ii
SEJARAH JALUR KERETA API
BANJAR-PANGANDARAN-CIJULANG
1916-2018
PENULIS
DIREKTORAT SEJARAH
DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2019
iii
SEJARAH JALUR KERETA API
BANJAR-PANGANDARAN-CIJULANG
1916-2018
Penulis :
Gurnito Rakhmat Wijokangko
Intrias Ovjantiono Herlistiarto
Adhitya Hatmawan
Penyunting :
Aditya Dwi Laksana
Tata Letak :
Fadliansyah
Perancang Sampul :
Fadliansyah
Penerbit :
Direktorat Sejarah
Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kompleks Kemdikbud, Gedung E, Lantai 9,
Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta 10270,
Telp: 0215725540
Cetakan Tahun 2019
ISBN :
MILIK NEGARA
TIDAK DIPERDAGANGKAN
iv
KATA PENGANTAR
v
vi
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
vii
viii
LEMBAR PENGESAHAN PENDAMPING
Pembimbing
ix
x
Buku
“Sejarah Jalur Kereta Api
Banjar-Pangandaran-Cijulang
1916-2018”
xi
xii
SAMBUTAN DIREKTUR SEJARAH
KEMENTERIAN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
Oleh karenanya, kami sangat menyambut baik kehadiran Buku “Sejarah Jalur
Kereta Api Banjar-Pangandaran-Cijulang 1916-2018”, karena tidak hanya
menyajikan mengenai riwayat dari salah satu jalur KA yang sudah tidak lagi
beroperasi, namun juga mengulik tinggalan-tinggalan bersejarah yang masih
dapat dijumpai pada jalur tersebut. Keberadaan buku ini juga mendorong
upaya pelestarian tinggalan-tinggalan yang ada agar dapat memberikan
kemanfaatan yang lebih, baik untuk tujuan edukasi kesejarahan maupun untuk
mendukung pengembangan perekonomian wilayah setempat. Pengembangan
perekonomian wilayah tersebut tidak saja dapat diwujudkan melalui pelestarian
tinggalan-tinggalan yang dapat dikemas menjadi destinasi wisata sejarah
perkeretaapian, tetapi juga dari potensi reaktivasi jalur KA dimaksud.
ttd
Dra. Triana Wulandari, M.Si
xiii
xiv
ABSTRAK
Seiring dinamika perkembangan zaman, saat ini ribuan kilometer jalur Kereta
Api (KA) di Indonesia sudah tidak beroperasi lagi dan menjadi jalur mati.
Penyebab matinya banyak jalur KA di Indonesia terutama karena keterbatasan
kondisi sarana dan prasarana, tingginya biaya operasional dan sulit bersaing
dengan angkutan jalan raya. Sebagian besar jalur KA nonaktif ini dalam
kondisi yang menyedihkan karena tidak terpelihara, dan banyak yang telah
beralih fungsi dan sirna tanpa bekas. Padahal, jalur-jalur KA nonaktif ini
meninggalkan warisan kesejarahan yang amat berharga bagi bangsa ini berupa
tinggalan-tinggalan aset bersejarah perkeretaapian serta potensi pemanfaatan
lainnya.
xv
xvi
DAFTAR ISI
xvii
xviii
DAFTAR GAMBAR
xix
pegunungan.
Gambar 24. Stasiun Banjar tahun 1970, terlihat kereta penumpang
menuju Cijulang di sebelah kanan (lingkaran merah).
Gambar 25. Stasiun Pangandaran di tahun 1921-an.
Gambar 26. Terowongan Hendrik (foto kiri) saat beroperasi di masa
Hindia Belanda. Terowongan Juliana (foto kanan) saat
beroperasi di masa Hindia Belanda.
Gambar 27 : Terowongan Wilhelmina saat beroperasi di masa Hindia
Belanda.
Gambar 28 : Jembatan Cipamotan/Cikacepit saat beroperasi di masa
Hindia Belanda.
Gambar 29 : Metode pemasangan jembatan besar di jalur Bandjar
- Parigi der Staatspoorwegen di Jawa dengan bantuan
derek depan sepanjang 80 M.
Gambar 30 : Pembangunan Jembatan Cikacepit (Cipamotan) pada
tahun 1917 dengan menggunakan teknologi derek yang
diletakkan di rel.
Gambar 31. Jembatan selesai dilihat dari samping. Rekaman dari 5
September 1916.
Gambar 32. Daftar Stasiun lintas Banjar-Cijulang
Gambar 33. Infografis, stasiun dan perhentian di jalur Banjar-Cijulang.
Gambar 34. Tabel perjalanan KA Banjar-Cijulang pp tahun 1931
Gambar 35. Bangunan Stasiun Pangandaran semasa beroperasi.
Gambar 36. Bangunan Stasiun Pangandaran setelah tahun 1949, saat
sudah tidak lagi beropeasi.
Gambar 37. Stasiun Banjar tahun 2016.
Gambar 38. Bekas Dipo Lokomotif dan menara air Stasiun Banjar
tahun 2016
Gambar 39. Menara air Stasiun Banjar serupa dengan menara air di
Balai Yasa Manggarai
Gambar 40. Bekas alat pemutar lokomotif Stasiun Banjar tahun 2016.
Gambar 41. Bekas rumah sinyal Stasiun Banjar di sisi timur tahun
2016.
Gambar 42. Stasiun Banjar tahun 1970, terlihat kereta penumpang
menuju Cijulang di sebelah kanan.
xx
Gambar 43. Kondisi Stasiun Banjar tahun 2016 (foto kanan) Bekas
jalur menuju Cijulang ditandai dengan garis terputus
warna merah.
Gambar 44. Stasiun Banjar tahun 2016. Bekas jalur percabangan ke
Banjar ditandai dengan garis terputus warna merah
Gambar 45. Bekas tiang sinyal keluar menuju Cijulang di Stasiun
Banjar tahun 2016.
Gambar 46. Bekas rumah sinyal di sisi barat Stasiun Banjar tahun
2016.
Gambar 47. Bekas rel selepas Stasiun Banjar menuju Cijulang tahun
2016.
Gambar 48. Bekas terowongan KA Philip tahun 2018.
Gambar 49. Bekas jalan rel menuju terowongan KA Philip tahun
2016.
Gambar 50. Bekas jembatan KA Ciseel tahun 2016.
Gambar 51. Bekas pondasi jembatan KA Ciseel tahun 2016.
Gambar 52. Bekas rel KA memotong Jalan Raya Banjar-Pangandaran
tahun 2016.
Gambar 53. Bekas tubuh jalan rel di lintas Banjar-Banjarsari.
Gambar 54. Bekas jembatan KA di atas Jalan Raya Banjar-
Pangandaran tahun 2016.
Gambar 55. Bekas Stasiun Banjarsari tahun 2019.
Gambar 56. Bekas papan nama Stasiun Banjarsari tahun 2016 yang
sudah tidak ada.
Gambar 57. Bekas gudang Stasiun Banjarsari tahun 2019.
Gambar 58. Bekas sumur air Stasiun Banjarsari (foto kanan) tahun
2019.
Gambar 59. Bekas jembatan KA di atas jalan desa.
Gambar 60. Bekas jembatan KA Cikawasen tahun 2016.
Gambar 61. Bekas jembatan KA Ciganjeng tahun 2016.
Gambar 62. Bekas jembatan KA Cikawasen tahun 2016.
Gambar 63. Bekas stasiun Kalipucang tahun 2019.
Gambar 64. Bekas stasiun Kalipucang tahun 2019.
Gambar 65. Bekas sisa emplasemen stasiun Kalipucang tahun 2016.
Gambar 66. Bekas menara air stasiun Kalipucang tahun 2019.
xxi
Gambar 67. Bekas jembatan KA melintasi anak Sungai Citanduy pada
tahun 2016.
