efusi pleura), sehingga penderita mengalami sesak. Efusi dan adanya obstruksi pada
bronkus oleh karsinoma paru jenis epidermoid akan menyebabkan sesak napas hebat,
kadar oksigen darah yang rendah dan gagal jantung. Meskipun pada penderita
2
dilakukan aspirasi cairan pleura (torakosintesis) yang berulang-ulang, tetapi jumlah
cairan efusi pleura tetap banyak dan selalu terakumulasi kembali dengan cepat. Efusi
pada penyakit keganasan biasanya mempunyai prognosis yang buruk, dengan
harapan hidup kurang dari satu tahun. Hasil pemeriksaan radiologi pada 177 penderita
karsinoma bronkogenik (Kanker Paru) di Rumah Sakit Dr. Soetomo didapatkan
kelainan-kelainan berupa efusi pleura (54.24%), atelektasis (7.34%), pneumonia
(2.26%), tuberkulosis (2.28%), pneumotoraks (1.13%), dengan kata lain terdapat
hubungan antara kanker paru dengan kejadian efusi pleura (Alsagaff et al, 2005).
Berdasarkan uraian diatas, pada laporan kasus ini, kami akan menjelaskan hubungan
antara kanker paru dan kejadian efusi pleura sehingga dapat menjadi referensi apabila
ditemukan kasus serupa.
3
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Tn.M
Tanggal lahir : 21 September 1963
Usia : 59 tahun
Alamat : Dsn Pamotan RT 02/RW 015, Dampit Kota Malang
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Petani, sekarang di rumah saja
No. RM : 11554628
2. Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
● Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu, pada seluruh dada,
dirasakan hilang timbul, dengan durasi 10-15 menit. Sesak memberat saat
melakukan aktivitas ringan seperti naik tangga, berjalan maupun beraktivitas
sedang. DOE (+), PND (+), Orthopnea (-), keringat malam (+). Sesak
diperingan dengan tidur posisi berbaring.
● Pasien mengeluhkan batuk, bersifat hilang timbul, dengan dahak berwarna
putih dan kental, dengan volume 2 sdm/hari, batuk berdarah (-). Batuk
memberat bersamaan dengan timbulnya sesak. Keluhan batuk membuat
pasien tidak dapat tidur.
● Pasien merasakan nyeri perut, terutama di perut bagian kiri, nyeri tidak
menjalar, dengan VAS Score: 6/10. Nyeri dirasakan saat pasien makan
makanan bertekstur keras. Nyeri berkurang saat pasien berbaring.
● Pasien mengeluh lemas (+) sejak 1 minggu terakhir.
● Riwayat demam(-), mual (-), muntah (-), penurunan nafsu makan (+),
penurunan berat badan (+) turun 5 kg dalam 1 bulan terakhir, dari 49 Kg turun
menjadi 44 Kg.
● BAK dan BAB dalam batas normal
4
Pasien tidak memiliki alergi obat maupun makanan
Riwayat Merokok
Pasien merupakan perokok aktif selama 40 tahun 1-2 pak/hari (Indeks Brinkman:
480 → perokok sedang)
Riwayat kontak dengan pasien TB
Tidak ada.
Riwayat COVID
● Pasien tidak ada riwayat perjalanan 2 minggu terakhir
● Tidak positif covid
Riwayat Sosial
Pasien kesehariannya bekerja sebagai petani namun sekarang sudah berhenti
Riwayat Pengobatan :
Pasien datang ke IGD RS Prasetya Husada (27/10/22) diberikan terapi: O2 NRBM
15 lpm, IVFD NS 20 tpm, Inj. Antrain 1 gr iv extra di IGD, Inj. Omeprazole 40 mg iv,
Inj. Ondansetron 4 mg iv , Nebul ventolin 1 resp per 8 jam, Drip levofloksasin 1x500
mg iv H-1, Inj. NAC 3x200 mg iv, Inj. Metilprednisolon 3x62.5 mg iv, Inj.
Omeprazole 1x40 mg iv.
