Terlupakan
Disusun oleh:
Adriansyah Yasin Sulaeman
November 2017
Prakata
Menulis bukanlah sesuatu yang paling saya sukai, namun transportasi umum ditambah
dengan kota kelahiran saya Jakarta adalah satu hal yang paling saya cintai dan sampai
detik ini saya coba untuk terus dalami disemua bagian; termasuk sejarah. Seperti apa
yang proklamator Indonesia utarakan: “Jangan sekali-kali kita meninggalkan sejarah”.
Sejarah adalah salah satu faktor penting yang membuat apa Jakarta saat ini, ya seperti
saat ini. Di dalam konteks transportasi dan lalu lintas, trem adalah salah satu
peninggalan sejarah yang paling berharga bagi Jakarta selain bus tingkat PPD; dan
keterbatasan informasi akan layanan trem tersebut itulah yang mendorong saya untuk
membuat jurnal ini, diantara kesibukan saya mengenyam ilmu di negeri Belanda.
Jujur, mencari informasi mendetail soal trem kuda hingga listrik di
Batavia/Jakarta bukanlah perkara mudah. Hampir tidak ada informasi terkait yang
tersedia dalam Bahasa Indonesia ataupun bersumber dari Indonesia. Mayoritas
informasi yang saya dapat ambil tentang trem di Jakarta berasal dari Belanda atau
dalam Bahasa Belanda, yang dimana membuat kuliah saya di Belanda lebih
bersemangat karena ironisnya saya dapat menggali lebih banyak lagi informasi sejarah
soal kota kelahiran saya sendiri disini. Namun demikian, tujuan utama saya untuk
membuat jurnal ini adalah untuk setidaknya membuat “Jakartans zaman now” lebih
sadar dan mau untuk lebih penasaran terhadap sejarah kotanya sendiri, lebih ke
bagaimana mereka mau menerima identitas bahwa Jakarta dulu adalah “mahsyur di
negeri timur”, sebagai pusat pemerintahan Belanda, yang dulunya punya trem yang
ekstensif.
Oleh karenanya, saya ingin berterimakasih ke beberapa pihak yang membantu
kelancaran saya dalam membuat jurnal ini. Pertama, dan khususnya untuk Venia Alyisia;
yang terus memotivasi saya untuk menyelesaikan jurnal ini. Kemudian kepada Fagra
Hanif, yang jauh-jauh di Jakarta tetap memberikan saya tips-tips baik dalam proses
pengerjaan jurnal ini, dan terlebih kepada segenap anggota Forum Diskusi Transportasi
Jakarta (FDTJ) – Transport for Jakarta yang terus memberikan saya dorongan untuk
berbuat baik kepada kota kita tercinta, Jakarta.
J
akarta. Sebagai ibukota sekaligus kota terbesar
di Indonesia dan di kawasan Asia Tenggara,
kota ini memiliki sekelumit cerita dan
permasalahan yang dihadapinya selama 490 tahun ia
berdiri; dari kampung nelayan kecil hingga menjadi
pusat pemerintahan kolonial Hindia Belanda dan terus
berkembang hingga menjadi salah satu metropolitan
terbesar di bumi ini. Salah satu permasalahan yang tak
pernah selesai-selesainya dihadapi oleh Jakarta
adalah masalah lalu lintasnya. Dari jaman Hindia
Belanda, masalah lalu lintas selalu jadi salah satu poin
penting yang pemerintahan kota Batavia hingga
Jakarta dan macetnya yang abadi.
Jakarta mencoba untuk fokus mencari solusinya.