Gambar 68. Bekas jembatan KA melintasi jalan desa pada tahun 2018.
Gambar 68. Bekas jembatan KA melintasi jalan desa pada tahun 2018.
Gambar 69. Bekas Bekas terowongan KA Hendrik pada tahun 2019.
Gambar 70. Bekas terowongan KA Hendrik digunakan sebagai akses
pejalan kaki maupun kendaraan bermotor.
Gambar 71. Bekas jembatan KA Cikacepit tahun 2016.
Gambar 72. Bekas jembatan KA Cikacepit tahun 2019.
Gambar 73. Bekas jembatan KA Cikacepit dari kejauhan. Tampak
di latar belakang adalah Segara Anakan, Cilacap. Foto
diambil pada tahun 2009.
Gambar 74. Bekas terowongan KA Juliana tahun 2016.
Gambar 75. Bagian dalam bekas terowongan KA Juliana tahun 2016.
Gambar 76. bekas terowongan KA Wilhelmina tahun 2018.
Gambar 77. Konstruksi dinding terowongan KA Wilhelmina tahun
2016.
Gambar 78. Sleko terowongan KA Wilhelmina, tempat perlindungan
pejalan kaki dalam terowongan tahun 2016.
Gambar 79. Bekas pondasi jembatan KA Cipambokongan tahun 2010.
Gambar 80. Bekas pondasi jembatan KA Cipambokongan tahun 2013.
Gambar 81. Bekas pondasi jembatan KA Cikabuyutan tahun 2010.
Gambar 82. Bekas pondasi jembatan KA Cikabuyutan tahun 2013.
Gambar 83. Bekas pondasi jembatan KA Cikacampa tahun 2010.
Gambar 84. Bekas pondasi jembatan KA Cikacampa tahun 2013.
Gambar 85. Bekas pondasi jembatan KA Cipanerekean beton tahun
2012.
Gambar 86. Bekas jembatan KA Cipanerekean baja tahun 2009.
Gambar 87. Bekas pondasi jembatan KA Cipanerekean baja tahun
2012, rangka baja telah habis dijarah.
Gambar 88. Bekas rel KA menjelang bekas jembatan KA
Ciputrapinggan tahun 2016.
Gambar 89. Bekas jembatan KA Ciputrapinggan tahun 2016 dilihat
dari jalan raya Pangandaran.
Gambar 90. Bekas jembatan KA Ciputrapinggan tahun 2016.
xxii
Gambar 91. Bekas jembatan KA Ciputrapinggan menjadi jembatan
darurat akses kendaraan roda dua.
Gambar 92. Stasiun Pangandaran di tahun 1921-an.
Gambar 93. Bekas Stasiun Pangandaran tahun 2019.
Gambar 94. Tulisan “Pangandaran” masih ada di dinding stasiun.
Gambar 95. Bekas rel KA masih terlihat di area Stasiun Pangandaran
Gambar 96. Bekas rel sebelum melintasi bekas jembatan KA
Cikembulan di tahun 2016.
Gambar 97. Bekas Jembatan KA Cikembulan tahun 2016.
Gambar 98. Bekas area Halte Pargi tahun 2016 (foto kiri) dan bekas
rel di area Halte Parigi (foto kanan).
Gambar 99. Bekas Jembatan KA Cijalu Hilir tahun 2016
Gambar 100. Bekas Stasiun Cijulang tahun 2019.
Gambar 101. Papan aset di area bekas Stasiun Cijulang tahun 2018.
Gambar 102. Bekas gudang Stasiun Cijulang tahun 2016.
Gambar 103. Bekas brankas Stasiun Cijulang masih dijumpai pada
tahun 2009.
Gambar 104. Infografis Jejak Peninggalan Jalur KA Banjar-Cijulang.
Kereta Anak Bangsa
Gambar 105. Terowongan yang berada di lintas Banjar-Cijulang.
Gambar 106. Bekas jembatan KA Cipanerekean tahun 2018.
Gambar 107. Metode pemasangan jembatan besar di jalur Bandjar -
Parigi
Gambar 108. Bekas menara penampungan air di Stasiun Banjar.
Gambar 109. Bekas peninggalan jalur KA Saketi-Bayah yang berada
di tepi Samudera Hindia.
Gambar 110. Jembatan KA tepi Samudera Hindia lintas Banjar-Parigi-
Cijulang.
Gambar 111. Jalur KA Banjar-Cijulang menyusuri tepi Samudera saat
masih aktif.
Gambar 112. Jalur KA Banjar-Cijulang menyusuri tepi Samudera
kondisi tahun 2018.
Gambar 113. Pemasangan media informasi edukatif pada tinggalan
Perkeretaapian (2018).
Gambar 114. Upaya pelestarian dengan menggandeng komunitas di
xxiii
tahun 2018.
Gambar 115. Kegiatan napak tilas peninggalan perkeretaapian.
Gambar 116. Mengunjungi tinggalan perkeretaapian.
Gambar 117. Potensi destinasi wisata Pangandaran.
Gambar 118. Penataan pantai Pangandaran di tahun 2019.
Gambar 119. Bandara Nusawiru dapat meningkatkan akses dan
mobilitas.
xxiv
DAFTAR TABEL
xxv
xxvi
DAFTAR PETA
xxvii
xxviii
BAB I
PENDAHULUAN
1 1
kemiliteran di masa Pemerintahan Hindia Belanda.
Pesatnya pertumbuhan perkebunan yang membutuhkan
sarana pengangkutan serta potensi terjadinya perang yang
memerlukan mobilitas pasukan yang tinggi menjadi pendorong
kebutuhan terhadap suatu alat transportasi yang dianggap efektif
dan massal.
2
Berlimpahnya hasil produksi perkebunan ini memberikan
kesulitan-kesulitan teknis karena keterbatasan fasilitas
transportasi baik secara kualitas maupun kuantitas. Timbul
permasalahan bagaimana mengangkut hasil produksi dari daerah
sentra produksi perkebunan di pedalaman menuju ke pelabuhan-
pelabuhan di daerah pesisir untuk kemudian diangkut
menggunakan kapal laut. Sarana transportasi yang ada saat
itu masih sangat sederhana, yaitu menggunakan pedati atau
gerobak yang ditarik hewan, atau diangkut menggunakan perahu
melalui sungai. Hal ini menyebabkan waktu pengangkutan yang
panjang dan juga hasil perkebunan yang diangkut menjadi turun
kualitasnya.
3
Nederlandsch - Indische Spoorweg-Maatschappij (NISM),
perusahaan KA swasta Hindia Belanda saat itu. Karena
menghadapi berbagai kendala, dalam waktu 3 tahun jalur KA
tersebut baru mencapai Tangoeng (Tanggung) sejauh 25 kilometer.
Ruas Semarang-Tanggung ini dioperasikan untuk umum pada
tanggal 10 Agustus 1867 yang sekaligus menandai beroperasinya
pertama kali KA di bumi pertiwi.
4
mendirikan perusahaan KA, Staatsspoorwegen (SS), yang
kemudian membangun dan mengoperasikan jalur KA pertama
mereka di wilayah timur Pulau Jawa pada tahun 1879. Jalur yang
dibangun dan dioperasikan adalah jalur KA yang menghubungkan
Surabaya, kota dagang dan pelabuhan di timur Jawa, dengan
Pasuruan sampai Malang, yang sekaligus menjadi jalur KA
pertama yang dioperasikan perusahaan KA milik Pemerintah.
5
dioperasikan sepenuhnya NISM. Pada tahun yang sama NISM
juga mengoperasikan jalur KA yang menghubungkan Batavia
(Jakarta), ibu kota pemerintahan Hindia Belanda, dengan
Buitenzorg (Bogor) sepanjang 55 kilometer.
