Anda di halaman 1dari 140

TRANSPORTASI TREM DI BATAVIA 1942-1962

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:
Mohamad Syauqi Hadzami
NIM: 1112022000052

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
i

ABSTRAK

Nsms : Mohamad Syauqi Hadzami


NIM : 1112022000052
Judul : Pasang Surut Transportasi Trem di Batavia 1942-1962

Skripsi ini membahas transportasi massal kota Jakarta yaitu trem yang
sudah beroperasi di tiga masa pemerintahan, mulai dari pemerintahan Hindia
Belanda, Jepang hingga Republik Indonesia. Trem dijalankan demi memenuhi
kebutuhan kota, seperti memobilisasi warga atau mempermudah kegiatan
perekonomian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Sedangkan
pengambilan datanya di lakukan melalui penelitian kepustakaan dan dokumentasi.
Teknik analisis data ini berdasarkan teknik heuristik, verifikasi, interpretasi, serta
historiografi.
Transportasi trem ada tiga jenis, trem generasi pertama adalah trem kuda
yang pengoprasiannya ditarik oleh dua sampai tiga ekor kuda. Trem kuda mulai
beroperasi pada tahun 1869. Kemudian trem kuda digantikan dengan trem uap
pada tahun 1884 yang dikelolaoleh prusahaan bernama Nederlandsh Indische
Trem Masatschappij (NITM).
Seiring perkembangan teknologi, trem uap pun bergeser oleh trem listrik.
Trem listrik mulai beroprasikan di Batavia paa bulan April 1889, dikelola oleh
Batavia Elektrische Tram Maastschappij (BETM). Pada masa pendudukan Jepang
Trem di Jakarta berhasi diambil alih oleh tentara Jepang pada tanggal 15 Maret
1942 dan namanya pun diganti menjadi Seibu Rikoyu Kiko Djakarta Shinden.
Setelah Jepang menyerah, perusahaan trem dinasionalisasikan melalui
Undang-undang Darurat No. 10 tahun 1954 namanya pun diganti menjadi
Perseroan Terbatas Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PT.PPD) yang
dikelurakan oleh Presiden Sukarno. Trem yang sudah beroperasi sejak 1869 itu
harus dihentikan pengoperasiannya pada masa pemerintahan Indonesia. Presiden
Sukarno menganggap trem terlalu kuno dan tidak pantas untuk kota Jakarta.
Setelah trem dihapuskan, bus- bus pun menggantikan peranannya dalam melayani
warga Jakarta.

Kata kunci: Transportasi, Trem, Batavia, Penghapusan


ii

Kata Pengantar

Bismillahirrohmaanirrohiim

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Pertama-tama penulis memanjatkan kalimat dan puji beriring secara tulus

yang hanya pantas disembah Tuhan Illahi Robbi. Dialah Dzat Yang Maha Suci,

Maha Agung, Maha Kuasa yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah

dan seluruh ciptaan-Nya baik segala apa yang ada di bumi dan segala apa yang

ada di langit. Menjadikan agama Islam yang telah diridhoinya dan sebagai cahaya

petunjuk untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dan Dialah yang

selalu ada ketika manusia dalam keadaan fana.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada manusia

terbaik, manusia revolusioner, manusia yang dapat dipercaya yakni Baginda Nabi

Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berserta keluarganya dan para

sahabatnya yang dengan segenap daya dan upayanya membangun peradaban

dunia. Membawa dunia dari zaman penuh kebodohan, kegelapan dan kekufuran

ke zaman yang penuh cahaya iman dan ilmu yang menyelamatkan kita sebagai

umatnya.

Perjalanan menempuh gelar sarjana tidaklah semudah membolak-balikan

telapak tangan. Berbagai halangan yang merintangi dari mulai masuk ke bangku

perguruan tinggi, menyelesaikan skripsi ini hingga meraih gelar sarjana. Namun,

dengan kekuasaan-Nya Allah Azza Wajalla memperlihatkan kasih sayang-Nya

kepada manusia yang selalu ingin berusaha dan terus berdoa. Alhamdulillah,

semua ini dapat terselesaikan dengan baik.


iii

Skripsi ini yang berjudul TRANSPORTASI TREM DI BATAVIA 1942-

1962 sengaja penulis bahas. Melihat yang membahas transportasi trem di Batavaia

ini di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta belum ada yang membahas. Selain itu,

berawal dari kegelisahan penulis sebagai warga Jakarta dengan sistem transportasi

massal yang carut-marut dan tidak didukung oleh fasilitas yang memadai,

akhirnya penulis terdorong untuk membahas mengenai transportasi massal yang

ada di Jakarta pada saat itu.

Atas selesainya skripsi ini, penulis sangat berterima kasih kepada semua

pihak yang telah memberikan peran penting dan kontribusi berharga bagi penulis,

baik selama penyusunan skripsi ini maupun ketika menjalani masa perjuangan di

kampus tercinta hingga sampai menempuh jenjang pendidikan sarjana. Dan

dengan segala kerendahan hati, penulis sadar betul kepada mereka yang telah

memberikan kontribusi berharganya. Tentunya penulis mengucapkan banyak-

banyak terima kasih kepada:

1. Kedua orag tua yang sangat tercinta Ibunda Chairiyah dan Ayahanda

(Alm). Muhammad Sa’damih yang telah melahirkan dan membesarkan

penulis. Ini merupakan sebuah kado pertama yang bisa penulis berikan

kepada mereka, terutama kepada Ayahanda tercinta yang telah pergi

terlebih dahulu meninggalkan kami. Semoga almarhum tersenyum

melihat anak satu-satunya ini berhasil menyelesaikan studi sarjananya.

2. Penulis juga mengucapkan bayak-banyak terima kasih kepada Emak

(Nenek) dan Baba (Kakek) yang selalu memberikan dukungan dari

masa-masa kuliah hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Hal inilah

yang merupakan sebagai tanggung jawab moral bagi penulis.


iv

3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Abdul Chair selaku

dosen pembimbing yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan

skripsi ini

4. Prof. Dr. Syukron Kamil, MA selaku Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. H. Nurhasan MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan

Islam dan Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah

dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA sekalu Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

7. Staff Arsip Nasional Republik Indonesia yang membantu penulis

mencarikan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sumber

penulisan skripsi ini.

8. Tak lupa juga ucapan terima kasih kepada Irfan Ma’ruf yang sudah

rela diganggu waktu tidurnya, yang sudah mau makan bareng satu

piring berdua, makan seadanya, dipinjamkan komputernya, dan

dipinjamkan kostnya, untuk menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa juga

kepada Rahma Sari yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan

semangat agar cepat terseleasikan skripsi ini.

9. Kepada para senior dan kawan-kawan Lembaga Pers Mahasiswa

Islam (Lapmi) HMI Cabang Ciputat, Kakanda Husnul Hulk,

Kakanda Akmal Fauzi, Kakanda Tanto Fadli, Yunda Khariroh

Maknunah, yang telah banyak mengajarkan menulis. Melky Amirus

Soleh, Hafidz Fathur Rizqi, Agita Surya Pertiwi, Agustina, Ajeng Eka
v

N.K.P, Ratu, Kim Hasanah, Ika Wahyuni, Ilka Sawidri, Ayu Utami,

Agung dll.

10. Kepada para senior HMI Komisariat Fakultas Adab dan Humaniora

(Kofah) Cabang Ciputat, dan kawan-kawan HMI Kofah angkatan

2012 yang telah memberikan semangat bagi penulis.

11. Tak lupa juga kepada kawan-kawan SKI A 2012 yang selalu kompak

dan solid yang terangkum dalam kenangan indah di masa-masa

perjuangan. Semoga tetap solid dan kompak hingga ke depannya,

Sekali lagi penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan mendukung serta membimbing penulis hingga selesai. Penulis

sadar betul bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis

membuka kritikan maupun saran dari siapa saja, dan semoga skripsi ini

bermanfaat untuk pembaca sekalian.

Ciputat, 9 April 2017

Penulis
vi

Glosarium

Wilayah administratif pada masa


Afdeling
pemerintahankolonial Hindia Belanda setingkat

Kabupaten

Benedenstad Merupakan Kota Bawah atau kota lama (oude

stad atau old town) Batavia pada saat didirikan J.P

Coen. Wilayah ini di abad-19 mencakup bagian utara

kota Batavia, sekitar Kali Besar, balai kota,

pelabuhan lama, dan kampung Cina di Glodok, serta

daerah antara Kali Besar dan Tijgersgracht (kini Jl.

Lada).

Bendi Transportasi ringan beroda dua yang ditarik kuda

Burgermeester Kepala daerah dari sebuah Gemeentee atau

kotamadya.

Buitenzorg Nama sebelum Bogor pada zaman Kolonial

Delman Kereta beroda dua yang ditarik kuda dengan

susunan bangku penumpang yang saling

berhadapan.

Dipikul Membawa barang dengan menggunakan media

berupa kayu atau bambu yang masing-masing


vii

diujungnya terdapat tali yang menggantung dan

terikat dengan sebuah wadah yang berisi barang

bawaan. Cara membawanya yaitu dengan

meletakkan kayu/bambu tersebut di atas bahu

Distrik Bagian kota atau negara yang dibagi untuk tujuan

tertentu. Atau daerah bagian dari kabupaten yang

pemerintahannya dipimpin oleh pembantu bupati

sebelum tahun 1970.

Ebro Kendaraan sejenis kereta berkuda yang

bertenda, beroda empat yang paling populer. Ditarik

dua ekor kuda yang dipisahkan dengan sebuah terak

panjang. Nama ebro merupakan nama dari

singkatan perusahaan yang menyewakannya yaitu

Eerste Bataviasche Rijtuig Onderneming.

Transportasi kereta kuda ini masih digunakan di

kota Yogya juga Solo (Surakarta) dan sekarang ini

lebih dikenal bernama andong

Gandar Besi bundar panjang yang menghubungkan roda-

roda

Gerbong pada trem yang biasanya diperuntukkan


Gerbong Pikulan
bagi pedagang. Terkenal dengan nama gerbong

pikulan karena mayoritas pedagang yang naik trem

tersebut membawa barangnya dengan dipikul.


viii

Gulden (f) Gulden atau Guilder adalah mata uang yang

digunakan Indonesia pada masa pemerintahan

Hindia Belanda.Simbol ƒ atau fl. untuk guilder

Belanda berasal dari mata uang lama lainnya, yaitu

florijn, yang dibaca florin dalam bahasa Indonesia.

konsesi konsesi merupakan hak suatu izin sehubungan

dengan pekerjaan besar yang melibatkan kepentingan

umum yang mana pekerjaan tersebut merupakan

tugas pemerintah tetapi oleh pemerintah di berikan

hak penyelenggaraan kepada konsesionaris

(pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah.

Inlander Sebutan bagi penduduk asli atau pribumi di

Indonesia oleh orang Belanda pada masa

pemerintahan kolonial Belanda.

Kahar Per Kereta kuda yang Bentuknya seperti delman,

tetapi rodanya lebih tinggi dan tidak mempunyai

pintu belakang.

Karoseri Berasal dari bahasa BelandaCarrosserie, adalah

rumah- rumah kendaraan yang dibangun di atas

rangka/sasis.

Kompeni Sebutan untuk persekutuan dagang Belanda

di Nusantara pada pertengahan abad ke-17 sampai


ix

dengan awal abad ke-19

Landaulet Kereta kuda beroda ban karet padat yang

biasanya diperuntukkan bagi warga menengah ke

atas.

Salah satu sistem Kereta Api Penumpang yang


Light Rail Transit
beroperasi dikawasan perkotaan yang konstruksinya
(LRT)
ringan dan bisa berjalan bersama lalu lintas lain atau

dalam lintasan khusus. LRT merupakan bentuk

peningkatan dari trem yang mengadopsi segi-segi

positif dari kereta api dan trem konvesional.

Lijn/lin Jalur lalu lintas trem Kereta yang berjalan di atas rel

tunggal.

Mardeijker Orang Asia yang beragama Kristen yang berasal

dari wilayah-wilayah kekuasaan Portugis di Asia.

Pengambilalihan milik asing menjadi milik bangsa


Nasionalisasi
atau negara, biasanya diikuti dengan penggantian

yang merupakan kompensasi.

Ommelanden Daerah di sekitar Batavia yang terbentuk atas

daerah inti yang bernama Jakarta, meluas ke arah

timur dan selatan membentuk perkampungan baru,

daerah bagiandibedakan menjadi dua, yaitu


x

Ommelandenbagian barat yaitu Tangerang

(Benteng), danOmmelandenbagian selatan yaitu

Buitenzorg (Bogor).

Oplet Kendaraan bermotor (biasanya mobil Morris yang

dimodifikasi) yang hanya mengangkut 8 orang pada

rute yang telah ditetapkan.

Undang-Undang yang dikeluarkan oleh Panglima


Osamu Seirei

Tentara Keenambelas Jepang.

Otobus/bus Mobil besar angkutan umum yang dapat

memuat banyak penumpang.

Oud Batavia: Batavia lama, Sebutan lain dari Benedenstad.

Sekarang merupakan daerah Kota Tua Jakarta.

Kereta kuda dengan keretanya yang beroda


Palankijn/Pelangki
empat, ditarik dua ekor kuda, dua daun pintu yang

tingginya kira-kira 60-70 cm dan empat jendela

dengan kisi-kisi kayu untuk melihat keluar.

Pedati Sarana angkut layaknya kereta kuda tetapi lebih

sering digunakan sebagai alat angkut barang (seperti

mengangkut hasil pertanian). Tenaga angkutnya

tidak hanya kuda, tetapi juga kerbau dan orang yang

mengendarainya disebut pedati voeders.

Prahoto Mobil besar yang memakai bak untuk


xi

mengangkut barang; truk.

Remise Gudang atau pangkalan trem; depot pengisian uap

pada trem uap.

Sado Diambil dari bahasa Perancis dos-à-dos, yang

artinya membelakangi. Kereta beroda dua yang

ditarik oleh kuda dengan penumpang yang duduk

saling memunggungi kusirnya.

Viaduct/viaduk Sebuah jembatan yang terdiri dari kolom/tiang

yang berjarak pendek. Kata viaduct berasal dari

Bahasa Latin yang artinya melalui jalan atau menuju

sesuatu arah.

Daerah tempat tinggal utama orang-orang Eropa


Weltevereden
di pinggiran Batavia, kadang disebut juga Bovenstad

(kota atas).

Trayek Jalan yang dilalui; jalan yang ditempuh

oleh transportasi umum.

Toko Rumah untuk berjulalan yang biasanya dipakai oleh

orang Cina.,

Trem Kereta yang dijalankan oleh tenaga listrik

atau lokomotif kecil, biasanya digunakan sebagai

angkutan penumpang dalam kota.

Vereenigde Oost- Perusahaan dagang Hindia Timur milik Belanda


xii

Indisch Compagnie yang didirikan pada tahun 1602.

(VOC)
xiii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

GLOSARIUM.. ............................................................................................... vi

DAFTAR ISI. .................................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah.. ........................................................ 1

B. Permasalahan. .......................................................................... 12

a. Identifikasi Masalah .......................................................... 12

b. Batasan Masalah.. .............................................................. 12

c. Rumusan Masalah ............................................................. 12

C. Tujuan Penelitian..................................................................... 13

D. Manfaat Penelitian................................................................... 14

E. Tinjauan Pustaka.. ................................................................... 14

F. Kerangka Teori ........................................................................ 17

G. Metode Penelitian .................................................................... 18

H. Sistematika Penulisan.............................................................. 20

BAB II GAMBARAN UMUM BATAVIA.. ........................................... 22

A. Kondisi Demografis dan Geografis. ........................................ 22

B. Sistem Perekonomian… .......................................................... 41


xiv

C. Potret Transportasi di Batavia ................................................. 46

1. Transportasi Air................................................................. 46

2. Transportasi Darat.. ........................................................... 50

BAB III TREM DI BATAVIA PADA MASA HINDIA BELANDA

DAN JENIS-JENISNYA ............................................................ 54

A. Trem Sebagai Transportasi Umum Darat di Batavia.. ............ 54

B. Trem Kuda............................................................................... 56

C. Trem Uap................................................................................. 60

D. Trem Listrik............................................................................. 63

BAB IV TREM DI JAKARTA 1942-1962 DAN DIHAPUSNYA

OLEH PRESIDEN SOEKARNO .............................................. 69

A. Masa Pendudukan Jepang ....................................................... 69

B. Trem Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia ....................... 72

C. Jakarta Pada Masa Soekarno ................................................... 76

D. Kepemilikan Perusahaan Trem oleh Pemerintah Indonesia.... 85

E. Dihapusnya Trem oleh Presiden Soekarno ............................. 91

BAB V PENUTUP .................................................................................... 98

A. Kesimpulan.............................................................................. 98

B. Saran. ....................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 104

LAMPIRAN-LAMPIRAN. ........................................................................... 109


xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kreta kuda berjenis Sado .......................................................... 52


Gambar 2 Trem kuda yang ditumpangi oleh beragam etnis ..................... 55
Gambar 3 Trem uap di PostspaarbankMolenvliet ..................................... 61
Gambar 4 Pembukaan trem listrik di Batavia ........................................... 64
Gambar 5 Peta Batavia dan jalur trem listrik tahun 1941 ......................... 66
Gambar 6 Trem listrik yang menjadi media komunikasi untuk
menyuarakan kemerdekaan bangasa Indonesia ........................ 76
Gambar 7 Trem listrik dan susana hiruk-pikuk di Pasar Senen ................ 84
Gambar 8 Trem listrik dan gerbong pikulan yang biasanya dikhususkan
bagi para pedagang pribumi ..................................................... 89
Gambar 9 Bus Ikarius yang diimpor dari Eropa menggantikan
pengoprasian trem .................................................................... 95
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Penemuan terbesar setelah alfabet (tulisan) yang telah membawa kemajuan

dalam kebudayaan dan kesejahteraan manusia adalah penemuan alat transportasi.

Kemajuan pengangkutan adalah sebagai akibat kebutuhan manusia untuk

berpergian ke lokasi atau tempat yang lain guna mencari barang yang dibutuhkan

atau melakukan aktifitas, dan mengirim barang ke tempat lain yang membutuhkan

sesuatu barang.1

Sudah menjadi kebutuhan dasar manusia untuk berpindah tempat, baik

perpindahan yang bersifat sementara maupuun perpindahan yang bersifat tetap.

Transportasi merupakan media perpindahan manusia dari suatu tempat ke tempat

lain. Oleh karena itu, transportasi mempunyai peran yang penting bagi kehidupan

manusia, lebih-lebih pada zaman modern.2

Transportasi merupakan hal terpenting dalam keihdupan/kegiatan manusia

dan juga merupakan unsur terpenting dalam mobilitas sehari-hari. Manusia tidak

mengalami perkembangan dan kemajuan apabila tidak ditunjang oleh

transportasi.3 Setelah roda berhasil diciptakan yang mendorong kemajuan alat

angkut di darat, dan kompas yang membuka kesempatan berlayar jauh serta mesin

1
Nur Nasution, APU, Manajemen Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004).h. 13.
2
Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia, Jilid 1, (Bandung,
APKA, 1997), h. 1.
3
Maringan Masry Simbolon, Ekonomi Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), h.
1.

1
2

uap pada masa revolusi industri yang dipakai sebagai alat penggerak kendaraan

bermotor, kapal, dan kereta api, maka hanya diperlukan waktu kurang dari satu

abad untuk mengalahkan bukan hanya hambatan dalam jarak, tetapi

mempersingkat waktu perjalanan.

Tidak ada lagi titik-titik tujuan di muka bumi yang tidak dapat dicapai oleh

manusia, tidak ada lagi batasan dalam berat dan volume barang yang tidak bisa

diangkut. Manusia tidak perlu lagi membuang waktu berminggu-minggu atau

berbulan-bulan dalam perjalanan untuk berpergian ke tempat yang dahulu

dikatakan letaknya terlalu jauh dari tempat dia berdiam, pilihan angkutan juga

terbuka luas.

Untuk berpergian, orang bisa memilih apakah akan melalui darat, laut atau

udara, kombinasi ketiga kelompok jenis angkutan tersebut dengan berbagai ragam

kendaraan sebagai alat angkut yang tersedia. Masa perkembangan transportasi

terwujud dalam bentuk kemajuan alat angkut selalu mengikuti dan mendorong

kemajuan teknologi transportasi. Perkembangan ini telah memupus kegelapan

dalam kehidupan manusia yang tidak terjamah oleh kemajuan untuk jutaan tahun

lamanya.

Transportasi dapat menciptakan dan meningkatkan tingkat aksebilitas

(degree of accessibility), dari potensi-potensi sumber alam dan luas pasar. Sumber

alam yang semula tidak termanfaatkan akan mudah terjangkau dan dapat diolah.

Transportasi juga dapat menjangkau pasar dapat tercipta sekaligus, pasar internal
3

(lebih banyak yang bisa dijual dalam batas luas pasar yang sama) dan pasar

eksternal (terbukanya pasar yang baru dilokasi yang lain).

Transportasi sebagai sarana pendukung mobilitas umat manusia sangatlah

vital kegunaannya dalam membantu aktivitas kehidupan sehari-hari. Sebagai alat

angkut yang mempunyai fungsi memindahkan, menggerakkan dan mengangkut,

transportasi memudahkan sang pengguna dengan jaminan aman, nyaman, cepat,

lancar, terjamin dan ekonomis terutama saat membawa banyak barang.

Transportasi menjadi alat yang memudahkan manusia dengan mewujudkan

kepraktisan mengangkut barang bawaan, mengurangi bebabnnya juga untuk lebih

cepat sampai tujuan

Kemajuan transportasi akan membawa peningkatan mobilitas manusia,

mobilitas faktor-faktor produksi dan mobilitas hasil olahan yang dipasarkan.

Makin tinggi mobilitas berarti lebih cepat dalam gerakan dan peralatan yang

terefleksi dalam kelancaran distribusi serta lebih singkat waktu yang diperlukan

untuk mengolah bahan dan menjadikannya dari tempat di mana bahan tersebut

kurang bermanfaat ke lokasi di mana manfaatnya lebih besar. Makin tinggi

mobiltas dengan demikian berarti lebih produktif.4

Perkotaan sebagai wilayah pusat bisnis (central buisness district)

memerlukan sarana dan prasarana transportasi yang lebih banyak dibandingkan

pedesaan. hal ini agar segala kegiatan manusia di kota dapat didukung secara

4
Nur Nasution, APU, Manajemen Transportasi, h. 14.
4

memadai. Sebagai kota yang memiliki jumlah penduduk yang besar misalnya

Jakarta, menurut data tahun 2000 memiliki penduduk 0.2% tiap tahun.5

Pada umumnya, permasalahan transportasi terletak pada

ketidakseimbangan antara kebutuhan sarana, prasarana, dan fasilitas transportasi,

serta pertumbuhan penduduk dan juga perkembangan ekonomi suatu daerah atau

wilayah. Sebagaimana kondisi dari beberapa kota dan wilayah diatas, masih

dijumpai keberadaan sarana transportasi, selanjutnya sarana transportasi tidak

seimbang dengan fasilitas penunjang dan tidak seimbang dengan pertumbuhan

penduduk dan juga terdapat kitidak seimbangan dengan perkembangan ekonomi

atau dengan pembangunan wilayah dan daerah.

Dengan demikian, transportasi atau aktivitas bisnis dan perkembangan

wilayah saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Memjukan suatu daerah

memerlukan transportasi. Fungsi lain dari transportasi dapat sebagai pembuka

isolasi derah, di samping sebgai perangsang pembngunan, sarana komunikasi, atal

pemersatu budaya, ekonomi, dan politik dan yang lainnya. Jelas bahwa

transportasi memiliki nilai strategis bagi suatu wilayah, baik pedesaan, perkotaan

dan bahkan bagi suatu bangsa dan negara. nilai strategis transportasi di sini,

terutama nilai ekonomisnya memberi tambahan kesejahteraan hidup bagi

masyarakat.6

Dampak keberadaan transportasi massal untuk perkotaan sangatlah besar,

terutama untuk kota-kota besar seperti Jakarta. Sebaai Ibukota, laju pertumbuhan

5
Maringan Masry Simbolon, Ekonomi Transportasi, h. 3.
6
Maringan Masry Simbolon, Ekonomi Transportasi, h. 4-5.
5

ekonomi yang lebih maju dibandin dengan kota-kota lainnya di Indonesia

membuat Jakarta memiliki daya tarik bagi orang-orang daerah untuk menetap atau

sekedar mencari sesuap nasi. Dukungan sarana transportasi massal dalam

menawarkan jasa menjadi sangat penting, perannya dalam penyebaran penduduk,

distribusi barang dan penghubung dari satu daerah ke daerah lain. Hanya saja,

transportasi massal di Jakarta selalu menjadi kendala seperti populasi atau tidak

kenyamanan bagi para penumpangnya.

Semakin berkembangnya zaman era transportasi kuno pun berevolusi

menjadi lebih modern. Perubahan mulai banyak terjadi, mulai dari kegunaan,

kapasitasnya yang beragam, bentuk yang disesuaikan dengan kebutuhan sampai

energi penggerak yang berpengaruh pada kecepatan. Dirancang sebagai alat

angkut, alat transportasi yang semula mengangkut sedikit muatan dimodifikasi

bias menampung lebih banyak. Hal itu bias terlihat pada transportasi massal yang

tumbuh di perkotaan pelayanan publik.7

Revolusi industri pada abad ke-18 mengakibatkan perkembangan

peningkatan volume angkutan barang yang besar. Angkutan kereta api/trem dapat

dimanfatkan karena mampu mengangkut barang dalam rangkaian gerbong yang

panjang.8 Kereta api sebenarnya dapat menyelenggarakan rencana-rencana

perjalanan secara teratur dan dapat diandalkan, artinya tidak banyak bergantung

pada cuaca, kecuali badai, topan, atau banjir. Tingkat keselamatannya pun tinggi

hingga adanya jaminan barang-barang sampai tujuan.

7
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/368374/mass-transit (diakses pada, Rabu,
10 Agustus, 2016).
8
M. Nur Nasution, APU, Manajemen Transportasi, h. 151.
6

Adanya jalan rel merupakan salah satu hasil upaya pengembangan sistem

transportasi, baik mengenai jalan lintasnya maupun kendaraan dan

pengoprasiaannya. Penemuan roda serta penggunaannya untuk kendaraan

pengangkutan lebih dari tiga ribu tahun yang lalu memberi dorongan besar untuk

membuat konstruksi jalan yang baik. Tumbuhnya jalan rel adalah salah satu hasil

dari upaya-upaya ke arah perbaikan jalan kendaraan serta peningkatan daya

angkut yang telah dimulai sejak abad ke-16.

Begitu pula halnya yang terjadi di Hindia Belanda, mulai timbul pemikiran

untuk membangun jaringan jalan rel. Karena sejak jaman Kolonial dalam sejarah

Indonesia, terutama sejak abad ke-18 Masehi, alat transportasi semakin lama

menjadi masalah besar dan sulit. Hal itu disebabkan oleh adanya upaya besar-

besaran dari pengusaha kolonial untuk mengangkut kekayaan yang dihasilkan dari

bumi Indonesia sebagai barang dagangan untuk dijual ke pasar Internasional,

khususnya pasar negara-negara Eropa.

