Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH TUNJUK AJAR MELAYU

"PERADABAN MELAYU"

disusun oleh:

KELOMPOK 14

Aunnike Juniwati Br Marbun (180254241035)

Doni Ikhsan (190254244046)

Nur Anisa (180254245001)

PRODI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

Tanjungpinang

2019
DAFTAR ISI

Kata pengantar........................................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................ 6

1.3 Tujuan Penulisan. ............................................................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASA

2.1Pengertian peradaban melayu........................................................................................................... 7

2.2 Kejayaan dan keistimewaan peradaban melayu ............................................................................11

2.3.Hakekat peradaban melayu ............................................................................................................13

2.4.Adat istiadat dan kebudayaan melayu ...........................................................................................14

2.5Bunda tanah melayu ........................................................................................................................30

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................................34

3.1 KESIMPULAN .................................................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................36


KATAR PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk

menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan

kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di

akhirat nanti

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu

berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu untuk menyelesaikan

pembuatan makalah sebagai tugas dari mata Tamadun dengan judul "Peradaban Melayu".

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak

terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik serta

saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang

lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penyusun

mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima

kasih.

Tanjungpinang, November 2019

Penyusun

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Tamadun atau madaniyah mendekati arti “civilisasi atau “politeuma “ (madina atau
civitas atau polis).george zaitun menyebut seluruh kebudayaan muslim tarikh Al
Tamadun (cairo,1932:5 dalam Bakker,1984) Tamadun sebagai kebudayaan
(civilization) ialah unsur-unsur kebudayaan yang maju,tinggi, dan halus yang
dimiliki oleh warga masyarakat melalui proses pendidikan dan pengajaran yang luas
dan mendalam .
Hal tersebut sesuai dengan pengertian berdasaran Wikipedia,yakni Tamadun
berasal dari kata Arab 'maddana' yang berarti membangun suatu kota atau
seseorang/masyarakat yang mempunyai peradaban. Kata tamadun dapat diartikan
kepada keadaan hidup bermasyarakat yang bertambah maju. Istilah-istilah lain yang
sama pengertiannya dengan tamadun adalah: umran, hadarah, madaniyah. Dalam
bahasa Inggris, istilah yang hampir sama dengan tamadun
adalah: culture dan civilisation atau kebudayaan dalam bahasa Indonesia. Para
sarjana telah membahas persamaan dan perbedaan istilah-istilah tersebut. Istilah
Tamadun banyak digunakan dalam penulisan Tamadun Islam.
Peradaban atau tamadun memiliki berbagai arti dalam kaitannya
dengan masyarakat manusia. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada
suatu masyarakat yang "kompleks": dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil
karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya lain, anggota-anggota sebuah
peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam
struktur hierarki sosial.

Dapat disimpulkan bahwa peradaban mempunyai dua asas atau aspek yang
penting:
1.aspek rohani dan pemikiran (bukan fizikal) ini meliputi agama, dasar pemikiran,
budaya, nilai, adapt, warisan, undang-undang, bahasa, sejarah dan adab. Aspek ini
akan menentukan identity sesuatu umat dan masyarakat, dan mempengaruhi
kekuatan dan kebertahanan sesuatu tamadun.
2. aspek fizikal, dikenali dengan ketamadun (al_madaniyyah) atau menurut
ibn_khaldun al_umran adalah aspek jasmani atau kebendaan dari pada
peradaban.ia meliputi pembangunan infrastruktur, kemajuan dari segi produk,
pekerjaan, kemahiran, dan penghidupan. Aspek ini bersifat universal dan dapat
dimiliki mana-mana masyarakat dengan usaha dan daya saing.olehsebab itu setiap
hasil kemajuan sains dan teknologi menjadi milik masyarakat global.
Pengertian melayu dapat dibedakan atas beberapa kategori atau ketentuan. Pertama
dapat dibedakan antara melayu tua(Proto Melayu) dengan melayu muda (deutro
Melayu) Disebut Melayu tua (proto Melayu) karena inilah gelombang perantau melayu
pertama yang datang ke kepulauan Melayu ini. Leluhur Melayu tua ini diprkirakan tiba
oleh para ahli arkeologi dan sejarah sekitar tahun 3000-2500 sebelum masehi.Adapun
yang tergolong kedalam keturunan melayu tua itu antara lain orang talang
mamak,orang sakai dan suku laut.
Istilah melayu itu baru di kenal sekitar tahun 644 Masehi.melalui tulisan china yang
menyebutnya kata Mo-lo-yeu.dalam tulisan itu disebutkan bahwa Mo-lo-yeu
mengrimkan utusan ke china, membawa barang hasil bumi untuk di persembahkan
kepada kaisar Cina, jadi kata melayu menjadi nama sebuah kerajaan dewasa itu.
Sedangkan Nenek moyang melayu itu juga beragam baik asalnya yang munkin dari
suku Dravida di India.mingkin juga Mongolia atau campuran Drapida yang kemudian
kawin dengan ras Mongolia. Kedatangan mereka bergelombang ke nusantara ini.
Gelombang pertama diperkirakan terjadi antara 3000 sampai 2500 sebelum
masehi.gelombang ini disebut proto melayu atau melayu tua. Diantara mereka banyak
yang digolongkan kepada masyarakat terasing (pedalaman ) seperti talang Mamak.
Sakai dan suku laut.gelombang kedua terjadi sekitar 300 sampai 250 tahun sebelum
masehi. Di sebut deutro melayu atau melayu muda.Gelombang yang terahir inilah yang
tampaknya paling besar sebab ternyata inilah yang paling dominan dalam masyarakat
melayu.
Seperti yang kita ketahui bahwa tamadun itu berasal dari kata madina yaitu
kota/Bandar yang didalam berisikan peradaban sedangkan melayu adalah berasal dari
kata mala (yang berarti mula) dan yu (yang berarti negeri) berarti tamadun melayu itu
ialah kota yang yang penuh dengan peradaban atau tamadun melayu itu ialah suatu
daerah dimana terdapat komunitas ras-ras melayu ataupun rumpun-rumpun melayu
yang telah maju peradabannya dan kebudayaannya, baik itu di sektor politik atau
pemerintahan,teknologi, okonomi, dan pengolahan di bidang agraris dan maritim, selain
itu komunitas ini juga tetap menjunjung tinggi nilai-kebudayaan, agama (Islam), Sosial
yang mencakup pentauhidan kepada Allah SWT, ahklak dan hubungan antar manusia
Sedangkan arti dialek melayu riau terhadap bahasa Indonesia pada awalnya
bahasa melayu telah melingkupi kehidupan penduduk nusantara. Daerah pesisir pantai,
kota pelabuhan, aliran sungai dan pulau-pulau yang disinggahi oleh pelaut dan
pedagang, telah memakai bahasa melayu,setelah kawasan itu terpecah menjadi
beberapa geografi politik yang melahirkan Negara dan bangsa Indonesia, Malaysia dan
singapura dan brunai Darussalam, bahasa melayu tetap terpelihara oleh anak negeri.
Tetapi oleh aspirasi politik dan haluan Negara yang relative berbeda satu sama lain,
maka bahasa melayu pada tiap Negara juga telah diwarnai oleh aspek politik,ekonomi,
ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya masing-masing dunia melayu itu
mendapat kemerdekaan,mereka juga memberi citra terhadap bahasa melayu di
Indonesia sejak tahun 1928 dinamakan dengan dengan bahasa indonesa
Kemudian kemudayaan melayu ini juga sebagai salah satu simpul ingatan
serumpun .persoalan keserumpunan sebagai satu kerangka konsep barangkali bermula
ilmu linguistik dengan kategori malayo-polinesia, yang pula terbagi rumpun bahasa
austronesia dan austroasiatic.bangsa serumpun pernah menjadi idiom politik apabila
ada gagasan Mapbilindo yang digerakkan oleh tunku Abdul Rahman, marcapagal, dan
soekarno pada tahun 1960-an. Idiom seperti ini juga pernah disebut oleh ibrahim
yaakob pemimpin parti kebansaan melayu Malaya (PKMM) Dengan nama melayu
raya..

1.2 Rumusan Masalah


A. Definisi dari Peradaban Melayu?
B. Sejarah masa kejayaan dan keistimewaan Peradaban Melayu?
C. Hakikat Peradaban Melayu Merupakan Inti Budaya Nusantara?
D. Adat Istiadat, Fungsi adat dan juga Nilai adat yang terdapat dalam Peradaban
Melayu?
E. Bunda Tanah Melayu Ialah Lingga?

1.3 Tujuan

A. Menjelaskan tentang Peradaban Melayu


B. Menjelaskan tentang kejayaan peradaban melayu
C. Menjelaskan hakekat peradaban melayu
D. Menjelaskan peradaban dan adat istiadat dalam melayu
E. Mendeskripsikan tentang bunda tanah melayu
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi peradaban melayu

Adapun Melayu itu adalah sebuah peradaban besar. Peradaban Melayu itu mempunyai
sejarah yang lama dan masih berterusan. Peradaban Melayu itu mempunyai wilayah
geografi yang luas, iaitu sebuah wilayah samudera, iaitu sebuah peradaban maritim.
Peradaban Melayu itu adalah satu-satunya peadaban maritim dalam dunia. Walaupun
ada banyak pusat peradaban Melayu dalam sejarahnya yang panjang, pada hakikatnya
ia adalah sebuah peradaban yang sama dalam sebuah kesinambungan, dan dialami
oleh manusia yang mengongsi himpunan memori yang sama. Peradaban Melayu itu
tumbuh dan maju dalam kestabilan politik yang lama dan berterusan, dan dibendung
oleh perundangan, dan budaya yang kompleks.

Sebagai sebuah peradaban maritim, peradaban Melayu tidaklah terlokasi hanya pada
sebuah tempat atau pulau, namun lokasi pusatnya yang terakhir itu harus diambil kira,
Johor-Riau. Sebagai sebuah peradaban, peradaban Melayu itu sudah melalui sebuah
sejarah yang panjang. Ia mempunyai system pemerintahan yang berdasarkan undang-
undang. Ia juga mempunyai aktiviti ekonomi dan perdagangan yang rancak. Ia
mempunyai segolongan cendekiawan yang memberi perhatian kepada aktiviti
intelektual. Abad ke-19 dan pada tahun-tahun sebelum wilayah ini merdeka daripada
penjajah, Johor-Riau itulah yang ketara menjadi sebagai pusat peradaban Melayu. Ia
menjadi pusat intelektual, ia mempunyai himpunan aktiviti intelektual.

Atas bukti sejarah demikian, kita tidak dapat tidak, memahami bagaimana bahasa
Melayu Joor-Riau itu menjadi bahasa nasional di negara-negara merdeka di
sekelilingnya: Indonesia, Malaysia, Brunei dan Singapura.

PERADABAN MELAYU ITU SUDAH LAMA

Dalam Seminar Pendidikan Bahasa Melayu di Beijing pada 13 Jun 2010 yang lalu,
Profesor Liang Liji dari Universiti Beijing, mengemukakan beberapa “pendapat “ yang
menunjukkan bahawa Alam Melayu itu mungkin sudah wujud hampir empat millenium
dahulu. Hasil penyelidikan beliau mengenai perhubungan China dengan Alam Melayu,
menunjukkan ada beberapa bukti, sekalipun agak lemah, tetapi menarik, yang dapat
menceritakan bahawa ada bukti arkeologi yang menunjukkan bahawa pada zaman
Maharaja Yin Shang, pada abad ke-17 hingga 11 sebelum Masihi, mungkin sudah ada
perhubungan antara Alam Melayu dengan China. Ahli arkeologi China menemui catatan
huruf purba China diukirkan pada cangkerang kura-kura besar, yang dipercayai berasal
daripada Alam Melayu kerana di China tidak pernah ada kura-kura sebesar itu. Begitu
juga, pada makam Maharaja China itu pernah ditemui pula tulang binatang Mo Loi
Mo, iaitu tenuk, yang juga berasal dari Alam Melayu. Ini menunjukann bahawa tiga
hingga empat millenium lalu, sudah ada benda yang dibawa ke China dari Alam
Melayu, wilayah yang dihuni oleh orang Melayu.

