Anda di halaman 1dari 76

TUGAS BESAR

PERENCANAAN JALAN KERETA API

Disusun oleh:
1. Diva Ananda Syanufa 2110503001
2. Muhammad Alviananda Wicaksono 2110503013
3. Sita Fadmalinda Sari 2110503018
4. Akmal Alif Hidayat 2110503021

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TIDAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas besar yang berjudul “Tugas Jalan Kereta Api” telah disahkan dan
disetujui pada:
Hari :
Tanggal :

Disetujui oleh :

Mengetahui,
Magelang, November 2022
Dosen Jalan Kereta Api

Dedy Firmansyah, S.Pd., M.T.


NIDN. 0010069006
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas besar yang berjudul
“Perencanaan Jalan Kereta Api” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Bapak Dedy Firmansyah, S.Pd., M.T. pada mata kuliah Jalan Kereta Api. Selain
itu, tugas besar ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Perencanaan
Jalan Kereta Api.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dedy Firmansyah,
S.Pd., M.T. selaku dosen mata kuliah Jalan Kereta Api yang telah memberikan
materi dan bimbingan dalam tugas besar ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kami. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas besar ini.
Kami menyadari bahwa tugas besar ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi agar
penulisan tugas besar selanjutnya dapat lebih baik lagi.

Magelang, November 2022

Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat. Transportasi sendiri sebagai alat yang berfungsi untuk
mempermudah kegiatan masyarakat dalam segala aspek khususnya dari aspek
ekonomi yaitu sebagai alat untuk mengangkut, memindahkan, menggerakkan
objek dari satu tempat ketempat yang lainnya. Trasnportasi sendiri terbagi
menjadi 3 yaitu Transportasi Darat, Laut, dan Udara. Selain itu juga,
trasnportasi ada banyak sekali jenisnya salah satunya adalah Transportasi
massal. Transpotasi massal identic dengan angkutan manusia yaitu yang
memindahkan sekumpulan manusia dalam jumlah yang banyak dari satu
tempat ke tempat lain dalam satu waktu. Kata masal menurut KBBI ialah
sesuatu yang dalam jumlahnya banyak sekali. Dalam hal ini, terdapat banyak
kendaraan yang diproduksi secara massal dengan tujuan untuk
mempermudahkan dan mengefisiensikan waktu.
Sebagai salah satu contoh dari Transportasi massal yaitu kereta. Sebelum
adanya kereta hewan merupakan salah satu yang diandalkan untuk membawa,
mengangkut, memindahkan barang serta bepergian. Namun ketika mesin uap
ditemukan dan beberapa teknologi bermunculan salah satu dari banyaknya
teknologi baru tersebut adalah Transportasi Kereta. Rencana konstruksi untuk
jalur kereta api jalur tunggal dan jalur ganda harus direncanakan agar dapat
diselesaikan secara teknis, non-teknis dan ekonomis. Secara teknis
pembangunan perkeretaapian berarti kendaraan kereta api harus dapat
melintas dengan aman dan dengan tingkat kenyamanan tertentu selama
pembangunan. Dalam arti non-teknis, hal ini berarti pembangunan
perkeretaapian harus memperhatikan hambatan dan permasalahan yang secara
langsung maupun tidak langsung dirasakan oleh masyarakat.
1.2 Sejarah Kereta Api
Perubahan Industri Inggris merupakan revolusi yang dampaknya sangat
berpengaruh dalam berbagai bidang, termasuk dalam teknologi transportasi.
Thomas Newcomen merupakan penemu mesin uap pertama yang bisa dipakai.
Cara kerja pada mesin uap tersebut hanya bisa naik turun saja yang berfungsi
untuk pertambangan sebagai pompa. Setelah adanya penemuan tersebut, para
ilmuwan tertarik untuk mengembangkan pengetahuan dan keahliannya untuk
menciptakan sesuatu yang baru dan berguna dalam mengefisiensi suatu
kegiatan atau pekerjaan.
Tahun 1784 dapat dikatakan menjadi titik awal muncul dan
berkembangnya kereta. William Murdoch, insinyur berkebangsaan Inggris ini
sebelum membuat kereta api pada awalnya membuat kereta kuda bersama
sang ayah sebagai asisten di bidang perkayuan dan logam. Hal ini menjadi
bekal ilmu Murdoch untuk mengembangkan penemuannya di kemudian hari.
Kereta kuda yang memiliki tiga roda dan engkol tangan sebagai alat
pendorongnya. Kereta ini kemudian mulai banyak digunakan di bidang
pertambangan. Namun, penemuan Murdoch ini mulanya hanya memiliki satu
rangkaian saja tetapi kemudian dikembangkan lagi sehingga mampu menarik
beberapa rangkaian dan memiliki jalur khusus yang bernama trem.
Pada tahun 1800 – 1860 perkembangan transportasi semakin berkembang
karena kebutuhan manusia untuk mengefisiensikan waktu dalam hal
memindahkan barang atau kebutuhan sehari hari yang menggunakan alat
transportasi. Transportasi yang digunakan selain untuk bertransportasi dan
berdagang ialah kereta api dan kapal uap karena kedua transportasi tersebut
memanfaatkan sumber tenaga mekanik. Pada tahun 1804 berhasil
diciptakannya lokomotif uap pertama yang diciptakan oleh Richard
Trevithick. Kereta yang diciptakan oleh Trevithick ini bisa menarik lima
gerbong dan bisa mengangut 70 penumpang. Kereta yang diciptakan oleh
Trevithick ini bisa melaju dengan kecepatan 8 km/jam dan berhasil menempuh
jarak sejauh 16 km sepanjang rel.
George Stephenson, insinyur asal Inggris, berhasil mengembangkan kereta
uap yang kecepatannya lebih cepat dari kereta penemuannya Richard
Trevithick.3 Selain itu, kereta yang dibuat George ini dinilai lebih efektif jika
dibandingkan penemuan kereta sebelumnya. Kereta yang mampu membawa
gerbong yang cukup banyak sukses dioperasikan pada tahun 1815. Perjalanan
dan perkembangan kereta yang diciptakan oleh George ini terus berkembang.
Pada 1830, George Stephenson berhasil mengendarai kereta buatannya
sendiri dengan kecepatan 19 – 46 km/jam dan berhasil menempuh jarak antara
Liverpool dan Manchester.
Di Indonesia sendiri, sejarah kereta api dimulai ketika pembangunan jalur
kereta api pertama Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta) pada tanggal
17 Juni 1864. Pembangunan ini terjadi dibawah pemerintahan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Mr. L.A.J Baron Sloet van de Beele. Perusahaan
swasta Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) bertanggung
jawab atas pembangunan rel ini. Selain jalur Semarang, pemerintah Hindia
Belanda juga membangun jalur kereta api negara pada tanggal 8 April 1875.
Pembangunan yang dikerjakan oleh perusahaan negara Staatssporwegen (SS)
ini melalui rute Surabaya-Pasuruan-Malang. Setelah mengetahui kesuksesan
SS dan NISM, banyak investor swasta yang terpancing membangun jalur
kereta api di daerah lain seperti Semarang, Pasuruan, Kediri, Probolinggo,
Mojokerto, Malang, dan Madura. Pembangunan jalur kereta api juga
dilakukan di beberapa daerah diluar Jawa seperti Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Sulawesi. Namun di beberapa daerah
seperti Kalimantan, Bali, dan Lombok, hanya dilakukan uji standar mengenai
kemungkinan pemasangan jalur kereta. Sampai akhir tahun 1928, panjang
jalur kereta api dan trem di Indonesia mencapai 7.464 km.
Saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, kereta api Indonesia
diakuisisi Jepang dan namanya diubah menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas
Kereta Api). Selama pendudukan Jepang, kereta api hanya digunakan untuk
kebutuhan perang. Selain membangun jalur kereta api baru di daerah
Sumatera, Jepang juga membongkar rel sepanjang 473 km yang kemudian
dibawa ke Myanmar untuk membangun jalur rel disana. Setelah proklamasi
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, stasiun dan kantor kereta api
yang dikuasai Jepang mulai diambil alih. Pada tanggal 28 September 1945,
Kantor Kereta Api Bandung berhasil diambil dan kemudian diperingati
sebagai Hari Kereta Api Indonesia dan terbentuknya Djawatan Kereta Api
Republik Indonesia (DKARI). Pada tahun 1946 ketika Belanda kembali ke
Indonesia, Belanda membentuk lembaga bernama Staatssporwegen/Verenigde
Spoorwegbedrif (SS/VS). Berdasarkan perjanjian KMB tahun 1949, aset milik
pemerintah Hindia Belanda diambil alih dan kemudian DKARI digabungkan
dengan SS/VS menghasilkan Djawatan Kereta Api pada tahun 1950.
Kemudian pada bulan Mei, namanya diubah menjadi Perusahaan Negara
Kereta Api (PNKA). Selanjutnya pada tahun 1971, pemerintah merombak
struktur PNKA menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Kemudian
pada tahun 1991, PJKA diubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api
(Perumka) dan pada tahun 1998 namanya diubah lagi menjadi PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) dan bertahan sampai saat ini.

1.3 Rumusan Masalah


Dari pernyataan di atas, dapat diketahui rumusan masalah dalam makalah
ini, yaitu:
1. Bagaimana perencanaan trase jalan relnya?
2. Bagaimana perencanaan alinyemen horizontalnya?
3. Bagaimana perencanaan aliyemen vertikalnya?
4. Apa saja detail kontruksinya?
5. Bagaimana analisis material kebutuhan konstruksinya?
6. Bagaimana desain drainasenya?
7. Apa saja bangunan pelengkapnya?

