Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INDIVIDU

Tentang Membuat Cerita Pendek dan Mengidentifikasi Unsur Intrinsik

Guru Pembimbing: Hj. Rohmah, S. Pd.

Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia

OLEH

NAMA: ASRUL

KELAS: XII IPS 3

SMA NEGERI 1 BANTAN

KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS

TAHUN 2022
Teman Racun
Karya: Asrul

Seorang pemuda tampan berbadan tinggi dengan kopiah dikepalanya terlihat


membentangkan sajadah di sebuah masjid. Ia bukan marbot masjid, tapi tak pernah sekalipun
melewatkan kegiatan masjid dan solat lima waktu dimasjid. Namanya Ahmad. Seorang
pemuda berusia 16 tahun yang tinggal bersama ibunya karena ayahnya telah meninggal
dunia. Ibunya bekerja sebagai penjual gorengan. Ahmad sering membantu ibunya berjualan
setelah pulang sekolah dan pada hari libur. Ahmad terkenal sebagai sosok pemuda yang baik
dan soleh. Selain rajin beribadah, ia juga rajin mengajari anak-anak disekitar rumahnya
belajar mengaji. Ia juga termasuk anak yang pintar dan selalu mendapatkan peringkat
dikelasnya.

Entah karena apa, akhir-akhir ini sosok Ahmad sebagai pemuda panutan lenyap hilang
tanpa jejak. Tidak ada lagi pemuda tampan yang rajin menziarahi masjid. Biasanya, sepulang
sekolah ia sigap membantu ibunya berjualan, namun kini jam pulang sekolah Ahmad berubah
menjadi malam. Tidak tahu hal apa yang ia lakukan hingga saat matahari sudah tidak tampak
baru ia menjejakkan kakinya dirumah. Ibunya sedih bukan kepalang, anak semata wayang
yang sangat ia banggakan kini telah berubah menjadi sosok yang sama sekali tidak pernah ia
bayangkan dalam hidupnya. Ia tak mengenal sosok Ahmad sekarang, yang dikenal hanya
wajahnya tapi sifat Ahmad tidak dikenalinya. Kekecewaan ibu Ahmad terpancar dari
wajahnya yang mulai keriput. Ia tak pernah menyangka Ahmad berubah menjadi seperti itu.

Matahari terbit dari peraduannya dan ayam yang terus bersahutan mendendangkan
suaranya. Ibu Ahmad sudah riuh menyiapkan bahan gorengan untuk berjualan siang nanti
sambil menyiapkan sarapan untuk Ahmad. Ahmad masih pulas seakan ditarik oleh kasur
untuk tidak beranjak. Dia selalu bangun terlambat akhir-akhir ini, bahkan solat subuh pun
dilewatkannya. Padahal dahulu, adzan belum berkumandang tetapi kakinya telah sampai di
masjid. Ibu Ahmad terus memanggil Ahmad untuk membangunkannya, tapi ia tetap tidak
beranjak dari kasurnya.

“Ahmad. Ini sudah siang. Kamu harus sekolah, ayo bangun sekarang.” Ucap ibu
dengan nada sedikit tinggi sembari membuka pintu kamar Ahmad.

“Hmmm masih jam segini, Bu. Sebentar lagi.” Jawab Ahmad sambil menarik selimut
dan memalingkan badannya membelakangi sang Ibu.
“Kamu sekarang nggak pernah solat subuh di masjid. Solat dirumah aja kamu jarang.
Pusing ibu liatnya.” Sahut Ibu keluar dari kamar Ahmad dan membiarkan Ahmad tetap tidur
pulas.

Jam dinding di ruang tengah rumah Ahmad menunjukkan pukul 07.00 WIB. Ahmad
baru sibuk dengan tas dan sepatunya hingga lupa sarapan lalu bergegas berangkat sekolah
tanpa berpamitan dan bersalaman dengan ibunya seperti yang biasa ia lakukan. Mungkin
karena terburu-buru atau karena memang sudah melupakan kebiasaan baiknya? Entahlah
hanya Ahmad yang tahu. Ibu Ahmad bergeleng-geleng melihat perangai anaknya yang sudah
jauh berubah. Kesal, marah, kecewa tapi apa boleh buat.