Saat ini, kita masih pusing kepala melihat Jakarta yang kian hari kian ‘tak bisa
bergerak’. Masalah transportasi umum selalu menjadi momok menakutkan bagi warga
Jakarta dan berbagai cara untuk mengembangkan transportasi umum Jakarta terus
dilakukan oleh pemerintah daerah bahkan nasional untuk memerangi masalah
mobilitas di Jakarta yang terus berkembang pesat. Dilihat dari sejarah panjang
transportasi di Jakarta, sudah banyak ide dan inovasi yang dilakukan oleh Jakarta
untuk membantu mobilitas masyarakat dari kereta rel listrik, bus tingkat, hingga
MRT/LRT yang kini sedang dikerjakan. Namun, walaupun banyak orang tahu sekilas;
Jakarta merupakan salah satu kota yang dulu memiliki jaringan trem yang ekstensif
dengan sistem yang lebih rumit dibandingkan dengan moda transportasi yang Jakarta
miliki sekarang. Ibarat mutiara yang dulu dibanggakan, kini trem hanyalah sekadar
bahan cerita yang dilupakan, diingat hanya dengan monumen rel yang terlihat palsu
di depan Museum Fatahilah.
Jurnal ini akan membahas persoalan trem kuda hingga trem listrik dari konteks
sejarah dan operasional trem seperti armada trem, depot, kelas, dan sistem tiketnya
dari awal tahun 1869 hingga tahun 1962.
Jakarta telah hadir hampir satu abad sebelumnya saat Jakarta masih menjadi pusat
pemerintahan Hindia Belanda. Dalam waktu kurang lebih 93 tahun beroperasinya
trem di Jakarta, banyak teknologi yang diterapkan di jaringan transportasi yang
menjadi tulang punggung warga Batavia hingga Jakarta menjadi ibukota Indonesia.
Sistem trem dengan
tenaga kuda pertamakali
diluncurkan pada tanggal 20
April 1869; tak banyak yang
tahu, namun Batavia
membangun trem lebih dulu
daripada trem di Belanda
Bagan 2 Informasi Pembukaan Trem Kuda Batavia di Surat Kabar
sendiri. Menggunakan lebar rel
1188mm, trem kuda di Batavia yang dikelola oleh BTM (Bataviasche Tramway
Maatschappij) menghubungkan Batavia dan Weltevreden dengan rute
Amsterdamschepoort (Gerbang Amsterdam) – Molenvliet (Gajah Mada) – Harmoni
yang pada tahun yang sama diperpanjang hingga Tanah Abang dan Meester Cornelis
(Jatinegara). Trem kuda yang berkapasitas 40 orang dengan ditarik 3-4 kuda ini
mengundang banyak pengguna dengan kurang lebih 1500 orang menggunakan trem
kuda tersebut saat pembukaannya pada bulan April dan meningkat menjadi 7000
orang pada bulan September pada tahun yang sama.
Dengan cuaca tropis yang sangat panas ketimbang Belanda, kuda-kuda yang
didatangkan dari Sumba, Timor, Sumbawa, Tapanuli, Priangan, dan Makassar ini
dianggap merepotkan Batavia kala itu karena kuda-kuda yang buang air trem kuda
dan karena beban yang harus ditarik oleh kuda dan cuaca yang panas, sistem trem
ini mengorbankan nyawa kurang lebih 545 kuda. Layanan trem kuda makin tidak
popular akibat kendala operasional yang dihadapi oleh BTM. Tingginya pajak kuda
dan keuangan trem yang jelek mengakibatkan penggunaan trem kuda menurun
drastis akibat orang Eropa yang enggan untuk menggunakan trem kuda tersebut;
yang membuat akhirnya pada tahun 1880 operasi trem kuda dipindahtangankan dari
BTM kepada Firma Dummler and Co.
Dua tahun kemudian, operasi trem kuda diambilalih oleh NITM (Nederlandsch-
Indische Tramweg Maatschappij) yang juga memutuskan untuk merubah trem kuda
menjadi sistem trem uapnya yang dibuka pada tanggal 1 Juli 1883. Trem kuda diubah
secara bertahap dan sepenuhnya digantikan dengan trem uap pada tahun 1884.
Dengan lokomotif rakitan Beynes dari Belanda dengan “vuurloze locomotief” atau
lokomotif uap tak berapi, trem NITM melayani Batavia setiap hari dari pukul 5:45
hingga 18:30 dengan kekerapan trem hingga 10-7 menit sekali. Trem uap menjadi
primadona masyarakat Batavia saat sistem kelas diperkenalkan untuk warga pribumi
(inlanders). Penumpang trem uap meningkat 173% karena itu, namun dibabak sejarah
selanjutnya sistem kelas ini menimbulkan permasalahan baru. Walaupun dengan
kecepatannya yang terbatas (15 km/jam), kecelakaan yang melibatkan trem uap
dengan pejalan kaki cukup sering terjadi.