Kekayaan bumi Indonesia yang dimaksud berupa hasil hutan, hasil

perkebunan, hasil tambang, seperti kayu, nila, kopi, lada, cengkih, pala, tembakau,

teh karet, kapur barus, minyak bumi, emas, batu bara, dan timah. Jumlah produksi

barang dagangan tersebut berhasil ditingkatkan secara mencolok, tetapi

pengangkutannya dari daerah produksi, terutama yang berada di daerah

pedalaman, ke kota-kota pedalaman ke kota-kota pelabuhan sangat lamban

sehingga tidak ekonomis, bahkan sering terjadi barang menjadi rusak karena
7

terlalu lama di gudang atau di perjalanan. Perjalanan itu bisa memakan waktu

lama, berhari-hari bahkan berbulan-bulan.9

Saat pimpinan armada Belanda Cornelis de Houtman sampai ke Jacatra

pada 13 November 1596, kota tersebut masih berupa pelabuhan kecil yang

terletak di muara sungai kali Ciliwung di sebelah barat laut pulau Jawa.

Penduduknya adalah orang Sunda yang berjumlah beberapa ribu, dan tinggal di

rumah-rumah bambu yang berkelompok dan dipagari. Jacatra adalah vasal Banten

yang pada waktu itu adalah kota pelabuhan utama perdagangan lada.

Bangsa Belanda adalah bangsa Eropa pertama yang tiba di Jacatra. Orang-

orang portugis belum pernah tiba di sana. Meskipun demikian, syahbandar

pelabuhan Jacatra dapat dapat berbicara dalam bahasa Portugis adalah bahasa

utama yang digunakan dalam perdagangan internasional di Aisa

Sebagai kota yang diapersiapkan untuk menjadi pusat politik serta

perdagangan internasional di Hindia Belanda, pemerintah kolonial berupaya

membangun sarana dan prasarana transportasi yang layak dan nyaman di Batavia,

maka kemudian pemerintah Hindia Belanda mulai membuat transportasi yang

berbsis rel.

Trem sebagai salah satu moda transportasi darat massal di dunia

memberikan variasi terhadap bentuk dan tujuan penggunaannya. Bentuk visik

yang tidak sebesar kereta api yang ditarik oleh lokomitif besar memudahkan trem

mengangkut penumpang menyururi jalan-jalan kota. Perbedaan lainnya trem

9
Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia, Jilid 1. h. 2.
8

mempunyai batas daerah pengoprasian dan jarak tempuhnya tidak sejauh kereta

api yang bias mengantar penumpang dari kota ke kota lainnya.

Transportasi trem ini awalnya berasal dari Eropa, tepatnya dari sebuah

negara di Britania Raya yaitu Wales. Trem pengangkut penumpang berpredikat

pertama ini beroprasi di kota Swansea pada tahun 1807 dan dioprasikan oleh

perusahaan pelayanan penumpang, The Swansea and Mumbles Raiway. Bentuk

fisik trem masih sangat sederhana, hanya berupa gerbong tanpa atap serta masih

memanfaatkan tenaga satu dua ekor kuda. Sebelum menjadi transportasi umum

bagi manusia. Beroperasi mulai than 1804 di jalur Oystermouth, pesisir barat daya

kota Swansea, awalnya sempat digunakan sebagai pengangkut hasil-hasil tambang

di daera bernama Mumbles.10

Meski hampir mirip dengan kereta kuda karena sama-sama menggunakan

tenaga kuda perbedaan jelas ada, yaitu pada penggunaannya yang khusus di atas

rel sehingga perjalanan menjadi lebih mulus karena sangat minim guncangan.

Berbeda dengan kereta kuda yang beroprasi di jalan raya, karena kuda akan sering

bertemu denga lubang dan gelombang di jalan. Trem kuda mempunyai masa yang

relative singkat pamornya karena tenaga kuda kurang efektif sebagai transportasi

modern. Teknologi uap dan listrik yang semakin maju, membuat trem kuda

perlahan-lahan sedikit terpinggirkan.

Tahun 1925, Walikota Batavia yang saat itu dijabat oleh Ir. Voomeman

mengeluarkan usul agar masalah angkutan trem dalam kota Batavia yang saat itu

10
Andrew Davies, Walking on Gower: De Elektrische Standstrams op Java, (Rotterdam:
Wyt, 197), hlm. 30.
9

dioperasionalkan oleh Nederlandsch Indische Tram Maatshappij (Maskapai Trem

Hindia Belanda atau NITM), dan Bataviach Elektrische Tram Maatschappij

(Maskapai Trem Listrik Kota Batavia atau BETM), dimerger (digabung) sebagai

satu perusahaan yang bergerak di bidang transportasi darat dalam kota Batavia.

Usul tersebut baru terealisasikan pada tahun 1930, akhirnya dua

perusahaan itu bergabung menjadi sebuah perusahaan bernama Bataviasche

Verkeers Maatschappij (Maskapai Lintas Kota Batavia) atau disingkat BVM.

Berdirinya BVM ini ditetapkan lewat akta notaris Meester Andrian Hendrik van

Ophuijsen.

Terbentuklah BVM dengan aset gabungan berupa satu jalur trem uap, dua

jalur trem listrik, dan tujuh jalur bus. Tujuh jalur bus itu sebelumnya dikelola oleh

NITM sebagai angkutan pengumpan (feeder) dari dan ke trem listrik. Bahkan

perpindahan penumpang bus ke trem atau sebaliknya sudah menggunakan sistem

karcis bersama (overstapkaartjes), sehingga penumpang tidak perlu membeli

karcis dua kali. Keseriusan pemerintah dalam menangani urusan transportasi ini

secara tidak langsung menunjukkan bahwa pada saat itu Batavia telah

berkembang menjadi sebagai kota yang besar dengan mobilitas masyarakat yang

sudah mulai padat.

Kota Batavia sendiri termasuk pionir penerapan sistem transportasi umum

perkotaan modern berbasis jalan rel di Asia. Sistem transportasi umum kota

Batavia pada saat itu tergolong canggih dan tidak kalah dengan kota-kota besar di

Eropa maupun Amerika. Bahkan kota Batavia mendahului kota Amsterdam dalam

hal penerapan trem listrik.


10

Pada 12 Oktober 1893, Menteri Urusan Jajahan Belanda, Baron van

Dedem mengeluarkan keputusan yang menetapkan tentang rencana induk

pengembangan perkeretaapian di Pulau Jawa. Berdasarkan rencana induk itu,

pembangunan jalan rel di Pulau Jawa akan terdiri atas dua macam bentuk, yaitu

bentuk lintas kereta api (heavy rail) dan bentuk lintas trem (light rail). Pembuatan

jalan trem diatur dalam UU yang dikeluarkan pada tahun itu juga sehingga, seperti

pengembangan jalur kereta api, tak hanya pemerintah namun swasta pun bisa

mengeksploitasi jalur trem11

Secara umum, ada tiga jenis trem. Yaitu trem kuda, trem uap, dan trem

listrik. Ketika itu, awalnya tremnya masih berupa trem kuda. Angkutan trem di

Batavia dimulai dengan beroperasinya Bataviasche Tramway Maatschappij

(BTM) yang mulai beroperasi tahun 1869. Trem ini meluncur dari Amsterdam

Gate (Gerbang Amsterdam di Jakarta Utara kini), ke Molenvliet (Jalan Gajah

Mada-Hayam Wuruk), dan Harmoni. Trem kuda ini dioperasikan oleh

Bataviasche Tramweg Maatschappij (BTM).

Pada 19 September 1881, BTM diambil-alih oleh Nederlandsch-Indische

Tramweg Maatschappij (NITM). Tremnya pun diganti menjadi trem uap. Jalur ini

kemudian berkembang ke Tanah Abang, Rijwijk, Kramat, dan Meester Cornelis

(Jatinegara). Trem listrik sendiri mulai dioperasikan di Jakarta oleh Batavia

Electrische Tram Maatschappij (BETM) pada tahun 189912. Duparc menuliskan,

11
Pradaningrum Mijarto, Batavia Lebih Dulu Punya Trem Listrik
http://www.wartakota.co.id/read/news/24457 (diakses pada tangal, Rabu, 10 Agustus 2016).
12
http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/tremlistrik (dikunjungi pada tanggal
Rabu, 10 Agsutus 2016).
11

Jawa lagi-lagi menjadi pelopor perkeretaapian, di mana jalur kereta api pertama

ada di Jawa, kemudian trem listrik juga pertama kali beroperasi di Jawa, yaitu di

Batavia pada April 1899.13

Pada tahun 1869 pemerintah Hiandia Belanda membuat transportasi trem.

Di Batavia pada tahun 1869 trem pertama kali ditarik menggunakan tenaga kuda.

Akibat kuda banyak yang kelelahan dan banyak yang mengalami kematian, harga

kuda melambung mahal, maka pemerintah Hindia Belanda menggantikan trem

tenaga kuda dengan trem tenaga uap pada tahun 1881.

Trem biasanya terdiri dari tiga buah gerbong. Gerbong kelas satu khusus

untuk orang Eropa, gerbong kelas dua untuk orang Cina dan Arab, sedangkan

kelas tiga diperuntukkan untuk orang pribumi dengan tarif yang tentunya paling

murah dibanding kelas satu dan kelas dua. Gerbong kelas tiga adalah gerbong

yang paling jelek, gerbong ini pada umumnya hanya berbentuk seperti bak

terbuka (pada zaman itu disebut pikolan, fasilitas ini juga dipergunakan untuk

mengangkut ikan, sayuran, buah buahan dan sebagainya. Rata rata penumpang

biasanya terdiri dari kelas 1 sebanyak 15%, sedangkan 85% penumpang lainnya

adalah penumpang kelas 2 dan 3, pada saat itu sebanyak apapun uang yang

dimiliki oleh kalangan pribumi mereka tetap harus naik di kelas tiga, sedangkan

orang Eropa, Cina dan Arab tidak diperbolehkan duduk di kelas tiga.14

13
http://indonesianheritage.info/kajian/100-tram-in-batavia/ (dikunjungi pada tanggal,
Rabu, 10 Agustus 2016).
14
http://alwishahab.wordpress.com/2008/04/21/trem-uap-di-balai-kota (dikinjungi pada
tanggal 10 Maret 2016).
12

B. PERMASALAHAN

a. Identifikasi Masalah

Melihat fenomena di atas, sampailah pada pokok permasalahan yang akan

peneliti bahas dalam penulisan skripsi ini. Adapun pokok permasalahan yang akan

dibahas adalah bagaimana keadaan Batavia pada abad ke 19 dilihat dari segi

demografis dan geografis, Potret keadaan transportasi di Batavia.

b. Batasan Masalah

Dalam studi ini penelitian akan membatasi masalah transportasi trem

sebagai sarana angkutan massal di Batavia serta bagaimana kebijakan pemerintah

Hindia Belanda menata dan mengelola sarana transportasi khususnya yaitu trem di

Batavia. Agar tidak terlalu melebar dari pokok pembahasan, maka penulis akan

membatasi tahunnya, yaitu pada tahun 1869 sampai dengan 1962. Maka, dengan

demikian transportasi trem di Batavia bisa dilihat keberadaan dan fungsinya

sebagai sarata transportasi yang sangat diangdalkan oleh warga Batavia, dan

selain itu apa penyebabnya Presiden Soekarno memberhentikan transportasi trem

di Jakarta ini. Dengan demikian agar dapat menjawab permasalahan tersebut,

maka penulis akan mengajukan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

c. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan transportasi trem di Batavia?

2. Apa saja kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam

pelaksanaan pembangunan jaringan trem di Batavia?


13

3. faktor-faktor apa saja yang mendorong dibangunnya jaringan rel trem

tersebut?

4. Bagaimana dampak yang timbul atas perkemangan transportasi trem

di Batavia?

5. Daerah mana sajakah yang dilalui jalur Trem di Batavia?

6. Apa penyebab Presiden Soekarno menghapus transportasi trem di

Batavia ini?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan penelitian ini terutama adalah mengetahui transportasi massal trem

di kota Jakarta yang sebelumnya bernama kota Batavia di berbagai era

pemerintahan yang seiring perkembangannya memiliki penambahan rute

yang disertai tumbuh kembangnya di Kota.

2. Kedua, adalah mengetahui kebijakan-kebijakan nasionalis perusahaan

Hindia Belanda pada tahun 1954 dan menjelaskan digantinya trem dengan

bus atas perintah Presiden Soekarno pada pertengahan tahun 1950-an.

3. Kemudian adalah untuk menjelaskan perkembangan transportasi trem di

Batavia pada abad XIX-XX, terutama mengenai dampak perkembangan

dan pembangunan trem bagi masyarakat kota Batavia pada saat itu.

4. Selain itu historiografi yang bertemakan trem menfokuskan pada

pembahasan yang bersifat politis dengan hanya melihat peran-peran

golongan elit dalam memanfaatkan kaum buruh trem demi tujuan mereka.
14

5. Untuk mengetahui kebijakan Nasionalisasi perusahaan-perusahaan

Belanda pada tahun 1954 dan alasanya mengapa digantinya trem dengan

bus atas perintah Presiden Soekarno pada pertengahan tahun 1950-an

sampai dengan tahun 1962.

6. Selain itu juga penelitian ini untuk melengkapi historiografi sejarah

Indonesia mengenai sejarah transportasi perkotaan.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Untuk memenuhi syarat mencapai Gelar Sarjana (S1), ataupun Sarjana

Humaniora (S.Hum) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.

2. Untuk memberikan informasi tentang sejarah perkembangan transportasi

trem di Batavia.

3. Untuk mengetahui informasi perkembangan ekonomil, sosial dan budaya

pada masyarakat Batavia setelah dibangunnya transportasi trem.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Setalah banyak karya tulis yang membahas menegai transportasi di

Batavia pada abad ke XIX sampai XX, transportasi yang berupa trem maupun

kereta api. Kedua transportasi yang berbasis rel ini memiliki kesamaan, namun

ada beberapa perbedaan. Perbedaannya adalah terletak pada sistem pengoprasian.

jika pengoprasian trem hanya terdapat didalam kota, sedangkan kereta api

pengoprasiannya antar kota.

Terkait transportasi trem dan kereta api di Batavia masih tergolong sedikit

yang membahas, baik hasil penelitian, Skripsi, Jurnal, Tugas Akhir dan lain
15

sebagainya. Namun, dalam skripsi yang akan penulis bahas tidak hanya sejarah

trem saja, akan tetapi penulis lebih menitik beratkan bagaimana dampak sosial-

budaya, kebijakan pemerintah Hindia Belanda terhadap penggunaan transportasi

trem pada masyarakat Batavia setelah dibuatnya jaringan rel trem.

Adapun buku, Skripsi, Jurnal, dan Tugas Akir yang menjadi rujukan oleh

penulis, diantaranya sebagai berikut:

1. Tugas Akhir karya Yusuf Budianto Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Sejarah Transportasi Trem di

Kota Batavia Tahun 1925-1942.15 Fokus studi ini membahas Sejarah

Transportasi Trem dari tahun 1925 hingga tahun 1942. Trem sebagai salah

satu alat transportasi yang berbasis rel selain kereta api. Alat transportasi

ini cukup diminati di berbagai kalangan. Dalam Tugas Akhir ini

pembahasannya hanya menitik beratkan pada pembahasan tentang

bagaimana sejarah transportasi trem dari masa ke masa. Yusuf tidak

menjelaskan bagaimana dampak budaya dan perekonomian mastarakat

pada saat itu.

2. Sripsi karya Aditya Hatmawan Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Perkembangan Transportasi

Kereta Api di Batavia 1870-1925.16 Skripsi ini membahas mengenai

perkembangan transportasi kereta api di Batavia, pada periode tahun 1870-

15
Yusuf Budianto, Sejarah Transportasi Trem di Batavia Tahun 1925-1942, (Depok,
Tugas Akhir Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,
2012)
16
Aditya Hatmawan, Perkembangan Transportasi Kereta Api di Batavia 1870-1925,
(Depok: Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2002).
16

1925. Diawali dengan menjelaskan peran penting kereta api di Jawa dan

menunjukan bahwa Batavia sebagai pusat pemerintahan Kolonial Hinda-

Belanda yang mengalami perkembangan munculnya perusahan-

perusahaan kereta api. Pembahasan menegani kondisi kota Batavia pada

abad XIX-XX, dengan melukiskan keadaan demografis dan geografis kota

Batavia. Kemudian juga dijelaskan mengenai infrasturktur transportasi

kota Batavia. Kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia-Belanda yang

diambil Pemerintah Hindia-Belanda dalam pelaksanaan pembangunan

jaringan tersebut, hal ini menimbulkan tumbuhnya perusahaan-perusahaan

di Batavia diantaranya ialah Nederlansch Indische Spoorweg Maatschapij

(NIS) dan Bataviasche Tramway Maatschappij (BTM)

3. Buku karya M. Nur Nasution, Manajemen Transportasi, yang diterbitkan

oleh Ghalia Indonesia tahun 200417. Buku ini menekankan bagaimana

mengelola angkutan yang meliputi berbagai moda, yaitu moda angkutan

jalan raya, angkutan kereta api, angkutan sungai, danau dan

penyebrangan,angkutan laut, angkutan udara, angkutan pipa, serta

angkutan gabungan. Selain itu, buku karya M, Nur Nasution menjelaskan

ilmu transportasi. Ilmu transportasi merupakan salah satu pengetahuan

yang sangat penting dikuasai dalam era pembangunan dan era globalisasi

karena peran serta sektor sebagai urat nadi dalam pembangunan bangsa

dan negara. Dengan manajemen transportasi yang efektif dan efisien, serta

pemelihian moda yang tepat dalam mendistribusikan produk ke pasar,

17
Nur Nasution, Manajemen Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004).
17

akan turut menunjang peningkatan daya saing perusahan dalam kancah

persaingan pada era liberalisasi perdagangan yang dihadapi.

F. KERANGKA TEORI

Sepintas mungkin tulisan ini melihat bagaimana fokus keadaan

transportasi trem di Batavia. Akan tetapi, soal transportasi tidak bisa dipisahkan

dari perencanaan suatu tata ruang kota. Bila merelevansikan dengan terori Raharjo

Asdisasmita dengan konsep pembangunan kawasan dan tata ruang di kawasan

kota metropolitan seperti Batavia/Jakarta, Raharjo menjelaskan menempatkan

kawasan metropilitan pada fungsinya sebagai “simpul jasa distribusi’ pusat

pelayanan jasa perdagangan dan jasa transportasi pada tingkat nasional dan

internasional yang sangat penting.18

Sementara untuk melihat bagaimana tetap tingginya minat masyarakat

terhadap transportasi trem, dapat di lihat dari teori manajemen transportasi oleh

M. Nur Nasution, menurutnya transportasi dapat menciptakan dan meningkatkan

tingkat elektabilitas (dedree of accessibility). Sementara itu, dalam peranan

pengangkutan transportasi mencakup bidang yang luas di dalam kehidupan

masnusia yang meliputi aspek sosial dan budaya. Hampir seluruh kehidupan

manusia di dalam bermasyarakat tidak dapat dilepaskan dari pengangkutan

transportasi, di mana manusia membutuhkan saling berkunjung dan pertemuan.

Dampak sosial dari transportasi yaitu dirasakan pada peningkatan standar hidup.

18
Raharjo Adisasmita, Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013), h. 154.
18

Transportasi menekan biaya dan memperbesar kuantitas keanekaragaman barang,

hingga terbuka kemungkinan adanya perbaikan dalam perumahan, sandang, dan

pangan. Dampak lain adalah terbukanya kemungkinan keseragaman dalam gaya

hidup, kebiasaan dan bahasa.19

G. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode

kualitatif atau metode sejarah. Metode sejarah adalah proses pengujian dan

penganalisaan secara kritis terhadap rekaman peninggalan pada masa lampau

melalui tahapan-tahapannya.20

1. Heuristik

Tahapan tersebut diawali dengan pencarian dan pengumpulan sumber,

pengumpulan sumber-sumber yang penulis lakukan dengan menggunakan Ribrary

Research (Penelitian Pustaka) baik sumber tertulis mengenai perkembangan

transportasi trem di Batavia abad XIX-XX yang tersimpan di perpustakaan-

perpustakaan, museum-museum dan dokumentsi dan Arsip Nasional Republik

Indonesia (ANRI) serta Arsip Daerah Jakarta Jayakarta. Tahapan ini disebut

heuristik. Dalam tahapan ini penulis kemudian membagi menjadi sumber tertulis.

Sumber tertulis kemudian dibagi menjadi sumber primer dan skunder. Sumber

primer penulis dapatkan melalui surat kabar, majalah, arsip yang sejaman dengan

masa penelitian yaitu tahun 1869-1962. Sedangkan sumber skunder, penulis

dapatkan pada buku-buku yang membahas mengenai tema penelitian.


19
Nur Nasution, Manajemen Transportasi, h. 14
20
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 12.
19

2. Kritik Sumber

Pada tahanpan kedua yaitu kritik sumber yang diperoleh oleh penulis.

Dalam proses kritik sumber ini ada dua hal yang dilakukan oleh penulis, yaitu

kritik terhadap intern dan ekstern. Kritik intern terutama dilakukan berkenaan

dengan isi dari sumber tersebut. Sedangkan untuk kritik ekstern dilakukan di luar

dari isi sumber yang ada. Dalam proses ini cross check antara sumber yang satu

dengan suber yang lainnya sangat diperlukan penulis, baik sumber tertulis

maupun sumber lisan. Proses cross check ini tentunya untuk memperoleh data

yang bisa dipertanggung jawabkan secara akademis.

3. Interpretasi

Tahapan interpretasi adalah melakukan penafsiran terhadap data tersebut.

Pada tahap ini, penulis melakukan proses sintesa, menguraikan setiap data yang

ada untuk kemudian dilakukan proses analisa atau untuk menyatukan kembali

data yang ada dengan menghasilkan suatu penafsiran baru yang diperoleh oleh

penulis.

4. Historiografi

Pada tahap terakhir dilakukan historiografi, yaitu penulisan sejarah

kembali berdasarkan sumber-sumber dan data-data yang diperoleh berdasarkan

tahap-tahap dalam metode sejarah. Pada tahap akhir, penulis menguraikan secara

deksriptif-analisa.
20

Oleh karena itu, penulisan skripsi ini akan lebih menitik beratkan pada

aspek ekonomi yang banyak melibatkan masyarakat biasa, maka diperlukan ilmu

bantu dalam penulisan skripsi ini. ilmu-ilmu bantu yang digunakan adalah ilmu-

ilmu sosial yang terkait dalam pembahasan proposal skripsi ini terutama ilmu

ekonomi dan perencanaan tata kota.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab. BAB I. Pendahuluan:

BAB ini merupakan pengantar untuk memasuki wacana-wacana yang akan

dibahas secara mendalam. Dalam bab pendahuluan ini akan di sampaikan sub-

bab, diantaraya: A. Latar Belakang, yakni hal-hal yang melatar belakangi

diangkatnya tema penulisan; B. Permasalahan, yakni sebagai gambaran dan

sebagai batasan maslah yang akan dibahas agar tidak terlalu melebar. Terdiri dari

sub-bab, antara lain: a. Identifikasi Masalah, b. Batasan Masalah, c. Rumusan

Masalah. C. Tujuan Penelitian; D. Manfaat Penelitian: E. Tinjauan Pustaka; F.

Metode Penelitian; G. Sistematika Penulisan.

Pada BAB II dibahas mengenai keadaan umum di kota Batavia pada abad

ke-19 sampai 20. Dengan melihat letak geografis dan demografis, Keadaan

Ekomomoni Selain itu juga dibahas potret transportasi di Batavia sebelum adanya

trem.

Pada BAB III dibahas mengenai trem pada masa Hindia Belanda dan juga

jenis-jenis trem di Batavia, mulai dari trem uap, trem kuda dan trem listrik yang

ada di Batavia pada saat itu.


21

Kemudian, BAB IV akan dibahas mengenai trem pada masa penjajahan

jepang, pasca kemerdekaan, nasionalisme perusahaan-perusahaan trem yang telah

direbut oleh pemerintah Indonesia hingga kebijakan Ir. Soekarno

menghapus0kannya trem di Jakarta.

Terakir yaitu BAB V. Penutup: berisi Kesimpulan, yang merupakan hasil

dari penelitian yaitu jawabn atas permasalahan yang ada dalam rumusan masalah

yang melatar belakangi penelitian yang dilakukan, serta saran-saran agar dalam

penulisan ini selanjutnya dapat lebih baik.

Daftar Pustaka

Lampiran
BAB II

KEADAAN UMUM KOTA BATAVIA PADA ABAD XIX-XX

A. Kondisi Demografis dan Geografis

Secara astronomis dan geografis wilayah Batavia sendiri terletak antara 60-

80 Lintang Selatan dan 1060-1080 Bujur timur dengan luas pelabuhan ± 65 Km2.1

Kota yang didirikan di muara sungai Ciliwung ini saat masih bernama Jayakarta

memiliki pola tata kota seperti kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa pada

umumnya. Alun-alun, masjid-masjid, dan pasar-pasar. yang diperkuat pagar kayu

sebagai garis pertahanan kota.2 Teluk Batavia mempunyai perairan yang

terlindungi oleh pulau-pulau yang berada di garda depan yang disebut Kepulauan

Seribu. Dan memberikan dampak yang sangat menguntungkan untuk

perkembangan pelayaran dan perdagangan. Faktor ekologi Teluk Batavia yang

subur juga ikut berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu kota.3 Saat

Batavia di guncang peristiwa meletusnya Gunung Salak yang terletak di Bogor

tahun 1699 sangat berakibat pada garis pantai Batavia bergeser 75 meter ke arah

laut setiap tahun. Sementara sesuai dengan pendapat Restu Gunawan dalam

penelitiannya mengatakan bahwa antara tahun 1625-1873 garis pantai Batavia

maju sampai 1.300 meter.4

1
Edi Sedyawati, et.al. Sejarah Kota Jakarta 1950-1980. (Jakarta:Proyek Penelitian
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata,1987), h.20.
2
Uka Tjandrasasmita,Arkeologi Islam Nusantara. (Jakarta:Kepustakaan Populer
Gramedia, 2009), h.142-143.
3
Tim Penyusun dan Uka Tjandrasasmita, Sejarah Perkembangan Kota
Jakarta.(Jakarta:Dinas Museum dan Pemugaran Pemerintah DKI Jakarta,2000), h.10.
4
Proses ini dapat dibuktikkan bahwa kastil Batavia yang sebelumnya berbatasan dengan
laut seolah-olah bergeser ke darat. lihatRestu Gunawan.Gagalnya Sistem Kanal:Pengendalian
Banjir Jakarta dari Masa ke Masa. (Jakarta:Kompas,2010), h.6-9.