6
Selain di Jawa, pembangunan KA kemudian juga dilakukan di
Pulau Sumatera, Madura, dan Sulawesi, baik oleh perusahaan KA
milik negara maupun berbagai perusahaan KA milik swasta yang
diberikan izin konsesi oleh Pemerintah Hindia Belanda.
7
pasang air laut.
8
semua rel telah raib, entah dipindah kemana, entah dicuri. Setali
tiga uang dengan rangka baja bekas jembatan. Sebagian besar
sudah lenyap tak berbekas. Kondisi bangunan stasiun banyak
yang sudah beralih fungsi, hancur, rusak berat, dan bahkan tidak
bersisa sama sekali. Bekas badan jalan rel menjelma menjadi area
pemukiman atau berbagai bangunan lainnya.
9
kisah yang menarik dan bahkan dapat dikatakan mempunyai
dimensi bangunan yang unik serta monumental. Terowongan
dan jebatan KA terpanjang di Indonesia terletak di jalur ini.
Terowongan berbentuk lengkung tajam atau bengkok, perpaduan
bekas jembatan beton dan baja di tepian Samudera Hindia dengan
pemandangan yang menawan, bekas menara penampungan air
berkapasitas besar, bisa ditemui pula di jalur ini. Tinggalan-
tinggalan tersebut, bila dilestarikan, juga dapat memiliki potensi
ekonomi, atau dengan kata lain, dapat dikemas menjadi suatu
destinasi wisata sejarah, khususnya sejarah perkeretaapian
Indonesia, yang bukan tidak mungkin dapat menggerakkan
perekonomian kewilayahan setempat.
10
KA tidak dioperasikan lagi, karena dianggap tidak lagi memiliki
nilai keekonomian, maka sudah seharusnyalah aset di jalur
nonaktif tersebut tetap terpelihara dan terawat, tidak hanya karena
aset tersebut dapat memiliki nilai kesejarahan yang tinggi, namun
juga karena potensi pengaktifan kembali jalur tersebut pada
masa mendatang masih dimungkinkan sesuai dengan dinamika
kebutuhan dan perkembangan zaman.
11
1.2 KAJIAN DAN SUMBER
12
Penulisan buku ini bertujuan untuk:
13
untuk dilestarikan, diberdayakan, dalam mendukung
program KAI pada khususnya, dan perkeretaapian
Indonesia secara luas.
4. Menambah khasanah sejarah lokal bagi masyarakat di
wilayah yang menjadi obyek penelitian, sehingga turut
peduli untuk menjaga dan melestarikan serta menjadi
bahan rujukan dalam penelitian ilmiah di bidang sejarah,
arsitektur, maupun ilmu lain.
14
Sejauh ini belum dijumpai hasil penelitian ataupun referensi
pustaka yang secara khusus membahas mengenai jalur KA
nonaktif di Indonesia, terutama mengulas tentang tinggalan-
tinggalan bersejarah yang berada di jalur KA nonaktif tersebut
serta membahas potensi pemanfaatannya, baik terkait dengan
pemanfaatan untuk tujuan edukasi kesejarahan maupun reaktivasi
kembali.
15
Semarang-Cirebon serta jalur lainnya yang dioperasikan oleh
Semarang-Cheribon Stoomtram-Maatschappij (SCS). Ada pula
tulisan pustaka tentang pengusahaan dan jaringan kereta api
milik NISM di Jawa bagian tengah, sebagaimana ditulis oleh
Djoko Marihandono dkk, “Nalika Tanah Jawa Sinabukan Ril”.
Serta juga tulisan karya Henk Hovinga “The Sumatra Railroad,
Final Destination Pakanbaroe 1943-1945”, yang mengisahkan
pembangunan jalur KA Muaro-Pekanbaru di Sumatera Barat-
Riau, suatu jalur KA yang dibangun di masa pendudukan militer
Jepang yang tidak pernah beroperasi secara penuh dan langsung
menjadi jalur nonaktif.
16
Pustaka yang secara khusus mengulas tentang riwayat jalur KA
nonaktif dan tinggalan-tinggalannya, adalah buku yang disusun
oleh Yayasan Kereta Anak Bangsa dan PT Kereta Api Indonesia
(Persero) di tahun 2019, yaitu “Menjaga Jalan Baja – Jawa Barat
dan Banten” tentang riwayat, profil, dan tinggalan perkeretaapian
di jalur KA nonaktif di wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten.
Namun demikian buku tersebut belum berkisah secara rinci karena
lebih merupakan ikhtisar dan gambaran singkat (highlight).
Baik tulisan maupun pustaka tentang jalur KA nonaktif seperti
disebutkan di atas akan turut memperkaya isi buku ini.
17
1.3 TENTANG BUKU INI
18
Selanjutnya pada “Hadirnya Sang Kuda Besi”, dikisahkan
tentang awal mula dan perkembangan singkat kehadiran Kereta
Api di Indonesia, yang ketika itu masih bernama Hindia Belanda.
Diceritakan pula latar belakang yang mendorong kehadiran KA,
perkembangan jaringan perkeretaapian pada dua dekade terakhir
abad 19 hingga akhirnya KA beroperasi di wilayah Priangan,
serta dampak yang ditimbulkan dari keberadaan KA tersebut.
19
pelestarian serta potensi pemanfaatan tinggalan-tinggalan
bersejarah di jalur ini sebagai kawasan cagar budaya perkeretaapian
yang selanjutnya dapat dikemas menjadi destinasi wisata sejarah
perkeretaapian. Selain itu secara singkat juga disajikan gambaran
tentang potensi kemanfaatan bila dilakukan reaktivasi atas jalur
tersebut untuk peningkatan aksesibilitas dan mobilitas terutama
dalam menunjang ekonomi wilayah berbasis wisata.
==============================================
20
BAB II
Aspek geografis
21 21
di bagian barat Pulau Jawa ini membentang dari barat ke timur,
yaitu dari Cianjur, Purwakarta, Bandung, Sumedang, Garut,
Tasikmalaya, Ciamis hingga Pangandaran.
22
Peta 1. Peta Priangan pada tahun 1890.
http://maps.library.leiden.edu
Perkembangan pemerintahan
23
Jauh sebelum terbentuknya Keresidenan, keberadaan Priangan
sudah muncul sebelum keberadaan kolonial. Dimulai dari
runtuhnya Kerajaan Sunda Pajajaran pada tahun 1579/1580
akibat serangan Banten, yang berakibat terpecah-pecahnya
wilayah kerajaan tersebut menjadi wilayah, Benten, Cirebon,
Sumedanglarang, dan Galuh. Selanjutnya sekitar tahun 1620,
Sumedanglarang menyatakan tunduk pada Kerajaan Mataram,
dan kemudian daerah kekuasaan Sumedanglarang diberi nama
Priangan, yang berarti anugerah yang timbul dari ketulusan hati
(Mulyana, 2017).
24
terbagi atas daerah otonom kabupaten dan kotapraja. Pulau
Jawa kemudian dibagi dalam tiga provinsi, yang salah satunya
adalah Provinsi Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 1926
dengan ibukota di Batavia (Jakarta) (Katam, 2014). Keresidenan
Priangan kemudian menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat
saat itu. Pada masa pemerintahan Republik Indonesia, sistem
pemerintahan keresidenan dihapuskan dan wilayah Priangan
tetap termasuk bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun masing-
masing kabupaten dan kota di wilayah Priangan di kemudian hari
berstatus otonom. Provinsi Jawa Barat sendiri sudah tidak lagi
termasuk wilayah Banten dan Batavia seperti saat pembentukan
awalnya pada tahun 1926.
