Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PERENCANAAN

GEOMETRI JALAN REL


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Rekayasa Jalan Rel

Oleh :

Desti Ayu Anggraeni 157011002

Bianca Yulia Sasqia Putri 157011003

Wulan Permata Sari 157011033

Niqo Fauzan 1570110xx

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SILIWANGI
KOTA TASIKMALAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan tugas perencanaan Rekayasa Jalan Rel yang dikerjakan oleh :

Desti Ayu Anggraeni 157011002


Bianca Yulia Sasqia Putri 157011003
Wulan Permata Sari 157011033
Niqo Fauzan 1570110xx

Telah di periksa dan disetujui oleh :

Dosen Jurusan Teknik Sipil


Mata Kuliah Rekayasa Jalan Rel,

Hendra, S.T., M.Sc.


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah yang berjudul “Laporan tugas perencanaan Rekayasa Jalan Rel” .

Dengan selesainya laporan ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang
telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
menyelesaikan tugas laporan ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan. Penulis juga mengharapkan agar laporan ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Kereta Api Indonesia

Dapat dikatakan bahwa secara de-facto hadirnya kerata api di Indonesia


ialah dengan dibangunnya jalan rel sepanjang 26 km pada lintas Kemijen-
Tanggung yang dibangun oleh NV. Nederlandsch Indische Spoorweg
Maatschappij (NIS). Pembangunan jalan rel tersebut dimulai dengan
penyangkulan pertama pembangunan badan jalan rel oleh Gubernur Jenderal
Belanda Mr. L.A.J. Baron Sloet Van De Beele pada hari Jum’at tanggal 17
Juni 1864. Jalur kereta api lintas Kemijen-Tanggung mulai dibuka untuk
umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867. Sedangkan landasan de-jure
pembangunan jalan rel di jawa ialah disetujuinya undang-undang
pembangunan jalan rel oleh pemerintah Hindia Belanda tanggal 6 April
1875. Pada masa pendudukan Jepang, beberapa jalan rel di pulau Sumatera
dan pulau Sulawesi serta sebagian lintas cabang di pulau Jawa dibongkar
untuk diangkut dan dipasang di Burma (Myanmar).

Bahkan pemindahan jalan rel ini juga disertai dengan dialihkannya


sejumlah tenaga kereta api Indonesia ke Myanmar. Akibat tindakan Jepang
tersebut ialah berkurangnya jaringan jalan rel di Indonesia. Data tahun 1999
memberikan informasi bahwa panjang jalan rel di Indonesia ialah 4615,918
km, terdiri atas Lintas Raya 4292,322 km dan Lintas Cabang 323,596.

Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia peran kereta


api sangatlah besar. Sejarah mencatat peran kereta api dalam distribusi
logistik untuk keperluan perjuangan dari Ciporoyom (Bandung) ke
pedalaman Jawa Tengah, mobilisasi prajurit pejuang di wilayah Jogjakarta-
Magelang-Ambarawa.

Hijrahnya pemerintahan republik Indonesia dari Jakarta ke Jogjakarta


Tanggal 3 Januari 1946 rombongan Presiden Soekarno berhasil
meninggalkan Jakarta menggunakan kereta api, tiba di Jogjakarta tanggal 4
Januari 1946 pukul 09.00 disambut oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

1.2 Tinjauan Pengertian Jalan Rel

Karena kegiatan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya,


sehingga timbulnya aktivitas manusia yang menyebabkan lalu lalangnya
manusia dan barang dari satu tempat ke tempat yang lain disebut "Lalu
Lintas". Untuk membantu hubungan dari satu tempat ketempat lain maka
manusia menggunakan salah satu moda angkutan yaitu Kereta Api.

Aktifitas manusia tersebut berfungsi sebagai Konsumen dan Produsen.


Karena kedua hal tersebut untuk memperoleh barang dan jasa, salah satu
akibat dari adanya interaksi antar manusia, ada beberapa alternatif moda
angkutan yang dapat dipergunakan untuk pemindahan/pengangkutan orang
dan barang.

Jenis moda transportasi bermacam-macam, salah satunya berupa moda


transportasi darat yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
 Transportasi darat dengan akses jalan berupa Jalan Raya;
 Transportasi darat dengan prasarana Rel, alat angkutan berupa kereta
api.

1.3 Data Persiapan Perencanaan Jalan Rel

Jalan Rel merupakan prasarana jalan/perhubungan darat bagi arus lalu


lintas kereta api. Oleh karena itu dalam perencanaanya harus sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
Dalam perencanaan jalan ditempuh langkah-langkah sebagal berikut :
1. Survel Pendahuluan, yang mencakup explorasi tanah dan bahan
jalan rel, data Hidrologi dan Pata Tofografi;
2. Study Kelayakan meliputi study arus lalu-lintas kereta api dan study
ekonomi finasial;
3. Data penunjang, seperti harga saham dan upah.
Setelah data-data tersebut diperoleh maka langkah-langkah selanjutnya
adalah :
1. Menentukan lebar Jalan
2. Kriteria Geometri Jalan
3. Alinyemen horisontal dan alinyemen vertlkal
4. Profil melintang Jalan rel
5. Bangunan pelengkap dan Jembatan

1.3.1 Pekerjaan Perencanaan Geometri Jalan Rel

Perencanaan Jalan rel tidak terlepas dari perencanaan


geometrinya, karena perencanaan geometri Jalan rel berfungsi untuk
menentukan dimensi nyata dari suatu Jalan rel serta bagian-bagian yang
disesualkan dengan tuntutan lalu lintas Jalan rel. Melalui perencanaan
geometri lni di harapkan akan tercipta Jalan yang efisian namun juga
arah dalam batas-batas pertimbangan ekonomi yang masih layak.
Perencanaan ini tidak langsung menyangkut aspek-aspek perencanaan
dan pelaksanaan konstruksi Jalan rel yang Iebih dekat hubungannya
dengan beban lalu lintas rel.