Walau menjadi tahun dimana trem listrik di Batavia paling jaya, pada tahun 1934 lin 5
dengan rute Batavia ke Pintu Besi via Gunung Sahari ditutup. BVM betemu dengan
situasi keuangan yang buruk pada tahun 1935 karena terdapat persaingan dengan
Dengan sistem ini, khalayak ramai dapat lebih mudah mengetahui mana trem
yang akan mereka gunakan dengan menggunakan istilah “trem yang putih” atau “trem
yang merah” untuk mengidentifikasi trem lin 1 atau 4. Zona tariff juga diadakan untuk
membedakan tariff yang dikenakan berdasarkan jarak tempuh. Pada tahun 1937
kurang lebih 7 juta orang menggunakan layanan trem listrik BVM, dan perubahan
kembali terjadi dengan pembukaan kembali rute lin 5 menuju Gunung Sahari pada
tahun 1939. Diambang Perang Dunia II, walaupun BVM sedang berkembang cukup
pesat, pada tahun 1940 Perang Dunia telah terjadi di Eropa dan Belanda
mengumumkan “keadaan perang”. Walaupun dalam keadaan genting perang, BVM
tetap melayani publik Batavia dengan kembali membuka layanan bus kotanya pada
tahun 1941.
Bagan 16 - Jajaran
Trem Listrik BVM di
Molenvliet
Bagan 19 - Trem
Listrik BVM lin 1
melintasi Glodok
Bagan 20 - Tram
Listrik BVM lin 4 -
Lokasi tidak diketahui
Bagan 26 - Badan trem dengan tulian "Better to Bagan 25 - Trem dengan tulisan yang sama dengan bagan 25
Hell than to be colonized again" (Lebih baik ke
neraka daripada di jajah lagi)
Jam Trem
Lin Kekerapan Trem Jenis Kereta
Terakhir
2 kereta dan
1 9 menit sekali 00.09
pikolanwagen
2 15 menit sekali 1 kereta 23.45
3 15 menit sekali 1 kereta 23.55
1 kereta dan
4 10 menit sekali 23.58
pikolanwagen
5 12 menit sekali 1 kereta 23.13
6 30 menit sekali 1 kereta Tidak diketahui
Dilihat dari tabel diatas, satu percobaan dilakukan oleh BVM untuk mengoperasikan
layanan trem listriknya hingga tengah malam sejak 1 April 1948. Tidak hanya itu, pada
tahun yang sama di bulan Juli BVM kembali menyelenggarakan layanan bus kotanya
dengan nama MTD (Motor Transport Dienst) yang sebelumnya dioperasikan
langsung oleh tentara Belanda.
Bagan 29 - Trem lin 1, mengibarkan bendera Belanda
Oleh karena banyaknya permasalahan ini, sejak awal 1951 telah digaungkan
rencana melempar BVM ke proses likuidasi dan kebangkrutan. Walikota Djakarta saat
itu, Sjamsuridjal telah berencana untuk mengganti sistem trem listrik yang ada
Dengan tak adanya perbaikan, infrastruktur trem dibiarkan hingga tidak dapat
digunakan. Sebagai contohnya di Gondangdia, saat perlintasan jalur trem di Jalan Tjut
Mutia dengan kereta api dianggap tidak dapat digunakan lagi, ketimbang diperbaiki
PPD memutuskan untuk memisahkan lin 5 ke dua bagian, Tanah Abang – Cut Mutia
dan Cut Mutia – Kramat, dan dengan rem trem yang sudah tidak berfungsi dengan
baik, trem dioperasikan perlahan dan berjalan mundur.
