Anda di halaman 1dari 159

TUGAS BESAR JALAN KERETA API

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Jalan Kereta Api


Dosen Pengampu: Ria Miftakhul Jannah, S.T., M.T.

Disusun Oleh:
Isnaeni Bagaskoro (2140503109)
Rifki Dwi Febrian (2140503126)
M Ulil Abshor Abdhala (2140503138)
Rachmalia Nurhida (2140503164)
Aisyah Nurhaliza (2140503166)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TIDAR
2022
HALAMAN JUDUL

LAPORAN PERENCANAAN JALAN KERETA API


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Jalan Kereta Api
Dosen Pengampu: Ria Miftakhul Jannah, S.T., M.T.

Disusun Oleh:
Isnaeni Bagaskoro (2140503109)
Rifki Dwi Febrian (2140503126)
M Ulil Abshor Abdhala (2140503138)
Rachmalia Nurhida (2140503164)
Aisyah Nurhaliza (2140503166)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TIDAR
OKTOBER 2022
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
yang berjudul “Laporan Perencanaan Jalan Kereta Api”. Adapun tujuan dari penulisan
dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bu Ria pada mata kuliah Jalan
Kereta Api. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai
bagaimana perencanaan jalan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Laporan ini dapat diselesaikan atas bimbingan, saran dan motivasi dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada ;

1. Ibu Ria Miftakhul Jannah, S.T., M.T., selaku dosen mata kuliah Jalan Kereta
Api.
2. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan.
3. Rekan satu kelompok yang tidak dapat disebutkan penulis satu per satu.
Penulis juga mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam membuat
laporan ini, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Magelang, 26 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Transportasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Terdapat hubungan erat antara transportasi dan manusia. Terdapat hubungan
erat antara transportasi dengan jangkauan dan lokasi manusia, barang barang dan jasa.
Dalam kaitannya dengan kehidupan dan kegiatan manusia, transportasi mempunyai
peranan yang signifikan dalam aspek aspek sosial, ekonomi, lingkungan, politik, dan
pertahanan keamanan. Transportasi dibagi 3 yaitu, transportasi darat, laut, dan udara.
Kereta api merupakan moda transportasi darat dengan multi keunggulan
komparatif: hemat lahan & energi, rendah polusi, besifat massal,adaptif dengan
perubahan teknologi, yang memasuki era kompetisi, potensinya diharapkan dapat
dimobilisasi dalam skala nasional, sehingga mampu menciptakan keunggulan
kompetitif terhadap produksi dan jasa domestik dipasar global. Ada berbagai jenis
kereta api yang dirancang untuk tujuan tertentu. Kereta api bisa terdiri dari kombinasi
satu atau lebih dari lokomotif dan gerbong kereta terpasang, atau beberapa unit yang
digerakkan sendiri.
Dengan tugas pokok dan fungsi memobilisasi arus penumpang dan barang diatas
jalan rel, maka ikut berperan menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Rel
merupakan sarana atau jalur jalan kereta api. Rel tidak berdiri sendiriakan tetapi
mempunyai bagian-bagiannya. Konstruksi rel terbagi menjadi dua yaitu bagian atas
dan bagian bawah. Bagian atas terdiri dari rel, bantalan dan perlengkapan baja kecil.
Rel kereta api biasanya terdiri dari dua, tiga atau empat rel, dengan sejumlah monorel
dan guideways maglev dalam campuran.
Adapun jaringan transportasi dapat terdiri dari satu atau lebih alat transporasi
kereta, transportasi air, dan berbagai transportasi lain. Maka perlu di desain sedemikian
rupa agar sesuai dengan besarnya arus lalu lintas yang menggunakan jaringan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pernyataan diatas, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah fungsi jaringan jalan kereta api baru meliputi perencanaannya?
2. Bagaimanakah perencanaan perlintasan tidak sebidang seperti overpass atau
underpass pada pertemuan dengan jalan raya?
3. Bagaimana perrhitungan kebutuhan analisis material (kebutuhan rel, kebutuhan
penambat, jumlah bantalan, volume balas dan sub balas) pada konstruksi jalan
rel?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan laporan ini antara lain:
1. Merencanakan jaringan jalan kereta api baru yang berfungsi sebagai angkutan
penumpang, meliputi trase paling ideal menurut penulis, dengan dua buah
tikungan, perancangan drainase, kontruksi, drainase, serta bangunan pelengkap
jalan kereta api
2. Merencanakan perlintasan tidak sebidang seperti overpass atau underpass pada
pertemuan dengan jalan raya.
3. Menghitung kebutuhan analisis material konstruksi jalan rel (kebutuhan rel,
kebutuhan penambat, jumlah bantalan, volume balas dan sub balas).

1.4 Sejarah Kereta Api Indonesia


Hadirnya kerata api di Indonesia ialah dengan dibangunnya jalan rel sepanjang
26 km pada lintas Kemijen-Tanggung yangdibangun oleh Nederlandsch Indische
Spoorweg Maatschappij (NIS). Pembangunan jalanrel tersebut dimulai dengan
penyangkulan pertama pembangunan badan jalan rel oleh Gubernur Jenderal Belanda
Mr. L.A.J. Baron Sloet Van De Beele pada hari Jum’at tanggal 17 Juni 1864. Jalur
kereta api lintas Kemijen-Tanggung mulai dibuka untuk umum pada hari Sabtu, 10
Agustus 1867. Sedangkan landasan de-jure pembangunan jalan rel di jawa ialah
disetujuinya undang-undang pembangunan jalan rel oleh pemerintah Hindia Belanda
tanggal 6 April 1875.
Dengan telah adanya undang-undang pembangunan jalan rel yang dikeluarkan
oleh pemerintah Hindia Belanda dan dengan berhasilnya operasi kereta api lintas
Kemijen-Temanggung (yang kemudian pembangunannya diteruskan hingga ke Solo),
pembangunan jalan rel dilakukan di beberapa tempat bahkan hingga di luar Jawa, yaitu
di Sumatera dan Sulawesi. Namun sejarah jalan rel di Indonesia mencatat adanya masa
yang memprihatinkan yaitu pada masa pendudukan Jepang. Beberapa jalan rel di pulau
Sumatera dan pulau Sulawesi serta sebagian lintas cabang di pulau Jawa dibongkar
untuk diangkut dan dipasang di Burma (Myanmar). Bahkan pemindahan jalan rel ini
juga disertai dengan dialihkannya sejumlah tenaga kereta api Indonesia ke Myanmar.
Akibat tindakan Jepang tersebut ialah berkurangnya jaringan jalan rel di Indonesia.
Data tahun 1999 memberikan informasi bahwa panjang jalan rel di Indonesia ialah
4615,918 km, terdiri atas Lintas Raya 4292,322 km dan Lintas Cabang 323,596.
Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia peran kereta api
sangatlah besar. Sejarah mencatat peran kereta api dalam distribusi logistik untuk
keperluan perjuangan dari Ciporoyom (Bandung) ke pedalaman Jawa Tengah,
mobilisasi prajurit pejuang di wilayah Jogjakarta-Magelang-Ambarawa. Hijrahnya
pemerintahanrepublik Indonesia dari Jakarta ke Jogjakarta tahun 1946 tidak lepas pula
dari peran kereta api. Tanggal 3 Januari 1946 rombongan Presiden Soekarno berhasil
meninggalkan Jakarta menggunakan kereta api, tiba di Jogjakarta tanggal 4 Januari
1946 pukul 09.00 disambut oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia mencatat pengambil alihan kekuasaan
perkereta-apian dari pihak Jepang oleh Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) pada
peristiwa bersejarah tanggal 28 September 1945. Pengelolaan kereta api di Indonesia
telah ditangani oleh institusi yang dalam sejarahnya telah mengalami beberapa kali
perubahan.Institusi pengelolaan dimulai dengan nasionalisasi seluruh perkereta-apian
oleh Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI), yang kemudian namanya dipersingkat
dengan Djawatan Kereta Api (DKA), hingga tahun 1950. Institusi tersebut berubah
menjadi PerusahaanNegara Kereta Api (PNKA) pada tahun 1963 dengan PP. No. 22
tahun 1963, kemudian dengan PP. No. 61 tahun 1971 berubah menjadi Perusahaan
Jawatan Kereta Api (PJKA). Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP.
No. 57 tahun 1990 status perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum
sehingga PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka).
Perubahan besar terjadi pada tahun 1998, yaitu perubahan status dari
Perusahaan Umum Kereta Api menjadi PT Kereta Api (persero), berdasarkan PP. No.
19 tahun 1998.Perkembangan dalam dunia kereta api di Indonesia terus berlangsung,
begitu pula dengan teknologinya. Tanggal 31 Juli 1995 diluncurkan KA Argo Bromo
(dikenal jugasebagai KA JS 950) Jakarta-Surabaya dan KA Argo Gede (JB 250)
Jakarta-Bandung. Peluncuran kedua kereta api tersebut mendandai apresiasi
perkembangan teknologi keretaapi di Indonesia dan sekaligus banyak dikenal sebagai
embrio teknologi nasional. Saat ini selain kedua KA “Argo” tersebut di atas, telah
beroperasi pula KA Argo Lawu, KA Argo Dwipangga, KA Argo Wilis, KA Argo
Muria. Kemampuan dalam teknologi perkereta-apian di Indonesia juga terus
berkembangbaik dalam prasarana jalan rel maupun sarana kereta apinya. Dalam
rancang bangun,peningkatan dan perawatan kereta api, perkembangan kemampuan
tersebut dapat dilihat di PT. Inka (Industri kereta Api) di Madiun, dan balai Yasa yang
terdapat di beberapadaerah.Jalan Rel pertama di Indonesia dibangun oleh perusahaan
swasta Belanda bernama NIS (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij) yaitu
dimulai dari Semarang menuju ke arah solo dan Jogjakarta, bagian pertama dari
pembangunan jalur tersebut diresmikan pada tanggal 10 agustus 1867 yang
menghubungkan Semarang dan desaTanggung sepanjang 25 kilometer dengan lebar
spoor 1435 mm, dan pembangunan sesuai rencana hingga Yogyakarta akhirnya dapat
diselesaikan pada 10 Juni 1872. Untuk menghindari penumpang berpindah kereta maka
SS memasang rel ketida dan mulai digunakan pada 1 Mei 1929, mulai saat itu kereta
api SS dan NIS dapat melewati jalur Jogja - Solo.
Pada jaman pendudukan jepang, untuk keperluan perang di negara lain, salah
saturel ketiga pada jalur Solo-Jogja di bongkar dan lebar spoor di ubah menjadi
1067mm,demikian pula jalur Semarang - Solo juga diubah menjadi 1067 mm. Hampir
seluruh jalan rel (baik jalan rel yang aktif maupun tidak aktif) di Indonesia saat ini
merupakan aset yang bernilai sejarah sehingga menjadi salah satu fasilitas public dan
aset bangsa yang perlu dijaga dan dilestarikan.

1.5 Kelebihan dan Kekurangan Kereta Api


1.5.1 Kelebihan

1. Perjalanan Kereta Api sudah terjadwal dan calon penumpangan bisa memilih
jadwal keberangkatan yang tersedia
2. Barang – barang banyak dapat diangkut
3. Terdiri berbagai kelas kereta api, seperti ekonomi, bisnis, eksekutif
4. Resiko kecelakaan relatif kecil
5. Kereta api memliki fasilitas yang lengkap
6. Memiliki jalur tersendiri, sehingga terhindar dari kemacetan
7. Memberikan pelayanan cepat dan terpercaya
1.5.2 Kekurangan
1. Perjalanan tidak fleksibel, tidak memiliki jalur alternatif
2. Jika terjadi kerusakan pada rel, maka jadwal akan terganggu
3. Mengganggu jenis transportasi lain, seperti jalan raya
4. Biaya operasional tinggi
1.6 JENIS-JENIS KERETA API
Jenis kereta api memiliki beberapa macam yaitu menurut kelas, teknlogi jalur, dan
berdasarkan segi diatas tanah ataupun dibawah permukaan tanah.
1.6.1 Jenis – Jenis Kereta Api Berdasarkan Kelas
1. Kereta Api Kelas Ekonomi
Kelas Ekonomi paling banyak dipilih masyarakat untuk perjalanan
antarkota. Selain karena harganya sangat terjangkau, kereta kelas ini juga
menyediakan pemberhentian ke stasiun-stasiun di kota kecil.
Untuk sekali keberangkatan, kereta api kelas Ekonomi mampu memuat
sampai 160 penumpang di setiap gerbong. Setiap kursi bisa diisi 2-3 orang dan
posisi kursi duduk berhadap-hadapan.

2. Kereta Api Kelas Bisnis


Lebih nyaman daripada kelas Ekonomi, kereta api kelas Bisnis
menetapkan tarif sedikit lebih tinggi. Namun masih relatif terjangkau. Setiap
gerbong dapat diisi sampai 64 penumpang saja.
Beda dengan kelas Ekonomi, di sini tempat duduknya sudah bersekat.
Susunan kursi 2-2 pada setiap baris di sisi kiri dan kanan. Posisi kursi duduk
juga bisa diubah sesuai keinginan penumpang -jika ingin berhadapan dengan
kursi di depan atau belakangnya.

3. Kereta Api Kelas Eksekutif


Untuk kapasitas penumpang kereta api kelas Eksekutif tidak banyak,
hanya tersedia 50 kursi saja dengan susunan 2-2 di sisi kiri dan kanan. Namanya
juga eksekutif, kursi penumpang dirancang lebih private. Kamu bisa atur
sandaran kursinya agar duduk tetap nyaman selama perjalanan. Ada pula
pijakan kaki dengan jarak yang cukup luas antara kursi di depannya.

1.6.2 Jenis - jenis Kereta Api berdasarkan teknologi jalur

1. Kereta api rel konvensional (dua batang besi)


Kereta api rel konvensional adalah kereta api yang biasa kita jumpai.
Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang baja yang diletakkan di
bantalan kayu jati atau pun beton yang keras
.
2. Kereta api rel gigi
Sistem rel pegunungan yang elevasi kemiringannya hingga sekitar 6%,
bukan seperti rel biasa yang elevasi kemiringan maksimumnya hanya 1%.
Rel ini dirancang dengan rel bergigi khusus yang dinaiki di atas bantalan
rel antara rel yang terbentang.