1.4 Tujuan
Dari pernyataan di atas, dapat diketahui tujuan dalam pembuatan makalah
ini, yaitu
1. Mengetahui seperti apa perencanaan trase jalan rel
2. Mengetahui perencanaan alinyemen horizontal
3. Mengetahui perencanaan alinyemen vertical
4. Memahami apa saja detail kontruksi jalan rel
5. Mengethaui seperti apa analisis material kebutuhan kontruksi jalan rel
6. Mengetahui drainase jalan rel
7. Memahami apa saja bangunan pelengkap dalam kontruksi jalan re
BAB II
PERENCAAN TRASE JALAN REL
2.1 Dasar Pemilihan trase
Berdasarkan peraturan menteri No. 11 tahun 2012 tentang tata cara
penetapan trase jalur kereta api. Penetapan trase jalur kereta api menjadi pedoman
untuk melaksanakan kegiatan perencanaan teknis, hasil dari trase jalur kereta api
untuk mewujudkan tersedianya ruang yang memadai untuk rumaja, rumija dan
ruwasja yang berguna menjamin keselamatan, keamanan dan kelancaran
perjalanan kereta api.
Trase jalan merupakan sumbu jalan berupa garis-garis lurus saling
berhubungan yang terdapat pada peta topografi suatu muka tanah dalam
perencanaan jalan baru dan digunakan untuk awal pembentukan lengkungan jalan
hingga perkerasan jalan. Dalam menentukan trase jalan alternatif terbaik maka
harus memperhatikan hal-hal berukut:
1. Panjang jalan rel kereta api
Menurut panjangnya dibedakan tiga jenis rel, yaitu:
a. Rel standar adalah rel yang panjangnya 25 meter.
b. Rel pendek adalah rel yang panjangnya maksimal 100 m.
c. Rel panjang adalah rel yang panjang tercantum minimumnya pada Tabel
2.1
Tabel 2.1 Panjang minimum rel panjang

Sumber : PD 10 Tahun 1986


2. Sudut perpotongan dengan jalan raya pada simpang
Sudut perpotongan sebaiknya yaitu 90o sesuai dengan pedoman No
008/PW/2004 tentang perencanaan perlintasan jalan dengan jalur kereta api
karena berpengaruh pada jarak pandang pengendara pengguna jalan.
3. Sudut tikungan
Pemilihan sudut tikungan yang paling baik yaitu sudut tikung yang
kecil, sehingga pengaruh horizontal kecil dan akam menambah kenyamanan
dan mengurangi adanya risiko kecelakaan.
4. Besar landai penentu
Kelandaian jalan (grade) adalah perpotongan bidang vertikal dengan
bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2
arah melalui tepi masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median.
Kelandaian jalan dinyatakan dalam persen (%) penampang memanjang jalan
yang terdiri dari garis-garis lengkung dan lurus bisa datar, mendaki dan
menurun. seperti yang tercantum dalam Tabel 2.2
Tabel 2.2 Landai penentu maksimum

Sumber : slideplayer.com
5. Kecepatan rencana
Kecepatan rencana adalah kecepatan yang digunakan untuk merencanakan
konstruksi jalan rel.
a. Untuk perencanaan struktur jalan rel.
V rencana = 1,25 x V maks.
b. Untuk perencanaan peninggian
c. Untuk perencanaan jari-jari lengkung lingkaran dan lengkung peralihan
Vrencana = Vmaks
Penjelasan di atas terdapat hal lain yang diperlukan untuk perencanaan trase jalan
rel berdasarkan faktor sebagai berikut :
1. Faktor Topogorafi
Peranan topografi dalam penetapan trase jalan adalah sangat penting, karena
akan mempengaruhi penetapan alinyemen, kelandaian jalan, jarak pandang,
penampang melintang saluran samping jalan, dan sebagainya. Klasifikasi
golongan medan dalam perencanaan jalan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
a. Medan Datar (D)
Suatu medan dikatakan datar apabila kecepatan kendaraan truk sama atau
mendekati kecepatan mobil penumpang.
b. Medan Perbukitan (B)
Suatu medan dikatakan perbukitan apabila kecepatan kendaraan truk
berkurang dengan kecepatan mobil penumpang, tetapi belum merangkak.
c. Medan Pegunungan (P)
Kondisi medan berupa datar, bukit dan pegunungan dapat pula dibedakan
dari data besarnya persentase (%) kemiringan melintang rata- rata terhadap as
sumbu jalan seperti dalam Tabel 2.3
Tabel 2.3 Klasifikasi golongan medan

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Dirjen Bina Marga,
1997)
Bukit, lembah, sunai dan danau sering memberikan pembatas terhadap
lokasi dan perencanaan trase jalan. Hal demikian perlu dikaitkan pula pada
kondisi medan yang direncanakan.

2. Faktor Geofisik
Faktor geofisik adalah satu persyaratan dalam merencanakan trase jalan
adapun tujuannya untuk memetakan penyebaran tanah/ batuan dasar yang meliputi
kisaran tebal tanah pelapukan pada daerah sepanjang trase rencana, sehingga
dapat memberikan informasi mengenai stabilitas lereng, prediksi penurunan
lapisan tanah dasar dan daya dukung tanah.
Dalam perencanan trase jalan perlu dihindari daerah patahan, kondisi
karakteristik tanah yang lunak (exvansive soil), kondisi permukaan air tanah yang
tinggi, serta faktor iklim. Jika dalam penentuan trase jalan ditemukan kondisi
tersebut diatas sebaiknya lokasi trase jalan dialihkan ketempat lain

3. Faktor Lingkungan
Dalam pekerjaan konstruksi akan terdapat banyak komponen kegiatan
yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, sehingga
untuk mengantisipasi hal tersebut diatas, maka sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dalam peraturan perundangan yang berlaku kegiatan tersebut di atas
wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Tata guna lahan merupakan hal yang paling mendasar dalam perencanaan
suatu lokasi jalan, karena adanya suatu musyawarah mufakat yang berhubungan
langsung dengan masyarakat pemilik tanah yang tanahnya terkena untuk
pembuatan trase jalan.
2.2 Gambar trase pada kontur ukuran A4
BAB III
PERANCANGAN ALINYEMEN HORIZOTAL
3.1 Dasar Perencanaan
Alinyemen horizontal biasanya disebut sebagai trase jalan atau garis sumbu
jalan yakni garis proyeksi dari sumbu jalan tegak lurus terhadap bidang datar.
Pada umumnya alinyemen horizontal terdiri dari :
1. Serangkaian garis lurus yang menggambarkan bagian jalan dengan titik patah
atau titik belok.
2. Lengkungan horizontal yang menggambarkan potongan garis lurus antara
yang satu dengan yang lain.
Garis lengkung horizontal tersebut biasanya disebut tikungan jalan. Pada
alinyemen tikungan horizontal tikungan merupakan bagian jalan yang paling kritis
bila ditinjau dari faktor keamanan dan kenyamanan bagi penumpang. Geometri
jalan rel adalah bentuk dan ukuran jalan rel, baik pada arah memanjang maupun
arah melebar yang meliputi lebar sepur, kelandaian, lengkung horisontal dan
lengkung vertikal, peninggian rel, pelebaran sepur
3.1.1 Lebar Sepur
Lebar sepur adalah jarak terpendek antara kedua kepala rel, diukur dari sisi
dalam kepala rel yang satu sampai sisi dalam kepala rel lainnya. Hubungan antara
lebar sepur, ukuran dan posisi roda di atas kepala rel ialah sebagai berikut :

Gambar 3. 1 Lebar sepur


Sumber : Utomo, 2006
3.1.2 Lengkung Horizontal
Saat kereta api melewati lengkung horizontal maka akan timbul gaya
sentrifugal kearah luar yang akan berakibat rel luar mendapat tekanan yang lebih
besar dibandingkan dengan rel dalam dan keausan rel luar akan lebih banyak
dibandingkan dengan yang terjadi pada rel dalam serta dapat mengakibatkan
tergulingnya kereta api. Untuk mencegah terjadinya akibat-akibat tersebut, maka
lengkung horisontal perlu diberi peninggian pada rel luarnya. Oleh karena itu,
maka perancagan lengkung horisontal berkaitan dengan peninggian rel

Gambar 3. 2 Lengkung horizontal


Sumber : http://repositori.unsil.ac.id/

3.1.3 Lengkung Lingkaran


Saat kereta api melalui lengkung horizontal kedudukan
kereta/gerbong/lokomotif, gaya berat kereta, gaya sentrifugal yang timbul dan
dukungan komponen struktur jalan rel.
Gambar 3. 3 Kedudukan kereta/gerbong/lokomotif pada saat melalui lengkung
horizontal
Sumber : http://repositori.unsil.ac.id/
Gaya sentrifugal kereta api pada tikungan. Untuk berbagai kecepatan rencana
besar jari-jari minimum yang diijinkan ditinjau dari kondisi :
a. Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat saja,
Gaya sentrifugal yang timbul :

Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh gaya berat, maka :


Sehingga :

3.1.4 Lengkung Lingkaran Tanpa Lengkung Transisi


Pada bentuk lengkung horisontal tanpa adanya lengkung transisi dan tidak
ada peninggian rel yang harus dicapai, berdasarkan pada persamaan peninnggian
minimum yaitu :
Tabel 3.1 memuat daftar jari-jari minimum lengkung horisontal tanpa
lengkung transisi dan jari-jari minimum yang diijinkan untuk berbagai kecepatan
perencanaan yang digunakan oleh PT.KAI (persero).
Tabel 3. 1 Jari-jari minimum lengkung horizontal tanpa lengkung transisi

Sumber : PT. KAI (Persero)


3.1.5 Lengkung Transisi
Pengurangan pengaruh perubahan gaya sentrifugal sehingga penumpang
kereta api tidak terganggu kenyamanannya dapat digunakan lengkung peralihan.
Oleh karena itu maka panjang lengkung peralihan yang diperlukan menggunakan
persamaan di bawah ini.