Ditinjau dari segi pembangunan, perencanaan geometrs Jalan rel


merupakan awal fase dari “power plan" yang selanjutnya diikuti oleh
fase pembangunan. Bagaimana hal yang menyangkut perkembangan
daerah, sifat lalu lintas rel yang dilayani, syarat dan kualitas Jalan rel
sudah tidak disinggung lagi karena ditetapkan dalam planning. Guna
merencanakan geometrl Jalan rel yang harus diperhatikan adalah
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Peraturan Konstruksi Jalan Rel
(PKJR) PD 10/86 dan daftar. Syarat batas ini harus diperhatikan untuk
menghasilkan Jalan rel yang benar-benar sesuai dengan harapan serta
memuaskan.

1.3.2 Survei Pendahuluan

Kondisi medan atau keadaan topografi lokasi perlu diperhatikan,


karena menyangkut penyesuaian standard geometrik dalan rel terhadap
keadaan topografi yang dihubungkan dengan segi ekonomi.
Penghematan biaya dapat dilakukan tanpa mengurangi kekuatan
struktur Jalan, strategi keamanan dan kenyamanan bagi pemakai Jalan
tersebut. Untuk itu survei pendahuluan ini sangat penting untuk
dilaksanakan.

1.4 Klasifikasi Jalan Rel

Umumnya dalam perencanaan Jalan di bedakan dalam berbagai


klasifikasi. Untuk Jalan rel klasifikasi Jalan digolongkan menurut :

1.4.1 Lebar Sepur

 Sepur Standard (standard Gauge) 1435 mm


 Sepur Lebar (Brood Gauge) > 1435 mm
 Sepur Sempit (Narraow Gauge) < 1435 mm

Contoh negara-negara pemakai Kereta Api :


 Sepur Standard (Normal) : Eropa, Turki, Iran, USA dan Jepang.
 Sepur Lebar ( > 1435 mm) : Finlandia, Rusia (1524 mm), Spanyol
Portugal Pakistan, India (1676 mm).
 Sepur Sempit ( < 1435 mm) : Malaysia, Thailand, Birma,
Kamboja (1000 mm)

1.4.2 Kecepatan Maximum

Kecepatan Maximum yang di ijinkan di Indonesia :


Kelas Jalan I 120 km/jam

Kelas jalan II 110 km/jam

Kelas Jalan III 100 km/jam

Kelas jalan IV 90 km/jam

Kelas jalan V 80 km/jam


1.4.3 Tanjakan

Lintasan datar, kelandaian 0– 10 %

Lintasan Pegunungan kelandaian 10 – 40 %

Lintasan dengan rel gigi kelandaian 0-10 %

Kelandaian diemplesemen kelandaian 0 – 1,5 %

1.4.4 Jumlah Jalur

Jalur Tunggal : Jumlah Jalur bebas hanya satu di peruntukan


me1ayani arus lalu lintas angkutan Jalan rel dari 2 arah.

Jalur Ganda : Jumlah Jalur bebas > 1 (2 buah) di mana masing-


masing Jalan diperuntukan melayani arus lalu lintas angkutan Jalan
rel dari 1 arah saja.

1.4.1 Membuat rencana Trase Jalan Rel

Dalam perencanaan Jalan rel, perencanaan peta topografi dan peta


situasi tidak boleh dilupakan. Adanya peta topografi akan membantu
tercapainya kondisi dan keadaan gambaran modern secara keseluruhan
dalam bentuk mikro.

Keadaan tinggi rendahnya medan atau tanah dapat dlketahui


dengan membuat "trase jalan rel 1" sehingga perencanaan jalan rel
mendapatkan trase Jalan rel yang ideal sesuai dengan permintaan
masyarakat dan tuntutan lalu lintas. Besar volume galian dan volume
timbunan akan di dapat, biasanya di usahakan terhadap keseimbangan
antara beratnya volume timbunan dan volume galian.

Adanya keseimbangan tersebut, akan lebih mempermudah dalam


pengerjaan, efesiensi waktu dan biaya. Jika di dalam perencanaan
didapati bahwa jalan rel terdapat medan menanjak atau lereng, maka
dalam hal ini di perlukan adanya lereng tambahan (climbing line) jalur
penggunaan.

Ketika merencanakan jalan rel, diusahakan medan yang diatur


dari medan berbukit atau gunung karena lebih hemat dari segi biaya dan
mempermudah dalam hal pelaksanaan.

Gambar 1. 1 Rencana Trase Jalan Rel

1.4.2 Pematokan

Pematokan adalah pekerjaan yang tidak boleh ditinggalkan.


Pemasangan patok-patok pada titik-titik yang telah ditentukan sehingga
mempermudah dalam pelaksanaan dan pengecekan. Untuk Jalan , yang
lurus jarak patok biasanya 50 - 100m, sedangkan untuk jalan yang
berbelok jarak antara patok adalah 25 - 50 m.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Standart Perencanaan Geometrik Jalan Rel

Jalan rel merupakan prasarana Jalan darat bagi lalu lintas kereta api.
Oleh karena itu dalam perencanaan Jalan rel, bentuk geometri harus
ditetapkan sedemikian rupa sehingga Jalan yang bersangkutan dapat
memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan fungsinya. Perencanaan
geometrik Jalan rel merupakan bagian perencanaan Jalan rel dengan dimensi
yang nyata dari suatu Jalan beserta bagian- bagianya yang disesuaikan dengan
sifat-sifat dan susunannya, antara lain yaitu :
1. Kecepatan Kereta Api
Dalam hal ini kecepatan rencana, yaitu kecepatan yang dipilih
untuk menentukan ukuran Jalan rel dengan bagian-bagiannya yang
mengarah pada penghema- tan biaya pembuatan.
2. Jumlah Jalur/line
3. Landai Penentu
4. Perlintasan sebidang antara Jalan rel dengan Jalan raya.
Secara umum perencanaan geometrik Jalan meliputi antara lain :
lebar sepur, tikungan, kelandaian, Jarak pandangan pada perlintasan
sebidang dan kombinasl bagian-bagiannya. Perencanaan geometrik ini
diharapkan akan menciptakan hubungan baik antara ruang dan waktu
sehubungan dengan kereta api yang bersangkutan, sehingga
perencanaan Jalan rel seoptimal mungkin dapat dicapai dalam batas-
babas yang masih layak.