Seterusnya, dalam buku sejarah kuno China, terdapat sebuah catatan geografi dalam
Kepustakaan Dinasti Han, Hon Shu Oi Li Zhi, menyatakan pada zaman Maharaja Han
Wu Di, yang hidup pada tahun 140 hingga 87 S. M., sudah dibuka perjalanan dari China
ke India, melalui Semenanjung Tanah Melayu. Maksudnya, pada abad kedua S. M.
sudah wujud perhubungan China dengan Alam Melayu, iaitu sudah ada manusia yang
dipanggil Melayu.

Berikutnya, bahagian selatan China pernah menjalin perhubungan dengan Tenggara


Asia. Maharaja Sun Quan, 222 hingga 252 M. pernah mengirim Zhu Ying dan Kang Tai
bagi menjalin muhibah dengan beberapa negeri di Alam Melayu. Malah Zhu Ying
menulis sebuah buku yang berjudul Fu Nan Yi Wu Zhi, iaitu Barang-Barang Aneh di
Funan, dan Kang Tai pula menulis sebuah buku, Wu Shi Wai Guo Zhuan iaitu Hikayat
Negeri-Negeri Asing pada Masa Kerajaan Wu. Mereka membuat catatan rapi mengenai
negeri-negeri di Alam Melayu. Inilah dokumentasi sejarah terawal mengenai peradaban
Melayu dalam abad ke-3. Walaupun buku ini sudah musnah, tetapi ada kutipan-kutipan
daripada buku ini yang dapat ditemui dalam buku sejarah berikutnya.

Dalam kebayakan catatan sejarah, kunjungan seorang sami Buddha I-Tsing, ke


Sriwijaya pada tahun 671 M, iaitu pada zaman Maharaja Tang, adalah termasyur.
Apabila I-Tsing singgah di Sriwijaya dalam pelayaran ke India, beliau mendapati
pengajian dalam bidang agama, budaya dan bahasa sudah mencapai tahap yang
sangat manju. Oleh sebab itu beliau tinggal di Sriwijaya dan belajar sebagai persiapan
sebelum meneruskan pelayaran ke India. Oleh sebab kejayaan beliau itu, I-Tsing
menasihatkan para sami Buddha dari China supaya "singgah di Sriwijaya selama satu
atau dua tahun bagi mempelajari ilmu Buddha tersebut sebelum pergi ke India."
Akibatnya, ramai sami Buddha China ini singgah di Sriwijaya da nada yang tidak mahu
balik pulang ke Guangzhou semula. I-Tsing sangat menyedari kepentingan bahasa
Melayu, Kunlun, dan mempengaruhi sami Buddha China yang lain supaya tinggal di
Sriwijaya dan mempelajarinya. Perhubungan erat seperti inilah yang berterusan hingga
ke abad ke-15, iaitu pada zaman Empayar Sriwijaya menurun dan pusat politik dan
perniagaan Melayu itu berpindah ke Empayar kesultanan Melaka. Inilah kedudukan
perhubungan China dengan Alam Melayu, yang dapat dikatakan mencapai
kemuncaknya pada zaman Dinasti Ming. Pada zaman inilah Laksamana Cheng Ho
datang melawat ke Samudera Barat sebanyak tujuh kali, tetapi misi Maharaja China itu
adalah misi damai dan tidak ppernah mana-mana wilayah Melayu itu ditakluki oleh
China.

Apabila empayar Melaka ini jatuh ke tangan Portugis, pusat kerajaan Melayu terus
membangun dan berkembang di Acheh, Pasai, Medan, Patani, Brunei. Namun,
kepulauan Riau, Lingga, Johor dan Pahang.
Dua wilayah inilah, Johor Riau yang menjadi pusat bahasa Melayu seterusnya,
hinggalah sampai ke zaman penjajahan kuasa Eropah, dan kemerdekaan pada
pertengahan abad ke-20.

MELAYU ITU ADALAH PERADABAN MARITIM

Ada banyak peradaban yang tumbuh dan hilang di permukaan bumi ini. Kita pasti
sudah mendengar tentang peradaban Mesir kuno, peradaban Parsi, Babylon, Yunani,
Romawi, Inka, China, Hindu, Baghdad, dll. Dan jarang sekali kita mebicarakan Melayu
ini sebagai sebuah peradaban, seperti peradaban Yunani dan Romawi. Ini ada kaitan
dengan hakikat bahawa peradaban Melayu itu memang berbeza sekali daripada
peradaban lain yang kita tahu. Ada suatu ciri peradaban Melayu ini yang tidak ada pada
semua peradaban lain.

Berlainan daripada semua peradaban dalam dunia ini, peradaban Melayu ini adalah
satu-satunya peradaban MARITIM.

Wilayah samudera yang diduduki oleh manusia Melayu ini sebenarnya adalah sangat
luas, seluas Lautan Teduh (Pasifik) dan Lautan Hindia. Manusia yang menuturkan
bahasa Melayu dan bahasa-bahasa yang sekerabat dengannya tersebar dari Pulau
Krismas di Timur, hinggalah ke Pulau Madagaskar di Barat. Daripada perkataan Waikiki
yang bermaksud “tepian air” di Hawaii, hinggalah ke Antananarivoo yang bermakna
“tanah seribu” di Madagaskar, kita dapat mengesan bahawa ini adalah manusia dari
satu rumpun, rumpun Melayu. Sebuah kajian DNA yang dijalankan oleh Jabatan Maori
di Victoria University of Wellington menunjukkan memang ada pertalian leluhur dalam
kalangan penduduk pulau-pulau di Lautan Pasifik ini.

Dalam sebuah kajian yang dijalankan oleh Mohd. Arof Ishak (2009), dan dilaporkan
dalam bukunya “Peradaban Melayu,” dan diterbitkan oleh Persatuan Sejarah Malaysia,
ciri-ciri yang membezakan peradaban Melayu ini daripada peradaban-peradaban agung
yang lain di dunia diperjelaskan. Oleh sebab wilayah Melayu ini amat luas, maka
menurut Arof Ishak, adalah sukar untuk sesebuah kerajaan atau kuasa yang
memerintah dapat membangunkan tugu-tugu monumental seperti piramid, tembok,
istana besar, kubu, castle dll. Ini adalah setiap satunya tidak pernah menjadi begitu
besar dan berkuasa kuat. Namun, ada juga bangunan seperti Borobudur, Angkor Wat,
namun bangunan yang dihubungkan secara khusus dengan peradaban Melayu itu tidak
ada. Tidak wujud, kerajaan yang besar-besar seperti Mesir kuno dan Yunani pada
zaman silam.

Namun, ciri yang menunjukkan kerajaan-kerajaan ini adalah daripada peradaban


Melayu adalah reka bentuk rumah dan atapnya. Othman Yatim (2007) membandingkan
reka bentuk rumah ketua-ketua Maori dan raja-raja Melayu dapat melihat banyak
persamaan bentuk, symbol-simbol dan istilahnya. Kedua, reka bentuk kapal
“catamaran,” yang dibina oleh penduduk-penduduk di wilayah peradaban Melayu ini
juga menunjukkan persamaannya, seperti satu tiang dan sekeping layar, dan tidak
berlapis seperti layar pada tongkang China.
Arof Ishak juga menunjukkan bahawa makanan wilayah Melayu ini terdiri daripada
keladi dan ubi.

Suatu ciri peradaban yang tidak menjadi fokus Arof Ishak adalah himpunan
kepustakaan dalam peradaban Melayu. Oleh sebab itu beliau tidak pun menyentuh
aspek ini dalam laporan beliau. Beliau memberi sepenuh perhatian kepada artifak-
artifak budaya yang fizikal dan dapat diperhatikan. Beliau tidak menyentuh tentang
aspek intelektual dalam peradaban Melayu!

Oleh sebab wilayah di luar Kepulauan Melayu di Tenggara Asia tidak pernah menjadi
wilayah konsentrasi aktiviti perdagangan, intelektual dan budaya yang aktif.
Sebenarnya, aspek intelektual ini adalah suatu yang sangat penting dalam peradaban
Melayu. Di manna sahaja yang pernah menjadi pusat pemerintahan sultan atau raja
Melayu, kita akan mendapati lahirnya golongan intelektual yang menghasilkan karya
agama (falsafah) dan epik-epik Melayu, semenjak tradisi Hindu Buddha seperti yang
dilaporkan oleh I-Tsing, membawa kepada kerajaan-kerajaan Melayu islam di Acheh,
Medan, Palembang, Melaka, Perak, Johor, Petani … dan yang menjadi focus kita
dalam seminar ini, Riau dan Johor.

WILAYAH INILAH ALAM MELAYU

Ramai antara kita yang sering bertanya, dari manakah asalnya orang Melayu. Adakah
kita semuanya berasal daripada Yuanan di China selatan. Itu adalah sebuah teori yang
berasaskan persepsi yang tidak dapat dibuktikan ketepatannya. Mungkin kita tidak ada
bukti signifikan mengatakan kita benar-benar berasal daripada Yunan, tetapi ada
banyak bukti hokum akal yang menunjukkan bahawa kita tidak berasdal dari China
selatan.

Begitu juga ada banyak unsur bahasa dan budaya daripada pengaruh Romawi dalam
bahasa dan budaya orang Eropah, kerana Romawi pernah menjadi sebahagian usul
asal orang Eropah. Tidak pula ada sebarang unsur Yunani dalam bahasa dan budaya
kita!

Kajian DNA yang dilakukan di Victoria University of Wellington menunjukkan bahawa


manusia Melayu ini memang berhubungan. Namun pertalian mereka dengan orang
China itu payah dibuktikan.

Orang Melayu berasal daripada wilayahnya sendiri.

PERADABAN MELAYU YANG BERPUSAT DI RIAU JOHOR

Semenjak 1,500 wilayah alam Melayu ini jatuh ke bawah kuasa penaklukan Belanda,
Inggeris, Portugis dan Sepanyol. Wilayah Riau, Lingga, Johor, dan Pahang adalah
sebahagaian daripada wilayah Melayu yang mengalami nasib yang sama. Tetapi
wilayah inilah yang lokasinya adalah sentral kepada seluruh Kepulauan Melayu di
Tenggara Asia, menjadi pusat kepada bahasa Melayu. Di wilayah inilah bahasa Melayu
berkembang dan menyambung peranannya sebagai bahasa intelektual.

Ada beberapa syarat penting yang membolehkan wilayah ini menjadi sebuah pusat
intelektual sebuah peradaban. Wilayah yang dapat menampung aktiviti intelektual ini
perlu mempunyai system pemerintahan yang agak stabil. Dan Riau di bawah
pemerintahan sultan-sultan Riau, yang mempunyai sistem undang-undang yang
membolehkan rakyatnya hidup dalam sistem yang rukun.

Apa yang lebih penting lagi, mestilah wujud sistem perdagangan yang dapat memberi
surplus dalam pendapatan masyarakatnya bagi membolehkan para intelektualnya
mempunyai masa rihat bagi menghasilkan karya intelektual. Hanya kehidupan begini
dapat menghasilkan cendekia lokal (local genius). Dan para intelektual inilah yang
menghasilkan karya intelektual seperti yang dihasilkan oleh Raja Ali Haji dan mereka
yang seangkatan dengan beliau.

Dalam 100 tahun sebelum mencapai kemerdekaan, tahun 1850 hingga 1950, wilayah
ini menjadi sebuah wilayah yang stabil dan dapat menampung peradaban intelektual.
Malah, Riau sebagai pusat intelektual menarik ramai santri dari seluruh dunia Melayu
ke Riau, iaitu pusat yang dianggap sebagai pusat ilmu.

2.2 Kejayaan dan Keistimewaan Peradaban Melayu

DAHULU Melayu dikenal sebagai sebuah peradaban yang agung dan bangsa yang
hebat. Pengaruh kekuasaannya yang luas dan hubungannya dengan berbagai kerajaan
di Nusantara, seperti Singasari, Sriwijaya dan Majapahit sampai abad ke-7 telah dicatat
oleh I-tsing, sang pengembara dari Cina.