Salah satu bentuk lengkung transisi adalah Cubic Parabola (parabola


pangkat tiga), seperti yang diuraikan seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3. 4 Diagram kelengkungan pada lengkung transisi


Sumber : http://repositori.unsil.ac.id/

3.1.6 Lengkung S
Pada dua lengkung dari suatu lintas yang berbeda arah lengkungnya
terletak bersambungan, akan membentuk suatu lengkung membalik (reverse
curve) dengan huruf S, sehingga dikenal sebagai “lengkung S”. Antara kedua
lengkung yang berbeda arah sehingga membentuk huruf S ini harus diberi bagian
lurus minimum 20 meter diluar lengkung transisi, seperti pada gambar :

Gambar 3. 5 Bentuk lengkung S


Sumber : Peraturan Menteri No.60 Tahun 2012
3.1.7 Percepatan Sentrifugal
Pada saat kereta api berjalan melintasi lengkung horisontal terjadi gaya
sentrifugal ke arah luar. Gaya sentrifugal adalah fungsi dari massa benda dan
percepatan sentrifugal. Percepatan sentrifugal adalah fungsi dari kecepatan dan
jari-jari lengkung, seperti berikut :

Percepatan sentrifugal yang timbul akan berpengaruh pada :


a. Kenyamanan penumpang kereta api,
b. Tergesernya (ke arah luar) barang-barang di dalam
kereta/gerbong/lokomotif,
c. Gaya sentrifugal yang berpengaruh pada keausan rel dan bahaya
tergulingnya kereta api.
3.1.8 Peninggian Rel
3.1.8.1 Peninggian Normal
Peniggian normal berdasarkan padakondisi komponen jalan rel tidak ikut
menahan gaya sentrifugal. Pada kondisi ini gaya sentrifugal sepenuhnya
diimbangi oleh gaya berat saja. Perhitungan peninggian normal digunakan
persamaan :

3.1.8.2 Peninggian Minimum


Peninggian minimum berdasar pada kondisi gaya maksimum yang dapat
ditahan oleh komponen jalan rel dan kenyamanan penumpang kereta api.
Perhitungan peninggian minimum digunakan rumus :

3.1.8.3 Peninggian Maksimum


Peninggian maksimum ditentukan berdasarkan pada stabilitas kereta api
pada saat berhenti di bagian lengkung horisontal dengan pembatasan kemiringan
maksimum sebesar 10%. Apabila kemiringan melebihi 10% maka benda-benda
yang terletak pada lantai kereta api dapat bergeser ke arah sisi dalam. Dengan
digunakan kemiringan maksimum 10% peninggian rel maksimum yang digunakan
adalah 110 mm.
Mengenai faktor keamanan terhadap bahaya guling kereta/gerbong/
lokomotif saat berhenti di bagian lengkung horisontal dengan peninggian rel
sebesar 110 mm dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 3. 6 Diagram peninggian rel


Sumber : http://repositori.unsil.ac.id/
3.1.8 Pelebaran Sepur
Analisa pelebaran sepur didasarkan pada kereta/gerbong yang
menggunakan dua gandar. Dua gandar tersebut yaitu gandar depan dan gandar
belakang merupakan satu kesatuan, sehingga disebut sebagai Gandar Teguh (right
wheel base).

Gambar 3. 7 7 Posisi roda dan gandar teguh pada saat kereta melalui lengkung
Sumber : http://repositori.unsil.ac.id/
Pelebaran sepur berdasarkan jari-jari lengkung horizontal menurut
ketetapan dapat direncanakan menurut Tabel 3.2
Tabel 3. 2 Pelebaran sepur

Sumber : PT. KAI (Persero)


3.1.9 Kelandaian
3.1.9.1 Landai Penentu
Landai penentu adalah suatu kelandaian (Pendakian) yang terbesar yang
ada pada suatu lintas lurus. Besar landai penentu terutama berpengaruh pada
kombinasi daya tarik lok dan rangkaian yang dioprasikan. Untuk masing-masing
kelas jalan rel, besar landai penentu adalah seperti yang tercantum dalam Tabel
3.3 berikut.
Tabel 3. 3 Landai penentu maksimum

Sumber : PT. KAI (Persero)


3.1.9.2 Landai Curam
Dalam keadaan tertentu, misalnya pada lintas yang melalui pegunungan,
kelandaian (tanjakan) pada suatu lintasan lurus kadang terpaksa melebihi landai
penentu. Kelandaian yang melebihi landai penentu tersebut disebut Landai Curam
(Sc).
Gambar 3. 8 Landai curam
Sumber : Utomo, 2006

3.2 Penentuan koordinat suatu titik


Data Perencanaan
a. Koordinat Titik
Titik X Y
A 2800 6400
P1 3950 7600
P2 5600 8000
P3 7400 6400
B 8000 5400

b. Kapasitas Angkut : 5.106 – 10.106 ton/tahun


c. Jumlah Track : Single track
d. Kelas Jalan : III
e. Kecepatan Maksimum : 100 km/jam
3.3 Penentuan jarak anar titik
1. Jarak titik A dengan titik PP1

√ 2
d 1= ( X A− X 1 ) + ( Y A −Y 1 )
2

¿ √ ( 2800−3950 ) + (6400−7600 )
2 2

¿ 1662,077 meter
2. Jarak titik PP1 dengan titik PP2

√ 2
d 2= ( X 1−X 2 ) + ( Y 1 −Y 2 )
2

¿ √ ( 3950−5600 ) + ( 7600−8000 )
2 2

¿ 1697,793 meter
3. Jarak titik PP2 dengan titik PP3

√ 2
d 3= ( X 2−X 4 ) + ( Y 2−Y 3 )
2

¿ √ ( 5600−7400 ) + ( 8000−6400 )
2 2

¿ 2408,319 meter
4. Jarak titik PP3 dengan titik B

√ 2
d 4 = ( X 3− X B ) + ( Y 3−Y B )
2

¿ √ ( 7400−8000 ) + ( 6400−5400 )
2 2

¿ 1166 ,19 meter


3.4 Perhitungan sudut

O
∝ A=180 + tan
−1
| X A− X 1
Y A−Y 1 |
¿ 180O + tan−1 |2800−3950
6400−7600 |
O
¿ 223,781

O
∝1=180 + tan
−1
| X 1−X 2
Y 1−Y 2 |
¿ 180O + tan−1 |3950−5600
7600−8000 |
O
¿ 256,373

O
∝2=180 + tan
−1
| X 2− X 3
Y 2−Y 3 |
¿ 180O + tan−1 |5600−7400
8000−6400 |
O
¿ 228,336

O
∝3=180 + tan
−1
| X 3− X B
Y 3−Y B |
¿ 180O + tan−1 |7400−8000
6400−5400 |
O
¿ 210,964
Sudut Belok
∆ 1=|∝1−∝ A|=|256,373o −223,781o|=32,592o

∆ 2=|∝2−∝1|=|228,336o−256,373o|=28,037o

∆ 3=|∝3−∝2|=|210,964O −228,336o|=17,372o
Tabel Hasil Perhitungan
Koordinat Jarak Azimuth Sudut Belok
Titik
X Y (m) (∝ ¿ (∆ )
A 2800 6400
P1 3950 7600 1662,077 223,781
O
32,592
o

P2 5600 8000 1697,793 256,373


O
28,037
o

P3 7400 6400 2408,319 131.634


O
17,372
o

B 8000 5400 1166 ,19 149,036


O

3.5 Perhitungan Lengkung Horisontal dan Peninggian Rel


Data :
a. Kapasitas Angkut : 5.106 – 10.106 ton/tahun
b. Jumlah Track : Single track
c. Kelas Jalan : III
d. Kecepatan Maksimum : 100 km/jam
Perhitungan Jari-jari Minimum
2
Rmin =0,054 × V
2
¿ 0,054 × 100
¿ 540 meter
Diambil Rrencana =600 meter
1. Tikungan 1
a. Rrencana =600 meter
b. Peninggian Rel
2
8 , 8 ×V rencana
h min= −53 , 54
Rrencana
2
8 , 8× 100
¿ −53 ,54
600
¿ 93 , 13 mm
2
5 , 95 ×V rencana
h normal=
R rencana
2
5 ,95 × 100
¿
600
¿ 99 , 17 mm
h max=110 mm
Diambil h = 100 mm (hmin ≤ h ≤ hmax) →OK

c. Panjang Cekung Peralihan


Ls =0 , 01× h× V
¿ 0 , 01 ×100 ×100
¿ 100 m
d. Panjang Lengkung Lingkaran
 Sudut Spiral ( θ s )
 Sudut Lingkaran ( θ c )

e. Panjang Lengkung Total

f. Panjang Tt dan Et


2. Tikungan 2
a. R_rencana=600 meter
b. Peninggian Rel

8,8  Vrencana 2
hmin   53,54
Rrencana

8,8 1002
hmin   53,54
600
hmin  93,13mm

5,95  Vrencana 2
hnormal 
Rrencana

5,95 100 2
hnormal 
600
hnormal  99,17mm
h max=110 mm
Diambil h = 100 mm (hmin ≤ h ≤ hmax) →OK
c. Panjang Cekung Peralihan
Ls =0 , 01× h× V
¿ 0 , 01 ×100 ×100
¿ 100 m
d. Panjang Lengkung Lingkaran
 Sudut Spiral (θs)

 Sudut Lingkaran (θc)

θc =28,037° −2(4 , 78° )


θc =18,477 °


18,477 °
Lc= × 2 π .600
360
Lc=193,491 m=193 m
e. Panjang Lengkung Total

L2=193 m+2(100)m
L2=393 m

f. Panjang Tt dan Et


 T t 2=(R+Q)tg ( Δ2 )+ k
2

T t 2=(600+0 , 69)tg ( 28,037


2 )
+ 50
−¿
¿
T t 2=199 , 98 m
(R+Q)
E t 2= −R

cos( )
Δ2
2
(600+0 , 69)
E t 2= −600
cos(28,037
2 )
−¿
¿
E t 2=19 ,13 m
3. Tikungan 3
a. Rrencana =600 meter
b. Peninggian Rel

8,8  Vrencana 2
hmin   53,54
Rrencana

8,8 1002
hmin   53,54
600
hmin  93,13mm

5,95  Vrencana 2
hnormal 
Rrencana

5,95 100 2
hnormal 
600
hnormal  99,17mm
h max=110 mm
Diambil h = 100 mm (hmin ≤ h ≤ hmax) →OK
c. Panjang Cekung Peralihan
Ls =0 , 01× h× V
¿ 0 , 01 ×100 ×100
¿ 100 m
d. Panjang Lengkung Lingkaran
 Sudut Spiral (θs)

 Sudut Lingkaran (θc)