Gambar 2. Rumah Kediaman Residen Priangan pada tahun 1933, yang kini menjadi
Gedung Pakuan. https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/
25
2.2 Kondisi Sosial Ekonomi
26
Pada tahun 1707, VOC mulai memobilisasi rakyat Priangan untuk
menanam kopi dengan memberikan bibit tanaman kepada para
bupati di Priangan. Rakyat diwajibkan untuk memenuhi perintah
bupati untuk melakukan penanaman kopi. Cara penanaman
wajib ini dikenal dengan sebutan Preanger Stelsel, yaitu rakyat
diwajibkan menanam kopi yang hasilnya disetorkan kepada
bupati, yang selanjutnya akan menyetorkan ke VOC. Penanaman
kopi di wilayah Priangan dilakukan dengan pembukaan tanah baru
yang tadinya merupakan hutan belantara. Penanaman wajib ini
ternyata mampu menghasilkan produksi kopi yang sangat tinggi,
sehingga di pasaran dunia, kopi Priangan berhasil menggeser
kopi Yaman yang semula merupakan produk ekspor terbesar ke
pasaran Eropa.
27
terpenting di Priangan adalah teh dan kina, yang pada masa tanam
paksa, juga diharuskan untuk ditanam.
28
untuk pengangkutan kopi dari Bandung ke Batavia. Dari Bandung,
kopi dibawa melalui jalan darat menuju Cikao di Purwakarta,
yang kemudian diangkut melalui Sungai Citarum ke Karawang
dan Tanjungpura untuk selanjutnya dibawa ke Batavia. Sungai
Citanduy yang bermuara di pantai selatan Jawa dekat Pelabuhan
Cilacap, digunakan sebagai prasarana angkutan melalui perahu
oleh masyarakat Priangan Tenggara (Banjar-Kalipucang hingga
Pangandaran) menuju Pelabuhan Cilacap.
Gambar 6. Ilustrasi Jalan Raya Pos yang melintas di daerah Sindanglaya, Cianjur tahun 1883.
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/
29
Keberadaan jaringan transportasi jalan memiliki arti penting bagi
tumbuhnya sektor perdagangan, tidak terkecuali di Priangan.
Jaringan jalan menumbuhkan sentra-sentra ekonomi. Perdagangan
beras misalnya menjadi berkembang di Bandung, Sukabumi,
Tasikmalaya, dan Cianjur. Cianjur adalah pusat perdagangan
beras yang besar dan produk beras Cianjur amat dikenal hingga
saat ini. Sementara di Tasikmalaya berkembang indusri batik.
30
2.3 Priangan Tenggara dan Pangandaran
31
Gambar 9. Kantor Bupati Pangandaran yang terletak di Parigi (2019).
Dokumentasi Kereta Anak Bangsa
32
yang tanahnya kaya dan sangat subur. Kebutuhan hidup
mereka dapat terpenuhi dari kesuburan tanahnya. Produktivitas
pertanian penduduk lebih banyak ditujukan untuk kebutuhan
konsumsi sendiri.
Gambar 10. Kelapa dan transportasi perahu menjadi andalan di daerah Banjar - Pangandaran.
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/
33
Sebelum adanya jalur KA, masyarakat setempat mengalami
kesulitan untuk memasarkan hasil pertanian mereka. Sebagai
akibatnya, para petani harus menjual hasil buminya dengan harga
yang murah atau bahkan menyimpan hasil pertanian seperti padi
hingga bertahun-tahun. Demikian pula para pengusaha perkebunan
karet dan coklat di daerah sekitar Banjar dan Kalipucang tidak
memiliki sarana transportasi yang handal untuk pengangkutan
komoditas perkebunan tersebut.
34
Pada masa itu disebutkan bahwa kopi merupakan jenis barang
utama yang diekspor melalui Pelabuhan Cilacap, yang juga berasal
dari daerah Priangan Timur. Hal yang serupa juga dilakukan untuk
produksi kopi di daerah selatan Keresidenan Cirebon. Kendala
geografis membuat wilayah selatan Keresidenan Cirebon lebih
mudah berkomunikasi dengan Pelabuhan Cilacap daripada
dengan Pelabuhan Cirebon sendiri. Sehingga kopi dibawa
dengan gerobak atau tenaga kuli menyusuri jalan darat sampai
di Banjar, kemudian diangkut dengan perahu-perahu melalui
Sungai Citanduy ke Pelabuhan Cilacap.
35
Gambar 12. Suasana Jalan di daerah Ciamis pada tahun 1900.
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/
36
BAB III
37 37
Sistem Tanam Paksa yang diterapkan sejak tahun 1830 ini
mengharuskan setiap pemilik tanah untuk menanami 20% (dua
puluh persen) lahannya dengan tanaman wajib yang laku di
pasaran dunia, dan melakukan pemeliharaan, pemetikan, dan
penyerahan hasilnya kepada pemerintah itu (Tim Telaga Bakti
Nusantara, 1997).
38
Produksi beberapa hasil perkebunan ekspor seperti kopi, gula
tebu, dan nila mengalami peningkatan signifikan, yang tercermin
pula dari peningkatan luasan lahan yang ditanami dan jumlah
tenaga kerja di sektor perkebunan. Jumlah produksi tanaman
ekspor per pikul (1 pikul = 62,5 kg) juga mengalami peningkatan
bila dibandingkan antara produksi tahun 1830 dengan tahun 1840.
Gambaran peningkatan produksi tersebut dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
39
laut. Sebaliknya, barang produk industri dari negeri Belanda
perlu dibawa dari kota pelabuhan ke wilayah lain di pedalaman.
Sedangkan prasarana transportasi yang ada masih sangat
tradisional, yaitu menggunakan pedati atau gerobak yang ditarik
hewan atau diangkut dengan perahu melalui sungai.
Gambar 13. Alat kendaraan perahu digunakan untuk pengangkutan pada masa lalu.
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/
40
Kebutuhan sarana transportasi
41
Gambar 15. Lori yang berjalan di atas rel menggunakan tenaga hewan.
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/
42
yang terisolasi merupakan garis pertahanan yang strategis, yang
membutuhkan sarana angkutan yang dapat memberikan gerak
yang cepat apabila terjadi serangan musuh (Mulyana, 2017).
43
ke Thana sejauh 34 km pada tanggal 16 April 1853. Pembukaan
jalur ini sekaligus menjadi penanda pertama kalinya KA beroperasi
di Asia. Dari pengamatan Pemerintah Belanda, pembangunan
jalan rel di India ini membawa dampak terhadap kelancaran
angkutan berbagai komoditi ekspor dan berpengaruh baik
terhadap rakyat India. Hal ini juga salah satu yang mendorong
Pemerintah Belanda mengoperasikan KA di Hindia Belanda.
44
menetapkan bahwa pemerintah akan membangun jalan rel dari
Semarang ke Kedu dan Yogyakarta/Surakarta. Keputusan ini
tidak pernah diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan.
45
persewaan tanah dalam jangka waktu tertentu dengan hak
sewa pengolahannya, pembangunan jalur KA dan infrastruktur
pendukungnya memerlukan lahan yang luas dan panjang. Usaha
perkeretaapian memerlukan lahan yang tidak bisa dilokalisir
seperti area perkebunan, dan bahkan tidak bisa dibatasi dengan
batas-batas administratif.
46
Permohonan konsesi tersebut disertai permohonan jaminan bunga
5% dari modal yang dipinjam. Gubernur Jenderal Mr. L.A.J.W.
Baron Sloet van den Beele akhirnya menyetujui permohonan
konsesi tersebut melalui surat keputusan Gubernur Jenderal
No. 1 tanggal 28 Agustus 1862, dengan syarat jalur rel tersebut
diperluas dengan lintas cabang dari Kedungjati ke Ambarawa
untuk kepentingan militer (di Ambarawa terletak benteng
Willem I) dan lebar sepur disesuaikan dengan norma standar
Eropa, yakni 1.435 m. Jaminan bunga modal sebesar 4,5% akan
diberikan pemerintah.
