Anda di halaman 1dari 13

KEMANUSIAAN UNIVERSAL

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila dan Pendidikan
Kewarganegaraan

Dosen Pengampu : Drs. Agus Darmaji, M,Fils

Disusun oleh :

Kurniawan Dwi Sunaryo 11220360000005


Ahmad Afid 11220360000029
Muhammad Ali Huzaifi 11220360000026
Azkia 112203600000

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


202
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa puja dan puji beserta rasa syukur kita panjatkan kepada Allah
SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dalam bentuk kenikmatan dan
kesehatan kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan

Shalawat besertakan salam senantiasa tercurah limpahkan kepada baginda Nabi


Muhammad SAW sebagai panutan yang sudah seharusnya diteladani oleh umat manusia.

Adapun makalah ini berjudul “KEMANUSIAAN UNIVERSAL” kami menyadari


bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Dan
juga kita berterima kasih kepada berbagai pihak yang membantu dalam proses penyelesaian
makalah ini.

Kita telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan makalah ini. Oleh
karena itu kami mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak.

Semoga makalah ini dapat memberikan bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi
pembuat makalah ini.

25 Maret 2023, Ciputat

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................2

PEMBAHASAN.......................................................................................................................................2

A. Perspektif Historis.....................................................................................................................2
B. Negosiasi Antarperadaban dalam Konstruksi Kebangsaan Indonesia.....................................3
C. Kemanusiaan (Internasionalisme) dalam Perumusan Pancasila dan Konstitusi.....................4
D. Perspektif Teoretis-Komperatif................................................................................................5
E. Dekolonisasi Demokrasi dan HAM dalam konteks perang Dingin...........................................5
F. Posisi Indonesia dalam konteks perang Dingin........................................................................6

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk yang saling membutuhkan sesama makhluk hidup. Sudah
menjadi kewajiban manusia unttuk memiliki rasa saling menghormati antar sesama manusia
demi menciptakan lingkungan yang harmonis.

Dan sejak zaman dahulu pula manusia telah berupaya mewujudkan cita tertinggi
tersebut yakni dengan menjalin hubungan antara suku, daerah bahkan hingga kancah
internasional. Dengan berbagai upaya yang telah mereka curahkan untuk meraih kehidupan
yang harmonis tanpa adanya peperangan dan kekerasan karena keduanya itu melanggar hak
asasi manusia. Hingga pada akhirnya mereka berhasil mencetuskan ide yang mengangkat
derajat manusia dan memberikan kesempatan dalam berpendapat, dengan dicetuskannya
HAM pada pertengahan abad ke-20.

Akan tetapi pada abad dicetuskannya HAM itu terjadi konflik panas antara kubu
Amerika dan kubu Rusia yang terjadi beberapa tahun yang disebut dengan PD ke-II. Pasca
perang dunia ke-2 tersebut maka dimulailah periode dekolonisasi yakni penghapusan daerah
jajahan.

B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan di atas terdapat beberapa pembahasan yang akan kami bahas ialah:
1. Jelaskan kemanusiaan universal dari perspektif historis!
2. Jelaskan perumusan sila ke-2 pada Pancasila dan konstitusi!
3. Serta jelaskan sila ke-2 dari perspektif Teoritis dan komparatif!