3. Pemeriksaan Fisik
● Keadaan umum : tampak sakit sedang, GCS: 456, compos mentis
● Tekanan darah : 115/66 mmHg
● Pulse rate : 95 x/menit
● Respiratory rate : 24 x/menit,
● SpO2 : 97% on SM 5 lpm
● Tax : 37 °C
● LLA : 17,5 cm (underweight)
Cor
● Inspeksi : Iktus tidak tampak
● Palpasi : teraba pada ICS V MCL Sinistra
● Perkusi : Batas jantung kanan di parasternal line dekstra, batas jantung kiri di
ICS 5 MCL sinistra
5
● Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi:
● Statis: dinding dada dextra dan sinistra simetris
● Dinamis: dinding dada dextra dan sinistra simetris, tidak ada hemitoraks yang
tertinggal.
Palpasi:
● Ekspansi: D=S
● Stem fremitus
Anterior: Posterior:
menurun↓/normal normal/menurun↓
menurun↓/normal normal/menurun↓
menurun↓/normal normal/menurun↓
Perkusi:
Anterior: Posterior:
dullness/sonor sonor/dullness
dullness/sonor sonor/dullness
dullness/sonor sonor/dullness
Auskultasi:
● Suara nafas
Anterior: Posterior:
ves↓/ves ves/ves↓
ves↓/ves ves/ves↓
ves↓/ves ves/ves↓
● Rhonki
Anterior: Posterior:
-/- -/-
-/- -/-
+/- -/+
6
● Wheezing
Anterior: Posterior:
-/- -/-
-/- -/-
-/- -/-
Abdomen:
● Flat, BU (+) meningkat, liver span 9 cm, traube’s space tympani, nyeri tekan (+)
regio epigastrium dan umbilicus.
Ekstremitas:
● Edema (-|-) ; akral hangat (+|+), CRT < 2 detik
(-|-) (+|+)
4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Laboratory Finding
Value
28 Oktober 2022 (RSSA)
Hb 12,20 (↓) g/dL 13,4 - 17,3
RBC 3,63 (↓) juta 4,74 - 6,32
WBC 10,27 10^3/mm3 5,07 – 11,10
Hematocrite
34,90 (↓) % 39,90 - 51,10
7
Faal Hemostasis RSSA (28/10/22)
Bilirubin Indirek
0,12 mg/dL <0,75
8
Neuron Spesifik Enolase (NSE) 186,90(↑) ng/mL <16,3
9
Interpretasi:
10
PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD
P.Mo dan
Cue and Clue PL IDx PDx PTx
P. Ed
Tn. Mudjiadi/59 th/11554628/R.Dahlia bed 229A 1. Lung 1.1 CT Non Mo:
Anamnesis: Malign Susp Scan Farmakologi: -S
- Sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu pada seluruh ancy Lung Thorax Bed rest - VS
dada, hilang timbul, durasi 10-15 menit, memberat Tumor - Karnofsky
ketika aktivitas ringan seperti naik tangga, berjalan D KS Farmakologi: score
maupun beraktivitas sedang, dan diperingan dengan
tidur posisi berbaring. DOE (+), PND (+). 70-80, - Oksigen 2-4 - CXR
- Batuk hilang timbul, dahak berwarna putih dan kental Kx lpm NC - Lab CEA,
dengan volume 2 sdm/hari, darah (-), memberat atelekta - IVFD NS : NSE
bersamaan dengan timbulnya sesak sehingga sis paru BFluid 2 : 1
membuat pasien sulit tidur. D, susp 1500 cc / 24 P.Ed:
- Lemas (+) sejak 1 minggu terakhir efusi jam Edukasi
- Terdapat penurunan nafsu makan & berat badan pleura
sebanyak 5 kg dalam 1 bulan terakhir. pasien
- Riwayat merokok 1-2 pak/hari sejak 40 tahun yang lalu mengenai
→ Indeks Brinkman = perokok sedang kondisi
pasien,
planning
Pemeriksaan fisik (31/10/2022)
diagnosis
TD 115/66 mmHg ; HR 95x/menit ;RR 24x/menit
dan
SpO2 97% on SM 5 lpm
planning
Thorax
terapi.