3. Kereta api monorel


Rel kereta ini hanya terdiri dari satu batang besi. Letak kereta api
didesain menggantung pada rel atau di atas rel. Karena efisien, biasanya
digunakan sebagai alat transportasi kota khususnya di kota-kota
metropolitan dunia dan dirancang mirip seperti jalan layang.

4. Kereta maglev
Kereta maglev adalah jenis kereta yang bergerak pada posisi melayang
atau mengambang.

1.6.3 Jenis – jenis Kereta Api berdasarkan segi di atas/di bawah permukaan tanah
1. Kereta api permukaan (surface)
Kereta api permukaan berjalan di atas tanah. Biaya pembangunannya
untuk kereta permukaan adalah yang termurah dibandingkan yang di
bawah tanah atau yang layang.

2. Kereta api layang (elevated/viaduct)


Kereta api layang berjalan di atas dengan bantuan tiang-tiang, hal ini
untuk menghindari persilangan sebidang agar tidak memerlukan pintu
perlintasan kereta api.

3. Kereta api bawah tanah


Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah
permukaan tanah. Disebut pula Subway, Underground, Metro dan MRT.
Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-terowongan di
bawah tanah sebagai jalur kereta api.
BAB II
PERENCANAAN TRASE JALAN

2.1 Dasar Pemilihan Trase

Menurut pemenhub No. 11 Tahun 2021, trase adalah rencana tapak jalur kereta
api yang diketahui titik-titk koordinatnya. Tujuan dari penetapan trase jalur kereta api
adalah untuk mewujudka keharmonisan antara jalur kereta api dan perencanaan tata
ruang dan wilayah sesuai tatanannya. Keterpanduan pengendalian pemanfaatan ruang
untuk jaringan jalur kereta api sebagai satu kesatuan sistem jaringan transportasi
nasioal sehingga mempermudah dan memperlancar pelayanan angkutan orang dan
barang serta efisiensi peyelenggaraan perkeretaapiaan. Sasaran penetapan trase jalur
kereta api adalah untuk mewujudkan tersedianya ruang yang memadai untuk rumaja,
rumija, dan ruwasja guna menjamin keselamatan, keamanan dan kelancaran perjalanan
kereta api.

Dalam menentukan alternatif trase terbaik maka harus memperhatikan hal-hal


berikut :

1. Panjang jalan rel


Panjang trase yang dipilih yaitu trase terpendek yang tetap harus memenuhi
kriteria sehingga dapat meminimalisir biaya.
2. Sudut perpotongan dengan jalan raya pada simpang
Sudut terpotong sebaiknya yaitu 90˚ sasuai dengan pedoman No.
008/PW/2004 tentang perencamaam pelintasan jalan dengan jalur kereta api
karena berpengaruh pada jarak pandang pengendara motor atau pengguna jalan.
3. Sudut tikungan
Pemilihan sudut tikungan yang paling baik yaitu sudut tikungan yang kecil,
sehingga berpengaruh pada lengkung horizontal yang kecil dan akan
menambah kenyamanan dan mengurangi adanya risiko kecelakaan.
4. Besar landai penentu
Dalam penentuan trase sebaiknya tidak tegak lurus dengan garis kontur
agar tingkat landai penentu kecil. Pada kelas jalan 2, besar landaian maksimum
adalan 10%.

Tabel Landai Penentu Maksimum


Kelas Jalan Rel Landai Penentu Maksimum
1 10 %
2 10 %
3 20 %
4 20 %
5 25 %

5. Kecepatan rencana
Dalam penentuan trase, kecepatan rencana berpengahur pada kelandaian
dan tikungan-tikungannya. Semakin besar kecepatan rencana maka semakin
kecil sudut luar.
6. Galian (cut) dan Timbunan (fill)
Merupakan hal penting dalam merencanakan trase jalan rel. Volume galian
dan timbunan yang terlalu besar mengakibatkan tingginya biaya pembangunan.

Trase yang baik adalah trase yang tidak memotong peta kontur yang rapat
karena peta kontur yang rapat merupakan daerah perbukitan atau pegunungan.

Disamping beberapa hal yang telah dijelaskan diatas, maka diperlukan


perhatian terhap faktor lain dalam pemilihan trase jalan rel yaitu :

1. Aspek lingkungan
Lingkungan menjadi perhatian penting dalam pemilihan trase karena trase
melewati daerah-daerah yang merupakan lahan produktif. Oleh karena itu,
sebaiknya pemilihan trase sebijaksana mungkin sehingga tidak menggunakan
daerah produksi.
Selain itu saat memilih trase, pemilihannya tidak terlalu dekat dengan
permukiman penduduk karena dapat menimbulkan konflik sosial dan masalah
lainnya, menghidari hal tersebut dapat meminimalisir beberapa masalah, seperti
adanya kecelakaan lalu lintas (terutama di peintasan kereta api) penggusuran rumah
penduduk, dan penolakan masyarakat. Trase yang jauh dari pemukiman penduduk
diharapkan membuat tingkat keamanan disekitar pelintasan kereta api menjadi baik.
Namun, aksesbilitas masyarakat menuju moda transportasi kereta api masih
diperlukan perhatian, agar tetap mudah dan aman untuk dijangkau.

2. Aspek ekonomi
Pencangan jalan rel yang baik, akan sangat berpengaruh terhadap beratnya
biaya yang akan dikeluarkan. Sehingga diharapkan dalam memilih trase,
pemilihannya harus yang dianggap efektif dan efisien dari segi biaya. Jarak trase
dari awal sampai tujuan bukan termasuk acuan besar kecilnya biaya. Besar kecilnya
biaya dipengaruhi oleh galian, timbunan, daya dukung tanah, kemiringan dan faktor
lainnya. Pemilihan material, serta perancangan dan pelaksanaan yang baik pula akan
menghemat dari segi biaya, dengan tidak mengorbankan faktor-faktor lain seperti
faktor lingkungan, keamanan, dan kenyamanan. Oleh karenaya, diperlukan suatu
perancangan dan pelaksanaan jalan rel yang baik guna menghemat dari segi biaya.

3. Aspek sosial
Dilihat dari segi aspek sosial, pemilihan jalan rel kereta api sebaiya agak jauh
dari pemukiman warga yang padat. Hali ini disebabkan guna megurangi dampak
segi negatif yang terjadi akibat pengadaan dari jalan rek, seperti tingkat kebisingan,
polusi dan getaran yang ditimbulkan. Serta faktor keselamatan juga menjadi poin
penting. Dengan agak menjauhnya jalan rel kereta api dari pemukiman warga, maka
angka kecelakaan dekat pemukiman dapat diminimalisisr. Baik dari korban material
dan korban jiwa.

4. Aspek teknis
Dalam pemilihan trase jalan kereta api harus memperhatikan aspek teknis
dalam pelaksanaanya. Ada beberapa faktor tekniks yang harus diperhatikan dalam
pemilihan trase jalan kereta api seperti topografi, faktor bentuk tanah, daya dukung
tanah tata guna lahan, serta tata kelola wilayah yang menjadi sasaran pemilihan trase
jalan kereta api. Trase yang dipilih sebainya memberi kemudahan akses masyarakat
dalam bidang perdagangan dan bidang lainnya. Harapan dalam pemilihan trase ini
dapat memberi kemudahan akses bagi masyarakat sehari-hari seperti pemukiman
penduduk, perindustrian, pertambangan, maupun pusat perekonomian masyarakat.
Dalam pemilihan trase, yang diperhatikan adalah faktor topografi dan
persimpangan lalu lintas lainnya. Kemudian dalam pemilihan trase jalan kereta api,
sebaiknya dibuat lurus, pendek dan dengan kelandaian yang seminimin mungkin.
Oleh karena itu, dalam pemilihan trase harus memenuhi persyaratan teknik,
sehingga dalam keberlangsungan moda transportasi kereta api memberikan manfaat
maksimal.

2.2 Gambar Trase Pada Kontur


UNIVERSITAS
TIDAR
CATATAN

DOSEN

DIGAMBAR

JUDUL GAMBAR

TRASE JALAN KERETA API

SKALA

DIKUMPULKAN

HALAMAN JUMLAH
BAB III

PERENCANAAN ALIYEMEN

HORIZONTAL

TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TIDAR
2022
BAB III
PERANCANGAN ALINYEMEN
HORIZONTAL
3.1 Dasar Perancangan
3.1.1 Geometri Jalan Rel
Geometri jalan rel adalah bentuk dan ukuran jalan rel baik pada arah
memanjang maupun arah meleber, yang meliputi lebar sepur, kelandaian,
lengkung horizontal, lengkung vertikal, serta peninggian rel dan pelebaran
sepur. Geometri jalan harus dirancang dengan sebaik mungkin sehingga
dapat mendapatkan hasil yang nyaman, aman, ekonomis, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Ada beberapa yang harus diperhatikan dalam perencanaan jalan rel:
a) Kecepatan dan beban gandar
- Kecepatan dibagi menjadi:
1) Kecepatan rencana
Kecepatan rencana adalah kecepatan yang digunakan untuk
merencanakan kontruksi jalan rel
 Untuk perencanaan struktur jalan rel
V rencana = 1,25 x V maks
 Untuk perencanaan peninggian
∑ 𝑁𝑖 . 𝑉𝑖
V rencana = C x ∑ 𝑁𝑖
Dimana:
C : 1,25
Ni : Jumlah kereta api yang lewat
Vi : Kecepatan operasi
 Untuk perencanaan jari – jari lengkung lingkaran
dan lengkung peralihan
V rencana = V maks
2) Kecepatan maksimum
Kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi yang
diijinkan untuk beroperasi suatu rangkaian kereta pada lintas
tertentu.
3) Kecepatan operasi
Kecepatan operasi adalah kecepatan rata – rata kereta api
pada suatu petak jalan tertentu
4) Kecepatan komersil
Kecepatan komersil adalah kecepatan rata – rata kereta api
sebagai hasil pembagian dari jarak tempuh dengan waktu
tempuh
- Beban gandar
Beban gandar adalah beban yang diterima oleh jalan rel dari
satu gandar. Untuk seluruh kelas, beban gandar maksimum
adalah 18 ton
b) Standar Jalan Rel
Merupakan segala bentuk ketentuan yang berkaitan dengan daya
angkut lintas, kecepatan maksimum serta ketentuan lain untuk
setiap kelas jalannya.
c) Daya Angkut Lintas
Merupakan jumlah angkutan anggapan yang melewati suatu lintas
dalam jangka waktu satu tahun. Daya angkut lintas ini
mencerminkan jenis, jumlah beban total, dan kecepatan kereta api
yang lewat di lintas yang bersangkutan. Daya angkut
mencerminkan jenis serta jumlah beban total dan kecepatan kereta
yang melewati lintas yang bersangkutan (satuan ton/tahun)
Rumus daya angkut lintas:
T = 360 x S x TE
TE= Tp + (kbxTb) + (kixT1)
Dimana:
TE : tonase ekivalen (ton/hari)
Tp : tonase penumpang dan kereta harian
Tb : tonase barang dan gerbong harian
T1 : tonase lokomotif harian
S : koefisien yang bergantung pada kualitas lintas
S : 1,1 untuk lintas dengan kereta penumpang dengan kecepatan
maksimum 120 km/jam
S : 1,0 untuk lintas tanpa kereta penumpang
K1 : koefisien yang besarnya 1,4
Kb : koefisien yang besarnya tergantung kepada beban gandar
Kb : 1,5 untuk beban gandar < 18 ton
Kb : 1,3 untuk beban gandar > 18 ton
d) Ruang bebas dan ruang bangun
Ruang bebas merupakan ruang di atas sepur yang senantiasa harus
bebas dari segala rintangan dan benda penghalang, disediakan
untuk lalu lintas rangkaian kereta api.
Ruang bangun merupakan ruang di sisi sepur yang senantiasa
bebas dari segala bangunan tetap, seperti tiang semboyan, tiang
listrik, dan tiang pagar. Batas ruang bangun diukur dari sumbu
sepur pada tinggi 1 – 3,55 meter.
Jarak horizontal ruang bangun sebagai berikut.
• Pada lintas bebas adalah 2,35 m – 2,53 m di kiri dan kanan
sumbu sepur
• Pada emplasemen adalah 1,95 m – 2,35 m di kiri dan kanan
sumbu sepur
• Pada jembatan adalah 2,15 m di kiri dan kanan sumbu sepur
3.1.2 Lengkung Horizontal
Lengkung horizontal merupakan proyeksi sumbu jalan rel pada horizontal.
Lengkung horizontal terdiri dari garis lurus dan lengkungan. Lengkungan
ini dimaksud untuk mendapatkan perubahan secara berangsur – angsur arah
horizontal sepur.
Terdapat beberapa jenis lengkung horizontal antara lain:
1) Lengkung Lingkaran
Dua bagian lurus yang perpanjangannya saling membentuk sudut harus
dihubungkan dengan lengkung yang berbentuk lingkaran, dengan atau
tanpa lengkung – lengkung peralihan.