22
22

Wilayah ini menjadi tempat perdagangan yang sangat strategis secara

geografis sejak bangsa eropa yang pertama yaitu Portugis mengunjungi Sunda

Kelapa pada tahun 1513 begitu menaruh perhatian terhadap wilayah ini sebagai

kebutuhan untuk basis operasi perdagangan di Pulau Jawa,5 dapat dikatakan

karena berada di tengah-tengah wilayah perdagangan popular di sebelah barat

yaitu Malaka dan dekat Selat Sunda. Sejak awal Jan Pieterszoon Coen sebagai

pimpinan persekutuan dagang VOC saat itu sudah membuat rencana bahwa

Belanda akan memiliki rangkaian pos perdagangan di seluruh Asia untuk

mendominasi perdagangan di wilayah tersebut.6

Pada tanggal 30 Mei 1619 Jan Pieterszoon Coen telah berhasil mengambil

alih Jayakarta dari vassal Kesultanan Banten. Dan secara otomatis kota ini jatuh

ke tangan VOC dan kemudian di ganti namanya menjadi kota Batavia yang

bercorak kolonial.7 Batavia di rancang menurut kota Belanda dengan sistem kanal

dan kastil sebagai pusatnya, kondisi lahan yang berawa-rawa mendorong

penduduk kota dalam hal ini orang Belanda dengan menerapkan teknologi untuk

perencanaan kota ,bentuk residensi Belanda pun ditiru.8 Batavia dirancang

sedemikian rupa selain sebagai sarana pertahanan tetapi juga untuk kelancaran

5
Term „Sunda Kelapa‟ digunakan ketika menjelaskan situasi sebelum penaklukkan oleh
Fatahillah tahun 1522. Lihat Slamet Muljana, Dari Holotan ke Jayakarta, (Jakarta:Yayasan
Idayu,1980), h. 41.
6
Susan Blackburn, Jakarta:Sejarah 400 Tahun, (Jakarta: Masnsup Jakarta, 2011),h.10-
11. Lihat juga dalam tulisan C.E. Boxer. Jan Kompeni Dalam Perang dan Damai 1602-
1799;Sebuah Sejarah Singkat tentang Persekutuan Dagang Hindia Belanda, (Jakarta:Sinar
Harapan, 1983), h. 16.
7
Dalam catatan penulis sejarah versi pemerintah Belanda nama Batavia diambil dari
sebuah ’Batavier’, nama bangsa atau nenek moyang yang dulu mendiami tanah Belanda, dan oleh
pribumi Hindia Batavia disebut Betawi.Lihat G.J.F.Biegman.16 Tjerita Hikajat Tanah
Hindia,(Bandar Batawi: Koninklijk Instituut voor Taal Land & Volkekunde Nederlands
Indie,1894), h. 43.
8
Tawalinuddin Haris. Kota dan Masyarakat Jakarta; Dari Kota Tradisional ke Kota
Kolonial (Abad XVI-XVIII, (Jakarta:Wedatama Widya Sastra, 2007), h. 12-13.
23

transportasi. Kota di fungsikan menjadi pusat pemerintahan serta sebagai

pelabuhan perdagangan internasional sehingga lebih terbuka terhadap imigran.9

Kota kolinial pertama di Indonesia adalah Batavia. Kota ini dibangun oleh

orang-orang Belanda pada tahun 1619, dan tahun itu dianggap sebagai fase baru

dalam perkembangan kota-kota di Indonesia, karena memulai sebuah tahap

perkembangan yang cepat. Orang Eropa yang mendarat pertama kali di Batavia

bukanlah orang Belanda, melainkan para pelaut Portugis. Pada waktu itu Batavia

masih bernama Sunda Kelapa. Kedatangan orang-orang Portugis di Sunda Kelapa

tidak sempat membangun kawasan tersebut menjadi sebuah kota, artinya bangsa

Portugis tidak memiliki sumangsih apapun bagi perkembangan Sunda Kelapa.

Setelah bangsa Portugis berhasil diusir dari Sunda Kelapa kemudian diubah

menjadi Jayakarta, yang berarti “Kemenagan Besar”, pada 27 Juni 1527. Tanggal

tersebut sampai saat ini selalu diperingati hari kelahiran Kota Jakarta.10

Garis nasib Jakarta sejak awal abad ke-17 sebenarnya telah menjadi

Ibukota di mana saat itu Belanda telah mengembangkannya dari pelabuhan

menjadi kota yang bisa dijadikan sebagai pintu gerbang bagi daerah di Nusantara

lainnya.11 Salah satu ciri kota yang dibangun oleh kolinial pada awal abad ke-17

adalah gaya bangnan Eropa yang mendominasi kawasan Kota Tua.

Batavia kemudian terbagi ke dalam dua wilayah, yakni Oud Batavia

(Batavia Lama) dan Nieuw Batavia (Batavia Baru). Oud Batavia merupakan kota

benteng awal pertama kali Batavia didirikan. Wilayah ini sendiri ini dibuat

9
Leonard Blusse, Persekutuan Aneh: Pemukim Cina, Wanita Peranakan, dan Belanda di
Batavia VOC,(Yogyakarta:LKiS, 2004), h. 31.
10
Purnawan Basundoro, Pengantar Sejarah Kota, (Yogyakarta: Ombak: 2012), h. 85-86.
11
Fitri R. Ghozally, Dari Batvia Menuju Jakarta, (Jakarta: MM Corp, 2004), h. 14.
24

menyerupai kota-kota di Belanda khususnya Amsterdam.12 Wilayah ini dikelilingi

oleh parit-parit yang snegaja dibuat di bagian depan, sedangkan dibagian

belakangnya dibangun gedung dan bangunan yang juga dikelilingi benteng, kastil

dan tempat perdagangan yang kemudian berubah menjadi tempat pemerintahan

dan pemukiman para kompeni.13

Daerah Keresidenan Batavia terletak di bagian timur Keresidenan Banten.

Dalam sejarahnya, Batavia yang didirkan pada tahun 1619 oleh J.P Coen, semula

bernama Jayakarta yang diperintah oleh Pangeran Wijayakarma, adalah asal

Kerajaan Banten.14 Batavia didirikan oleh pedagang Belanda, letaknya yang

stratsegis adalah karena menguasai pintu masuk perdagangan di Selat Sunda dan

distibusinya ke seluruh Nusantara. Bagian utara keresidenan ini adalah daratan

rendah berrawa. Beberapa daerah bebas banjir sudah dihuni penduduk Betawi.

Luas Keresidenan Batavia mencapai 11.660 km2, ke arah selatan

didominasi daratan rendah subur membentang luas sampai ke daratan tinggi yang

berpusat di Gunung Salak dan Gunung Gede. Bagian utara yang subur

mrerupakan persawahan dan tanaman kelapa, sedangkan di selatan dijadikan

perkebunan kopi, cokelat, kacang teh, kina, indigo, buah-buahan, kayu dan lain-

lain. bagian selatan kebanyakan merupakan lahan tanah partikelir dimana banyak

terjadi keresahan sosial dan perbanditan.15 Hal ini disebabkan wilayah Batavia

sebelumnya merupakan daerah Banten yang sebagian masyarakatnya belum

sepenuhnya mengakui pemerintah Hindia-Belanda.

12
Willard A. Hanna, Hikayat Jakarta, (Jakarta: yayasan Obor Indonesia, 1988), h. 48.
13
Desca Dwi Savolta, Arsitektur Indis Dalam Perkembangan Tata Kota Batavia Awal
Abad 20, Skripsi (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010), h. 24.
14
M.C Ricklefs, A History of Modern Indonesia, (London: MacMillan, 1981), h. 27-28.
15
Encyclopedi van Nederlandch-Indie II, h. 354-358.
25

Pemukiman penduduk Batavia abad ke-19 terkonsentrasi di Distrik yang

saat ini menjadi Penjaringan dan Mangga Besar. Batavia sendiri sejak memasuki

masa pemerintahan Hindia Belanda sampai awal abad ke-20, adalah suatu

Karesidenan. Residen dianggap representatif dari otoritas Gubernur Jenderal

dalam kebijakannya di tingkatan provinsi.16 Pada tahun 1905 penduduk

Keresidenan Batavia berjumlah 2.110.000 jiwa yang terdiri dari 14.000 Eropa,

93.000 Cina dan 3.000 Arab. Sedangkan selebihnya adalah penduduk pribumi

yaiutu berjumlah 2.000.000 orang. Sebenarnya di Kota Batavia masih banyak

Etnik lain yang mendiami kota dan bermata pencarian sebagai pedagang dan

hidup dalam perkampungan. Orang Melayu, Bugis, Banjar, Bali dan beberapa titik

lainnya berdiam diperkampungannya sendiri-sendriri dan keseleruhan tidak

ubahnya dengan mozaik.

Secara administratif keresidenan Batavia, meurut Reglement 1854,

merupakan suatu residentie (Keredidenan) yang dipimpin oleh orang residen.

Derah administratif Residentie Batavia dibagi pula secara administratif dalam

lingkungan-lingkungan yang lebih kecil yang disebut afdeeling. Sampai

permulaan abad ke-20, Residentie Batavia terdiri atas: Afdeeling Stad en

Voorsteden; Afdeeling Master Cornelis, Afdeeling Tangerang; Afdeeling

Buitenzorg dan Afdeeling Krawang. Afdeeling Stad en Voorstenden ini d bagi lagi

dalam 4 districten, yaitu; Penjaringan, Pasar Senen, Mangga Besar, dan Tanah

16
Clive Day.The Policy And Administration of Dutch in Java,(London:Macmillan & Co,
1904),h.418.
26

Abang. Kota Batavia ibu negeri Residentie Batavia serta tempat pusat kedudukan

Pemerintah Hidia-Belanda.17

Mulai tanggal 1 April 1905, Afdeelimg Stad en Voorstenden van Batavia

ditetapkan sebagai sebuah local ressort yang mempunyai keuangan tersendiri

lengkap berikut dewanya dengan nama GemeenteBatavia. Gemeente Batavia

terdiri atas 2 (dua) Districten, yaiutu Batavia dan Weltevrenden. Districten

Batavia terdiri atas 3 (tiga) Onderdistricten, yaitu: Mangga Besar, Penjaringan

dan Tanjug Priok; sedangkan Districten Weltrevenden terdiri atas 3 (tiga)

onderdistricten, yaitu: Gambir, Senen, dan Tanah Abang.18

Pemukiman penduduk Batavia sebelum abad ke-19 terkonsntrasi di

Districten Penjaringan dan Mangga Besar. Dikarenakan kondisi sanitasi yang

kurang baik dan banjir yang sering menggenang di wilayah tersebut, maka

perkembangan Kota Batavia terjadi sekitar 3 mil ke selatan Mangga Besar, yaitu

sepanjang Sungai Ciliwung sampai Meester Cornelis (Jatinegara).19

Selanjutnya sejarah perkembangan Kota Batavia ini dipacu oleh pesatnya

pertambahan jumlah penduduk. Pada tahun 1815 dilaporkan oleh Raffles,

penduduk yang bermukim di Kota lama dan Kota depan berjumlah 47.217 jiwa.

pada tahun yang sama Raffles meleporkan jumlah penduduk Afdeeling Stad en

Voorstenden van Batavia, sebanyak 332.625 jiwa dan Residentie Batavia

sejumlah 439.952. kenaikan yang mencolok antara lain terjadi pada tahun 1848

sampai 1850 (selama dua tahun) berjumlah 64.798 jiwa atau naik sekitar 28%.

17
The Kiang Gie, Sejarah Pemerintahan Kota Djakarta, (Jakarta: Kotapradja Djakarta
Raja, 1958), h. 31.
18
The Kiang Gie, Sejarah Pemerintahan Kota Djakarta, h. 32-36.
19
Uka Tjandrasasmita (dkk), Sejarah Perkembangan Kota Batavia, (Jakarta: Dinas
Museum dan Pemugaran, 2000), h. 38.
27

Kemudian antara tahun 1865 dan 1868 berjumlah 405.149 jiwa atau sekitar 44%

dalam tiga tahun. Kenaikan jumlah penduduk secara umum disebabkan

menurunnya angka kematian orang Eropa yang mencapai 227,7 perseribu orang,

turun menjadi 54,1perseribu orang pada tahun 1844. Hal ini terkait dengan

semakin meningkatnya kesehatan penduduk terutama setelah ditemukannya kina

sebagai obat anti malaria, yang pada waktu-waktu sebelumnya banyak

menyebabkan kematian.

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk ini, terjadi pula

pemekaran wilayah pemukiman secara pesat, dimana Kota Batavia berkembang

mengikuti pola linear perkembangan urban dari utara ke selatan mengikuti kanal

Ancol dan Kali Ciliwung, panjangnya sekitar 10 mil.20Konsekuansi dari

pemekaran pemukiman mengakitbatkan kenaikan jumlah penduduk sehingga

menuntut tersedianya fasilitas alat transportasi yang memadai.

Nieuw Batavia atau Batavia Baru dibangun pada masa Gubernur Jendral

Herman Willem Deandels. Deandels memiliki rencana untuk mengubah dan

meningkatkan kesehatan kota Batavia yang sebelumnya memburuk, salah satunya

dengan memindahkan pusat kota Batavia ke daerah pedalaman yang kemudian

diberi nama Weltevteden. Di sekitar Weltevreden muncul pemukiman baru, seperti

Tanah Abang, Gondang Dia, Master Cornelis dan Menteng. Di Nieuw Batavia,

orang membangun rumah-rumah dipinggir jalan dandinaungi oleh pohon-pohon

yang rindang. Rumah-rumah yang dibangun itu tidak seperti di Oud Batavia tidak

20
Uka Tjandrasasmita (dkk), Sejarah Perkembangan Kota Batavia, h. 38.
28

dekat dengan jalan dan bertingkat dua, namun terlihat modern seperti di Eropa

dengan tingkat satu-satunya yang luas dan sejuk.21

Di tengah-tegah hutan, orang Belanda membangun jalan-jalan dan kanal-

kanal yang sama seperti di negerinya, tidak genttar meskipum buaya-buaya

kadang kala menelusuri kanal hingga ke tengah kota. Struktur pertama yang

mereka dirikan adalah benteng yang pada mulanya dibangun menjorok ke laut di

mura kali Ciliwung, tapi tidak lama kemudian dikelilingi daratan karena garis

pantai bertambah jauh ke utara. Pada tahun-tahun awal Batavia, benteng kediaman

bubernur jendral, bengkel, perbendaharaan, gamsium, gudang senjata, gedung

administrasi dan akuntansi, penjara, gereja pertama dan ruang pertemuan Dewan

Hinda Belanda yang merupakan badan pemerintahan.22

Dari kali VOC membangun kanal-kanal yang mengelilingi dan melewati

kota, serta memberikan penampilan khas Belanda. Kali pun diluruskan sehingga

menjadi kanal terbesar. Semua ini dilakukan demi nostalgia, tapi demi kegunaan

yang sama seperti kanal di kota-kota Belanda. Karena daratan Batavia terlalu

rendah, maka tanah tempat gedung-gedung dibangun harus ditinggalkan agar

pemukiman tidak dilanda banjir. Selain itu, seperti kota-kota Belanda, kanal-kalan

tersebut digunakan untuk alat transportasi.23

Awal abad ke-19, kota batavia diwarnai oleh kehadiran empat kelompok

ras, yaitu Belanda, Indo-Eropa, Cina, Arab dan Pribumi. Maka dari itu timbul

berbagai pemukiman penduduk yaitu, orang Eropa, orang Timur Asing dan juga

berbagai suku bangsa di Indonesia, kemudian timbul stratifikasi sosial yang


21
Willard A. Hanna, Hikayat Jakarta, h. 191.
22
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 20.
23
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 22.
29

berdasarkan ras dan keagamaan24 batavia seudah menjadi kota yang berkembang

dengan jumlah populasi penduduknya yang terus meningkat. Hal ini adalah akibat

dari dihapuskannya perdagangan budak, sehingga pulau jawa menggantikan

pulau-pulau lain sebagai imigran yang masuk ke kota Batavia.25

Faktor yang kuat dan sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di

Batavia didasari oleh adanya pembangunan pelabuhan Tanjuk Priok (1877),

perluasan fungsi pemerintahan di bawah pengaruj Politik Etis, dan bertambahnya

penduduk Jawa yang cepat telah menyebabkan terjadinya gelombang imigrasi

secara besar-besaran dari arah pedalaman. Dalam beberapa dekade gelombang

imigran tersebut telah merubah karakter penduduk, melipatgandakan jumlah, dan

menimbulkan situasi seperti yang terjadi pada tahun 1930, populasi kota Batavia

(Termasuk Welevreden) tumbuh menjadi 435.000, tiga kali lipat darei populasi

tahun 1900. Imigrasi membuat kota semakin meluas, dan pada 1953 wilayah

pinggiran Meester CorneliS dimasukan ke dalam batas kota sehingga total

populasinya melebihi setengah juta orang. Dengan demikian, Batavia menjadi

kota terbesar di Hindia Belanda dan mengalahkan saingan terdahulunya yakni

Surabaya.26 Mengenai populasi penduduk di wilayah Batavia dan sekitarnya

digambarkan melalui pengelompokkan etnis tahun 1930 dalam tabel berikut di

bawah ini.

24
Desca Wdi Savolta, Arsitektur Indis dalam Perkembangan.......h. 30.
25
Lance Catles, Profil Etnik Jakarta, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2007), h. 18.
26
Susan Blackburn, Jakarta Sejara 400 Tahun, h. 124.
30

Tabel I

Populasi Batavia (Djakarta Raya) pada Tahun 1930 melalui

Pengelompokan Etnis

Keterangan A B A+B Jakarta &

Suku/ Etnis Batavia-Mr. Daerah Djakarta Raya Sekitarnya

Cornelis (sensus Pinggiran (Estimasi)

(Estimasi)

Pribumi

Betawi 192.897 220.000 418.900 778.985

Sunda 132.251 15.000 150.300 494.547

Jawa 58.708 1.000 59.700 142.863

Melayu 5.220 100 3.800 3.882

Kelompok 2.034 - 3.200 3.204

Sulawesi Utara

Kelompok 2.034 - 2.000 1.263

Maluku

Batak 1.253 - 1.300 1.263

Depok dan 721 200 900 998

Masyarakat

Tugu

Kelompok 799 - 800 817

Sumatra Utara

Madura 317 - 300 379

Lain-lain dan 5.553 1.400 6.900 7.063


31

tidak diketahui

Sub Total 409.655 243.800 635.400 7.063

Non Pribumi

Tionghoa 78.185 9.400 88.200 136.829

Eropa 37.076 100 37.200 37.504

Lain-lain 7.469 400 7.900 8.243

Total 533.015 253.800 768.800 1.636.098

Sumber: Lance Castles, Profil Etnik Jakarta

Dari tabel di atas menunjukan bahwa keadaan Kota Batavia di awal abad-

20 amatlah beragam dari segi etnis, yang didasari pula semakin berkembangnya

pola kehidupan di Kota Batavia yang sangat heterogen. Namun, keberagaman

etnis yang ada di Batavia sendiri bukan menjadi hal yang mudah untuk berbaur

terlebih mengenai urusan gaya hidup. Golongan Timur Asing seperti Cina sukar

berbaur atau berasimilasi dengan penduduk pribumi. Walauoun golongan Cina

sukar berasimilasi, tetapi ada juga orang Cina yang meleburkan diri menjadi orang

Betawi.27 Modernisasi yang mulai terbangun serta deorongan kebangkitan

semnagat kebangsaan pada awal abad ke-20 agaknya telah berubah oleh pola pikir

pada masyarakat Betawi untuk bisa berbaur, terlebih dengan adanya percapuran

atau perkawinan antar etnis yang secara terus-menerus berlangsung di Batavia.

Banyaknya terjadi perkawinan canpuran merupakan salah satu penyebab

dari makin melemahnya artikulasi identitas etnik. Anak hasil perkawinan

campuran pria Eropa denngan permpuan Asia memunculkan kelompok penduduk

27
Desca Wdi Savolta, Arsitektur Indis dalam Perkembangan....... h. 34.
32

Meztizo28. Sedangkan anak hasil perkawinan campuran orang Tionghoa dengan

orang pribumi bisa disebut dengan Peranakan (Tionghoa Muslim). Meski

demikian, dapat dipastikan bahwa perkawinan campuran lebih banyak lagi terjadi

di antara etnis pribumi. Para pemimpin etnis pribumi seringkali memberi contoh

dalam melakukan perkawinan campuran.

Dalam kehidupan ekonomi di Batavia yang berasal dari kelas menengah

ke bawah merupakan kelas ekonomi informal yang umumnya lahir dari tradisi

pasar tradisional, di mana kegiatan di dalamnya berlangsung secara interaktif

antara penjual dan pembeli, serta barang yang dijajakan ditempatkan dalam

tempat yang strategis (kaki lima, perimpangan jalan atau pusat keramaian) atau

dijajakandari rumah ke rumah (asongan). Penduduk pribumi mendapatkan

penghasilan berdagang dari hasil bumi. Produksi kerajinan, dan pemberian

pelayanan, seperti mengemudi sais/kusir kereta sado, kuli, penjahit, tukang sepatu,

tukang kayu, pembantu rumah tangga, binatu/tukang cuci pakaian, buruh di

industri rakyat, yaitu memproduksi topi dan kaset

Di anatra mereka ada juga yang menjadi pegawai kantor rendahan, seperti

pengantar atau surat dan pegawai kantor, sedangkan yang lain melakukan usaha

sendiri, seperti pedaganagn keliling. Mereka biasanya tinggal di kampung yang

berdekatan dengan daerah tempat tinggal orang Eropam. Pendapatan kalangan

bawah ini tidak tetap, karena pekerjaan mereka serabutan dan hanya cukup untuk

makan.29 Selain itu penduduk pribumi mendapatkan penghasilan dari menjual

28
Meztizo adalah orang-orang Kristen yang ayahnya berasal dari Eropa dan beribu Aisa.
Secara kuantitatif orang-orang Eropa dan Mestizo merupakan penduduk minoritas di Batavia, lihat
pada Lance Castles, Profil Etnik Jakarta, h. xvii.
29
Desca Dwi Savolta, Arsitektur Indis dalam Perkembangan....... h. 38.
33

tanaman tunai, sedikit produksi kerajinan tangan dan memberikan jasa pelayanan

seperti menjadi kusir sado atau gerobak lembu, serta menjadi pencuci pakaian.

Banyak diantaranya yang menanam sirih dan menjual daunnya sebagai bahan

untuk mengunyah sirih. Parah lelaki mengumpulkan buah, kayu bakar, rumput

(untuk populasi kuda yang semakin banyak) dan sayuran untuk dijual ke kota.

Industri rumah menjadi aspek ekonomi yang penting bagi masyarakat pribumi.

Di sejumlah wilayah, penduduknya menganyam topi dan tikar, serta

banyak perempuan yang mendapat penghasilan dari membatik di rumah. Namun,

teknik mengecap yang diperkenalkan pada abad ke-19 telah mengurangi pekerjaan

bagi kaum perempuan. Sebelumnya membati umumnya dilakukan oleh kaum

wanita, namun seiiring penggunaan cap yang dalam peroses membatik dan

terbilang cukup berat sehingga dibutuhkan tenaga laki-laki sebagai pekerja, dan

hal ini pun dilakukan di pabrik-pabrik yang pada umumnya dimiliki oleh orang-

orang Cina.

Peran orang Cina dalam karesidenan terus menimbulkan kecemasan dan

kecemburuan dikalangan orang Eropa. Salah satu penyebab utama kecemasan

tersebut adalah cara orang Cina kaya membeli lahan. Pemerintah di Batavia

menjual tanah-tanah yang sangat luas di karesidenan Batavia, dan hal itu membuat

kota tersebut memiliki proporsi tanah swasta tertinggi di Jawa. Para pembeli awal

tanah-tanah ini biasanya orang Eropa, tapi selama abad ke-19 sebagian besar

properti tersebut jatuh ke tangan orang Cina. Meskipun banyak juga orang Cina

yang menjadi kuli atau pedagang dan pedagang kaki lima dengan pendapatan
34

kecil, namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat cukup banyak jumlah

pengusaha Cina sukses di Batavia.30

Kehidupan golongan Timur Asing dan orang Tionghoa secara umumnya

mereka bergerak di perdagangan dan menjadi orang yang kaya namun, ada pula

yang tetap menjadi kuli dan hidup dalam kemiskinan. Kehidupan mereka tak

berbeda jauh dengan golongan Pribumi kebanyakan. Bahkan golongan Indo

sekalipun yang sering juga disebut dengan Eurasia mayoritasnya miskin dan hidup

di daerah pinggiran Kemayoran, sebelah utara Weltevreden.31 Meski begitu

golongan Eurasia ini tetap berusaha keras menjalani kebiasaan orang Eropa yang

hidup mewah, seperti makan makanan yang mahal serta berbusana Eropa. Dimana

ketika itu banyak dari laki-laki orang Eropa terlebih berada dalam trah bangsawan

memiliki dan memelihara perempuan Pribumi untuk dijadikan nyai atau gundik

yang dapat diambil dari anak atau istri pekerja perkebunan atau dari kampung

orang Pribumi.32

Bagi para keturunan Indo atau Eurasia sendiri hal ini merupakan suatu

kebanggaan dan sekaligus “kutukan”, kebanggaan karena terlahir dari golongan

yang paling atas dalam strata sosial di masyarakat Batavia, yakni masyarakat

Eropa, sedangkan “kutukan” karena mereka sendiri tidak dalam golongan mereka

berasal yakni Eropa dan Pribumi. Mereka yang bukan keturunan murni sangat

sulit diterima dalam kelompoknya karena dianggap berbeda. Hal ini pula lah yang

mengakibatkan sulitnya bagi mereka untuk menempati posisi yang lebih tinggi

30
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 93
31
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 84.
32
Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis, Dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi, (Jakarta:
Komunitas Bambu, 2011), h. 72.
35

sebagai pegawai negeri karena kemampuan bahasa Belanda-nya yang kurang serta

tidak memiliki kesempatan pendidikan yang baik hingga ke jenjang yang lebih

tinggi. Bahkan setelah itu, mereka menghadapi peraturan diskriminasi yang

menyatakan bahwa siapa pun yang tidak mengenyam pendidikan di Belanda,tidak

dapat menempati posisi yang lebih tinggi sebagai pegawai negeri.33

Kehidupan masyarakat Eropa menjadi patokan peradaban paling tinggi di

Batavia dengan segala kemewahannya. Kemajuan kebudayaan barat menjadi salah

satu faktor berkembangnya kehidupan Eropa yang mewah. Para laki-laki Eropa

memang melakukan rutinitas pekerjaan harian yang tidak terlalu berbeda dengan

yang ada di Eropa. Namun, tidak banyak yang dilakukan para Perempuan Eropa

selain berkunjung di pagi dan sore hari. Budak-budak terus menjadi tenaga kerja

di rumah selama sekitar 20 tahun pertama abad ke-19.34 Pada awalnya kebutuhan

akan budak-budak ini diperlukan untuk pemenuhan tenaga kerja dalam

pembangunan benteng di Batavia. Perbudakan menjadi budaya baru yang

melahirkan ungkapan bahwa pangka dan kekayaan seorang pejabat bisa diukur

dari jumlah budak yang dimiliinya.35

Orang Belanda enggan mengakhiri perbudakan, mereka baru

menghapuskannya secara resmi pada tahun 1859, tapi seiring berjalannya waktu

perbudakan sudak tidak mode lagi. Bagaimanapun juga, bahwa rumah-rumah

orang Eropa penuh dengan orang Indonesia yang bertelanjang kaki dan masing-

masing memiliki tugas khusus sehingga membuat perempuan Eropa tidak perlu

melakukan apa-apa. Mayoritas orang Eropa yang tinggal cukup lama di Batavia

33
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 83.
34
Susan Balckburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 78.
35
Fitri R. Ghozally, Dari Batavia Menuju Jakarta, h. 30.
36

mengeluhkan kebosanan. Sjumlah kritikus meyindir kehidupan di Batavia. Salah

satu yang paling terkenal adalah Bas Veth melalui karyanya yang berjudul Het

Leven in Nederlansch-Inide yang ditulis setelah tinggal di kolonitersebut pada

tahun 1879-1891. Kalimat pembukanya langsung menyerang, “Bagi saya, Hindia

Belanda adalah perwujudan kesengsaraan”. Hal yang paling tidak disukai di kota-

kota seperti Batavia adalah kehidiupan Eropa yang materialistis. Para lelaki

Batavia adalah orang mata duitnan, penjilat atau orang kaya baru.36

Datarnya kehidupan publik orang Eropa terlihat dalam arena politis.