Inspeksi
Statis D=S, dinamis D=S, Ekspansi D=S
Palpasi
SF A : ↓ | N P: ↓ | N
↓|N ↓|N
↓|N ↓|N
Perkusi: A D | S P D|S
D|S D|S
D|S D|S
Auskultasi:
SN: A/P v↓ | v Rh - |- Wh -|-
v↓ | v - |- -|-
v↓ | v +|+ -|-
Pemeriksaan Penunjang
- Tumor marker: NSE 186,90(↑) ; Hb 12,20 g/dL ↓,
RBC 3,63 ↓, HCT 34,90, Eosinophil 0,40% ↓
- Chest X- ray: Trakea devisasi ke kanan. Tampak
opasitas homogen pada hemithorax kanan yang
menutupi sudut costophrenicus kanan,
hemidiafragma kanan, batas kanan jantung, dan
sebagian paru kanan. Infiltrate/fibrosis/cavitas tidak
dapat dievaluasi. Kesimpulan = Atelektasis paru
kanan
11
Cue and Clue PL IDx PDx PTx P.Mo dan P. Ed
Tn. Mudjiadi/59 th/11554628/R.Dahlia bed 229A 2. 2.1 - Non PMo:
Anamnesis Collapse Atelektas Farmakologi: - subjektif
● Sesak nafas sejak 1 minggu yang lal, Lung D is Lung D - Oksigen - vital sign
memberat ketika aktivitas ringan dan dt Tumor 2-4 lpm NC
diperingan dengan tidur posisi berbaring. - Thoracosin
DOE (+), PND (+).
● Batuk memberat dengan sesak dan tesis P.Ed:
berdahak berwarna putih dan kental dengan - Breathing - Edukasi pasien
volume 2 sdm/hari, darah (-). exercise mengenai kondisi
● Lemas (+) sejak 1 minggu terakhir pasien, planning
● Terdapat penurunan nafsu makan & berat Farmakologi: diagnosis dan
badan sebanyak 5 kg dalam 1 bulan terakhir. Treat planning terapi.
● Riwayat merokok 1-2 pak/hari sejak 40 tahun underlying
yang lalu disease.
Pemeriksaan fisik (31/10/2022)
TD 115/66 mmHg ; HR 95x/menit ;RR 24x/menit
SpO2 97% on SM 5 lpm
Thorax
Inspeksi
Statis D=S, dinamis D=S, Ekspansi D=S
Palpasi
SF A : ↓ | N P: ↓ | N
↓|N ↓|N
↓|N ↓|N
Perkusi: A D | S P D|S
D|S D|S
D|S D|S
Auskultasi:
SN: A/P v↓ | v Rh - |- Wh -|-
v↓ | v - |- -|-
v↓ | v +|+ -|-
Pemeriksaan penunjang
CXR RSU Prasetya Husada (27/10/2022)
Trachea: tampak deviasi ke kanan
Pulmo D :Tampak opasitas homogen pada
hemithorax kanan yang menutupi sudut
costophrenicus kanan, hemidiafragma kanan,
batas kanan jantung, dan sebagian paru kanan,
infiltrate (-), fibrosis (-), cavitas (-)
Kesimpulan : Atelektasis Paru Kanan
12
Proble
Cue and Clue IDx PDx PTx P.Mo dan P. Ed
m List
Tn. Mudjiadi / 59 th / 11554628/ R. Dahlia bed 229A 3. Efusi 3.1 dt ● USG Non PMo:
Anamnesis : pleura malignan ● Analisis - TTV
● Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 1 Farmakologi:
minggu yang lalu, pada seluruh dada, D cy Cairan - Thoracosin - Keluhan sesak
dirasakan hilang timbul, dengan durasi 10-15 minimal Pleura - volume efusi
menit. Sesak memberat saat melakukan tesis
● Sitologi pleura
aktivitas ringan seperti naik tangga, berjalan Cairan - Breathing
maupun beraktivitas sedang. DOE (+), PND exercuise - hasil sitologi
(+), Orthopnea (-), keringat malam (+). Sesak Pleura
cairan pleura
diperingan dengan tidur posisi berbaring.
● Pasien mengeluhkan batuk, bersifat hilang Farmakologi:
timbul, dengan dahak berwarna putih dan
kental, dengan volume 2 sdm/hari, batuk
Treat
underlying P.Ed:
berdarah (-). Batuk memberat bersamaan
dengan timbulnya sesak. Keluhan batuk - Edukasi pasien
disease. mengenai kondisi
membuat pasien tidak dapat tidur.