θc = Δ3−2θ c
θc =1 7,372 °−2(4 , 78 °)
θc =7,812 °
 Lc
θc
Lc= × 2 πR
360
7,812
Lc= ×2 π .600
360
Lc=81,807 m=82 m

e. Panjang Lengkung Total

f. Panjang Tt dan Et

 T t 3=(R+Q)tg ( )
Δ3
2
+k

T t 3=(600+0 , 69)tg ( 17,372


2 )
+50

T t 3 =141, 77 m
(R+Q)
E t 3= −R

cos( )
Δ3
2
(600+0 , 69)
E t 3= −600
cos( 17,372
2 )
E t 3=7 , 66 m

Tabel … Alinyemen Horizontal


Keterangan Tikungan I Tikungan II Tikungan III
VR (km/jam) 100 100 100
∆° 32,592° 28,037° 17,372°
R (m) 600 600 600
hR (mm) 100 100 100
LS (m) 100 100 100
θS (°) 4,78° 4,78° 4,78°
θc (°) 23,032° 18,477° 7,812°
Lc (m) 241 193 82
L (m) 441 393 282
yS (m) 2,78 2,78 2,78
W (mm) 0 0 0
Q (m) 0,69 0,69 0,69
k (m) 50 50 50
Tt (m) 225,61 199,98 141,77
Et (m) 25,83 19,13 7,66

3.6 Perhitungan stasioning titik penting


 Stationing Tikungan I
Titik Rumus Stationing
Sta A 0+000 0
Sta PI1 1662,077 m

Sta Fc 1541,577 m

Sta TC1 1516,577 m


Sta TC2 1491,577 m
Sta TC3 1441,577 m
Sta CF 1782,577 m

Sta CT1 1807,577 m


Sta CT2 1832,577 m
Sta CT3 1882,577 m
 Stationing Tikungan II
Titik Rumus Stationing
Sta PI2 3359,83 m

Sta Fc 3263,33m

Sta TC1 3238,33m


Sta TC2 3188,33 m
Sta TC3 3088,33 m
Sta CF 3456,33 m

Sta CT1 3481,33 m


Sta CT2 3531,33 m
Sta CT3 3631,33 m

 Stationing Tikungan III


Titik Rumus Stationing
Sta PI3 StaP I 2+ d3 5768,149 m
Sta Fc 5727,149 m

Sta TC1 5702,149 m


Sta TC2 5677,149 m
Sta TC3 5627,149 m
Sta CF 5809,149 m

Sta CT1 5834,149 m


Sta CT2 5859,149 m
Sta CT3 5909,149 m
Sta B StaP I 3+ d 4 6934,339 m

3.7 Pelebaran sepur


3.8 Gambar lengkung horisontal dan diagram superelecasi (kertas A4)

3.9 Seluruh gambar dibuat dengan skala horisontal 1:8000 dan skala vertikal
1:2,5
BAB IV

PERANCANGAN ALENYEMEN VERTIKAL

4.1 Dasar Perencanaan


Alinyemen vertikal yaitu proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang
melalui sumbu jalan rel tersebut. Alinyemen vertikal terdiri atas garis lurus
dengan atau tanpa kelandaian dan lengkung vertikal yang berupa busur lingkaran.
Jenis landai :
4.1.1 Jenis Landai
Jenis landai yang digunakan pada perencanaan alinyemen vertical ini
yakni diantaranya:

4.1.1.1 Landai Penentu


Landai penentu merupakan suatu kelandaian (pendakian) yang terbesar
yang ada pada suatu lintas lurus. Berpengaruh pada kombinasi daya Tarik
lokomotif dan rangkaian yang di operasikan dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Landai penentu maksimum

Sumber : PT. KAI (Persero)


4.1.1.2 Landai Curam
Landai curam adalah kelandaian yang melebihi landai penentu. Pada lintas
yang melalui pegunungan, kelandaian (tanjakan) pada suatu lintas lurus kadang
terpaksa melebihi landai penentu dipengaruhi antara lain oleh faktor topografi dan
tata guna lahan.
Gambar 4.1 Landai Curam
Sumber : Utomo, 2006

Perhitungan landai curam

lc : Panjang maksimum landau curam yang diijinkan (m).

Vk : Kecepatan minimum yang diijinkan di kaki landai curam (m/detik).


Vp : Kecepatan minimum yang dapat diterima di puncak landau curam
(m/detik). Dengan ketentuan Vp ≥ 0.5 Vk.
g : percepatan gravitasi (m/detik 2)
Sp : Landai penentu (‰)
Sc : Landai curam (‰)
Pada perencanaan alinyemen vertikal ini landai penentu dan memakai
20‰ karena :
a. Termasuk kelas jalan rel III
b. Keamanan dan kenyamanan dalam perjalanan
c. Kontur yang dilewati kereta api tidak terlalu curam (relative landai)
4.1.2 Lengkung Verikal
Lengkung vertikal sebagai lengkung transisi dari suatu kelandaian ke
kelandaian berikutnya, sehingga perubahan berangsur-angsur dan beraturan.Dua
tipe lengkung vertikal, cembung dan cekung. Jari -jari minimum lengkung vertikal
pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 jari-jari minimum lengkung vertikal

Sumber : PT. KAI (Persero)

Bentuk dari alinyemen berupa garis lurus, lengkung vertikal, dan garis lurus
seperti Gambar 4.2

Gambar 4.2 Alinyemen vertikal


Sumber : Utomo, 2006
Lengkung vertikal yang merupakan proyeksi sumbu jalan rel pada bidang
vertikal terdiri dari :
a. Lengkung Cembung
Lengkung cembung ialah lengkung vertikal yang kecembungannya ke
atas dapat dilihat pada Gambar 4.3. Lengkung vertikal cembung di
beberapa negara dikenal sebagai summit curve atau spur curve. Pada
dasarnya lengkung cembung dibuat pada kondisi tenjakan bertemu dengan
turunan (a), tanjakan bertemu tenjakan (b), atau tanjakan bertemu dengan
jalan datar (c)
Gambar 4.3 Lengkung cembung
Sumber : Utomo, 2006
Pada perubahan dari jalan datar ke suatu turunan yang tidak terdapat
lengkung transisi, roda kereta akan melayang melalui suatu bentuk lengkung.
Apabila melayangnya roda kereta lebih besar dibandingkan dengan tinggi flens
roda kereta api, akan dapat mengakibatkan bahaya besar yaitu roda kereta ap uke
luar dari rel. Besarnya jari-jari minimum lengkung vertikal yang berupa lengkung
lingkaran tergantung pada kecepatan perancangan pada Tabel 4.2 . Lengkung
vertikal yang digunakan ialah berbentuk lengkung lingkaran. Segingga dapat
dihitung melalui pendekatan Gambar 4.4

Gambar 4.4 Lengkung vertikal berbentuk lengkung lingkaran


Sumber : Utomo, 2006
Keterangan :
R : jari-jari lengkung vertikal
L : Panjang lengkung vertikal
A : titik pertemuan antara perpanjangan kedua landau/garis lurus
φ : perbedaan landau
OA : 0,5 L
R
Rumus = Xm= φ
2
R 2
ym= φ
8
b. Lengkung Cekung
Pada dasarnya lengkung cekung dibuat pada kondisi turunan bertemu
dengan tanjakan atau turunan ketemu dengan turunan. Lengkung vertikal
selain berbentuk lengkung lingkaran dapat berupa lengkung parabola.
Apabila lengkung vertikal menggunakan bentuk parabola, maka Panjang
lengkung vertikal dapat ditentukan sebagai berikut :
G 1−G 2
L=
r
Keterangan :
L = panjang lengkung (dalam kelipatan 100 ft)
r = tingkat perubahan kemiringan dlm % tiap 100 ft
G1 dan G2 = kemiringan (+ naik, - turunan)

Seperti halnnya pada lengkug cembung, pada dasarnya lengkung cekung


dibuat pada kondisi turunan bertemu dengan tanjakkan, atau turunan bertemu
dengan turunan lain dengan kelandaian yang lebih kecil, atau turunan bertemu
dengan jalan datar dilihat pada Gambar 4.5
Gambar 4.5 Lengkung cekung
Sumber : Utomo, 2006
Apabila suatu tanjakan diikuti dengan turunan atau sebaliknya maka
diantara lengkung vertikal yang merupakan lengkung peralihan harus dibuat
bagian mendatar yang panjangnya tidak boleh kurang dari kereta api terpanjang
yang melalui jalan rel tersebut. Seperti pada Gambar 4.6

Gambar 4.6 Bagian mendatar di antara lengkung vertikal


Sumber : Utomo, 2006
4.2 Perhitungan Lengkung Vertikal

4.2.1 Data Perencanaan

Kelas Jalan : III

Kecepatan Maksimum : 100 km/jam

Kecepatan Rencana : 100 km/jam

Landai Penentu : 20%

Jari-jari Minimum : 6000 m

Titik Stasionin Elevasi X Y


g
A 0+000 100,75 2800 6400
PPV1 1+662 225,20 3950 7600
PPV2 3+359 115,15 5600 8000
PPV3 5+768 105,00 7400 6400
B 6+934 103,95 8000 5400

4.2.2 Perhitungan Jarak Antar Titik

√ 2
d 1= ( X A− X 1 ) + ( Y A −Y 1 )
2

¿ √ ( 2800−3950 ) + (6400−7600 )
2 2

¿ 1662,077 meter

√ 2
d 2= ( X 1−X 2 ) + ( Y 1 −Y 2 )
2

¿ √ ( 3950−5600 ) + ( 7600−8000 )
2 2

¿ 1697,793 meter

√ 2
d 3= ( X 2−X 4 ) + ( Y 2−Y 3 )
2

¿ √ ( 5600−7400 ) + ( 8000−6400 )
2 2

¿ 2408,319 meter
√ 2
d 4 = ( X 3− X B ) + ( Y 3−Y B )
2

¿ √ ( 7400−8000 ) + ( 6400−5400 )
2 2

¿ 1166 ,19 meter

4.3 Perhitungan Stasioning Titik Penting dan Elevasi


4.3.1 Perhitungan Stasioning
Titik A=0+000
Titik PPV 1=Sta A +d ( A−PPV 1 )
Titik PPV 1=( 0+000 ) + ( 1+662 )=1+662
Titik PPV 2=Sta PPV 1+ d ( PPV 2−PPV 1 )
Titik PPV 2=( 1+ 662 ) + ( 1+697 ) =3+359
Titik PPV 3=Sta PPV 2+d ( PPV 3−PPV 2 )
Titik PPV 3=( 3+359 ) + ( 2+ 409 )=5+768
Titik B=Sta PPV 3+ d ( B−PPV 3 )
Titik B=( 5+ 768 ) + ( 1+166 )=6 +934
4.3.2 Perhitungan Landai
225 , 20−100 ,75
Landai 1 ( i1 ) = ¿=7 , 49 %
( 1+662 ) −( 0+000 ) ¿
115 , 15−225 , 20
Landai 2 ( i2 )= =−6 , 48 %
(3+ 359 )−(1+662)
105 , 00−115 , 15
Landai 3 ( i 3 )= =−0 , 42 %
( 5+768 )− (3+ 359 )
103 , 95−105 ,00
Landai 4 ( i 4 )= =−0 ,1 %
( 6 +934 )−( 5+768 )