Sedikit sekali orang Eropa “swasta” di Batavia, sebagian besar bekerja pada salah

satu cabang pemerintahan, baik sipil maupun mmiliter, dan mereka sangat sensitif

terhadap otoritas masing-masing.37 Terlihat jelas bahwa masyarakat Eropa adalah

kelompok yang hidup makmur dengan tingkat pendapatan yang tinggi, terlihat

dari gaya hidup mereka yang mewah.

Mengenai pemukiman di Batavia, diketahui bahwa dataran Batavia telah

dihuni sejak masa prasejarah. Di daerah Batavia dan sekitarnya banyak terdapat

situs-situs prasejarah dan penyebarannya terdapat di daerah endapan aluvial yang

subur. Berdasarkan kronologi dan artefak diketahui situs-situs tersebut berasal

dari bercocok tanam dan perundingan.38 Pola pemukiman prasejarah di daerah

Batavia sampai saat ini masih belum dapat diungkapkan dengan jelas. Tidak

semua indikator yang berkaitan dengan masalah pemukiman dapat ditemui situs-

situs di daerah ini, terutama indikator berupa sisa tempat tinggal. Tetapi
36
Susan Black Burn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 79-80.
37
Susan Black Burn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 81.
38
Soekmono (et.al), Perkembangan Pemukiman Jakarta dari Masa Bercocok Tanam
sampai Metropilita, (Jakarta: Laporan Penelitian Kerjasama Pemprov DKI Jakarta dan Pusat
Penelitan Kemasyarakatan dan Budaya, Lembaga Penelitian Universitas indonesia, 1992-1993.
Tidak diterbitkan), h. 9.
37

berdasarka lokasi keberadaan situs-situs tersebut, dapat dilakukan pengelompokan

situs-situs yang mungkin dapat memberikan gambaran mengenai tingkah laku

manusia yang merupakan refleksi dari adaptasi terhadap lingkungan di sekitarnya.

Lokasi-lokasi tersebut adalah daerah aliransungai, daerah perbukitan dan daerah

pantai.

Pemukiman di Batavia dari masa Hindu-Budha, dapat diketahui dari

adanya prasasti dan tulisan-tulisan laporan perjalanan orang-orang Eropa yang

singgah di Batavia pada abad 16 M. Sebuah prasasti yang dikeluarkan oleh

kerajaan Purnawarman dari kerajaan Tarumanegara yang ditemukan di daerah

Tugu, Jakarta Utara, memberi keterangan mengenai peresmian selesainya

pembuatan saluran Cendrabaga di sungai Gomati yang melewati istana kerajaan.

H. Kern yang meneliti isi prasasti Tugu tersebut mengemukakan bahwa

Cendrabaga da Gomati merupakan nama-nama sungai yang ada di India, tetapi

candrabaga dan Gomati yang disebut dalam prasati Tugu merupakan nama-nama

sungai yang ada di Jawa. Poerbatjaraka mengindentifikasikan sungai Candrabaga

sebagai kali Bekasi. Menurutnya, juga di dekat kali tersebut terletak istana yang

termashur yang disebutkan dalam prasasti Tugu.39

Tahun 1596 Belanda datang ke Jayakarta, kemudian tahun 1611 di sisi

timur muara sungai Ciliwung didirkan loji yang bernama Nassau dan Mauritius.

Pada perkembangan selanjutnya loji-loji tersebut diperkuat dan diperbesar serta

dilengkapi dengan alat-alat pertahanan menjadi sebuah benteng yang disebut

Front Jacatra. Pendirian benteng tersebut mendapat reaksi yang tidak baik dari

39
R. M Poerbatjaraka, Riwayat Indonesia: Jilid I, (Jakarta: Yayasan Pembangunan
Jakarta, 1952), h. 14-15.
38

Jayakarta, Banten dan Inggris sehingga pada tahun 1616 Front Jacatra diserang.

Pada tahun 1619 ketika Inggris menyerang Front Jacatra, Jan Pieterzoen Coen

yang pada saat itu menjadi Gubernur Jendral VOC (Vereenigde Oost-Indische

Compagnie) meminta bantuan ke Maluku, sehingga VOC berhasil mengatasi

serangan tersebut serta menguasai Jayakarta.40

Tahun 1619 setelah Jayakarta dikuasai oleh VOC, benteng Jactra

diperbesar menjadi sebuah kastil yang bernama kastil Batavia dan selanjunya

nama Jayakarta berubah menjadi Batavia. Kastil Batavia berbentuk segi empat

dengan sudut-sudutnya dilengkapi bastion-bastion, yaitu diament di sebelah barat

daya. Robijn di sebelah tenggara, Parel di sebelah timur laut dan Saphgier di

sebelah barat laut. Di sekeliling kastil dibuat parit yang disebut dengan

Kasteelgracht. Sebagai daerah pemukiman yang direncanakan terletak di sebelah

selatan laut kastil. Di daerah pemukiman ini dibuat kanal-kanal yang digali dari

sungai Ciliwung ke arah timur. Balai Kota didirikan berhadapan dengan Kastil

Batavia yang dilengkapi dengan taman kota.41

Dalam perkembangannya sebagai kota yang tumbuh dengan pesat,

terdapat juga bangunan-bangunan yang merupakan prasarana kota seperti pasar,

rumah sakit, gereja, sekoloah, rumah untuk orang miskin, rumah untuk anak yatim

dan penjara. Selain itu juga, Batavia sebagai pusat kegiatan VOC yang merupakan

perusahaan dagang, di bagian utara Batavia ditempatkan gudang-gudang untuk

menyimpan hasil perdagangan komuditi serta tempat gudang mesin dan gudang

senjata. Di sisi barat sungai Ciliwung terdapat tempat pengerjaan kayu milik

40
Abdurrachman Surjomohardjo, Perkembangan Kota Jakarta, (Jakarta: Dinas Muesum
dan Sejarah DKI Jakarta, 1977), h. 61.
41
Abdurrachman Surjomihardjo, Perkembangan Kota Jakarta, h. 42.
39

VOC. Dan si sebelah selatannya terdapat tempatperjaan kayu milik orang Cina

yang merupakan bengkel untuk membuat perahu. Di bagian tenggara kota

terdapat bengkel kerja dan tempat tinggal para pekerja VOC.42

Kependudukan di batavia baru dapat diketahui pada Kependudukan di

Batavia baru dapat diketahui pada saat Batavia bernama Sunda Kalapa.

Berdasarkan berita Portugis, diketahui jumlah penduduk kerajaan Sunda di pusat

kerajaan berjumlah 50.000 jiwa dan disetiap pelabuhan berjumlah 10.000 jiwa.

Pada masa Jayakarta berdasarkan berita orang-orang Belanda yang pertama

datang ke Jayakarta tahun 1598 diperkirakan jumlah penduduknya sebanyak 3000

keluarga kemudia pada tahun 1619, diberitakan penduduk kota terutama laki-laki

bjumlah 7000 jiwa.43

Sejak jayakarta dibangun oleh VOC dan berubah menjadi Batvia, VOC

mendatangkan penduduk baik dari Eropa maupun dari koloninya di daratan Asia

dan daerah-daerah di kepulauan Indonesia. Para imigran itu pada umumnya

didatangkan utnuk bekerja sebagai pegawai VOC, serdadu bayaran, pekerja

perkebunan milik pejabat VOC atau milik orang-orang Cina. Selain itu orang-

orang yang datang ke Batvia ada juga yang merupakan tawanan perang atau

budak.

Walaupun kekuasaannya sangat besar, namun VOC tidak mampu

memberikan kesan Eropa yang kuat terhadap kota ini. Agak mengherankan bahwa

dengan sangat sedikitnya jumlah orang Eropa yang ada, kota ini mampu terlihat

seperti kota Eropa. Catatan-catatan pada masa itu mencatat sejumlah besar
42
Uka Tjandrasasmita, Sejarah Jakarta dari Zaman Prasejarah sampai Batavia Tahun
1750, (Jakarta: Dinsa Museum dan Sejarah DKI Jakarta, 1977), h. 13.
43
Uka Tjandrasasmita, Sejarah Jakarta dari......, h. 14.
40

kelompok etnis yang berbeda, tetapi tidak ada yang mendominasi. Sebuah sensus

penduduk di dalam dinding kota pada 1673 menunjukan hasil berikut:

Etnis Jumlah Penduduk


Orang Belanda 2.024
Orang Eurasia 726
Orang Cina 2.747
Orang Mardijker 5.362
Orang Moor dan Jawa 1.339
Orang Melayu 611
Orang Bali 981
Budak 13.278
Jumlah Total Populasi 27.068
Sumber: Dagh-Register gehouden int Casteel Batavia, 1674, J.A van der Chis (ed),‟s
Gravenhage, Nijhoff, 1902, h. 28-29

Keragaman etnis tetap ada karena polulasi Batavia selalu bertambah

dengan imigran-imigran baru dari berbagai kelompok. Sejumlah individu tetap

mempertahankan hubungan kuat dengan tanah arinya. Orang India dan Cina

sering kali melakukan pelayaran dari dan ke Batavia untuk berdagang sehingga

hal ini memperbaharui etnis.para perajurirt, pelaut dan banyak pegawai VOC

lainnya sering kali hanya bertugas untuk mempertahankan jumlahnya. Hal ini

terutama terjadi pada kelompok budak yang seringkali tinggal berdasarkan dalam

pondok-pondok kecil di luar rumah induk VOC mendorong seringnya pengiriman

budak untuk menggantikan budak yang telah meninggal.


41

B. Sistem Perekonomian

Batavia merupakan pusat perdagangan internasional bentukan Belanda

dengan manajemen kokoh yang ditopang orang-orang berkeahlian luas dalam

segela sesuatu yang berkaitan dengan Asia. Dari berkas arsip resolusi (surat-sura

keputusan) Pemerintah Agung ketika itu namapak jelas bahwa manajemen pusat

VOC di Aisa itu memiliki kekuatan logistik yang tangguh. Di samping sebagai

pusat VOC, Batavia juga merupakan kota meritim untuk para pedagang Asi,

sebuah pelabuhan yang memiliki peran dan tempat tersendiri dalam jaringan

dagang antar-Asia, menghubungkan Samudera Hindia dengan laut Cina Selatan.

Selain itu, Batavia juga berperan sebagai pelabuhan bagi lalulintas perkapalan

antar pulau di Nusantara maupun untuk pelayaran antarkota di Jawa. Aneka jenis

kapal Pribumi membuang sauh di Sunda Kelapa. Ketiga kota maritim bersekala

kosmopolitan.44

Dengan demikian, Batavia pada dasarnya merupakan tempat

berkumpulnya aneka ragam manusia dan komuditi dari Asia. Akan tetapi,

bagaimana pandangan warga Asia sendiri tentang kota ini? kumpulan resolusi

Pemerintah Agung mungkin memberi kesan bahwa anggota Dewan Hindia

Belanda merasa berpuas diri dengan peran peran dan kedudukan kota ini. Namun,

kenyataan sebenarnya jauh dari yang diperkirakan. Kendati berkuasa dan

berpotensi besar, kota ini harus berjuang keras agar diakui dan dihargai sederajat

oleh para penguasa Asia.

44
Hendrik E. Neimeijer, Batavia Masayarakat Kolonial Abad XVII, h. 59.
42

Ekspansi dan perkebunan memberi arti penting dalam sistem

perekonomian di Residentie Batavia (1854-(1905), Afdeeling Meester Cornelis

(1854-1936) dan Gemeente Batavia (1905-1926). Sistem perekonomian

membawa pengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian masyarakat, hal ini

disebabkan oleh masuknya modal asing dalam bidang pertanian dan perkebunan,

sehingga perkebunan swasta berkembang dengan pesat.

Pertumbuhan ekonomi yang cepat membawa pertumbuhan yang besar

dalam proses pertumbuhan, penyebaran dan komposisi penduduk.45 Hal ini

terbukti bahwa dalam waktu singkat ternyata jumlah penduduk asli Batavia yakni

masyarakat Betawi, dapat dilampaui pendatang dari Jawa, Sunda, dan Cina. Hal

ini disebabkan oleh pertumbuhan daerah perkebunan di sekitar Kota Batavia yang

semakin pesat yang membutuhkan banyak tenaga kerja, dimana sebagian besar

pekerjanya adalah bukan masyarakat Betawi. Pesatnya perkembangan perkebuan

ini dikarenakan oleh kebutuhan akan produksi tanaman ekspor seperti coklat, teh,

kopi, gula, dan lain-lain dalam jumlah besar, setelah permintaan luar negeri makin

meningkat.46

Sebelum kedatangan pegusaha perkebunan swasta, mata pencaharian

masyarakat Betawi di wilayah Residentie Batavia, tergantung dari hasil dari

pertaninan dan nelayan. Hasilnya dijual penduduk pribumi langsung kepada para

pedagang melalui sungai-sungai kecil, atau diangkut dengan kuda, kerbau, sapi,

dan sebagainya. Pengangkutan hasil pertanian dilakukan secara tradisional karena

45
Uka Tjandrasasmita (dkk), Sejarah Perkembangan Kota Batavia, h. 39.
46
Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I, h. 15.
43

memang belum ada transportasi yang dapat mengangkut barang dalam jumlah

besar.

Mata pencaharian penduduk asli Batavia (Slam) di Residentie Batavia

hanya tergantung dari hasil pertanian dan nelayan tentu membawa pengaruh

dalam perekonomian masyarakat. Keadaan ini berubah setelah masuknya

investasi asing ke wilayah Residentie Batavia, dimana pada waktu itu banyak

terdapat tanah-tanah perkebunan partikelir, yang membutuhkan tenaga kerja

dalam jumlah yang banyak, apalagi setelah investasi yang ditanamkan para

pengusaha (onderneming) perkebunan-perkebunan besar. Bagi para pengusaha

agar mendapatkan buruh yang murah diperlukan tenaga dari Cina maupun dari

Jawa dan Sunda, sebab penduduk pribumi slam tidak bisa menjadi kuli (buruh)

perkebunan. Peningkatan jumlah kebutuhan akan tenaga kerja ternyata berjalan

seimbang dengan kenaikan jumlah penduduk yang dapat diartikan sebagai

tanggapan demografis dan atas tuntutan tenaga kerja.

Akibat yang dapat diperkirakan terjadi adalah adanya keseimbangan antra

kepadatan penduduk dengan kapasitas lahan, sehingga meminimalkan pendapatan

pribumi Slam untuk menjamin kehidupan penduduknya.47 Melihat perkembangan

tenaga kerja Cina meningkat serta makin banyak tenaga kerja yang berdatangan

dari Jawa dan Sunda, ternyata berdampak pada cara hidup masyarakat pribumi

Slam yang sebelumnya tidak ingin bekerja di perkebunan, berubah dan membuka

diri bersedia menjadi buruh perkebunan. Akan tetapi jumlahnya masih kecil

dibandingkan dengan tenaga kerja Jawa, Sunda dan Cina. Perubahan ini

47
Mubyarto (dkk), Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan: Kajian Sosial Ekonomi,
(Yogyakarta: Aditiya Media, 1992), h. 109-111.
44

merupakan salah satu dampak dibukanya perkebunan-perkebunan besar sehingga

banyak penduduk pribumi yang sebelumnya hanya bekerja sebagai petani biasa

dan nelayan menjadi buruh perkebunan.

Terbentuknya masyarakat perekonomian di wilayah Residentie Batavia

tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan sektor pertanian. Peran sektor

pertanian sudah lama tumbuh di masyarakat pribumi Slam yang hidupnya

tergantung hasil pertanian, dan bagi masyarakat Betawi yang tinggal di pesisir

pantai tentu menggantungkan hidupnya dari hasil penangkapan ikan di laut

maupun sungai. Masyarakat Betawi yang bergerak sebagai petani dan nelayan

memperoleh pendapatan secukupnya untuk keluarga.

Sikap yang diambil dari masyarakat Betawi untuk mendapatkan

penghasilan sebagai buruh perkebunan ternyata tidak membawa perubahan, sebab

pihak pengusaha perkebunan melakukan aturan tertentu yang mengikat parah

buruh agar tidak lari dari daerah perkebunan, caranya dengan mengadakan pasar

malam, judi dan sebagainya. Masuknya perkebunan asing ke Residentie Batavia

ternyata tidak membawa perubahan di sektor perekonomian rakyat. Malah rakyat

yang sebelumnya tidak mengenal uang diperkenalkan pada uang sebagai alat tikar.

Dampaknya dalah munculnya komersialisasi tanah dan pengangguran. Banyak

penduduk pribumi Betawi yang menjual tanahnya dan lalu bekerja sebagai buruh

demi mendapatkan uang.

Kedatangan pengusaha asing bukan membawa peningkatan pendapatan,

tetapi mengurangi pendapatan masyarakat yang sudah stabil. Akan tetapi dengan

munculnya jaringan transportasi trem, banyak penduduk disekitar jalur rel


45

membuka peluang berdagang. Terbukanya peluang sektor ini berarti

perekonomian masyarakat pribumi Betawi meningkat seiiring dengan perluasan

dan pembangunan jaringan rel trem di Residentie Batavia.

Peningkatan pendapatan masyarakatdi Residentie Batavia setelah

dibukanya jaringan transportasi trem tentu merupakan alasan pokok mengapa

kadaan ekonomi masyarakat Betawi di Residentie Batavia tumbuh dan

berkembang. Orang-orang Betawi yang tidak ingin bekerja sebagai buruh

perkebunan harus mencari cara lain untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

Perekonomian masyarakat Betawi di Residentie Batavia maju, karena

hasil-hasil produksi pertanian yang dihasilkan diangkut melalui sungai-sungai

kecil dan dijual langsung ke luar negeri. Kadang-kadang pengangkutan barang

menggunakan angkutan hewan, seperti kuda, kerbau, sapi. Barang diangkut lebih

cepat dan ekonomis, akan tetapi tidak bisa mengangkut dalam jumlah yang besar.

Tantangan ini kemudian dijawab dengan adanya pembangunan sarana transportasi

trem yang mampu mengangkut barang pertanian dan perkebunan maupun

pengangkutan penumpang yang lebih banyak.48

Menurut laporan Meyer Ranneft Huender; diperhitungkan bahwa

penghasilan satu keluarga Pribumi untuk satu tahun f.225, jadi dalam sebulan

mereka berpenghasilan f. 18,75. Sebagian lagi berpenghasilan dalam satu tahun

f.45, jadi dalam sebulan hanya berpenghasilan f.3,75 belum termasuk potongan

pajak sebesar 10%, di dalamnya tidak dijelaskan pendapatan tersebut didapat dari

bekerja di sektor apa saja. Sedangkan seorang Belanda pendapatannya f.9000 atau

48
Rsutian Kamaludin, Ekonomi Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), h. 9.
46

lebih dari f.10.000, tergantung dari posisi dan kedudukannya. Jika seorang

Belanda pendapatannya kecil maka presentase untuk pajak kecil dibawah 10%.

Sedangkan pendapatan Pribumi yang sudah kecil ini masih harus dikenai pajak

10%, dan bagi golongan Belanda diberikan dispensasi oleh pemerintah Hindia

Belanda.49 Pendapatan Pribumi keadaan ekonomi yang berat sebeleah semakin

terasa lebih berat bagi masyarakat pribumi.

C. Potret Ttransportasi di Batavia

1. Transportasi Air

Sebelum masa trem di abad 19 yang merupakan transportasi darat untuk

umum sekaligus masal berbasis rel di Hindia Belanda,50 transportasi darat tidaklah

selancar jalur pelayaran melalui laut dan sungai. Belum dimanfaatkannya jalur

darat dan dibentuknya transportasi darat massal membuat kanal sangatlah

berperan di Hindia Belanda terutama di Jakarta ysng padasaat itu bernama

Batavia. Saat VOC) berkuasa, keadaan transportasi masih mengandalkan kanal

layaknya kota-kota di Belanda.

Para pendatang dari luar negeri yang tiba di Batavia tentunya datang

melaui jalur laut. Kesan pertama mereka tentang Batavia adalah kota pelabuhan di

daratan rendah yang tidak menyenangkan dan pegunungan di kejauhan sebagai

latar belakangnya. Sebelum 1880-an, kapal-kapal masih berlabuh di lepas pantai

Batavia, dekat muara kali Cliliwung yang terlindungi oleh Kepulauan Seribu. Dari

49
Desca Dwi Savolta, Arsitektur Indis dalam Perkembangan.......h. 40.
50
Transportasi massal darat adalah transportasi yang beroperasi di perkotaan dan biasanya
banyak menampung banyak penumpang untuk transportasi darat massal berbasis rel mempunyai
dua macam, yaitu keretakomuter (heavy rail) dan kereta dalam kota (light rail). Trem termasuk
golongan transportasi masssal perkotaan berbasis light rail dengan menggunakan lokomotif kecil
yang menarik gerbong dan pengoprasiannya berbaur dengan kendaraan lain di jalan raya.
47

atas dek, pengunjung dapat mengamati kesibukan para pekerja pelabuhan pada

saat kapalnya tiba. Di sana terlihat kumpulan perahu, buaya di muara kali dan

tongkang yang datang untuk membongkar muatan kapal.

Dari kali, VOC membangun kanal-kanal yang mengelilingi dan melewati

kota, serta memberikan penampilah khas Belanda. Kali pun diluruskan sehingga

menjadi kanal terbesar. Semua ini dilakukan bukan demi nostalgia, tetapi demi

kegunaan yang sama seperti kanal-kanal di Belanda. Karena dataran Batavia

terlalu rendah, maka tanah tempat gedung-gedung dibangun harus ditinggikan

agar pemukiman tidak dilanda banjir. Selain itu, kanal-kanal tersebut digunakan

sebagai sarana transportasi.

Perahu-perahu yang membawa barang-barang dari pedalaman datang dari

hulu kali menelusuri kanal hingga tempat tujuan, sedangkan kapal-kapal dari luar

negeri yang terlalu besar untuk memasuki kali berlabuh di teluk dan membongkar

muatannya ke tongkang yang biasa menelusuri air dalam kota. Sementara itu

kapal-kapal Cina dapat berlayar ke dalam kali hingga ke kanal untuk membongkar

muatannya.

Bubarnya VOC pada 1799 membuat kekuasaan beralih dan dipegang oleh

pemerintah Hindia Belanda. Di masa pemerintahan Hinda Belanda perkembangan

danperubahan terjadi, terutama pada tata kota dengan dipendahkannya Ibukota

dari Batavia lama ke Welverden (yang berada di bagian selatan Batavia lama)

pada awal abad ke 19. Alasan pemindahan pusat pemerintahan ke bagian selatan

karena mulai tidak layaknya Batavia lama menjadi hunian untuk sebagian besar

warganya. Terutama bagi orang-orang Eropa yang merasa udara di sekitar tempat

tinggalnya mulai pengap dan berbau busukakibat kanal yang tidak terjaga
48

kebersihannya dan kualitas udara yang semakin bertambah buruk karena bau

kanal yang semaik kotor juga diperkuat asap pekat yang keluar dari industri

pengulingan arak.51

Selain pemindahan dan pembangunan tata kota yang baru di Welteverden,

pemerintah Hindia Belanda ini kemudian membangun jalur darat, yakni jalan raya

pos (de groote Postweg) yang membentang dari Anyer sampai Panarukan yang

juga melawati Batavia. Jalan raya pos yang melintasi di Batavia contohnya ada di

daerah Kwitang, Kramat Raya, dan Meester Cornelis (Jatinegara). Jalur ini terus

membujur ke arah selatan ke kota Buitenzorg (Bogor). Dibangunnya jalan raya

pos memikiki fungsi awalnya sebagai jalur militer Hindia Belanda demi

mempertahankan Jawa dari bala tentara Inggris. Jalan raya yang setiap

kilometernya dipasang paal dan pos-pos kuda ini sangat berguna untuk

transportasi darat seperti kedati dan kereta kuda.

Memanfaatkan kanal di Batavia sebagai jalur transportasi air yaitu sungai

Ciliwung, pada masa Batavia awal kanal inilah yang digunakan menjadi jalur

transportas airi andalan untuk memobilisasi orang-orang yang bermukim di

Batavia.52 Terbentag dari Sekatan ke Utara dan terhubung laut Jawa, baik itu dari

para pendatang dan warga Batavia sendiri, bisa hilir mudik menyusuri kota koloni

tersebut dengan bantuan kapal mereka. Sampai dengan keadaan Batavia awal

yang merupakan kota pelabuhan dagang. Transpotasi air dan kanal menjadi

penting bagi kesibukan kapal-kapal pendatang yang mayoritas adalah pedagang,

51
Jaen Gelman Taylor, Kehidupan Sosial Batavia, (Depok: Mansup Jakarta, 2009). h.
168-170. Lihat juga artikel dari internet pada halaman situs berikut:
http://www.nederlandsindie.com/daendels-perintis-infrastruktur/. (diakses pada tanggal, Jumat, 17
Maret 2017).
52
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahu,h. 22.
49

terutama dengan adanya kanal, para pendatanf tersebut bisa merapatkan kapal-

kapalnya langsung di dalam kota.

Ada dua macam transportasi air yang digunakan pada saat itu sebgaia alat

angkut, eretan dan orembaai.53 Berhubung Batavia awal menerapkan konsep

kota-kota di Belanda yang menggunakan kanal sarana nangkut inilah yang

menjadi transportasi yang umum bagi warga kota. Jadi, bisa diliat dari kondisi

fisik Batavia awal yang menggunakan kanal, transportasi air lebih mendominasi

dalam memberikan kemudahan dan membantu mobilisasi warganya. 54 Sejak

diperkenalkan tanaman kopi di daerah periangan di abad 18, maka di satu

pihakdiperlukan pengangkutan dari pedalama Jawa Barat ke Batavia, di pihak lain

diperlukan juga pengembangan kota Batavia sebagai kota dagang yang makin

besar. Pada masa awal Batavia diantara abad 18 sampai awal abad 19 memang

beulum tersedia transportasi darat massal, tetapi keberadaan transportasi darat

tidak bisa dikatan tidak ada. Kereta kuda dan pedati adalah transportasi darat yang

pada saat itu telah memadati lalu lintas kota Batavia.55

Meluasnya wilayah Batavia, kebutuhan terhadap sarana penunjang bagi

warganya untuk menjangkau tempat yang ingin dituju, terutama bagi kebutuhan

penduduk yang bermukim di Welterverden semakin besar. Akses jalan yang sudah

dibangun karena pembangunan jakan raya pos tersebut cukup memudahkan warga

53
Eretan adalah sarana angkutan berupa satu atau dua lapis bambu bulat panjang.
Sedangkan Orembaai adalah perahu kecil yang didayung oleh budak belian. Lihat juga Alwi
Sahab, Robinhood Betawi; Kisah Betawi Tempoe Doeloe, (Jakarta; Penerbit Republika, 2001, h.
20-22.
54
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 62.
55
Alwi Sahab, Saudagar Bagdadh dari Betawi, (Jakarta: Penerbit Republika, 2004), h. 7.
Lihat juga di situs internet tentang transportasi pedati dengan alamat situs
http://bataviadigital.pnri.go.id/foto/?box=detail&id_record=5614&search_val=&satus_key&dpage
=1.
50

Batavia. Tetapi jakarak tempuh yang cukup jauh antara Welterverden menuju

Batavia lama justru membentuk persoalan baru yaitu kebutuhan sarana angkut.