Sepulang sekolah Ahmad bertemu dengan Ustadz Arman, Ustadz yang mengajari
Ahmad tentang ilmu agama. Ahmad tampak berusaha menghindari Ustadz Arman, namun
apa daya. Tidak mungkin.

“Ahmad, kamu udah pulang sekolah?” tanya Ustadz Arman sembari menepuk pundak
Ahmad.

“Sudah, ustadz.” Jawab Ahmad singkat.

“Saya mau bertanya sesuatu. Saya rindu kamu dimasjid belajar sama saya. Membantu
saya membersihkan masjid dan ikut kegiatan-kegiatan masjid. Akhir-akhir ini kamu seperti
tak terarah. Ada apa dengan kamu, Ahmad?” Tanya Ustadz Arman dengan sabar dan lembut.

“Tidak ada apa-apa, Ustadz. Saya hanya sedang sibuk. Saya duluan Ustadz.” Jawabnya
sembari tergesa-gesa untuk meninggalkan Ustadz Arman seorang diri dijalan itu.

Ustadz Arman merasa seperti ada yang aneh dengan sikap Ahmad. Tidak mungkin ia
berubah begitu saja tanpa ada hal yang melatarbelakanginya. Tidak mungkin ada asap kalau
tidak ada api. Ustadz Arman memutuskan untuk bertanya dengan ibu Ahmad, namun ibu
Ahmad juga tidak tau harus berkata apa. Karena selama ini ia juga bingung dengan
perubahan anaknya, Ahmad. Entah apa alasannya, hanya saja akhir-akhir ini Ahmad memang
lebih sering mengurungkan diri dikamar dan memandangi foto almarhum ayahnya, entah apa
yang ada dibenaknya tapi semenjak saat itu sikapnya pun berubah menjadi Ahmad yang
sekarang ini.

Tidak sengaja terdengar oleh ibunya saat tengah malam, Ahmad seperti sedang
menggerutu dan bergumam. Terdengar bahwa ia sedang lelah menghadapi keadaan yang
seperti ini. Ia harus bekerja banting tulang membantu ibunya, dan melakukan segala hal yang
harusnya dilakukan oleh ayah sebagai kepala keluarga. Dia jenuh dengan rutinitas yang itu-
itu saja. Ibu Ahmad mengerti akan hal itu tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa
mengandalkan uang hasil jualan gorengan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Kadang tidak cukup, tapi harus tetap disyukuri.

Hal ini yang membuat Ahmad tidak seperti pemuda lain yang bisa nongkrong tanpa
memikirkan uang jajan habis, bisa punya motor, dan segala hal lain yang biasanya anak laki-
laki miliki. Awalnya Ahmad tidak merasa keberatan dengan hal itu. Ia menyadari memang
tidak mungkin bisa seperti teman-temannya yang lain. Karena ia hanya hidup dengan seorang
ibu dan mengerti sulitnya kehidupan yang sedang ia jalani. Suatu waktu, ia berada dititik
yang benar-benar frustasi menghadapi hidupnya yang serba sulit. Perlahan ia beranjak jauh
dari Tuhannya, menjauhkan dirinya dari ilmu agama yang selama ini menjadi penenang
dalam hidupnya. Ia juga mulai seperti tidak peduli dengan ibunya, bahkan untuk membantu
ibunya berjualan saja ia tidak sudi.

Perubahan sikap Ahmad ini bermula ketika ia tak sengaja bertemu dengan sekelompok
pemuda yang telah dicap sebagai anak tidak baik dikampung sebelah, ketika Ahmad sedang
berbelanja untuk keperluan dapur ibunya. Pertemuan mereka sering terjadi, hingga pada
akhirnya kelompok pemuda tersebut berhasil membawa Ahmad masuk kedalam circle
mereka.

“Ahmad. Ini untuk kau.” Ucap Ando, ketua kelompok pemuda nakal itu sambil
mengulurkan tangan yang menggenggam rokok kepada Ahmad.