● Pasien merasakan nyeri perut, terutama di pasien, planning
perut bagian kiri, nyeri tidak menjalar, dengan diagnosis dan
VAS Score: 6/10. Nyeri dirasakan saat pasien
makan makanan bertekstur keras. Nyeri planning terapi.
berkurang saat pasien berbaring.
13
Problem P.Mo dan
Cue and Clue IDx PDx PTx
List P. Ed
Tn.Mudjiadi/59 th/11554628/R. Dahlia 4. 4.1 - Non PMo:
bed 229A Hipoalbumin Hypercatabolic Farmakologi: -S
ANAMNESIS: emia state Diet TKTP - VS
- Pasien merasa badan lemas 4.2 Low intake ekstra putih telur - Evaluasi
1 minggu terakhir
- Penurunan nafsu makan (+) Albumin
14
P.Mo dan
Cue and Clue PL IDx PDx PTx
P. Ed
Tn.Mudjiadi/59 th/11554628/R. 5. 5.Peptic endoscopy Non PMo:
Dahlia bed 229A Dyspepsia Ulcer Farmakologi: -S
ANAMNESIS: sindrome Disease - Bed rest - VS
- Nyeri perut ulu hati tengah, Farmakologi: P.Ed:
1 minggu SMRS - IV - Edukasi
omeprazole pasien
1x40 mg mengenai
Pemeriksaan Fisik (31/10/2022) ; kondisi pasien,
Abdomen : flat, BU (+) meningkat,
planning
liver span 9 cm, traube’s space
diagnosis dan
tympani, nyeri tekan (+) regio
planning terapi.
epigastrium dan umbilicus
15
PEMBAHASAN
1. LUNG TUMOR
1. Definisi: Lung tumor adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari parusendiri (primer), kanker paru primer adalah
tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinomabronkus =
bronchogenic carcinoma).
2. Menurut WHO (2018), penyebab utama ketiga kematian di dunia dengan
jumlah kematian 9,6 juta kematian adalah kanker paru. Pada sisi lain, pada
tahun 2014, lebih dari 1,5 juta orang Indonesia meninggal dunia yang
disebabkan oleh kanker paru.
a. Anamnesis
i. Gejala klinis tidak khas, mayoritas pasien mengeluhkan batuk
(60-70%), sesak napas, dan nyeri ada dalam jangka waktu
panjang, dan hemoptisis
ii. Gejala lain: pancoast syndrome (nyeri pada lengan, sindrom
horner), suara serak
iii. Gejala sistemik: penurunan BB singkat, nafsu makan menurun,
demam hilang timbul, nyeri sendi (terutama tulang belakang),
gejala paraneoplastik
b. Pemeriksaan Fisik
i. Kondisi Umum & performance status (karnofsky score)
16
iii. Status lokalis: benjolan leher/ketiak/dinding dada, pembesaran
KGB
iv. Inspeksi: peningkatan JVP, retraksi dinding dada/perubahan
dinding dada
v. Palpasi: perubahan stem fremitus, pengembangan dinding dada
tidak simetris
vi. Perkusi: dullness (efusi pleura, masa tumor, atelektasis)
vii. Auskultasi: penurunan suara nafas, wheezing/stridor
c. Pemeriksaan penunjang
i. Pemeriksaan laboratorium: DL, Fungsi hepar, fungsi ginjal
ii. Pemeriksaan PA: sitologi/histoPA, imunohistokimia, biomarker
mutasi EGFR
iii. Pemeriksaan imaging
iv. Foto thoraks AP/Lateral: merupakan modalitas terapi awal yang
disarankan.
