ABSTRAK
Industri kereta dan trem menjamur di Hindia Belanda seiring dengan meningkatnya kebutuhan
akan pengangkutan komoditas perkebunan dari wilayah pedalaman menuju pesisir. Surabaya salah
satu titik simpang jalur perkeretaapian di Jawa Timur memiliki andil yang besar dalam menopang
ekonomi. Semua komoditas ekspor dan impor ke seluruh pelosok Jawa Timur pastilah melewati
Surabaya. Sehingga peran pentingnya dalam menopang ekonomi ini dapat dilihat dengan adanya
industri transportasi, yaitu kereta dan trem yang berbisnis di Surabaya. Untuk melihat seberapa
jauh pengaruh hadirnya industri perkeretaapian terhadap penyerapan tenaga kerja juga peningkatan
ekonomi di Surabaya tahun 1900–1930. Perlu adanya analisis terhadap keuntungan perusahaan
dan upah para buruh yang terkait dengan industri tersebut. Didapatkan fakta bahwa industri kereta
dan trem berpengaruh signifikan dalam peningkatan ekonomi di Surabaya, namun kepada negara,
pemegang saham, dan elit perusahaan. Sedangkan buruh-buruh khususnya dari kalangan
bumiputra kurang merasakan dampak dari keuntungan besar yang diperoleh perusahaan-
perusahaan tadi. Industri ini juga berhasil menyerap banyak tenaga kerja baik tetap maupun
sirkuler. Meskipun dengan upah yang terbilang kecil.
Kata kunci: pelabuhan, pelayaran, perdagangan.
LATAR BELAKANG
1
langsung menggunakan rel-rel atau yang tidak langsung menggunakan alat
pengangkutan lain, semisal cikar atau dokar, atau bahkan dipanggul dari pabrik
gula ke halte atau stasiun terdekat.
2
Penggunaan jalan darat bertumpu kepada jalan-jalan pada umumnya dan jalan
pos.2 Meski transportasi air di Sungai Brantas dan Kalimas mungkin tidak sepadat
sebelum adanya jaringan kereta menuju pelabuhan. Sekitar 80% dari ekspor gula
di Jawa berasal dari Surabaya. Harga gula pun sempat melonjak pasca Perang
Dunia 1 di tahun 1919 dan 1920 berkisar hingga 69 sen per kilogram.3
TINJAUAN PUSTAKA
2
Ikhsan Rosyid Mujahidul Anwari, “Kebijakan Perekonomian Gemeente Surabaya Tahun 1906-
1942” (Surabaya: Universitas Airlangga, 2016), hlm. 35.
3
Nasution, “Economic Development of Colonial Surabaya and Its Impact on Natives, 1830-1930,”
Historia: International Journal of History Education 12, no. 1 (2011): hlm. 72,
doi:10.17509/historia.v12i1.12118.
4
Rachmad Ersan Satrio, Sejarah Kereta Api Di Sidoarjo 1875-1942, ed. Diki Febrianto (Surabaya:
Pustaka Indis, 2021).
5
Purnawan Basundoro, Arkeologi Transportasi: Perspektif Ekonomi Dan Kewilayahan
Keresidenan Banyumas 1830-1940an (Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas
Airlangga, 2019).
3
KERANGKA KONSEPTUAL
6
Muhammad Dinar and Muhammad Hasan, Pengantar Ekonomi: Teori Dan Aplikasi, CV. Nur
Lina (CV Nur Lina, 2018), hlm. 1-2.
7
Thomas Sowell, Basic Economics: A Common Sense Guide to the Economy, 5th ed. (New York:
Basic Books, 2015), hlm. 2.
8
Dinar and Hasan, op. cit., hlm. 41-43.
9
Semaun, Tenaga Manusia: Postulat Teori Ekonomi Terpimpin, ed. Rukardi (Semarang: Sinar
Hidup, 2020).