2.2 Kecepatan dan Beban Gandar

2.2.1 Kecepatan

1. Kecepatan Rencana

Kecepatan rencana adalah kecepatan yang digunakan untuk


merencanakan konstruksi jalan rel.
a) Untuk perencanaan struktur jalan rel.

V rencana = 1,25 x V maks.

b) Untuk perencanaan peninggian

c = 1,25

Ni = Jumlah Kereta api yang lewat.

Vi = Kecepatan Operasi

c) Untuk perencanaan jari-jari lengkung lingkaran dan


lengkung peralihan

Vrencana = Vmaks

2. Kecepatan Maksimum

Kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi yang


diijinkan untuk operasi suatu rangkaian kereta pada lintas
tertentu.

3. Kecepatan Operasi

Kecepatan operasi adalah kecepatan rata-rata kereta api pada


petak jalan tertentu.

4. Kecepatan Komersil

Kecepatan komersil kecepatan rata-rata kereta api sebagai


hasil pembagian jarak tempuh dengan waktu tempuh.

2.2.2 Beban Gandar

Beban gandar adalah beban yang diterima oleh jalan rel dari satu
gandar. Untuk semua kelas, beban gandar maksimum adalah 18 ton.
2.3 Peraturan yang berhubungan dengan Peraturan Dinas No. 10

a) Peraturan Dinas No. 10 A yaitu Peraturan Perawatan Jalan Rel


Indonesia (PPJRI).
b) Peraturan Dinas No.10 B, yaitu Peraturan Pelaksanaan Pembangunan
Jalan Rel Indonesia (PPPJRI).
c) Peraturan Dinas No.10 C, yaitu Peraturan Bahan Jalan Rel Indonesia
(PBJRI).

2.4 Standar Jalan Rel.

2.4.1 Klasifikasi

Daya angkut lintas, kecepatan maksimum, beban gandar dan


ketentuan-ketentuan lain untuk setiap kelas jalan, tercantum pada
tabel

Tabel 2. 1 Klasifikasi Jalan Rel

2.4.1 Daya Angkut Lintas

Daya angkut lintas adalah jumlah angkutan anggapan yang


melewati suatu lintas dalam jangka waktu satu tahun. Daya angkut
lintas mencerminkan jenis serta jumlah beban total dan kecepatan
kereta api yang lewat di lintas yang bersangkutan. Daya angkut
disebut daya angkut T dengan satuan ton/ tahun.
2.5 Ruang Bebas dan Ruang Bangun.

Ruang bebas adalah ruang diatas sepur yang senantiasa harus bebas dari
segala rintangan dan benda penghalang; ruang ini disediakan untuk lalu lintas
rangkaian kereta api. Ukuran ruang bebas untuk jalur tunggal dan jalur ganda,
baik pada bagian lintas yang lurus maupun yang melengkung, untuk lintas
elektrifikasi dan non elektrifikasi. Ukuran-ukuran tersebut telah
memperhatikan dipergunakannya gerbong kontener/ peti kemas ISO (Iso
Container Size) tipe “Standard Height”.

Gambar 3. 1 Ruang Bebas pada Bagian Lurus


Gambar 3. 2 Ruang Bebas pada Bagian Lengkung

Ruang bangun adalah ruang disisi sepur yang senantiasa harus bebas
dari segala bangunan tetap seperti antara lain tiang semboyan, tiang listrik
dan pagar. Batas ruang bangun diukur dari sumbu sepur pada tinggi 1 meter
sampai 3,55 meter. Jarak ruang bangun tersebut ditetapkan sebagai berikut :
a. Pada lintas bebas : 2,35 sampai 2,53 m di kiri kanan sumbu sepur.
b. Pada emplasemen : 1,95 m sampai 2,35 di kiri kanan sumbu sepur
c. Pada jembatan : 2,15 m di kiri kanan sumbu sepur.

2.6 Perlintasan Sebidang

2.6.1 Umum

Pada perlintasan sebidang antara jalan rel dan jalan raya harus
tersedia jarak pandangan yang memadai bagi kedua belah pihak,
terutama bagi pengendara kendaraan. Daerah pandangan pada
perlintasan merupakan daerah pandangan segitiga di mana jarak-
jaraknya ditentukan berdasarkan pada kecepatan rencana kedua belah
pihak.

Gambar 2. 1 Jarak Pandang Kendaraan

Jarak-jarak minimum untuk berbagai kombinasi kecepatan adalah


seperti yang tercantum pada tabel

Tabel 2. 2 Jarak Minimum Rel

2.6.2 Konstruksi Perlintasan Sebidang.

Lebar perlintasan sebidang bagi jalan raya dalam keadaan pintu


terbuka atau tanpa pintu, harus sama dengan lebar perkerasan jalan
raya yang bersangkutan. Perlintasan sebidang yang dijaga dilengkapi
dengan rel-rel lawan untuk menjamin tetap adanya alur untuk flens
roda kecuali untuk konstruksi lain yang tidak memerlukan rel lawan.
Lebar alur adalah sebesar 40 mm dan harus selalu bersih benda-benda
penghalang. Panjang rel lawan adalah sampai 0,8 meter di luar lebar
perlintasan dan dibengkokan ke dalam agar tidak terjadi tumbukan
dengan roda dari rangkaian. Sambungan rel di dalam perlintasan harus
dihindari.