v. CT scan thorax d/kontras: pemeriksaan radiologis gold standard
untuk kasus kanker paru
vi. CT scan kepala d/ kontras, Bone scan, USG abdomen:
pemeriksaan pada kasus dengan kecurigaan metastasis
vii. PET-Scan
viii. Pemeriksaan Khusus
Bronkoskopi (FOB): dapat digunakan sebagai visualisasi tumor
intraluminal dan pengambilan sampel
d. Rekomendasi alur pemeriksaan setelah diagnosis tegak secara klinis
1. Foto toraks ap/lateral
2. CT scan toraks
3. Bronkoskopi
4. Biopsi bronkus (sitologi/histologi)
5. FNAB (sitologi)
6. TTB (sitologi/histologi)
7. Endobrachial ultrasound
8. Biopsi pleura
9. Molekular marker
17
Penegakan Diagnosis
18
Sumber : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Kanker Paru di Indonesia, PDPI edisi 2015
2. Staging tumor
a. Tumor Primer (T)
i. Tx: tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil radiologi dan
bronkoskopi tetapi sitologi sputum atau bilasan bronkus positif
(ditemukan sel ganas)
ii. T0: tidak tampak lesi atau tumor primer
iii. Tis: Carcinoma in situ T1 ukuran terbesar tumor primer ≤ 3 cm
tanpa lesi invasi intra bronkus yang sampai ke proksimal bronkus
lobaris
iv. T1a: Ukuran tumor primer ≤ 2 cm T1b Ukuran tumor primer > 2 cm
tetapi ≤ 3cm
v. T2: Ukuran terbesar tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 7 cm, invasi
intrabronkus dengan jarak lesi ≥ 2 cm dari distal karina, berhubungan
19
dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif pada daerah hilus atau
invasi ke pleura visera T2a Ukuran tumor primer > 3cm tetapi ≤ 5 cm
vi. T2b: Ukuran tumor primer > 5cm tetapi ≤ 7 cm
vii. T3: Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi dinding
dada termasuk sulkus superior, diafragma, nervus phrenikus,
menempel pleura mediastinum, pericardium. Lesi intrabronkus ≤ 2 cm
distal karina tanpa keterlibatan karina. Berhubungan dengan
atelektasis atau pneumonitis obstruktif di paru. Lebih dari satu nodul
dalam satu lobus yang sama dengan tumor primer.
viii. T4: Ukuran tumor primer sembarang tetapi telah melibatkan atau
invasi ke mediastinum, trakea, jantung, pembuluh darah besar, karina,
nervus laring, esophagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul
berbeda lobus pada sisi yang sama dengan tumor (ipsilateral).
b. Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)
i. Nx Metastasis ke KGB mediastinum sulit dinilai dari gambaran radiologi
ii. N0 Tidak ditemukan metastasis ke KGB
iii. N1 Metastasis ke KGB peribronkus (#10), hilus (#10), intrapulmonary
(#10) ipsilateral
iv. N2 Metastasis ke KGB mediastinum (#2) ipsilateral dan atau subkarina
(#7)
v. N3 Metastasis ke KGB peribronkial, hilus, intrapulmoner, mediastinum
kontralateral dan atau KGB supraklavikula
3. Metastasis (M)
i. Mx Metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologi
ii. M0 Tidak ditemukan metastasis
iii. M1 Terdapat metastasis jauh
iv. M1a Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura
ganas, efusi pericardium M1b Metastasis jauh ke organ lain (otak,
tulang, hepar, atau KGB leher, aksila, suprarenal, dll)
20
4. Diagnosis banding: ∙ Tumor mediastinum ∙ Metastasis tumor di paru ∙ Tuberkuloma
5. Tatalaksana
a. Terapi dibagi atas dua:
i. Kanker paru jenis bukan sel kecil (Non-small cell carcinoma),
ii. kanker paru jenis karsinom asel kecil (Small cell carcinoma)
b. Terapi Kanker paru Non-small cell carcinoma (SCC, adenokarsinoma, large cell
carcinoma)
i. Bedah: merupakan modalitas dan terapi utama dari sebagian besar
non-small cell carcinoma (terutama stadium I-II dan stasidum IIIA
paska kemoterapi. Opsi pembedahan: lobektomi, segmentektomi,
reseksi sublobar, teknik bronkoskopi
ii. Radioterapi: radioterapi dapat berperan dalam semua stadium sebagai
terapi kuratif definitif maupun ajuvan atau paliatif.
iii. Kemoterapi: dapat diberikan sebagai modalitas adjuvant stadium awal
ataup adjuvant paska pembedahan.(Syarat pemberian: karnofsky score
>60/WHO 0-2).