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Perspektif Historis
Nusantara berada di sekitar garis khatulistiwa sudah menjadi tempat yang
cocok bagi kehidupan manusia purba sejak zaman es dahulu, serta menjadi tempat
yang difungsikan untuk bersinggahnya manusia purba yang bermigrasi dari afrika
timur yang akan menempati pelbagai tempat di bumi ini.1
Kondisi lingkungan alam yang bersifat vulkanis juga berdampak bagi
kehidupan manusia sejak zaman dahulu di seantero dunia. Dikutip dari perkataan Jelle
zeilinga dan Donald Theodore (2002) bahwa di dunia ini ada 4 gunung merapi yang
memiliki letusan paling dahsyat dan berpengaruh besar bagi kehidupan manusia,
yakni gunung toba, tambora, Krakatau yang berada di Indonesia.
Sejak zaman dahulu nenek moyang Indonesia mempunyai hubungan yang
dekat dengan cina, india, parsi dan arab. Sesuai dengan yang diungkapkan
Mohammad Hatta. Selanjutnya mengutip dari pendapat G.H. van Soest : hubungan
lalu lintas selama beberapa abad menjadikan suku melayu, bugis, jawa menjadi
pemimpin serta memiliki kelebihannya masing masing. Dan juga berdasarkan tulisan
Mohammad Hatta bahwa bangsa melayu memiliki semangat kerja yang bagus
sehingga Bahasa mereka banyak diserap oleh negara lain dan juga suku jawa memiliki
orientasi kemaritiman dan mancanegara tersendiri.
Dikemukakan dari pendapat Adam Smith di dalam bukunya (1776)
menyebutkan bahwa penemuan yang memiliki dampak sangat besar terhadap pasar
dunia, pertama adalah ditemukannya nusantara ini dan yang kedua adalah
ditemukannya benua Amerika yang digunakan untuk menemukan nusantara. Pada
saat nusantara ditemukan mereka sangat senang karena nusantara ini kaya sekali akan
rempah rempah yang berpengaruh di pasar dunia.
Pengaruh indianisasi mulai dirasakan sejak abad ke-5, dan pengaruh islamisasi
mulai dirasakan sangat kuat dampaknya sejak abad ke-13. Kehadiran islam membawa
pengaruh besar dalam pandangan dunia karena islam membawa 3 hal, yakni
kesetaraan (dalam hal sosial), pribadi ( dalam tanggung jawab) dan sejarah yang
linear.
1
Yudi Latif, negara paripurna, (Jakarta : Gramedia,2015). Hal.127.

2
Serta pengaruh cina dirasakan bersamaan dengan pengaruh Islam, disaat para
imigran dari cina berdatangan mereka dengan mudah berbaur dengan para pribumi
tanpa adanya kendala. Sedangkan pengaruh barat datang beriringan dengan datangnya
para penjajah ke Nusantara pengaruh barat ini memiliki dampak yang besar pada
perkembangan Nusantara ke arah modern.

B. Negosiasi Antarperadaban dalam Konstruksi Kebangsaan Indonesia


Memasuki dekade kedua abad ke-20, pergumulan antararus peradaban itu
mengalami gelombang pasang. Pada titik ini, gerakan-gerakan sosial inteligensia
menjadi beraneka bentuk, merepresentasikan keragaman afinitas peradaban, arkeologi
pengetahuan,dan intensitas kesadaran politik, terutama sebagai reaksi terhadap politik
segregasi sosial yang dikembangkan oleh kolonial. Ekspresi dari beragam gerakan ini
dalam ruang publik dimungkinkan dan juga dibatasi oleh struktur peluang politik
yang ada, oleh pengaruh-pengaruh eksternal, dan juga oleh dinamika internal dalam
komunitas inteligensia.
Struktur peluang politik pada dekade ini mencerminkan karakter khas
kepemimpinan Gubernur Jenderal Idenburg (1909-1916) dan penerusnya Van
Limburg Stirum (1916-1921), yang tergolong Ethici progresif yang memiliki
kepedulian besar terhadap kemajuan dan pergerakan di tanah jajahan. Karekteristik ini
bertaut dengan situasi Perang Dunia I (1914-1918), yang sangat memengaruhi negeri
Belanda dan negeri jajahannya. Tekanan dari perang tersebut memaksa Inggris untuk
membatasi melintasnya kapal-kapal netral di Samudera Hindia. Pembatasan ini
menyebabkan renggangnya hubungan antara negeri Belanda dan Nusantara. Implikasi
langsung dari adanya rintangan komunikasi ini ialah meningkatnya kemandirian
negeri jajahan dari negeri induknya.
Dalam tahun-tahun kepemimpinan Idenburg, kelompok-kelompok misi
Kristen memperoleh angin segar. Selain seorang Ethiciprogresif, dia juga seorang
pendukung gigih Partai Kristen yang darinya, komunitas Kristen mendapatkan banyak
bantuan. Dengan cepat, misi Kristen meluaskan aktivitasnya dalam ranah yang luas,
seperti pendidikan, kemajuan kultural, dan kesejahteraan ekonomi di negeri jajahan,
yang membantu menempa vitalitas dari usaha-usaha penyebarluasan agama Kristen.
Intensifikasi usaha Kristenisasi ini berbenturan dengan intensifikasi Islamisasi.
Terinspirasi oleh ide-ide reformisme-modernisme Islam dan Pan-Islamisme dari
Timur Tengah, gerakan revivalisme Islam yang mulai disemai sejak peralihan abad itu