Gambar Lengkung Lingkaran


2) Lengkung peralihan
Lengkung peralihan merupakan lengkung yang disisipkan di antara
bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan berjari-jari.
Rumus – rumus yang digunakan:
 Peninggian Rel
𝑉2
h= 5,95 x
𝑅
 Peninggian Minimum
𝑉2
Hmin = 8,8 – 63,54, Jika h=0 maka R= 0,164
𝑅
 Sudut Lengkung Peralihan
28,648
𝜃𝑠 = 12 .Ls
 Panjang Lengkung Peralihan Minimum
Ls = 0,01 hv2
P = 𝐿⁄2 − 𝑅 sin ∝
2
∝ = 𝐿 ⁄𝑅 − 𝑅 cos ∝ − 𝑅
Dimana :
Ls= Panjang minimum lengkung peralihan
h= Peninggian relatif antara 2 bagian yang dibutuhkan
v= kecepatan rencana

 Peninggian Rel
(𝑉𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎)2
h= 5,94 𝑅
nilai h dibulatkan 5 mm ke atas terdekat
8,8 𝑉 2
h min= − 53,5 , ℎ𝑚𝑖𝑛 < ℎ
𝑅
 Peninggian Rel pada Lengkung Peralihan
𝐿.𝑋13 𝐿𝑥 𝑋13
X1=40𝑅2 𝐿𝑠 2 (mm) , Y1 = 6𝑅 (mm)
𝐿𝑠
𝐿.𝑋1.ℎ
h1= (mm) , dengan h1= peninggian pada x1

Untuk lengkungan tanpa lengkung peralihan peninggian rel dapat
dicapai dengan berangsur – angsur tepat di luar lengkung lingkaran.
Panjang minimum lengkung peralihan ini didapat dengan rumus
Ls= 0,01 hv. Besar jari – jari rel berdasarkan besar jari – jari
tertentu.
3) Lengkung S
Lengkung S terjadi jika dua tikungan pada suatu lintasan yang berbeda
ini harus ada bagian lurus sepanjang paling sedikit 20 m.
Gambar Lengkung S

4) Pelebaran Sepur
Gaya tekan akibat terjepitnya roda kereta api mengakibatkan keausan
roda dan rel, sehingga untuk mengurangi keausan perlu dilakukan
pelebaran sepur. Pelbaran sepur dilakukan agar landasan gandar dapat
melewati tikungan tanpa melewati hambatan.
Faktor yang mempengaruhi pelebaran sepur sebagai berikut
 Jari – jari lengkung (R)
 Ukuran atau jarak gandar muka belakang yang teguh(d)
 Kondisi keausan roda dan rel

Kecepatan rencana Jari – jari min Jari – jari min


(km/jam) tanpa lengkung dengan tanpa
peralihan lengkung
(m) peralihan(m)
120 2730 780
110 1950 660
100 1650 550
90 1330 440
80 1050 350
70 810 270
60 600 200

Rumus yang digunakan:


 Kecepatan rencana
Vrencana= 1,25 x vmaks untuk perencanaan struktur jalan rel
Vrencana= 1,25 x vmaks untuk perencanaan jari – jari tikungan dan
lengkung peralihan
 Jari – jari Minimum
Rmin= 0,0541/2
 Peninggian Rel Minimum
8,8 𝑉 2
hmin= − 53,54
𝑅

 Sudut Lengkung Lingkaran


𝜃𝑡 = ∆ − 2𝜃𝑠
 Panjang Lengkung Peralihan
𝜃𝑐 ∆
-Lc= 360 . 2𝜋𝑟 -Et=(R+P) sec 2 – R

-k=Ls-R sin 𝜃𝑠 -Tt=(R+P) tan 2 + k
𝐿𝑠 2
-Q= 𝑅(1 − cos 𝜃𝑠)
𝑅

3.2 Penentuan Koordinat suatu titik


3.2.1 Koordinat Titik
Koordinat titik trase yang digunakan menggunakan koordinat dari Autocad
berdasar gambar trase dan akan diuraikan ke dalam tabel berikut

Tabel Koordinat Titik Usulan Trase Jalan Rel


Titik x Y
A 2100 4000
P1 3500 3700
P2 6500 4100
B 8000 2823.226
3.2.2 Kapasitas Angkut > 20.106 ton/tahun
3.2.3 Kelas jalan rel I
3.2.4 Kecepatan Maksimum 120 km/jam

3.3 Penentuan jarak antar titik


Jarak dihitung menurut titik satu dengan titik terdekat lainnya dengan
menggunakan rumus berikut.
1) Jarak Titik A dengan P1
d1 = √(XA − XP1)2 + (YA − YP1)2
=√(2100 − 3500)2 + (4000 − 3700)2
=1431.7821 m
2) Jarak P1 dengan P2
d2 = √(XP1 − XP2)2 + (YP1 − YP2)2
=√(3500 − 6500)2 + (3700 − 4100)2
=3026.5491 m
3) Jarak P2 dengan B
d3 = √(XP2 − XB)2 + (YP2 − YB)2
= √(6500 − 8000)2 + (4100 − 2823.226)2
=1969.8101 m
Total jarak = d1 + d2 + d3
= 1431.7821 + 3026.5491 + 1969.8101
= 6428.1413 m
3.4 Perhitungan Sudut
1) Azimuth
𝑋𝐴 − 𝑋𝑃1
𝛼𝐴 = 180° + 𝑎𝑟𝑐 tan | |
𝑌𝐴 − 𝑌𝑃1
2100−3500
𝛼𝐴 = 180° + arc tan | |
4000−3700
𝛼𝐴 = 257,91°

𝑋𝑃1−𝑋𝑃2
𝛼𝑃1 = 180° + 𝑎𝑟𝑐 tan | |
𝑌𝑃1−𝑌𝑃2
3500 − 6500
𝛼𝑃1 = 180° + 𝑎𝑟𝑐 tan | |
3700 − 4100
𝛼𝑃1 = 262,41°

𝑋𝑃2 − 𝑋𝐵
𝛼𝑃2 = 180° + 𝑎𝑟𝑐 tan | |
𝑌𝑃2 − 𝑌𝐵
6500 − 8000
𝛼𝑃2 = 180° + 𝑎𝑟𝑐 tan | |
4100 − 2823.226
𝛼𝑃2 = 229,6°
2) Sudut Belok
∆1 = |𝛼𝑃1 − 𝛼𝐴| = |82,41° − 77,91°| =4,5°
∆2 = |𝛼𝑃2 − 𝛼𝑃1| = |49,6° − 82,41°| = 32.81°

Tabel Hasil Perhitungan


Titik X Y Jarak(m) Azimuth Sudut
Belok
A 2100 4000 1431.7821 257,91°
P1 3500 3700 4,5°
3026.5491 262,41°
P2 6500 4100 32.81°
1969.8101 229,6°
B 8000 2823.226

3.5 Perhitungan Lengkung Horizontal dan Peninggian Rel


Data yang diperoleh:
-Kelas jalan :I
-Kecepatan maksimum : 120 km/jam
-Kapasitas angkut : >20.106 ton/tahun
-Jumlah track : Double track

Perhitungan jari – jari minimum:


Rmin= 0,054 . V2
Rmin= 0,054 . (120)2=777.6 m= 780 m
Rrencana = 780 m

1. Tikungan I
a. Rrencana= 780 m
b. Peninggian Rel
5,95(𝑉 2 ) 8,8(𝑉 2 )
Hnormal = hmin = − 53,54
𝑅 780
5,95(1202 ) 8,8(1202 )
= = − 53,54
780 780
= 109.8461 mm = 108.921 mm
hmax = 110 m diambil dari h=109 m
c. Panjang Lengkung peralihan
Ls = 0,01 . h . V
=0,01 . 109 . 120
=130.8 m
d. Panjang Lengkung Lingkaran
 Sudut Spiral (𝜃𝑠)
90 𝐿𝑠
𝜃𝑠 = 𝜋 . 𝑅
90 130,8
𝜃𝑠 = 𝜋 . 780
𝜃𝑠 = 4.80403°
 Sudut Lingkaran (𝜃𝑐)
𝜃𝑐 = ∆1 − 2 𝜃𝑠
𝜃𝑐 = 4.5° − 2 . 4,80403°
𝜃𝑐 = − 5,108°
𝜃𝑐
Lc = 360 . 2𝜋𝑅
−5,108°
Lc = . 2𝜋. 780
360
Lc = - 69,538 m
e. Panjang Lengkung Total
 L1=Lc+2Ls
= - 69,538+2(130.8)
= 192.062 m
𝐿𝑠 2 130.82
 𝛾𝑠 = = = 3,655 𝑚
6𝑅 6 . 780
 k=Ls – (R sin 𝜃𝑠)
=130.8 – (780 sin 4,80403°)
=65,4766°
 Q = 𝛾𝑠 − (𝑅(1 − 𝑐𝑜𝑠 𝜃𝑠)
=3,655 − (780(1 − 𝑐𝑜𝑠 4,80403°))
=0,915 m
 Tt1=(R+Q) tan (∆1/2) + 𝑘
=(780+0,915) tan (4,5°/2) + 65,4766°
= 96.1596 m
𝑅+𝑄
 Et1= 𝑐𝑜𝑠(∆1/2) − 𝑅
780+0.915
=𝑐𝑜𝑠(4,5°/2) − 780
=1.518 m
2. Tikungan 2
a. Rrencana= 780 mz
b. Peninggian Rel
5,95(𝑉 2 ) 8,8(𝑉 2 )
Hnormal = hmin = − 53,54
𝑅 780
8,8(1202 )
= − 53,54
780
= 108.921 mm
5,95(1202 )
= 780
= 109.8461 mm
hmax = 110 m diambil dari h=109 m
c. Panjang Lengkung peralihan
Ls = 0,01 . h . V
=0,01 . 109 . 120
=130.8 m
d. Panjang Lengkung Lingkaran
 Sudut Spiral (𝜃𝑠)
90 𝐿𝑠
𝜃𝑠 = 𝜋 . 𝑅
90 130,8
𝜃𝑠 = 𝜋 . 780
𝜃𝑠 = 4,80403°
 Sudut Lingkaran (𝜃𝑐)
𝜃𝑐 = ∆2 − 2 𝜃𝑠
𝜃𝑐 = 32.81° − 2 . 4,80403°
𝜃𝑐 = 23.201°
𝜃𝑐
Lc = 360 . 2𝜋𝑅
23.201°
Lc = 360 . 2𝜋. 780
Lc = 315.8483 m
e. Panjang Lengkung Total
 L2=Lc+2Ls
= 315.8483 +2(130.8)
= 577.4483 m
𝐿𝑠 2 130.82
 𝛾𝑠 = = = 3,655 𝑚
6𝑅 6.780
 k=Ls – (R sin 𝜃𝑠)
=130.8 – (780 sin 4,80403°)
=65,4766°
 Q = 𝛾𝑠 − (𝑅(1 − 𝑐𝑜𝑠 𝜃𝑠)
=3,655 − (780(1 − 𝑐𝑜𝑠 4,80403°)
=0,915 m
 Tt2=(R+Q) tan (∆2/2) + 𝑘
=(780+0,915) tan (32.81°/2) + 65,4766°
= 295.3864 m
𝑅+𝑄
 Et2= 𝑐𝑜𝑠(∆2/2) − 𝑅
780+0.915
= − 780
𝑐𝑜𝑠(32.81°/2)
=34.0557 m

Tabel Perhitungan Alinyemen Horizontal


Keterangan Tikungan II Tikungan II
V(Km/jam) 120 120
∆(°) 4,5° 32,81°
R(m) 780 780 m
Hn(mm) 109.8461 109.8461
Ls(m) 130,8 130,8
θs(°) 4,80403 4,80403
θc(°) - 5,108° 23,201
Lc(m) 69,538 315,8483
L(m) 192.062 577.4483
γs(m) 3,655 3,655
W(mm) 0 0
K(°) 65,4766 65,4766
Q(m) 0,915 0,915
Tt(m) 96.1596 295.3864
Et(m) 1.518 34.0557

3.6 Perhitungan stasioning titik penting


Sta A = 0+000
Ts1 =Sta A + d1 – Tt1
=0 + 1431.7821 - 96.1596
=1335.6225  (1+335)
SC1 = Sta Ts1 + Ls1
=1335.6225 + 130.8
=1466.4225  (1+466)
PP1 =Sta A + d1
=0+1431.7821
=1431.7821  (1+432)
CS1 = Sta SC1 + LC1
=1466.425 + 69.538
=1535.963  (1+536)
ST1 =Sta CS1 + Ls1
=1536.963 + 130.8
=1667.763 (1+668)
TS2 =Sta ST1 + d2 – Tt1 – Tt2
=1667.763 + 3026.5491 - 96.1596 - 295.3864
=4302.7661 (4+303)
SC2 = Sta TS2 + Ls2
=4302.7661+ 130.8
=4433.5661  (4+433)
PP2 = Sta PP1 + d2
=1431.7821 + 3026.5491
=4458.3312 (4+458)
CS2 =sta SC2 + LC 2
=4433.5661 + 315.8483
=4749.4144 (4+749)
ST2 =Sta CS2 + Ls2
=4749.4144 + 130.8
=4880.2144(4+880)
B = Sta PP2 + d3
=4458.3312 + 1969.8101
=6428.1413 (6+428)

Tabel Hasil Perhitungan Stasioning


Titik Rumus Sta
A Sta A 0+000
TS1 Sta A + d1 – Tt1 1+335
SC1 Sta Ts1 + Ls1 1+466
PP1 Sta A + d1 1+432
CS1 Sta SC1 + Lc1 1+536
ST1 Sta CS1 + Ls1 1+668
TS2 Sta ST1 + d2 – Tt1 – Tt2 4+303
SC2 Sta TS2 + Ls2 4+433
PP2 Sta PP1 + d2 4+458
CS2 sta SC2 + LC 2 4+749
ST2 Sta CS2 + Ls2 4+880
B Sta PP2 + d3 6+428

3.7 Pelebaran Sepur


Gaya tekan akibat terjepitnya roda kereta api mengakibatkan keausan roda dan
rel, sehingga untuk mengurangi keausan perlu dilakukan pelebaran sepur.
Pelebaran sepur dilakukan agar landasan gandar dapat melewati tikungan
tanpa melewati hambatan.
Faktor yang mempengaruhi pelebaran sepur sebagai berikut
 Jari – jari lengkung (R)
Jika jari – jari makin kecil maka kemungkinan terjadinya terjepitnya rel
semakin besar
 Ukuran atau jarak gandar muka belakang yang teguh(d)
Jika jarak – jarak gandar muka belakang yang kokoh semakin besar maka
maka kemungkinan terjadinya terjepitnya rel semakin besar
 Kondisi keausan roda dan rel

Tabel Pelebaran
Jari –jari tikungan (m) Pelebaran mm
R > 200 0
550 < R ≤ 600 5
400 < R ≤ 550 10
350 < R ≤ 400 15
100 < R ≤ 350 20
Sumber: Peraturan Menteri no 60 tahun 2012
BAB IV

PERENCANAAN ALIYEMEN

VERTIKAL

TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TIDAR
2022
BAB IV
PERENCANAAN ALINYEMEN
VERTIKAL

A. Dasar Perancangan
Alinyemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang
melalui sumbu jalan rel tersebut. Alinyemen vertikal terdiri atas garis lurus
dengan atau tanpa kelandaian dan lengkung vertikal yang berupa busur
lingkaran.
Pengelompokan lintas jalan rel menurut kelandaian yang digunkan di Indonesia
ialah seperti yang ditunjukkan pada table dibawah ini.