Menurut sejumlah pakar sejarah, istilah Melayu sudah muncul sejak lama. Istilah ini
digunakan secara luas untuk menggambarkan keagungan dan kegemilangan sebuah
kerajaan-bangsa. Dalam kitab Sejarah Melayu, Sulalatus-Salatin, istilah Melayu adalah
nama yang diberikan pada keturunan Sultan Malaka, yang berdasarkan mitologi,
merupakan keturunan Iskandar Zulkarnain.

Menurut catatan sejarah, Raja Melayu pertama turun dari Bukit Siguntang, Palembang
yang kemudian berkembang hingga terbentuk Kerajaan Malaka oleh Parameswara.
Dengan berkembangnya Islam di kerajaan Malaka maka makin kokohlah kemuliaan
serta kejayaan Melayu. Peristiwa peng-Islam-an Raja Malaka yang diawali dengan
mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW secara tersirat menunjukkan bahwa bangsa ini
adalah bangsa yang tinggi martabatnya. Bangsa yang terangkat kemulian lantaran
dimahkotai oleh agama Islam. Kesultanan Melayu Malaka mencapai puncak
kejayaannya tatkala diperintah Sultan Muzafar Shah dan Sultan Alaudin Riayat Shah
yang arif dan bijak. Di bawah pemerintahan mereka, Kesultanan Melayu memperluas
kekuasaannya, termasuk menjalin perdagangan antar bangsa hingga Kepulauan
Ryukyu, Jepang.

Laksamana Hang Tuah dan lima sahabatnya, serta Bendahara Tun Perak, merupakan
tokoh-tokoh Melayu yang terkenal pada saat itu. Dengan kekuatan
perdagangan,pengaruh politik, dan Islam, Kerajaan Cina tertarik menjalin hubungan
diplomasi dan perdagangan dengan kesultanan Melayu. Hubungan itu makin
dikukuhkan dengan perkawinan puteri Cina, Hang Li Po, dengan Sultan Muzafar Shah.
Dasar inilah yang menjadi titik permulaan Kesultanan Melayu menjalin hubungan
dengan Cina.

Tak sampai di situ saja, peradaban Melayu semakin gemilang manakala bahasa
Melayu menjadi lingua-franca yang dituturkan sebagai bahasa perdagangan dunia.
Para pedagang Cina dan India, misalnya, menjadikan bahasa Melayu menjadi medium
penuturan yang digunakan tidak saja di Malaka tapi hingga seluruh Nusantara. Sampai
saat ini bahasa Melayu sudah menjadi bahasa keempat dunia yang dituturkan lebih
kurang 250 juta orang.

Inilah cerminan dari sebuah bangsa yang kuat dan berpengaruh. Di samping itu,
bahasa Melayu yang dinamis adalah kelebihan bahasa ini dalam menyerap berbagai
pengaruh dan penerapan frase ilmu pengetahuan dari sejak zaman Hindu-Buddha
sampai setelah kedatangan Islam, dan semua ini menegaskan kemauan orang Melayu
untuk berubah menjadi bangsa yang lebih baik kedudukannya. Sejarah lalu juga telah
menunjukkan bagaimana kehebatan bangsa Melayu bukan hanya terletak pada
kejayaan material semata-mata, tetapi juga pada sendi budaya dan adat yang
bernafaskan Islam. Inilah yang memikat kekuatan kekuasaan asing untuk
memperebutkan bumi bertuah.

Jika sampai pada pembahasan sastra Melayu, sampailah kita pada Riau. Hingga saat
ini sastra Melayu-Riau telah memoles warnanya yang amat mencolok dalam khazanah
sastra Indonesia. Dalam sebuah wawancara di Pekanbaru pada tahun 1999, manakala
sejumlah daerah sedang menuntut kemerdekaan dan mempersoalkan otonomi,
seorang penyair terkenal Sutardji Colzum Bachri menyatakan bahwa hal yang sangat
konkret bagi Riau adalah ‘negara kata-kata’. Menurutnya eksistensi orang Riau adalah
katakata. Kosmologi mereka adalah kata, demikian tegas Sutardji. Apa maksudnya?
Sutardji mengungkapkan sebuah pernyataan ringkas, “Bila tradisi modern sastra
Indonesia bermula dari tahun 1920-an, yaitu pada masanya pra pujangga Baru dan
Pujangga Baru, maka tradisi Riau satu abad lebih dahulu tumbuh dan gemilang
sedemikian rupa.

Kemampuan Raja Ali Haji menukilkan sejarah sastra yang cemerlang dan sangat
fundamental menjadikannya sebagai puncak sastra. Beranjak dari kenyataan itu, sastra
Riau bermula dari puncak, sedangkan sastra Indonesia bermula dari percobaan-
percobaan dan eksperimentasi.” Raja Ali Haji, tokoh sastrawan dan intelektual Riau
memang telah menorehkan bukti sejarah konkrit tentang kontribusi masyarakat Melayu-
Riau bukan saja sastra Indonesia tapi juga dunia intelektual. Tengok saja karya-
karyanya, mulai dari 'Hikayat Abdul Muluk' (1846), 'Gurindam Dua Belas' (1847),
'Muqaddimah fi Intizam' (1857), 'Kitab Pengetahuan Bahasa' (1869) dan 'Silsilah Melayu
dan Bugis' (1865), sampai karyanya yang monumental 'Tuhfat an-Nafis' (1866).

Semua ini menggambarkan tentang Melayu yang begitu intelek yang didukung oleh
penyebaran Islam dan dukung pemerintah terhadap pengembangan budaya dan ilmu
pengetahuan. Sungguh tak heran jika istana kemudian dijadikan sebagai pusat
pengajian ilmu dan tempat para ulama berkumpul. Banyak masjid dan sekolah pondok
serta madrasah didirikan dengan maksud untuk membina keunggulan bangsa Melayu,
dan semua rakyat berpeluang menerima ilmu yang dapat memajukan mereka.

Kemunculan kaum intelektual, cendekiawan, serta ulama yang termasyhur dengan


berbagai karyanya di bidang pengetahuan, agama, dan filsafat menjadi ukuran bahwa
bangsa ini sebenarnya adalah bangsa yang mementingkan ilmu pengetahuan. Tradisi
Melayu ini diwarisi juga oleh Aceh dan Johor yang mengembangkan ilmu dan
pengetahuan.Aceh kemudian dijuluki sebagai Serambi Mekah karena menjadi pusat
pengkajian agama seperti di Malaka. Pusat pengkajian agama ini kemudian melahirkan
ulama-ulama seperti Abdul Rauf Singkel dan Samsudin Al-Sumatrani. Pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda mereka melanjutkan institusi Baiturahman
sehingga banyak melahirkan pemikir Melayu.

Keistimewaan Melayu juga didukung oleh warisan budaya dan adatnya yang kaya,
mulai dari syair, pantun, sepak raga, congkak hingga tarian-tarian yang memiliki cita
rasa estetis tinggi. Pewarisan ini juga menjadi semacam pesan pada generasi kini
bahwa di dalam kesenian itu juga sebenarnya ada unsur nasehat yang menjadi
pedoman untuk menjadi bangsa yang hebat. Begitu juga dengan perilaku orang
Melayu, semuanya penuh dengan simbol ketinggian pekerti, melalui budi bahasa dan
sopan santunnya. Melayu dikenal sebagai bangsa berbudi yang suka menabur budi
kepada orang lain. Jiwa gotong-royong dan rasa kekeluargaan apalagi tatkala melihat
tetangga dan saudara seagama, mereka bagaikan satu keluarga. Begitu pula dengan
sifat hormat-menghormati dan kasih sayang yang diungkapkan dalam pantun, syair dan
madah gurindam warisan nenek moyang yang selaras dengan tuntunan Islam itu, bagai
kata pepatah, “Yang tua dihormati dan yang muda dikasihi”. Nilai-nilai inilah yang
meletakkan Melayu sebagai bangsa besar dimana kebesaran ini telah membedakannya
dengan peradaban lain di dunia. Oleh sebab itulah kita perlu membangun setelah jatuh,
karena kita percaya untuk menjadi bangsa yang unggul tidak pernah ada titik akhirnya.
2.3 Hakekat Peradaban Melayu

Perdaban Melayu Merupakan Inti Budaya Nusantara. Kebudayaan Melayu merupakan


kebudayaan secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat. Kebudayaan Melayu
merupakan salah satu pilar penopang kebudayaan nasional Indonesia khususnya dan
kebudayaan dunia umumnya, di samping aneka budaya lainnya (Isjoni, 2007: 41).
Budaya Melayu tumbuh subur dan kental di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Sancin, Direktur Bidang Lintas Sosial Budaya Sapir Institute (5 Januari 2009)
mengemukakan bahwa Melayu yang identik dengan agama, bahasa, dan adat-istiadat
merupakan integritas yang solid. Menurut Isjoni (2007: 30), adat Melayu merupakan
konsep yang menjelaskan satu keseluruhan cara hidup Melayu di alam Melayu. Orang
Melayu di mana juga berada akan menyebut fenomena budaya mereka sebagai “ini
adat kaum” masyarakat Melayu mengatur kehidupan mereka dengan adat agar setiap
anggota adat hidup beradat, seperti adat alam, hukum adat, adat beraja, adat
bernegeri, adat berkampung, adat memerintah, adat berlaki-bini, adat bercakap, dan
sebagainya. Adat adalah fenomena keserumpunan yang mendasari kebudayaan
Melayu. Dahulu Melayu merupakan kerajaan-kerajaan yang berada dikawasan
Nusantara. Seorang raja harus memegang teguh adat Melayu dalam menjalakan
kekuasaannya terhadap rakyatnya. Adat sangat dijunjung dalam kebudayaan Melayu di
mana masyarakat Melayu sangat menjunjung adatnya untuk kehidupan dalam
dunianya. Selain adat, bahasa juga menjadi kebudayaan yang melekat pada budaya
Melayu. Hasil budaya bangsa Melayu yang terpenting adalah bahasa (Isjoni, 2007: 94).
Bahasa Melayu hidup dilidah petah orang Melayu dalam hampir 40 dialek/logat.
Diantaranya dialek Melayu Johor-Riau, yang menjadi cikal bakal bahasa Melayu.
Bahasa Melayu digunakan secara cukup luas sebagai lingua franca. Indonesia yang
merupakan Negara maritim dan agraris, menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa
perdagangan antar daerah (dari Pasai, Minangkabau, Jawa, ke Sulawesi, Halmahera,
dan Kepala Burung Papua). Pada masa awal kemerdekaan menjadi alat pemersatu dan
pembentuk kesadaran bangsa, maka setelah proklamasi ia dijelmakan, menjadi bahasa
Indonesia menjadi bahasa negara dan bahasa kebangsaan. Bahasa Melayu telah
menjadi alat perekat kebangsaan Indonesia, serta telah membawa bangsa Indonesia
sebagai bangsa modern. Selain adat, bahasa, yang kemudiaan adalah agama.
Kebudayaan yang melekat pada diri orang Melayu adalah budaya Melayu Islam. Ajaran
Islam yang datang dengan membawa kehalusan karena Islam dalam berdakwah tidak
pernah dengan kekerasan, islam mengajarkan kelembutan untuk umatnya. Sebelum
Islam masuk kebudayaan orang melayu adalah kebudayaan tempatan dan Hindu.
Sebelum Islam masuk budaya Melayu berfikir secara mitos. Setelah Islam masuk orang
Melayu mulai rasional dalam berfikir. Masyarakat melayu lebih bersifat longgar dan
terbuka menerima unsur baru datang dari luar (Islam). Sehingga nilai-nilai Islami itu
merasuk ke dalam jiwa dan teraktualisasi dalam tindakan sehari-hari sehingga
melahirkan suatu akulturasi. Agama Islam mempunyai pengaruh yang utama
dibandingkan adat istiadat. Agama merupakan supra system adat. Ketentuan-ketentuan
dalam adat bisa saja gugur jika tidak mendapat dukungan dari agama. Jadi dapat
dikatakan hubungan antara Islam dengan Melayu bagaikan dua muka mata yang tidak
dapat dipisahkan (Isjoni, 2007:63). Selain itu dengan Islam orang Melayu yang
mendasarkan budayanya dengan teras Islam selalu memandang bekerja merupakan
ibadah, kewajiban, dan tanggung jawab (Isjoni, 2007: 72). Oleh karenanya ketentuan
yang ada dalam adat suatu pekerjaan mereka lakukan dengan penuh tanggung jawab
karena semua itu merupakan ibadah.