Bagan 43 - Trem lin 1 oleh PPD, kondisinya yang sudah uzur setelah beroperasi 40 tahun
16 Maret 1960 menjadi hari yang menyedihkan bagi sejarah trem Djakarta ketika PPD
memutuskan untuk mengakhiri layanan trem lin 1 dari Djakartakota hingga Kramat
Bagan 44 - Pembangunan Jalan Thamrin, terlihat trem lin 5 melintas di Jl. Kebon Sirih
Bagan 51 - Bus
Leyland Comet
pengganti trem PPD
(LIFE)
Jumlah
Nomor Tahun Pabrik Kapasitas Penomoran
Tipe tempat Jml.
Trem Pembuatan Pembuat berdiri BVM
duduk
NITM
1-21 1882/1909
Hohenzollern Lokomotif uap - - - 38
51-67 1921
1-14 1882 Trailer A 16 A1-14 14
51-64 1882 Trailer B 26 14
B101-123
91-99 1882/89 Trailer A 24 9
101-
1882/89 Trailer B 34 AB201-207 7
107
151- Beijnes 16
1883 Trailer B AB208-209 2
152
202-
1884 Trailer AB - 2
202
211-
1897 Trailer AB - 2
212
40
AB253,
221- Werkplaats 254, 256,
1904 Trailer AB 20 6
226 NITM C505,
506,509
251-
1887/97 Beijnes Trailer C 28 - 14
264
Jumlah
Nomor Tahun Pabrik Kapasitas Penomoran
Tipe tempat Jml.
Trem Pembuatan Pembuat berdiri BVM
duduk
BETM
Dyle et
1-22 1899 C451-472 22
Bacalan Elektrische
motorrijtuig 40 16
BC352,
(emr C)
23-27 1912 353, C473- 5
475
Beijnes
Elektrische
101- BC351,
1914-1915 motorrijtuig 15 35 5
105 354-357
(emr ABC)
Dyle et
51-72 1899 22
Bacalan Aanhangrijtuig
/trailer (ahr 36 12 -
AB)
73-77 1912 Beijnes 5
Armada trem NITM/BETM (kemudian BVM) disimpan di beberapa depot yang terletak
di Pasar Ikan, Tjikini, Kramat, dan depot baru yang terletak di Meester Cornelis. Depot
(remise) Kramat merupakan remise yang sebelumnya juga dioperasikan oleh NITM
dan trem uapnya, setelah peleburan NITM dan BETM dilaksanakan pada tahun 1930,
dan 53 berdiri. Sebagai langkah maju trem ini sedari dulu sudah disiapkan untuk
proses elektrifikasi, dan pada tahun 1933 setelah BVM berdiri trem jenis AB dan C ini
di elektrifikasi. Trem ini juga merupakan trem yang terus digunakan hingga pada
akhirnya jaringan trem di Jakarta ditutup.
Bagan 53 - Trailer/Tram Motor Listrik AB/C dengan Bagan 55 - Trailer AB/C setelah dielektrifikasi dengan pantograf
warna krem khasnya didepan Stadhuis
Depot Kramat
Terletak di sisi timur Jl. Kramat
Raya, depot ini merupakan
depot yang bermula sebagai
depot utama bagi trem uap
NITM dan menjadi titik awal
(eindstation) bagi layanan trem
Kramat – Batavia dan Kramat –
Meester Cornelis. Disini pula lah
terletak kantor utama
Bagan 68 - Depot Trem Uap Kramat (Hoofdkantoor) NITM. Setelah
merger NITM dan BETM terjadi,
depot Kramat menjadi kantor
pusat BVM dan lokasi ini
kemudian diubah menjadi depot
trem listrik oleh BVM yang terus
digunakan hingga akhir masa
operasinya ditangan PPD.
Cukup menariknya, kini lokasi
depot Kramat dimiliki oleh PT.
Angkasa Pura 2, operator
Bagan 69 - Kantor Pusat NITM bandar udara di Indonesia
bagian barat dan hampir tidak
Depot Cikini/Dierentuin
Kini terletak di Jl. Kali Pasir, Depot Cikini merupakan depot trem yang dibangun untuk
menyimpan trem-trem listrik BETM. Berlokasi kurang lebih 700 meter barat daya dari
depot Kramat, depot ini juga digunakan oleh BVM untuk menyimpan trem emr C ex-
BETMnya. Depot ini ditutup pada tanggal 14 Agustus 1934 setelah bengkel ex-BETM
juga ditutup pada bulan Juli 1934 akibat kondisi keuangan BVM yang memburuk
akibat persaingan dengan perusahaan otobus lain saat itu.