47
3.2 Berawal dari Samarang – Tangoeng
Hari bersejarah
48
Dalam pembangunan jalur KA ini, NISM menghadapi kesulitan
keuangan yang parah karena salah merancang sejak awal, sehingga
biaya pengeluaran sangat besar melebihi anggaran. Bahkan
pembangunan sempat terhenti pada tahun 1868, dan NISM
meminta bantuan pemerintah. Pemerintah memberikan bantuan
pinjaman modal tanpa bunga kepada NISM sehingga dapat
melanjutkan pembangunan sampai Surakarta. Ternyata kemudian
NISM kembali mengalami kesulitan keuangan yang mengancam
terhentinyapembangunan jalan rel. Kali ini para pengusaha
yang mengontrak tanah perkebunan dan sangat memerlukan
jasa angkutan KA, dengan serta merta bersedia membayar uang
muka kepada NISM untuk muatan yang akan diangkut NISM.
Dan akhirnya, segala bantuan tersebut memungkinkan jalur rel
Semarang-Surakarta-Yogyakarta diselesaikan dan dioperasikan
oleh NISM pada tahun 1873, dengan tambahan lintas cabang dari
Kedungjati ke Ambarawa untuk kepentingan militer (Tim Telaga
Bakti Nusantara, 1997).
49
Peta 4. Peta jaringan NIS (berwarna merah) pada tahun 1903.
http://maps.library.leiden.edu
50
sudah mendesak, dan hasilnya memang menggemberikan untuk
NISM. Sehingga pada tahun 1894, NISM telah mampu melunasi
pinjaman ke Pemerintah dan perusahaan KA swasta ini pun dapat
mengembangkan usahanya.
Gambar 18. Stasiun Soerabaja Kota tahun 1881 (foto kiri) dan Stasiun Malang SS tahun 1879
(foto kanan). Sumber: Spoorwegstations op Java_M.V.B de Jong
51
Keuntungan yang menggembirakan yang diperolah NISM dan
SS saat pengoperasian jalur KA mereka memberi gambaran
dan harapan baru kepada para pengusaha swasta. Mereka mulai
tertarik membuka perusahaan jasa angkutan KA, dan mengejukan
konsesinya kepada Pemerintah.
52
Masa kejayaan
53
Gambar 20. Stasiun Tanjung Priuk yang dibuka pada tahun 1925.
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/
54
Gambar 21. Elektrifikasi jalur KA menjadi salah satu kejayaan perkeretaapian pada masa itu.
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/
55
3.3 Jaringan Kereta Api Priangan
56
Dari Cicalengka, pembangunan jalur diteruskan hingga Cibatu
dan Garut yang dibuka pada tahun 1889, tepatnya pada tanggal
14 Agustus 1889. Kemudian dari Warungbandrek, dilanjutkan
menuju Tasikmalaya yang dioperasikan pada tahun 1893. Setahun
kemudian pada tahun 1894, jalur KA dari Tasikmalaya dilanjutkan
pembangunannya hingga ke Kesugihan, Jawa Tengah, untuk
bersambung dengan jalur SS yang telah dibangun sebelumnya
dari Yogyakarta menuju Pelabuhan Cilacap (Mulyana, 2017).
57
Purwakarta, Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis
hingga Pangandaran. Pada masa sebelum era tanam paksa pun,
di Priangan sudah dikenal eksploitasi ekonomi berupa kewajiban
penduduk untuk menanam kopi melalui kerja wajib yang disebut
Preanger Stelsel (Mulyana, 2017).
Transportasi KA dibutuhkan terutama untuk mengangkut hasil
perkebunan dari daerah sentra perkebunan di pedalaman Priangan
menuju ke pelabuhan laut untuk kemudian diangkut dengan
kapal untuk diekspor keluar Hindia Belanda, terutama ke Eropa.
Pada tahun 1884, Bandung telah terhubungkan Jalur KA dengan
Jakarta, sehingga hasil perkebunan Priangan dapat dibawa melalui
pelabuhan di Jakarta.
58
seperti Priangan dapat dijadikan benteng pertahanan dan pusat
penempatan pasukan, dan jalur KA dapat menjadi sarana
mempercepat gerak pasukan dalam menghadapi musuh.
Kemudian, dengan topografi pegunungan, maka diperlukan
pembangunan jalur KA yang lebih memerlukan teknologi
tinggi dengan membuat banyak belokan serta perlu membangun
jembatan dan terowongan untuk melintasi ngarai dan menembus
pegunungan, yang tentunya memerlukan biaya tinggi sehinggu
perlu anggaran yang besar yang hanya dapat disediakan oleh
Pemerintah.
Gambar 23. Suasana jalur kereta api wilayah Priangan yang melintasi pegunungan.
http://media-kitlv.nl
59
Lintas Cabang Priangan
Lintas cabang ini sebagian besar terletak di sisi selatan lintas utama
Bandung-Banjar, dan hanya lintas cabang Rancaekek-Tanjungsari
yang berada di sisi utara lintas utama. Hal ini juga karena lintas
cabang Rancaekek-Tanjungsari direncanakan untuk diperpanjang
melalui Sumedang dan terhubungkan dengan lintas cabang trem
uap Cirebon-Kadipaten. Sedangkan lintas cabang Cibatu-Garut
semula merupakan bagian dari jalur utama KA Bandung-Garut,
sebelum pembangunan jalur utama KA diteruskan dari Cibatu
menuju Tasikmalaya. Lintas cabang Garut-Cikajang dibuka pada
tahun 1930, yang sekaligus merupakan pembukaan terakhir jalur
KA baru di Pulau Jawa di masa kolonial Belanda.
60
Peta Jaringan Perkeretaapian di Priangan pada tahun 1922
digambarkan sebagai berikut:
==============================================
61
62
BAB IV
63 63
selatan hingga Parigi dan Cijulang sepanjang 39 km dan
mengoperasikannya pada tahun 1921. Pada tahun 1982, setelah
beroperasi sekitar 60 tahun, KA di jalur ini secara resmi dihentikan
operasinya dan jalur KA ini menjadi nonaktif hingga sekarang.
64
jalur trem dari Banjar melalui Kalipucang dan Parigi menuju
Pameungpeuk. Pemerintah Hindia Belanda menolak pengajuan
konsesi dari Stroband, dan menyetujui pemberian konsesi
untuk Eekhout, Nellensteyn dan van Pabst. Meski demikian,
pembangunan jalur trem dimaksud tidak kunjung direalisasikan
oleh pihak swasta para pemilik konsesi tersebut, sehingga
pemerintah mencabut kembali konsesi yang telah diberikan.
65
Selain itu, sejak tahun 1903, telah terdapat perkebunan-
perkebunan milik orang Eropa di ruas Banjar-Kalipucang,
diantaranya di daerah Batulawang, Bantardawa, Cikaso dan
Banjarsari. Perkebunan tersebut terutama adalah perkebunan
karet, kopi dan teh. Pembukaan jalur KA, akan mempermudah
pengangkutan hasil-hasil perkebunan dengan lebih murah serta
memudahkan mendapatkan tenaga kerja di perkebunan karena
tersedianya akses transportasi.
Gambar 24. Stasiun Banjar tahun 1970, terlihat kereta penumpang menuju Cijulang di sebelah
kanan (lingkaran merah). Sumber: Lokomotif Uap_A.E. Durant
66
Meski telah diterbitkan pengesahan dari Pemerintah Hindia
Belanda, pembangunan jalur ini mengalami beberapa penundaan
dan ketersendatan. Penundaan terjadi karena adanya kritik
dari Lambert de Ram, anggota Majelis Rendah Parlemen yang
menyatakan bahwa biaya pembangunan jalur tersebut terlalu
mahal, yaitu sebesar f. 4.846.000,00 untuk jarak sepanjang 82,5
km, dibandingkan dengan biaya pembangunan jalur-jalur trem di
daerah lainnya. Pembangunan jalur KA ini juga dipandang tidak
menciptakan keterhubungan baru karena mengikuti jalan raya yang
telah ada. Pengembangan jalur ke lembah Parigi juga dianggap
kurang strategis secara ekonomis, karena produk pertanian hanya
berupa beras, padi, kelapa dan kopra yang merupakan komoditas
bertarif rendah. Oleh karenanya, Lambert de Ram mengusulkan
pembangunan jalur KA dari Banjar langsung menuju pelabuhan
Cilacap melalui daerah Dayeuh Luhur.