4.3.3 Beda Landai


o
Q 1=|i 1−i 2|=|7 , 49−(−6 , 48)|=13 , 97
oo
o
Q2=|i 2−i 3|=|(−6 , 48 )−(−0 , 42)|=6 , 06
oo
o
Q 3=|i3 −i 4|=|(−0 , 42 )−(−0 , 1)|=0 , 32
oo
LV 1=Q1 × R=13 , 97 ×6000=83820 m
1 1
Xm 1= × LV 1= × 83940=41910 m
2 2
2
R ×Q1 6000× 13 , 972
Ym 1= = =146370,675 m
8 8

LV 2=Q 2 × R=6 , 06 ×6000=36360 m


1 1
Xm 2= × LV 2= × 36360=18180 m
2 2
2
R ×Q 2 6000 ×6 , 062
Ym 2= = =27542 , 7 m
8 8

LV 3=Q3 × R=0 , 32 ×6000=1920 m


1 1
Xm 3= × LV 3= ×1920=960 m
2 2
2
R × Q3 6000 ×0 , 322
Ym 3= = =76 , 8 m
8 8

4.3.4 Perhitungan Stasioning Akhir

Titik A=0+000

Titik PLV 1=Sta A+ d ( A−PPV 1 )− Xm 1

Titik PPV 1=( 0+000 ) + ( 1+662 )−( 41910 )=−40+ 248

Titik PPV 1=Sta PLV 1+ Xm 1

Titik PPV 2=(−40+ 248 ) +( 41+910)=1+662

Titik PTV 1=Sta PPV 1+ Xm 1


Titik PPV 3=( 1+662 ) + ( 41+ 910 )=43+572

Titik PLV 2=Sta PPV 1+d ( PPV 1−PPV 2 )−Xm 2

Titik B=( 1+662 )+ (1+697 )−( 18+180 )=−14+ 821

Titik PPV 2=Sta PLV 2+ Xm 2

Titik PPV 2=(−14+ 821 )+(18+180)=3+ 359

Titik PTV 2=Sta PPV 2+ Xm 2

Titik PPV 3=( 3+359 ) + ( 18+180 )=21+539

Titik PLV 3=Sta PPV 2+ d ( PPV 2−PPV 3 )− Xm 3

Titik B=( 3+ 359 ) + ( 2+409 )−( 0+960 )=4+808

Titik PPV 3=Sta PLV 3+ Xm 3

Titik PPV 2=( 4 +808 ) + ( 0+ 960 )=5+768

Titik PTV 3=Sta PPV 3+ Xm 3

Titik PPV 3=( 5+768 ) + ( 0+ 960 )=6 +728

Titik B=Sta PPV 3+ d ( B−PPV 3 )


Titik B=( 5+ 768 ) + ( 1+166 )=6 +934

4.3.5 Perhitungan Elevasi

Titik A=+100 ,75

Titik PLV 1=Elevasi PPV 1−(Xm 1×i 1 )


Titik PPV 1=(+ 225 ,20 )−( ( 41+ 910 ) ×7 , 49 )=−313680 , 7
Titik PPV 1=+ 225 ,20
Titik PTV 1=Elevasi PPV 1+( Xm 1× i 1)
Titik PPV 1=(+ 225 ,20 )+ ( ( 41+ 910 ) × 7 , 49 ) =−314131 ,1
Titik PLV 2=Elevasi PPV 2−( Xm 2× i 2)
Titik PPV 1=(+ 115 , 15 )−( (18+ 180 ) ×−6 , 06 )=+ 110285 , 95
Titik PPV 2=+115 , 15
Titik PTV 2=Elevasi PPV 2+( Xm 2 ×i 2)
Titik PPV 1=(+ 115 , 15 )−( (18+ 180 ) ×−6 , 06 )=−110055 , 65
Titik PLV 3=Elevasi PPV 3−(Xm 3 ×i 3 )
Titik PPV 1=(+ 105 )−( ( 0+960 ) ×−0 , 42 ) =+508 , 2
Titik PPV 3=+105 , 00
Titik PTV 3=Elevasi PPV 3+(Xm 3 ×i 3 )
Titik PPV 1=(+ 105 ) + ( ( 0+ 960 ) ×−0 , 42 )=−298 ,2
Titik B=+104 , 95
BAB V
DETAIL KONSTRUKSI JALAN REL

5.1. Tipe Rel


Rel pada jalan kereta api memiliki fungsi sebagai pijakan menggelindingnya
roda kereta api dan meneruskan beban dari roda kereta api ke bantalan. Tipe dan
karakteristik penampang rel untuk masing-masing kelas jalan tercantum sebagai
berikut:
Tabel 5.1 Tipe Rel
Kelas Jalan Tipe Rel
I R60/R54
II R54/R50
III R54/R50/R42
IV R54/R50/R42
V R42

(Sumber: PJKRI 1986)


Dalam perancangan kami, digunakan kepala rel tipe R50 dengan alasan
karena kelas jalan rel kami termasuk kelas jalan rel II yaitu bisa menggunakan tipe
rel R54/R50/R42. Diantara ketiga tipe tersebut, dipilih tipe rel R50 dengan
pertimbangan:
1. Tipe rel tersebut diperkirakan dapat menahan momen lentur dan gaya normal
yang bekerja pada rel.
2. Tipe rel tersebut diperkirakan dapat memenuhi kekakuan, kekuatam dan
durabilitas yang diperlukan agar dapat memberikan kedudukan permukaan
yang rata dan memberikan bimbingan yang mencukupi
Setelah ada beberapa pertimbangan, kami memilih jenis rel R50 yang
memiliki dimensi penampang:
Karakteristik Notasi R.50
Tinggi rel H (mm) 153,00
Lebar kaki B (mm) 127,00
Lebar kepala C (mm) 65,00
Tebal badan D (mm) 15,00
Tinggi kepala E (mm) 49,00
Tinggi kaki F (mm) 30,00
Jarak tepi bawah kaki rel ke garis horizontal dari pusat G (mm) 76,00
kelengkungan bdan rel
Jari-jari kelengkungan badan rel R (mm) 500,00
Luas penampang A (cm2) 64,20
Berat rel W (kg/m) 50,40
Momen inersia terhadap sumbu X Ix (cm4) 1960
Jarak tepi bawah kaki rel ke garis netral Yb (mm) 71,60

Gambar 5.1 Kepala Rel


(Sumber: Utomo, 2006)
5.1.1. Rel Standar
Rel standar mempunyai Panjang 25 meter (PT. KAI, Persero). Penggunaan
Panjang 25 m sebagai pengganti Panjang rel standar 17 mempunyai keuntungan
sebagai berikut:
a. Jumlah sambungan rel dapat dikurangi
b. Berkurangnya jumlah sambungan rel dapat meningkatkan kenyamanan
perjalanan
5.1.2. Rel Pendek
Rel pendek dibuat dari beberapa rel standar yang disambung dengan las
dan dikerjakan di tempat pengerjaan. Rel pendek ini Panjang maksimumnya 100
m. Batasan Panjang tersebut berdasarkan pada kemudahan pengangkutan ke
lapangan dan pengangkatannya di lapangan.
5.1.3. Rel Panjang
Rel Panjang dibuat dari beberapa rel pendek yang disambung dengan las di
lapangan. Panjang minimum rel Panjang tergantung pada jenis bantalan yang
digunakan dan tipe rel, seperti pada tabel 5.1
Tabel 5.2 Panjang minimum rel panjang
Tipe Rel
Jenis Bantalan
R.42 R.50 R.54 R.60
Bantalan Kayu 325 m 375 m 400 m 450 m
Bantalan Beton 200 m 225 m 250 m 275 m

(Sumber: Utomo, 2006)


Pada perencanaan ini digunakan rel Panjang dengan pertimbangan sebagai
berikut:
1. Kerusakan sepur (track) lebih rendah
2. Kebisingan dan getaran saat kereta api melintas relative lebih kecil
3. Pemeliharaan lebih mudah

5.2. Bantalan
Berfungsi untuk meneruskan beban dari rel ke balas, menahan lebar sepur dan
dan stabilitas ke arah luar jalan rel. Bantalan rel dapat terbuat dari kayu atau
beton. Pemilihan bantalan berdasarkan pada kelas yang sesuai dengan klasifikasi
jalan rel di Indonesia.
Pada perencanaan ini, bantalan yang digunakan adalah jenis bantalan beton.
Bantalan beton digunakan pada tanah keras di sepnajang trase jalan rel. alasan
digunakannya bantalan beton karena keunggulannya, yaitu:
1. Stabilitasnya baik
2. Umur konstruksi Panjang
3. Tidak dapat terbakar
4. Pengendalian mutu bahan mudah dilaksanakan
5. Dapat digunakan untuk sepur elektrifikasi
Bantalan beton yang digunakan adalah bantalan beton pra-tekan yang
berbentuk trapesium. Untuk beban gandar 18 ton, bantalan beton blok tunggal
pra-tekan harus mampu memikul momen beperti pada tabel 5.3
Tabel 5.3 Bagian bantalan beton blok tunggal pra-tekan dan momen minimum
yang ditahan
Bagian Momen (kg-m)
Bawah Rel 1500
Tengah Bantalan 765
(Sumber: Utomo, 2006)
Bentuk bantalan ini harus menyerupai trapesium, dengan luas penampang
bagian tengah bantalan tidak kurang dari 85% luas penampang bagian bawah rel.
digunakan bantalan ini karena keunggulannya yang dapat mengurangi retakan
yang terjadi pada beton akibat tegangan tarik.