2.4 Adat istiadat dan kebudayaan Melayu

Adat merupakan inti atau nukleus dari peradaban atau sivilisasi Melayu. Dapat
ditafsirkan bahwa adat dalam kebudayaan Melayu ini, telah ada sejak manusia Melayu
ada. Adat selalu dikaitkan dengan bagaimana manusia mengelola dirinya, kelompok,
serta hubungan manusia dengan alam (baik alam nyata maupun gaib atau
supernatural), dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Dengan demikian adat
memiliki makna yang “sinonim” dengan kebudayaan. Menurut Husin Embi et al.
(2004:85) adat merupakan peraturan yang dilaksanakan (diamalkan) secara tutun-
temurun dalam sebuah masyarakat, hingga menjadi hukum dan peraturan yang harus
dipatuhi. Sementara istiadat adalah peraturan atau cara melakukan sesuatu yang
diterima sebagai adat. Adat dan istiadat memiliki hubungan yang rapat, dan dipandang
sebagai alat yang berupaya mengatur kehidupan masyarakat, yang tujuannya adalah
untuk mencapai kesejahteraan dan kerukunan hidup. Adatistiadat membentuk budaya,
yang kemudian mengangkat martabat masyarakat yang mengamalkannya.

Dalam masyarakat tradisi Alam Melayu, konsep adat memancarkan hubungan


mendalam dan bermakna di antara manusia dengan manusia juga manusia dengan
alam sekitarnya, termasuk bumi dan segala isinya, alam sosiobudaya, dan alam gaib.
Setiap hubungan itu disebut dengan adat, diberi bentuk tegas dan khas, yang
diekspresikan melalui sikap, aktivitas, dan upacara-upacara. Adat ditujukan maknanya
kepada seluruh kompleks hubungan itu, baik dalam arti intisari eksistensi sesuatu,
dasar ukuran buruk dan baik, peraturan hidup seluruh masyarakat, maupun tata cara
perbuatan serta perjalanan setiap kelompok institusi. Adat muncul sebagai struktur
dasar dari seluruh kehidupan dan menegaskan ciri kepribadian suatu masyarakat. Oleh
karena itu, adat biasanya memiliki cerita atau mitos suci, watak-watak asal-usul yang
gagah dan unggul, serta memberikan dasar makna terhadap setiap peristiwa dalam
siklus hidup manusia, serta eksistensi institusi dalam masyarakatnya. Dengan
demikian, dalam masyarakat tradisi, adat memiliki kedudukan suci hingga mencapai
martabatnya; dipancarkan oleh kelakuan yang benar serta halus; sebuah ciri kehidupan
yang menyerap sistem kepercayaan, hukuman, dan denda. Setiap individu yang
melanggar, menyelewengkan, melebihi, mengurangi, atau menafikannya, akan
menerima balasan dan hukuman, baik melalui pemegang kekuasaan adat itu sendiri
maupun Tuhan dalam kepercayaan mereka. Sebaliknya, setiap yang berhasil
melaksanakan adat, akan berkuasa, berwibawa, juga memegang, menjalankan, dan
patuh kepada adat.

Kegagalan kultural orang bukan Melayu, dalam rangka mengikuti cara orang Melayu
duduk, makan, atau bersalaman pada upacara perkawinan misalnya, adalah karena
adat yang mereka gunakan berbeda dengan adat Melayu. Jika kesalahan adat ini
berlaku sesama masyarakat Melayu, maka dengan sendirinya ia akan mendatangkan
hukuman atau sanksi. Paling tidak seseorang itu dilarang berbuat atau menyebut
sesuatu, kalau pun tidak dimarahi dengan hukuman tidak tahu adat atau tidak beradat.
Dengan demikian adat memiliki fungsi (pengenalan) dan juga normatif (hukuman).
Kedua fungsi ini berlaku dalam rangka hubungan manusia dengan sesama manusia,
dan manusia dengan alam (baik alam kasat mata maupun alam gaib). Menurut Tenas
Effendy salah satu yang dihindari oleh orang Melayu adalah ia tidak tahu adat atau
tidak beradat. Pernyataan ini bukan hanya sekedar hinaan, yang dimaknai secara
budaya adalah kasar, liar, tidak bersopan santun, tidak berbudi—tetapi juga ia tidak
beragama, karena adat Melayu adalah berdasar pada agama. Jadi tidak beradat
sinonim maknanya dengan tidak beragama (2004:57). Ungkapan adat Melayu
menjelaskan, biar mati anak, jangan mati adat mencerminkan betapa pentingnya
eksistensi adat dalam kehidupan masyarakat Melayu. Dalam konsep etnosains Melayu,
dikatakan bahwa mati anak duka sekampung, mati adat duka senegeri, yang
menegaskan keutamaan adat yang menjadi anutan seluruh lapisan masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dari sisi lain, makna ungkapan
adat biar mati anak jangan mati adat mengandung makna bahwa adat (hukum adat)
wajib ditegakkan, walaupun harus mengorbankan keluarga sendiri. Maknanya adalah
adat adalah aspek mendasar dalam menjaga harmoni dan konsistensi internal budaya,
yang menjaga keberlangsungan struktur sosial dan kesinambungan kebudayaan secara
umum. Jika adat mati maka mati pula peradaban masyarakat pendukung adat tersebut.
Menurut Husin Embi et al. (2004:85) masyarakat Melayu kaya dengan adat-istiadat,
yang diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Komitmen yang ditunjukkan oleh masyarakat Melayu terhadap adat ini, jelas tergambar
dalam ungkapan berikut ini. Kecil dikandung ibu, Besar dikandung adat, Mati dikandung
tanah. Biar mati anak, Jangan mati adat. Laksmana berbaju besi, Masuk ke hutan
melanda-landa, Hidup berdiri dengan saksi, Adat berdiri dengan tanda. Lebih jauh
menurut Tenas Effendi (2004:58) masyarakat Melayu menyatakan bahwa, Apa tanda
Melayu sejati? Adat resamnya pakaian diri. Apa tanda Melayu terbilang? Adat dipakai
pusaka disandang. Apa tanda Melayu bertuah? Memegang amanat ia amanah. Jadi
tipe ideal seorang Melayu adalah ia memahami, menjalankan, dan menghayati adat.
Sehingga ia akan selalu menggunakan adat dan pusaka budaya dalam kehidupannya,
dan ia menjadi orang yang amanah (salah satu tipe ideal kepemimpinan dalam Islam).
Pentingnya adat dalam kehidupan masyarakat Melayu adalah berfungsi untuk mengatur
hampir semua sisi kehidupan, memberikan arahan dan landasan dalam semua
kegiatan, mulai dari hal yang besar sampai kepada hal yang paling kecil. Adat mengajar
orang untuk menjadi manusia beradab, bersopansantun, toleran, saling menghormati,
tahu diri, tolong-menolong—agar dapat menciptakan suasana 4 kerukunan dan
kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selain itu,
adat Melayu bersumber dan mengacu kepada ajaran Islam. Oleh karena itu adat
dijadikan identitas setiap pribadi orang Melayu. Sesuai dengan ajaran adat Melayu,
kalau hendak tahu kemuliaan umat, tengok kepada adat-istiadatnya, bahasa
menunjukkan bangsa, adat menunjukkan umat.

Empat Kategori Adat Melayu Dalam rangka menentukan kebijakan dan arah peradaban
Melayu, maka masyarakat Melayu mendasarkannya kepada institusi generik yang
disebut adat. Dalam rangka menghadapi dan mengisi globalisasi, masyarakat Melayu
telah membuat strategi budayanya. Strategi ini diarahkan dalam adat Melayu. Adat
Melayu berasas kepada ajaran-ajaran agama Islam, yang dikonsepkan sebagai adat
bersendikan syarak—dan sayarak bersendikan kitabullah. Yang dimaksud syarak
adalah hukum Islam atau tamadun Islam. Di sisi lain kitabullah artinya adalah Kitab Suci
Allah (Al-Qur’an), atau merujuk lebih jauh dan dalam adalah wahyu Allah sebagai
panduan manusia dalam mengisi kebudayaannya. Dalam melakukan arah budayanya
orang Melayu memutuskan untuk menerapkan empat bidang (ragam) adat.

Menurut Lah Husni (1986) adat pada etnik Melayu tercakup dalam empat ragam, yaitu:
(1) adat yang sebenar adat;

(2) adat yang diadatkan;

(3) adat yang teradat, dan

(4) adat-istiadat.

Keempat bidang adat ini saling bersinerji dan berjalin seiring dalam mengawal
polarisasi kebudayaan Melayu secara umum. Apapun yang diperbuat orang Melayu
seharusnya berdasar kepada ajaran-ajaran adat ini. Namun perlu diketahui bahwa
beberapa pakar dan pelaku budaya Melayu, menyebutkan hanya tiga kategori adat
saja, tidak sampai empat yaitu adat-istiadat. Namun ada pula yang menyebutkannya
dalam empat kategori. Yang jelas keempat-empatnya memiliki hubungan yang sinerji
dan saling menguatkan. Namun jika ditilik dari sudut pandang, maka kategori pertama
adalah yang paling dasar, holistik, menyeluruh, Sedangkan kategori kedua, ketiga, dan
keempat adalah turunan dari yang pertama. Begitu juga ketiga adalah turunan dari
pertama dan kedua. Juga keempat adalah turunan dari pertama, kedua, dan ketiga.
Kategori yang pertama adalah mutlak dan absolut menurut hukum yang diciptakan
Allah. Kategori kedua, ketiga, dan keempat, adalah bersifat perkembangan ruang dan
waktu di dalam kebudayaan, baik itu berupa aktivitas sosial, maupun juga benda-benda
atau artefak kebudayaan. Berikut ini diuraikan tentang empat kategori adat Melayu.

