Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah yang berjudul “Laporan tugas perencanaan Rekayasa Jalan Rel” .
Dengan selesainya laporan ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang
telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
menyelesaikan tugas laporan ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan. Penulis juga mengharapkan agar laporan ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.4.2 Pematokan
Jalan rel merupakan prasarana Jalan darat bagi lalu lintas kereta api.
Oleh karena itu dalam perencanaan Jalan rel, bentuk geometri harus
ditetapkan sedemikian rupa sehingga Jalan yang bersangkutan dapat
memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan fungsinya. Perencanaan
geometrik Jalan rel merupakan bagian perencanaan Jalan rel dengan dimensi
yang nyata dari suatu Jalan beserta bagian- bagianya yang disesuaikan dengan
sifat-sifat dan susunannya, antara lain yaitu :
1. Kecepatan Kereta Api
Dalam hal ini kecepatan rencana, yaitu kecepatan yang dipilih
untuk menentukan ukuran Jalan rel dengan bagian-bagiannya yang
mengarah pada penghema- tan biaya pembuatan.
2. Jumlah Jalur/line
3. Landai Penentu
4. Perlintasan sebidang antara Jalan rel dengan Jalan raya.
Secara umum perencanaan geometrik Jalan meliputi antara lain :
lebar sepur, tikungan, kelandaian, Jarak pandangan pada perlintasan
sebidang dan kombinasl bagian-bagiannya. Perencanaan geometrik ini
diharapkan akan menciptakan hubungan baik antara ruang dan waktu
sehubungan dengan kereta api yang bersangkutan, sehingga
perencanaan Jalan rel seoptimal mungkin dapat dicapai dalam batas-
babas yang masih layak.
2.2.1 Kecepatan
1. Kecepatan Rencana
c = 1,25
Vi = Kecepatan Operasi
Vrencana = Vmaks
2. Kecepatan Maksimum
3. Kecepatan Operasi
4. Kecepatan Komersil
Beban gandar adalah beban yang diterima oleh jalan rel dari satu
gandar. Untuk semua kelas, beban gandar maksimum adalah 18 ton.
2.3 Peraturan yang berhubungan dengan Peraturan Dinas No. 10
2.4.1 Klasifikasi
Ruang bebas adalah ruang diatas sepur yang senantiasa harus bebas dari
segala rintangan dan benda penghalang; ruang ini disediakan untuk lalu lintas
rangkaian kereta api. Ukuran ruang bebas untuk jalur tunggal dan jalur ganda,
baik pada bagian lintas yang lurus maupun yang melengkung, untuk lintas
elektrifikasi dan non elektrifikasi. Ukuran-ukuran tersebut telah
memperhatikan dipergunakannya gerbong kontener/ peti kemas ISO (Iso
Container Size) tipe “Standard Height”.
Ruang bangun adalah ruang disisi sepur yang senantiasa harus bebas
dari segala bangunan tetap seperti antara lain tiang semboyan, tiang listrik
dan pagar. Batas ruang bangun diukur dari sumbu sepur pada tinggi 1 meter
sampai 3,55 meter. Jarak ruang bangun tersebut ditetapkan sebagai berikut :
a. Pada lintas bebas : 2,35 sampai 2,53 m di kiri kanan sumbu sepur.
b. Pada emplasemen : 1,95 m sampai 2,35 di kiri kanan sumbu sepur
c. Pada jembatan : 2,15 m di kiri kanan sumbu sepur.
2.6.1 Umum
Pada perlintasan sebidang antara jalan rel dan jalan raya harus
tersedia jarak pandangan yang memadai bagi kedua belah pihak,
terutama bagi pengendara kendaraan. Daerah pandangan pada
perlintasan merupakan daerah pandangan segitiga di mana jarak-
jaraknya ditentukan berdasarkan pada kecepatan rencana kedua belah
pihak.
Alinyemen horizontal suatu Jalan adalah garis proyeksi sumbu Jalan rel
yang ada pada peta. Alinyemen horizontal harus ditetapkan dengan sebaik-
baiknya, kecuali untuk memenuhi syarat-syarat dasar teknik lalu lintas
sebagaimana tercantum dalam peraturan yang ada, Juga harus
mempertimbangkan penyediaan drainase yang cukup, guna pemeliharaan
konstruksi dari goresan air dan memperkecil pengerjaan tanah yang
diperlukan.