3
kini menjelma menjadi gelombang pasang yang menggerakkan turbin kebangkitan
Islam. Pada dekade ini, organisasi-organisasi keislaman yang mengandung anasir
reformis-modernis seperti Muhammadiyah dan Sarekat Islam mulai mengembangkan
sayapnya melampaui batas-batas kedaerahan.2

C. Kemanusiaan (Internasionalisme) dalam Perumusan Pancasila dan


Konstitusi
Dalam bayang-bayang Pengaruh Jepang, Radjiman Wediodiningrat selaku
Kaityoo (Ketua BPUPK) pada upacara pembukaan Badan ini (28 Mei 1945)
menyatakan, "Kita percayá sedalam-dalamnya dengan tiada ragu-ragu bahwa
kemenangan akhir pasti jatuh di pihakkita, karena peperangan kita dengan pimpinan
Dai Nippon ini ialah peperangan untuk membela Keadilan dan Kebenaran."
Selanjutnya, dia mengemukakan pentingnya memuliakan nilai kegotong royongan
yang menjadi anutan Jepang juga-baik dalam kekeluargaan sesama bangsa Indonesia
maupun dalam kekeluargaan antarbangsa.
Dalam bahasanya sendiri dikatakan: berhubung dengan musuh kita di dalam
kita sendiri, kita harus membangunkan sifat bangsa kita yang asli, agar kita mendapat
hati dan hasrat yang teguh lagi kokoh untuk mempersatu padukan penduduk dan
bangsa Indonesia, dengan mengingati(dengan perkataan asing 'bewust' dan
'selfbewust) bahwa kita harus melenyapkan Kepentingan Diri Sendiri dengan jalan
senantiasa meneropong Diri Peribadi, sehingga kita akan membangun sifat kita
tolong-menolong dan gotong-royong yang semurni-murninya... Sudah semestinyalah,
bahwa Indonesia merdeka yang dibentuk dengan dasar sebagai yang tersebut tadi,
mendapat tempat yang selayaknya di dalam lingkungan kekeluargaan Asia Timur
Raya, pun dapat menyumbangkan bantuan yang kuat dan murni di dalam
penghidupan Bersama di lingkungan kemakmuran Asia Timur Raya....Oleh karenanya
maka akan timbullah dengan sendirinya Perdamaian Seluruh Kemanusiaan yang kekal
abadi, bersendikan kekeluargaan seluruh manusia di dunia menurut dasar Hakkoo
Itjiu.
Pandangan Radjiman itu mendapat peneguhan dalam persidangan BPUPK.
Sejak hari pertama persidangan (29 Mei), Muhammad Yamin telah menyebutkan soal
tujuan kemerdekaan dengan salah satu dasarnya ialah "kemanusiaan"
(internasionalisme). Dia juga membayangkan "Indonesia menjadi anggota yang
berkedaulatan dalam permusyawaratan bangsa-bangsa Asia Timur Raya dan dalam
2
Yudi Latif, negara paripurna, (Jakarta : Gramedia,2015). Hal.158-159.