4
10
5 April 1875. Jalur tersebut di kelola oleh perusahaan milik negara,
Staatsspoorwegen (SS) serta menjadi bagian dari daerah eksploitasi timur atau
jalur timur (Oosterlijnen).
10
Satrio, op. cit., hlm. 67-72.
11
S. A. Reitsma, Korte Geschiedenis Der Nederlandsch-Indische Spoor- En Tramwegen
(Weltevreden: G. Kolff & Co., 1928); Andrik Sulistyawan, “Jaringan Transportasi Dan
Operasionalisasi Trem OJS Di Karesidenan Surabaya 1889-1930an” (Universitas Airlangga, 2012),
hlm. 53-54.
12
Reitsma, op. cit., hlm. 119.
5
PENINGKATAN EKONOMI DI SURABAYA
Pengeluaran dari seorang keluarga petani yang terdiri atas bapak, ibu, 2
anak laki-laki, dan 1 anak perempuan secara kasar berkisar ƒ 120. Dari jumlah
total tersebut hampir separuhnya merupakan bagian dari makanan pokok (nasi)
dan makanan lain sebesar ƒ 58. 13 Hal ini tentu akan membengkak untuk
masyarakat yang tinggal di perkotaan. Terutama di masa-masa krisis ekonomi
pasca Perang Dunia I juga Depresi Besar di tahun 1930an.
Tidak disebutkan hitungan tersebut untuk per bulan atau tahun. Namun
kemungkinan besar adalah per tahun. Karena jumlah ƒ 58 bagian untuk makanan
pokok dan lainnya adalah jumlah yang besar.
13
Onderzoek Naar de Mindere Welvaart Der Inlandsche Bevolking Op Java En Madoera: IXB
Overzicht van de Uitkomsten Der Gewestelijke Onderzoekingen Naar de Economie van de Desa in
Daaruit Gemaakte Gevolgtrekkingen Deel II: Slotsbeschouwingen (Batavia: G. Kolff & Co., 1912),
hlm. 53.
6
1903 612 977.988 978.600
1904 655 977.904 978.559
1905 706 1.045.578 1.046.284
1906 798 1.186.043 1.186.841
1907 697 865.318 866.015
1908 906 909.210 9.3.116
1909 897 929.387 930.284
Sumber: Onderzoek naar de Mindere Welvaart der Inlandsche Bevolking op Java
en Madoera: IXB Overzicht van de Uitkomsten der Gewestelijke Onderzoekingen
naar de Economie van de Desa in Daaruit Gemaakte Gevolgtrekkingen Deel II:
Slotsbeschouwingen.14
14
Ibid., hlm. 157.
15
Onderzoek Naar de Mindere Welvaart Der Inlandsche Bevolking Op Java En Madoera: IXC
Overzicht van de Uitkomsten Der Gewestelijke Onderzoekingen Naar de Economie van de Desa in
Daaruit Gemaakte Gevolgtrekkingen Deel III: Bijlagen (Batavia: G. Kolff & Co., 1911), hlm. 98-
99.
7
1919 3.900.538,36 2.316.472,08 1.584.066,28
1920 5.040.096,92 2.870.382,73 2.169.714,19
1921 - - -
1922 4.726.059,24 3.350.254,24 1.375.805,00
1923 4.895.099,57 3.321.153,37 1.573.946,20
1924 4.810.597,23 3.175.245,70 1.635.351,53
1925 4.864.628,98 3.150.157,85 1.714.471,13
1926 4.752.163,17 3.163.491,47 1.588.671,70
1927 - - -
1928 - - -
1929 7.023.268,62 3.672.167,72 3.351.100,90
1930 5.680.689,45 3.607.981,17 2.072.708,28
Sumber: Verslag van den Raad van Beheer der Nederlandsch-Indische Spoorweg-
Maatschappij over het Jaar 1913-1930.16
Jumlah Rasio Hasil Bersih terhadap Modal dalam Jalur Kereta dan Trem di Jawa
Tahun 1900–1905
Tahun SS Jalur Timur NIS GS OJS
1900 5,9 0,9 5,5
1901 5,9 0,8 4,6
1902 5,3 1,5 4,1
1903 5,1 2,8 4,3
1904 5,5 3,5 6,1
1905 6,4 3,7 7,2
16
Verslag van Den Raad van Beheer Der Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij over
Het Jaar 1913-1930 (’S-Gravenhage, n.d.).