Tabel Lintas jalan rel menurut kelandaian


Kelompok lintas jalan rel Kelandaian (0/00)
Lintas Datar 0 – 10
Lintas Pegunungan 10 – 40
Lintas dengan Rel Gigi 40 - 80

Kelandaian jalan rel di emplasemen dibatasi 0 – 1,50/00. Kelandaian ini dibatasi


agar supaya :
1. Kereta api yang dalam keadaan berhenti di emplasemen tidak “berjalan sendiri”
akibat dari beratnya, tiupan angin, dan atau dorongan-dorongan lainnya,
2. Lokomotif yang pada saat mulai berjalan memerlukan tenaga besar untuk
melawan tahanan yang besar, tidak terbebani lagi dengan tenaga yang
diperlukan untuk mengatasi tanjakan.

1) Jenis Landai
a. Landai Penentu
adalah landau pendakian terbesar yang ada pada lintas lurus, yang berpegaruh
terhadap rangkaian kereta yang dioperasikan.
Tabel Landai Penentu Maksimum
Kelas Landai Penentu
Jalan Rel Maksimum
1 10 0/00
2 10 0/00
3 20 0/00
4 25 0/00
5 25 0/00

b. Landai Curam
adalah kelandaian yang lebih besar dan landai penentu dan digunakan dalam
keadaan tertentu, misalnya di pegunungan.
Rumus panjang maksimum Landai Curam :
𝑉𝑘 2 −𝑉𝑝2
Lc = 2𝑔(𝑆𝑝 −𝑆𝑐 )

Keterangan :
Lc = panjang maksimum landai curam (m)
Vk = kecepatan maksimum dikaki landai curam (m/s)
Vp = kecepatan minimum dipuncak landai curam (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
Sp = landai penentu (%)
Sc = landai curam (%)

Pada perencanaan alinyemen vertikal ini landai penentu yang dipakai 10%..
karena :
1. Termasuk kelas jalan rel 1
2. Keamanan dan kenyamanan dalam perjalanan
3. Kontur yang dilewati kereta api tidak terlalu curam (relatif landai)

2) Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal merupakan lengkung transisi dari suatu kelandaian ke
kelandaian berikutnya sehingga perubahan kelandaiannya berangsur-angsur
dan beraturan. Pada perencanaan lengkung vertical perlu diperhatikan agar
besar pekerjaan galian kurang lebih hampir sama dengan pekerjaan timbunan
dan diusahakan agar lengkung vertikal tidak berhimpitan dengan lengkung
horizontal.

Besar Jari-jari minimum lengkung vertikal tergantung pada besar kecepatan


rencana seperti tabel berikut :

Tabel Jari-Jari Minimum Lengkung Vertikal


Kecepatan Jari-jari Minimum
Rencana (km/jam) Lengkung Vertikal (m)
> 100 8000
≤ 100 6000

3) Jenis Lengkung
a. Lengkung Cembung
adalah lengkung vertikal yang kecembungan ke atas. Lengkung cembung
biasanya ditemukan pada :
 Tanjakan yang bertemu turunan

Gambar 4.1 Tanjakan bertemu dengan turunan


(Sumber : Buku Utomo, Suryo Hapsoro Tri. 2009. Jalan Rel.)
 Tanjakan bertemu dengan tanjakan lain dengan kelandaian lebih real

Gambar 4.2 Tanjakan bertemu dengan tanjakan lain dengan kelandaian lebih
real (kecil)
(Sumber : Buku Utomo, Suryo Hapsoro Tri. 2009. Jalan Rel.)

 Tanjakan bertemu jalan datar

Gambar 4.3 Tanjakan bertemu jalan datar


(Sumber : Buku Utomo, Suryo Hapsoro Tri. 2009. Jalan Rel.)

b. Lengkung Cekung
adalah lengkung vertikal yang kecekungannya kebawah. Biasanya ditemukan
pada:
 Turunan yang bertemu tanjakan
Gambar 4.4 Turunan bertemu dengan tanjakan
(Sumber : Buku Utomo, Suryo Hapsoro Tri. 2009. Jalan Rel.)
 Turunan bertemu turunan lain dengan kelandaian lebih kecil

Gambar 4.5 Turunan bertemu dengan turunan lain dengan kelandaian lebih
kecil
(Sumber : Buku Utomo, Suryo Hapsoro Tri. 2009. Jalan Rel.)

 Turunan bertemu jalan datar

Gambar 4.6 Turunan bertemu dengan jalan datar


(Sumber : Buku Utomo, Suryo Hapsoro Tri. 2009. Jalan Rel.)
B. Perhitungan Lengkung Vertikal
Kelas Jalan = Kelas Jalan Rel I
Kecepatan Maksimum = 120 km/jam
Kecepatan Rencana = 120 km/jam
Landai Penentu = 10 0/00
Jari-Jari Minimum = 8000 m

1) Data Perencanaan
Titik Stasioning Elevasi X Y
A 0+000 265 2100 4000
PPV1 1+712 265 3800 4200
PPV2 4 + 145 237.1 6200 3800
B 6 + 193 237.1 8000 2823.226

2) Perhitungan Jarak Antar Titik

d (A - PPV1) = √(3800 − 2100)2 + (4200 − 4000)2


= 1711.72 m ≈ 1712 m

d (PPV1 – PPV2) = √(6200 − 3800)2 + (3800 − 4200)2


= 2433.1050 m ≈ 2433 m

d (PPV2 - B) = √(8000 − 6200)2 + (2823.226 − 3800)2


= 2047.94 m ≈ 2048 m

C. Perhitungan Stasioning Titik Penting


1) Perhitungan Stasioning
Titik A = 0+000
Titik PPV1 = Sta A + d (A - PPV1) = 0 + 1712
= 1+712
Titik PPV2 = Sta PPV1 + d (PPV1 – PPV2) = 1712 + 2433
= 4 + 145
Titik B = Sta PPV2 + d (PPV2 - B) = 4 145 + 2048
= 6 + 193

2) Perhitungan Landai
265−265
Landai 1 (i1) = (1+712)−(0+000) = 0 0/00

237.1−265
Landai 2 (i2) = (4+145)−(1+712) = − 11.4 0/00

237.1−237.1
Landai 3 (i3) = (6+193)−(4+145) = 0 0/00

3) Beda Landai
Q1 = |𝑖1 − 𝑖2 | = |(0) − (− 11.4 )| = 11.4 0/00

Q2 = |𝑖2 − 𝑖3 | = |(− 11.4 ) − (0)| = 11.4 0/00

Lv1 = Q1 . R = 0.0114 . 8000 = 0,0912 m


Xm1 = 1⁄2 . Lv1 = 1⁄2 . 0,0912 = 0,0456 m
𝑅 . 𝑄12 8000 . (0,0114)2
Ym1 = = = 0.1299 m
8 8

Lv2 = Q2 . R = 0.0114 . 8000 = 0.0912 m


Xm2 = 1⁄2 . Lv2 = 1⁄2 . 0,0912 = 0,0456 m
𝑅 . 𝑄22 8000 . (0,0114)2
Ym2 = = = 0.1299 m
8 8

4) Perhitungan Stasioning 9 Akhir


 Titik A = 0 + 000
 Titik PLV1 = Sta A + (d (A - PPV1) − Xm1)
= 0 + 000 + (1712  0,0456)
= 1+711.954
 Titik PPV1 = Sta PLV1 + Xm1
= 1+711.954 + 0,0456

= 1+711.99

 Titik PTV1 = Sta PPV1 + Xm1


= 1+711.9 + 0.0456

= 1+711.94

 Titik PLV2 = Sta PPV1 + (d (PPV1 – PPV2)  Xm2)


= 1+711.99 + (2433  0.0456)

= 4 + 144.94

 Titik PPV2 = Sta PLV2 + Xm2


= 4 + 144.94 + 0.0456

= 4 + 144.98

 Titik PTV2 = Sta PPV2 + Xm2


= 4 +144.98 + 0.0456

= 4 + 145.025

 Titik B = 6 + 193

5) Perhitungan Elevasi
 Titik A = + 265
 Titik PLV1 = Elevasi PPV1  (Xm1 . i1)
= + 265  ((0.0456. (0))

= + 265

 Titik PPV1 = + 265

 Titik PTV1 = Elevasi PPV1 + (Xm1 . i1)


= + 265 + ((0.0456. (0))
= + 265

 Titik PLV2 = Elevasi PPV2  (Xm2 . i2)


= + 237,1  ((0.0456. (− 0.0114 ))

= + 237,1005

 Titik PPV2 = + 237,1


 Titik PTV2 = Elevasi PPV2 + (Xm2 . i2)
= + 237,1 + ((0.0456. (− 0.0114 ))

= + 237,0994

Titik B = + 237,1
BAB V

DETAIL KONSTRUKSI JALAN REL

TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TIDAR
2022
BAB V
DETAIL KONSTRUKSI JALAN REL

Terdapat banyak kelengkapan dalam pembangunan jalan rel kereta api. Kelengkapan
tersebut diperlukan agar keberhasilan konstruksi dan mekanisme jalan rel tercapai. Hal itu
akan membuat keamanan dan kenyamanan penumpng dan seluruh awak semakin terjamin.
5.1 Tipe Rel
Rel berfungsi sebagai pijakan menggelindingnya roda kereta api dan meneruskan
beban dari roda kereta api ke bantalan. Terdapat tiga bentuk macam rel yaitu:
1. Rel berkepala dua
2. Rel Vignola
3. Rel alur
Rel bentuk Vignola adalah bentuk rel yang paling umum yang digunakan di
Indonesia. Rel bentuk ini ditemukan pertama kali oleh Charies Vignoles pada tahun
1836. Beberapa keunggulan bentuk rel Vignola, yaitu:
1. Kaki lebar dan datar, sehingga memudahkan perletakan dan penambakan pada bantalan
stabil.
2. Momen lawan cukup besar, sehingga mudah dibentuk lentur horizontal
3. Kepala rel sesuai dengan bentuk basut roda.
Secara umum potongan melintang rel, dijelaskan sebagai berikut:
A. Kepala Rel
Kepala rel sebagai tempat bertumpunya baut roda kereta api. Dimana
perancangan yang baik akan menghasilan tegangan kontak minimum dan kualitas
perjalanan maksimal.
B. Badan Rel
Badan rel dirancang dengan kuat geser yang cukup. Terdapat lengkung transisi
untuk mengurangi tegangan-tegangan yang timbul akibat kedudukan roda dan rel yang
miring.C. Kaki rel
Kaki rel untuk kestabilan terhadap guling atau overtunning. Maka, permukaan
bawah harus rata agar ditribusi beban ke bantalan merata.
Adapun rel berfungsi untuk pijakan kereta api dan untuk meneruskan beban
kereta api dari rel ke bantalan. Rel ditumpu oleh bantalan. Tegangan dan tahanan tegak
kurus dan roda menyebabkan terjadinya momen.
Gaya yang bekerja pada rel yaitu gaya angin, goyangan kereta api, gaya
sentrifugal (ret sebelah luar). Maka terjadilah momen lentur ke arah horizontal.

Rel harus memenuhi persyaratan-persyaratn tertentu, seperti:


1. Kekuatan tarik minimum 1175 N/mm2
2. Meminimumkan perpanjangan 10 %
3. Kekerasan kepala rel tidak boleh kurang dari 320 BHN
Penampang rel harus memenuhi dimensi sebagai berikut:

Dengan keterangan :
A = luas penampang
W = berat rel per meter
lx = momen inersia terhadap sumbu x
yb = jarak
Sedangkan tipe rel menurut kelas jalannya adalah sebagai berikut:
Pada perancangan tugas besar ini, kami menggunakan tipe rel R.54 dengan pertimbangan kelas
jalan kami masuk pada kelas jalan III. Adapun pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. Tipe rel diperkuakan dapat memenuhi kekakuan dan durabilitas yang
diperlukan agar dapat memberikan kedudukan permukaan yang rata dan
memberi tekanan yang mencukupi bagi roda kereta api.
b. Jika terjadi perubahan kelas jalan rel, rel tidak perlu diganti karena rel tipe
R.54 memenuhi untuk kelas rel I, II, III, dan IV.
c. Diperkirakan dapat memenuhi menahan momen lentur dan gaya normal
yang bekerja pada rel.
Rel memiliki kekuatan kekuatan tertentu, beberapa diantaranya yaitu:
1. Tahan aus
2. Tidak mudah retak
3. Bahan dasar Fe dan Mn
4. Di Indonesia menggunakan rel WR-A pada kualifikasi UK
5. Kuat tarik minimum adalah 90 kg/mm²
6. perpanjangan minimum 10%
7. Kekuatan kepala rel mencapai 320-388 rsinell
8. umur rel menjadi 2-3 kali lebih Panjang dengan perlakuan panas.
Selanjutnya untuk menghitung rel panjang, panjang minium rel panjang dihitung berdasarkan
pemuaian rel dan gaya lawan bantalan, sebagai berikkut:
Rumus AL = L x λ x AT
Dengan :
∆L = panjang pertambahan (m)
L = panjang rel (m)
λ = koefisien muai
∆T = pertambahan suhu (C)
Menurut hukum hooke, gaya yang terjadi pada batang rel adalah:
Gaya Pada batang rel
∆L × E ×A
Rumus : F 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐹 = 𝐸 × 𝐴 x λ x AT
𝐿

Dengan
F = gaya pada batang rel
E = modulus elastisitas rel
A = luas penampang
∆L = panjang pertambahan (m)
L = panjang rel (m)
λ = koefisien muai
∆T = pertambahan suhu (C)

Untuk mendapatkan panjang minimum rel panjang, digunakan batasan L>2l dimana
𝐸×𝐴×𝜆×𝛥𝑇
𝑙= 𝑟

Dimana
R= tan𝛽 = gaya lawan bantalan tiap satuan panjang
Rel panjang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
1. Kerusakan sepur lebih lambat
2. Rel tidak mudah aus
5.2 Bantalan
Bantalan merupakan Struktur yang mengiaat rel Sedemikian hingga kedudukon rel menjadi
kokoh dan kuat. Bantalan juga membentuk sistem pembebanan dari kendaraan rel terdistribusi
secara lebih ringan dan merata kepada struktur Fondasi.
Bantalan meniniki fungsi sebagai berikut ;
1. Mendukung rel dan meneruskan beban dari rel ke balas dengan bidang sebaran beban lebih
luas sehingga memperkecil tekanan yang dipikul balas.
2. mengikat/memegang rel sehinga gerakan rel arah horizontal tegak lurus sunbu Sepur ataupun
arah membujur Searah sumbu sepur dapat ditthan, Sehmga jarak antara rel dan kemiringan
kedudukan rel dapat dipertahankan.
3. Memberiken stabilitas kedudukan sepur didalam balas.
4.Merghndarken kontak langsung antara rel dengan air tanah. Menqnaat Fungsi diatas, maka
bantalan harus kuat menahan beban dan kuat dalam mengikat penambet rel. Terdapat dua
bentuk bantalan, yaitu bantalan melintang dan membuur. Di Indonesia umumnya
mengqunakan bantalan arah Melinteng.
Untuk jensnya, bantalan terbagi sesuai jenis bahanya:
1. Bantalan kayu
2. Bantalan baja
3. Bantalan beton
4. Bantalan stob
Pemilihan jenusi batalan yang digunakan adalah berdasarkan atas kelasjalan rel menurut
peraturan kenstruksi jalan rel yang berlaku. Pada perancangan ini dipilih bantalan beton.