Peta 6. Peta ilustrasi usulan jalur KA Banjar-Cilacap. Infografis Kereta Anak Bangsa
67
Usulan ini akhirnya sulit untuk dilaksanakan karena daerah
Dayeuh Luhur merupakan daerah rawa-rawa serta menjadi sarang
nyamuk sumber penyakit malaria. Selain itu pembangunan jalur
KA di daerah ini akan menghadapi kesulitan berupa pengeringan
air rawa, ketersediaan bahan bangunan, dan pencarian tenaga
kerja. Selain itu sebab utama tingginya biaya pembangunan jalur
KA Banjar-Kalipucang-Parigi adalah karena ruas Kalipucang-
Parigi merupakan daerah pegunungan sehingga dibutuhkan
pembangunan banyak jembatan dan terowongan KA.
68
Peta 7. Peta ilustrasi usulan jalur KA Kalipucang-Kawunganten.
Infografis Kereta Anak Bangsa
69
jalur KA Banjar-Kalipucang-Parigi datang baik dari pihak
pemerintah lokal dan maupun pengusaha perkebunan.
Menurut Asisten Residen Sukapura, penundaan pembangunan
memberikan beban bagi masyarakat setempat. Dengan adanya
rencana pembangunan jalur KA, masyarakat melakukan aktivitas
menggarap lahan, menanam tembakau, membuka lahan sawah dan
perkebunan kelapa, dengan harapan hasil pertanian tersebut dapat
segera diangkut menggunakan KA. Peningkatan aktivitas juga
dilakukan pengusaha perkebunan dengan menanamkan modalnya
memperluas lahan perkebunan. Penundaan pembangunan jalur
KA Banjar-Kalipucang-Parigi merugikan pengusaha perkebunan
dan masyarakat setempat karena hasil pertanian dan perkebunan
menjadi sulit dipasarkan karena KA tidak kunjung dioperasikan.
70
Merujuk pada “Ikhtisar Perkembangan Perkeretaapian
di Indonesia Sebelum Perang Dunia II” yang bersumber dari
Subarkah, Ir. Iman, Sekilas 125 tahun Kereta Api Kita 1867-1992,
Yayasan Pusaka, 1992, pembukaan jalur KA Banjar-Kalipucang-
Pangandaran-Cijulang dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama
adalah pengoperasian ruas Banjar-Kalipucang sepanjang 43 km
pada tanggal 15 Desember 1916. Sedangkan tahap kedua adalah
pembukaan ruas Kalipucang-Cijulang sejauh 39 km pada tanggal
1 Januari 1921.
71
nantinya pembangunan dapat dilanjutkan menuju ke Tasikmalaya
atau Pameungpeuk, Garut. Pembukaan jalur hingga Cijulang
dilakukan pada tanggal 1 Juni 1921. Krisis ekonomi dunia pada
tahun 1930 turut menjadi penyebab tidak berlanjutnya rencana
Pemerintah Hindia Belanda untuk membangun jaringan KA
di Priangan selatan yang saling terhubungkan satu dengan
yang lain.
72
Sedemikian beratnya medan yang dihadapi sehingga di jalur
Banjar-Cijulang dibangun 4 terowongan untuk menembus
pegunungan dan perbukitan serta tidak kurang dari 6 jembatan
panjang melintasi ngarai. Tiga terowongan dibangun di ruas
Kalipucang-Pangandaran, sementara satu terowongan dibangun
di daerah perbukitan selatan Kota Banjar.
Gambar 26. Terowongan Hendrik (foto kiri) saat beroperasi di masa Hindia Belanda.
Sumber : Het Indische Spoor in oorlogstijd: Jan de Bruin.
Terowongan Juliana (foto kanan) saat beroperasi di masa Hindia Belanda.
Sumber : Cuplikan film De Nederlandsch Indische Staatsspoor- en Tramwegen: IdFilm
73
Terowongan Wilhelmina dengan panjang 1.116 m merupakan
terowongan KA terpanjang di Indonesia. Terowongan ini
dibangun selama 3 tahun sejak tahun 1913 hingga 1916 dengan
pembangunan dari kedua sisi terowongan.
74
Gambar 28 : Jembatan Cipamotan/Cikacepit saat beroperasi di masa Hindia Belanda.
Sumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM
75
Merujuk pada Indisch Tijdschrift Voor Spoor-en Tramwegwezen,
Maart 1917, pembangunan jembatan KA di lintas Kalipucang-
Cijulang saat itu juga telah menerapkan teknologi derek
(crane) yang dijalankan di atas rel, suatu teknologi baru yang
dijalankan pada masa itu. Panjang derek tersebut adalah 80 m.
Sebelumnya, kontruksi pembangunan jembatan menggunakan
sistem penyangga bawah dari kayu dan bagian jembatan dipasang
menggunakan derek yang dipasang dari bagian bawah jembatan.
Gambar 29 : Metode pemasangan jembatan besar di jalur Bandjar - Parigi der Staatspoorwegen
di Jawa dengan bantuan derek depan sepanjang 80 M.
Sumber: Indisch Tijdschrift Voor Spoor-en Tramwegwezen, Jaargang V No. 3, Maart 1917
76
Gambar 31. Jembatan selesai dilihat dari samping. Rekaman dari 5 September 1916.
Sumber: Indisch Tijdschrift Voor Spoor-en Tramwegwezen, Jaargang V No. 3, Maart 1917
77
4.3 Konstruksi Prasarana
Geografi dan topografi
78
Infografis Peta Jalur KA Banjar-Cijulang disajikan sebagai
berikut:
79
Stasiun dan perhentian
80
barang dan mempunyai kantor surat kawat. Sementara stopplaats
tidak memiliki fasilitas tersebut di atas dan hanya menjadi tempat
naik turun penumpang.
81
Batulawang (281m), Ketiga terowongan yang lain berada
di daerah Sumber, dan dari panjang terowongannya, bisa
disimpulkan bahwa terowongan tersebut berturut-turut adalah
Terowongan Hendrik (105m), Terowongan Juliana (147m), dan
Terowoongan Wilhelmina (1.116m). Dalam bentuk infografis,
stasiun dan perhentian di jalur Banjar-Cijulang disajikan
sebagai berikut
82
Dari tabel itu juga tergambarkan bahwa dalam satu hari terdapat
3 kali perjalanan Banjar-Cijulang dan 4 kali perjalanan untuk rute
sebaliknya, Cijulang-Banjar. Waktu tempuh rata-rata perjalanan
sekitar 4 jam.
83
Menurut penuturan warga yang tinggal di area bekas Stasiun
Cijulang, sepanjang ingatannya, jadwal keberangkatan KA cari
Cijulang empat kali dalam sehari, yaitu pada pukul 05.00, pukul
08.00, pukul 12.00, dan pukul 16.00 (Susur Rel KA, Cijulang
Tinggal Kenangan: Kompas, 15 April 2014).
84
pabrik/industri, area pertambangan dan bahkan juga jalur-jalur
trem perkotaan di kota-kota besar (Kereta Anak Bangsa, 2019).
85
Gambar 36. Bangunan Stasiun Pangandaran setelah tahun 1949, saat sudah tidak lagi beropeasi.