Awalnya Ahmad tidak terpengaruh dengan tawaran mereka. Namun, kebiasaan dalam
sebuah kelompok yang terus dilakukan membuat keimanan yang telah dibangun oleh Ahmad
sejak dahulu akhirnya runtuh. Ando telah berhasil membujuk Ahmad untuk menjadi seperti
mereka dan meninggalkan segala kebiasaan baik Ahmad.

Suatu hari, ibu Ahmad menemukan sesuatu yang tidak pernah diketahui sebelumnya.
Saat itu Ahmad sedang berada disekolah. Ibu Ahmad tidak mengetahui benda tersebut,
sebuah benda berbentuk seperti tabung dan seperti ada sedotan. Ahh cukup sulit
dideskripsikan. Akhirnya ibu memanggil Ustadz Arman agar mendapatkan penjelasan apa
sebenarnya benda asing itu. Sontak saja, penjelasan ustadz Arman membuat ibu Ahmad
benar-benar syok dan nyaris pingsan.
“Ini benda haram, Bu.” Ucap Ustadz Arman gemetar sambil tangan kirinya memegang
benda tersebut.

“Ya allah. Saya sangat tidak menyangka Ahmad seperti itu, Ustadz. Saya sangat
kecewa dengannya.” Ungkap ibu Ahmad lemas terduduk dilantai rumahnya.

Pada malam harinya, tanpa sepengetahuan Ahmad. Ustadz Arman datang kerumahnya
untuk menanyakan kejadian yang terjadi pada Ahmad. Ustadz Arman menceritakan semua
kejadian tadi pagi tentang apa yang ditemukan oleh ibunya dan bertapa kecewanya ibu
Ahmad melihat benda itu ada dibawah kasur Ahmad.

“Ibu, Ahmad minta maaf. Ahmad sudah terbujuk dengan rayuan temen-temen Ahmad
yang baru Ahmad kenal saat Ahmad sering belanja dikampung sebelah. Maafkan Ahmad,
Bu.” Ucap Ahmad terisak sambil menggenggam tangan ibunya yang menangis tak kuasa
memendam rasa kecewanya.

“Ahmad. Apa yang menyebabkan kamu berubah nak. Ustadz tau kamu anak yang
soleh. Tapi kenapa bisa seperti ini.” Tanya Ustadz Arman sambil menatap tajam mata Ahmad
yang berlinang air mata.

“Saya juga tidak tau pak. Hanya saja saat itu saya seperti sedang frustasi. Saya serba
kekurangan, saya tidak bisa menghidupi keluarga saya, saya tidak bisa membeli sesuatu yang
saya inginkan. Saya tidak seperti remaja lain. Saya iri, Pak. Saya ingin mengeluh tapi tidak
tau dengan siapa. Akhirnya saya bertemu Ando dan teman-temannya, tidak lama saya ikut
menjadi mereka. Awalnya saya tidak hanya merokok tapi lama-kelamaan semakin menjadi
dan ternyata itu bisa menenangkan pikiran saya yang sedang kacau.” Jawab Ahmad tertunduk
lesu dan terisak.

“Saya paham posisi kamu. Saya juga tidak menyalahkan kamu sepenuhnya. Saya akan
membuat kamu kembali seperti Ahmad yang dulu.” Ucap Ustadz Arman mengelus pundak
Ahmad.

Setelah berbincang-bincang, akhirnya Ustadz Arman memutuskan membawa Ahmad


ke tempat rehabilitasi agar dia dapat kembali menjadi sosok Ahmad yang dulu. Keputusan ini
berat bagi ibu Ahmad yang sementara waktu harus tinggal seorang diri dirumahnya. Namun,
hal ini dilakukan untuk kebaikan Ahmad agar dia tidak terlalu jauh jatuh ke lubang setan.
Semua dilakukan untuk menyelamatkan masa depan Ahmad. Ibu Ahmad mengantar anak
semata wayangnya dengan penuh deraian air mata. Tidak ada sepatah kata pun terucap dari
mulut manis ibu Ahmad. Dari sorot matanya hanya terlihat sebuah kekecawaan yang besar
dan harapan yang besar pula untuk Ahmad.