BVM
BVM terus menggunakan sistem tarif
BETM/NITM dengan jarak tempuh hingga pada
tahun 1935 diperkenalkan tarif per zona (secties)
dimana BVM membagi jaringan trem ke 3 zona
dengan tarif saat itu untuk untuk 1 zona 4 sen, 2
zona 6 sen dan 3 zona 10 sen. Ketiga zona
tersebut ialah:
a. Zona 1 (Batavia Benedenstad – Harmoni)
b. Zona 2 (Harmoni – Kramat)
c. Zona 3 (Kramat – Meester Cornelis)
Sempat ada waktu dimana untuk
mendongkrak jumlah penumpang BVM
memberikan promosi gratis es krim bagi
penumpang kelas 3 yang naik trem. Tiket
abonemen saat itu juga dibagi tergantung berapa
Bagan 83 - Pengumuman tarif zona baru BVM zona perjalanan yang diinginkan penumpang.
tahun 1952
Tiket sekali jalan hanya berlaku di satu lin saja
dan pergantian lin trem dikenakan biaya lagi, kecuali
bagi yang sudah memiliki tiket pindah lin
(overstapkaartjes).
Satu produk tiket menarik yang diadakan oleh BVM
adalah Kantoorkaart (Karcis Kantor) dan
Schoolkaart (Karcis Sekolah). Kedua tipe karcis ini
ialah abonemen bulanan yang dapat dibeli oleh
pegawai kantor ataupun anak sekolah. Berlaku hanya
pada hari kerja dan sampai pukul 17.30 saja setiap
harinya, namun kepala sekolah dapat
menggunakannya hingga pukul 24.00 dengan stempel
Bagan 84 - Informasi layanan
trem BVM beserta tarif abonemen
Bagan 88 - Monumen Trem Jakarta, yang sekarang tak terurus dimakan Bagan 89 - Informasi tentang Trem
kejamnya debu Jakarta dahulu, yang kini bahkan sudah pudar tak
terbaca
Saat ini, hampir tidak mungkin jalur trem lama Jakarta bisa dihidupkan
berhubung dengan mayoritas jalur yang dilewati sudah dilayani oleh moda
transportasi masal baru seperti BRT Transjakarta ataupun rencana pembangunan
Mass Rapid Transit (MRT) atau Light Rapid Transit (LRT). Namun setidaknya, setelah
50 tahun berlalu, tangis duka Jakarta menunggu moda transportasi perkotaan
55 TREM BATAVIA: MUTIARA TRANSPORTASI JAKARTA YANG TERLUPAKAN
berbasis rel setelah sekian lama menunggu akan segera terobati dengan dibukanya
berbagai lin baru seperti LRT lin 1 (Velodrome – Kelapa Gading), lin A (Cawang –
Cibubur), lin B (Cawang – Bekasi), lin C (Cawang – Dukuh Atas), dan MRT lin Utara
Selatan (Lebak Bulus – Bundaran HI), yang luas jaringannya mencakupi lebih banyak
masyarakat metropolitan Jakarta dan daerah penyanggahnya. Lebih sepuluh tahun
lalu pada tahun 2005 sempat digaungkan akan dibangunnya kembali trem di daerah
Kota Tua Jakarta (Batavia Benedenstad), namun 12 tahun kemudian nampaknya
sudah tidak terdengar sama sekali terkait rencana apapun untuk melestarikan
peninggalan sejarah transportasi Jakarta ini. Dan demikian, lebih kurangnya hingga
sekarang, trem listrik akan menjadi mutiara transportasi Jakarta yang terlupakan oleh
pembangunan Jakarta yang tidak henti-hentinya melaju kencang.
http://www.jakarta.go.id/v2/encyclopedia/detail/3354/trem
http://www.re-digest.web.id/2017/05/tram-mall-riwayatmu-kini.html