Sumber: Spoorwegstations op Java_M.V.B de Jong
==============================================
86
BAB V
87 87
5.1 Stasiun Banjar
Gambar 38. Bekas Dipo Lokomotif dan menara air Stasiun Banjar tahun 2016
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
88
Bangunan bekas menara penampungan air di Stasiun Banjar
adalah termasuk bangunan menara air yang tertinggi dan terbesar
di Indonesia, serupa dengan bangunan menara air yang berada di
Balai Yasa Manggarai.
Gambar 39. Menara air Stasiun Banjar serupa dengan menara air di Balai Yasa Manggarai
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
Gambar 40. Bekas alat pemutar lokomotif Stasiun Banjar tahun 2016.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
89
Sejak sistem persinyalan di Stasiun Banjar berubah dari sistem
sinyal mekanik menjadi sinyal elektrik, maka rumah sinyal
mekanik di stasiun ini tidak lagi digunakan.
Gambar 41. Bekas rumah sinyal Stasiun Banjar di sisi timur tahun 2016.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
Gambar 42. Stasiun Banjar tahun 1970, terlihat kereta penumpang menuju Cijulang di sebelah
kanan. Sumber: Lokomotif Uap_A.E. Durant.
90
Gambar 43. Kondisi Stasiun Banjar tahun 2016 (foto kanan) Bekas jalur menuju Cijulang
ditandai dengan garis terputus warna merah. Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
Gambar 44. Stasiun Banjar tahun 2016. Bekas jalur percabangan ke Banjar ditandai dengan garis
terputus warna merah Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
91
Percabangan menuju Cijulang berada di sebelah barat Stasiun
Banjar. Bekas jalur rel bercabang ke arah barat stasiun untuk
selanjutnya berbelok ke selatan menuju Cijulang. Peninggalan
yang dapat dijumpai di sisi barat stasiun diantaranya beberapa
potongan rel jalur menuju pangandaran, bekas sinyal mekanik
yang kini tersisa tiang sinyalnya saja dan bekas rumah sinyal
di barat Stasiun Banjar.
92
Gambar 46. Bekas rumah sinyal di sisi barat Stasiun Banjar tahun
2016. Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
Gambar 47. Bekas rel selepas Stasiun Banjar menuju Cijulang tahun 2016.
Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
93
5.2 Banjar-Banjarsari
Gambar 49. Bekas jalan rel menuju terowongan KA Philip tahun 2016.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
94
Peninggalan selanjutnya adalah bekas jembatan KA rangka baja
yang menyeberangi Sungai Ciseel. Jembatan Ciseel masih terlihat
rangkanya dan rel di tengah rangka jembatan.
95
Bekas pondasi Jembatan KA Ciseel pun masih terlihat kokoh.
Gambar 52. Bekas rel KA memotong Jalan Raya Banjar-Pangandaran tahun 2016.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
96
Di lintas Banjar-Banjarsari bekas badan jalan rel (railbed) masih
bisa dilihat.
Gambar 54. Bekas jembatan KA di atas Jalan Raya Banjar-Pangandaran tahun 2016.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
97
5.3 Stasiun Banjarsari
Gambar 56. Bekas papan nama Stasiun Banjarsari tahun 2016 yang sudah tidak ada.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
98
Gambar 57. Bekas gudang Stasiun Banjarsari tahun 2019.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
Gambar 58. Bekas sumur air Stasiun Banjarsari (foto kanan) tahun 2019.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
99
5.4 Banjarsari-Kalipucang
100
Sedangkan di daerah Ciganjeng masih ada jejak peninggalan
berupa bekas jembatan KA yang melintsi Sungai Ciganjeng.
Bekas jembatan ini digunakan untuk akses pejalan kaki dan
kendaraan roda dua.
101
5.5 Stasiun Kalipucang
102
Gambar 65. Bekas sisa emplasemen stasiun Kalipucang tahun 2016.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
103
5.6 Kalipucang-Pangandaran
Selepas Stasiun Kalipucang, bekas jalur rel melewati sebuah
jembatan di atas anak Sungai Citanduy dan menyeberang di atas
jalan desa.
Gambar 67. Bekas jembatan KA melintasi anak Sungai Citanduy pada tahun 2016.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
Gambar 68. Bekas jembatan KA melintasi jalan desa pada tahun 2018.
Dokumentasi Kereta Anak Bangsa
104
Jejak peninggalan berikutnya yaitu bekas terowongan KA.
Terowongan yang dikenal dengan nama Terowongan Hendrik,
atau juga disebut Terowongan Cipamotan atau Warungbungur
ini memiliki panjang 105 meter, termasuk salah satu terowongan
KA terpendek di Indonesia. Bekas rel di dalam terowongan sudah
tidak ditemukan, kecuali singkapan sepenggal batang rel di mulut
terowongan. Terowongan ini sering dilalui oleh warga bahkan
kendaraan bermotor baik roda dua atau roda empat.
Gambar 70. Bekas terowongan KA Hendrik digunakan sebagai akses pejalan kaki maupun
kendaraan bermotor. Dokumentasi Kereta Anak Bangsa
105
Tidak jauh dari Terowongan Hendrik, sebuah jejak peninggalan
yang cukup monumental dan menawan masih terdapat di lintas
ini. Peninggalan tersebut berupa bekas jembatan KA Cikacepit
atau Cipamotan. Bekas jembatan baja tersebut masih kokoh
berdiri meskipun ada beberapa bagian baja yang perlahan sudah
mulai hilang. Jembatan Cikacepit ini merupakan salah satu
jembatan KA terpanjang di Indonesia dengan panjang 310 m dan
kedalaman 38 m.
106
Gambar 73. Bekas jembatan KA Cikacepit dari kejauhan. Tampak di latar belakang adalah
Segara Anakan, Cilacap. Foto diambil pada tahun 2009.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
107
Gambar 75. Bagian dalam bekas terowongan KA Juliana tahun 2016.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
108
Gambar 77. Konstruksi dinding terowongan KA Wilhelmina tahun 2016.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
Gambar 78. Sleko terowongan KA Wilhelmina, tempat perlindungan pejalan kaki dalam
terowongan tahun 2016. Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
109
Selanjutnya bekas jalur KA menuju arah Pangandaran melintasi
lembah-lembah dengan bangunan jembatan-jembatan panjang.
Namun sayangnya kondisi jembatan tersebut pada tahun 2016
hanya tersisa pondasi jembatannya saja karena rangka bajanya
sudah habis dijarah. Beberapa jembatan tersebut antara lain:
Bekas Jembatan Cipambokongan, Cikabuyutan, Cikacampa, dan
Cipanerekean.
110
Gambar 81. Bekas pondasi jembatan KA Cikabuyutan tahun 2010.
Dokumentasi Intrias Herlistiarto
111
Gambar 83. Bekas pondasi jembatan KA Cikacampa tahun 2010.
Dokumentasi Intrias Herlistiarto
112
Gambar 85. Bekas pondasi jembatan KA Cipanerekean beton tahun 2012.
Foto: dokumentasi Asep Suherman – Kereta Anak Bangsa
Gambar 87. Bekas pondasi jembatan KA Cipanerekean baja tahun 2012, rangka baja telah habis
dijarah. Dokumentasi Asep Suherman – Kereta Anak Bangsa
113
Selepas Jembatan Cipanerekean, bekas rel masih ditemukan
menjelang bekas jembatan KA yang melintasi sungai
Ciputrapinggan. Bekas jembatan KA Ciputrapinggan masih
terlihat kokoh berdiri.
Gambar 88. Bekas rel KA menjelang bekas jembatan KA Ciputrapinggan tahun 2016.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
Gambar 89. Bekas jembatan KA Ciputrapinggan tahun 2016 dilihat dari jalan raya Pangandaran.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
114
Gambar 90. Bekas jembatan KA Ciputrapinggan tahun 2016.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
115
5.7 Stasiun Pangandaran
116
Kondisi bekas Stasiun Pangandaran masih cukup baik. Di
dalamnya digunakan sebagai bangunan toko dan warung. Nama
tulisan stasiun “Pangandaran” masih dapat dijumpai di dinding
bangunan stasiun.