Kemungkinan adanya pembangunan yang bertahap harus diperhatikan,
misalnya peningkatan kekuatan dari Jalan rel, dapat dilakukan dengan
penambahan biaya yang sekecil-kecilnya.
Pada lengkungan, elevasi rel luar dibuat lebih tinggi dari pada rel dalam
untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang dialami oleh rangkaian kereta.
Peninggian rel dicapai dengan menepatkan rel dalam pada tinggi semestinya
dan rel luar lebih tinggi lihat gambar 2.2. Besar peninggian untuk berbagai
kecepatan rencana tercantum pada tableberikut.
Tabel 2. 4 Rail Elevation at Curves with the Formula
𝑉𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 2
ℎ𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 = 5,95
𝑅𝑎𝑑𝑖𝑢𝑠
Alinemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal
yang melalui sumbu jalan rel tersebut; alinemen vertikal terdiri dari garis
lurus, dengan atau tanpa kelandaian, dan lengkung vertikal yang berupa busur
lingkaran. Letak lengkung vertikal diusahakan tidak berimpit atau
bertumpangan dengan lengkung horizontal.
Besar jari-jari minimum dari lengkung vertikal bergantung pada besar
kecepatan rencana dan adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 3.9.
Penampang melintang jalan rel adalah potongan pada jalan rel, dengan
arah tegak lurus sumbu jalan rel, di mana terlihat bagian-bagian dan ukuran-
ukuran jalan rel dalam arah melintang.
Pada tempat-tempat khusus, seperti di perlintasan, penampang
melintang dapat disesuaikan dengan keadaan setempat.
Pada peta topografi suatu daerah dengan skala 1:1000 dan interval kontur 1,00m
direncanakan sebuah trase jalan rel kelas I dari titik A menuju titik C melalui tikungan I
dan tikungan II.
A. Hitungan Koordinat
Koordinat A = ( 5678, 9012 )
𝑋1 = 261 meter
𝑌1 = 70 meter
Koordinat I = ( 5939, 8942 )
𝑋2 = 576 meter
𝑌2 = 142,5 meter
Koordinat II = ( 6515, 9084,5 )
𝑋3 = 272 meter
𝑌3 = 55 meter
Koordinat C = ( 6787, 9029,5 )
B. Hitungan Jarak Antar Titik
dA−I = √x 2 + y 2 = 270,22 meter
dI−II = √x 2 + y 2 = 593,37 meter
A 5678 9012
270,22
593,37
II 6515 9084,5 11,43
277,50
C 6787 9029,5
Tabel 3. 1 Koordinat Titik dan Jarak
A. Tikungan I
𝑉𝑟 2 1102
ℎ𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 = 5,95 x = 5,95 x = 109,08 mm
𝑅 660
ℎ𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 = 110 mm
1102
ℎ𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 = 8,8 x − 53,3 = 107,83 mm
660
𝐿𝑠 = 0,01 x h x 𝑉𝑚𝑎𝑥 = m
90 𝑥 𝐿𝑠
θs = =˚
πxR
θc = ∆s − 2. θs = ˚
θ
𝐿𝑐 c
= 360 x 2πR = m
𝐿 = 2𝐿𝑠 + 𝐿𝑐 = m
𝐿 3
𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 − 40 x𝑠 𝑅2 = m
𝐿 2
𝑌𝑐 = 6 x𝑠𝑅2 = m
p = Y – R (1 − cos θs ) = m