5.3 Penambat Rel


Penambat rel adalah pengikat rel ke bantalan rel kereta api. Penambat rel ada dua jenis
yaitu penambat rel kaku dan penambat rel elastis.
Pada perancangan jalan kereta api ini, penambat rel yang digunakan adalah penambat rel
jenis KA – klip yang memiliki banyak keunggulan disbanding dengan jenis penambat rel
lainnya. Adapun karakteristik dari penambat rel jenis KA – Klip ini adalah sebagai
berikut:
1. Mudah dalam pemasangan
2. Sederhana
3. Bila tidak mengalami pergantian rel, masih dapat digunakan kembali secara efektif
4. Kuat jepit terhadap rel relative besar (800 – 1200 leg F)
Keunggulan utama yang tidak dimiliki oleh penambat lain adalah anti vandalisasi yaitu
tidak dapat dicuri oleh sembarang orang sehingga sangat aman penggunaannya. Dilihat
dari kekuatan jepitannya terhadap rel dapat mencapai 1200 kg f yang cocok untuk rel
yang melewati kontur rapat.

Gambar Penambat Rel


5.4 Sambungan Rel
Sambungan rel adalah suatu konstruksi yang direncanakan untuk menghubungkan dua
bagian rel, sedemikian hingga kereta api dapat melewati jalur lintasannya dengan aman.
Pada perencanaan ini, kami menggunakan sambungan menumpu. Pada sambungan rel ini
kedua rel diletakkan langsung di atas bantalan yang sama. Dengan peletakan rel sepreti ini
benturan antar kedua roda dan ujung rel menjadi lebih baik. Namun, kekurangannya yaiitu
perjalanan akan terasa keras, tekanan hanya diteruskan kepada satu bantalan saja.

Gambar Sambungan Rel


5.5 Balas
Lapisan Ballast merupakan suatu lapisan berupa batu-batu berukuran kecil yang
ditaburkan di bawah trek rel, tepatnya di bawah, samping, dan sekitar bantalan rel
(sleepers).
Fungsi lapisan ballast, sebagai berikut:
1. untuk meredam getaran trek rel saat rangkaian KA melintas,
2. menyebarkan axle load dari trek rel ke lapisan landasan di bawahnya,
3. sehingga trek rel tidak ambles,
4. menjaga trek rel agar tetap berada di tempatnya,
5. sebagai lapisan yang mudah direlokasi untuk menyesuaikan dan meratakan ketinggian
trek rel (Levelling),
6. memperlancar proses drainase air hujan,
7. mencegah tumbuhnya rumput yang dapat mengganggu drainase air hujan.
Lapisan ballast dibagi menjadi dua yaitu:
1) Lapisan Ballast Atas
Lapisan ballast atas terdiri dari batu pecah yang keras dengan sudut yang tajam
sehingga saling bergeser dan mengunci dengan ukuran antara 2-6 cm.
Kemiringan ballast atas maksimal adalah 1:2.
Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan ballast adalah
b>½L+x
,dimana
L = panjang bantalan
x = lebar bahu, di Indonesia
50 cm, untuk kelas jalan I dan II
40 cm, untuk kelas jalan III dan IV
35 cm, untuk kelas jalan V

2) Lapisan Ballast Bawah


Lapisan ballast bawah terdiri darikerikill halus, kerikil sedang atau pasir kasar yang
memenuhi syarat yang tercantum dalam peraturan Bahan jalan rel Indonesia Lapisan
ini berfungsi sebagal lapisan penyaring (Alter) antara tanah Basar dan lapisan ballast
atar. Tebal minimum lapisan ballast bawah adalah 15 cm.
Ukuran minimal tebal lapis ballast bawah adalah 𝑑2 .
𝑑2 = 𝑑 − 𝑑1 > 15 𝑐𝑚
1,35 58 × 𝜎1
𝑑= √ − 10
𝜎𝑡
Dimana:
𝜎1 = momen bagian bawah rel
𝜎𝑡 = modulus elastisitas
𝑑 = tebal total ballast
𝑑1 = tebal lapis ballast atas
𝑑2 = tebal lapis ballast bawah

3) Bahan Ballast dan Daya Dukung Tanah’


a) Ballas Atas
Ballast atas terdiri dari batu pecah yang keras dengan ukuran 2-6 cm, memiliki
berat jenis > 1400 kg/ 𝑚3 , bersudut (angular) tidak mengandung lumpur dan
tumbuhan, memiliki gradasi tertentu dan tidak mengandung:
1) Bahan lunak dan mudah pecah < 3%
2) Bahan lolos saringan no.200 < 1%
3) Gumpalan lempung < 0,5%
4) Keausan pada uji Los Angeles < 40%
5) Partikel pipih atau lonjong < 5%

b) Ballast Bawah
Ballast bawah terdiri dari dari kerikil halus, kerikil sedang atau pasir kasar dengan
ketentuan, sebagai berikut:
1) Tidak boleh mengandung butiran-butiran lumpur > 5% berat awal
(lumpur adalah butiran-butiran ayakan 0,063), serta
2) Tidak ada campur tumbuhan atau benda-benda lain yang dapat
membusuk.
c) Daya Dukung tanah
Dalam mendukung lapisan ballast, tanah dasar harus memenuhi syarat dengan
minimal nilai CBR adalah 8% dan memiliki ketebalan minimal 30 cm
(PT.KAI). Lapisan ballast terletak diatas lapisan tanah dasar. Lapisan akan
mengalami tegangan yang besar akibat lalu lintas kereta api sehingga
pembentukannya harus baik dan pilihan.

Lapisan ballast atas:


Ukuran Persen Lolos Saringan
Nominal (inch) Ukuran Saringan (inch)
3 2,5 2 1,5 1 0,75 0,5 3/8
2,5-0,75 100 90- 25-60 25-60 0-10 0-5
2-1 100 95- 35-70 0-15 0-5
1,5-0,75 100 100 90- 20-15 0-15 0-5
100 100

Catatan: Jalan rel kelas I dan II digunakan ukuran minimal 2,5”-0,75” dan jalan
rel kelas III digunakan ukuran minimal 2”-1”

Lapisan Ballast Bawah:


Ukuran 2” 1” 3/8” No. 10 No. 40 No. 200
Saringan
% Lolos 100 95 67 38 21 7
(optimum)
Daerah yang 100 90-100 50-84 26-50 12-30 0-10
diperbolehkan (%
Lolos)

Berikut tabel ukuran pada lapisan ballast:


(cm) Kelas Jalan Rel
I II III IV V
𝑑1 30 30 30 30 30
b 150 150 140 140 140
c 235 235 225 215 210
265-315 265-315 240-270 240-270 240-270
𝑘1 15-50 15-50 15-50 15-35 15-35
𝑑2 25 25 22 20 20
e 375 375 325 300 300
𝑘2

5.6 Perlintasan dengan Jalan Raya


Pada Perlintasan bidang antara jalan raya dengan jalan rel harus tersedia jarak pandang
bebas yang memadai baik pengemudi di jalan raya maupun bagi masinis kereta api.
Ketersediaan daerah pandang bebas yang memadai tersebut mengakibatkan daerah
pandangan bebas dimaksud berbentuk segitiga. Persilangan paling baik antara jalan rel
dengan jalan raya adalah persilangan siku-siku. Jarak minimum untuk berbagai kombinasi
kecepatan tercantum dalam tabel dan dijelaskan dalam gambar.

Kecepatan Kecepatan Kendaraan di Jalan Raya (km/jam)


kereta api Mulai Sedang bergerak
(km/jam) Bergerak
0 20 40 60 80 100 120
Panjang pada pihak jalan rel A (m)
40 181 97 75 78 85 94 105
60 273 145 112 116 127 141 158
80 363 193 150 155 170 188 210
90 409 217 168 174 191 212 237
100 454 241 187 194 212 235 263
110 500 266 206 213 233 259 289
120 545 290 224 233 255 282 316

Panjang pada pihak jalan 28 57 102 162 233 322


raya B (m)
Pada perencanaan jalan kereta api ini, kelompok kami memilih menggunakan perlintasan
tak sebidang yaitu overpass untuk meminimalisir angka kecelakaan.
BAB VI

ANALISIS MATERIAL KEBUTUHAN KONSTRUKSI

TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TIDAR
2022
BAB VI

ANALISIS MATERIAL KEBUTUHAN KONSTRUKSI

A. Kebutuhan Rel

Menurut panjangnya, rel kereta api dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Rel pendek

Rel pendek dibuat dari beberapa rel standar yang disambung dengan las dan
dikerjakan di tempat pengerjaan. Panjang maksimal rel pendek adalah 100
meter.

2. Rel Standar

Rel standar adalah rel yang memiliki panjang 25 meter.

3. Rel Panjang

Rel panjang adalah rel yang dibuat dari beberapa rel pendek. Panjang rel jenis
ini tergantung pada bantalan yang digunakan.

Analisis Kebutuhan Rel

a. Panjang Lintasan Lurus

1) A – Ts1 = d1 – Tt1

= 1431,7821 – 96,1596

= 1335,6225 meter.

2) ST1 – ST2 = d2 - Tt1 - Tt2

= 3026,5491 – 96,1596 – 295,3864

= 2634,6136 meter.

3) ST2 – B = d3 - Tt2

= 1969,8108 – 295,3864

= 1674,4244 meter.

Jadi, panjang lintasan total adalah


= 1335,6225 + 264,6136 + 1674,4244

= 5644,6605 meter, untuk rel doube track maka

= 5644,6605 x 2

= 11.289,321 meter

b. Panjang Lintasan Lengkung

1) Ts1 – ST1 = Lc1 + 2Ls1

= -69,538 + 2 (130,8)

= 192,068 meter.

2) Ts2 – ST2 = Lc2 + 2Ls2

= 315,8483 + 2 (130,8)

= 577,4483 meter.

Jadi panjang lintasan lengkungnya adalah

= 192,068 + 577,4483

= 769,5163 meter, untuk rel doube track maka

= 769,5163 x 2

= 1.539,0326 meter.

c. Kebutuhan Rel

Menggunakan rel panjang dengan panjang 250 meter dan dipasang pada suhu
30 ̊ C, sehingga celah muainya 11 mm.

Pada lengkung atau tikungan digunakan rel standar dengan panjang 25 meter
di pasang pada suhu 30 ̊ C dengan celah sambungan 5 mm. Rel panjang
merupakan rel gabungan dari rel standar yang disambung di tempat pengerjaan.
Maka satu rel membutuhkan 10 rel standar yang dilas.

1) Bagian Lurus

5644,6605 − (2 𝑥 0,016)
= 22,5775
250 + 0,011
Dibulatkan menjadi 23 buah rel, sepasang rel membutuhkan 46 buah rel
karena double track dibutuhkan

= 46 x 2

= 92 buah rel panjang.

2) Bagian Lengkung

769,5163 − (2 𝑥 0,016)
= 3,0778
250 + 0,005
Dibulatkan menjadi 4 buah rel, sepasang rel membutuhkan 8 buah rel
karena double track dibutuhkan
=8x2
= 16 buah rel standar.

B. Penentuan Jumlah Bantalan dan Penambat Rel

1. Penambat Rel
Penambat rel adalah komponen yang menambatkan rel pada bantalan sehingga
kedudukan rel tetap kokoh dan tidak bergeser.
2. Jenis Penambat Rel
Jenis penambat rel yang direncanakan mengunakan bantalan beton. Bantalan
beton digunakan di jenis lintasan rel. Dalam hal ini, analiasis pehitungan bantalan
sebagai berikut :
Panjang lintasan lurus : 5644,6605 m = 5,6446605 km
Panjang lintasan lengkung : 769,5163 m = 0,7695163 km
Jumlah bantalan beton yang dibutuhkan umumnya tiap 1 km yaitu 1667 buah
bantalan. Maka,
Jumlah bantalan beton= (1667 x 5,6446605) + (1667 x 0,7695163)
= 9409,649054 + 1282,783672
= 10692,43273 = 10693
Maka, jumlah bantalan yang dibutuhkan untuk jalur ganda adalah 21.386 buah
bantalan.
3. Penggunaan Penambat
Penambat elastis ganda dapat digunakan pada semua kelas jalan rel, tetapi tidak
dapat dianjurkan pada kelas jalan V. Penambat kaku tidak boleh dipakai untuk
semua kelas jalan rel. Penambat elastis tunggal hanya boleh untuk kelas jalan IV
dan V. Pada analisis perencanaan, digunakan penambat jenis Ka-clip sebanyak 4
buah tiap bantalan. Maka,
Jumlah penambat = 4 x jumlah bantalan
= 4 x 21386
= 85544
Maka jumlah penambat yang dibutuhkan yaitu 85.544 buah penambat KA-Clip.
4. Model Penambat
Jenis penambat yang tergolong dalam jenis penabat elastis ganda mempunyai
berbagai bentuk dengan hak paten tersendiri. Jumlah bantalan dan penambatan rel
tergantung dari panjang rel. Hal ini dijelaskan pada Peraturan Dinas No. 10
PJKRI/1986 yang menyebut :
1) Baik bantalan beton, baja maupun kayu pada jalur lurus, jumlah bantalan
yang digunakan adalah (66) buah tiap panjang rel.
2) Pada lingkungan jarak diambil untuk beton 60 cm diukur pada rel luar.
Jenis penambat yang digunakan pada perencanaan rel yaitu rer ka-cip dengan
kuat jepit terhadap rel 800-1200 kgf.
Untuk bantalan digunakan bantalan jenis beton. Bantalan beton digunakan
diseluruh bagian lintasan rel kecuali pada jembatan.