1. Adat yang Sebenar Adat


Menurut Tenas Effendi (2004:61) adat yang sebenar adat adalah inti adat yang
berdasar kepada ajaran agama Islam. Adat inilah yang tidak boleh dianjak-alih,
diubah, dan ditukar. Dalam ungkapan adat dikatakan, dianjak layu, diumbat mati;
bila diunjuk ia membunuh, bila dialih ia membinasakan. Adat berdasar kepada
pengertian manusia terhadap eksistensi dan sifat alam yang kasat mata ini.
Berdasarkan pengertian ini, maka muncullah ungkapan-ungkapan seperti adat
api membakar, adat air membasahi, adat lembu melenguh, adat kambing
mengembik, dan lain-lain. Sifat adalah sesuatu yang melekat dan menjadi penciri
khas benda atau keadaan, yang membedakannya dengan benda atau keadaan
lain. Itulah sebenarnya adat, sesuatu yang tidak dapat disangkal sebagai sifat
keberadaannya. Tanpa sifat itu benda atau keadaan tadi, tidak wujud seperti
keadaannya yang alami. Manusia Melayu membuat penyesuaian dalam masa
yang lama berdasarkan pengetahuan terhadap semesta alam, atau adat yang
sebenar adat yakni hukum alam yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Dari adaptasi
ini muncul sistem kepercayaan yang tegas dan formal terhadap alam, kekuatan
alam, dan fungsi alam. Menurut tanggapan mereka seluruh alam ini menjadi
hidup dan nyata, terdiri dari makhluk dan kekuatan yang mempunyai hubungan
dengan manusia dalam susunan kosmologi yang telah diatur oleh Allah.
2. Adat yang Diadatkan
Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan tertentu,
menurut mufakat dari penduduk daerah tersebut. Kemudian pelaksanaannya
diserahkan oleh rakyat kepada yang dipercayai mereka. Sebagai pemangku adat
adalah seorang raja atau penghulu. Pelaksanaan adat ini wujudnya adalah untuk
kebahagiaan penduduk, baik lahir ataupun batin, dunia dan akhirat, pada saat itu
dan saat yang akan datang. Adat yang diadatkan ini maknanya mengarah
kepada sistem-sistem sosial yang dibentuk secara bersama, dalam asas
musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Adat yang diadatkan juga berkait
erat dengan sistem politik dan tata pemerintahan yang dibentuk berdasarkan
nilai-nilai keagamaan, kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan polarisasi yang
tepat sesuai dengan perkembangan dimensi ruang dan waktu yang dilalui
masyarakat Melayu. Lebih jauh Tenas Effendy (2004:61) menjelaskan bahwa
adat yang diadatkan adalah semua ketentuan adat-istiadat yang dilakukan atas
dasar musyawarah dan mufakat serta tidak menyimpang dari adat sebenar adat.
Adat ini dapat berubah sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan
masyarakat pendukungnya. Adat yang diadatkan ini dahulu dibentuk melalui
undang-undang kerapatan adat, terutama di pusat-pusat kerajaan, sehingga
terbentuklah ketentuan adat yang diberlakukan bagi semua kelompok
masyarakatnya. 9 Tiap-tiap negeri itu mempunyai situasi yang berbeda dengan
negeri-negeri lainnya, lain lubuk lain ikannya lain padang lain belalangnya.
Perbedaan keadaan, tempat, dan kemajuan sesuatu negeri itu membawa resam
dan adatnya sendiri, yang sesuai dengan kehendak rakyatnya, yang diwarisi dari
leluhurnya. Perbedaan itu hanyalah dalam lahirnya saja, tidak dalam hakikinya.
Adat yang diadatkan ini adalah sesuatu yang telah diterima untuk menjadi
kebiasaan atau peraturan yang diperbuat bersama atas mufakat menurut ukuran
yang patut dan benar, yang dapat dimodifikasi sedemikian rupa secara fleksibel.
Dasar dari adat yang diadatkan ini adalah: penuh tidak melimpah, berisi tidak
kurang, terapung tidak hanyut, terendam tidak basah (Lah Husni, 1986:62). Arah
adat yang diadatkan ini adalah berasas kepada sistem pemerintahan atau
pengelolaan masyarakat. Dalam konteks kekinian, strategi adat yang diadatkan
ini diterapkan oleh negara-negara rumpun Melayu. Indonesia menerapkan
sistem demokrasi, yaitu kekuasaan ada di tangan rakyat. Bentuk pemerintahan
presidensial. Pemilihan umum dilakukan lima tahun sekali. Kemudian disertai
dengan otonomi daerah. Gejolak sosial pun terjadi seeiring dengan pemilihan
kepala-kepala daerah (pilkada). Malaysia sebagai negeri rumpun Melayu lainnya
menerapkan sistem kesultanan, yang dipimpin secara bergilir oleh Yang
Dipertuan Agong secara musyawarah di antara sultan-sultan (dan Tuan Yang
Terutama) seluruh Malaysia. Sistem pemerintahannya juga menerapkan
demokrasi parlementer, dan kebijakan multipartai, yang berbasis nasional dan
agama. Dalam kebudayaan Melayu, raja (ada juga yang menyebut sultan)
adalah pemimpin tertinggi. Sultan adalah wakil Allah di muka bumi, yang harus
ditaati dan dihormati segala keputusan dan kebijakannya. Raja juga sebagai
seorang pemimpin tertinggi dalam pemerintahan dan kenegaraan, ia juga adalah
pempimpin agama, yaitu imam bagi seluruh umat yang dipimpinnya.
Bagaimanapun seorang sultan juga memikul tanggung jawab untuk rakyat yang
dipimpinnya, yang dipandu oleh ajaran-ajaran agama Islam. Raja di dalam
peradaban Melayu adalah raja yang bijaksana, rendah hati, mengutamakan
kepentingan umat yang dipimpinnya, dan bertanggung jawab langsung kepada
Allah Yang Maha Esa.
3. Adat yang Teradat
Adat yang teradat adalah kebiasaan-kebiasaan yang secara berangsur-angsur
atau cepat menjadi adat. Sesuai dengan pepatah: sekali air bah, sekali tepian
berpindah, sekali zaman beredar, sekali adat berkisar. Walaupun terjadi
perubahan adat itu, inti adat tidak akan lenyap: adat pasang turun-naik, adat api
panas, dalam gerak berseimbangan, antara akhlak dan pengetahuan. Adat yang
teradat ini merupakan konsep masyarakat Melayu terhadap kesinambungan dan
perubahan, yang merupakan respons terhadap dimensi ruang dan waktu yang
dijalani manusia di dunia ini. Manusia, alam, dan seisinya, pastilah berubah
menurut waktu dan zamannya. Namun demikian, perubahan pastilah tetap
disertai dengan kesinambungan. Artinya hal-hal yang berubah sedrastis apapun
pastilah tetap disertai dengan kesinambungan yang berasal dari era-era dan
keadaan sebelumnya. Memang perubahan tersebut ada yang perlahan dan
pasti, namun tidak jarang pula perubahan itu bersifat cepat, drastis, dan spontan.
Dalam kajian sejarah perubahan ini ada yang sifatnya evolutif dan ada pula yang
revolutif. Itulah inti konseptual dari adat yang teradat menurut orang-orang
Melayu. Menurut Lah Husni, perubahan itu hanya terjadi dalam bentuk ragam,
bukan dalam hakiki dan tujuan semula. Umpamanya jika dahulu orang memakai
tengkuluk atau ikat kepala dalam suatu perhelatan adat, kemudian sekarang
memakai kopiah itu menjadi pakaian yang teradat. Jika dahulu berjalan berkeris
atau disertai pengiring, sekarang tidak lagi. Jika dulu warna kuning hanya raja
yang boleh memakainya, sekarang siapa pun boleh memakainya (Lah Husni,
1986:62). Demikian pula, kalau dahulu kala dalam adat perkawinan Melayu
digunakan serunai untuk mengiringi persembahan tari inai, maka sekarang alat
musik ini digantikan oleh akordion. Kalau dahulu orang Melayu selalu
menggunakan teater makyong, kini lebih sering menonton drama serial di
televisitelevisi. Jikalau dahulu kala orang Melayu bertanam padi di sawah dan
memanennya dengan disertai acara mengirik padi kemudian dijemur dan
ditumbuk, kini pada masa panen padi tersebut tidak lagi diirik, langsung diolah
dengan mesin pengirik, dan kemudian digiling. Kalau dahulu anak-anak muda
Melayu 15 bercinta malu-malu, kini sudah berubah yakni terang-terangan
bergandeng tangan, seperti yang digambarkan melalui lantunan lagu oleh Tan
Sri S.M. Salim. Cinta dulu-dulu, Cinta malu-malu, Cinta zaman sekarang, Di
depan orang, Ia pegang-pegang tangan. Dengan demikian, dalam konteks
zaman, adat yang teradat inilah yang memberikan ruang bagi umat Melayu untuk
mengikuti perkembangan zaman. Kata kunci perubahan adalah merujuk kepada
strategi adat yang teradat ini.
4. Adat-istiadat
Adat-istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan, yang lebih banyak
diartikan tertuju kepada upacara khusus seperti adat: perkawinan, penobatan
raja, dan pemakaman raja. Jika hanya adat saja maka kecenderungan
pengertiannya adalah sebagai himpunan hukum, misalnya: hukum ulayat, hak
azasi, dan lainnya. Adat-istiadat ini adalah ekspresi dari kebudayaan Melayu.
Upacara di dalam kebudayaan Melayu juga mencerminkan pola pikir atau
gagasan masyarakat Melayu. Upacara jamu laut misalnya adalah sebagai
kepercayaan akan Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberikan rezeki melalui
laut. Oleh karenanya kita mestilah bersyukur dengan cara menjamu laut. Begitu
juga upacara seperti gebuk di Serdang yang mengekspresikan kepada
kepercayaan akan pengobatan melalui dunia supernatural. Demikian pula
upacara mandi berminyak, merupakan luahan dari sistem kosmologi Melayu
yang mempercayai bahwa dengan hidayah Allah seseorang itu bisa kebal
terhadap panasnya minyak makan yang dipanaskan di atas belanga. Demikian
pula upacara mandi bedimbar dalam kebudayaan Melayu adalah sebagai
aplikasi dari ajaran Islam, bahwa selepas hubungan suami dan istri keduanya
haruslah melakukan mandi wajib (junub). Seterusnya upacara raja mangkat raja
menanam di Kesultanankesultanan Melayu Sumatera Timur adalah ekspresi dari
kontinuitas kepemimpinan, yaitu dengan wafatnya sultan maka ia digantikan oleh
sultan yang baru yang menanamkan (menguburkannya). Demikian juga untuk
upacara-upacara yang lainnya dalam kebudayaan Melayu sebenarnya adalah
aktivitas dalam rangka menjalankan strategi kebudayaan Melayu, agar
berkekalan dan tidak pupus ditelan oleh ruang dan waktu. Dalam realitasnya,
sejauh penelitian yang kami lakukan, adat-istiadat (upacara) Melayu itu dapat
dikategorikan sebagai berikut.
I. Adat-istiadat yang berkaitan dengan siklus hidup:
1. Adat-istiadat bersalin.
a. Adat-istiadat melenggang perut,
b. Adat-istiadat menempah mak bidan,
c. Adat-istiadat mandi sampat,
d. Adat-istiadat potong tali pusat,
e. Adat-istiadat naik buaian (mengayun anak),
f. Adat-istiadat mencecah tanah (turun tanah),
g. Adat-istiadat bercukur.

2. Adat semasa anak-anak.

a. Adat-istiadat bercukur,
b. Adat-istiadat berkhitan (berkhatan atau sunnat),
c. Adat-istiadat belajar dan mengaji,
d. Adat-istiadat berkhatam Al-Qur’an,
e. Adat-istiadat bertindik.

3. Adat-istiadat perkawinan.

a. Adat-istiadat merisik,
b.Adat-istiadat meminang,
c. Adat-istiadat berinai,
d.Adat-istiadat berandam dan menempah mak andam,
e. Adat-istiadat berbesan,
f. Adat-istiadat mandi bedimbar (berhias),
g.Adat-istiadat bertandang,
h. Adat-istiadat menyalang,
i. Adat-istiadat menjemput atau berkampung
4.Adat kematian.

II. Adat yang berkait dengan kegiatan pertanian dan maritim.

a. Adat-istiadat membuka tanah (mulaka ngerbah),


b. Adat-istiadat bercocok tanam (tabur benih, mulaka nukal),
c. Adat-istiadat berahoi (mengirik padi),
d. Adat-istiadat turun perahu,
e. Adat-istiadat bersimah berpuar, puja kampung, bersih kampung, atau berobat
kampung,
f. Adat-istiadat menjamu laut.

III. Adat pengobatan melalui bomoh (dukun, pawang).


a. Adat-istiadat berobat,
b. Adat-istiadat berkebas,
c. Adat-istiadat memutus obat,
d. Adat-istiadat menilik bomoh,
e. Adat-istiadat gebuk.

IV. Adat olahraga tradisi dan seni pertunjukan.


1. Bersilat atau lintau.
a. Adat-istiadat membuka gelanggang,
b. Adat-istiadat menghadap guru atau sembah guru,
c. Adat-istiadat tamat silat.
2. Pertujukan, musik, tari, dan teater,
a. Adat-istiadat buka panggung,
b. Adat-istiadat pertunjukan,
c. Adat-istiadat tamat panggung.
V. Adat makan atau jamuan.
a. Adat-istiadat makan dan minum,
b. Adat-istiadat berhidang: seperah, dulang, kepala lauk (menghidang),
c. Adat-istiadat menjamu ketua atau pengurus adat,
d. Adat-istiadat bersirih puan (sebelum makan),
e. Adat-istiadat kenduri (jamu sukut).