2.7 Perencanaan Alinemen Horizontal

Alinyemen horizontal suatu Jalan adalah garis proyeksi sumbu Jalan rel
yang ada pada peta. Alinyemen horizontal harus ditetapkan dengan sebaik-
baiknya, kecuali untuk memenuhi syarat-syarat dasar teknik lalu lintas
sebagaimana tercantum dalam peraturan yang ada, Juga harus
mempertimbangkan penyediaan drainase yang cukup, guna pemeliharaan
konstruksi dari goresan air dan memperkecil pengerjaan tanah yang
diperlukan.
Kemungkinan adanya pembangunan yang bertahap harus diperhatikan,
misalnya peningkatan kekuatan dari Jalan rel, dapat dilakukan dengan
penambahan biaya yang sekecil-kecilnya.

2.8 Diagram Super Elevasi

Diagram super elevasi merupakan suatu diagram yang menunjukan


besarnya perubahan ketinggian/kemiringan dari jalan rel pada tikungan.

Pada perencanaan letak lengkung vertikal diusahakan tidak berhimpit


atau bertumpangan dengan lengkung horizontal. Lengkung vertikal berupa
busur lingkaran yang menghubungkan kedua kelandaian lintas yang berbeda
ditentukan berdasarkan jari-jari lengkung vertikal dan perbedaan kelandaian.

2.9 Pelebaran Sepur

Pelebaran sepur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati


lengkung tanpa mengalami hambatan. Pelebaran sepur dicapai dengan
menggeser rel dalam kearah dalam

Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan seperti yang


tercantu pada tabel
Tabel 2. 3 Besar Pelebaran Sepur

Pelebaran sepur maksimum yang diijinkan adala 20 mm. Pelebaran


sepur dicapai dan dihilangkan secara berangsur sepanjang lengkung
peralihan.

2.10 Peninggian Rel

Pada lengkungan, elevasi rel luar dibuat lebih tinggi dari pada rel dalam
untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang dialami oleh rangkaian kereta.
Peninggian rel dicapai dengan menepatkan rel dalam pada tinggi semestinya
dan rel luar lebih tinggi lihat gambar 2.2. Besar peninggian untuk berbagai
kecepatan rencana tercantum pada tableberikut.
Tabel 2. 4 Rail Elevation at Curves with the Formula

Peninggian rel dicapai dan dihilangkan secara berangsur sepanjang


lengkung peralihan. Untuk tikungan tanpa lengkung peralihan peninggian rel
dicapai secara berangsur tepat di luar lengkung lingkaran sepanjang suatu
panjang peralihan, panjang minimum peralihan ini dihitung dari rumus
berikut :

𝑉𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 2
ℎ𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 = 5,95
𝑅𝑎𝑑𝑖𝑢𝑠

2.11 Lengkung Vertikal

Alinemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal
yang melalui sumbu jalan rel tersebut; alinemen vertikal terdiri dari garis
lurus, dengan atau tanpa kelandaian, dan lengkung vertikal yang berupa busur
lingkaran. Letak lengkung vertikal diusahakan tidak berimpit atau
bertumpangan dengan lengkung horizontal.
Besar jari-jari minimum dari lengkung vertikal bergantung pada besar
kecepatan rencana dan adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 3.9.

Kecepatan Rencana Jari-Jari Minimum Lengkung Vertikal


(Km/Jam) (Meter)
Lebih besar dari 100 8000
Sampai 100 6000
Tabel 2. 5 Jari-jari Minimum Lengkung Vertikal

2.12 Penampang Melintang

Penampang melintang jalan rel adalah potongan pada jalan rel, dengan
arah tegak lurus sumbu jalan rel, di mana terlihat bagian-bagian dan ukuran-
ukuran jalan rel dalam arah melintang.
Pada tempat-tempat khusus, seperti di perlintasan, penampang
melintang dapat disesuaikan dengan keadaan setempat.

Gambar 2. 2 Peninggian Elevasi Rel Pada Lengkung Jelur Tunggal


BAB III
PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL

3.1 Dasar-dasar Perencanaan

1. Kelas jalan rel : II


2. Koordinat titik A : ( 5678, 9012 )
3. Tangen titik A : 105 ̊
4. Landai Penentu : 15%
5. Jumlah line : Single
6. Macam bantalan : Beton
7. Stationing titik A : 7 + 600

3.2 Perencanaan Alinyemen Horisontal

Pada peta topografi suatu daerah dengan skala 1:1000 dan interval kontur 1,00m
direncanakan sebuah trase jalan rel kelas I dari titik A menuju titik C melalui tikungan I
dan tikungan II.

Gambar 3. 3 Rencana Trase Jalan Rel

3.2.1 Hitungan Koordinat dan Jarak

A. Hitungan Koordinat
 Koordinat A = ( 5678, 9012 )
𝑋1 = 261 meter
𝑌1 = 70 meter
 Koordinat I = ( 5939, 8942 )
𝑋2 = 576 meter
𝑌2 = 142,5 meter
 Koordinat II = ( 6515, 9084,5 )
𝑋3 = 272 meter
𝑌3 = 55 meter
 Koordinat C = ( 6787, 9029,5 )
B. Hitungan Jarak Antar Titik
dA−I = √x 2 + y 2 = 270,22 meter
dI−II = √x 2 + y 2 = 593,37 meter

dII−C = √x 2 + y 2 = 277,50 meter


C. Hitungan Sudut
Azimuth A = 105˚
70
θ1 = arc tg ( 261 ) = 15,01˚
142,5
θ2 = arc tg ( ) = 13,90˚
576
55
θ3 = arc tg ( 272 ) = 11,43˚