8
Sumber: De Tramwegen op Java: Gedenkboek Samengesteld ter
Gelenheid van het Vijf en Twintig-Jarig Bestaan der Samarang-Joana Stoomtram
Maatschappij.17
Dari tabel rasio di atas. Dapat terlihat perubahan yang signifikan untuk
jalur Gundih–Surabaya milik NIS yang bertambah secara signifikan. OJS
mengalami penurunan kemudian bertambah dengan hasil yang lumayan bagus.
Sedangkan SS hampir mirip dengan OJS, sempat menurun kemudian menanjak
lagi.18
17
M. M. Couveé, De Tramwegen Op Java: Gedenkboek Samengesteld Ter Gelenheid van Het Vijf
En Twintig-Jarig Bestaan Der Samarang-Joana Stoomtram Maatschappij (’S-Gravenhage: F.J.
Belinfante v.h. A.D. Schinkel, 1907), hlm. bijlage vii.
18
Hal yang perlu diketahui terkait data di atas adalah pencantuman data milik SS dan OJS adalah
data total dari keseluruhan jalur dan cabang yang dimilikinya. SS Jalur Timur atau oosterlijnen
mencangkup wilayah sebagian Jawa Tengah dan seluruh Jawa Timur. Sedangkan jalur milik OJS
mencangkup dari Surabaya hingga Krian dan Mojokerto hingga Ngoro dan Dinoyo. Sedangkan
data dari NIS spesifik pada jalur Gundih–Surabaya saja.
19
John Ingleson, Tangan Dan Kaki Terikat: Dinamika Buruh, Sarekat Kerja Dan Perkotaan Masa
Kolonial, ed. Iskandar P. Nugraha (Jakarta: Komunitas Bambu, 2004), hlm. 188.
20
John Ingleson, Workers, Unions and Politics: Indonesia in the 1920s and 1930s (Leiden: Brill,
2014), hlm. 6-7, doi:10.1080/00074918.2015.1023416.
21
Ingleson, op. cit., 2004, hlm. 190.
9
Meskipun industri kereta dan trem menyerap begitu banyak buruh.
Mayoritas buruh tersebut merupakan penduduk sirkuler dan akan pulang ke desa
asal di waktu perayaan hari besar semisal lebaran.
Rentang Upah Harian Kuli dalam Perusahaan Kereta dan Trem di Jawa Tahun
1909–1912 (dalam satuan sen)
Tahun Upah
1903 27–37
1904 24–38
1905 23–35
1906 23–37
1907 25–38
1908 24–40
1909 23–40
1910 23–40
1911 25–30
1912 23–36
Sumber: Sejarah Kereta Api di Sidoarjo 1875–1942.22
Apabila mengambil titik tengah atau median dari data tersebut. Kemudian
dirata-ratakan dalam rentang tahun 1903–1912 atau selama 10 tahun. Maka akan
diperoleh upah rata-rata sebesar 30,55 sen tiap harinya. Apabila dikali dengan 30
hari, maka akan didapat 916,5 sen atau setara dengan ƒ 9,165 per bulan. Dan
apabila dikalikan dengan 365 hari, maka didapatkan 11.150,75 sen atau setara
dengan ƒ 111,5075.
Angka ƒ 9,165 lebih kecil daripada rata-rata upah buruh tetap yang
berkisar di bawah ƒ 50 dan ƒ 20. Upah tersebut kemungkinan merupakan jumlah
upah untuk bumiputra, buruh kasar sejumlah atau kurang dari ƒ 20, dan buruh
terampil sejumlah atau kurang dari ƒ 50.