“Ustadz berharap ini dapat menjadi pelajaran bagi kamu agar kamu menjadi pribadi
yang lebih baik disini. Ketika kamu keluar nanti, ustadz harap kamu bisa seperti Ahmad yang
dulu.” Ucap Ustadz sebelum meninggalkan Ahmad di tempat rehabilitasi.

“Saya janji Ustadz saya akan menjadi orang yang lebih baik. Saya janji akan
membahagiakan ibu saya.” Jawab Ahmad seraya mencium tangan Ustadz Arman sebagai
tanda perpisahan.

Ibu Ahmad hanya memandang dengan tatapan tajam tanpa berucap sedikitpun. Entah
apa yang ada dalam pikiran ibu Ahmad. Entah seberapa besar kecewa ibu Ahmad
terhadapnya. Tapi mau bagaimanapun Ahmad adalah anak satu-satunya yang nantinya akan
mendoakannya ketika ia sudah meninggal dunia.

Ibu Ahmad dan Ustadz Arman melangkah meninggalkan Ahmad di tempat rehabilitasi
dengan ragu-ragu. Rasa tidak percaya, tidak tega, melihat sosok pemuda soleh harus tinggal
ditempat itu untuk beberapa waktu. Namun, tidak ada yang tidak mungkin terjadi. Sekuat
apapun iman manusia, pasti tetap akan melakukan suatu kekhilafan bahkan yang tidak pernah
diduga sebelumnya. Karena manusia tempatnya khilaf dan salah.
UNSUR-UNSUR INTRINSIK:

Tema: Seorang pemuda baik dan soleh yang terbawa pengaruh buruk teman-temannya.

Alur: Maju

1. Ahmad adalah seorang pemuda yang baik dan soleh.


2. Ahmad tinggal bersama ibunya karena ayahnya telah meninggal dunia.
3. Ahmad rajin membantu ibunya
4. Ahmad mulai berubah sikap menjadi tidak baik.
5. Ahmad selalu pulang larut malam, malas sekolah, malas beribadah, dan tidak pernah
membantu ibunya.
6. Ahmad merasa lelah menjadi hidupnya yang serba kekurangan dan tidak dapat
memiliki sesuatu seperti teman-temannya yang lain.
7. Ahmad bertemu dengan Ando dan teman-teman lain di sebuah warung.
8. Ando dan teman-temannya berhasil mempengaruhi Ahmad untuk menjadi seperti
mereka.
9. Awalnya Ahmad tidak tergoda, namun lama-kelamaan akhirnya imannya goyah juga.
10. Ahmad mulai menjajal rokok hingga akhirnya menjadi penikmat sabu.
11. Hal tersebut diketahui oleh ibu Ahmad dan Ustadz Arman.
12. Ahmad dibawa ketempat rehabilitasi agar dapat berubah menjadi sosok Ahmad yang
dulu.

Tokoh dan watak:

1. Ahmad: baik, soleh, rajin membantu orang tua, lembut, mudah terpengaruh.
2. Ibu: sabar, lemah lembut, penyayang.
3. Ustadz Arman: baik, sabar, lemah lembut, bijaksana.
4. Ando: nakal.

Latar:

1. Latar tempat: masjid, rumah, kamar, jalan, warung, dan tempat rehabilitasi.
2. Latar waktu: pagi, siang, dan malam.
3. Latar suasana: sedih, bahagia, terharu, dan menegangkan.
Gaya bahasa:

1. Personifikasi
a. Ayam yang terus bersahutan mendendangkan suaranya
b. Sosok Ahmad sebagai pemuda panutan lenyap hilang tanpa jejak.
2. Hiperbola
a. Matahari terbit dari peraduannya

Sudut pandang: Orang ketiga menggunakan “dia”.

Amanat:

Kita harus pandai dalam memilih untuk berteman atau bergaul dengan siapa. Karena apabila
salah memilih teman akan membawa petaka dan menjerumuskan kita dalam hal-hal maksiat
yang penuh dosa.

Anda mungkin juga menyukai