VI. Adat-istiadat pelantikan pengurus adat.


VII. Adat-istiadat komunikasi budi bahasa.
a. Adat-istiadat berbahasa,
b. Adat-istiadat bertegur sapa.

VIII. Adat-istiadat takwim Islam.


a. Menyambut awal Muharram,
b. Hari Asyura 10 Muharram,
c. Safar,
d. Maulid Nabi (Maulidur Rasul),
e. Kenduri arwah (bulan Sya’ban),
f. Puasa (Ramadhan),
g. Hari Raya Idul Fitri,
h. Hari Raya Kurban (Idul Adha), dan lain-lain.
Dalam konteks perkembangan zaman, adat-istiadat yang bermakna kepada
upacara atau ritual ini juga mengalami perkembangan-perkembangan. Upacara
ini ada yang berkaitan dengan kegiatan budaya seperti politik, pemerintahan,
sosial, pendidikan, agama, ekonomi, dan lain-lainnya. Pada masa kini, dalam
konteks Indonesia, upacara atau adat-istiadat ini dapat juga ditemui seperi
upacara pembukaan pekan olahraga, pembukaan gedung baru, upacara
melepas jamaah haji, upacara menyambut kepulangan haji, upacara pembukaan
kampanye partai politik, upacara bendera, upacara peringatan hari kemerdekaan
Indonesia, upacara pembukaan dan penutupan pekan budaya, dan lain-lain.
Dengan demikian adat-istiadat ini juga mengalami perkembangan-
perkembangan selaras dengan perkembangan zaman.
Fungsi adat
Fungsi Adat Menurut Tenas Effendy (2004:66-67) fungsi adat dalam kebudayaan
Melayu adalah sebagai berikut.
1. Menjabarkan nilai-nilai dasar Islam. Tidak dapat dipungkiri bahwa adat Melayu
pada hakekatnya adalah penjabaaran nilai-nilai agama Islam, yang dianut
masyarakatnya. Melalui adat dan kelembagaan adat inilah beragam nilai yang
Islami dikembangkan, kemudian disebarkan ke tengah masyarakat. Nilai ini
kemudian dijadikan identitas kemelayuan yang bersebati dengan Islam. Dari sini
muncul pendapat yang menyatakan bahwa kemelayuan seseorang tidak hanya
ditentukan oleh etnisitas saja tetapi juga melalui agama yang dianut yaitu Islam,
beradat Melayu, dan berbahasa Melayu. Dengan demikian kemelayuan seseorang
menjadi luas, yang terwujud dari berbagai latar belakang suku dan puak.
2. Menjadi identitas yang Islami. Adat Melayu yang berakar dari agama Islam ini
kemudian menjadi identitas kemelayuan, sehingga tidak dapat dipisahkan dari
semua aspek kehidupan mereka. Oleh karena itu seorang yang bukan beragama
Islam kemudian menganut agama Islam, sejak dahulu disebut sebagai masuk
Melayu. Sebaliknya jika seorang Melayu keluar dari agama Islam ia disebut dengan
keluar dari Melayu, dan gugurlah hak-haknya sebagai orang Melayu, dan adat
kemelayuannya.
3.Menjadi perekat persebatian dalam konteks kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Fungsi utama institusi adat adalah sebagai perekat
persebatian (integrasi) masyarakaat dalam kehidupan sosialnya. Fungsi ini amat
penting karena masyarakat Melayu di Nusanatara ini hidup dalam komunitas yang
heterogen. Kemajemukan ini memerlukan simpai dan perekat yang dapat
menyatukan masyarakat yang beragam itu daalam tatanan kehidupan yang aman
dan damai, saling hormat-menghormati, saling bantu-membantu, dan lainnya. Hal
ini diungkapkan dalam adat senasib sepenanggungan, seaib, dan semalu.