Daerah pusat pemerintahan dan pemukiman yang berpindah ke daerah

Welterverden membuat jarak tempuh yang cukup jauh ke tempat kegiatan

perdagangan dan perekonomian di Batavia lama yang merupakan daerah penting,

ditambah perilaku enggan orang untuk berjalan kaki orang-orang yang memiliki

status sosial yang tinggi seperti orang Eropa yang bermukim di daerah tersebut,

dengan itu membuat butuhnya transportasi untuk menjangkau temapat lebih

mudah.56

2. Transportasi Darat

Kebutuhan transportasi darat semakin terasa di Batavia melonjak

memasuki pertengahan abad 19. Banyak dari mereka yang semula hanya

bertujuan untuk berdagang kemudian memutuskan untuk menetap. Oleh karena

itu, jumlah penduduuk di Batavia menjadi meningkat, bagi orang-orang Eropa

dibuka terusan Suez menjadi alasan untuk melakukan perjalanan menuju Hinda

Belanda. Karena perjalanan menjadi lebih singkat dan mudah dibanding

perjalanan-perjalanan sebelumnya. Kondisi dibukaya jalur yang dekat inilah yang

membuat Batavia berkembang dari sisi kependudukan.

Selain itu, pengaruh Wetelverden yang menjadi pemukiman nyaman bagi

orang-orang Eropa menjadi alasan lain pendatang singgah di Batavia. Untuk

memberikan kemudahan bagi para pendatag yag bermukim di Batavia, pada

pertengahan abad 19 ini sudah tersedia jasa-jasa transportasi darat untuk publik

56
Susah Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 73.
51

dan semuanya menggunakan kuda menunjukan keberadaan mulai dari eksterior

dan interior, seperti susuan tempat duduk penumpang dan jenis roda kereta yang

berbeda. Satu contoh dari kereta kuda itu adalah kereta kuda. Kereta kuda ini

mempunyai tempat duduk terbagi dua, kanan dan kiri yang memisahkan dikedua

yang sisi yang berbeda. Sebelum adanya delman, kereta kuda 57 dengan nama

kahar per sudah lebih dulu ada. Begitu pula kereta kuda yang hanyas bisa

menupang empat orang saja, dua orang di depan dan sisanya di belakang

membelakangi sang kusir.58

Abad ke-20 Batavia terkenal juga dengan kemajuan transportasi yang

berdampak pula terhadap kemajuan perekonomian di Batavia itu sendiri.

Transportasi yang lazimnya digunakan oleh masyarakat Batavia adalah trem kuda,

khususnya oleh penduduk yang tidak memelihara kuda keretanya sendiri. Menurut

Tio Rek Hong, ada kendaraan lain yang digunakan yaitu kahar yang memakai dua

roda, atau kahar per atau yang sering disebut oleh orang Priangan dengan sebutan

kahar Dongdang. Untuk di dalam kota kahar per atau trem kuda ditarik

menggunakan tenaga kuda, akan tetapi untuk perjalanan panjang diluar kota

ketempat jauh ditarik oleh sedikitnya dua ekor kuda gunung.59

Kemudian ada Dos a dos (Sado), yang namanya harus menunjukan,

penumpangnya yang harus duduk belakangnya menghadapi belakang penumpan

lain (dua duduk di bagian muka, termasuk kusirnya, dan dua duduk di belakang).

Lalu muncul delman yang namanya berasal dari nama tuan Delman yang mulai

57
kereta kuda yang memiliki jendela di keempat sisinya yang dapat dibuka dan ditutup,
kusirnya tidak duduk di kuda melainkan berlari di samping kuda.
58
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 69.
59
Tio Tek Hong, Keadaan Jakarta Tempo Doeloe, Sebuah Kenangan 1882-
1959,(Jakarta: Mansup Jakarta, 2007), h. 75.
52

menggunakan kendaraan model ini. bagi orang-orang yang mampu, teruama tuan-

tuan toko biasanya kereta Plankijn yang ditarik dengan dua kuda, beroda empat,

memuat dua penumpang yang duduk di dua bangku saling berhadap-hadalan,

yang keretanya ditiup dengan menggunakan sepasang jendela.

Gambar 1

Sumber: http://media-kitlv.nl/allmedia/indeling/detail/form/advanced/start/13?q_searchfield=sado
(diakses pada tanggal Kamis, 16 Maret 2017).

Foto pada gambar tersebut adalah jenis kereta kuda bernama Sado. Kereta

beroda dua yang ditarik oleh kuda. Berfungsi sebagai alat angkut baik manusia,

hewan, maupun barang-barang, termasuk barang-barang hasil pertanian baik


53

sawah maupun kebun atau ladang dengan muatan lebih banyak dari becak dan

mempunyai jarak tempuh lebih jauh. Dinamakan sado, karena berasal dari kata

Dos a Dos, yang artinya beradu punggung. Alat ini ditarik oleh dua kuda, dan

dikendalikan seorang kusir (sais). Tempat duduknya dua di depan (termasuk

kusir) menghadap ke depan, dan dua di belakang menghadap ke belakang. Terbuat

dari kayu, papan, besi, terpal kulit, roda dengan lapisan irisan karet bekas ban

mobil. Sado lebih gampang dinaiki karena tidak setinggi Kahar.

Masih ada beberapa jenis kereta kuda lainnya yang juga hampir sama

dengan delman, kahar per dan sado dengan menampilkan ciri khas tertentu.

Kekhasan dari kereta kuda tersebut adalah menjadi langganan bagi kalangan

mengengah ke atas di Batavia. Ditarik dengan dua ekor kuda dan mempunya

empat roda pada kereta pengangkutnya, kereta itu dinamakan pelangki dan ebro.
BAB III

Trem di Batavia Pada Masa Hindia Belanda dan Jenis-jenisnya

A. Trem Sebagai Transportasi Umum Darat di Batavia

Sebagai alat transportasi darat tertua di dunia, trem sebagai transportasi

umum sudah menemani manusia dalam berbagai aktivitas, menjadi transportasi

umum massal di perkotaan membuat tram membantu warga kota dalam aspek

sosial maupun ekonomi.

San Farnsisco adalah sebuah kota terdapat keempat di negara bagian

California dari Amerika Serikat merupakan kota yang mengoprasikan trem.

Dioprasikan pada tahun 1873, trem listrik di Sanfransisco sampai saat ini masih

bertahan dengan trem dan gandar.1 Dengan menyajikan kecepatan dan menempuh

jarak lebih jauh dengan mudah, trem memungkinkan kota berkembang dengan

pesat.

Semenjak diperkenalkannya kereta api di Hindia Belanda, tepatnya di

Semarang pada 22 Juni 1865,keberadaan transportasi berbasis rel menjadi penting

keberadaannya bagi kepentingan pemerintah kolonial dan masyarakat. Menyadari

pentingnya transportasi berbasis rel ini untuk hadir di Hindia Belanda bermula

disaat komoditi yang diantar melalui jalur darat yang menggunakan kereta kuda

membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai pelabuhan Semarang.Menurut

Kopiist,Hindia Belanda sangatlah cocok mendatangkan transportasi berbasis rel,

1
Trem gandar adalah jenis transportasi yang digunakan pada abad 19 sampai abad
pertengahan abad 20. Menyandang sebagai trem generasi pertama, transportasi berbasis rel ini
digunakan untuk memikat wisatawan yang berkunjung ke kota Sanfransisco dengan bentuknya
yang unik.

54
55

apalagi untuk menghubungkan wilayah-wilayah yang tak dijangkau jalan yang

dibangun Daendels.

Pada masa Deandels berkuasa, banyak jalan besar dibangun di kota baru

Batavia (Jakarta Pusat). Walau cukup banyak jalan yang bibangun ketika itu di

Batavia belum memiliki transportasi massal. Untuk berpergian orang-orang Eropa

menggunakan kuda/ kereta kuda yang disewakan atau milik sendiri. Sedangkan

sebagian etnis lain termasuk pribumi memilih berjalan kaki, naik pedati dan kereta

yang ditarik atau digotong oleh manusia.

Warga Batavia mengenal angkutan umum berbasis rel sejak 1869. Ketika

itu sarananya berupa kereta di atas rel yang ditarik oleh beberapa kuda. Kontribusi

trem dalam membantu warga kota juga dialami di Batavia. Melaui transportasi

umum trem di Batavia penduduk kota menjadi lebih dinamis dalam pegawai yang

bekerja di kantor pemerintahan dan perusahaan swasta, mereka dapat menjangkau

tempat bekerja dalam waktu relatif singkat.

Profesi pedagang ikut mendapatkeuntungan dalam mudahnya mengangkut

barang dengan trem. Hal ini dikarenakan satu gerbong dari trem yang disebut

Pikolanwagen menjadi bagasi untuk membawa muatan besar. Keadaan demikian

secara tidak langsung menambah dan memperkuat kehidupan ekonomi penduduk

kota yang bersimbolis dengan transportasi trem.

Sejak diperkenalkannya tanaman kopi di daerah Priangan pada abad 18,

maka di satu pihak diperlukan pengangkutan dari pedalaman Jawa Barat ke

Batavia.Di pihak lain diperlukan juga pengembangan kota Batavia sebagai kota

dagang yang makin besar.Pada masa Batavia awal di antara abad 18 sampai awal
56

abad 19 memang belum tersedia transportasi darat massal, tetapi keberadaan

transportasi darat tidak bisa dikatakan tidak ada. Kereta kuda dan pedati adalah

transportasi darat yang mendominasi lalu lintas di Batavia.

Melihat pengaruh transportasi trem sebagai moda transportasi massal,

pemerintah kolonial Belanda di Batavia merasa perlu mendatangkan trem yang

dianggap layak menjadi salah satu komponen penggerak mobiltas penduduk baik

secara sosial dan ekonomi. Besarnya pengaruh pemerintahan kolonial Belanda

membentuk wajah Batavia dalam menghadirkan transportasi memang tak lepas

dari keadaan. Percepatan ekonomi dan kemajuan teknologi dunia dalam

menghasilkan invensi dan inovasi baru bagi manusia juga keadaan Batavia yang

miskin akan fasilitas menjadikan trem sebuah solusi tepat sebagai sarana angkut

yang lebih layak bagi khalayak.

1. Trem Kuda

Sebagai kota kolonial Belanda mulai menerapkan transportsi trem kuda

pada tahun 1969. Belanda sendiri sudah menerapkan transportasi ini lima tahun
2
sebelum beroprasinya trem kuda di Batavia, dengan rute yang menghubugkan

Scevening dan Delft.3 Trem kuda yang sering disebut tramway di Batavia,

menjadi satu-satunya transportasi umum yang bisa mengangkut penumpang lebih

banyak pada saat itu. Menurut surat kabar harian Java Bode pada desember

1860,penggunaan trem ditarik kuda yang merupakan transportasi massal adalah

ide dari Mr.J Babut du Mares seorang warga keturunan Eropa yang peduli

terhadap transportasi umum di Batavia.

2
A. J, Veenendal, Railways in the Netherlands: A Brief History, 1834-1994, (Standford
University Press, 2001), h. 83.
3
H.J.A Duparc, Trams en Tramlijne: Standstam op Java, (Roterdam: Wyt, 1972), h. 10.
57

Untuk merealisasikan rencana pengadaan trem, pemerintah Hindia-

Belanda memberi pelaksana pembangunan pada firma Dumler & Co yang

kemudia mulai dibangun pada 10 Agustus 1867. Tidak hanya gagasan dari babut

du Mares, seorang kewarganegaraan Belanda Bernama Martinus Petrus turut andil

lewat mendirikan lewat perusahaan trem yang ia bentuk.4 Dalam hal pengadaan

trem ia mengungkapkan perlunya penyediaan alat transportasi untuk kepetingan

umum yang efektif, efisien, cepat dan murah.5

Keputusannya keluar pada Desember 1857, proyek pembangunan dan

pengoprasian trem dilanjutkan oleh Pemerintah Hinda-Belanda. Trem yang tidak

dibuat di Belanda ataupun Jawa itu tetapi merupakan hasil produksi pabrik

Bonnefond, Ivry, Prancis, didatangkan pada September 1868 dengan kapal-kapal

yang membawa material-material untuk membangun jalur beserta instalansi kuda

pengangkut trem.

Pada tanggal 20 April 1869 trem ditarik dengan kuda diresmikan, selang

tujuh tahun usulan mengenai sarana transportasi umum massal yang harus

diadakan di Batavia. Gerbong-gerbong trem yang ditarik kuda dijalankan di atas

rel yang memiliki lebar sepur 1.188 mm.6 Trem kuda yang dikelola oleh

Bataviasche Tramway Maatschapapij (BTM) dan Firma Dummler & co ini

mempunyai beberapa lijn atau lintasan, yakni:

1. Amsterdamsche Poort (Sekarang Jl. Pasar Ikan) sampai Harmoni

2. Tanah Abanag sampai harmoni

4
From Tramway to Busway”, http//www.redgede.com/blogs/arundhat1/from-tramway-
tbusway.html (diakses pada hari, Sabtu, 18 Maret 2017)
5
Zeffry Alkatiri, Pasar Gambir, Komik cina & Es Shanghai; Sisi Melik Jakarta 1970-an
(Depok: Mansup Jakarta), h. 157.
6
S.A Reitsma, Korte Geschiedenis der N.I.S Tremwegen, (Weltevrenden: G. Kolff & Co,
1928), h. 39.
58

3. Meester Cornelis (Jatinegara) sampai Harmoni

Dikemudian oleh seorang kusir yang didampingi kondektur, trem ditarik

dua, tiga sampai empat ekor kudaditambah dengan gerbongnya yang berjalan di

atas rel berbentuk cekung sehingga roda gerbong bisa masuk ke dalam. Dalam

satu gerbong trem kuda dapat memuat 40 orang. Tarif untuk menarik trem kuda

hampir semua sama disetiap rute, 10 sen untuk sekali perjalanan, tiap penumpang

yang naik ini akan diberi karcis yang telah distemple dengan nomor jalan.7

Gambar 2

Sumber:https://commons.wikimedia.org/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Tramrijtuig
_met_passagiers_in_Batavia_TMnr_3728-770.jpg
(diaksespadatanggal Kamis,16 Maret 2017).

Dari gambar ilustrasi tersebut memperlihatkan kondisi di dalam gerbong

trem yang berisi penumpang dan dikejauhan kusir yang membelakangi para
7
Tio Tek Hong, Keadaan Jakarta Tempo Doeloe, Sebuah Kenangan 1882-1959, h. 41.
59

penumpang sedang mengendarai trem.Pada ilustrasi ini jelas terlihat dalam satu

gerbong trem kuda adanya keragaman etnis dengan pakaian yang mereka

kenakan. Contohnya penumpang etnis Tiongkok, dengan pakaiannya seperti itu

biasanya mereka adalah buruh pekerja, lalu pria Eropa dengan setelah jas bisa jadi

ia berprofesi sebagai pedagang atau pejabat menengah ke atas. Belum

diterapkannya sistem kelas membuat warga Batavia yang multi etnis harus

menumpang trem kuda yang sama bercampur baur disatu-satunya transportasi

massal pada saat itu.

Manajemen keuangan yang buruk dan tidak adanya segregasi, membuat

banyak orang Eropa menganggap penggunaan trem kuda telah merendahkan

martabatnya. Hal ini tidak lepas dari pandangan orang Eropa yang menganggap

tremkuda menurunkan kelas mereka. Sistem yang belum menerapkan pembagian

kelas, membuat dalam satu gerbong memuat orang-orang dari ras dan kelas sosial

bercampur baur, hal ini membuat orang-orang Eropa yang menganggapderajatnya

lebih tinggi tidak nyaman.

Trem kuda juga menimbulkan persoalan baru. Ketika di tengah jalan

bayak trem kuda yang berhenti dan mogok, akibatnya bayak kuda-kuda yang

kelekahan dikarenakan jumlah volume orang yang ditumpangi terlalu banyak

sehingga membuat kuda tidak kuat dan juga banyak yang mengalami kematian.

Selain itu juga banyak kuda-kuda yang terkadang membuang kotorannya di

tengah jalan, membuat banyak orang meresa risih dan terganggu akibat bau yang

tidak sedap. Semenjak banyak kuda yang mengalami kematian, bahkan dalam

setahun, perusahaan trem kehilangan 545 ekor kuda. Harga kuda mulai
60

mengalami kenaikan membuat ongkos trem kuda juga mengalami kenaikan.

Mulai saat itulah trem kuda bersangsur-angsur digantikan oleh trem uap

2. Trem Uap

Pada tahun 1880-an, trem kuda mulai kehilangan pamor karena keberdaan

trem kuda digantikan dengan trem uap, sehingga trem kuda tidak beroprasi lagi

pada 6 Januari 1887. Banyaknya kerugian yang didapat oleh BTM memicu pada

berhentinya pengoprasian trem kuda. Dari kerugian tersebut, BTM memutuskan

berhenti dalam meneglola trem kuda pada tahun 1880.8 Kendali pengelolaan trem

kuda berpindah ketangan Firma Dummler & co sampai berakhir masa perusahaan

ini dalam mengelola pada 1 Februari 1882. Berakhirnya perusahaan ini dalam

mengelola trem kuda juga dikarenakan banyak yang mati, untuk mengatasi hal itu

trem kuda diganti dengan steam tramway engines dengan mendapati izin dari

pemerintah Hindia-Belanda untuk menggunakan trem uap pada tahun 1881.

Setelah Dummler habis masa konsesinya, aset dari perusahaan trem kuda

kemudian diambil alih oleh Nederlandsh indische Masatschappij (NITM). Untuk

mengganti trem kuda yang bermasalah, pengoprasiaannya diganti dengan tem uap

hasil produksi pabrikan dari Jerman yaitu Lokomotiv Fabrik Hohenzollern. Mula-

mula trem uap memanfaatkan jalur trem kuda, sampai berangsur-angsur diganti

dan rampung pada tahun 1884.9

Proses konversi dari trem kuda menjadi trem uap dilakukan tahap demi

tahap karena trem kuda masih ada yang beroprasi sampai tahun 1887. Proses

konversi dimulai paa bulan Juli 1883 dan rampung pada tanggal 15 september

8
H.J.A Duparc, Trams en Tramlijne: Standstam op Java, h. 30.
9
H.J.A Duparc, Trams en Tramlijne: Standstam op Java, h 29.
61

1884, sebagian besar dari lokomitiv trem merupakan produksi pabrik Beynes,

Belanda.10 Adapun moda transportasi ini memiliki tiga lijn atau jalur, yakni.

1. Batavia sampai harmoni

2. Harmoni sampai Rijswijk sampai kramat

3. Kramat sampai Meester Corneli

Gambar 3

Postspaarbank di tepi Molenvliet yang menjadi pusat trem uap di Batavia.


Sumber: http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/detail/form/advanced/start/1?q_searchfield=tram
Diaksespadatanggal, Kamis 16 Maret 2017

Semenjak diganti NITM banyak perubahan terjadi. Pertama, dari rute yang

mengarah ke Meester Coenelis (jatinegara) diperpanjang sampai Ksmpung

Melayu. Kedua, untuk mengganti kuda NITM menggunakan lokomotif uap untuk

menjalankan trem dengan menerapkan tipe Fireless engine dengan

10
H.J.A Duprac, Trams en Tramlijne: Standstam op Java. h. 10.
62

memberdayakan sebuah ketel pengisian yang disebut remise, dimana lokomotif

membawa tabung uap bertekanan tinggi.

Pembagian kelas ini juga berdampak pada tarif. Untuk kelas satu yang

diperuntukkan kelas atas, biasanya didominasi oleh orang-orang Eropa, untuk

sekali perjalanan tarifnya dikenakan sebesar 20 sen, sedangkan untuk kelas dua

diduduki mayoritas penumpang orang-orang timur asing baik dari Cina, Arab atau

India dikenai tarif sebesar 10 sen dan kelas tiga untuk pribumi atau bumiputera

juga sama dengan kelas dua.

Bila dibandingkan dengan trem kuda, trem uap awalnya disambut hangat

karena dianggap lebih modern dan diharapkan memberi kenyamanan. Tarif untuk

naiknya yang murah dan pelayanannya juga ditingkatkan, seperti mempercepat

kedatangan trem dari 10 menit menjadi 7,5 menit sekali pada tahun 1889. Satu sisi

lain yang membuat transportasi ini digandrungi adanya sistem kelas. Bagi para

warga kulit putih yang mayoritas berkewarganegaraan Belanda adanya pembagian

kelas merupakan berita yang baik, karenya menurut mereka selama belum

dibagikan kelas pada gerbong mereka merasa tidak nyaman karena bercampur

dengan etnis lain, terutama dengan para pribumi.

Euforia para pengguna trem uap tidak berlangsung lama. Banyak

permasalahan yang muncul karena keberadaan trem uap, dan mulai dari masalah

matinya mesin sampai matinya manusia karena ditabrak oleh trem. Belum lagi

karena kondisi mesin yang sering kotor menjadi salah satu alasan, lalu disaat

musim hujan tremuap sering mogok karena tabung uap dari lokomotif menjadi

dingin. Pada tahun 1933 trem uap resmi berhenti dioprasikan dijalan-jalan

Batavia,
63

Perkembangan teknologi yang semakin maju dan setelah Michel Feraday

menciptakan aliran listrik melaui kawat di abad ke-19, menciptakan inovasi baru

pada transportasi yaitu trem dengan tenaga listrik berhasil oleh Ernst Werner von

Siemens pada akhir abad ke-1911 Trem listrik pertama kali melakukan percobaan

dipinggiran kota Berlin, Jerman pada tanggal 16 Mei 1881. Sebelum dijalankan,

Ernst Werner von Siemens bahkan sudah membuat jalur rel beraliran listrik

terlebih dahulu pada tahun 1979.12

3. Trem Listrik

Perkembangan teknologi yang semakin maju dan setelah Michael Faraday

menciptakan aliran listrik melalui kawat di abad ke-19,menciptakan inovasi baru

pada transportasi yaitu trem dengan tenaga listrik. Trem listrik berhasil ditemukan

oleh Ernst Werner von Siemens pada akhir abad ke 19. Trem listrik pertama kali

melakukan percobaan di pinggiran kota Berlin, Groß-Lichterfelde, Jerman pada

tanggal 16 Mei 1881.Sebelum dijalankan, Ernst Werner von Siemens bahkan

sudah membuat jalur rel beraliran listrik terlebih dahulu pada1879.

Seiring perkembangan teknologi, trem uap pun bergeser oleh trem listrik.

Trem listrik mulai beroprasikan di Batavia paa bulan April 1899, mengalahkan

Belanda yang baru memakai jasa trem listrik antara Haarlem dan Zandbvoort

pada bulan Juli 1899 dikelolaoleh Batavia Elektrische Tram Maastschappij

(BETM), perusahaan ini juga menerima izin konsensi pemasangan jalur dan trem

listrik. BETM tidak seperti NITM yang menggunakan trem diproduksi dari pabrik

11
. Lihat situs resmi perusahaan Siemens dengan alamat situs
http//www.siemens.com/history/en/news/1051_von_siemens.
12
. Akses dan unduh pemaparan tentang sejarah trem listrik dari siemens di situs berikut:
http//www.siemens.comhistory/pool/innovationen/mobilitaet/the_siemens_trem_from_past_to_pre
sent.pdf
64

Jerman, trem listrik justru didapat dari Belgia, produksi dari pabrik bernama Dyle

en Becalan.

Pelayanan trem listrik jelas lebih baik daripada trem uap yang bergantung

pada suhu uap dan kerap kali menimbulkan polusi dan suara yang bising.

Walaupun tetap saja, trem listrik tidak berjalan mulus karena terkadang

mengalami gangguan dikala banjir datang. Mendapat pasokan listrik dari

Algemencee Nederlandsch Indisch Elektriciteits-Maatschappij (AEG) yang

sumber pembangkit tenaga lisatriknya terdapat di daerah Meester Cornelis

(Jatinegara).

Gambar 4

Sumber: http://media-kitlv.nl, (diaksespadatanggal, Kamis, 16 Maret 2017)


65

Foto di atas berikut adalah perayaan dari pembukaan trem listrik di

Batavia yang diambil pada tanggal 11 April 1899. Trem listrik memiliki

karakteristik yang cukup jelas, pada atap pada gerbong penariknya terdapat

pantograf yang terkoneksi pada sambungan kabel di atas jalurnya.Di beberapa

badan gerbong-gerbong trem listrik terdapat suatu yang khusus, yaitu gerbong

dengan tulisan “Inlanders”, gerbong yang mengindikasikan gerbong tersebut

khusus mengangkut orang-orang pribumi seperti yang terlihat di sisipan foto

sebelah kiri bawah.

Pelayanan trem listrik jelas lebih baik dibandingkan tremuap yang

bergantung suhu uap pada mesin dan kerap kali menimbulkan polusi udara dan

suara. Walaupun tetap saja, trem listrik tidak berjalan mulus karena terkadang

mengalami gangguan dikal hujan dan banjir. Mendapat pasokan aliran listrik

dari Algemenee Nederlandsch Indische Elektriciteits-Maatschappi j(AEG) yang

sumber pembangkit.

Pemisahan kelas juga diterapkan pada trem listrik, pada awal trem listrik

ini, tarif yang ditentukan adalah 15 sen, 10 sen untuk kelas dua dan 5 sen untuk

kela stiga. Trem listrik memberi pelayanan dengan 13 buah trem yang tiap 10

menit sekali siap mengangkut penumpang. Tersedianya trem listrik di Batavia

tak membuat trem uap terpinggirkan, NITM dengan trem uapnya masih

beroperasi di ketiga lijn yang sudah dipakai dari 1880-an.


66

Gambar5

Peta Batavia danJalur-Jalurtremtahun 1941


Sumber: H. J. A Duprac, Trams en Tramslijen: De Stadstrams op Java

Jalur trem milik BVM memiliki enam lijn, empat diantaranya jalur lama

yang merupakan lijn bawaan dari kedua perusahaan trem milik BETM dan NITM.

Kelima dari lijn trem BVM tersebut adalah:


67

Rute 1: Stasiun di pintuGerbang Amsterdam menujuStadhuisplein (Taman

Fatahillah) – NieuwpoortStraat (JalanPintuBesar Utara dan Selatan) – Molenvliet

West (Jalan Gajah Mada) – Harmoni.

Rute 2: Ruteinimerupakanlanjutandarirute 1. Dari Harmoni - Rijswijk

(Jalan Veteran)-Wilhelmina Park (Masjid Istiqlal)-Pasar Bar -Senen -Kramat-

Salemba-Matraman-MeesterCornelis (Jatinegara). Rute 3: Dari Harmonimenuju

Tanah Abang-Kampung Lima Weg (Sarinah–TamarinDelaan (Jalan Wahid

Hasyim)–KebonSirih–KampungBaru (Jalan Cut Mutia–Kramat. Rute 4:

RuteinimerupakancabangdariRute 3. Dari Harmonimenuju Istana

GubernurJenderal (Istana Merdeka), Koningsplein (Medan Merdeka)-

StasiunGambir- TuguTani- KampungBaru (Jalan Cut Mutia).

Hadirnya perusahaan trem kedua di Batavia, yaitu BETM dengan trem

listriknya memang berdampak besar sebagai salah satu transportasi publik kota.13

Pada tahun 1925, Burgermeester (walikota) Batavia yang dijabat oleh Ir.