C. Perhitungan Volume Balas

1. Perhitungan volume balas atas


Menghitung volume balas atas adalah menghitung luas peampang balas pada
suatu potongan melintang pada jalur lurus dan jalur lengkung. Volume balas atas
akan dipengaruhi oleh bantalan karena bantalan akan mengurangi volume balas.
Volume balas atas pada bagian lurus dengan bantalan

Potongan melintang balas atas pada jalur lurus

Dengan : B = 150 cm
C = 235 cm

T = 21 cm (selain daerah 1m)

T = 20 cm (daerah 1m)

d1 = 30 cm

d2 = 50 cm

Luas penampang untuk daerah sisi selain 1 m

2𝐵 + 2𝐶 2(150) + 2(235)
𝐴=( ) × (𝑑1 + 𝑇) = ( ) × (30 + 21) = 19635 𝑐𝑚 2
2 2
= 1,9635 𝑚 2

Volume balas atas termasuk bantalan pada lintasan lurus selainn 1m,

V = A x Panjang lintasan lurus

= 1,9635 x 5644,6604

= 11.083,2907 m3 untuk single track, untuk double track maka

= 11.083,2907 x 2

= 22.166,5814

Luas penampang untuk daerah 1m

2𝐵 + 2𝐶 2(150) + 2(235)
𝐴=( ) × (𝑑1 + 𝑇) = ( ) × (30 + 20) = 19250 𝑐𝑚 2
2 2
= 1,925 𝑚 2

Volume balas atas termasuk bantalan pada lintasan lurus di daerah 1m,

𝑑1 + 𝑑2 30 + 50
V=( × 𝑇) × 𝐴 = ( × 20) × 19250 = 15400000 𝑐𝑚3 = 15,4 𝑚3
2 2
untuk double track maka
= 15,4 x 2
=30,8 m3
2. Volume balas atas pada bagian lengkung dengan bantalan
Ket B = 150 cm
C = 235 cm
K1 = 300 cm
K2 = 375 cm
d1 = 30 cm
h = 107 cm
T = 21 cm
L = 200 cm
S = 106,5 cm
m = 40 cm
Mencari nilai E
𝐿 ℎ 200 10
𝐸 = (𝐵 + ) × + 𝑇 = (150 + )× + 21 = 44,47 𝑐𝑚
2 𝑠 2 106,5
Mencari nilai a
𝐶−𝐵 235 − 150
𝑎 = (𝐸 + 𝑑1) − ( ) = (44,47 + 30) − ( ) = 31,97 𝑐𝑚
2 2
Mencari nilai L1
L1 = 2 × a = 2×31,97 = 63,94 cm
Mencari nilai L2
L2 = 2×B = 2×150 = 300 cm
Mencari nilai A1
A1 = ½ a (L1 + L2) = ½ × 31,97 (63,94 + 300) = 5817,58
Mencari nilai A2
A2 = (L1 + L2) × (E + d1 – a) + ½ (E + d1 – a)(C – B – L1)
= (63,94 + 300) × (44,47 + 30 – 31,97) + ½ (44,47 + 30 – 31,97)(235 – 150 – 63,94)
= 15914,975
3. Perhitungan Volume bantalan
Perancanaan ini menggunakan bantalan beton, dimana beton memiliki berat 200 kg
dan tidak menggunakan bantalan jenis lainnya.

𝑀
Bantalan beton = x jumlah bantalan
𝑒
200
= 2800 𝑥 21368

= 1526,285714 m2 untuk rel double track maka


= 1526,285714 x 2
= 3.052,571428 m2
Bantalan rel memiliki berat sekitar 160-200 kg jika terbuat dari beton. Pada
perencanaan ini, digunakan beton dengan berat 200 kg.

D. Perhitungan Sub Balas

Sub balas merupakan struktur bagian bawah dari jalan rel. Lapisan sub balas ini
berfungsi sebagai lapisan filter antara tanah dasar dan lapisan balas serta harus dapat
mengalirkan air dengan baik. Tebal minimum lapisan bawah balas adalah 15 cm.
Lapisan sub balas terdiri dari kerikil halus, kerikil sedang atau pasir kasar yang
mempengaruhi syarat berikut :

Standar Saringan ASTM Presentase lolos (%)


1
2 100
2

3
55 - 100
4
No. 4 25 – 95
No. 40 5 – 35
No. 200 0 - 10

Sub balas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Material sub balas tidak boleh memiliki kandungan organik diatas 5%.
2. Material sub balas dapat berupa campuran kerikil atau kumpulan agregat pecah
dan pasir.
3. Untuk material sub balas yang merupakan kumpulan agregrat pecah dan pasir,
maka harus mengandung sekurang-kurangnya 30% agregrat pecah.
4. Lapisan sub balas harus dipadatkan sampai mencapai 100% menurut percobaan
ASTMD 698.

Perhitungan sub balas terbagi menjadi 2, yaitu :

1. Sub balas bagian lurus


Ket : k1 = 300 cm
K2 = 375 cm
D2 = 50 cm
E = 25 cm
Panjang lintasan = 5644,6605 m
a. Luas sub balas
(2 × 𝑘1 + 2 × 𝑘2) 1
𝐴=( × (𝑑2 + 𝑒) − × 𝑒(2 × 𝑘2))
2 2

(2 × 300 + 2 × 375) 1
𝐴=( × (50 + 25) − × 25(2 × 375))
2 2

= 41250 𝑐𝑚2 = 4,125 𝑚2


b. Volumen sub balas
V = A x Panjang lintasan lurus
= 4,125 x 5644,6605
= 23284,22456 m3 untuk rel double track maka
= 23284,22456 x 2
= 46568,45 m3
2. Sub balas bagian lengkung
K1 = k1d = 300 cm
K2 = 375 cm
m = 40 cm
k1L = B + 2d1 + m + 2E = 150 + 2(30) + 40 + 2(44,47) = 338,94 cm
A = (½(k1L + k1d + 2.k2) (d2+e) – ½ e (2.k2))
= (½(338,94 + 300 + 2(375)) (50 + 25) – ½ 25(2(375)))
= 488299218,8 = 48829,92

E. Perhitungan Volume timbunan dan galian

Dalam pelaksanaan proyek jalan kereta api atau jalan rel, diperlukan pekerjaan galian
dan timbunan

Galian daerah 1= Luas 1 + 650

= 871.25 + 650 = 1521.25 m3

Galian daerah 2 = Luas 2 + 650

= 3087.72 + 650 = 3737.72 m3


Galian daerah 3 = Luas 3 + 650

= 58.8 + 650 = 708.8 m3

Volume Total Galian = 1521.25 m3 + 3737.72 m3 + 708.8 m3

= 5967.77 m3

Timbunan daerah 1= Luas 1 + 650

= 928.94 + 650 = 1578.94 m3

Timbunan daerah 2 = Luas 2 + 650

= 1934.38 + 650 = 2584.38 m3

Timbunan daerah 3 = Luas 3 + 650

= 1390.03 + 650 = 2040.03 m3

Volume Total Timbunan= 1578.94 m3 + 2584.38 m3 + 2040.03 m3

= 6203.35 m3

Maka Volume Sisa = 6203.35 m3 - 5967.77 m3 = 235.58 m3


BAB VII

DRAINASE
TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TIDAR
2022

BAB VII
DRAINASE
A. Dasar Penentuan Perencanaan
1. Drainase permukaan
Drainase permukaan dibuat dengan maksud untuk mengalirkan atau membuang air yang
ada pada permukaan tanah daerah jalan rel.
a. Jenis drainase permukaan ini berdasar pada letak drainase terhadap jalur jalan rel.
Terdapat dua jenis drainase permukaan, yaitu :
1. Drainase memanjang (side – ditch) yaitu drainase permukaan yang letaknya di
samping dan memanjang arah jalur jalan rel.
2. Drainase melintang (cross drainage) yaitu drainase permukaan yang letaknya
memanjang dan arahnya melintang arah jalur rel.
b. Data yang diperlukan untuk perencanaan dan perancangan drainase permukaan yang
efektif dan efisien diperlukan data sebagai berikut :
1. Curah hujan
2. Topografi
3. Tataguna lahan setempat
4. Sifat / karakteristik tanah setempat.
c. Bentuk
Drainase memanjang dapat berupa saluran terbuka maupun saluran tertutup.
Adapun bentuk potongan melintangnya dapat berbentuk sebagai berikut :
1. Trapesium
2. Kotak atau persegi
3. Segitiga
4. Bujur lingkaran
Drainase melintang ( dapat dalam jumlah tunggal atau Multi/banyak ) dapat berupa
1. Gorong-gorong
2. Jembatan pelat
d. Bahan
Agar drainase dapat berfungsi dengan baik selama waktu yang diharapkan pada
dasarnya saluran drainase harus tahan terhadap hal-hal berikut:
1. Karakteristik / kondisi setempat yang dapat merusak saluran
2. Gaya-gaya yang akan bekerja pada saluran.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, maka pada pemilihan bahan yang akan
digunakan pada saluran memanjang harus memperhatikan topografi setempat dan
sifat/karakteristik tanah setempat. Saluran melintang harus terbuat dari bahan yang
kuat misalnya dengan perkuatan susunan batu yang diplester ,beton, dsb., dan harus
menggunakan tutup yang kuat, diantaranya
1. Beton bertulang
2. Baja bergelombang

e. Kemiringan dan Kecepatan Aliran Air


Kemiringan saluran drainase dan kecepatan aliran pembuangan air yang terjadi
harus sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kerusakan saluran, tetapi jangan
sampai terjadi endapan pada saluran drainase.
Bahan saluran dan kecepatan aliran perancangan
Bahan Saluran Kecepatan Perancangan (m/ds)
Beton 0,6 - 3,0
Aspal 0,6 – 1,5
Pasangan batu 0,6 – 1,8
Kerikil atau pasir yang halus 0,6 – 1,0
Pasir kasar atau tanah berkerikil/berpasir 0,3 – 0,6
Lempung dengan sedikit pasir 0,2 – 0,3
Tanah berpasir halus berlanau 0,1 – 0,2

f. Perencanaan Saluran Terbuka


Pada perencanaan saluran terbuka drainase permukaan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Dimensi penampang / potongan melintang harus cukup besar untuk membuang
air yang ada di permukaan yang akan dibuang / dialirkan.
2. Apabila dari perhitungan yang dilakukan telah diperoleh tinggi air perancangan,
maka tinggi saluran masih harus ditambah dengan ambang bebas
3. Koefisien kekerasan saluran ditentukan berdasarkan atas jenis permukaan
salurannya.
Koefisien kekerasan saluran

Bahan saluran Permukaan saluran Koefisien kekerasan


Tidak diperkuat Tanah 0,02 - 0,025
Pasir dan kerikil 0,025 - 0,04
Cadas 0,025 - 0,035
Cor ditempat Plesteran semen 0,01 - 0,013
Beton 0,013 - 0,018
Pra cetak Pipa beton bertulang 0,01 - 0,014
Pipa bergelombang 0,01 - 0,025
Besar debit air yang harus dibuang dengan sistem drainase ini berdasar pada :
1. Luas daerah yang alirannya akan menuju jalan rel
2. Intensitas hujan setempat
3. Koefisien pengaliran daerah setempat
g. Perancangan Saluran Melintang dan Gorong-gorong
Tekniknya secara umum harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Tinggi timbunan
2. Bentuk timbunan
3. Bentuk saluran
4. Ketinggian air
5. Debit aliran
6. Pemeliharaan

3. Drainase bawah permukaan


Tujuan drainase bawah permukaan jalan rel untuk menjaga elevasi muka air tanah tidak
mendekati permukaan tanah tempat badan jalan rel berada.

Sesuai dengan maksud dan tujuannya, pada badan jalan rel berupa permukaan asli dan
galian, ketebalan bagian badan jalan rel setebal minimum 75 dari dasar balas harus selalu
dalam keadaan kering (lihat gambar 6.2)

Konstruksi drainase bawah permukaan biasanya berupa pipa berlubang yang dipasang
di bawah permukaan di pinggir kanan atau kiri badan jalan rel. Pipa berlubang ini diletakkan
di atas lapisan pasir setebal 10 cm, kemudian secara berurutan di atasnya dihamparkan
(dan dipadatkan) kerikil dengan ketebalan lebih dari 15 cm, di atas lapisan kerikil tersebut
dihamparkan bahan kedap air.

Selain itu saluran pipa berlubang harus dilindungi oleh bahan filter yang bahannya dapat
dipilih dan disesuaikan dengan keadaan setempat. Ukuran partikel filter tergantung pada
ukuran partikel bahan badan jalan rel dan ukuran lubang-lubang dinding pipa. Gambar di
bawah dapat digunakan untuk gradasi partikel filter yang digunakan.

Beberapa data yang diperlukan untuk perencanaan dan perancangan drainase bawah
permukaan ialah:
a. Elevasi muka air tanah pada saat musim basah/penghujan.
b. Koefisien permeabilitas tanah setempat
c. Elevasi dan kemiringan lapisan kedap air yang ada.

4. Drainase lereng
Drainase lereng jalan rel dibuat dengan maksud dan tujuan di bawah ini:

a. Sebagai upaya untuk mencegah agar air permukaan yang berasal dari punggung
lerengtidak mengalir secara deras, karena aliran yang deras dapat mengakibatkan
gerusan pada permukaan dan kaki lereng.
b. Mencegah terjadinya rembesan air dari permukaan lereng ke dalam badan jalan
rel, karena rembesan yang terjadi dapat menyebabkan lereng longsor secara
mendadak dan atau memperlemah badan jalan rel.