∆1 = θ1 + θ2 = 15,01˚ + 13,90˚ = 28,91˚


∆2 = θ2 + θ3 = 13,90˚ + 11,43˚ = 25,33˚
Koordinat Jarak
Titik (˚)
X Y (m)

A 5678 9012
270,22

I 5939 8942 13,90

593,37
II 6515 9084,5 11,43

277,50
C 6787 9029,5
Tabel 3. 1 Koordinat Titik dan Jarak

3.2.2 Perencanaan Tikungan

Kelas Jalan I II III IV V

𝐕𝐦𝐚𝐱 (𝐤𝐦⁄𝐣𝐚𝐦) 120 110 100 90 80

Tabel 3. 2 Peraturan Konstruksi Jalan Rel (PKJRI)

3.2.3 Perhitungan Tikungan

Jari-jari minimum lengkung


Vrencana Jari-jari minimum lengkung
lingkaran yang diijinkan
lingkaran tanpa lengkung
(km⁄jam) dengan lengkung perallihan
peralihan (m)
(m)
120 2370 780
110 1990 660
100 1650 550
90 1330 440
80 1050 350
70 810 270
60 600 200
Tabel 3. 3 Jari-jari Minimum Lengkung Lingkaran

A. Tikungan I

Direncanakan Kelas Jalan Rel 2


𝑉𝑚𝑎𝑥 = 110 𝑘𝑚⁄𝑗𝑎𝑚
𝑅𝑚𝑖𝑛 = 660 m
∆1 = 28,91˚
𝑉𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 𝑉𝑚𝑎𝑥 = 110 𝑘𝑚⁄𝑗𝑎𝑚

Gambar 3. 4 Trase Rencana Tikungan I

𝑉𝑟 2 1102
ℎ𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 = 5,95 x = 5,95 x = 109,08 mm
𝑅 660

ℎ𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 = 110 mm
1102
ℎ𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 = 8,8 x − 53,3 = 107,83 mm
660

h yang di pakai = 107,83 mm

 𝐿𝑠 = 0,01 x h x 𝑉𝑚𝑎𝑥 = m
90 𝑥 𝐿𝑠
 θs = =˚
πxR

 θc = ∆s − 2. θs = ˚
θ
 𝐿𝑐 c
= 360 x 2πR = m

 𝐿 = 2𝐿𝑠 + 𝐿𝑐 = m
𝐿 3
 𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 − 40 x𝑠 𝑅2 = m
𝐿 2
 𝑌𝑐 = 6 x𝑠𝑅2 = m

 p = Y – R (1 − cos θs ) = m
 K = X – R . sin θs = m
∆𝑠
 𝑇𝑡 = (R + p) tg +k=m
2
∆𝑠
 𝐸𝑡 = (R + p) sec −R=m
2

V (km⁄jam)

R(m)

∆1 ( ˚ )

𝐿𝑠 ( m )

θs ( ˚ )

θc ( ˚ )

𝐿𝑐 ( m )

L(m)

X(m)

Y(m)

p(m)

K(m)

𝑇𝑡 ( m )

𝐸𝑡 ( m )
Tabel 3. 4 Data Lengkung pada Tikungan I

Gambar 3. 5 Lengkungan Rencana pada Tikungan I

B. Tikungan II

Direncanakan Kelas Jalan Rel 1


𝑉𝑚𝑎𝑥 = 110 𝑘𝑚⁄𝑗𝑎𝑚
𝑅𝑚𝑖𝑛 = 660 m
∆1 = 25,33˚
𝑉𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 𝑉𝑚𝑎𝑥 = 110 𝑘𝑚⁄𝑗𝑎𝑚

Gambar 3. 6 Trase Rencana Tikungan II


𝑉𝑟 2 1102
ℎ𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 = 5,95 x = 5,95 x = 109,08 mm
𝑅 660

ℎ𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 = 110 mm
1102
ℎ𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 = 8,8 x − 53,3 = 107,83 mm
660

h yang di pakai = 107,83 mm

 𝐿𝑠 = 0,01 x h x 𝑉𝑚𝑎𝑥 = m
90 𝑥 𝐿𝑠
 θs = =˚
πxR

 θc = ∆s − 2. θs = ˚
θ
 𝐿𝑐 c
= 360 x 2πR = m

 𝐿 = 2𝐿𝑠 + 𝐿𝑐 = m
𝐿 3
 𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 − 40 x𝑠 𝑅2 = m
𝐿 2
 𝑌𝑐 = 6 x𝑠𝑅2 = m

 p = Y – R (1 − cos θs ) = m
 K = X – R . sin θs = m
∆𝑠
 𝑇𝑡 = (R + p) tg +k=m
2
∆𝑠
 𝐸𝑡 = (R + p) sec −R=m
2

V (km⁄jam)

R(m)

∆1 ( ˚ )

𝐿𝑠 ( m )

θs ( ˚ )

θc ( ˚ )

𝐿𝑐 ( m )

L(m)

X(m)

Y(m)
p(m)

K(m)

𝑇𝑡 ( m )