4
persaudaraan bangsa-bangsa sedunia". Dengan redaksi yang berbeda, pentingnya
prinsip kemanusiaan dalam pergaulan antarbangsa juga termaktub dalam pidato
anggota-anggota BPUPKI lainnya seperti wiranatakoesoema,woerjaningrat,soesanto
tirtoprodjo,wongsonagoro,soepomo,liem koen hian,dan ki bagoes hadikoesoemo.
Pada gilirannya,prinsip kemanusiaan(inter nasionalosme) sebagai salah satu
dasar negara Indonesia merdeka memperoleh formulasinya yang lebih jelas dalam
pidato Soekarno ketika menguraikan Pancasila, pada sidang BPUPK, 1 Juni 1945.3

D. Perspektif Teoretis-Komperatif
Kemanjuran Konsepsi internasionalisme yang berawawasan kemanusiaan
yang adil dan beradab itu menemukan ruang pembuktiannya setelah proklamasi
Indonesia. Pentingya yakni merawat persaudaraan antarbangsa terbukti dari andil
bangsa-bangsa lain dalam mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia secara de
facto dan de jure.
Dukungan internasional atas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia pertama
kali muncul dari dunia Arab. Dukungan palestina bahkan telah dimulai sebelum
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan,yakni segera setelah perdana Menteri
Jepang. Kunaiki koiso, mengucapkan janji historisnya pada 7 september 1944 yang
akan memberi kemerdekaannya kepada Indonesia. Setelah diproklamasikan, mesir
adalah negara yang pertama kali mengakui Indonesia pada tanggal 23 Maret
1946,disusul oleh negara negara Liga Arab (irak,Libanon,Arab saudi,
Syria,Yaman,Yordania,dan juga mesir) dan mengeluarkan resolusi pada 18 November
1946 yang mengakui Indonesia sebagai negara yang berdaulat( Hassan1980).
Dunia internasional menolak aksi belanda yang ini. India dan Australia,pada
tanggal 30 juli 1947, langsung membawa masalah Indonesia kedalam sidang Dewan
keamanan dilake success, Amerika Serikat . Perdana menteri amir syaifuddin
mengirim surat pula pada tanggal 31 juli 1947 agar masalah Indonesia dapat
diselesaikan segera dalam sidang keamanan Dewan keamanan tersebut. Masalah
Indonesia kali ini mulai dibahas secara lebih serius. Di samping itu, ketua sidang
dipegang oleh wakil dari suriah, Faris el-khouri yang diharapkan lebih berpihak
kepada Indonesia.
Dengan kesadaraan akan pentingnya solidaritas internasional, segera setelah
Belanda mengakui kedaulatan Indonesia . Indonesia lebih erat mempertahankan diri
dalam pergaulan antar bangsa dengan resmi menjadi aggota PBB pada 28 September
1950.
E. Dekolonisasi Demokrasi dan HAM dalam konteks perang Dingin
Dalam latar internasional, kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia itu
bertaut dengan gelombang dekolonisasi,terutama di Asia dan Afrika, pasca-perang
Dunia II. Periode dekolonisasi yang sangat aktif terutama terjadi antara 1945 sampai
1960,4 beriringan dengan apa yang diidentifikasi Samuel Huntington sebagai
3
Yudi Latif, negara paripurna, (Jakarta : Gramedia,2015). Hal.178-180.
4
Samuel Huntington,perserikatan bangsa bangsa (PBB), hal.209.