5.3. Penambat Rel


Penambat rel adalah komponen yang menambatkan rel pada bantalan
sedemikian sehingga kedudukan rel menjadi tetap, kokoh, dan tidak bergeser
terhadap bantalannya. Oleh karena itu, kekuatan penambat dangat diperlukan
untuk dapat mengeliminasi gaya lateral akibat pergerakan dinamis roda kereta.
Penggunaan jenis penambat ditentukan oleh pertimbangan factor-faktor
sebagai berikut:
a. Besarnya tegangan jepit yang dihasilkan oleh penambat
b. Besarnya nilai rangkak yang dihasilkan oleh penambat
c. Kemudahan dalam perawatan
d. Pemakaian kembali penambat jika rel diganti dimensi, artinya pembongkaran
dan pemasangan kembali penambat dapat dilakukan tanpa merusak struktur
penambat tersebut
e. Umur penambat
f. Harga penambat
5.3.1. Penambat Kaku
Penambat kaku terdiri dari mur dan baut, namun dapat juga ditambahkan
plat landas, biasanya dipasang pada bantalan besi dan kayu. Sistem perkuatan
penambat ini terdapat pada klem plat yang kaku.
5.3.2. Penambat Elastis
Penambat elastis dibagi menjadi 2 jenis, yaitu elastis tunggal dan elastis
ganta. Pelat landas, pelat atau batang jepit elastis, tripon, mur, dan baut adalah
bagian dari penambat elastis tunggal. Sedangkan, pelat landas, pelat atau batang
jepit elastis, (karet) alas rel, tripon, mur, dan baut adalah bagian penambat rel
ganda.
Penggunaan penambat elastis dibagi menurut kelas jalannya, seperti yang
dapat dilihat pada tabel 5.4
Tabel 5.4 penggunaan penambat elastis
Kelas Jalan Jenis Alat Penambat
I Elastis ganda
II Elastis ganda
III Elastis ganda
IV Elastis tunggal
V Elastis tunggal

(Sumber: Utomo, 2006)


Tipe penambat elastis:
1. Penambat rel dorken
2. Penambat rel D.E. (D.E.Spring Clip)
3. Penambat rel pandrol
4. Penambat rel nabla
5. Penambat rel tipe F
6. Penambat rel KA-Clip
Pada perencanaan jalan rel ini, penambat rel yang kami gunakan adalah
penambat rel jenis KA-Clip. Karena memiiki banyak keunggulan, yaitu:
a. Komponen sedikit dan sederhana
b. Pemasangan mudah
c. Efektif untuk penggunaan kembali bila penggantian rel
d. Hamper tidak membutuhkan perawatan
e. Gaya jepit 750-1500 kgf (sesuai dengan standar SNI)
f. Dapat menahan beban longitudinal dan lateral
g. Dapat menahan beban dari axial load
h. Dapat digunakan untuk upgrading rel tanpa menggati bantalan
Keunggulan lain dari KA-Clip adalah dilengkapi dengan insulator listrik
untuk melindungi sistem sinyal dan pelacakan. Selain itu, penambat ini dapat
digunakan pada track lurus, melengkung, persilangan, maupun sambungan.
Penambat jenis ini dapat meredam getaran karena clip elastis sehingga
memberikan kenyamanan pada pengguna jasa transportasi kereta api.

5.4. Sambungan Rel


Sambungan rel adalah konstruksi yang mengikat dua ujung rel, sedemikian
sehingga kereta api dapat berjalan diatasnya dengan aman dan nyaman.
Persyaratan sambungan rel adalah sebagai berikut:
a. mempunyai kuat tarik yang mencukupi
b. mampu mempertahankan dua ujung rel yang disambung pada bidang yang
sama
c. mampu menahan gaya lateral yang terjadi
d. memberikan elastisitas yang cukup
e. mempunyai ketahanan terhadap gaya longitudinal
f. komponen tidak banyak, mudah dipasang, mudah dirawat, dan tidak mudah
lepas
g. ekonomis dan tahan lama
5.4.1. Macam Sambungan
5.4.1.1. Sambungan Menumpu
Gambar 5.2 Sambungan menumpu
(Sumber: slidetodoc.com)
Pada sambungan rel menumpu, kedua ujung rel berada diatas bantalan
yang sama. Dengan sambungan ini, benturan roda dengan ujung lebih baik.
Walaupun demikian, perjalanan kereta api akan terasa keras. Bantalan yang
digunakan memiliki ukuran khusus, yaitu (15x35x200)cm.
5.4.1.2. Sambungan Menggantung

Gambar 5.3 Sambungan menggantung


(Sumber: slidetodoc.com)
Sambungan rel menggantung disambung diatas dua bantalan seperti pada
gambar 5.3, dengan ukuran bantalan (13x22x200) cm. penentuan jarak antara
kedua bantalan penumpu sebesar 30cm adalah jarak minimun yang diperlukan
untuk pekerjaan pemadatan balas di bawah bantalan.
5.4.2. Penempatan Sambungan
5.4.2.1. Penempatan secara siku (square joint)
Kedua sambungan rel berada pada satu garis yang tegak lurus terhadap
sumbu sepur.
Gambar 5.4 Sambungan siku
(Sumber: dokumen penulis)
5.4.2.2. Penempatan secara berselang seling (staggered joint)
Sambungan rel dapat ditempatkan sedemikian sehingga kedua
sambungan rel tidak berada pada satu garis tegak lurus terhadapt sumbu sepur.

Gambar 5.5 Penempatan sambungan rel secara berselang seling


(Sumber: Utomo, 2006)

Gambar 5.6 Penempata sambungan rel secara berselang seling di


tikungan/lengkung
(Sumber: Utomo, 2006)
5.5. Balas
Balas adalah bagian dari jalan kereta api tempat penempatan bantalan rel.
Balas ditempatkan diantara, dibawah, dan disekitar jalur hingga drainase dikanan
kiri rel. balas yang baik mempunyai kekerasan, tahan gesek, tidak mudah berubah
dimensi, mudah diperoleh, dan tidak mahal.
Fungsi dari balas diantaranya:
a. Meneruskan dan menyebarkan beban yang diterima bantalan ke tanah dasar
b. Mencegah/menahan bergesernya bantalan
c. Meluluskan air agar tidak terjadi genangan
d. Mendukung bantalan dengan dukungan yang kenyal
5.5.1. Lapisan Balas Atas
Lapisan balas atas terdiri dari batu pecah yang keras, dengan bersudut
tajam dengan salah satu ukurannya antara 2-6 cm serta memenuhi syarat-syarat
lain yang tercantum dalam Peraturan Jalan Rel Indonesia (PJRI). Lapisan ini harus
dapat meneruskan air dengan baik.
5.5.2. Lapisan Balas Bawah
Lapisan balas bawah terdiri dari kerikil halus, kerikil sedang atau pasir
kasar yang memenuhi syarat-syarat lain yang tercantum dalam peraturan bahan
jalan rel Indonesia. Lapisan ini berfungi sebagai lapisan penyaring antara tanah
dasar dan lapisan balas atas dan harus dapat mengalirkan air dengan baik. Tebal
minimum balas bawah adalah 15 cm.
Adapun untuk menentukan tabel minimum balas adalah sebagai berikut:

dengan:
Zmin : tebal minimum balas (m)
S : jarak bantalan (m)
B : lebar bantalan (m)
θ : sudut gesek internal bahan balas (°)
Gambar 5.7 Potongan melintang pada jalan
Ketebalan lapisan balas yang diperlukan adalah sesuai dengan kelas jalan
rel yang tercantum pada tabel 5.5 di bawah ini.
Kelas Jalan Rel
I II III IV V
d1 (cm) 30 30 30 25 25
B (cm) 150 150 140 140 135
C (cm) 235 235 225 215 210
K1 (cm) 265-315 265-315 240-270 240-250 240-250
d2 (cm) 15-50 15-50 15-50 15-35 15-35
E (cm) 25 25 22 20 20
K2 (cm) 375 375 325 300 300

Dalam perencanaan jalan rel ini, kami mengambil ukuran sebagai berikut,
sesuai dengan kelas jalan:
d1 : 30 cm
B : 140 cm
C : 225 cm
K1: 250 cm
d2 : 40 cm
E : 22 cm
K2: 325 cm

5.6. Perlintasan dengan Jalan Raya


Perlintasan dengan jalan raya merupakan tempat pertemuan antara jalan rel
dengan jalan raya. Terdapat 2 macam perlintasan jalan rel dengan jalan raya,
yaitu:
1. Perlintasan sebidang
2. Perlintasan tak sebidang
Dalam pelaksanaannya, pertemuan tak sebidang terdapat dua kemungkinan,
yaitu:
1. Under Pass
Apabila dilakukan penurunan sesuatu (bahu jalan atau jalan rel)
2. Over Pass
Apabila dilakukan peninggian sesuatu (bisa jalan raya ataupun jalan rel)
Dalam peraturan pemerintah terbaru (1995) dinyatakan bahwa pertemuan
antara jalan rel dengan jalan raya yang harus dibuat tidak sebidang untuk
menghindari kecelakaan dan antrian kendaraan.
Dalam perencanaan ini digunakan “underpass” dengan ketentuan seperti yang
dijelaskan di gambar.