117
5.8 Pangandaran-Cijulang
Gambar 96. Bekas rel sebelum melintasi bekas jembatan KA Cikembulan di tahun 2016.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
118
Selanjutnya bekas Halte Parigi kini berdiri sebuah bangunan
baru, dan masih tersisa beberapa potong rel. Pada dokumentasi
di tahun 2013, bekas Halte Parigi masih tersisa bangunan dinding
dan bekas tiang wesel.
Gambar 98. Bekas area Halte Pargi tahun 2016 (foto kiri) dan bekas rel di area Halte Parigi
(foto kanan). Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
119
5.9 Stasiun Cijulang
Gambar 101. Papan aset di area bekas Stasiun Cijulang tahun 2018.
Dokumentasi Kereta Anak Bangsa
120
Di Stasiun Cijulang terdapat gudang yang menyatu dengan
bangunan stasiun.
Gambar 103. Bekas brankas Stasiun Cijulang masih dijumpai pada tahun 2009.
Dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa
121
Ilustrasi peta jalur KA nonaktif di Banjar-Kalipucang-Cijulang
disertai dengan gambar peninggalan yang masih dapat dijumpai
dirangkum pada infografis di bawah ini.
Gambar 104. Infografis Jejak Peninggalan Jalur KA Banjar-Cijulang. Kereta Anak Bangsa
==============================================
122
BAB VI
PENUTUP
123 123
Dari bahasan yang telah disampaikan sebelumnya, berbagai
fakta dan kisah menarik dari jalur ini dapat diintisarikan
sebagai berikut:
124
Terowongan-terowongan tersebut selain memiliki penamaan lokal
sesuai yang dikenal oleh penduduk setempat, oleh Pemerintah
Hindia Belanda juga diberikan nama-nama anggota keluarga, dan
bahkan nama Ratu Kerajaan Belanda.
125
Penerapan teknologi konstruksi baru
126
Jalur kereta api ter…
127
147 m, namun ujung terowongan tidak bisa terlihat karena
bentuk terowongan yang berbelok cukup tajam, sehingga
disebut Terowongan Bengkok. Demikian pula Terowongan
Hendrik memiliki fakta menarik karena dengan panjang 105 m,
yang termasuk kategori salah satu terowongan KA pendek di
Indonesia, terowongan ini juga masih bisa dimanfaatkan sebagai
jalan penghubung antardesa yang bisa dilalui baik kendaraan roda
dua maupun roda empat.
Gambar 109. Bekas peninggalan jalur KA Saketi-Bayah yang berada di tepi Samudera Hindia.
Dokumentasi Kereta Anak Bangsa
128
Gambar 110. Jembatan KA tepi Samudera Hindia lintas Banjar-Parigi-Cijulang.
Sumber : Het Indische Spoor in oorlogstijd_Jan de Bruin.
Gambar 111. Jalur KA Banjar-Cijulang menyusuri tepi Samudera saat masih aktif.
Sumber : Cuplikan film De Nederlandsch Indische Staatsspoor- en Tramwegen: IdFilm
Gambar 112. Jalur KA Banjar-Cijulang menyusuri tepi Samudera kondisi tahun 2018.
Dokumentasi Asep Suherman – Kereta Anak Bangsa
129
6.2 Preservasi Aset dan Cagar Budaya
130
pelestarian tinggalan bersejarah perkeretaapian Indonesia yang
juga terkait dengan peran penting perkeretaapian di masa silam.
131
Indonesia dan menjadi penanda peradaban transportasi
perkeretaapian di masa silam. Sedangkan bernilai ekonomi
artinya, tinggalan bersejarah tersebut dapat dikembangkan
menjadi suatu destinasi wisata sejarah, yang dapat dipadukan
dengan ragam wisata lainnya seperti wisata budaya, wisata
alam, dan wisata minat khusus yang selanjutnya dapat menjadi
penggerak perekonomian berbasis wisata di wilayah setempat.
Gambar 113. Pemasangan media informasi edukatif pada tinggalan Perkeretaapian (2018).
Dokumentasi Kereta Anak Bangsa
132
masyarakat wilayah, media massa serta pihak-pihak lainnya
(Kereta Anak Bangsa, 2019).
133
6.3 Destinasi Wisata Sejarah Perkeretaapian
Jalur KA nonaktif Banjar-Pangandaran-Cijulang memiliki potensi
tinggi untuk didayagunakan menjadi destinasi wisata sejarah
perkeretaapian yang dapat dipadukan dengan wisata alam pantai
di kawasan Pangandaran. Tentu sebelumnya kawasan wisata
sejarah ini dapat dibuat sebagai semacam kawasan konservasi
cagar budaya perkeretaapian.
134
Gambar 115. Kegiatan napak tilas peninggalan perkeretaapian.
Dokumentasi Kereta Anak Bangsa
135
6.4 Potensi Reaktivasi dan
Ekonomi Berbasis Wisata
136
Gambar 118. Penataan pantai Pangandaran di tahun 2019.
Dokumentasi Kereta Anak Bangsa
137
Selain itu, reaktivasi jalur KA nonaktif di Priangan juga akan
meningkatkan pertumbuhan perekonomian di wilayah Jawa
Barat bagian selatan yang relatif tertinggal bila dibandingkan
dengan wilayah lainnya di provinsi ini karena keterbatasan
akses transportasinya. Reaktivasi jalur KA nonaktif di wilayah
Priangan dapat menjadi awal untuk pembangunan jalur-jalur KA
baru di wilayah Priangan selatan untuk membuka aksesibilitas
dan menggerakkan perekonomian di Jawa Barat bagian selatan
(Kereta Anak Bangsa, 2019).
138
Reaktivasi jalur KA Banjar-Pangandaran-Cijulang dapat
menjadi bagian penting dari pembangunan keterhubungan jalan
baja selatan Pulau Jawa baik berupa reaktivasi jalur-jalur KA
nonaktif lainnya di Jawa Barat bagian selatan seperti Bandung-
Ciwidey, Dayeuhkolot-Majalaya, Tasikmalaya-Singaparna dan
Cibatu-Garut-Cikajang maupun pembangunan jalur penghubung
baru di lintas selatan Jawa Barat. Keberadaan jalur KA poros
selatan ini bermakna penting untuk membuka aksesibilitas dan
menggerakkan perekonomian di Jawa Barat bagian selatan.
139
140
DAFTAR PUSTAKA
Katam, Sudarsono, Kereta Api di Priangan Tempo Doeloe, Pustaka Jaya, 2014
Kereta Anak Bangsa, Menjaga Jalan Baja – Jawa Barat dan Banten, 2019
Marihandono, D., Juwono, H., Budi, L.S., Iswari, D., Dari Konsesi ke
Nasionalisasi – Sejarah Kereta Api Cirebon-Semarang, Penerbit PT Kereta Api
Indonesia (Persero), 2016
141
Subarkah, Iman, Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita, 1867-1992, Yayasan
Pusaka, 1992
Tunggal, Nawa dan Try Harijono. “Susur Rel KA: Cijulang Tinggal Kenangan”.
2014. KOMPAS, 15 April 2014
http://maps.library.leiden.edu
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/
142
LAMPIRAN
143
PETA PRIANGAN TAHUN 1890
144
PETA PRIANGAN TAHUN 1895
145
PETA JAWA TAHUN 1922
146
PETA PRIANGAN SAMARANG 1868
147
PETA NIS TAHUN 1903
148
GAMBAR TEKNIS JEMBATAN CIPAMOTAN
149
150
151
152
153
154