5
gelombang demokratisasi kedua, yang berlangsung relatif pendek antara 1943-1962.
Hasrat untuk menentukan nasib sendiri dan terbebas dari pelbagai bentuk penindasan,
yang berasosiasi dengan kemenangan negara-negara demokrasi barat yang mapan
dalam PD II.
Gelombang demokratisasi ini berdampingan dengan peningkatan kesadaraan
akan hak-hak asasi manusia (HAM) pasca PD II, dimulai dengan kemunculan piagam
PBB sejak 26 juni 1945 dan menemukan momentumnya setelah Universal
Declaration Of Human Rights ( UDHR) pada 10 Desember 1948. Pernyataan ini
terdiri atas 30 pasal berisi pokok-pokok pandangan Majelis Umum PBB tentang
jaminan hak-hak ekonomi ,sosial dan budaya , kepada semua orang.
Namun demikian ,gelombang dekolonisasi,demokratisasi, dan perhatian
internasional pada HAM ini menemukan sandungannya ketika dunia segera
memasuki suasana perang Dingin. Setelah Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet
(US) bersekutu dan berhasil menghancurkan jerman Nazi, Kedua belah pihak
berselisih paham dalam usaha membangun kembali dunia, khususnya Eropa,
pascaperang.
F. Posisi Indonesia dalam konteks perang Dingin
Memasuki suasana perang Dingin, Ketika poros poros ketegangan
menghadirkan tekanan hitam-putih, “Apakah bersama kami atau bersama mereka”,
yang mengarahkan pada permusuhan dan perperangan antar bangsa yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Prinsip ini sejalan dengan visi
dan tujuan dari piagam PBB, sebagaimana telah disebutkan. Dalam konteks ini
prinsip kemanusian menurut alam pemikiran pancasila menjadi sintesis antar
pendukung ajaran Declaration Of American Independence dan Manifesto Komunis.
Dalam pidato soekarno di PBB, pada 30 September 1960. Yang memperkenalkan
pancasila kepada dunia, dia menyangkal pendapat seorang filsuf Inggris yang
bernama Betrand Russel yang membagi dunia ke dalam dua poros ajaran itu
“Memaafkan”. Amerika latin yang tidak menganut ajaran Manifesto Komunis
ataupun Declaration Of Independence.”. selanjutnya, dia katakan bahwa Indonesia
tidak dipimpin oleh kedua paham itu. Tidak mengikuti konsep liberal maupun
komunis.
Pilihan posisi Indonesia untuk memperjuangkan koeksistensi damai suasana
perang dingin itu dirumuskan oleh Mohammad Hatta dengan prinsip politik luar
negeri bebas aktif . Dalam pidatonya, mendayung di Antara Dua Karang, yang
disampaikan dihadapan badan pekerja Komite Nasional pusat di Yogyakarta pada
1948, dengan jeli Bung Hatta menangkap potensi konflik internal antarkelompok elite
sebagai luberan konflik eksternal setelah -persetujuan Linggarjati dan Renville. Dia
menyimpulkan bahwa Pro-kon-tra terhadap kedua persetujuan antara pemerintah
Indonesia yang baru merdeka dan pemerintah kerajaan Belanda itu sebenarnya
merupakan gambaran konkret dari dinamika politik internasional yang diwarnai
pertentangan politik antara dua adikuasa, AS dan US. Untuk keluar dari jebakan poros
poros permusuhan ini. Selanjutnya Gerakan Non-Blok didirikan berdasarkan sepuluh
prinsip dasar yang disepakati dalam KTT Asia -Afrika yang dikenal dengan sebutan
Dasasila Bandung. Kelima prinsip itu adalah :

6
1. Menghormati hak-hak manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat
didalam piagam perserikatan bangsa-bangsa
2. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama
3. Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar
maupun kecil.
4. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara
sendirian maupun secara kolektif, yang sesuai dengan piagam PBB.
5. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
G. perbedaan prespektif tentang HAM universalisme versus partikularisme

HAM Universal membawa standar yang sudah jelas dan terstruktur, sedangkan di
dalam paham partikular adalah bahwa urusan HAM ada di tangan negara masing-masing,
namun tidak menutup kemungkinan apabila suatu saat adanya peneguran dan ikut campur
dari suatu lembaga HAM dunia yang turun tangan di suatu negara. Sehingga saya sedikit
lebih condong ke universalitas HAM karena lebih diterima oleh masyarakat
internasional.5

Di sisi lain, pandangan HAM partikular memandang bahwa HAM bersifat


memaksa dan dikembalikan ke negara masing-masing. Sehingga penegakkan HAM
dikembalikan kepada masing-masing negara. setiap negara memiliki pandangan yang
berbeda dan beranggapan bahwa nilai HAM lahir dari nilai luhur suatu bangsa.

Peta permasalahan HAM di berbagai kawasan dunia menjadi sangat menarik, apabila
dikaji adanya berbagai kelompok pemikiran baik yang berkaitan dengan pendirian
negara-negara, maupun kelompok-kelompok yang bersifat non pemerintah (NGO).