Nilai-nilai adat

Nilai-nilai Adat Dalam konteks mewujudkan fungsi institusi adat, tentulah harus
mengacu kepada nilai dasar adat dan budaya Melayu yang telah teruji ketangguhan
dan keluhurannya. Adat ini diterapkan sejak berabad-abad yang lampau, seiring
dengan adanya orang Melayu di dunia ini. Nilai-nilai dasar inilah yang selama
berabad-abad silam mampu menciptakan kehidupan yang sejahtera lahir dan batin
dengan keberagaman suku dan puak, kaum, dan bangsa di bumi Melayu. Nilai-nilai
dasar yang terkandung di dalam adat inilah yang perlu dikembangkan dan
disebarluaskan dalam kehidupan berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam adat Melayu menurut Tenas
Effendy (204:69-78) adalah sebagai berikut.
1. Nilai keterbukaan Budaya Melayu yang selalu disebut sebagai budaya bahari1
adalah kebudayaan yang sifatnya terbuka. Melalui keterbukaan inilah
masyarakatnya menjadi mejemuk demikian pula budayanya menjadi ikut heterogen
juga. Pembauran lintas suku, umat, dan lintas negara, selama ratusan tahun telah
melahirkan masyarakat Melayu yang heterogen. Kemelayuam tidak lagi semata-
mata mengacu kepada etnik, yang mendasarkan pada genealogis atau hubungan
darah, melainkan terbentuk dari keberagaman keturunan yang disimpai oleh
kesamaan nilai Islam, budaya, dan bahasa. Islam pun mengajarkan kepada
segenap umatnya untuk terbuka. Islam tidak memandang kasta dan derajat
manusia. Islam menerima siapa pun tanpa syarat untuk menjadi muslim. Islam
sangat menghargai perbedaan-perbedaan di antara manusia, yang memang
diciptakan oleh Allah sedemikian rupa. Islam tidak membedakan antara kaum
Quraisy dengan Habsyi, Melayu, Pashtun, Kurdi, Tamil, Benggali, Hokkian, Kwong
Fu, Korea, India, Anglo Sakson, Latin, dan seterusnya. Islam mendudukkan posisi
manusia berdasarkan nilai-nilai universal kemanusiaan, melalui panduan
ajaranajaran Allah.
2. Nilai keislaman Budaya Melayu adalah budaya yang menyatu dengan ajaran
agama Islam. Nilai keislaman sangatlah dominan dan menjadi acuan dasar budaya
Melayu. Budaya Melayu menyatu dengan Islam ini tercermin dalam ungkapan adat,
adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah, syarak mengata, adat
memakai; sah kata syarak, benar kata adat, bila bertelikai adat dengan syarak,
tegaklah syarak, dan sebagainya. Namun demikian, tidaklah bermakna bahwa
budaya orang Melayu menolak masyarakat yang tidak ada akidah, bahkan
sebaliknya menganjurkan untuk hidup saling hormat-menghormati, saling
menghargai, saling bertenggang rasa, tolong-menolong, dan seterusnya. Nilai inilah
yang sejak dahulu mampu mewujudkan kerukunan hidup antara umat beragama di
bumi Melayu.
3. Nilai keturunan bersama Nilai ini mengajarkan orang untuk merasa seasal dan
seketurunan, yaitu sama-sama keturunan Adam dan Hawa. Dalam ruang lingkup
yang lebih kecil, menyadarkan seseorang akan nenek moyangnya yang sama, yakni
berasal dari rumpun Melayu yang satu. Nilai ini mampu menumbuhkan rasa
kekeluargaan dalam arti yang seluas-luasnya. Nilai ini menyebabkan setiap individu
dan kelompok maupun puak untuk berpikir jernih menjaga tali keturunan yang
seasal tersebut, sehingga mereka terhindar dari perpecahan dan disintegrasi sosial.
Hal ini terungkap dalam pantun Melayu. Ketuku batang ketakal, Kedua batang
keladi mayang, Sesuku kita seasal, Senenek kita semoyang. Melalui nilai keturunan
bersama inilah masyarakat Melayu dapat menyatu dalam sebuah kebudayaan.
Yang menyatukan orang-orang Melayu itu di mana pun adalah nilai ini. Mereka itu
bisa saja berasal dari etnik-etnik rumpun Melayu di Nusantara dan menjadi dirinya
sebagai warga 1Kata bahari berasal dari bahasa Arab yaitu bahar yang artinya laut.
Budaya bahari ini, sifat utamanya adalah terbuka terhadap semua budaya dunia.
Orang-orang di dunia yang berada dalam kebudayaan maritim umumnya adalah
orang yang terbuka, dan selalu mengelola berbagai kebudayaan dunia. Kota-kota
atau bandar-bandar besar juga dalam sejarah peradaban dunia selalu tumbuh di
kawasan pesisir atau sungai-sungai. Budaya bahari atau maritim ini, biasanya
bertumpu pada kegiatan perdagangan, mengelola hasil-hasil laut, saling meminjam
dan mengelola budaya dalam lingkup global, dan sejenisnya. Berbagai bandar di
Alam Melayu mengekspresikan budaya bahari ini, seperti Melaka yang menjadi
pelabuhan perdagangan terkenal di abad-abad pertengahan, Siak Sri Indrapura
sebagai kawasan maritim di Riau, Kerajaan Haru di Sumatera Utara, dan lain-
lainnya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa budaya bahari ini menjadi
tulang punggung dalam perkembangan peradaban masyarakat Melayu. 20
masyarakat Melayu. Bahkan orang-orang India, China, Arab, atau yang lainnya
dapat menjadi Melayu, dengan cara masuk ke dalam kultur dan agama orang
Melayu yang berpaksikan kepada agama Islam. Di Sumatera Timur sebagai contoh,
etnik mana pun dapat menjadi Melayu, selaras dengan kearifan lokalnya. Melayu di
kawasan Langkat, Deli, Serdang, sampai Batubara menyatukan Melayu, dan
memasukkan siapapun menjadi pada tiga kategorial yaitu: Melayu asli, Melayu
semenda, dan Melayu seresam. Melayu asli maksudnya keturunan dan nenek
moyangnya memang orang Melayu, apakah itu dari Sumatera sendiri, Semenanjung
Malaya, Kalimantan, dan lainnya. Kategori kedua adalah Melayu semenda,2 yakni
orang yang awalnya merupakan etnik bukan Melayu, kemudian kawin dengan orang
Melayu, mengamalkan kebudayaan Melayu dan menjadi Melayu. Kategori yang
ketiga adalah Melayu seresam, artinya orang yang awalnya adalah etnik-etnik di
Nusantara, karena kesadarannya akan budaya Melayu, kemudian
mengamalkannya, dan menganggap dirinya sebagai orang Melayu. Kesemua
kategori ini didasari oleh nilai-nilai budaya dan agama bahwa kita adalah satu
keturunan bersama. Dahulunya adalah satu keluarga yakni keturunan Adam dan
Hawa. Kemudian berkembang dan terdiri dari berbagai macam suku dan bangsa,
agar saling mengenal dan mengasihi sesamanya. Yang mulai di depan Allah adalah
mereka yang bertakwa.
4. Nilai etika dan moral Nilai adat lainnya adalah etika dan moral. Di dalam adat ini
terkandung nilai saling memelihara hubungan antar individu maupun kelompok. Nilai
ini mengajarkan dan menyadarkan agar hidup saling menjaga sopan dan santun
baik pribadi maupun sosial. Kita harus menjaga hubungan baik, menjaga marwah,
menghindari prilaku hujat-menghujat, maki-memaki, caci-mencaci, fitnah-memfitnah,
dan seterusnya yang dapat menimbulkan aib dan malu bagi orang maupun dirinya
sendiri. Ungkapan adat Melayu mengatakan bahwa tanda hidup seaib semalu, yang
buruk sama dibuang, yang keruh sama dijernihkan, yang kusut sama diselesaikan;
salah besar diperkecil, salah kecil dihabisi. Selanjutnya dikatakan pula aib jangan
didedahkan, malu jangan disingkapkan, juga aib orang jangan dibilang, aib diri yang
kita kaji.
5. Nilai kebersamaan Nilai kebersamaan ini mencakup hal-hal yang berkait dengan
nilai senasib dan sepenanggungan, nalai seanak dan sekemanakan, seinduk
sebahasa, senenek dan semamak, seadat sepusaka, sepucuk setali darah,
sesampan dan sehaluan, dan seterusnya. Nilai kebersamaan yang terkandung
dalam adat Melayu, merupakan pemahaman dan penghayatan terhadap sistem
sosial, yang memang perlu ada di dalam sebuah masyarakat. Sistem sosial inilah
yang diatur oleh adat. Sistem sosial akan memandu kepada polarisasi yang benar
dan terarah. Demikian juga apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan sosial,
maka adat memberikan sanksi-sanksi berupa sanksi sosial dan budaya, sampai
terusirnya seseorang dalam masyarakat adat. Jadi nilai-nilai kebersamaan ini
dikandung dalam adat Melayu, untuk menjaga konsistensi internal kebudayaan.
Nilai kebersamaan ini dalam konteks sosial diterapkan dalam musyawarah,
komunikasi secara kultural, dan seterusnya.
6. Nilai cita-cita bersama Adat Melayu juga mengandung niali-nilai untuk mencapai
cita-cita bersama. Di dalam ajaran aadat ini setiap individu pastilah mempunyai
cvita-cita, baik cita-cita di dunia dan terlebih lagi untuk menuju akhirat. Cita-cita
setiap individu ini bisa saja berbeda sesuai dengan amanah yang diberikan Allah
kepada dirinya. Ada pula cita-cita tersebut yang sama atau hampir sama dengan
orang lain. Namun demikin, adat Melayu mengatur arah yang benar tentang cita-cita
bersama ini, yang tumbuh dari cita-cita individu, kelompok kecil, sampai kumpulan
besar, yaitu Melayu secara umum. 2 Pada kebudayaan masyarakat Pesisir (yang
juga sebagai bagian dari masyarakat Melayu) di pantai barat Sumatera Utara
sampai ke Sumatera Barat dan Nanggroe Aceh Darussalam, kebudayaan mereka
secara umum disebut dengan adat sumando, yang menempatkan hubungan
perkawinan ini menjadi kunci utama dalam integrasi sosialnya. Adat sumando juga
mengacu kepada konsep adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan
kitabullah. 21 Cita-cita bersama masyarakat Melayu adalah menegakkan ajaran
Allah di muka bumi ini sebagai rahmat kepada seluruh alam. Selain itu cita-cita
bersama masyarakat Melayu adalah melakukan kontinuitas dan perubahan
kebudayaan sesuai dengan perkembangan zaman. Cita-cita bersama lainnya
adalah menegakkan sistem sosial dunia, yang heterogen, berkeadilan, dan tidak
ada penistaan terhadap satu kelompok manusia pun di dunia ini. Cita-cita
seterusnya orang Melayu di dunia ini adalah membentuk persatuan dan kesatuan
geobudaya, yaitu sama-sama dalam kebudayaan Melayu yang sama, yang terdiri
dari beberapa negara bangsa. Namun intinya kebersamaan juga dapat dijalin
dengan bangsa serumpun Melayu di mana pun di dunia ini. Kebersamaan ini bagi
orang Melayu adalah hakikat dari kekuatan politik, budaya, dan sosial. Semakin
menjadi kecil dan berkabilah-kabilah (berkelompok kecil), maka semakin tidak
kuatlah posisi politiknya. Sebaliknya apabila bersatu, maka kita akan menjadi kuat.
7. Nilai kekuasaan dan martabat Nilai lainnya yang terdapat dalam adat Melayu
adalah nilai kekuasaan dan martabat. Di dalam kebudayaan Melayu, pada
hakekatnya setiap orang diberikan Allah kekuasaannya masing-masing. Manusia
adalah khalifah di muka bumi. Dialah yang memimpin alam ini. Selain itu setiap
individu diberikan berbagai kelebihan dan perannya masing-masing. Ia akan
menjadi kuat dan terpolarisasi dengan baik dan benar ketika ia mampu
mensinerjikan kemampuannya ini dengan orang lain atau kelompok lain. Ia akan
menjadi terhormat dan bermartabat ketika ia mampu menjadi sumber inspirasi atau
sumber keadilan dan kebersamaan sosial terhadap sesamanya. Kekuasaan dan
martabat seorang Melayu sebenarnya tidak ditentukan oleh kedudukan sosial yang
diperolehnya atau materi yang dikumpulkannya. Kekuasaan dan martabat orang
Melayu mencakup aspek yang multidimensional. Artinya kekuasaan dan martabat
tetap mengacu kepada perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah,
panduannya adalah ajaran Islam. Seorang yang dikatakan berkuasa dan
bermartabat jika ia dapat menjadi rahmat kepada seluruh alam (rahmatan lil’alamin).
Dengan demikian berbagai sifat-sifat agung akan muncul dari dalam dirinya, seperti:
rendah hati, tidak sombong, suka menolong sesama, bertakwa, tujuan hidupnya
dunia dan akhirat sekaligus, dan hal-hal sejenisnya. Kekuasaan dan martabat
seorang Melayu, mencakup kecerdasan sosialnya. Artinya kekuasaan dan martabat
ini ditentukan juga oleh interaksi seorang melayu dengan masyarakat sekitar, dan
juga masyarakat secara luas. Kecerdasan sosial ini, didukung oleh faktor-faktor:
intelegensia, emosional, dan juga spiritual. Pada hakekatnya, setiap orang di dunia
ini dianugerahi oleh Allah kemampuan intelektual, yaitu berpikir secara logis, dalam
konteks menggunakan pikirannya. Namun selain itu di dalam diri manusia juga
harus diasah kemampuan mencerdaskan emosionalnya. Artinya ia harus mampu
memanajemeni dirinya terhadap perasaan yang muncul. Kalau sedih tidak terlalu
dalam, kalau marah tidak terlalu meledak-ledak, kalau gembira tidak terlalu tertawa
terbahak-bahak, dan seterusnya. Jadi emosi adalah bahagian dari pengendalian
diri. Ini dapat diperoleh melalui latihan-latihan berpuasa, yang gunanya adalah
mengendalikan diri dari hawa nafsu. Namun hawa nafsu juga tidak dimatikan, hanya
diarahkan ke arah yang benar. Selain itu, terdapat juga kecerdasan spiritual. Ini
penting dilakukan sebagai bahagian mengarahkan diri seseorang ke jalan yang
diridhai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Kecerdasan spiritual adalah salah satu
bahagian dari cara kontemplasi diri akan hakekat hidup, juga mengarahkan
seseorang dalam hubungannya dengan Tuhan dan segala makhluk serta alam
lingkungan yang diciptakan oleh Tuhan. Jadi dengan selalu mengasah kecerdasan
spiritual ini, seseorang akan mendapatkan berkah di dalam hidup, baik itu berupa
material, dan terutama spiritualnya akan menjadi lebih kaya. Dampaknya ia akan
selalu beribadah dan ingat kepada Tuhan, ia akan menjadi manusia yang
menyayangi sesamanya, tanpa membeda-bedakan segala perbedaan, karena pada
dasarnya setiap manusia adalah awalnya satu.
8. Nilai musyawarah Nilai lainnya dari adat Melayu adalah nilai musyawarah. Nilai
musyawarah ini adalah substansi dari kebersamaan sosial dan religiusitas dalam
rangka merembukkan kepentingan secara bersama. Setiap permasalahan sosial
dan budaya dapat dipecahkan dan diselesaikan dengan cara 22 bermusyawarah.
Institusi musyawarah ini juga sebagai salah satu pengendalian dan pengawasan
sosial, yang tujuannya adalah untuk kepentingan bersama. Dalam musyawarah ini
juga terkandung nilai-nilai mufakat, yang artinya walaupun keputusan bersama itu
berbeda dengan apa yang kita pikirkan dan konsepkan, namun karena telah
menjadi keputusan bersama, maka dengan ikhkas kita menerimanya dan bahkan
mempertahankan keputusan itu dengan sekuat tenaga dan upaya. Nilai
musyawarah untuk mencapai mufakat ini adalah ekspresi dari nilai-nilai demokrasi
dalam adat Melayu dan Dunia Islam. Dalam menjalankan musyawarah untuk
mencapai mufakat ini, yang diutamakan adalah ketulusan untuk menyelesaikan
secara bersama-sama. Dalam musyawarah mufakat sebenarnya sangat dihindari
voting atau keputusan yang sifatnya mempertentangkan dua atau beberapa pilihan
yang berbeda, dan cenderung melihatnya secara praktis yaitu suara yang terbanyak
ialah yang menang. Dalam musyawarah mufakat sebenarnya intinya bukan
demikian, tetapi adalah kebulatan sikap, dan pembelajaran dengan wawasan
kultural yang holistik, serta menimba ilmu pengetahuan dari semua orang, dan hal-
hal sejenis. Demikianlah kira-kira nilai-nilai yang terkandung di dalam adat Melayu.

2.5 Bunda Tanah Melayu

Bunda Tanah Melayu itu Bernama Lingga. Bunda Tanah Melayu memang layak
disandang kota Daik, karena lebih dari 120 tahun menjadi pusat kerajaan melayu.

Ada banyak daerah di Provinsi Kepulauan Riau yang menyimpan pesona budaya,
sehingga layak dikunjungi sebagai tujuan wisata. Salah satunya Kabupaten Lingga
yang disebut-sebut sebagai Bunda Tanah Melayu.

"Daik Lingga adalah pusat pemerintahan kebesaran Kesultanan Lingga pada tahun
1878 hingga 1900. Kebesaran ini telah mengembalikan peradaban kejayaan yang
masih dapat dilihat di Lingga hingga sekarang.

Pada Zaman dahulu asal usul sebuah kerajaan Melayu di Lingga yang berpusat di Kota
Daik sebagai Negara Kesultanan Johor-Pahang-Riau-Lingga. Sultan Mahmud Syah II
(1685 – 1699) adalah Sultan Johor-Riau-Lingga-Pahang atau kemaharajaan melayu
yang ke-10. Ia adalah keturunan sultan-sultan Malaka, sultan ini tidak mempunyai
keturunan, untuk penggantinya dicarilah dari keturunan Datuk Bendahara Paduka Raja
Tun Abdul Jalil yang diberi gelar Sultan Mahmud Syah III. Pada masa ini sultan
Mahmud Syah III masih sangat muda jadi yang menjalankan pemerintahan ialah yang
dipertuan muda Daeng Kamboja yang dipertuan Muda III, jadi ialah yang paling
berkuasa di kemaharajaan di Melayu Lingga. Yang menjadi Datok Bendahara pada
saat itu adalah Tun Hasan, semasa ini pula hubungan pemerintahan dengan Belanda
masih lancar. Sedangkan di Riau berdatangan pedagang-pedagang dari India.
Sedangkan pedagang cina pada saat itu masih menetap di Kepulauan Nusantara dan
pada saaat ini juga yang mendampingi yang dipertuan muda melaksanakan tugasnya
untuk diwilayah Riau Engku Kelana Raja Haji.

Setelah yang dipertuan muda III Daeng Kamboja wafat tahun 1777 yang
menggantikannya adalah Yang Dipertuan Muda IV Raja Haji. Raja Haji ini memerintah
dari tahun 1777 – 1784. Sewaktu berada di bawah pemerintahannya pecah perang
antara kemaharajaan melayu dengan kompeni Belanda di Melaka. Setelah Raja Haji
wafat lahirlah sebuah perjanjian antara kemaharajaan melayu dengan pihak kompeni
Belanda. Perjanjian ini dikenal TRACTAAT AL TOOSE DURENDE GETROO WE
VRIENDE BOND GENO OT SCHAP yang ditandatangani tanggal 10 Nopember 1784.

Setelah di tinggalkan Raja Haji yang menjadi Di Pertuan Muda Riau, berikutnya adalah
Raja Ali (Anak dari Daeng Kamboja). Masa jabatan dari tahun 1785-1806 ia sebagai
yang dipertuan muda ke-V ia lebih banyak berada di luar wilayah kerajaan sebab
kekuasaan pada saat itu lebih banyak berada di Belanda. Lama kelamaan ia
mengadakan perlawanan dan akhirnya sejak tahun 1785 menetaplah ia di Suka Dana
(Kalimantan). Tahun ini juga kompeni Belanda mengangkat Recident Belanda pertama
di Tanjungpinang dengan nama DAVID RUNDE pada tanggal 17 Juni 1785.