1. Lini pertama: sisplatin, dan karboplatin (berbasis platinum)
etoposid, gemsitabin, paklitaksel, vinoralbin (tidak berbasis
platinum)
21
2. Lini kedua: doksetaksel dan pemetreksat
iv. Targeted terapi: diberikan pada penderita dengan stadium IV
v. Terapi kombinasi (radiasi + kemoterapi): dapat diberikan secara
bersamaan (Concurrent therapy), selang-seling (alternating therapy)
atau sekuensial, regimen paling baik adalah dengan concurrent
therapy.
vi. Pilihan terapi berdasarkan stadium:
1. stadium 0: PDT,
2. stadium I: pembedahan + VATS/radiasi atau kemoterapi.
Pembedahan + kemoterapi adjuvant;
3. stadium II: reseksi bedah + kemoterapi + radiasi ajuvant/terapi
radiasi kuratif;
4. stadium IIIA: pembedahan + radiasi + kemoterapi (tidak
terdapat buly limfadenopati);
5. stadium IIIB: radiasi +kemoterapi;
6. stadium IV: radioterapi+kemoterapi.
c. Kanker paru small cell carcinoma
i. Stadium terbatas (LD): kemoterapi berbasis platinum + terapi radiasi
toraks
ii. Stadium lanjut (ED): kemoterapi kombinasi/radiasi paliatif
22
2. Atelektasis
a. Definisi
Kondisi kehilangan volume paru akibat kolapsnya jaringan paru . Klasifikasi secara
patofisiologi:
● Obstruktif : atelektasis yang terjadi karena adanya penutupan atau hambatan pada
jalur nafas, udara yang tertahan pada bagian distal akan terserap pada alveoli
23
nonrespiratorik sehingga pada bagian yang terkena akan kehilangan unsur gas
dan mengalami kolaps
● Non-obstruktif
○ Relaksasi : kehilangan hubungan antara pleura viseral dan pleura parietal
(pneumothorax, large emphysematous bulla)
○ Kompresif : terdapat lesi yang menempati ruang thorax (efusi pleura yang
terlokalisir, diafragma yang terelevasi, massa)
○ Adhesif : instabilitas alveoli karena defisiensi atau disfungsi surfaktan (distress
pernafasan neonatus, ARDS pada dewasa)
○ Sikatrik : penurunan volume paru karena lesi (granulomatosa, necrotizing
pneumonia, pneumonitis)
○ Pergantian : seluruh alveoli pada lobus terisi oleh malignansi (mucinous
adenocarcinoma)
○ Akselerasi : pada pilot yang menjalani kecepatan tinggi menuju ketinggian
○ Rounded atelectasis : terasosiasi pada kelainan pleura, paparan asbestos
○ Plate-like atelectasis : terjadi pada bagian paru yang memiliki ventilasi paling
rendah, dekat dengan skar
b. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorax didapatkan:
● Terdapat penurunan udara pada sisi yang terkena → peningkatan densitas
● Pengurangan volume paru
● Penarikan fisura interlobaris
● Distorsi anatomis (penarikan mediastinum, deviasi trakea)
Kemudian pada pemeriksaan radiologis pasien yang dilaksanakan pada tanggal 27
Oktober 2022 didapatkan:
24
● Trakea : deviasi ke arah kanan
● Pulmo : Tampak opasitas homogen pada hemithorax kanan yang menutupi sudut
costophrenicus kanan, hemidiafragma kanan, batas kanan jantung, dan sebagian
paru kanan. Infiltrate/fibrosis/cavitas tidak dapat dievaluasi.
25
3. Efusi Pleura
● Definisi: Efusi pleura merupakan suatu akumulasi cairan yang abnormal didalam kavum
pleura yang disebabkan karena adanya gangguan homeostatik berupa adanya produksi
cairan yang berlebihan atau karena adanya penurunan absorpsi cairan.
● Klasifikasi etiologi (Light’s criteria)
○ Pleural fluid protein/serum protein ratio more than 0.5
○ Pleural fluid lactate dehydrogenase (LDH)/serum LDH ratio of more than 0.6
○ Pleural fluid LDH is more than two-thirds of the upper limits of normal laboratory
value for serum LDH.