Voorneman, mengusulkan agar kedua perusahaan trem ini di Batavia, NITM dan

BETM bergabung sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang

transportasi darat.14 Menurutnya lijn trem listrik yang melintas di wilayah Tanah

Abang, Mangga Dua, Jacatraweg, Kramat dan Gunung Sahari itu tidak

menguntungkan, karena rute yang ditempuh penduduknya belum sebanyak jalur

trem uap dari NITM, maka dari itu akan lebih baik dianjurkan untuk digabung.15

13
Mona Lohanda, Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia, (Depok: Mansup jakarta,
2007), h. 235.
14
Lihat sumber artikel internet mengenai sekilas sejarah perusahaan trem di situs berikut:
http//www.thejakartapost.com/news/2000/10/12/ppd039s-history-goes-back-batavia-a-trem-
firm.html (diakses pada hari Senin, 13 Maret 2017).
15
Star Weekly, dalam artikel berita yang berjudul “trem Kota Djakarta Akan Tamat
Riwajatnja”, 29 Maret 1960.
68

Setelah melalui pertimbangan, pada tanggal 31 Juli 1930 NITM dan

BETM menjadi satu perusahaan bernama Bataviasch Verkeers Maatschappij

(BVM). Gabungan kedua perusahaan ini mewarisi pengelolaan elektrifikasi pada

trem listrik yang baru selesai seluruhnyapada 1 Maret 1934. Sedangkan

pengoprasiannya trem uap sudah berhenti setahun sebelumnya pada September

1933. Selain trem, BVM juga bertanggung jawab dalam mengelola pengoprasian

bus-bus di Batavia.

Sudah sekian kali trem di Batavia mengalami siklus pergantian yang

dibedakan dari jenis tenaga penggeraknya. Sepuluh tahun lebih setelah BVM

berdiri pergantian kembali terjadi, tetapi kini dari pemerintahan baru yang

menguasai Hindia Belanda. Dalam usahanya untuk membangun suatu imperium

di Asia tahun 1942 menjadi awal dari kependudukan Jepang di Hindia Belanda.

Beralihnya pemerintah seketika juga merubah kepemilikan trem di Batavia BVM

mulai diambil alih oleh tentara ke Jepang yang mendarat di pulau Jawa pada awal

bulan Maret.
BAB IV

Trem di Jakarta 1942 dan Dihapusnya Oleh Presiden Soekarno

A. Masa Pendudukan Jepang

Kuasa atas kota Jakarta berpindah dari satu pihak ke pihak lain, bahkan

ada masa di mana kota ini pernah dikuasai tiga pihak dalam waktu bersamaan,

yaitu Belanda, Jepang dan Inggris. Ketika Jepang menduduki Nusantara dan

membaginya menjadi beberapa wilayah. Batavia yang diubah menjadi Jakarta

merupakan Ibukota salah satu wilayah tersebut yaitu Jawa. Karena hasil perang

Pasifik belum jelas maka masa depan negara dan kota ini juga tidak menentu.

Belanda kembali ke Indonesia dengan membonceng Inggris dan berupaya

mengambil kembali koloninya. Selama satu tahun lebih Inggris bertindank

sebagai penengah antara Republik Indonesia dan Belanda. Di Jakarta, hal ini

menyebabkan bentuk pemerintahan kota triparit. Setelah menghasilkan

kesepakatan yang rentan antara kedua belah pihak pada November 1946, Inggris

meninggalkan Jakarta.

Pendudukan Jepang tentu saja membawa perubahan-perubahan politik

penting. Namun, pengaruh pemerintahan Jepang terhadap kehidupan penduduk?

Apakah Jakarta menjadi tempat yang berbeda setelah domisili Belanda berakhir

dan Indonesia memasuki kawasan kemakmuran bersama yang dibawa Jepang?

Ketika memasuki Batavia, pasukan Jepang mengibarkan bendera Merah

Putih berdampingan dengan Matahari Terbit di truk-truk mereka. Masa yang

69
70

sangat senang mengelu-elukan kedatangan mereka dan menawarkan hadiah

berupa makanan dan minuman kepada para prajurit Jepang. Namun beberapa hari

kemudian, Jepang melarang pengibaran bendera Indonesia atau menyanyikan lagi

Indonesia Raya. Kini terlihat jelas bahwa penguasa baru tersebut, yang sangat

senang atas kemenangan-kemenangan awal mereka, hanya tertarik untuk meraih

kemenangan besar dan memasukan Indonesia ke dalam Kawasan Kemakmuran

Bersama Asia Timur Raya (Dai-to-a Kyoeiken) yang dipimpin oleh Jepang.1

Semenjak Jepang menguasi Batavia, gejolak perubahan mulai banyak

terjadi, terutama hal berkaitan dengan kebijakan Jepang yang berupaya

menghapus semua pengaruh Belanda di Ibukota. Salah satu upaya itu adalah

pengggusuran patung Jan Pieterszoon Coen dari tempat kehormatannya di

Waterlooplein. Selain itu juga Jepang merubah nama Batavia menjadi Jakarta

(Jakarta Tokubetsu Shi) pada tanggal 10 Desember 1942 menurut Osamu Seirei.2

Nama-nama jalan di Jakarta juga ikut dirubah menjadi nama Jepang atau

Indonesia, seperti Van Heutz Boulevard menjadi nama Imamura dan Oude

Tamarindelaan menjadi Jalan Nusantara.

Jepang ingin menanmkan pengaruhnya di Jakarta seperti Belanda yang

ingin menjadikan Jakarta sebuah kota Eropa. Orang-orang Indonesia yang

menjadi pegawai administrasi dan guru diberkan kursus-kursus pelatihan untuk

memperkenalkan kebiasaan dan kebudayaan Jepang. Pegawai negeri dipaksa

untuk mempelajari bahasa Jepang. Di sekolah-sekolah, pelajaran bahsa Belanda

dan Inggris digantikan dengan bahasa Jepang.

1
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 183-184.
2
The Kiang Gie, Penamaan Kota Djakarta, h. 26-27.
71

Pada Oktober 1942, semua penada dan iklan dalam bahasa Belanda harus

diganti ke dalam bahasa Jepang atau Indonesia. Berbicara dan menulis dalam

bahasa Belanda pun dilarang di Jakarta hanya bahasa Indonesia atau Jepang yang

diperbolehkan dan semua orang Eropa asli segera dipenjarakan. Sebagian besar ini

tiak mengejutkan, hal yang belum jelas adalah siapa yang akan menggantikan

Pemerinta Belanda.

Pada 1 Juli 1942, bagian administrsi kemiliteran Jepang membentuk biro

perhimpunan transportasi darat yang dinamakan Rikuyu Sokyoku. Biro atau

perusahaan jasa yang dibentuk untuk menangani berbagai macam transportasi

darat di jawa, transportasi itu meliputi bus, truk, gerubak, becak dan transportasi-

transportasi berbasis rel.3 Transportasi trem di Jakarta termasuk di dalamnya, dan

berhasildiambil alih tentara Jepang pada 15 Maret 1942, dan sekaligus berhasil

merubah namanya menjadi Seibu Rikoyu Kiko Djakarta Shinden pada tanggal 17

Desember 1942.

Pada masa Jepang sudah tidak ada lagi jalur penambahan jalur trem secara

besar-besaran. Malah sebaliknya, beberapa jalur trem di Jakarta justru dipotong

atau diperpendek dan dibatasi trayek pengoprasiannya. Alasannya, jalur rel besi

tersebut berguna untuk kepentingan dan fungsi militer Jepang. Diantaranya

pembatasan itu terdapat jalur-jalur yang masih tersedia, jalur itu diantaranya

adalah:

1. Kramat – Viaduct Jatinegara

2. Kramat – Glodok

3. Tanah Abang – Glodok

3
Peter Post & Elly Touwen-Bouwsma (editor), Japan, Indonesia and The War, (Leiden:
KITLV Press, 1997), h. 115-116.
72

4. Tanah Abang – Kramat

Mekipun pemerintahan militier Jepang tampak acuh dalam mengelola

transportasi umum, ada satu bagian yang memberikan pengaruh positif bagi

penduduk pribumi dari trem di Jakarta. Berkat propaganda Jepang yang dalam hal

ini bertujuan mengambil hati rakyat Indonesia (Warga Jakarta), kelas tiga pada

trem yang awalnya diperuntukkan khusus untuk penumpang pribumi akhirnya

dihapus. Kelas tiga yang dihapus keberadaannya pada trem kemudian berimbas

pada harga karcis. Pada 1 Agustus 1945 tarif trem untuk sekali naik menjadi 10

sen bagi setiap penumpang untuk segala golongan.

Suasana yang mencekam di kota Jakarta karena pertempuran antara

pasukan Inggris dengan para pemuda membuat trem tidak mempunyai jadwal

tetap.Trem yang biasanya tersedia pelayanannya sekitar 10 menit sekali menjadi

15 menit sekali dan hanya beroperasi siang hari.Jam operasi yang dibatasi juga

disesuaikan dengan beberapa lijn yang mengalami pembatasan trayek pada

periode perang ini.

B. Trem Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia

Seusai deklarasi kemerdekaan berhasil dikumandangkan oleh Soekarno,

para pemuda merasa memproklamasikan kebebasan dari pihak asing belumlah

cukup. Butuh tindakan yang lebih lanjut agar berita kemerdekaan indonesia lebih

tersiar yaitu dengan mengambil alih beberapa perusahaan di Jakarta yang masih

dikelola oleh pemerintahan Jepang termasuk perusahaan trem.


73

Ketegangan di Jakarta antara para pemuda dan para pemimpin yang ingin

bekerjasama dengan Jepang pecah menjadi konflik terbuka ketika membahas

deklarasi kemerdekaan. Pada awal Agustus 1945, telah diketahui secara tidak

resmi bahwa akhir perang sudah semakin dekat. Menurut mereka, para pemimpin

harus mengumumkan kemeredekaan atas keinginan sendiri sebelum Japang

menyerah.

Pada 15 Agustus yang tergabung dalam kelompok pemuda dari Asrama

Menteng 31, mendekati Soekarno dan Hatta, mendorong keduanya untuk segera

mendeklarasikan kemerdekaan karena beritanya menyerahnya Jepang sudah

terima secara rahasia dan tidak lama lagi diperkirakan akan di umumkan secara

resmi. Ketika para pemimpin menolak, kelompok pemuda menculik keduanya

pada malam hari dan membawa mereka ke Rengasdengklok,di luar Jakarta.

Sukarno dan Hatta kemudian meyakinkan para pemuda bahwa deklarasi

kemerdekaan dapat dilakukan tanpa persetujuan Jepang namun sekilas tidak

menentang mereka secara terbuka. Di sinilah bantuan Laksamana Maeda terbukti

sangat berharga. Ia menawarkan rumahnya sebagai tempat aman untuk

merencanakan langkah terakhir dan menjamin ketidakhadiran Jepang selama

deklarasi penting ini. Proklamasi kemerdekaan dibacakan pada tanggal 17

Agustus di luar rumah Sukarno di jalan pegangsaan Timur nomor 56.

Kami Bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.


Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan
cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.4

4
Berikut adalah teks proklamsi kemerdakaan Republik Indonesia yang dibacakan oleh
Sukarno di kemiamannya di jalan Pegangsaan Timur nomor 56.
74

Merekalah yang kemudian bergerak cepat menyebar luaskan berita

kemerdekaan ini, dengan membentuk sebuah organisasi yang disebut Angkata

Pemuda Indonesia (API) pada 1 September 1945.5 Para pemuda rolusioner ini

memiliki tujuan menyabot dan mengambil alih perusahaan komunikasi seperti

telepon, radio,6 dan banyak gedung pemerintahan atau perusahaan swasta.

Kesigapan API yang tak mau menunggu sikap para golongan tua yang masih ragu

dengan mengamati Jepang, dilakukan dari mulai tanggal 3 sampai 11 September

1945 tanpa adanya bentuk perlawanan dari pihak Jepang.7 Begitu jugayang terjadi

pada perusahaan transportasi kereta api dan trem di Jakarta, ats dorongan API para

pekerja stasiun-stasiun kereta api dan pekerja trem mulai mengambil alih.

Incaran pertama para pemuda revolusioner adalah menduduki transportasi

seperti kereta api dan trem. Diprioritaskan lebih awal dalam pengambil alihan

jawatan-jawatan yang dikuasai Jepang, disebabkan karena dengan adanya

transportasi ini akan mempermudah mobilisasi para pejuang beserta perlengkapan

yang mereka bawa. Dipimpin oleh Johar Nur, Kusnandar, Sidik, Husan, Gayo dan

Armansjah perebutan sukses dilakukan di lakukan di Stasiun Kota dengan bantuan

pegawai dan buruh kereta api juga mengambil alih stasiun Manggarai dan Stasiun

5
Robert B. Cribb dan Hasan Basri, Gejolak revolusi di Indonesi 1945-1949: Pergulatan
Antara Otonomi dan Hegemoni, (Jakarta: Perpustakaan Utama Graffiti, 1990), h. 47.
6
Sarana komunikasi seperti radio menjadi senjata utama Jepang dalam melakukan
propagandany pada rakyat Indonesia. Sejak Jepang tiba, penyiaran radio diambil alih Jepang dan
membentuk jawatan baru yaitu Hoso Karni Kyoku (jawatan Urusan Radio). Pada saat itu siaran
dibawah pengawasan Sendenbu (tentara Jepang bagian propaganda. Selama enam bulan setelah
Jepang berkuasa, bahasa siaran menggunakan bahasa Belanda, Inggris, Prancis dan Arab, tetapi
kemudian dienam bulan setelahnya bahasa siaran hanya menggunakan bahasa Indonesia dan
Jepang saja. Musik-musik yang dimainkan juga hanya memainkan musik bahasa Indonesia dan
Jepang, menggantikan musik-musik dari barat yang sering dimainkan. Lihat Subroto (et al.), radio,
Televisi dan Film dalam Era 50 Tahun Indonesia Merdeka, (Jakarta: Departemen Penerangan RI,
1995), h. 34-39.
7
Alizar Thaib, 19 September dan Angkatan Pemuda Indonesia, (jakarta: Yayasan
Padepokan Pancuran Mas, 1993), h. 123.
75

jatinegara, mereka menyatakan kereta api sekarang adalah milih RI. Sehari setelah

perebutan jawatan kereta api itu, giliran stasiun/halte trem listrik di Kramat Raya

menjadi sasaran perebutan, lalu disusul kembali stasiun-stasiun kereta api lain di

Jakarta seperti stasiun Senen, Manggarai, Gambir, dan Jatinegara. 8 Berkat

perebutan itu perubahan perusahaan trem masa pemerintahan Jepang pun diganti,

dari Seibu Rikuyo Kioto Djakarta Shinden menjadi Trem Djakarta-Kota pada 13

Oktober 1945.9

Hegemoni Indonesia dalam suasana kemerdekaan tidak berlangsung lama,

karena pada awal bulan Oktober 1945 pasukan Belanda (NICA) dengan

membonceng Inggris tiba di Jakarta untuk mengambil alih kembali Indonesia dari

kekuasaan militer Jepang. Rakyat Indonesia tentu saja menyambut kedatangan

Belanda dengan protektif, terutama para pemuda di Jakarta yang masih dalam

euforia dan bangga dengan kemerdekaan yang mereka raih. Untuk

mengapresiasikan dan memberi pesan kembali trem menjadi media komunikasi

untuk menyampaikan keenganan Indonesia tunduk pada segala bentuk

kolonialisme.10

Aksi pemuda revolusioner yang ingin menyuarakan kemerdekaan dengan

menyiarkan melalui siaran radio, komunikasi, melalui telepon dan sekaligus

menduduki jawatan-jawatan yang diduduki Jepang, berlanjut dengan aksi corat-

coret tulisan semboyan-semboyan perjuangan di dinding-dinding kota Jakarta.

tidak ketinggalan pula trem di Jakarta di masa kemerdekaan ini juga memberikan

8
H. A Razak manan (et al.), Kebulatan Tekad Rapat IKADA: peristiwa 19 September
1945, (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah daerah DKI jakarta, 1987), h. 36.
9
H.J.A, Trams en Tramlijne: Standstam op Java. h. 22.
10
Mohammad Hatta, Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi, (Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2011), h. 150-151.
76

peran sentral untuk menyuarakan dan penyambung semangat kemerdekaan warga

Jakarta.

Gambar 7

Sumber:: H.J.A. Duparc,Trams en Tramlijnen: De Stadstrams op Java

Trem-trem di Jakarta menjadi media komunikasi visual layaknya koran

atau surat kabar berjalan yang berguna untuk menyuarakan dan memberitakan

kemerdekaan bangsa Indonesia. Dapat dilihat dari adanya coretan-coretan

semanjak trem menjadi satu bagian pembebasan dari pihak asing. Terlihat pada

fotodi atas terdapat tulisan “Merdeka” disini kiri trem dari naiknya penumpang.

C. Jakarta Pada Masa Soekarno

Kota Jakarta seiring perkembangan zaman sudah menempuh masa-masa

kekuasaan berbeda yang memengaruhi tumbuh kembangnya. Terutama pengaruh


77

dari dua kekuasaan sebelumnya, Hindia Belanda dan Jepang, yang memiliki

dampak cukup besar dalam perkembangan lanjut pada kota Jakarta di bawah

kekuasaan pemerintahan Indonesia. Baik pemerintahan Hindia Belanda dengan

peninggalan bangunannya, atau Jepang dengan sistem tonarigumi yang

diterapkan pada warga kota, Jakarta pun berevolusi menjadi poros utama dari

berbagai aspek peninggalan tersebut, seperti; pendidikan,objek wisata, pusat

ekonomi, pusat pemerintahan, sosial dan politik, serta kebudayaan dan seni.

Jakarta penuh dengan patung orang yang mampak berteriak,

melambaikan tangan dan mengacungkan tinju. Cukup mengherankan bahwa

sebuah kota yang memainkan peran kecil dalam Revolusi Nasional 1945-149

dipenuhi begitu banyak monumen kepahlawanan era tersebut. Patung-patung ini

adalah hasil ide-ide Soekarno yang selama era revolusi menyuarakan kehati-

hatiannya dan menentang perubahan besar dalam bentuk apa pun, kecuali

penggulingan Belanda. Di masa pascakemerdekaan, Jakarta menjadi kendaraan

sempurna bagi Soekarno.

Soekarno menempati bekas Istana Gubernur Jendral yang diganti

namanya menjadi Istana Merdeka. Ia memiliki ketertarikan pribadi terhadap

Jakarta, dan menekankan pentingnya seni dalam kehidupan perkotaan. Merasa

nyaman di tengah kehadiran para seniman karena Istana Merdeka menjadi galeri

utama Indonesia, ia mengumpulkan para arsitek dan seniman dalam jumlah besar

untuk mendiskusikan perkembangan proyek-proyek bangunan, patung, jalan,

taman dan sarana transportasi umum yang layak dan modern. Untuk memberi

inspirasi dan mengedukasi, Sukarno mengajak para arsitek dalam kunjungan ke


78

luar negeri,11

Jakarta pada masa awal pemerintahan ini dipimpin oleh Walikota, dan

Walikota yang pertama adalah Suwiryo. Menjabat mulai tanggal 29 September

1945 sampai 21 Juli 1947, ia sempat ditawan oleh Belanda bersama tawanan

politik lainnya. Setelah RIS terbentuk, pria kelahiran Wonogiri pada 17 Februari

1903 ini kembali menjabat sebagai Walikota walau hanya setahun, mulai dari 30

Maret 1950 sampai 2 Mei 1951. Semasa jabatannya, Suwiryo menganjurkan

kepada penduduk agar tanah-tanah kosong di Jakarta diberdayakan untuk

penanaman sayuran untuk melipat gandakan hasil bumi demi kepentingan

bersama. Kepada penduduk warga Jakarta juga diperbolehkan mendirikan

gubug-gubug di sekitar lahan penanaman dengan ukuran 2x2 m²

Walikota yang kedua adalah Syamsurizal yang menjabat pada 27 Juni

1951 sampai 1 Nopember 1953. Lahir di Karanganyar, 11 Oktober 1903,

Syamsurizal pernah menjabat menjadi Walikota Bandung pada 1946, tidak

hanya itu ia juga pernah menjadi pegawai tinggi Kementrian Dalam Negeri dan

menjadi Residen di Pati, Jawa Tengah.Usaha-usaha Syamsurizal dalam

membangun Jakarta salah satunya adalah meningkatkan daya aliran listrik untuk

kebutuhan kota. Untuk mengatasi kekurangan itu maka dibangunlah pembangkit

tenaga listrik di Ancol.Diharapkan dengan dibangunnya instalasi pembangkit

tenaga listrik yang baru akanmengurangi pemadaman listrik yang kerap terjadi

11
Tentang hubungan Sukarno dengan para seniman, lihat Soedarmadji J.H. Damais (ed),
Bung Karno dan Seni, (Jakarta: Yayasan Bung Karno, 1979) lihat juga Susan Blackburn, Jakarta
Sejarah 400 Tahun, h. 229.
79

dan akan melengkapi kebutuhan kota seperti penerangan jalan-jalan ibukota.12

Tongkat estafet jabatan sebagai Walikota Jakarta kembali berpindah pada

tahun 1953. Kali ini Sudiro, mantan Gubernur Sulawesi yang menjabat sebagai

Walikota Jakarta pada 1 Nopember 1953 sampai 25 Februari 1958 dan Kepala

Daerah Tingkat I Kotapraja Jakarta Raya pada 25 Februari 1958 sampai 6

Februari 1960, menggantikan Walikota Syamsurizal lewat proses serah terima

jabatan.Pada masa ini kota satelit Kebayoran Baru yang dikerjakan mulai tahun

1948 selesai dikerjakan pada tahun 1956. Total ada 6.033 rumah selesai

dibangun, sebagian besar didirikan untuk tempat tinggal para pegawai

kementerian tertentu. Perkembangan selanjutnya yang terjadi adalah pembagian

wilayah kabupaten administratif Jakarta yang terbagi menjadi tiga wilayah,

yakni; Jakarta Utara, Jakarta Tengah dan Jakarta Selatan yang masing-masing

diketuai oleh seorang Wedana. Adanya pembagian wilayah membuat butuhnya

perbaikan-perbaikan, terutama pada pokok-pokok permasalahan kota Jakarta,

seperti; lalu lintas, banjir dan kebakaran, serta diwarnai perencanaan

pembangunan masjid Istiqlal yang mulai direncanakan pada1954.

Memasuki masa periode demokrasi terpimpin, status Jakarta berubah dari

Kotapraja Jakarta Raya menjadi Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Raya. Berdasarkan ketetapan Presiden no. 2 tahun 1961 yang ditingkatan

menjadi Undang- Undang no. 2 tahun 1961, kota Jakarta tidak dikepalai

Walikota melainkan oleh seorang Gubernur. Menggantikan Sudiro pada 1958,

Sumarno didaulat menjadi Gubernur mulai 4 Februari 1960 sampai 26 Agustus

12
Majalah Kotapradja, edisi tahun ke II terbit pada 5 September 1951 dalam artikel
berjudul “Langkah Percobaan: Kearah Perbaikan Lampu- Jalan Lampu”.
80

1964, setelah Sudiro berhenti atas permintaaannya sendiri. Di periode ini

peran Sukarno sangat terlihat dalammengedepankan Jakarta sebagai mercusuar

dunia.Dibantu dengan Wakil Gubernur Ngantung yang seorang Manado Keristen

yang sebelumnya memiliki pemngalaman di pemerintahan yang juga merupakan

seorang seniman,

Di Jakarta menjadi pusat perhatian oleh Soekarno, Sukarno juga memiliki

peran besar dalam membentuk Jakarta pselama periode ini. Ia memiliki visi

terhadap kota Jakarta dimana sebagian visi tersebut telah diwujudkan,baik ketia

ia masih berkuasa maupun setelahnya. Selain itu ia telah membangun sebagian

besar landmark terkenal di Jakrta masa kini. Bebrapa diantaranya Monumen

Nasional (Monas) yang terletak di tenagh-tengah kota Jakarta, sebuah bangunan

obelisk tinggi menjulang yang di puncaknya dihiasi api berlapis emas, filosofi ini

menggambarkan semangat kemerdekaan Indonesia.

Namun upaya mengelola kota diserahkan kepada Dewan Perwakilan

Kota Sementara (DPKS) Jakarta. persoalan pengelolaan yang sudah cukup besar

masih dihambat dengan perpecahaan internal dan garis tanggung jawab yang

tumpang tindih. Impian Sukarno bagi Jakarta dan keterlibatannya secara pribadi

dalam perencanaan kota ini dapat dilihat dengan jelas di Gedung Pola. Monumen

Proklamasi asli yang sederhana di Jalan Pegangsaan Timur diruntuhkan karena

kurang megah untuk kota Jakarta. Monumen ini digantikan oleh Monas yang

baru sebagai simbol Jakarta.

Dari kesemua unsur tersebut, Jakartayang diharapkan menjadi kota

metropolis modern menjadi kota dengan daya tarik bagi para pendatang karena
81

pesatnya perkembangan pasca didaulatnya Indonesia sebagai negara.Terlebih

lagi peranan Soekarno selaku Presiden Republik Indonesia dalam

mengembangkan visinya sebagai seorang arsitek menempatkan Jakarta bagaikan

kanvas untuk para seniman dan arsitek dari negeri sendiri, menjadikan kota

Jakarta berkembang pesat dari segi arsitektur dan estetika tatakota.13

Para imigran yang datang ke Jakarta harus mendapatkan tempat berteduh.

Banyak yang terpaksa membangun gubuk atau bahkan rumah yang cukup

memadai di atas tanah yang tidak merasa dimiliki, karena kurangnya lahan

perumahan yang tersedia atau harganya di atas kemampuan mereka. Masalah ini

selalu membuat Pemerintah Kota Praja sakit kepala. Sejak 1950, mereka

berupaya mengendalikan situasi ini dengan memberikan sejumlah hak kepada

para penghuni liar di atas lahan yang belum dibagi, namun lahan yang

dibutuhkan untuk tujuan perencanaan kota harus dikosongkan sesegera mungkin,

dan keberadaan gubuk-gubuk yang mengancam area keamanan seperti sepanjang

jalur kereta api atau saluran air harus disingkirkan.

Penyebab utama adalah migrasi penduduk pada. Pada 1953, sejumlah

survei di distrik-distrik tertentu di kota bagian dalam menunjukan bahwa 75

pesren penduduk di sana adalah kelahiran luar Jakarta. Dari jumlah ini,

setengahnya bermigrasi ke Jakarta sejak 1949.14 Pada 1961, sensus pertama

adalah 1930 menunjukan bahwa hanya 51 persen populasi kota yang benar-benar

dilahirkan di sana, sedangkan sebagian besar penduduk lainnya berasal dari Jawa

13
Disertasi karya Yuke Ardhiati berjudul “Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, dan
Kria: Sumbangan Soekarno di Indonesia 1926-1965, Sebuah Kajian Mentalite Arsitek Seorang
Negarawan”. (Depok: Universitas Indonesia, 2004), h. 162-175.
14
H.J Hereen, “The Urbanisation of Djakarta”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol.
8, No. 11, 1995. Lihat juga Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 234
82

Barat dan Jawa Tengah.Mengapa mereka datang ke Jakarta? mereka datang

dalam jumlah besar seiring dengan kembalinya Pemerintahan Republik

Indonesia dar Yogyakarta ke Jakarta pada tahun 1949. Setelah menyerahkan

kedaulatannya, pemerntah yang baru segera meningkatkan layanan publik yang

sejalan dengan rencana-rencana ambisius Sukarno untuk membangun negara.