Terdapat empat jenis drainase lereng, yaitu:

a. Selokan punggung, berupa saluran terbuka yang memanjang di punggung lereng


b. Selokan tengah, berupa saluran terbuka yang memanjang di tengah lereng
c. Selokan penangkap, berupa saluran terbuka yang memanjang di kaki lereng
d. Drainase kombinasi, yaitu kombinasi antara drainase tegak lurus dan drainase
miring.

5. Drainase di Emplasemen
Kondisi spesifik terjadi di emplasemen, yaitu terdapat banyak jalur (track) yang
berdampingan. Contoh kalau stasiun Gambir atau stasiun Kota disana tracknya
berdampingan satu sama lainnya, sehingga untuk mendapatkan pembuangan air yang baik
dapat dibuat saluran dari pipa dengan dinding berlubang-lubang atau saluran yang terbuat
dari batu kosong, seperti dapat dilihat pada gambar 6.6. dan pada Gambar 6.6 (a) dapat
dilihat bahwa pada tiap-tiap track dibawahnya dibuatkan saluran drainase, sedangkan pada
gambar 6.6 (b) diperlihatkan penggunaan satu saluran drainase untuk fasiltas drainase dua
buah track yang berdampingan.
B. Perhitungan Drainase
1. Pada Daerah Bukit
𝑄𝑏𝑢𝑘𝑖𝑡 = 0,35 𝑚3 /𝑠
𝑉𝑟𝑎𝑛𝑐𝑎𝑛𝑔 (Vr) = 2 m/s

𝑄𝑟 0,35
𝐴 = 𝑉𝑟 = = 0,175 𝑚2
2

Luas penampang basah ( digunakan m = 1)


𝐴 = (𝐵 + 𝑚𝑦)𝑦
0,175 = (𝐵 + 1. 𝑦)𝑦
0,175 = (𝐵 + 𝑦)𝑦 .................... (1)
Syarat tampang ekonomis

𝐵 + 2𝑚𝑦 = 2𝑦√𝑚2 + 1
𝐵 + 2.1. 𝑦 = 2𝑦√12 + 1
𝐵 + 2𝑦 = 2𝑦√2
𝐵 = 2𝑦√2 − 2𝑦 .........................(2)
Subtitusi persamaan 2 ke persamaan 1
0,175 = (𝑏 + 𝑦)𝑦
0,175 = (2𝑦√2 − 2𝑦 + 𝑦)𝑦
0,175 = 2𝑦 2 √2 − 𝑦 2
0,175
𝑦2 =
2√2 − 1

0,175
𝑦=√
2√2 − 1
𝑦 = 0,309m ≈ y = 0,31 m

𝐵 = 2𝑦√2 − 2𝑦
= 2(0,31)√2 − 2(0,31)
= 0,256 𝑚 ≈ 0,26 m

𝑇 = 2𝑦√1 + 𝑚2
= 2(0,31)√1 + 12
= 1,07 𝑚 ≈ 1,1 m

ℎ = 𝑦 + 𝑓𝑟𝑒𝑒𝑏𝑜𝑎𝑟𝑑
= 0,31 + 0,3 𝑦
= 0,31 + 0,3(0,31)
= 0,403
Jadi , Lebar saluran drainase (B) = 0,26 m
Lebar muka air (T) = 1,1 m
Tinggi saluran drainase (h) = 0,403 m

Menghitung kemiringan saluran didaerah bukit


Ditentukan : m=1
n = 0,013 (beton)
(𝐵 + 𝑚𝑦)𝑦
𝑅=
𝐵 + 2𝑦√1 + 𝑚2
(0,26 + 1 . 0,31)0,31
=
0,26 + 2 . 0,31√1 + 12
= 0,15

1 2 1
𝑉= . 𝑅 ⁄3 . 𝐼 ⁄2
𝑛
1 2 1
2= . 0,15 ⁄3 . 𝐼 ⁄2
0,013
1⁄
2 = 21.716. 𝐼 2

1⁄
𝐼 2 = 0,092
𝐼 = 8,464 × 10−3
𝐼 = 0,8464%

2. Pada daerah datar


𝑄𝑑𝑎𝑡𝑎𝑟 = 0,15 𝑚3 /𝑠
𝑉𝑟𝑎𝑛𝑐𝑎𝑛𝑔 (𝑉𝑟) = 1𝑚/𝑠
𝑄𝑟 0,15
𝐴= = = 0,15
𝑉𝑟 1

Luas penampang basah


𝐴 = (𝐵 + 𝑚𝑦)𝑦
0,15 = (𝐵 + 1 . 𝑦)𝑦
0,15 = (𝐵 + 𝑦)𝑦 .................(1)
Syarat tampang ekonomis

𝐵 + 2𝑚𝑦 = 2𝑦√𝑚2 + 1
𝐵 + 2.1. 𝑦 = 2𝑦√12 + 1
𝐵 + 2𝑦 = 2𝑦√2
𝐵 = 2𝑦√2 − 2𝑦 .........................(2)

Subtitusi persamaan 1 dan 2


0,15 = (𝑏 + 𝑦)𝑦
0,15 = (2𝑦√2 − 2𝑦 + 𝑦)𝑦
0,15 = 2𝑦 2 √2 − 𝑦 2
0,15 = 𝑦 2 (2√2 − 1)
0,15
𝑦2 =
2√2 − 1

0,15
𝑦=√
2√2 − 1
𝑦 = 0,28 m
𝐵 = 2𝑦√2 − 2𝑦
= 2(0,28)√2 − 2(0,28)
= 0,231 𝑚

𝑇 = 2𝑦√1 + 𝑚2
= 2(0,28)√1 + 12
= 0,791 𝑚

ℎ = 𝑦 + 𝑓𝑟𝑒𝑒𝑏𝑜𝑎𝑟𝑑
= 0,28 + 0,3 𝑦
= 0,28 + 0,3(0,28)
= 0,364 𝑚

Jadi , Lebar saluran drainase (B) = 0,231 m


Lebar muka air (T) = 0,791 m
Tinggi saluran drainase (h) = 0,364 m

Menghitung kemiringan saluran didaerah datar


Ditentukan : m=1
n = 0,013 (beton)
(𝐵 + 𝑚𝑦)𝑦
𝑅=
𝐵 + 2𝑦√1 + 𝑚2
(0,231 + 1 . 0,28)0,28
=
0,3 + 2 . 0,28√1 + 12
= 0,131

1 2 1
𝑉= . 𝑅 ⁄3 . 𝐼 ⁄2
𝑛
1 2 1
1= . 0,131 ⁄3 . 𝐼 ⁄2
0,013
1⁄
1 = 19.841. 𝐼 2

1⁄
𝐼 2 = 0.0504
𝐼 = 2.5401 × 10−3
𝐼 = 0.25401 %
Referensi :
1. Hay. W.W ‘Railioad Engineering”, John Wiley and Sons, Second Edition, New
York,1982

2. PJKA, “Perencanaan Konstruksi Jalan Rel ( Peraturan Dinas No.10 )“, PJKA, April 1986
BAB VIII

BANGUNAN PELENGKAP

TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TIDAR
2022
BAB VIII

BANGUNAN PELENGKAP

A. WESEL
Wesel merupakan penghubung antara dua jalan rel dan berfungsi untuk
mengalihkan/memindahkan kereta api dari suatu sepur ke sepur lain. Wesel terdiri
dari sepasang rel yang ujungnya diruncingkan sehingga dapat melancarkan
perpindahan kereta api dari jalur yang lain dengan menggeser bagian rel yang
diruncingkan.
Alasan perlu adanya wesel:
1. Karena kerta api menuju arah yang berbeda dengan sepur lurus dimana
kereta api sedang bergerak
2. Karena ada kereta api pada sepur lurus sehingga kereta api yang baru
datang harus ditampung pada sepur lain
3. Karena kereta api akan berhenti untuk naik dan turun penumpang di stasiun
dan tidak pada sepur lurus
4. Karena untuk memenuhi kegiatan langsir

Jenis – jenis wesel:

1. Wesel Biasa
a. Wesel biasa kiri
b. Wesel biasa kanan
c. Wesel dalam lengkung
d. Wesel searah lengkung
e. Wesel berlawan arah lengkung
f. Wesel simetris

2. Wesel Tiga Jalan


a. Wesel biasa searah
b. Wesel biasa berlawan arah
c. Wesel tergeser, dibagi menjadi dua yaitu:
1) Wesel tergeser searah
2) Wesel tergeser berlawanan arah
3. Wesel Inggris

1) Wesel inggris lengkap


2) Wesel inggris tidak lengkap

Dalam perencanaan Jalan Kereta Api ini, menggunakan Wesel Tunggal

Komponen – komponen wesel:

1. Lidah Wesel
Merupakan bagian yang menentukan arah gerak roda. Sepasang lidah
dihubungkan dengan sebuah batang besi sehingga gerak sepasang lidah
tersebut bersama – sama.
a. Pangkal Lidah disebut akar
Lidah dibedakan atas beberapa jenis:
1) Lidah berputar, yaitu llidah yang mempunyai engsel pada bagian
akarnya
2) Lidah berpegas, adalah lidah yang akarnya dijepit sehingga dapat
melentur
b. Sudut tumpu
Merupakan sudut antara lidah dengan rel lantak. Rel lantak adalah rel
induk yang tetap, berfungsi sebagai sandaran rel lidah.
2. Jarum dan Sayap – sayapnya
Jarum adalah bagian wesel yang memberi kemungkinan pada roda
melalui potongan bidang – bidang jalan yang terputus antara dua rel. Sudut
kelipatan jarum (𝛼) disebut samping arah.
Jenis – jenis jarum:
a. Jarum kaku dibaut
b. Jarum rel pegas
c. Jarum baja mangan cor
d. Jarum keras terpusat
3. Rel Lantak
Rel lantak berfungsi agar kereta api yang melintas pada jalan rel dapat
diarahkan dengan baik, lidah pada wesel harus menempel dan menekan pada
rel tersebut.

4. Rel Paksa
Rel paksa adalah komponen wesel yang berguna untuk memaksa roda kereta
api tidak keluar ke arah mendatar, letaknya berhadapan dengan ujung jarum
tempat terputusnya rel berada.
5. Penggerak wesel
Penggerak wesel adalah komponen untuk menggerakan wesel dengan
menggunakan batang penarik.
B. Emplasemen
Emplasemen merupakan bagian dari kompleks stasiun yang berupa lapangan terbuka
dan terdapat susunan jalan rel kereta api serta kelengkapannya.
Menurut luas dan kecilnya emplasemen dibagi menjadi 3 , yaitu:
1. Emplasemen stasiun kecil
Emplasemen ini jumlah sepurnya dua atau tiga dan sebuah sepur yang mengirim
atau menerima barang dengan panjang sepur lebih dari 150 m
2. Emplasemen stasiun besar
Jumlah susunan sepur maupun banyaknya jenis emplasemen lebih lengkap
sehingga diadakan penimbang batang sebelum dikirim
3. Emplasemen stasiun sedang
Jumlah sepur yang lebih banyak rangka dimaksudkan agar tidak terjadi tabrakan

Menurut kegunaannya, emplasemen dapat dibagi menjadi 5 yaitu:

1. Emplasemen stasiun pencampuran


Dalam emplasemen pencampuran, merencanakna dan membuat stasiun ini
diusahakan agar lintas cabang dan lintas induk dapat dilakukan dengan mudah.
2. Emplasemen penyusun
Ketika kereta cepat sudah kembali, maka dilakukan pengecekan dan penyusunan
kembali jalur rel dan kelengkapan kereta maka dibuatlah emplasemen penyusun
agar mudah dalam pengecekan.
3. Emplasemen Longsor
Emplasemen ini digunakan untuk menyusun rangkaian kereta baik dari dalam
atau luar kota menjadi satu jalur.
4. Emplasemen Traksi
Emplasemen ini berfungsi melayani lokomotif dari setempat atau luar kota untuk
menginap dan melakukan persiapan untuk melanjutkan perjalanan berikutnya.
Emplasemen traksi dapat dibedakan menjadi 4, yaitu:
a. Traksi hewan
b. Traksi uap
c. Traksi Listrik
d. Traksi motor
5. Emplasemen pelabuhan
Emplasemen ini banyak digunakan untuk kereta barang dipisahkan menurut
emplasemen pembagi.
Dalam perencanaannya menggunakan emplasemen sedang dengan jumlah jalan
relnya lebih banyak dibandingkan dengan stasiun kecil.
C. Perlintasan tidak sebidang
Perlintasan tidak sebidang adalah pertemuan antara jalan rel dengan jalna raya.
Terdapat 2 tipe perlintasan ini yaitu:
1. Perlintasan sebidang
Perlintasan sebidang adalah persilangan antara rel kereta api dengan jalan, baik
jalan raya ataupun jalan setapak kecil lainnya. Persilangan bisa terdapat di
pedesaan ataupun perkotaan.
2. Perlintasan tidak sebidang
Perlintasan tak sebidang adalah persilangan antara jalur kereta api dengan jalan
raya yang tidak pada satu bidang, misal flyover atau underpass.

Dalam pelaksanaanya perlintasan tidak sebidang terdapat 2 kemungkinan:

1. Underpass
Apabila dilakukan penurunan jalan raya atau jalan rel. Dalam membuat
perlintasan tak sebidang, underpass dibangun di bawah permukaan tanah atau di
bawah rel kereta api.
2. Overpass
Apabila dilakukan peninggian jalan raya atau jalan rel. overpass dibangun di atas
permukaan tanah atau di atas rel kereta api dengan bentuk yang hampir serupa
dengan struktur jembatan.
Dalam perencanaan Jalan Kereta Api ini, menggunakan perlintasan tidak sebidang
underpass
D. Bangunan Perlengkapan Lain
1. Stasiun
Stasiun kereta akhir marupakan bangunan terminal akhir atau tempat berhenti sementara bagi
kereta api sebelum melanjutkan perjalanannya. Stasiun dapat befungsi untuk menaik turunkan
penumpang maupun bongkar muat barang. Sementara pemberhentian kereta api yang lebih
kecil disebut halte.