Pada tahun 1787 Sultan Mahmud Syah III memindahkan pusat kerajaannya ke Daik
Lingga, ini diakibtakan adanya tekanan dari Kompeni Belanda. Walaupun pusat
kerajaan berada di Pulau Lingga, wilayah masih meliputi Johor-Pahang dimana daerah
tersebut Sultan masih diwakili oleh Datuk Temenggung untuk bagian Johor dan
Singapura sedangkan Datuk Bendahara untuk daerah Pahang. Untuk tahun 1795
terjadi perkembangan politik baru di negeri Belanda, dimana kompeni Belanda harus
menyerahkan beberapa daerah yang didudukinya ke Inggris. Masa ini disebut juga
sebagai masa INTEREGNUM Inggris di Riau.

Tahun 1802 yang dipertuan muda V berada dipengungsian kembali di Lingga pada
masa intregnum Inggris ini berlangsung Raja Ali wafat 1795-1816 di pulau Bayan.
Tahun 1806 diangkat pula Raja Jakfar menjabat kedudukan sebagai yang dipertuan
Muda Riau pada tahun 1806-1813. Raja Jakfar membuat tempat pemerintahannya di
kota Rentang di Pulau Penyengat. Pada tahun 1811 Sultan Mahmud III memerintahkan
anaknya Tengku Husein (Tengku Long pergi ke Pahang dan menikah disana dengan
puteri Tun Khoris atau adik bendahara yang bernama Tun Ali. Semasa Tun Husin
(Tengku long ) berada dipahang ayahandanya Sultan Mahmut Syah wafat di Daik
Lingga tanggal 12 Januari 1812.

Setelah Sultan Mahmut syah III meninggal dicarilah calon pengantinya. Akhirnya yang
dilantik sebagai sultan pengganti yaitu Tengku Abdul Rahman yang disetujui oleh
pembesar kerajaan dan dari pihak Belanda. Ini dikuatkan oleh peraturan kerajaan
Lingga Riau yang berbunyi Sultan baru harus dilantik sebelum jenazah Sultan yang
wafat di kebumikan.

Setelah Tengku Abdul Rahman dilantik tahun 1812 Sultan Abdul Rahman Syah
menetap di Lingga. Mulailah Lingga masa itu bertambah ramai karena telah ada
tambang timah disingkep. Sedangkan Raja Ja’far menetap di Penyengat ia telah
menempatkan orang-orang kepercayaannya di Daik Lingga untuk mendampingi Sultan
yaitu Engku Syaid Muhammad Zain Al Qudsi. Suliwatang Ibrahim, sahbandar
Muhammad Encik Abdul Manan dan bagian pertahanan dan keamanan adalah Encik
Kalok. Tengku Husin tinggal di Lingga, dia menetap di penyengat.

Pada tangal 19 Agustus 1818 Wiliam Farquhan Residen Inggris dari Malaka datang ke
Daik untuk bertemu dengan Sultan Abdul Rahman Muazam Syah dan memberitahukan
bahwa wilayah kerajaan Lingga Riau mungkin akan diambil Belanda. Sultan Abdul
Rahman Muazam Syah menjawab berita yang disampaikan Fanquhan itu, bahwa dia
tidak mempunyai wewenang untuk mengurus urusan kerajaan, hanya ia menganjurkan
Fanquhan dapat menghubungi Raja Ja’far.

Sultan Mahmud Riayat Syah III pada zaman dia memegang tampuk pemerintahan, dia
membangun istana Robat/istana kota baru dan dia juga membangun penjara/Gail.
Sedangkan Almarhum Raja Muhammad Yusuf sangat alim dia ini adalah penganut Nak
Sabandiah. Dia adalah yang dipertuan muda ke X yang dilantik tahun 1859 oleh Sultan
Sulaiman Badrul Alam Syah III. Pada zaman ini di Daik sangat berkembang dibidang
agama maupun bidang ekonomi, sehingga Daik Lingga pada waktu itu menjadi pusat
perdagangan dan pengetahuan. Banyak pedagang yang datang seperti cina, bugis,
keling, siak, Pahang.

Belanda sudah semakin khawatir kalau Lingga menyusun kekuatan untuk


menentangnya, oleh karena itu, Belanda menempatkan asisten Residen di Tajung
Buton Daik. Pada tanggal 17 September 1833 dia mangkat dan dimakamkan di bukit
Cengkih. Sedangkan yang dipertuan muda Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi
beristrikan Tengku Embung Fatimah Binti Sultan Mahmud Muzafarsyah yang
merupakan Sultanah di Lingga. Dia menggalakan kerajinan rakyat Lingga untuk
dipasarkan keluar kerajaan Lingga. Pada zaman mereka membuka jalan Jagoh ke
Dabo membuat kapal-kapal, di antara nama kapal-kapal tersebut Kapal Sri Lanjut,
Gempita, Betara Bayu, Lelarum dan Sri Daik, guna untuk memperlancar perekonomian
rakyat serta pada zaman dia juga istana Damnah di bangun. Sekolah sd 001 Lingga
tahun 1875 dengan guru pertama kami Sulaiman tamatan sekolah Raja di Padang.
Guru ini tidak mau bekerja sama dengan Belanda, walaupun dia diangkat oleh Belanda.

Pada zaman ini Lingga mencapai zaman keemasan, sedangkan Almarhum Sultan
Sulaiman Badrul Alamsyah II adalah anak dari Sultan Abdul Rahman Syah. Dia
diangkat menjadi Sultan tidak disetujui oleh Indra Giri Reteh selama 25 hari dan
terkenalah dengan nama pemberontakan Mauhasan. Namun Reteh tunduk kembali
dengan Lingga. Sultan ini sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya antara lain:

Mengajukan dan menukarkan sawah padi dengan sagu (Rumbia) yang di datangkan
dari Borneo Serawak dan membuka industri sagu tahun 1890. Membuka penambangan
timah di Singkep dan Kolong-kolong Sultan dengan Mandor yang terkenal npada
zaman itu La Abok dan kulinya orang-orang Cina Kek yang menurut ceritanya nama
inilah nama Dabo Singkep. Baginda mangkat pada tanggal 28 Fenruari 1814 dan
dimakamkan di Bukit Cengkih dengan gelar Marhum Keraton yang di dalam kubah.
Setelah itu Sultan Muhammad Muazam Syah (1832-1841) Sultan ini sangat gemar
dengan seni ukir/Arsitektur, dia mengambil tukang dari Semarang untuk membangun
istana yang disebut Keraton atau Kedaton.

Pada zaman ini seni ukir, tenun, kerajinan, Mas dan perak sudah ada. Pusat kerajinan
tenun di Kampung Mentuk, kerajinan Tembaga di kampong Tembaga. Pada zaman dia
juga Bilik 44 dibangun, namun belum sempat di bangun, namun belum sempat siap
bertepatan dia mankat dan pengantinya tidak melanjutkan pembangunan gedung
tersebut.

Sultan Abdul Rahman Syah 1812-1832 adalah putra Sultan Mahmud Riayat Syah III dia
terkenal sangat alim dan giat menyebarkan agama islam serta mengemari pakaian
Arab. Pada masa pemerintahan dia, saudaranya Tengku Husin dengan bantuan Inggris
dilantik menjadi raja dengan gelar Sultan Husin Syah. Maka pecahlah kerajaan besar
Melayu atau emporium Melayu Johor-Riau-Lingga menjadi 2 bagian. Istana Sultan
Abdul Rahman Syah terletak di Kampung Pangkalan Kenanga sebelah kanan mudik
sungai Daik.

Dia mangkat malam senin 12 Rabiul awal 1243 Hijriahn (19 Agustus 1832) di Daik,
dimakamkan di Bukit Cengkih bergelar Marhum Bukit Cengkih. Pada zaman dia, Mesjid
Jamik didirikan atau Mesjid Sultan Lingga, benteng-benteng pertahanan di Mepar, Bukit
Cening, Kota Parit (Dibelakang Kantor Bupati Lama) serta Benteng Kuala Daik, Meriam
pecah Piring dan Padam Pelita terdapat di mes Pemkab Lingga. Pada zaman dia
memerintah, dia sering berperang melawan penjajahan Belanda bersama dengan Yang
Dipertuan Muda Riau diantarnya Raja Haji Fisabilillah atau bergelar Marhum Ketapang.
Dia mangkat 18 Zulhijah 1226 Hijriah (12 Januari 1912) di Daik di belakang Mesjid
dengan Bergelar Marhum Masjid.

Sultan Mahmud Riayat Syah adalah Sultan yang pertama kali di Daik Lingga. Dia
adalah Sultan Johor-Pahang-Riau-Lingga XVI yang memindahkan pusat kerajaan
Melayu ke Bintan Hulu Riau ke Daik tahun 1787, dengan istrinya Raja Hamidah (Engku
Putri) yang merupakan pemegang Regelia kerajaan Melayu-Riau-Lingga. Pulau
penyengat Indra Sakti adalah mas kawinnya dan pulau penyegat tersebut menjadi
tempat kedudukan Raja Muda bergelar Yang Dipertuan Muda Lingga yaitu dari darah
keturunan Raja Melayu dan Bugis. Pada hari senin pukul 07.20 Wib tahun 1899 dia
mangkat dan dimakamkan di Makam Merah dengan Bergelar Marhum Damnah.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebudayaan Melayu merupakan kebudayaan yang melekat pada bangsa sejak dulu
dan merupakan kebudayaan nusantara, serta yang paling dominan dalam kebudayan
Melayu adalah persamaan agama, selain itu adat dan bahasa juga Melayu. Pada
dasarnya tiap kebudayaan mempunyai tiga wujud. Seperti yang di klasifikasikan oleh
koenjtaranigrat bahwa kebudayaan mempunyai tiga wujud: ide, aktifitas, dan artefak.
Begitu pula kebudaya Melayu, kebudayaan melayu juga memiliki tiga wujud
kebudayaan, yaitu sutu himpunan gagasan, jumlah perilaku yang berpola, dan
sekumpulan benda/artifak. Kebudayaan akan melebur ke dalam tiga bentuk wujud yaitu
dalam bentuk ide/gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia. Parodi dan tragedi yang
merupakan produk dari kebudayaan yang juga akan membentuk suatu kebudayaan
baru dalam lingkungan Melayu, pasti akan membentuk ke dalam tiga bentuk
kebudayaan yang juga berupa ide/gagasan, tindakan, dan bentuk hasil karya dari
tokoh-tokoh yang telah memarodikan tragedi yang dialami oleh dirinya sendiri.
Kebudayaan akan selalu berkembang, kebudayaan didapat dari hasil belajar, dan
kebudayaan itu juga yang akan membawa manusia ke dalam tingkat sosial yang tinggi
dalam masyarakat.

Perdaban Melayu Merupakan Inti Budaya Nusantara. Kebudayaan Melayu merupakan


kebudayaan secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat. Kebudayaan Melayu
merupakan salah satu pilar penopang kebudayaan nasional Indonesia khususnya dan
kebudayaan dunia.

Menurut Lah Husni (1986) adat pada etnik Melayu tercakup dalam empat ragam, yaitu:
(1) adat yang sebenar adat;

(2) adat yang diadatkan;

(3) adat yang teradat, dan

(4) adat-istiadat.

Keempat bidang adat ini saling bersinerji dan berjalin seiring dalam mengawal
polarisasi kebudayaan Melayu secara umum. Apapun yang diperbuat orang Melayu
seharusnya berdasar kepada ajaran-ajaran adat ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://ekosujadi-bintan.blogspot.com/2011/04/pengertian-tamadun-melayu.html

https://www.researchgate.net/publication/282303456_Adat_dalam_Peradaban_Melayu

http://repository.unimal.ac.id/1476/1/Makalah%20Revitalisasi%20%20Melayu%20PDF.
pdf

https://senatoriau.blogspot.com/2005/09/kejayaan-dan-keistimewaan-melayu.html?m=1

https://www.genpi.co/travel/19191/bunda-tanah-melayu-itu-bernama-lingga

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lingga

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Melayu_Riau

Anda mungkin juga menyukai