K = X – R . sin θs = m
∆𝑠
𝑇𝑡 = (R + p) tg +k=m
2
∆𝑠
𝐸𝑡 = (R + p) sec −R=m
2
V (km⁄jam)
R(m)
∆1 ( ˚ )
𝐿𝑠 ( m )
θs ( ˚ )
θc ( ˚ )
𝐿𝑐 ( m )
L(m)
X(m)
Y(m)
p(m)
K(m)
𝑇𝑡 ( m )
𝐸𝑡 ( m )
Tabel 3. 4 Data Lengkung pada Tikungan I
B. Tikungan II
ℎ𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 = 110 mm
1102
ℎ𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 = 8,8 x − 53,3 = 107,83 mm
660
𝐿𝑠 = 0,01 x h x 𝑉𝑚𝑎𝑥 = m
90 𝑥 𝐿𝑠
θs = =˚
πxR
θc = ∆s − 2. θs = ˚
θ
𝐿𝑐 c
= 360 x 2πR = m
𝐿 = 2𝐿𝑠 + 𝐿𝑐 = m
𝐿 3
𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 − 40 x𝑠 𝑅2 = m
𝐿 2
𝑌𝑐 = 6 x𝑠𝑅2 = m
p = Y – R (1 − cos θs ) = m
K = X – R . sin θs = m
∆𝑠
𝑇𝑡 = (R + p) tg +k=m
2
∆𝑠
𝐸𝑡 = (R + p) sec −R=m
2
V (km⁄jam)
R(m)
∆1 ( ˚ )
𝐿𝑠 ( m )
θs ( ˚ )
θc ( ˚ )
𝐿𝑐 ( m )
L(m)
X(m)
Y(m)
p(m)
K(m)
𝑇𝑡 ( m )
𝐸𝑡 ( m )
Tabel 3. 5 Data Lengkung pada Tikungan II
B. Tikungan II
Dihitung dari belakang yaitu dari titik C
Sta C = 8 + x00
Sta ST2 = Sta C + (𝑑𝐼−𝐼𝐼 − 𝑇𝑡 )
= (x + x00) + (−)
=
Sta CS2 = Sta ST2 + 𝐿𝑠
= (x + x) +
=
Sta SC2 = Sta CS2 + 𝐿𝐶
= (x + x) +
=
Sta TS2 = Sta SC2 + 𝐿𝑠
= (x + x) +
=
Jarak dari titik A ke titik C
𝑑𝐼−𝐶 = Sta C − Sta A
= (x + x) − (x + x)
=m
ℎ𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 = 110 mm
1102
ℎ𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 = 8,8 x − 53,3 = 107,83 mm
660
R = 660 m
𝐿𝐶 = 332,84 m
ℎ = 109,08 mm
𝑒 = 0 mm (dari Tabel)
𝐿ℎ = 0,01 x h x 𝑉𝑚𝑎𝑥
= 119,99 m
𝑋3
Y𝑖 = 6 𝑥 𝑅𝑖 𝑥 𝐿
ℎ
𝑋𝑖 3
h𝑖 = h
𝐿ℎ
𝑋𝑖 3
𝑒 = e
𝐿ℎ
1
𝐿 = 60,00 0,45 4,58 0,00
2 ℎ
3
𝐿 = 89,99 1,53 6,88 0,00
4 ℎ
A. Tikungan I
𝐿𝑠 =m
𝐿𝑐 =m
Diagram:
1 1
Titik 1 = 4 x h = 4 x = mm
1 1
Titik 2 = 2 x h = 2 x = mm
3 3
Titik 3 = 4 x h = 4 x = mm
Titik 4 = h = mm
B. Tikungan II
𝐿𝑠 =m
𝐿𝑐 =m
Diagram:
1 1
Titik 1 = 4 x h = 4 x = mm
1 1
Titik 2 = 2 x h = 2 x = mm
3 3
Titik 3 = 4 x h = 4 x = mm
Titik 4 = h = mm
A. Rel
Jumlah rel yang dibutuhkan dua kali panjang rel yang direncanakan dan
= 475,41 m
Karena jalan rel yang lurus terbagi dua yaitu di bagian titik A ( m) dan di
bagian titik B ( m), maka kebutuhan rel yang lurus adalah 4 batang.
B. Bantalan
Dari Peraturan Dinas (PD) No.10 tentang Peraturan Konstruksi Jalan Rel
di Indonesia (PKJRI) pada lintasan lurus jumlah bantalan yang dibutuhkan
1667 𝑏𝑢𝑎ℎ⁄𝑘𝑚 dan pada lengkungan jarak bantalan 60 cm diukur pada rel
luar.
Jumlah bantalan = Panjang Total Rel x 1667 x 10−3
= 1.141,09 x 1667 x 10−3
= 1.902,20 buah ≈ 1.903 buah
C. Ballast
Untuk menghemat biaya pembuatan jalan rel maka lapisan ballast dibagi
dua yaitu ballast atas dengan material yang sangat baik dan lapisan ballast
bawah dengan material pembentuk yang tidak sebaik lapisan ballast atas.
Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan ballast atas b > 1⁄2 L + X
b > 175
Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan ballast bawah
𝐾1 < b + 2 𝑑1 + m
𝐾1 ≥ 175 + 2 x 30 + 70 = 305cm
2. Pada tikungan
𝐾1 d = 𝐾1 = 350cm
𝐾1 L = b + 2 𝑑1 + m + 2e
1 ℎ
𝐾1 L = b + 2 𝑑1 + m + 2 {( b + 2 ) x 𝐿 + t }
1 15
𝐾1 L = 175 + 2 x 30 + 70 + 2 { ( 175 + 2 ) x 250 + 10 } = 346,06
Rel
Sambungan Rel
sedemikian rupa sehingga operasi kereta api tetap aman dan nyaman.
Penambat Rel
Panjang = 2000 mm
Lebar atas = mm
Lebar bawah = mm
Pada perlintasan sebidang antara jalan rel dan jalan raya harus tersedia jarak
pandangan yang memadai bagi kedua belah pihak, terutama bagi pengendara kendaraan.
Misalnya diketahui:
Jalan raya sekunder kelas IIa dengan kecepatan rencana 100 km⁄jam
Jalan rel kelas II dengan kecepatan rencana 110 km⁄jam
Maka berdasarkan Tabel 3.8 didapat jarak pandang minimum:
Jarak pandang pihak jalan rel A = 259 meter
Jarak pandang pihak jalan raya B = 233 meter
Daerah pandangan segitiga harus bebas dari benda-benda penghalang setinggi 1,00
meter ke atas. Sudut perpotongan perlintasan sebidang diusahakan sebesar 90˚ dan bila
tidak memungkinkan sudut perpotongan harus lebih besar dari pada 30˚. Kalau akan
membuat perlintasan baru, jarak antara perlintasan baru dengan yang sudah ada tidak
boleh kurang dari 800 meter.
Luas Penampang
Rata-rata Luas (𝒎𝟐 ) Jarak Volume (𝒎𝟐 )
Titik Stasion (𝒎𝟐 )
(m)
Timbunan Galian Timbunan Galian Timbunan Galian
A STA 7 + 600
1 STA 7 + 650
TC STA 7 + 700,09
2 STA 7 + 750
3 STA 7 + 800
4 STA 7 + 850 5,50 0,08 7,24 0,04 20,22 146,34 0,80
I STA 7 + 870,22 8,98 0,00
5 STA 7 + 900 12,08 0,00
13,03 0,00 50,00 651,33 0,00
6 STA 7 + 950 13,98 0,00
7 STA 8 + 000 10,72 0,00
10,76 0,00 40,35 434,02 0,00
CT STA 8 + 040,35 10,79 0,00
8 STA 8 + 050 12,85 0,00
21,71 0,00 50,00 1085,64 0,00
9 STA 8 + 100 30,58 0,00
10 STA 8 + 150 33,62 0,00
40,30 0,00 50,00 2014,83 0,00
11 STA 8 + 200 46,97 0,00
12 STA 8 + 250 2,91 2,81
1,45 7,33 50,00 72,71 366,70
13 STA 8 + 300 0,00 11,86
TC2 STA 8 + 315,29
14 STA 8 + 350
15 STA 8 + 400
16 STA 8 + 450
II STA 8 + 463
17 STA 8 + 500
18 STA 8 + 550
19 STA 8 + 600
CT2 STA 8 + 611,89
20 STA 8 + 650
21 STA 8 + 700
B STA 8 + 741,09
∑ Timbunan
∑ Galian
Selisih
Dari tabel perhitungan volume galian dan timbunan diatas terdapat banyak tanah
galian tersisa yaitu sebesar ... 𝑚3
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Saran
3. Dalam perencanaan jalur baru perlu adanya perhitungan tanah dasar sebagai
pondasi.
4. Diharapkan pada setiap perlintasan antara jalan rel kereta api dengan jalan raya
agar dibuat tidak sebidang ( dibuat underpass/flay over).
4.2 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari perencanaan jalan rel dalam tugas perencanaan ini dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Jalur rel yang direncakan dari Km 151 + 400 s/d 164 + 400 dengan satu sepur.
Rel digunakan R 54