𝐸𝑡 ( m )
Tabel 3. 5 Data Lengkung pada Tikungan II

Gambar 3. 7 Lengkungan Rencana pada Tikungan II

3.2.4 Hitungan Stasioning Titik Penting


A. Tikungan I
Sta A = 7 + 600
Sta TC1 = Sta A + (𝑑𝐴−𝐼 − 𝑇𝐶1)
= (7 + 600) + (270,22 − 170,13)
= 7 + 700,09
Sta I = Sta A + 𝑑𝐴−𝐼
= (7 + 600) + 270,22
= 7 + 870,22
Sta CT1 = Sta I + 𝑇𝐶
= (7 + 870,22) + 170,13
= 8 + 040,35
Sta TC2 = Sta I + (𝑑𝐼−𝐼𝐼 − 𝑇𝐶2 )
= (7 + 870,22) + (593,37 – 148,30)
= 8 + 315,29
Sta II = Sta I + 𝑑𝐼−𝐼𝐼
= (7 + 870,22) + 593,37
= 8 + 463,59
Sta CT2 = Sta II + 𝑇𝐶2
= (8 + 463,59) + 148,30
= 8 + 611,89
Jarak dari titik CT1 ke titik Sta TC2
𝑑𝐶𝑇1−𝑇𝐶2 = Sta II − Sta A
= (8 + 315,29) − (8 + 040,35)
= 274,94 m

B. Tikungan II
Dihitung dari belakang yaitu dari titik C
Sta C = 8 + x00
Sta ST2 = Sta C + (𝑑𝐼−𝐼𝐼 − 𝑇𝑡 )
= (x + x00) + (−)
=
Sta CS2 = Sta ST2 + 𝐿𝑠
= (x + x) +
=
Sta SC2 = Sta CS2 + 𝐿𝐶
= (x + x) +
=
Sta TS2 = Sta SC2 + 𝐿𝑠
= (x + x) +
=
Jarak dari titik A ke titik C
𝑑𝐼−𝐶 = Sta C − Sta A
= (x + x) − (x + x)
=m

3.3 Peninggian Rel Luar dan Pelebaran Sempur

3.3.1 Hitungan Peninggian Rel

𝑉𝑚𝑎𝑥 = 110 𝑘𝑚⁄𝑗𝑎𝑚


𝑉𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 𝑉𝑚𝑎𝑥 = 110 𝑘𝑚⁄𝑗𝑎𝑚
𝑉𝑟 2 1102
ℎ𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 = 5,95 x = 5,95 x = 109,08 mm
𝑅 660

ℎ𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 = 110 mm
1102
ℎ𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 = 8,8 x − 53,3 = 107,83 mm
660

Karena ℎ𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 < ℎ𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 < ℎ𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

Maka h yang di pakai = 109,08 mm


3.3.2 Hitungan Pelebaran Sempur

Pelebaran Sempur (mm) Jari-jari tikungan (m)


0 R > 600
5 550 < R < 600
10 400 < R < 600
15 350 < R < 600
20 100 < R < 600
Tabel 3. 6 Pelebaran Sempur

Lebar Sempur = 1.067 m

R = 660 m

𝐿𝐶 = 332,84 m

ℎ = 109,08 mm

𝑒 = 0 mm (dari Tabel)

Panjang minimum lengkung peralihan

𝐿ℎ = 0,01 x h x 𝑉𝑚𝑎𝑥

= 0,01 x 109,08 x 110

= 119,99 m

Persamaan lengkung peralihan

𝑋3
Y𝑖 = 6 𝑥 𝑅𝑖 𝑥 𝐿

𝑋𝑖 3
h𝑖 = h
𝐿ℎ

𝑋𝑖 3
𝑒 = e
𝐿ℎ

𝑋𝑖 (m) 𝑌𝑖 (m) ℎ𝑖 (m) 𝑒𝑖 (m)


1
𝐿 = 30,00 0,06 2,29 0,00
4 ℎ

1
𝐿 = 60,00 0,45 4,58 0,00
2 ℎ

3
𝐿 = 89,99 1,53 6,88 0,00
4 ℎ

𝐿ℎ = 119,99 3,64 9,17 0,00


Tabel 3. 7 Persamaan Lengkung Peralihan dan Peninggian
Gambar 3. 8 Peninggian Rel pada Tikungan

3.3.3 Diagram Superelevasi

A. Tikungan I

Peninggian rencana rel, h = mm

𝐿𝑠 =m
𝐿𝑐 =m
Diagram:

Gambar 3. 9 Diagram Superelevasi Tikungan I

1 1
 Titik 1 = 4 x h = 4 x = mm

1 1
 Titik 2 = 2 x h = 2 x = mm

3 3
 Titik 3 = 4 x h = 4 x = mm

 Titik 4 = h = mm

B. Tikungan II

Peninggian rencana rel, h = mm

𝐿𝑠 =m
𝐿𝑐 =m
Diagram:

Gambar 3. 10 Diagram Superelevasi Tikungan II

1 1
 Titik 1 = 4 x h = 4 x = mm

1 1
 Titik 2 = 2 x h = 2 x = mm

3 3
 Titik 3 = 4 x h = 4 x = mm

 Titik 4 = h = mm

3.4 Bagian Jalan Rel

3.4.1 Kebutuhan Bahan

A. Rel

Jumlah rel yang dibutuhkan dua kali panjang rel yang direncanakan dan

dikalikan jumlah panjang total rel.

Gambar 3. 11 Panjang Total Jalan Rel

 Panjang jalan rel (Sta B – Sta A) = 1.141,09 m

 Jumlah line (track) = 1 (single)

 Total panjang rel = 2.282,19 m

 Jenis rel yang digunakan = Type R.54

 Rel untuk line lurus = 250 𝑚⁄𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔


Bagian jalan rel yang lurus :

Panjang Rel = 1.141,09 m

Panjang Tikungan (2 x 𝐿𝑐 ) = 665,68 m –

= 475,41 m

Karena jalan rel yang lurus terbagi dua yaitu di bagian titik A ( m) dan di
bagian titik B ( m), maka kebutuhan rel yang lurus adalah 4 batang.

