Anda di halaman 1dari 3

Definisi hukum pidana

Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan
memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti
perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi,
Undang-Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur
perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya.

Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-Najar dalam diktat “Pengantar Ilmu Hukum”-nya
mengetengahkan defenisi Hukum Pidana sebagai “Kumpulan kaidah-kaidah Hukum yang
menentukan perbuatan-perbuatan pidana yang dilarang oleh Undang-Undang, hukuman-
hukuman bagi yang melakukannya, prosedur yang harus dilalui oleh terdakwa dan
pengadilannya, serta hukuman yang ditetapkan atas terdakwa.”

Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang
mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

• Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan
tersebut.

• Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

• Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada
orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Pengertian tindak pidana menurut hukum Islam sangat sejalan dengan pengertian tindak
pidana (delik) menurut hukum konvensional kontemporer. Pengertian tindak pidana dalam
hukum konvensional ialah segala bentuk perbuatan yang dilarang oleh hukum, baik dengan
cara melakukan perbuatan yang dilarang maupun meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.
Dalam hukum konvensional, suatu perbuatan atau tidak berbuat dikatakan sebagai tindak
pidana apabila diancam hukuman terhadapnya oleh hukum pidana konvensional.

Pengertian hukum pidana Islam

Hukum pidana Islam merupakan perbuatan yang dilarang oleh Syara’ dan diancam oleh Allah
dengan hukuman hudud, qishash, diyat, atau ta’zir. Syara’ adalah suatu perbuatan yang
dianggap tindak pidana apabila dilarang oleh Syara’. Seperti yang dikemukakan oleh Imam Al-
Mawardi bahwa Jarimah adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh Syara’ yang diancam oleh
Allah dengan hukuman had atau ta’zir.

1. Jarimah

Hukum pidana Islam dalam bahasa Arab disebut dengan Jarimah atau jinayah. Secara etimologi,
Jarimah berasal dari kata 'jarama-yajrimu-jarimatan', yang berarti "berbuat" dan "memotong".
Kemudian secara khusus digunakan terbatas pada "perbuatan dosa" atau "perbuatan yang
dibenci". Kata Jarimah juga berasal dari kata 'ajrama-yajrimu' yang berarti "melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan kebenaran, keadilan, dan menyimpang dari jalan yang lurus".
( Muhammad abu Zahrah, al-jarimah wa al-'uqubat fi al-fiqh Al-islami, (Kairo:al-anjlu al-
mishriyah, T. th.), Hal. 22)

Secara terminologis, Jarimah yaitu larangan-larangan Syara' yang diancam oleh Allah dengan
hukuman hudud dan takzir.(Ahmad hanafi, asas asas hukum pidana Islam, (Jakarta: bulan
bintang 1990), hal. 1). Dalam hukum positif Jarimah diartikan dengan peristiwa pidana, tindak
pidana, perbuatan pidana atau delik.

Menurut Qanun no. 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat, bahwa yang dimaksud dengan
Jarimah adalah perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam yang dalam Qanun ini diancam
dengan uqubah hudud dan/atau takzir.(Pemda Aceh, Qanun no. 6 tahun 2014 tentang
hukuman jinayat, bab I ketentuan umum, pasal 1 angka (16) ).

Suatu perbuatan dapat dinamai suatu jarimah (tindak pidana, peristiwa pidana atau delik)
apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau masyarakat baik jasad
(anggota badan atau jiwa), harta benda, keamanan, atau aturan masyarakat, nama baik,
perasaan atau hal-hal yang harus dipelihara dan dijunjung tinggi keberadaannya. Artinya,
jarimah adalah dampak dari perilaku tersebut yang menyebabkan kepada pihak lain, baik
berbentuk material (jasad, nyawa atau harta benda) maupun yang berbentuk non materi atau
gabungan nonfisik seperti ketenangan, ketentraman, harga diri, adat istiadat dan sebagainya

Telah disebutkan di atas bahwa, jarimah itu merupakan larangan-larangan syara’ yang
diancamkan dengan hukuman hadd atau ta'zir. Dengan menyebutkan kata-kata syara'
dimaksudkan bahwa larangan-larangan harus datang dari ketentuan-ketentuan (nash-nash)
syara'. Dan berbuat atau tidak berbuat baru dianggap sebagai jarimah apabila diancamkan
hukuman kepadanya. Karena perintahperintah dan larangan-larangan tersebut datang dari
syara', maka perintah-perintah dan larangan-larangan tersebut hanya ditujukan kepada orang-
orang yang berakal sehat dan dapat memahami pembebanan (taklif) dan orangnya disebut
mukallaf [Mukallaf ialah seorang muslim yang telah akil baligh (dewasa). Dalam Ushul Fiqih
mukallaf disebut juga al-mahkum 'alaihi (subyek hukum) yaitu orang yang telah dianggap
mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah SWT maupun dengan
larangan-Nya. sebab pembebanan itu artinya panggilan, dan orang yang tidak dapat memahami
seperti hewan dan benda-benda mati tidak mungkin menjadi obyek panggilan tersebut. (Abdul
Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Ted, Noer Iskandar, Kaidah-kaidah Hukum Islam ( Ilmu Ushul
Fiqih), Ed. 1,( Jakarta, PT. Raja Grafindo,2000), Cet- 7, hal 3 )

Anda mungkin juga menyukai