1.432.085 jiwa, satu dasawarsa kemudian (1960) jumlah penduduk naik

dua kali lipat menjadi 2.910.858 jiwa.Peningkatan penduduk yang cukup drastis

dikarenakan faktor laju urbanisasi yang banyak dilakukan orang-orang dari

pedesaan yang tertarik mencari peruntungan di kota. Pembangunan pemukiman

baru seperti pembangunan kompleks perumahan di Kebayoran baru yang sudah

dilakukan sejak 1948 juga menjadi tolak ukur dari pertumbuhan kota Jakarta.

Dengan luas kurang lebih 730-750 hektar, daerah yang terletak di Selatan Jakarta

pada saat itu akan difungsikan sebagai kota satelit Jakarta yang akan dihuni

khusus oleh pegawai pemerintahan.

Pada pertengahan 1950-an Pemerintah Kotapraja mulai melakukan

proyek-proyek pembangunan utama, benturan dengan para penghuni liar menjadi

tidak terhindarkan. Pemerintah menyadari rumitnya masalah ini, mereka

mengetahui bahwa pendaftaran lahan telah lama berlangsung dalam kondisi

membingungkan dan diabaikan sehingga banyak penduduk yang tidak dapat

memberikan bukti jelas atau klaim mereka terhadap tanah.15

Transportasi publik lama-lama mulai teratasi oleh oplet16. Transportasi

15
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, h. 266.
16
Oplet adalah transportasi masal beroda tiga kendaraan bermotor yang dapat membawa
enam penumpang atau lebih dan dioperasikan pada rute-rute tertentu.
83

lain tidak bermotor seperti becak dan sepeda pun juga semakin banyak. Para

tukang becak ini kebanyakan adalah pendatang baru dari pedesaan, karena itulah

sering melanggar peraturan lalu lintas. Pada tahun 1951, diperkirakan terdapat

25.000 becak yang masig-masing dioperasikan oleh tiga pengemudi setiap

harinya dengan sistem bergilir. Menurut Bond Betja Djakarta (BBD) yang

merupakan perkumpulan dari pengusaha becak, jumlah pengemudi mencapai

angka kira-kira 50.000 orang.206 Sedangkan untuk sepeda, kira-kira berjumlah

118.270 buah ditambah dengan 5.000 buah sepeda milik anak sekolah dan 5.136

sepeda dinas.17Pada tahun 1950-an.

Kesibukan lalu lintas di Jakarta yang semakin ramai, walaupun tidak

terlalu padat, membuat jalan-jalan semakin sibuk memasuki tahun 1950-an

seperti yang terlihat pada gambar di atas. Dari 1952 sampai 1956, jumlah

kendaraan bermotor di Jakarta meningkat lebih dari dua kali lipat,dengan

transportasi bermotor yang meliputi mobil ambulance, sepeda motor, oplet,bus,

trem dan prahoto.Pada 1962, sepertiga jumlah mobil di Indonesia terdapat di

Jakarta, jumlahnya diperkirakan mencapai 43.000unit.

Pertumbuhan kota Jakarta dengan kepala daerah yang berbeda seperti

yang disebutkan sebelumnya mengenai kebijakan-kebijakan mereka, membuat

Jakarta yang kian bertumbuh menjadikan sarana lalu lintas menjadi penting bagi

kebutuhan warga kota. Sejak masa pemerintahan Hindia Belanda di abad 20,

keadaan lalu lintas dan transportasi baik untuk umum dan pribadi memainkan

perananpenting selaintrem yang sudah ada pada abad 19. Tiga jenis kendaraan

17
Berdasarkan sensus tahun 1937, satu di antara delapan penduduk Jakarta
menggunakan sepeda.
84

yang sebelumnya tidak ada pada 1900-an seperti; mobil, sepeda dan

becakmenjadi tumpuan aktivitas kehidupan Jakarta.

Gambar 8

Sumber: Jan de Bruin Het Indische Spoor In Oorlogsfijd De Spoor en Tramweg Maatschappijen in
Nederlands-Indie in de Batavia

Foto di atas adalah suasana hiruk-pikuk lalu lintas Jakarta yang mulai

padat. Terlihat trem listrik di Jakarta dengan dua gerbong penuh sesak

mengangkut penumpang yang cukup banyak. Trem tersebut melewati toko-toko

Cina di Jalan Senen Raya pada tahun 1950-an. Hal ini menandakan bahwa trem

adalah alat transportasi yang sangat primadona bagi masyarakat kota Jakarta pada

saat itu.
85

D. Kepemilikan Perusahaan Trem oleh Pemerintah Indonesia

Sebelum penyerahan kepemilikan trem ke pemerintahan Indonesia,

pemerintah Hindia Belanda selaku yang bertanggung jawab atas semua

pengoperasian trem merasa dihadapkan ketidak mampuan memberikan modal

yang berguna untuk perpanjangan konsesi, karena saat itu pengeluaran dana dari

pemerintah lebih banyak dipusatkan bagi kepentingan militer. Dilema kembali

dirasakan pemerintah Belanda, bila konsesi tidak diperpanjang maka usaha

perusahaan trem tidak akan jalan, tetapi bila diberi jaminan modal kembali, sarana

pengangkutan ini akan berguna bagi kepentingan upaya agresi militer yang

dirasakan akan membantu mengangkut pasukan militer Belanda.210 Akhirnya

kesepakatan dicapai, bahwa pemerintah berjanji akan mengambil alih semua

usaha dengan pengembalian aset-aset yang ada secarabertahap.

Hasil Konferensi Meja Bundar yang memutuskan memberikan kedaulatan

Indonesia pada 27 Desember 1949 menghasilkan kesepakatan dari kedua pihak,

Indonesia dan Belanda, bahwa pemerintah Republik Indonesia Serikat(RIS)

berhak atas perusahaan trem dan kereta api. Kendati sudah mendapat hak penuh

atas perusahaan trem dan kereta api, Indonesia diharuskan menjamin ganti rugi

dan diperkenankan meneruskan usaha perusahaan transportasi tersebut sampai

batas konsesinya berakhir.

Demi merehabilitasi perekonomian nasional yang mengalami kerusakan

besar setelah pendudukan Jepang dan perang kemerdekaan, memasuki dekade

1950-an sektor ekonomi modern Indonesia masih didominasi perusahaan asing


86

kepemilikan Belanda.18 Perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi sejak

masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda itu diharapkan bisa segera

dinasionalisasikan guna membangun negara dan dapat dinikmati rakyat

Indonesia sendiri.19Diawal masa pemerintahan Indonesia, perusahaan trem

Jakarta masih menyandang nama BVM sampai dinasionalisasikan pada tahun

1954. untuk mewujudkan rencanan nasionalisasi perusahaan trem akhirnya

dinasionalisasikan, dan pada 15 April 1954 nama BVM diganti sementara

dengan nama Maskapai Pengangkutan Djakarta sampai nama itu kembali diganti

pada1Juli 1954.

Perubahan nama ini terjadi setelah keluarnya Undang-Undang Darurat

mengenai nasionalisasi yang mengharuskan mengubah nama BVM menjadi

Perseroan Terbatas Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PT. PPD)20Perubahan

tersebut dimuat dalam akte notaris Mr. Raden SuwandiNo. 76 tanggal 30 Juni

1954 dan dikukuhkan dengan akte notaris No.82 tanggal 21 Desember195421

Sampai akhir tahun 1957, sektor ekonomi modern Indonesia masih

18
Bondan Kanumoyoso, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia: Menguatnya
Peran Ekonomi Negara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), h. 1.
19
Menurut Sukarno, ada baiknya perusahaan-perusahaan asing (Belanda)
dinasionalisasikan dengan cara disita, karena dapat membatasi ruang gerak kapitalisme asing.
Dilain pihak, Hatta tidak sepakat dengan ide itu, menurutnya jika dinasionalisasikan dengan cara
sita begitu saja kemerdekaan bangsa Indonesia tidak akan tercapai, terlebih lagi Indonesia
dikepung dengan negara-negara imperialis dan kapitalis. Hatta juga mengemukakan bahwa
pengambilalihan perusahaan asing hanyalah bentuk sentimen belaka terhadap Belanda. Karena itu,
apabila ingin menasionalisasikan perusahaan- perusahaan itu Indonesia harus memberi ganti rugi,
namun sayangnya Indonesia pada saat itu tidak mengantongi dana yang cukup untuk
membayarnya. Lihat Bondan Kanumoyoso, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia:
Menguatnya Peran Ekonomi Negara, h. 55.
20
ANRI.Undang-Undang Darurat No. 10 Tahun 1954 tentang Nasionalisasi Bataviasche
Verkeers Maatschappij N.V. (BVM).
21
Mengenai sejarah PPD diakses melalui situs resmi milik Perum PPD dari laman
berikut, http://www.perumppd.co.id/site/index.php/2014-08-19-09-59-01/sejarah-perum-ppd
(diakses pada 22 Maret 2017).
87

dikuasai oleh modal asing. Keadaan ini membuat upaya untuk mewujudkan

ekonomi nasional akan selalu terhalang selama modal asing, dalam hal ini

Belanda, masih beroperasi di Indonesia. Salah satu jalan keluar yang dipikirkan

untuk mengakhiri dominasi perusahaan Belanda ialah dengan jalan melakukan

nasionalisasi sepenuhnya.Namun, untuk melakukan nasionalisasi dibutuhkan

suatu alasan yang kuat yang dapat dijadikan dasar legitimasi.Momentum itu

didapat dengan semakin memburuknya hubungan Indonesia dengan Belanda

berkaitan dengan masalah Irian Barat.

Indonesia terus berusaha mencari cara mendapatkan suatu dukungan dari

berbagai pihak soal penyelesaian masalah Irian Barat. Salah satunya usaha untuk

mengangkat isu ke dalam Sidang Umum PBB pada Desember 1954. Namun, isu

Irian Barat gagal masuk ke dalam agenda pembahasan Sidang Umum PBB

karena tidak memenuhi dua pertiga total pemungutan suara.Indonesia tetap

konsistenmencari dukungan untuk menyelesaikan masalah Irian Barat, salah

satunya lewat Konferensi Asia Afrika pada 18 April 1955.Negara-negara Asia-

Afrika menyatakan mendukung tuntutan Indonesia atas Irian Barat.

Dalam Sidang Umum PBB bulan November 1957, PBB kembali menolak

resolusi Indonesia yang menghimbau agar Belanda mau merundingkan kembali

masalah Irian Barat. Padahal sebelum pelaksanaan pemungutan suara untuk

resolusi tersebut, Presiden Soekarno telah memperingatkan bahwa Indonesia

akan mengambil langkah-langkah yang akan mengguncang dunia apabila

resolusi itu gagal. Terbukti, pada tanggal 1 Desember 1957 pemerintah Indonesia

secara resmi mengumumkan aksi mogok selama 24 jam terhadap perusahaan-


88

perusahaan Belanda di Indonesia. Tindakan inilah yang mengawali aksi

nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda secara besar-besaran.22

Perusahaan trem Jakarta sendiri dalam nasionalisasi besar-besaran

perusahaan asing kembali disahkan sebagai kepemilikan Republik Indonesia.

Melalui Undang- Undang No. 71 Tahun 1957 tentang nasionalisasi perusahaan

Bataviasche Verkeers Maatschappij yang ditetapkan sebagai Undang-Undang,

BVM yang sudah berganti nama menjadi PPD ini disahkan oleh Presiden

Sukarno pada 26 Oktober 1957.23

Trem Jakarta yang sudah diambil alih Indonesia dengan PPD sebagai

pemilik aset, tentunya mewarisi trem beserta jalurnya dari pemerintah kolonial

Belanda. Pada tahun 1956, total ada 41 armada dari transportasi trem, diantaranya

terdiri dari 42 trem motor listrik bekas, 9 trailer atau gerbong sambungan dan 13

gerbongpikulan. Adapun panjang semua lijn trem diperkirakan 35 km yang

terbagi atas lima

lijn,kelima lijn tersebut adalah:24

1. Kampung Melayu – JakartaKota

2. Kramat – JembatanMerah

3. Kampung Melayu – JakartaKota

4. Tanah Abang – JakartaKota

5. Kramat – TanahAbang
22
Bondan Kanumoyoso, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia.... h. 27.
23
ANRI. Undang-Undang No. 71 Tahun 1957 dalam Penetapan Undang-Undang Darurat
No. 10 Tahun 1954 tentang Nasionalisasi Bataviasche Verkeers Maatschappij N.V. (B.V.M)
(Lembaran Negara Tahun 1954 No. 67) Sebagai Undang-Undang.
24
H.J.A. Duparc. Trams en Tramlijnen: De Stadstrams op Java, h. 27.
89

Gambar 9

Sumber: H.J.A. Duparc. Trams en Tramlijnen: De Stadstrams op Java


Gambar di atas adalah salah satu gerbong pikulan. Gerbong trem ini biasanya dikhususkan bagi
para pedagang pribumi.

Pada lijn 1 dengan rute Kampung Melayu – Jakarta Kota atau Pasar Ikan,

trayeknya meliputi Pasar Jatinegara, Kramat, Pasar Senen, Jalan Segara (dulunya

Rijswijk), kemudian melintasi Jalan Gajah Mada, lalu daerah Glodok yang

merupakan daerah pertokoan milik etnis Tiongkok, dan mengakhiri perjalanan

sampai kawasan Kota Tua. Lijn 3 yang memiliki awal dan akhir rute yang sama

juga menghubungkan Kampung Melayu dan Jakarta Kota, namun dengan trayek

yang berbeda. Lijn tersebut melintas di Gunung Sahari, Jalan Pintu Besi dan

wilayah Sawah Besar, lalu berlanjut di Jalan Gajah Mada sampai berakhir di
90

Jakarta Kota sama dengan lijn 1.

Untuk lijn 2 yang menghubungkan antara Kramat dengan Jembatan

Merah, trem melintasi Pasar Senen dan Gunung Sahari yang terdapat kantor-

kantor perusahaan besar dan sekolahan, seperti Sekolah Dasar Kristen (SDK)

Petang yang didirikan pada 1 Agustus 1949 yang berada di pinggir Jalan Gunung

Sahari misalnya.Kemudian trayek terus berlanjut melintas di Jalan Pintu Besi

sampai tujuan akhir di Jembatan Merah.

Sementara itu lijn 4 dan 5 memiki kesamaan, yaitu mempunyai

pemberhentian di Pasar Tanah Abang, hanya saja keduanya berbeda trayek. Lijn 4

mengarah ke Jakarta Kota melintasi sepanjang Harmoni di Jalan Majapahit dan

Jalan Gajah Mada. Sedangkanlijn 5 yang bermula dari Kramat, melintas di

kawasan pemukiman elit di Menteng dan Jalan Asem Lama (dulunya bernama

Tamarindelaan dan kini bernama Jalan K.H. Wahid Hasyim), lalu mengakhiri

perjalanan di Tanah Abang dan nantinya akan kembali lagi ke Kramat.

Tarif sekali naik trem pada 1952 dipatok 60 sen untuk setiap

penumpang,lalu pada 1953 tarif mengalami penurunan menjadi 50 sen.Murahnya

tarif trem dimata warga Jakarta membuat trem menjadi transportasi favorit

dibanding transportasi lain,25terutama bagi para warga yang berprofesi sebagai

pedagang.Dalam sebulan, tepatnya pada bulan Agustus 1954, trem milik PPD ini

mengangkut kira-kira 750.000 penumpang, atau rata-rata kurang lebihnya 25.000

25
Di tahun 1950-an pilihan transportasi umum mulai beragam, dari mulai becak, oplet,
kereta listrik dan bus. Transportasi pribadi dari yang bermotor maupun tidak pun ada, seperti
mobil buatan Amerika Serikat merk Ford dan buatan Jerman yaitu Volkswagen (VW), lalu yang
tidak bermotor seperti sepeda juga ada, bahkan sudah ada sekitar awal abad 20.
91

penumpang dalam sehari.26Dengan rata-rata frekuensi pelayanan trem setiap 7

setengah menit sekali pada lijn 1 dan 3, sedangkan 10 atau 15 menit sekali untuk

lijn lainnya.

E. Dihapusnya Trem oleh Presiden Soekarno

Sebagai transportasi umum warga Jakarta, trem senantiasa menjadi moda

transportasi yang merakyat. Dengan tarif sekali angkutnya yang murah dibanding

transportasi umum lain,trem juga mempunyai reputasi yang baik dari para

pedagang karena dapat menampung banyak muatan. Menjadi transportasi umum

favorit dan berusia sudah hampir seabad, trem ibukota justru dicanangkan akan

dihapus atas perintah Presiden Sukarno karena tidak merepresentasikan sebagai

transportasi modern kota Jakarta.

Rencana penghapusan transportasi trem selain dari Presiden Sukarno juga

keluar dari walikota Jakarta Syamsurizalpada tahun 1951. Menurut Walikota yang

menjabat dari tahun 1951sampai 1953 itu, trem harus diganti dengan transportasi

lain. Dalam surat kabar Merdeka, Syamsurizal memberi pernyataan yang

berkaitan dengan rencana jangka panjang pembangunan kota Jakarta, kalau trem

kota harus diganti dengan moda transportasi bus:

Trem kota harus dilenjapkan dan diganti dengan bis jang modern, jang dapat
27
memelihara perhubungan dikota jang sedang tumbuh ini.

Selain memberi pernyataan bahwa trem sudah tak cocok lagi dengan

26
Transportasi PPD selain trem yaitu bus, dibulan yang sama mengangkut kira-kira
300.000 penumpang atau rata-rata 10.000 penumpang sehari. Sehingga bila diperkirakan dalam
sebulan PPD bisa mengangkut satu juta lebih penumpang pada tahun tersebut.
27
Merdeka, dalam artikel berjudul “Tjita-Tjita Sjamsuridzal: Djakarta Raja Akan Djadi
Metropole, Djalan Kereta Api Akan Menembus Di Bawah Tanah”, 11 Oktober 1951.
92

kondisi ibukota Jakarta, ia juga mengharapkan adanya subway28atau kereta-kereta

bawah tanah bisa beroperasi di Jakarta dimasa yang akan datang.Menurutnya,

kereta api yang dilengkapi dengan palang pintu selalu menghambat transportasi

lain. Maka dari itu bila kereta bawah tanah dibangun dan menggantikan jalur

kereta yang sudah ada pada masa Batavia itu, kereta bawah tanah akan menjadi

pemecahan masalah untuk kepadatan lalu lintas Jakarta kedepannya.

Keputusan untuk menghapuskan trem dari Jakarta lebih ditegaskan pada

masa Walikota Soediro. Keputusan dari Presiden Soekarno untuk menghapus trem

berdasardari apa yang ia sering kemukakan, bahwa transportasi trem sudah usang,

tua dan sudah tidak pantas beroperasi di kota modern seperti Jakarta.Mandat yang

diberikan Soekarno terhadap penghapusan trem disemua jalur di Jakarta mendapat

tanggapan dari Walikota Soediro:

Saya yang melihat keadaan dan kebutuhan masyarakat kota Jakarta


sehari-hari, waktu itu masih ingin berusaha untuk menyediakan, dalam
bentuk bis kota lebih dahulu, apabila kami terpaksa harus lekas
memenuhi keinginan Kepala Negara itu. Desakan terus menerus, yang
seringkali oleh beliau diucapkan dimuka orang banyak, menyebabkan
Pemerintah Kotapraja mengambil tindakan untuk tidak lagi
menggunakan kereta api listrik. Karena biaya untuk membongkar
relsangat besar, bahkan menurut perhitungan lebih besar dari harga rel
sebagai besi tua, maka terpaksa sebagian besar dari ril kereta api di atas
jalan raya itu ditutup saja dengan tanah. Usaha saya yang terakhir, untuk
mempertahankan lin: Jatinegara via Matraman dan Kramat keSenen,
sebagai urat nadi perdagangan bagi pengusaha kecil pun, tidak juga
berhasil

Menurut Walikota yang menjabat dua periode itu, trem Jakarta sebaiknya

tidak perlu dihapus seluruhnya, terutama pada lijn 1. Soediro memberi usulan

28
Subway adalah jenis kereta bawah tanah yang pengoprasiannya hanya di dalam kota. Di
Kota-kota Eropa seperti di Inggris, Spanyol atau Jerman transportasi bawah tanah ini bernama
Subway. Atau yang dikenal sekarang di Jakarta adalah Mass Rapid Transit (MRT). MRT di
Jakarta mulai dibangun pada pemerintahan Presiden Ir. Jokowi Dodo dengan tahap pertama
pembangunan membentang dari Lebak Bulus samapai Bundaran Hotel Indonesia. Pada jalur ini
juga ada dua perlintasan MRT. Eleveted (layang) dan Underground (bawah tanah). Untuk jalur
layangnya membentang dari Lebak Bulus Hingga H. Nawi. Sementara untuk jalur bawah tanahnya
membentang dari Senayan hingga Bundaran HI
93

pada Presiden Sukarno terhadap lijn 1 yang menghubungkan dua Pasar, yaitu

Pasar Jatinegara dan Pasar Senen, kalau rute tersebut sangat dibutuhkan bagi

pedagang-pedagang kecil dalam mendistribusikan dagangannya antar kedua pasar,

tetapi Sukarno tetap teguh pada pendiriannya dalam menghentikan keseluruhan

pengoperasian trem di Jakarta. Rencana ini pun kemudian mendapat persetujuan

oleh Menteri Perhubungan kala itu, Roosseno Soerjohadikoesoemo.29 Walaupun

warga Jakarta menyambutnya dengan positif dan negatif terhadap dihapusnya

trem, pada akhirnya rencana penghapusan disetujui oleh Roosseno. Hasilnya,

eksistensi trem semakin berkurang diakhir tahun 1950-an, karena PPD

memfokuskan pelayanannya pada transportasi bus-bus yang telah diimpor dari

Australia danHungaria.

Setiap kebijakan tentunya menimbulkan dampak, dan dampak yang timbul

dari kebijakan penghapusan trem kota Jakarta adalah trem mulai tergantikan

dengan bus diakhir 1950-an. Terkait dengan pengadaan bus, Indonesia pada tahun

1953 yang resmi menjadi anggota dalam Colombo Plan,30 mendapat bantuan dari

29
Menurut biografi tentang Menteri Perhubungan Roosseno Soerjohadikoesoemoyang
ditulis oleh Eka Budianta, Roosseno yang pernah menjabat sebagai Menteri Perhubungan pada 12
Oktober 1953 sampai 12 Agustus 1955 sedikit menyesal telah menghapus transportasi trem di
Jakarta. Dalam suatu acara pada tahun 1980 Roosseno menyampaikan perasaannya, “…trem itu
merupakan lalu lintas untuk rakyat dan sangat praktis.Jadi, kita dulu sebetulnya salah
menghapuskan trem itu.Sekarang kita baru tahu dan yang bikin kesalahan itu ialah saya, oleh
karena saya pada saat itu menjabat menteri perhubungan. Saya diperintah oleh Bung Karno: Roos,
trem itu kuno kabeh (bahasa Jawa untuk „semua‟), bikin susah saja. Jadi saya hapuskan trem kota
itu. Terus saya dirikan PPD yang sekarang masih berjalan. Setiap kali melihat bus PPD itu
terbayang, wah, kesalahan saya!”, ujar Roosseno dalam acara „Menyambut Tahun 2000‟. Lihat
juga Eka Budianta, Cakrawala Roosseno. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h.264-265.
30
Colombo Plan didirikan tahun 1951, pada awalnya bernama “Colombo Plan for
Cooperative Economic Development in South and Southeast Asia”. Dibentuknya kesatuan
kerjasama yang dibentuk dari negara-negara persemakmuran; Austalia, Selandia Baru, Britania
Raya, Kanada, Ceylon (sekarang Sri Lanka), India dan Pakistan untuk mendukung pembangunan
sumber daya manusia di kawasan Asia dan Pasifik. Tujuan utama Colombo Plan adalah
mendukung pembangunan ekonomi dan sosial negara anggota, memajukan kerjasama teknik serta
membantu ahli teknologi antar negara anggota, memfasilitasi transfer bantuan barang dan berbagi
pengalaman pembangunan antar negara anggota sekawasan, dengan penekanan pada konsep
94

Australia.Melihat kesungguhan dan keaktifan Indonesia untuk memelihara

perdamaian, Australia sebagai negara tetangga memberikan bantuan untuk

pengelola transportasi umum di Jakarta, PPD,pada 31 Juli 1956. Pemberian bus-

bus diesel merk Leyland, terbagi dalam tiga tahap. Tahap pertama (1956-

1957)Australia memberikan bantuan 100 unit, kedua (1960-1961) sama dengan

tahap pertama, yakni 100 unit, dan tahap ketiga (1961-1962) 50 unit,jadi total

keseluruhan bus-bus bantuan dari pemerintah Australia itu berjumlah 250unit.31

Di tahun 1956, PPD tidak hanya mendapat bantuan bus dari Australia,

tetapi juga dari Hungaria. Pada tanggal 4 Agustus 1956 melalui persetujuan

pemerintah yang diwakili oleh Perwakilan Dagang Kedutaan Hungaria di

Indonesia, diadakan percobaan bus produksi Mogurt dari Hungaria, Ikarus Sebuah

pernyataan menarik tertulis di buletin Angkutan Motor terhadap bus Ikarus yang

melakukan test drive Jakarta-Puncak (Kabupaten Bogor) bersama Instruktur

Teknik Jajasan Motor, Kementerian Perhubungan serta perwakilan Kedutaan

Hungaria.Melalui pengamatan dan penilaian yang dilakukan Jajasan Motor, bus

Ikarus dianggap barang luksatau mewah.Hal itu didasaridari peninjauannya

terhadap daya tampung dan perilaku penumpang Indonesia pada masa itu:

Konstruksi bis Ikarus di dalam kalau tidak dirubah sesuai dengan


Indonesia, tentu sadja tidak akan mampu menampung penumpang-
penumpang Indonesia jang baru tumbuh kepribadiannja.32

Dari pernyataan di atas, teknisi dari Jajasan Motor tampak mengkritisi

kerjasama. Lihat mengenai latar belakang kerjasama multilateralColomboPlanpada laman berikut,


www.colombo-plan.org/index.php/about-cps/history/ (diakses pada Senin, 27 Maret 2017).
31
Buletin Angkutan Motor, 15 Juni 1956 dalam artikel “Salah Sebuah Bis P.P.D jang
dipesanja dari Australia Sebanjak 100 buah”; dan buletin Angkutan Motor, 15 Agustus 1956 dalam
artikel “Otobis-otobis diesel jang diterima dari Australia dalam rangka Colombo Plan”.
32
Angkutan Motor, dalam artikel “Tirai-Besi mau lawan Colombo Plan? Jajasan Motor
men-test bis „Ikarus‟ dari Hungaria!”, 15 September 1956.
95

interior dan perilaku masyarakat Indonesia yang belum disiplin bila naik

transportasi umum. Dengan komposisi tempat duduk bus Ikarus yang begitu rapat,

ditakutkan disaat ramai, akan banyak penumpang yang tidak bayar atau terjadi

kriminalitas layaknya transportasi trem. Maka dari itu ada satu usulan, kalau bus

ini lebih baik diperuntukkan bagi pengangkutan pegawai atau orang kantoran

saja.33

Gambar 10

Sumber: (Sumber: Angkutan Motor, 15 September 1956 dalam artikel “Tirai-Besi mau
lawan Colombo Plan? Jajasan Motor men-test bis „Ikarus‟ dari Hungaria”)

Kedatangan bus-bus yang diimpor dari pihak asing seperti bus Ikarus

yang ada pada gambar tersebut, tentunya menjadi tindakan nyata dari pemerintah

yang benar-benar serius menghentikan beroperasinya trem di Jakarta.Dengan

semakin giatnya pemerintah menggeser peran trem di Jakarta, juga diimbangi

kondisi trem yang sudah tidak layak lagi.Hal itu dirasakan diakhir tahun 1950,

33
Angkutan Motor, dalam artikel “Tirai-Besi mau lawan Colombo Plan?..... 15
September 1956.
96

jumlah armada dan lijn-lijn trem perlahan-lahan mulai berkurang karena banyak

yang rusak dan rem dari trem tidak berfungsi. Armada trem pada tahun 1956

masih sekitar 40 unit yang beroperasi, kemudian pada tahun 1960 berkurang

setengahnya menjadi 20 unit.