22
Satrio, op. cit., hlm. 95.
10
CABANG SERIKAT BURUH KERETA DAN TREM DI SURABAYA
Buruh dalam industri kereta dan trem memiliki wadah sendiri dalam
berkumpul, berserikat, serta mendukung mereka dalam usaha untuk memperbaiki
kesejahteraan. Staatsspoor Bond (SS Bond) didirikan oleh para buruh terampil
yang bekerja dalam SS pada tahun 1905. SS Bond mayoritas beranggotakan
pekerja dari Eropa dan hanya sedikit dari kalangan bumiputra. Kalangan
berjumlah sedikit itu pula, tidak memiliki hak yang setara dengan pekerja dari
Eropa, salah satunya tidak memiliki hak pengambilan suara.
23
John Ingleson, “‘Bound Hand and Foot’: Railway Workers and the 1923 Strike in Java,”
Indonesia 31 (1981): 53–87.
24
Ingleson, op. cit., 2004, hlm. 273.
25
Ingleson, op. cit., 2014, hlm. 110.
11
dalam waktu singkat, pada bulan Mei sekitar 570 anggota dan akhir Juli sekitar
617 anggota.26
Pada Agustus 1929 OJS Bond Indonesia (OJS BI) dibentuk dengan PNI
dan Studi Klub Indonesia menjadi penggerak di belakangnya. OJS BI adalah
tempat bernaung untuk buruh yang bekerja pada perusahaan swasta OJS. 27
Kemudian berganti nama menjadi Persatuan Pegawai Partikelir Tramlijnen
Indonesia (PPPT) pada Agustus 1930.28
KESIMPULAN
26
Ibid., hlm. 112-113.
27
Ibid., hlm. 132.
28
Ibid., hlm. 177.
29
Ingleson, op. cit., 2004, hlm. 56.
12
Dengan melihat keuntungan yang besar di perusahaan kereta dan trem
swasta, memberikan gambaran betapa makmurnya para pemilik modal dan elit-
elit perusahaan.30 Hal tersebut berbanding terbalik dengan apa yang diterima oleh
buruh yang bekerja dalam industri tersebut. Utama buruh bumiputra, baik yang
terampil maupun tidak.
Salah satu masalah utama dalam sistem upah yang tidak seimbang ini
adalah masalah rasial. Permasalahan yang klise dan umum namun sangat sulit
untuk diatasi. Buruh-buruh bumiputra mendapatkan upah yang kecil, lebih kecil
dari etnis Tionghoa bahkan orang Eropa. Meskipun memiliki tugas dan
kedudukan yang sama, upah yang didapatkan buruh bumiputra tetap rendah.
Masalah upah ini pula menjalar menjadi permasalahan yang lain, utang.
Banyak buruh yang terlilit utang, karena pendapatan mereka yang lebih kecil dari
kebutuhan pengeluaran mereka.
30
Setidaknya melalui laporan-laporan berkala milik OJS dan NIS. Tidak ditemukan data pada
laporan berkala milik SS karena masalah keterbatasan akses.
13
DAFTAR REFERENSI
Ingleson, John. “‘Bound Hand and Foot’: Railway Workers and the 1923 Strike in
Java.” Indonesia 31 (1981): 53–87.
———. Tangan Dan Kaki Terikat: Dinamika Buruh, Sarekat Kerja Dan
Perkotaan Masa Kolonial. Edited by Iskandar P. Nugraha. Jakarta:
Komunitas Bambu, 2004.
———. Workers, Unions and Politics: Indonesia in the 1920s and 1930s. Leiden:
Brill, 2014. doi:10.1080/00074918.2015.1023416.
14
1912.
Sowell, Thomas. Basic Economics: A Common Sense Guide to the Economy. 5th
ed. New York: Basic Books, 2015.
15