- Eksudatif: (apabila ada 1 dari kriteria diatas) seringkali disebabkan oleh infeksi,
keganasan dan penyakit inflamasi/autoimun
- Transudatif: disebabkan oleh kongesti akibat gagal jantung kanan, sindroma
nefrotik, sirosis hepatis, hipoalbumin
● Gejala umum: sesak nafas, nyeri pleuritik, batuk, demam 🡪 gejala berhubungan dengan
jumlah/volume cairan yang ada di dalam cavum pleura
● Pemeriksaan fisik: suara nafas menurun dan didapatkan pekak pada perkusi pada
lapang paru yang terdampak, Pleural rub, tanda kongesti pada gagal jantung
26
Krishna R, Rudrappa M. Pleural Effusion. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing
● Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan radiologis: CXR, USG, CT scan
- Pemeriksaan khusus: Diagnostic thoracentesis & fluid analysis, biopsi pleura
- Komponen fluid analysis:
Glukosa
Kolesterol
Laktat dehidrogenase
Protein
Sel darah dan differential count
Analisis mikroba
27
28
● TATALAKSANA
29
4. Hipoalbuminemia
a. Definisi: Kadar albumin dalam darah <3,5 g/dL yang dimana dikarenakan kondisi tubuh
tidak menghasilkan albumin atau terjadi kehilangan albumin melalui ginjal,
gastrointestinal, kulit, peningkatan katabolisme albumin yang dimana albumin berfungsi
untuk menjaga cairan dalam pembuluh darah.
b. Etiologi:
- Penurunan sintesis: Sirosis, sindrom malabsorbsi, defisiensi nutrisi
- Peningkatan katabolisme: Infeksi, sepsis, kanker
- Perubahan distribusi: Hemodilusi, peningkatan transkapiler (gagal jantung,
vaskulitis, diabetes)
- Peningkatan clearance: renal sindrom (sindrom nefritik), luka bakar berat,
Gastrointestinal tract (enteropati)
c. Manifestasi klinis:
- Lemas
- Sesak napas
- Pitting edema
- Central edema (asites, efusi pleura)
- urin berwarna gelap
d. Tatalaksana:
- Mencari penyebab utama dari hipoalbuminemia dan menatalaksana penyebab
utamanya
- Pemberian suplemen albumin (vipalbumin, putih telur)
- Transfusi albumin (untuk pasien luka bakar)
30
5. Sindrome Dispepsia
a. Definisi: Dispepsia merupakan penyakit sindrom gejala yang sering ditemukan di
kalangan masyarakat yang ditandai dengan adanya rasa nyeri atau tidak nyaman pada
bagian atas atau ulu hati.
b. Klasifikasi: Dispepsia diklasifikasikan menjadi organik dan fungsional. Gejala dapat
berlangsung kronis dan kambuhan sehingga berdampak bagi kualitas hidup penderita..
Dispepsia juga bisa disebabkan karena kumpulan gejala berupa mual, muntah,
kembung, begah, dan nyeri pada epigastrium. Kejadian dispepsia dapat dipengaruhi
oleh keteraturan makan dan makanan iritatif.
● Organik → terjadinya gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna,
seperti pankreas, kandung empedu,dll
● Fungsional → dipicu karena faktor psikologis dan faktor intoleran terhadap
obat-obatan dan jenis makanan tertentu. Klasifikasi dispepsia fungsional sebagai
berikut:
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan
31
awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang:
1. Adanya rasa kembung di daerah perut bagian atas atau mual setelah makan atau
bersendawa yang berlebihan
2. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom nyeri epigastrium.
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan
awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang:
1. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun tanpa menjalar ke daerah
retrosternal
2. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan, namun mungkin timbul saat
puasa
3. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distres setelah makan.
c. Penatalaksanaan
Non-Farmakologi
Mengatur Pola Hidup Sehat Olahraga secara teratur, menjaga berat badan ideal.
Hindari:
- berbaring setelah makan
- makan banyak terutama pada malam hari
- Merokok
- makanan lemak tinggi dan pedas
- minuman asam, bersoda, alkohol dan kafein
Farmakologi
Antihiperasiditas Antasida
- menetralisir sekresi asam lambung
- hanya bersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri.
Sukralfat
- melindungi tukak lambung agar tidak teriritasi asam lambung
32
dengan membentuk lapisan dinding pelindung.
33
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
35