Beberapa lijnpun tahun demi tahun mulai dinonaktifkan.Penonaktifan

lijndimulai dari lijn 5 yang menghubungkan Kramat, Menteng dan Tanah Abang.

Diawaltahun 1960, dengan dilakukan secara bertahap lijn 5 kemudian terbagi

menjadi dua trayek, Tanah Abang – Jalan Cut Mutiah (Menteng) dan Jalan Cut

Mutiah sampai Kramat tahun 1960 lijn-lijn lainnya pun bernasib serupa. Pada 16

Maret 1960, lijn 4 juga mulai dinonaktifkan, dan lijn 1 trayeknya diperpendek

jarak pelayanannya dengan melayani rute Kramat dan Kampung Melayu

saja.Sebulan setelahnya,giliranlijn2, 3 dan 5 menghentikan dan membatasi trayek

pelayanan. Lijn 3 yang mempunyai trayek perjalanan yang sama dengan lijn 1,

membatasi rute pelayanan trem dengan melayani rute Pasar Senen dan Kampung

Melayu. Sedangkan untuk lijn 2 dan 5, resmi menghentikan pelayanannya. Pada

15 Mei 1960, lijn 3 menyamakan rute pelayanan dengan lijn 1. Hasilnya, lijn dari

trem yang bertahan untuk sementara adalah lijn 1 dan 3.Meskipun beberapa lijn

penting sudah dihapuskan, pada tahun 1960-anlijn 1 dan 3 masih

beroperasi.34Menurut direktur PPD, Djajarukmantara, trem akan menjalankan

tugasnya sebagai transportasi umum ibukota sampai detik terakhir.

Setelah mengalami masa tahap demi tahap penghentian beroperasinya

trem dan jalurnya, PPD pun merubah statusnya dari Perseroan Terbatas menjadi

Perusahaan Negara berdasarkan Peraturan Pemerintah. PPD menegaskanmelalui

34
H.J.A. Duparc. Trams en Tramlijnen: De Stadstrams op Java, h. 31.
97

Peraturan Pemerintah yang keluar tahun 1961 itu, kalau mereka hanya akan

mengoperasikan bus saja.35Memasuki 1962, sisa lijn trem hanya menyisakan lijn 1

dan 3,lijn inilahmenjadi lijn terakhir sebelum lijn dari rel ditutup

denganaspal. Maka pada tahun 1962, berakhirlah sudah transportasi trem di

Jakarta yang sudah ada sejak masa pemerintahan Hindia Belanda itu.

35
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 205 tahun 1961 Tentang Pendirian
Perusahaan Negara Pengangkutan Penumpang Djakarta. Termaktub dalam pertimbangan kedua
yang berbunyi, “ bahwa berhubung dengan itu perlu didirikan suatu perusahaan negara yang
berusaha dalam lapangan pengangkutan penumpang dengan otobis umum di wilayah Kotapraja
JakartaRaya”.http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt519adfe9396fb/parent/lt519a
dee7c73a3 (diakses pada hari Snin, 27 Maret 2017)
BAB V

A. Kesimpulan

Trem pertama kali digunakan di Wales, tepatnya di kota Swansea pada

1807, dengan menggunakan kuda sebagai sumber tenaga. Trem kemudian

berkembang menjadi trem uap (stoomtram) di pertengahan hingga akhir abad ke-

19 dan bertransformasi menjadi trem listrik pada periode yang sama. Di Batavia,

trem pun berawal dari trem kuda yang kemudian beralih menjadi trem uap dan

trem listrik di akhir abad ke-19. Penggunaan trem umumnya disebabkan oleh

meningkatnya jumlah penduduk Batavia yang menambah kompleksitas

demografisnya. Layaknya masyarakat di kota besar, masyarakat membutuhkan

moda transportasi yang cepat dengan harga terjangkau guna menunjang

moblilitasnya.

Jakarta atau Batavia mengenai pasang surut transportasi kota, betapa

pentingnya adanya trem di kota Batavia yang sedang tumbuh itu. Melihat Batavia

dari jumlah penduduknya, perluasan pemukiman dan wilayahnya yangtiap tahun

semakin tumbuh dengan berbagai aktivitas terutama perdagangan, membuat

butuhnya akses dan pelayanan baru untuk kelancaran transportasi trem. Adanya

lijn baru tujuannya jelas untuk menguntungkan satu sama lain, warga kota bisa

mendapatkan kemudahan dari adanya transportasi umum dan perusahaan trem

dapat keuntungan pendapatan dari jalur yang semakin luas tersebut.

Melalui perkembangan teknologi dunia,transportasi tremsemakin jauh

lebih modern. Kota Batavia yang mula-mula mengoperasikan trem kuda pada

1869, seiring perkembangan teknologidunia itu kemudian mulai beralih ke trem

uap pada 1880-an dan trem listrik di akhir abad 19.Hal ini membuat warga

98
99

Batavia, terutama para pribumi, mengenal kemajuan teknologi transportasi dari

Eropa tersebut.

Adanya masa pergantian trem di Batavia dengan tenaga penggerak yang

baru dan lebih majudapat disimpulkan,pemerintah kolonial Belanda dan

perusahaan trem tanggapdalam melayani warga kota dengan menularkan

perkembangan transportasidari Eropa yang kemajuannya lebih cepat.Hanya saja

disisi lain kebaikan itu tidak bisa dibantahkan, bahwa Batavia memang kota

koloni yang amat penting bagi pendapatan kas Belanda.Sehingga tujuan adanya

sarana transportasi trem selain demi kebutuhan warga agar lebih dinamisuntuk

menjalankan aktivitasnya, tetapi juga demi keuntungan pemerintah

Belandaitusendiri.

Perlu diingatkan kembali, meski trem di Batavia merupakan transportasi

umum massal yang terbilang favorit, ketiga macam trem selalu memiliki rapor

merah. Seperti trem kuda yang kesulitan karena kuda-kuda pengangkut gerbong

tidak terlalu kuat mengangkutgerbong, trem uap yang kerap kali mogok

diakibatkankehabisan uap, dan trem listrik yang seringkali mogok dikala musim

hujan. Walaupun terdapat beberapa masalah dari trem kuda hingga listrik,

tampaknya para pelaku usaha trem tidak terlalu ambil pusing dengan masalah

yang ada pada trem.Karena melihat pada kota Batavia pada abad 19 dan 20,

transportasi trem memang mempunyai keunggulan terutama dalam mengangkut

penumpang lebih banyak dibanding transportasi yang ada pada saat itu, seperti

kereta kuda, sepeda dan mobil yang baru adapada awal abad 20.

Di masa pendudukan Jepang di Jakarta, pengoperasian trem terus berlanjut

walau tidak berjalan sebaik masa pemerintahan Hindia Belanda. Beberapa


100

lijnpada masa pendudukan Jepang sempat tidak beroperasi, karena

pengeksploitasian besi-besi rel trem yang bertujuan memenuhi keperluan militer

Jepang.Pemerintahan militerJepang di Jakartamemang tidak memfokuskan dalam

pembangunan sarana dan prasarana kota, tetapi ada dampak positif yang

dilakukan oleh Jepang melaluipropagandadan menghapuskan hal-hal yang berbau

Belanda. Berkat andil Jepang, sistem pembagian kelas di atas trem yang

menempatkan kaum pribumi berada di strata terbawah pada masa Hindia Belanda

berhasildihapuskan.

Di periode perang kemerdekaan, trem semakin multifungsi kegunaannya.

Selain untuk mengangkut penumpang, trem menjadi sarana komunikasi pembawa

pesan dengan tulisan kemerdekaan yang ditulis di badan-badan gerbong. Trem

juga menjadi alat angkut militer saat perang revolusi ini, jadi bisa dipastikan dari

beberapa unit trem yang digunakan untuk perang ada yang rusak dan tak bisa

digunakan.

Pada masa pemerintahan Indonesia, perusahaan trem yang pada saat itu

masih dikuasai Belanda, BVM,lalu dinasionalisasikan dengan tujuanagar

pemasukan keuangan dari perusahaan trem bisamasuk ke kas negara Indonesia

yang baru terbentuk. Setelah dinasionalisasikannya perusahaan trem yang semula

bernama BVM menjadi PPD, ternyata ini menjadi titik awal dari penghapusan

trem di Jakarta. Menurut Presiden Soekarno trem sangatlah kuno dan sebaiknya

diganti dengan transportasi bus. Walikota Jakarta pada saat itu, Sudiro, mencoba

berusaha membujukPresiden Sukarno agar lijn yang menghubungkan Pasar

Senen dengan Pasar Jatinegara disisakan, tetapi Soekarno tetap teguh dengan

keputusannya.
101

Dari tiga masa pemerintahan dan tiga macam trem yang pernah

beroperasi di Jakarta, trem memang menjadi transportasi yang cukup favorit,

walaupun ketiga macam trem selalu mempunyai masalah. Dari kondisi tersebut

bisa ditarik kesimpulan, adanya siklus dalam transportasi umum massal kota

Jakarta yang memperlihatkan sejarah kembali terulang.Ketiga macam trem

memang sering mogok dan semuanya tidak sempurna dalam memberikan

pelayanan,tetapi kebutuhan transportasi massal sangat vital keberadaannya. Hal

ini bisa dilihat dari transportasi di Jakarta kini dengan sistem busway yang

menggunakan bus-bus Transjakarta, seringkali bus-bus tersebut mogok sama

seperti trem. Kenyataan yang terjadi adalah, kendati bus Transjakarta sering

mogok, namun masih saja ada penumpang yang menikmati pelayanan setiap

harinya, begitu pula dengan trem. Meskipun digantinya trem dengan bus

memang tidak membawa dampak yang besar terhadap masyarakat pada saat itu,

tetapi kini, transportasi umum di Jakarta yang didominasi bus setelah trem

dihaus justru malah membuat kemacetan dan menjadi salah satu problematika

kota Jakarta.

Sudah disebutkan juga sebelumnya mengenai hubungan transportasi

dengan manusia, kalau manusia sangat mendambakan hal yang memudahkan

dirinya.Beroperasinya trem di Jakarta sangat memudahkan warga Jakarta,

terutama untuk menengah ke bawah, karena tarifnya yang murah dan melewati

tempat-tempat strategis. Jadi bila trem mogok pun lantas tidak membuat seluruh

penumpang lari ke transportasi lain, karena transportasi lain tarifnya tidak

semurah tariftrem. Ketidakdisipilinan penumpang trem di Jakarta juga menjadi

satu penilaian dalam kemudahan.Pada masa pemerintahan Indonesia, penuhnya


102

transportasi trem membuat segelintir penumpang tidak membayar tarif

perjalanan yang seharusnya dibayarkan.Trem juga bisa menjadi salah satu faktor

adanya perluasan wilayah Jakarta yang mengarah ke selatan/tenggara,

sehubungan pemukiman penduduk Jakarta semakin menyebar ke wilayah

selatan, seperti Weltevreden/Menteng dan MeesterCornelis/Jatinegara.

Sudah melayani warga Jakarta cukup lama, trem berangsur-angsur diganti

dengan bus.Menurut pendapat dari Sukarno, trem adalah transportasi kuno dan

tidak layak berada di Jakarta. Hal ini yang patut disayangkan, meski Sukarno

memiliki visi dan misi membangun kota Jakarta dengan konsep modern, dengan

pembangunan monumen, bangunan dan akses jalan yang baru, tampaknya

Sukarno belum mempunyai perspektif yang maju dalam bidang transportasi

massal perkotaan. Padahal bila melihat kemajuan transportasi massal sampai saat

ini, beberapa negara dan kota berpredikat modern mengoperasikan trem sebagai,

seperti Jepang, Amerika, Jerman, Turki dan Australia.

Penghapusan trem yang salah satu alasannya menyatakan bahwa trem

adalah biang kemacetan tampaknya mesti ditinjau kembali.Pada saat itu kondisi

lalu lintas di Jakarta memang tidaklah terlalu padat dan ketertiban lalu lintas

belum begitu baik seperti sekarang.Jadi trem dengan ukurannya yang cukup

besar dan beroperasi di tengah jalan di atas rel-nya sendiri menjadi kambing

hitam bila ada kemacetan. Pemerintah pun kembali menimbang dari baik-

buruknya trem di kota Jakarta, mulai bagaimana nasib para pedagang yang

bergantung pada trem sampai seringnya penumpang jarang membayar tarif

angkut. Walau sekali lagi, otoritas Sukarno dalam pembangunan kota Jakarta

sangat besar di tahun 1960-an, sehingga trem harus dihentikan


103

pengoperasiannya. Ironisnya kini transportasi berbasis rel seperti trem mulai

akandihidupkan kembali untuk mengatasi kemacetan yang sering melanda kota

besar, termasuk kota Jakarta.

B. Saran

Pada penelitian ini diharapkan sejarah transportasi trem di Batavia ini

yang sempat menjadi transportasi andalan dapat dijadikan sebagai tinjauan

pertransportasian di Indonesia, khususnya di Jakarta. Seperti kota-kota di

Eropa, trem merupakan transportasi yang mampu menjadi solusi untuk

mengurai kepadatan volume kendaraan di jalan. Selain itu juga, management

transportasi yang belum maksimal masih menjadi masalah di Indonesia,

terutama di Jakarta. Sebagai Ibukota negara sudah seharusnya Jakarta

mempunyai transportasi yang baik. Kemudian juga sudah saatnya pemerintah

lebih serius dalam menangani infrastruktur transportasi publik yang modern

agar negara kita tidak tertinggal dengan negara-negara tetangga.


104

Daftar Pustaka
Buku-Buku:

Adisasmita, Raharjo, Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang, (Yogyakarta:


Graha Ilmu, 2013).

Alkatiri, Zeffry, Pasar Gambir, Komik cina & Es Shanghai; Sisi Melik Jakarta
1970-an (Depok: Mansup Jakarta).

Basundoro, Purnawan, Pengantar Sejarah Kota, (Yogyakarta: Ombak: 2012).

Biegman, G.J.F,16 Tjerita Hikajat Tanah Hindia, (Bandar Batawi:


KoninklijkInstituut voor Taal Land & Volkekunde Nederlands
Indie,1894).

Blackburn, Susan, Jakarta:Sejarah 400 Tahun, (Jakarta: Masnsup Jakarta, 2011).

Blusse, Leonard, Persekutuan Aneh: Pemukim Cina, Wanita Peranakan, dan


Belanda di Batavia VOC, (Yogyakarta:LKiS, 2004).

Boxer, C.E, Jan Kompeni Dalam Perang dan Damai 1602-1799; Sebuah Sejarah
Singkat tentang Persekutuan Dagang Hindia Belanda, (Jakarta:Sinar
Harapan, 1983).

Catles, Lance, Profil Etnik Jakarta, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2007).

Cribb, Robert B. dan Basri, Hasan, Gejolak revolusi di Indonesi 1945-1949:


Pergulatan Antara Otonomi dan Hegemoni, (Jakarta: Perpustakaan Utama
Graffiti, 1990).

Damais, Soedarmadji J.H. (ed), Bung Karno dan Seni, (Jakarta: Yayasan Bung
Karno, 1979).

Davies, Andrew, Walking on Gower: De Elektrische Standstrams op Java,

(Rotterdam: Wyt, 197).

Day, Clive, The Policy And Administration of Dutch in Java, (London:Macmillan


& Co, 1904).

Duparc, H.J.A, Trams en Tramlijne: Standstam op Java, (Roterdam: Wyt, 1972).

Edi Sedyawati, et.al. Sejarah Kota Jakarta 1950-1980. (Jakarta:Proyek Penelitian


Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan
Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata, 198.

Encyclopedi van Nederlandch-Indie II.

Ghozally Fitri R., Dari Batvia Menuju Jakarta, (Jakarta: MM Corp, 2004).
105

Gie, The Kiang, Sejarah Pemerintahan Kota Djakarta, (Jakarta: Kotapradja


Djakarta Raja, 1958).

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, (Jakarta: UI Press, 1986).

Gunawan, Restu, Gagalnya Sistem Kanal:Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa


ke Masa. (Jakarta:Kompas, 2010).

Hanna, Willard A, Hikayat Jakarta, (Jakarta: yayasan Obor Indonesia, 1988).

Haris, Tawalinuddin, Kota dan Masyarakat Jakarta; Dari Kota Tradisional ke


Kota Kolonial (Abad XVI-XVIII, (Jakarta:Wedatama Widya Sastra, 2007).

Hatta, Mohammad, Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi, (Jakarta: Penerbit Buku


Kompas, 2011).

Henry, Horst, A Magic Gecko: Peran CIA di balik Jatuhnya Soekarno, (Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2011).

H.J Hereen, “The Urbanisation of Djakarta”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia,


Vol. 8, No. 11, 1995.

Hong, Tio Tek, Keadaan Jakarta Tempo Doeloe, Sebuah Kenangan 1882-1959,
(Depok: Mansup Jakarta, 2007).

Kamaludin, Rsutian, Ekonomi Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987).

Kanumoyoso, Bondan, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia:


Menguatnya Peran Ekonomi Negara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2001).

Lohanda, Mona, Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia, (Depok: Mansup


Jakarta, 2007).

Mubyarto (dkk), Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan: Kajian Sosial Ekonomi,
(Yogyakarta: Aditiya Media, 1992).

Muljana, Slamet, Dari Holotan ke Jayakarta, (Jakarta:Yayasan Idayu,1980).

Nasution, Nur, APU, Manajemen Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia,


2004). Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia,
Jilid 1 (Bandung, APKA, 1997).

Neimeijer, Hendrik E, Batavia Masayarakat Kolonial Abad XVII, (Depok:


Mansup Jakarta)

Poerbatjaraka, R. M, Riwayat Indonesia: Jilid I, (Jakarta: Yayasan Pembangunan


Jakarta, 1952).
106

Post, Peter, & Elly Touwen-Bouwsma (editor), Japan, Indonesia and The War,
(Leiden: KITLV Press, 1997).

Razak manan, H. A (et al.), Kebulatan Tekad Rapat IKADA: peristiwa 19


September 1945, (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah daerah
DKI jakarta, 1987).

Reitsma, S.A, Korte Geschiedenis der N.I.S Tremwegen, (Weltevrenden: G. Kolff


& Co, 1928).

Ricklefs, M.C, A History of Modern Indonesia, (London: MacMillan, 1981).

Sahab, Alwi, Saudagar Bagdadh dari Betawi, (Jakarta: Penerbit Republika,


2004).

Simbolon, Maringan Masry, Ekonomi Transportasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia,


2003).

Soekiman, Djoko, Kebudayaan Indis, Dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi,


(Jakarta: Komunitas Bambu, 2011).

Soekmono (et.al), Perkembangan Pemukiman Jakarta dari Masa Bercocok


Tanam sampai Metropilita, (Jakarta: Laporan Penelitian Kerjasama
Pemprov DKI Jakarta dan Pusat Penelitan Kemasyarakatan dan Budaya,
Lembaga Penelitian Universitas indonesia, 1992-1993. Tidak diterbitkan).

Subroto (et al.), radio, Televisi dan Film dalam Era 50 Tahun Indonesia Merdeka,
(Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1995).

Surjomohardjo, Abdurrachman, Perkembangan Kota Jakarta, (Jakarta: Dinas


Muesum dan Sejarah DKI Jakarta, 1977).

Taylor, Jaen Gelman, Kehidupan Sosial Batavia, (Depok: Mansup Jakarta, 2009).

Thaib, Alizar, 19 September dan Angkatan Pemuda Indonesia, (Jakarta: Yayasan


Padepokan Pancuran Mas, 1993).

Tim Penyusun dan Uka Tjandrasasmita, Sejarah Perkembangan Kota Jakarta,


(Jakarta:Dinas Museum dan Pemugaran Pemerintah DKI Jakarta,2000).

Tjandrasasmita, Uka, Arkeologi Islam Nusantara. (Jakarta:Kepustakaan Populer


Gramedia, 2009).

_________________, (dkk), Sejarah Perkembangan Kota Batavia, (Jakarta:


Dinas Museum dan Pemugaran, 2000).

_________________, Sejarah Jakarta dari Zaman Prasejarah sampai Batavia


Tahun 1750, (Jakarta: Dinsa Museum dan Sejarah DKI Jakarta, 1977).
107

Veenendal, A. J, Railways in the Netherlands: A Brief History, 1834-1994,


(Standford University Press, 2001).

Arsip:
ANRI.Undang-Undang Darurat No. 10 Tahun 1954 tentang Nasionalisasi
Bataviasche Verkeers Maatschappij N.V. (BVM).

Karya Ilmiah:
Hatmawan, Aditya, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia, Perkembangan Transportasi Kereta Api di Batavia
1870-1925.
Savolta, Desca Dwi, Arsitektur Indis Dalam Perkembangan Tata Kota Batavia
Awal Abad 20, Skripsi (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010).
Yuke Ardhiati, Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, dan Kria: Sumbangan
Soekarno di Indonesia 1926-1965, Sebuah Kajian Mentalite Arsitek
Seorang Negarawan, Disertasi (Depok: Universitas Indonesia, 2004).

Surat Kabar yang Sejaman:


Star Weekly, dalam artikel berita yang berjudul “trem Kota Djakarta Akan Tamat
Riwajatnja”, 29 Maret 1960.
Merdeka, dalam artikel berjudul “Tjita-Tjita Sjamsuridzal: Djakarta Raja Akan
Djadi Metropole, Djalan Kereta Api Akan Menembus Di Bawah Tanah”,
11 Oktober 1951.
Majalah Kotapradja, edisi tahun ke II terbit pada 5 September 1951 dalam artikel
berjudul “Langkah Percobaan: Kearah Perbaikan Lampu- Jalan Lampu”.
Buletin Angkutan Motor, 15 Juni 1956 dalam artikel “Salah Sebuah Bis P.P.D
jang dipesanja dari Australia Sebanjak 100 buah”; dan buletin Angkutan
Motor, 15 Agustus 1956 dalam artikel “Otobis-otobis diesel jang diterima
dari Australia dalam rangka Colombo Plan”.
Angkutan Motor, dalam artikel “Tirai-Besi mau lawan Colombo Plan? Jajasan
Motor men-test bis „Ikarus‟ dari Hungaria!”, 15 September 1956.

Internet:
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/368374/mass-transit (diakses pada,
Rabu, 10 Agustus, 2016).
http://www.wartakota.co.id/read/news/24457 (diakses pada tangal, Rabu, 10
Agustus 2016).
108

http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/tremlistrik (dikunjungi pada


tanggal Rabu, 10 Agsutus 2016).
http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/tremlistrik (dikunjungi pada
tanggal Rabu, 10 Agsutus 2016).
http://indonesianheritage.info/kajian/100-tram-in-batavia/ (dikunjungi pada
tanggal, Rabu, 10 Agustus 2016).
http://alwishahab.wordpress.com/2008/04/21/trem-uap-di-balai-kota (dikinjungi
pada tanggal 10 Maret 2016).
http//www.thejakartapost.com/news/2000/10/12/ppd039s-history-goes-back-
batavia-a-trem-firm. (diakses pada hari Senin, 13 Maret 2017).
http://media-
kitlv.nl/allmedia/indeling/detail/form/advanced/start/13?q_searchfield=sado
(diakses pada tanggal Kamis, 16 Maret 2017).
http://media-
kitlv.nl/allmedia/indeling/detail/form/advanced/start/1?q_searchfield=tram
(diakses pada tanggal Kamis,16 Maret 2017).
http://www.nederlandsindie.com/daendels-perintis-infrastruktur/. (diakses pada
tanggal, Jumat, 17 Maret 2017).
http://bataviadigital.pnri.go.id/foto/?box=detail&id_record=5614&search_val=&s
atus_key&dpage=1. (diakses pada tanggal, Jumat, 17 Maret 2017).
http//redgede.com/blogs/arundhat1/from-tramway-tbusway. (diakses pada hari,
Sabtu, 18 Maret 2017).
http://www.perumppd.co.id/site/index.php/2014-08-19-09-59-01/sejarah-perum-
ppd (diakses pada 22 Maret 2017).
http//www.siemens.com/history/en/news/1051_von_siemens. (diakses pada
tanggal, Senin, 27 Maret 2017).
www.colombo-plan.org/index.php/about-cps/history/ (diakses pada Senin, 27
Maret 2017).
http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt519adfe9396fb/parent/lt5
19adee7c73a3 (diakses pada hari Snin, 27 Maret 2017).
http//www.siemens.comhistory/pool/innovationen/mobilitaet/the_siemens_trem_f
rom_past_to_present. (diakses pada tanggal Selasa, 28 Maret 2017).
Lampiran-lampiran

Lampiran 1

Trem kuda melintas di samping Gerbang Amsterdam


Sumber: http://luk.staff.ugm.ac.id/itd/Rappard/04.html)
Lampiran 2

Trem listrik buatan Dyle en Bacalan


(Sumber: H.J.A. Duparc. Trams en Tramlijnen: De Stadstrams op Java)
Lampiran 3

Perpisahan terakhir trem uap


Sumber: Koleksi KSPI

Lampiran 4

Trem uap dan gerbong pikulan kembali ke remise di daeah Kramat


Sumber: Koleksi KSP
Lampiran 5

Arsip berupa Undang Undang Darurat nasionalisasi perusahaan trem (Sumber:


Undang Undang Darurat No. 10 tahun 1954, ANRI)
Lampiran 6
Pengesahan nasionalisasi perusahaan trem oleh Sukarno
(Sumber: Undang Undang no. 71 tahun 1957, ANRI)
Lampiran 7
Dalam majalah Star Weekly, Trem di Jakarta akan tamat riwayatnya
(Sumber: Star Weekly, 29 Maret 1960)
Lampiran 8

Pelabuhan Tanjung Priok

Peta Gementee Batavia tahun 1912, terlihat zona pelabuhan Tanjung Priok ada di
sebelah kiri atas.
(Sumber Foto:The Liang Gie.Sedjarah Pemerintahan Kotapradja Djakarta.(1958)
Lampiran 9

Statistik Perekonomian Hindia Belanda menjelang masa Depresi


(Sumber : Handbook of The Netherlands East Indies. (Buitenzorg:Division of
Commerce of the Department of Agriculture, Industry and
Commerce,1930).h.148.
Lampiran 10

Dari Trem mundur ke Busway

Sumber: Koran Kompas

Sisa peninggalan rel trem di Kota Tua


Sumber: Dokumen Pribadi hasil pengamatan
Lampiran 11

Perbedaan trem (kereta ringan) dengan kereta berat


Sumber: http://rumahpengetahuan.web.id/light-rail-transit-trem-ibu-kota-versi-
modern/

Anda mungkin juga menyukai