 Rel untuk line tikung = 100 𝑚⁄𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔


1
Jumlah rel yang dibutuhkan = 665,68 x 2 x 100
= 13,31 batang ≈ 14 batang

B. Bantalan

Dari Peraturan Dinas (PD) No.10 tentang Peraturan Konstruksi Jalan Rel
di Indonesia (PKJRI) pada lintasan lurus jumlah bantalan yang dibutuhkan
1667 𝑏𝑢𝑎ℎ⁄𝑘𝑚 dan pada lengkungan jarak bantalan 60 cm diukur pada rel
luar.
Jumlah bantalan = Panjang Total Rel x 1667 x 10−3
= 1.141,09 x 1667 x 10−3
= 1.902,20 buah ≈ 1.903 buah
C. Ballast

Untuk menghemat biaya pembuatan jalan rel maka lapisan ballast dibagi

dua yaitu ballast atas dengan material yang sangat baik dan lapisan ballast

bawah dengan material pembentuk yang tidak sebaik lapisan ballast atas.

Gambar 3. 12 Bentuk dan Ukuran lapisan ballast

Gambar 3. 13 Penampang Melintang Jalan Rel pada Bagian Lurus


Gambar 3. 14 Penampang Melintang Jalan Rel pada Lengkung - Jalur tunggal

Bentuk dan ukuran lapisan ballast

 Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan ballast atas b > 1⁄2 L + X

Dimana L = Panjang bantalan = 250cm (untuk bantalan baja, PKJRI)

X = 50 cm (untuk kelas I, PKJRI)

b > 1⁄2 250 + 50

b > 175

 Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan ballast bawah

1. Pada sepur lurus

𝐾1 < b + 2 𝑑1 + m

Dimana m berharga antara 40cm – 90cm, m = 70 cm

𝐾1 ≥ 175 + 2 x 30 + 70 = 305cm

2. Pada tikungan

𝐾1 d = 𝐾1 = 350cm

𝐾1 L = b + 2 𝑑1 + m + 2e
1 ℎ
𝐾1 L = b + 2 𝑑1 + m + 2 {( b + 2 ) x 𝐿 + t }

1 15
𝐾1 L = 175 + 2 x 30 + 70 + 2 { ( 175 + 2 ) x 250 + 10 } = 346,06

D. Komponen Jalan Rel

 Rel

Konstruksi rel dengan kelas jalan I menggunakan rel tipe


Gambar 3. 15 Karakteristik Penampang Rel

 Sambungan Rel

Sambungan rel adalah konstruksi yang mengikat dua ujung rel

sedemikian rupa sehingga operasi kereta api tetap aman dan nyaman.

Dari kedudukan terhadap bantalan dibedakan dua macam sambungan rel,

yaitu : Sambungan melayang dan sambungan menumpu.


Gambar 3. 16 Sambungan Melayang

Gambar 3. 17 Sambungan Menumpu

 Penambat Rel

Penambat rel adalah komponen yang menambatkan rel pada bantalan


sedemikian rupa sehingga kedudukan rel adalah tetap, kokoh dan tidak
bergeser. Penambat rel ada dua jenis, yakni jenis penambat kaku dan jenis
penambat elastis. Jenis penambat kaku biasanya terdiri dari paku rel, mur,
baut, atau menggunakan tarpon (tirefond) yang dipasang menggunakan
pelat landas. Umumnya penambat kaku ini digunakan pada jalur kereta
api tua, baik yang masih aktif maupun tidak aktif. Karakteristik dari
penambat kaku, selalu dipasang pada bantalan kayu atau bantalan baja.
Penambat kaku kini sudah tidak layak digunakan untuk semua rel kereta
api, khususnya dengan beban lalu lintas yang tinggi. Jenis penambat
elastis diciptakan untuk meredam getaran dengan frekuensi tinggi pada rel
yang diakibatkan oleh kereta api ketika bergerak di atasnya.
Tipe alat penambat yang digunakan pada perencanaan ini adalah
penambat Pandrol Cilp dari jenis penambat elastis.
Gambar 3. 18 Pandrol Clip pada Beton

Gambar 3. 19 Tampak Atas Bantalan Jalan Rel

Bantalan beton mempunyai ukuran:

Panjang = 2000 mm

Lebar atas = mm

Lebar bawah = mm

Tebal beton = minimal mm (Diambil mm)

3.5 Perlintasan Jalan Rel

Pada perlintasan sebidang antara jalan rel dan jalan raya harus tersedia jarak
pandangan yang memadai bagi kedua belah pihak, terutama bagi pengendara kendaraan.

Daerah pandangan pada perlintasan merupakan daerah pandangan segitiga di mana


jarak-jaraknya ditentukan berdasarkan pada kecepatan rencana kedua belah pihak. Jarak-
jarak minimum untuk berbagai kombinasi kecepatan adalah seperti yang tercantum
dalam table 3.8, dan dijelaskan dalam gambar 3.20.
Tabel 3. 8 Panjang Minimum Jarak Pandangan untuk Kombinasi Kecepatan

Misalnya diketahui:
 Jalan raya sekunder kelas IIa dengan kecepatan rencana 100 km⁄jam
 Jalan rel kelas II dengan kecepatan rencana 110 km⁄jam
Maka berdasarkan Tabel 3.8 didapat jarak pandang minimum:
 Jarak pandang pihak jalan rel A = 259 meter
 Jarak pandang pihak jalan raya B = 233 meter

Gambar 3. 20 Perlintasan Sebidang Jalan Rel dan Jalan Raya

Daerah pandangan segitiga harus bebas dari benda-benda penghalang setinggi 1,00
meter ke atas. Sudut perpotongan perlintasan sebidang diusahakan sebesar 90˚ dan bila
tidak memungkinkan sudut perpotongan harus lebih besar dari pada 30˚. Kalau akan
membuat perlintasan baru, jarak antara perlintasan baru dengan yang sudah ada tidak
boleh kurang dari 800 meter.