Dalam hal ini menurut Muladi6 paling sedikit dapat diperinci adanya 4 (empat)
kelompok pandangan, yakni :
-pertama Kelompok berpandangan Universal-absolut,
-kedua Kelompok berpandangan Universal-relatif,
-ketiga Kelompok berpandangan Partikularistik-absolut, keempat Kelompok
berpandangan Partikularistik-relatif,

H. persoalan HAM dan relevansi internasionalisme di era globalisas

Globalisasi menuntut adanya perubahan dalam sistem hukum baik perubahan


stuktur hukum (legal structure), substansi-substansi baru pengaturan hukum (legal
substance), dan budaya hukum (legal culture). Tanpa adanya perubahan sistem hukum
maka tidak ada jaminan adanya kepastian hukum dan dalam berbagai kehidupan sosial,
semua akan menjadi tidak pasti, tidak tertib serta rasa tidak terlindungi, disinilah masalah
5
Ide kontemporer tentang HAM<http://jakarta.usembassy.gov/ptp/hakasasi3.html>
6

7
kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum akan dirasakan sebagai kebutuhan
yang pada dasarnya tercakup dalam tujuan hukum, yaitu kedamaian (fuction of law is to
maintain peace), dan inilah yang menjadi tujuan dari adanya Penegakan Hak Asasi
Manusia (HAM). 7
Ajaran-ajaran dasar Islam merupakan nilai-nilai universal yang sangat diperlukan
baik dalam dalam konteks kehidupan umat Islam maupun konteks hubungan dengan
kelompok agama dan negara-negara lain. Nilai-nilai Islam mampu menjawab persoalan
kemanusiaan dan dinamika sosial politik seperti dalam konteks hubungan antar bangsa,
antara agama dan antar peradaban, konsep Islam rahmatan lil ’alamin (Islam sebagai
rahmat bagi semesta alam).

I. membumiakan kemanusiaan dalam kerangka pancasila kesimpulan


Prof. Dr. Ir. H Abdullah Sahab M.Sc. menjelaskan, bahwasanya manusia dianggap
tidak terlalu penting dalam perkembangan dunia ini. Menurutnya, kemanusian ini
menekankan bahwasanya manusia harus diangkat derjatnya tidak memandang apapun siapa
manusia itu.

Kemudian timbul banyak aliran-aliran pada jaman renaissance yang timbul tentang
mengangkat derajat manusia atau bisa dikatakan humanism. Ada tiga yang melandasi
perbandingan dalam pembentukan sifat, yaitu :

- humanism (penekanan manusia),


- naturalisme (penekanan pada alam ),
- supernaturalisme (penekanan pada hal yang lebih transedental),
Hal ini berlawanan dengan prinsip dari pemikir barat dimana esensi dari manusia itu
lebih dahulu ada daripada eksistensinya. Dimana mempunyai tujuan dari adanya manusia
tersebut. Seharusnya manusia itu dalam bertindak bertanggung jawab akan tetapi tidak dalam
realitanya. Banyak Penyelewengan dalam kehidupan manusia itu sendiri.8
Adil merupakan salah satu nilai yang ada dalam kemanuasiaan yang sekarang sering
di istilakan sebagai Hak-Hak Asasi Manusia atau HAM. Oleh karena itu seluruh masyarakat
indonesia denga status sosial apapun adalah memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan
komitmen yang sungguh dalam disetiap lini kehidupan yang didasarkan prinsip kemanusiaan,
dan empati terhadap yang lain.

7
Adnan B Nasution, HAM dan Demokrasi, (Jakarta: Gramedia, 2007).
8
Eny Soeprapto, 11 Maret 2002, Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia dan Perkembangan
Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

8
DAFTAR PUSTAKA

Huntington, Samuel. Perserikatan bangsa-bangsa

Lathif, yudi . negara paripurna. Jakarta: Gramedia,2015

Nasution, Adnan B HAM dan Demokrasi, (Jakarta: Gramedia, 2007).


Ide kontemporer tentang HAM<http://jakarta.usembassy.gov/ptp/hakasasi3.html>

Soeprapto, Eny, Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia dan Perkembangan Hukum dan
Hak Asasi Manusia (HAM). ( 11 Maret 2002)

Anda mungkin juga menyukai