5.7. Seluruh Gambar Dibuat Dengan Skala 1:10


BAB VI
ANALISIS MATERIAL KEBUTUHAN KONSTRUKSI

6.1. Kebutuhan Rel


Pada perancangan ini digunakan rel Panjang dengan Panjang 250 meter dan
bantalan yang digunakan adalah bantalan beton. Alasan digunakannya bantalan
beton karena memiliki stabilitas yang baik, tahan terhadap cuaca, umur konstruksi
relatif Panjang, dan dapat menjaga lebar sepur secara maksimal.
6.1.1. Panjang Lintasan Lurus
(perhitungan)
6.1.2. Panjang Lintasan Lengkung
(perhitungan)
6.1.3. Kebutuhan Rel
Dalam perencanaan ini, kami menggunakan rel Panjang dengan Panjang
250 m dan dipasang pada suhu 30°C sehingga celah muainya sebesar 11 mm.
pada daerah lengkung atau tikungan digunakan rel standar dengan Panjang 25 m
yang juga dipasang pada suhu 30°C dengan celah sambungan 5 mm. untuk hal ini
satu rel Panjang membutuhkan sepuluh rel standar yang di las.
(perhitungan)

6.2. Penentuan Jumlah Bantalan dan Penambat Rel


Jumlah bantalan dan penambat rel bergantung dari panjang rel. Untuk
bantalan direncanakan menggunakan bantalan beton dan digunakan di seluruh
lintasan rel.
6.2.1. Analisis Perhitungan Bantalan
a. Panjang lintasan lurus = 5574,049 m = 5,574 km
b. Panjang lintasan lengkung = 1116 m = 1,116 km
Kami asumsikan jarak antar bantalan adalah 60 cm, maka didapat hasil
jumlah bantalan sebagai berikut:
(perhitungan)
6.2.2. Analisis Perhitungan Penambat
Jumlah penambat yang digunakan dipengaruhi oleh jenis penambat yang dipakai.
Untuk perancangan jalan rel ini, digunakan penambat KA-Clip dengan 4 buah klip
disetiap bantalannya. Berikut adalah analisis kebutuhan penambat:
(perhitungan)

6.3. Perhitungan Volume Balas


Untuk menghitung volume balas, yaitu menghitung luas penampang balas
pada suatu potongan melintang pada jalur lurus dan bagian lengkung. Volume
balas akan dipengaruhi oleh bantalan, karena bantalan tersebut akan mengurangi
volume balas.
6.3.1. Volume Balas Atas pada Jalur Lurus
(perhitungan)
6.3.2. Volume Balas Atas pada Lintas Miring
(perhitungan)
6.3.3. Volume Total Kebutuhan Balas Atas
(perhitungan)

6.4. Perhitungan Volume Sub Balas


Lapisan sub balas berfungsi sebagai penyangga udara tanah dasar dan lapisan
balas dan harus dapat mengalirkan air dengan baik. tebal minimum lapisan sub
balas adalah 15 cm.
Sub balas harus memnuhi syarat sebagai berikut:
1. Material dapat berupa campurang kerikil atau kumpulan agregat pecah dan
pasir
2. Material tidak boleh memiliki kandungan material organic lebih dari 5%
3. Untuk material yang merupakan kumpulan agregat pecah dan pasir, maka
harus mengandung sekurang-kurangnya 30% agregat pecah
4. Lapisn sub balas harus dipadatkan sampai mencapai kepadatan 100%
6.4.1. Volume Sub Balas pada Lintas Lurus
(perhitungan)
Jadi, volume yang dibutuhhkan untuk sub balas pada lintas lurus adalah
169273965,1 m3.
6.4.2. Volume Sub Balas pada Lintas Lengkung
(perhitungan)
Jadi volume yang dibutuhkan untuk sub balas pada lintas lengkung adalah
15953,778 m3.
6.4.3. Volume Sub Balas Total
(perhitungan)
Jadi volume total yang dibutuhkan untuk sub balas adalah 169289918,9
m3.

6.5. Perhitungan Volume Timbunan dan Galian


Untuk melakukan pekerjaan dalam perencanaan, diperlukan pekerjaan
penggalian dan penimbunan tanah di area yang akan dilalui lintasan rel kereta. Hal
ini dikarenakan di area tersebut memiliki elevasi yang berbeda-beda. Sebaiknya
dalam merencakan penggalian dan penimbunan sebisa mungkin seimbang.
(perhitungan)
BAB VII
DRAINASE

7.1 Dasar Perancangan


Drainase jalan rel secara umum didefinisikan sebagai sistem
pengaliran/pembuangan air di suatu daerah jalan rel, baik secara gravitasi maupun
dengan menggunakan pompa, agar tidak sampai terjadi genangan air. Drainase
Jalur rel kereta api sangat penting dalam menjaga stabilitas tubuh ban (subgrade)
pada jalur kereta api. Drainase pada jalur kereta api mempunyai peran sebagai
pembatas atau mengurangi kelebihan air dalam suatu waktu dan tempat di jalur
kereta api, sehingga konstruksi tubuh ban (sub grade) tetap terjaga secara optimal.
Drainase mempunyai fungsi pada jalur rel kereta api, diantaranya :
a. Genangan air pada jalur rel kereta api tidak terjadi.
b. Konsentrasi tubuh ban (sub grade) tetap tejaga karena pengaruh air yang
berkurang.
c. Genangan air tidak mengganggu operasi perjalanan kereta api.
Konstruksi jalur rel kereta api memiliki karakteristik masing-masing disetiap
lokasi yang berbeda-beda, seperti jalur kereta api pada daerah datar atau rata, pada
daerah tanah timbunan ataupun pada daerah galian jalur kereta api. oleh karena itu
terdapat 4 (empat) kategori drainase jalur kereta api, yaitu :
7.1.1 Drainase Permukaan
Drainase permukaan terletak pada sisi jalur rel kereta api pada kondisi jalur
lurus, posisi bibir drainase sejajar dengan tubuh ban (sub grade) yang berguna
untuk menampung dan meneruskan genangan air ketempat pembuangan.
7.1.1.1 Jenis Drainase Permukaan
Penentuan jcnis drainase permukaan ini berdasarkan pada letak
drainaseterhadap jalur jalan rel. Terdapat 2 (dua) jenis drainasepermukaan, yaitu:
a. Drainase memanjang (side-ditch), yaitu drainasepennukaan yang letaknya di
samping dan memanjang arah jalur jalan rel,
b. Drainase melintang (cross-drainage), yaitu drainasepermukaan yang letak dan
arahnya meJintang arah jalur jalan rel
7.1.1.2 Data yang Diperlukan untuk Perencanaan dan Perancangan
Untuk membuat perencanaan sistem dan perancangan drainase permukaan
yang efektif dan efisien diperlukan data sebagai berikut:
a. Curah hujan,
b. Topografi,
c. Tata guna lahan setempat, dan
d. Sifat/karakteristik tanah setempat.
7.1.1.3 Bentuk
Drainase memanjang, dapat berupa saluran terbuka atau saluran tertutup.
Adapun bentuk potongan melintangnya dapat berbentuk sebagai berikut:
a. Trapesium
b. Kotak atau persegi
c. Segitiga
d. Busur Lingkaran
Drainase melintang (dapat dalam jumlah tunggal atau multi/ banyak) dapat
berupa:
a. gorong-gorong,
b. jembatan pelat.
Potongan mclintang gorong-gorong dapat berbentuk scbagai berikut:
a. bulat. Bcntuk bulat ini secara konstruksi dalam kondisi pembebanan yang besar
cukup efisien,
b. busur lingkaran atau bagian dari bulat telur. Bentuk ini umumnya digunakan
sebagai pengganti bentuk bulat yang terbatas penutupnya. Apabila
dibandingkan dengan bentuk bulat, bentuk busur lingkaran dan bagian bulat
telur ini untuk kapasitas hidraulik yang sama biayanya relatif lebih mahal, dan
c. kotak atau persegi. Bentuk ini biasanya dipilih untuk menyalurkan volume air
yang besar dan dapat menyesuaikan hampir semua kondisi setempat.
7.1.1.4 Bahan
Agar drainase dapat berfungsi dengan baik selama waktu yang diharapkan,
pada dasarnya saluran drainasehams tahan terhadap hal-hal berikut:
a. karakteristik/kondisi setempat yang dapat merusak saluran,
b. gaya-gaya yang akan bekerja pada saluran dimaksud.
Saluran melintang harus terbuat dari bahan yang kuat, misalnya dengan
perkuatan susunan batu yang diplester, beton, dsb, dan harus menggunakan tutup
yang kuat, di antaranya:
a. beton bertulang,
b. baja bergelombang.
7.1.1.5 Kemiringan dan Kecepatan Aliran Air
Kemiringan saluran drainasedan kecepatan aliran pembuangan air yang
terjadi harus sedemikian sehingga tidak menimbulkan kerusakan saluran, maka
penetapan kecepatan aliran perancangan harus memperhatikan bahan pembentuk
salurannya. Sebagai petunjuk awal dapat digunakan Tabel 7.1 di bawah ini:
Tabel 7.1 Bahan Saluran dan Kecepatan Perancangan

(Sumber : Peraturan Dinas No.10, PJKA)

7.1.1.6 Pcrancangan Saluran Terbuka


Pada perancangan saluran terbuka drainasepennukaan, harus dipenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a. dimensi penampang/potongan melintang harus cukup besar untuk membuang
air yang ada dipermukaan yang akan dibuang/dialirkannya,
b. apabila dari perhitungan yang dilakukan telah diperoleh tinggi air perancangan,
maka tinggi saluran masih harus ditambah dengan ambang bebas (jree board)
yang penentuannya mendasarkan pada loncatan air hidraulik ditambah dengan
ambang tambahan minimum sebesar 15 cm. Periksa Gambar 7.1
c. koefisien kckasaran saluran ditentukan berdasarkan atas jenis permukaan
salurannya, yang sebagai petunjuk dapat dapat digunakan Tabel 7.2

Gambar 7.1 Tinggi air dan ambang bebas


Tabel 7.2 Koefisien kekasaran saluran

(Sumber : Peraturan Dinas No.10, PJKA)

7.1.2 Drainase Bawah Tanah


Drainase bawah tanah terletak didalam tanah yang posisi dapat ditempatkan
pada sisi kiri dan kanan dari badan jalan rel kereta api. Adapun drainase bawah
tanah ini dibuat menyilang didalam badan jalan atau biasa disebut drainase
menyilang (cross drainage).
7.1.2.1 Perancangan
Badan jalan rel berupa permukaan asli dan galian, ketebalan bagian badan
jalan rel setebal minimum 75 dari dasar balas hams selalu dalam keadaan kering
Gambar 7.2.
Gambar 7.2 Drainase bawah permukaan untuk menurunkan permukaan air tanah
Konstruksi drainase bawah permukaan biasanya bempa pipa berlubang
yang dipasang di bawah permukaan di pinggir kanan atau kiri badan jalan rel.
Pipa berlubang ini diletakkan di atas lapisan pasir setebal 2 l 0 cm, kemudian
secara berurutan di atasnya dihamparkan (dan dipadatkan) kerikil dengan
ketebalan lebih dari 15 cm, di atas lapisan kerikil tersebut dihamparkan bahan
kedap air.
7.1.2.2 Data yang Diperlukan untuk Perencanaan dan Perancangan
Beberapa data yang diperlukan untuk perencanaan dan perancangan
drainasebawah permukaan ialah:
a. elevasi muka air tanah pada saat musim basah/penghujan,
b. koefisien permeabilitas tanah setempat, dan
c. elevasi dan kemiringan lapisan kedap air yang ada.