3.6 Perencanaan Alinyemen Vertikal

Tinggi Permukaan (m)


No. Titik Stasion Tanah Asli
Tanah Rencana
Kanan As Kiri
1 A STA 7 + 600 232,40 232,75 233,20 230,00
2 1 STA 7 + 650 231,50 231,75 232,30 230,35
3 TC STA 7 + 700,09 231,90 231,80 231,70 230,75
4 2 STA 7 + 750 234,40 236,00 237,90 231,15
5 3 STA 7 + 800 232,30 232,60 233,00 231,50
6 4 STA 7 + 850 230,80 230,90 231,00 231,90
7 I STA 7 + 870,22 230,50 230,70 230,80 232,05
8 5 STA 7 + 900 230,30 230,60 230,80 232,25
9 6 STA 7 + 950 230,50 230,80 231,10 232,65
10 7 STA 8 + 000 231,20 231,40 231,60 233,00
11 CT STA 8 + 040,35 231,55 231,75 231,95 233,30
12 8 STA 8 + 050 231,60 231,75 231,90 233,40
13 9 STA 8 + 100 230,50 230,60 230,70 233,75
14 10 STA 8 + 150 229,95 231,05 231,70 234,10
15 11 STA 8 + 200 229,70 230,10 231,10 234,45
16 12 STA 8 + 250 233,40 233,55 233,75 234,10
17 13 STA 8 + 300 233,70 233,85 234,00 233,75
18 TC2 STA 8 + 315,29 233,75 233,85 234,00 233,60
19 14 STA 8 + 350 236,80 236,70 236,60 233,35
20 15 STA 8 + 400 237,00 237,05 237,10 232,95
21 16 STA 8 + 450 233,80 234,10 234,30 232,60
22 II STA 8 + 463 233,50 233,80 234,00 232,95
23 17 STA 8 + 500 232,50 232,65 232,80 232,20
24 18 STA 8 + 550 230,90 231,30 231,60 232,80
25 19 STA 8 + 600 227,60 228,00 228,30 231,40
26 CT2 STA 8 + 611,89 227,00 227,40 227,90 231,30
27 20 STA 8 + 650 229,70 228,20 227,10 231,00
28 21 STA 8 + 700 229,70 229,00 228,70 230,65
29 B STA 8 + 741,09 232,00 231,50 231,20 230,30
Tabel 3. 9 Tinggi Permukaan Alinyemen Vertikal

3.7 Volume Galian dan Timbunan

Luas Penampang
Rata-rata Luas (𝒎𝟐 ) Jarak Volume (𝒎𝟐 )
Titik Stasion (𝒎𝟐 )
(m)
Timbunan Galian Timbunan Galian Timbunan Galian
A STA 7 + 600
1 STA 7 + 650
TC STA 7 + 700,09
2 STA 7 + 750
3 STA 7 + 800
4 STA 7 + 850 5,50 0,08 7,24 0,04 20,22 146,34 0,80
I STA 7 + 870,22 8,98 0,00
5 STA 7 + 900 12,08 0,00
13,03 0,00 50,00 651,33 0,00
6 STA 7 + 950 13,98 0,00
7 STA 8 + 000 10,72 0,00
10,76 0,00 40,35 434,02 0,00
CT STA 8 + 040,35 10,79 0,00
8 STA 8 + 050 12,85 0,00
21,71 0,00 50,00 1085,64 0,00
9 STA 8 + 100 30,58 0,00
10 STA 8 + 150 33,62 0,00
40,30 0,00 50,00 2014,83 0,00
11 STA 8 + 200 46,97 0,00
12 STA 8 + 250 2,91 2,81
1,45 7,33 50,00 72,71 366,70
13 STA 8 + 300 0,00 11,86
TC2 STA 8 + 315,29
14 STA 8 + 350
15 STA 8 + 400
16 STA 8 + 450
II STA 8 + 463
17 STA 8 + 500
18 STA 8 + 550
19 STA 8 + 600
CT2 STA 8 + 611,89
20 STA 8 + 650
21 STA 8 + 700
B STA 8 + 741,09

∑ Timbunan
∑ Galian
Selisih

Tabel 3. 10 Perhitungan Volume Galian dan Timbunan

Dari tabel perhitungan volume galian dan timbunan diatas terdapat banyak tanah
galian tersisa yaitu sebesar ... 𝑚3
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Saran

Demi kesempurnaan dari penulisan laporan Tugas Perencanaan ini, penulis


mencoba memberikan saran – saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
Tugas Perencanaan ini kedepannya.

Adapun saran – saran tersebut sebagaimana berikut :

1. Perlu tinjauan ulang desain lengkung vertikal dan horizontal untuk


memperhatikan perlintasan.

2. Perlu adanya perhitungan wesel, penambat dan emplasemen.

3. Dalam perencanaan jalur baru perlu adanya perhitungan tanah dasar sebagai
pondasi.

4. Diharapkan pada setiap perlintasan antara jalan rel kereta api dengan jalan raya
agar dibuat tidak sebidang ( dibuat underpass/flay over).

4.2 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari perencanaan jalan rel dalam tugas perencanaan ini dapat
disimpulkan sebagai berikut :

1. Jalur rel yang direncakan dari Km 151 + 400 s/d 164 + 400 dengan satu sepur.

2. Struktur jalan rel dan komponen yang direncakan berdasarkan peraturan


dinas PJKA dan peraturan mentri perhubungan

3. Desain geometri jalan rel meliputi alinemen vertikal dan horizontal.

4. Struktur yang digunakan didapatkan sebagai berikut :

 Rel digunakan R 54

 Lebar sepur : 1067 mm

 Jarak bantalan beton : 60 cm

 Beban gandar : 18 ton

 Tebal balas bawah bantalan : 30 cm

 Kebutuhan bantalan beton 1067 : 10.328 btg.

Anda mungkin juga menyukai