Stasiun juga memberikan beberapa fasilitas untuk menjaga kenyamanan penumpang seperti
kantin, toilet, rung tunggu dan mushola.

Berdasarkan fungsinya stasiun dibedakan menjadi :

1) Stasiun panumpang: yaitu stasiun untuk naik dan turunnya penumpang, serta bongkar
muat barang bawaan penumpang.
2) Stasiun barang yaitu stasiun yang barfungsi untuk bongkar muat barang muatan.
3) Statiun Langsiran yaitu stasiun yang berfungsi untuk menyusun rangkaian kereta api.

Dalam parencanaan ini, kami memilih menggunakan sedang untuk menyesuaikan dengan kelas
jalan rel yang ada, dengan peron rendah.

SKEMA STASIUN BERDASARKAN BENTUK

1) Stasiun Kepala

2) Stasiun Pulau

3) Stasiun Semenanjung
4) Stasiun Sejajar

SKEMA STASIUN BERDASARKAN LETAK

1) Stasiun Akhir

2) Stasiun Antara

3) Stasiun Pertemuan
4) Stasiun Persilangan

2. Persinyalan

Persinyalan kereta api adalah seperangkat fasilitas yang berfungsi untuk memberikan isyarat
berupa bentuk, warna atau cahaya yang ditempatkan pada suatu tempat tertentu dan
memberikan isyarat dengan arti tertentu untuk mengatur dann mengontrol pengoperasian
kereta api. Sinyal yang akan dibahas dalam perencanaan ini adalah sinyal untuk lintas atau
sinyal geometri.

Sistem pengamanan yang digunakan adalah sistem blok yang pada prinsipnya membagi Iintas
menjadi blok-blok sehingga dalam waktu yang sama hanya boleh terdapat satu kereta api dalam
satu titik pada satu jalur. Untuk itu, setiap block dikuasai oleh satu sinyal geometri sehingga
dapat dihindari dalam satu blok terdapat lebih dari satu kereta.
Jenis-jenis sinyal geometri :

a. Sinyal Muka

Sinyal muka biasa mempunyai lengan yang ujungnya siku-siku untuk tanda pada siang hari
dan dilengkapi lampu yang memberikan sinar berwarna untuk tanda pada malam hari sinyal
ini memberikan tanda untuk mengetahui tanda apa yang ditujukan oleh sinyal utama. Sinyal
ini memberikan dua macam tanda:

Jalan perlahan → berarti sinyal utama "stop"

Aman →berarti sinyal utama "jalan"

Sinyal muka berguna untuk memberitahu masinis, tindakan apa yang harus diambil sesuai
dengan tanda yang ditunjukkan oleh sinyal utama ("aman" atau "tidak aman").

Gambar Sinyal Muka

b. Sinyal Utama

Sinyal utama berfungsi mengatur blok-blok agar tiap blok hanya terdapat maksimal satu kereta.
Sinyal ini dapat berupa tiang sinyal maupun lampu sinyal. Sinyal utama sederhana mempunyai
lengan yang ujungnya bundar untuk tanda pada siang hari dan dilengkapi lampu yang
memberikan sinar berwarna untuk tanda pada malam hari. Sinyal ini memberikan dua macam
tanda :
Aman → berarti kereta api dapat berjalan terus

Tidak Aman → berarti kereta api harus berhenti

Gambar Sinyal Utama

Antara sinyal muka dan sinyal utama harus terdapat jarak minimal 700 m.

Gambar Letak Sinyal Muka dan Sinyal Antara


Keterangan :
TB : Titik bahaya
KL : Sinyal keluar

3. Rambu-Rambu Pendukung Perjalanan Kereta Api

Untuk menjaga keamanan dan keselamatan perjalanan kereta api baik untuk pengguna kereta
api maupun pengguna transportasi darat lainnya, maka pada daerah atau titik tertentu
diperlukan pemasangan rambu-rambu pendukung, antara lain :

a. Rambu Heleng

Rambu ini berisikan informasi bahwa lintas tersebut mempunyai geometri tanjakan atau jalan
rel menurun dengan istilah kelandaian.
Gambar Petunjuk Landai Bentuk A (jalan rel menanjak)

Gambar Petunjuk Landai Bentuk B (jalan rel menurun)

Gambar Petunjuk Landai Bentuk C (jalan rel menanjak)


b. Rambu Lengkung

Rambu ini memberikan informasi tentang data-data lengkung, yaitu :

 Panjang lengkung
 Jari-jari lengkung
 Sudut lengkung
 Panjang lengkung peralihan
 Peninggian
 Lebar sepur
 Pelebaran

Gambar Papan Lengkung

c. Semboyan 25

Rambu ini dipasang sebelum perlintasan atau pada saat lintas melewati daerah pemukiman
penduduk. Tujuannya agar masinis membunyikan klakson saat melihat rambu ini, demikian
diharapkan dapat mengamankan perjalanan kereta.
Gambar Semboyan 25

d. Patok km/ Piket

Di selatan atau utara jalan rel terdapat patok-patok yang memberikan informasi tentang km
(kilometer) dan Hm (hektometer). Informasi ini selain untuk menginformasikan panjang track,
juga untuk panduan lokasi pekerjaan atau pada saat inspeksi lintas.

Gambar Patok Kilo Meter

e. Semboyan 8

Semboyan ini dimaksudkan untuk memberikan kejutan kepada masinis jika ketika sedang
mengantuk dan sebagainya saat mengoperasikan kereta api (lalai).

Gambar Semboyan 8
f. Semboyan 2A, 2B, 2C

Semboyan ini dipasang pada lintas tertentu, dengan kondisi jalan rel yang tidak begitu baik,
atau ada perbaikan jalan rel atau jembatan. pemasangan semboyan ini telah diatur dengan
regleman 3.
Gambar Pemasangan Semboyan Pembatas Kecepatan pada Lokasi Kerja
g. Taspat (pembatas kecepatan)

Taspat terdiri dari dua jenis yaitu taspat tetap dan taspat tidak tetap. Taspat tetap dipasang
karena kondisi lalu lintas, Seperti lengkung berjari-jari dibawah jari-jari minimum sehingga
kecepatan kereta api perlu dibatasi.

h. Semboyan 3

Semboyan 3 dipasang bila terjadi rintang jalan yang menyebabkan jalan tersebut tidak dapat
dilewati kereta api, atau jika kondisi material jalan banyak yang tidak baik, atau pada saat
pekerjaan penggantian rel dengan panjang tertentu.

Gambar Sketsa Semboyan 3


i. Semboyan 1

Semboyan ini memberikan informasi bahwa jalan rel aman untuk dilewati dengan kecepatan
tertentu.
Gambar Semboyan 1
j. Semboyan 6

Semboyan ini memberikan informasi bahwa kereta api boleh masuk dengan kecepatan terbatas.
Semboyan ini biasanya terdapat di selatan dan utara stasiun, dan biasa dikenal dengan sinyal
masuk.

k. Semboyan 40 dan 41

Sebelum kereta api berangkat dari stasiun, PPKA akan memberikan ijin kepada kondektur
pemimpin untuk memberangkatkan kereta api.

l. Rambu-rambu pada perpotongan jalan kereta api dengan jalan raya

Disetiap perlintasan sebidang biasanya lengkapi dengan rambu-rambu pengaman perjalanan


kereta api yaitu

 Rambu stop

 Papan Perhatian

 Garis kejut dan Pintu Perlintasan

Gambar Rambu Stop dan Papan Peringatan

m. Semboyan Genta
Semboyan ini dipasang dengan maksud untuk memberitahu kepada petugas jaga bahwa kereta
api akan lewat. Kereta api yang lewat ditandai dengan bunyi satu kali atau dua kali, yang
menunjukkan arah datang kereta yang melintas.

Gambar Semboyan Genta


9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 0+200
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 0+200
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 0+600
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 0+800
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 1+000
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 1+200
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9450 9450
STA 1+335
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9450 9450
STA 1+435
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 1+635
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 1+835
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 2+035
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 2+235
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 2+435
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 2+635
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 2+835
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 3+035
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 3+235
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 3+435
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 3+635
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 3+835
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 4+035
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 4+235
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9450 9450
STA 4+303
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9450 9450
STA 4+403
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 4+603
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 4+803
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 5+003
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 5+203
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 5+403
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 5+603
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 5+803
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 6+003
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 6+203
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 6+403
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 6+603
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 6+803
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 7+003
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 7+203
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 7+403
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 7+603
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 7+803
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 8+003
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 8+203
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 8+403
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 8+603
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 8+803
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 9+003
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 9+203
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
9408 9408
3586,67 3586,67
15120 15120
18143,98 18143,98
21840 21840
STA 9+403
DETAIL ALINYEMEN DIGAMBAR DIPERIKSA :
HORIZONTAL 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
300
290
280
270
260
250
240
230
00
220
210
200
190
180
170
A 0+400 0+800 1+200 P1 1+600 2+000 2+400 2+800 3+200 3+600 4+000 P2 4+800 5+200 5+600 6+000 B
STA STA 4+400
1+712 4+133,037
DIGAMBAR DIPERIKSA :
DETAIL PERENCANAAN
GALIAN DAN TIMBUNAN
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
5. Aisyah Nurhaliza CATATAN :
PEMUKIMAN

12000
PERKEBUNAN

10000 PERSAWAHAN

BUKIT

8000 JALAN

SUNGAI

TRASE
REL
6000 KERETA
API
TITIK KOORDINAT
TITIK
A (2100,4000)
4000 P2
A P1 (3500,3700)
P1

P2 (6500,4100)
B
B (8000,2823.226)
2000

2000 3500 5000 6500 8000

DIGAMBAR DIPERIKSA :
TRASE 2
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian
RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
DIAGRAM SUPERELEVASI
TS2

TIKUNGAN 2

LS
1:8000

REL DALAM
REL LUAR

LC
A2

θs
CS2
Et2

SC2

θs

h
Tt2

LS
TS2

JENIS : S-C-S 0s : 4,804 Et : 34.0557


Vrencana : 120 0c :23,201 Tt : 295.3864
Rrencana : 780 Ls : 131 L : 258,21
: 32,81 Lc : 315,84 Q : 0,915
h : 110 k : 65,476 W:0

DIGAMBAR DIPERIKSA :
DIAGRAM SUPERELEVASI
TIKUNGAN 2
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian
RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
5. Aisyah Nurhaliza CATATAN :
3150

5850

5850
3150 7200

6750
15750

Sambungan
Rel
Skala
1:10

DIGAMBAR DIPERIKSA
Sambungan Rel
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian
RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 10 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
Keterangan
:
a : Jalan rel utama
b : Jalan rel penyimpanan
c : Jalan rel langsiran
Gambar
d : Jalan rel lokomotif
Stasiun
Sedang e : Jalan rel untuk kereta barang
S : Gedung utama stasiun
B : Tempat bongkar-muat barang
d
L L : Tempat penyimpanan lokomotif
b P : Peron

P
a

P
b

P
S e

DIGAMBAR DIPERIKSA
RENCANA EMPLASEMEN
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
PERSILANGAN DIGAMBAR DIPERIKSA
TIDAK SEBIDANG
(UNDERPASS) 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
5. Aisyah Nurhaliza CATATAN :
PERSILANGAN DIGAMBAR DIPERIKSA
SEBIDANG
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
5. Aisyah Nurhaliza CATATAN :
REL

KA
-
CLIP

DETAIL PENAMBAT REL KA - CLIP


SKALA = 1:100

DIGAMBAR DIPERIKSA
PENAMBAT REL
KA-CLIP
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian
3. M Ulil Abshor Abdhala
4. Rachmalia Nurhida
SKALA = 1 : 100 CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
127

1620
45
21
Drainase
Bukit

Drainase Bukit
DIGAMBAR DIPERIKSA
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN
5. Aisyah Nurhaliza :
195

1350,31
4319,69
2025
Drainase
Datar

DIGAMBAR DIPERIKSA
Drainase
Datar
1. Isnaeni Bagaskoro RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
2. Rifki Dwi Febrian
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
DIAGRAM SUPERELEVASI
LS
CS1

TIKUNGAN 1

REL DALAM
REL LUAR
CS1

1:8000
A1

θs

LC
CS1

θc
θs
SC1
Tt1

h
k

LS
SC1

JENIS : S-C-S 0s : 4,804 Et : 1.518


Vrencana : 120 0c :5,108 Tt : 96.1596
Rrencana : 780 Ls : 131 L : 258,21
: 4,5 Lc : 69,538 Q : 0,915
h : 110 k : 65,476 W:0
DIGAMBAR DIPERIKSA :
DIAGRAM SUPERELEVASI
TIKUNGAN 1
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian
RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
5. Aisyah Nurhaliza CATATAN :
DIGAMBAR DIPERIKSA
DETAIL WESSEL
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 5 4. Rachmalia Nurhida
5. Aisyah Nurhaliza CATATAN :
70

40,40
74,79

30,20
140

DIGAMBAR DIPERIKSA
Detail Rel
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian
RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 10 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
DIGAMBAR DIPERIKSA
DETAIL ALINYEMEN HORIZONTAL
JALAN KERETA API
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian RIA MIFTAKHUL JANNAH, S.T.,M.T
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
5. Aisyah Nurhaliza CATATAN :
21000

150 150

210 210

250 250

AA
POTONGAN POTONGAN
AA

Di
ukur
dari
kepala
rel
bagian
dalam

POTONGAN
BB

Gambar Bantalan Beton


skala 1: 100

DIGAMBAR DIPERIKSA
Bantalan Beton
1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza
Jalan Aman Aman
Tidak
Perlahan Aman
Gambar Gambar
Sinyal STOP Sinyal
Muka AW UR Utama
A
SK EP
ER S
ET
AA
PI
DUA

Gambar Rambu Stop Gambar Papan Peringatan

DIGAMBAR DIPERIKSA
GAMBAR BANGUNAN
PELENGKAP 1. Isnaeni Bagaskoro
2. Rifki Dwi Febrian
3. M Ulil Abshor Abdhala
SKALA = 1 : 100 4. Rachmalia Nurhida
CATATAN :
5. Aisyah Nurhaliza

Anda mungkin juga menyukai