7.1.3 Drainase Lereng


Drainase lereng digunakan pada jalur rel kereta api galian atau dekat dengan
lereng bukit atau gunung. Dengan bentuk zig.zag dari atas lereng guna
mengurangi terjadinya erosi tanah yang diakibatkan oleh gerusan air hujan dari
atas bukit/gunung.
7.1.3.1 Jenis Drainase Lereng
Terdapat empat jenis drainaselereng, yaitu:
a. selokan punggung, berupa saluran terbuka yang memanjang di punggung
lereng,
b. selokan tengah, berupa saluran terbuka yang memanjang di tengah lereng,
c. selokan penangkap, berupa saluran terbuka yang memanjang di kaki lereng,
dan
d. drainase kombinasi, yaitu kombinasi antara drainasetegak lurus dan
drainasemiring.
Penggunaan jenis-jenis dan letak drainaselereng tergantung padakondisi
setempat, gamabrannya gapat dilihat pada Gambar 7.3

Gambar 7.3 Contoh potongan melintang drainase lereng


(Sumber : Utomo, 2006)

7.1.4 Drainase di Emplasemen


Kondisi spesifik terjadi di emplasemen, yaitu terdapat banyak jalur (track)
yang berdampingan. Untuk mendapatkan pembuangan air yang baik dapat dibuat
saluran terbuat dari pipa dengan dinding berlubang-lubang atau saluran yang
terbuat dari batu kosong, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 6.6. Pada
Gambar 7.4 (a) dapat dilihat bahwa pada tiap-tiap track di bawahnya dipasang
saluran drainasi. Sedangkan pada Gambar 7.4 (b) diperlihatkan penggunaan satu
saluran drainasiuntuk fasilitas drainasedua buah track yang berdampingan.
Gambar 7.4 Contoh drainasedi emplasemen
(Sumber : Utomo, 2006)

7.2 Perhitungan Drainase


BAB VIII
BANGUNAN PELENGKAP
8.1 Wesel
Wesel adalah konstruksi rel kereta api yang bercabang (bersimpangan)
tempat memindahkan jurusan jalan kereta api. Wesel terdiri dari sepasang rel
yang ujungnya diruncingkan sehingga dapat melancarkan perpindahan kereta
api dari jalur yang satu ke jalur yang lain dengan menggeser bagian rel yang
runcing. Cara kerja wesel Kereta api berjalan mengikuti rel, sehingga kalau
relnya digeser maka kereta api juga mengikutinya. Untuk memindahkan rel,
digunakan wesel yang digerakkan secara manual ataupun dengan
menggunakan motor listrik. Pada kereta api kecepatan tinggi dibutuhkan
transisi yang lebih panjang sehingga dibutuhkan pisau yang lebih panjang dari
pada lintasan untuk kereta api kecepatan rendah.
Menurut Utomo 2006, wesel kereta api terbagi dalam 4 jenis wesel yaitu:
a. Wesel Biasa
Ada dua macam wesel biasa yaitu wesel biasa belok kiri dan wesel biasa
belok kanan. Arah beloknya ditentukan dengan melihat dari depan.
b. Wesel Dalam Lengkung
Merupakan sepur lengkung dan sepur belok yang membentuk sudut.Ada
tiga macam wesel dalam lengkung waltu wesel searah lengkung, wesel
berlawanan arah lengkung dan wesel simetris.
c. Wesel Tiga Jalan
Merupakan wesel yang terdiri dari tiga sepur. Berdasarkan arah dan letak
sepurnya terdapat empat Jens wesel tiga jalan yaitu wesel tiga jalan searah,
wesel tiga jalan berlawanan arah, wesel tiga jalan searah tergeser dan wesel
tiga jalan berlawanan arah tergeser.
d. Wesel Inggris
Ada dua jenis wesel inggris yaitu wesel inggris penuh dan wesel Inggris
setengah. Wesel inggris memungkin kan kereta api untuk berbelok
dipersilangan yong sudut persilangannya kecil 1:10.
8.1.1 Komponen Wesel
Agar supaya wcsel dapat berfungsi sepcrti yang seharusnya, wesel terdiri
atas komponen-komponen wesel sebagai Gambar 8.1 berikut:

Gambar 8.1 GambarWesel


(Sumber: Utomo, 2006)
a. lidah
Lidah mempunyai bagian pangkal yang disebut Akar Lidah.
Terdapat dua jenis lidah, yaitu:
a. lidah berputar. Pada jenis ini lidah mempunyai engsel di akar-
lidahnya,
b. lidah berpegas. Pada jenis ini akar-lidah dijepit sehingga dapat
melentur.
b. jarum beserta sayap
Jarum dan sayap berfungsi untuk memberikan kemungkinan flens
roda kereta api melalui perpotongan rel dalam wesel.
c. rel lantak
Agar supaya wesel dapat mengarahkan kcreta api pada jalan rel
yang dikehendaki maka lidah harus menempel dan menckan rel
lantak.
d. rel paksa
rel paksa merupakan rel yang berfungsi mencegah roda keluar kea
rah mendatar pada saat roda berada di ujung jarum, di atas terputus
rel.
e. pcnggerak wesel
Gerakan menggeser lidah dilakukan dengan menggunakan batang
penarik. Kedua lidah bergerak di atas Pelat Gelincir atau Balok
Gelincir yang dipasang secara kuat di atas bantalan-bantalan wesel.

8.1.2 Kecepatan Izin Dan Sudut Simpang Arah Wesel

Tabel 8.1 Tangen sudut simpang arah, nomor wesel dan kecepatan

(Sumber: Utomo, 2006)


8.1.3 Bagan Wesel
Gambar 8.2 Gambar wesel biasa dan skema wesel biasa
(Sumber: Utomo, 2006)

8.1.4 Perhitungan Wesel


8.2 Emplasemen
Moda transportasi kereta api dalam menjalankan fungsinya selain
memerlukan ketersediaan jalan rel dan kendaraan jalan rel (lokomotif dan
kereta/gerbong) juga memerlukan fasilitas untuk:
a. memberikan pelayanan naik dan turnnnya penumpang,
b. tempat muat dan bongkar barang angkutan,
c. menyusun lokomotif/kereta/gerbong menjadi rangkaian yang dikehendaki,
dan penyimpanan kereta,
d. memberi kemungkinan dan kesempatan kereta api berpapasan
ataumenyalip,
e. pemeliharaan dan perbaikan kendaraan jalan rel.
Fasilitas memerlukan peralatan, perlengkapan, bangunan dan emplasemen
(yard) sesuai dengan kebutuhan. Kumpulan dari jalan rel, peralatan,
perlengkapan, bangunan dan emplasemen yang merupakan satu kesatuan dan
mcrupakan fasilitas moda transportasi kercta api disebut dengan Stasiun.
Emplasemen stasiun terdiri atas jalan-jalan rel yang tersusun sedemikian
rupa sesuai dengan fungsinya. Dalam penggambaran skema emplasemen, jalan
rel ditunjukkan dengan garis tunggal.

Perancancangan ini digunakan emplasemen stasium sedang. Umumnya


terdapat di kota kecil. Di stasiun sedang terdapat jalan rel yang jumlahnya
relatif lebih banyak dibandingkan dengan distasiun kecil. Emplasemcn stasiun
sedang mempunyai jumlah jalan rel yanglebih banyak banyak dibandingkan
pada setasiun kecil. Gambar emplasemen stasiun sedang
Gambar 8.3 Skema emplasemen stasiun sedang
Notasi pada Gambar 8.3 :

8.3 Perlintasan Sebidang


Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 94 Tahun 2018, perlintasan
sebidang adalah perpotongan antara jalan dengan jalur kereta api. Kedua
perlintasan ini berada dalam satu bidang tanah yang sama, sehingga disebut
sebidang. Untuk meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang,
perlintasan dilengkapi dengan:
a. Pintu perlintasan
Di daerah yang arus lalu lintas kereta api tinggi dan arus kendaraan
tinggi, perlintasan wajib dilengkapi dengan pintu perlintasan, baik
dikendalikan oleh penjaga pintu perlintasan, ataupun otomatis.
b. Rambu lalu lintas
1. Rambu Peringatan jarak yang ditempatkan pada jarak 450 meter, 300
meter, dan 150 meter sebelum perlintasan
2. Rambu stop yang berarti dilarang berjalan terus, wajib berhenti
sesaat, dan meneruskan perjalanan setelah mendapat kepastian aman
dari lalu lintas arah lainnya
c. Marka jalan
Marka lambang dan tulisan berupa silang dan huruf KA.Polisi tidur
maupun pita penggaduh untuk memperingatkan pengemudi yang mengantuk.
d. Isyarat lampu
Untuk mempertegas kereta api akan lewat, pada perlintasan sebidang
dilengakapi dengan isyarat lampu merah sebanyak 2 buah yang berkedip secara
bergantian.
e. Isyarat suara yang khas kereta api
f. Penjagaan
Penjagaan dapat dilakukan oleh pegawai operator prasarana
perkeretaapian, pejabat dari regulator perkeretaapian, ataupun pejabat
pemerintah daerah. Penjagaan dilakukan di pos jaga khusus dan memiliki kode
pekerjaan petugas jaga perlintasan sebidang (PJL).
4 lajur 2 arah terbagi
8.4 Bangunan Pelengkap Lain

Anda mungkin juga menyukai