Anda di halaman 1dari 7

Makalah

Tragedi Konflik Nusa Tenggara Barat


Mata Kuliah : Pancasila
Dosen Pengampu : Akbar Taufik Amrullah, S.H., M.Kn.

Anggota :
1. Reinra Al Dhavi (04221031)
2. Izra Davi (04221082)
3. Arya Pratama (21221019)
4. Fachrezy Abhista (12221094)
5. Aldhi Muzaki Bayhaqi (04221005)
6. Bernardt Jansen (04221062)

Institut Teknologi Kalimantan


Balikpapan
2023
Kata Pengantar
Konflik etnis merupakan suatu fenomena sosial yang tidak bisa dihindari terutama di
negara yang memiliki beragam etnis seperti Indonesia. Salah satu konflik etnis yang pernah
terjadi di Indonesia adalah konflik Sumbawa, Nusa Tenggara Barat 2013. Konflik tersebut
menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu,
penulis membuat makalah ini untuk membahas dan menganalisis lebih lanjut tentang konflik
Nusa Tenggara Barat sehingga dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
konflik etnis di Indonesia.
Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah salah satu dari 34 Provinsi yang ada
di Indonesia. Sesuai dengan namanya, provinsi ini meliputi bagian barat dan
Sumbawa yang terletak di timur. Ibu kota dari provinsi Nusa Tenggara Barat adalah
Kota Mataram yang berada di pulau Lombok. Sebagian besar dari penduduk Provinsi
Nusa Tenggara Barat adalah suku Sasak, sementara di bagian timur terdapat suku
Bima dan Sumbawa yang merupakan kelompok etnis terbesar di pulau Sumbawa.
Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu daerah tujuan wisata setelah
Provinsi Bali, dimana Nusa Tenggara Barat sesungguhnya memiliki wilayah dan
potensi yang luas serta Sumber Daya Alam yang kaya dan juga lapangan investasi
yang cukup banyak. Akan tetapi masih perlu adanya strategi maupun upaya
pemerintah memanfaatkan potensi wilayah untuk di kembangkan dengan menarik
investasi maupun melakukan kerjasama.
Masyarakat Etnis Samawa sangat menjunjung tinggi keberagaman dan
multikulturalisme. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa watak masyarakat suku
Samawa tidak jauh berbeda dari suku lainnya di bagian timur Indonesia yang dikenal
keras dari tutur bicara maupun sikapnya. Namun jika dilihat dari banyaknya suku dan
agama yang datang dan menetap di Sumbawa (Tana Samawa), tentu hal ini dengan
tegas menjawab segala asumsi tersebut dan justru menunjukkan betapa masyarakatnya
sangat welcome dan toleran terhadap suku maupun agama lain.
Sepuluh tahun yang lalu, tepatnya 22 Januari 2013 terjadi tragedi yang cukup
menyita perhatian banyak orang di kabupaten Sumbawa provinsi Nusa Tenggara
Barat. Terjadi kerusuhan yang diwarnai dengan aksi perusakan dan penjarahan oleh
etnis Samawa terhadap etnis Bali. Ribuan massa mengamuk dengan cara merusak dan
membakar sejumlah bangunan, rumah, kendaraan, dan tempat ibadahetnis Bali di
Sumbawa. Dalam hitungan jam massa yang datang dari berbagai kecamatan
bergabung dengan massa lainnya berkumpul di pusat kota untuk melakukan
pengeruskan dan pembakaran. Kerusuhan yang bertepatan dengan perayaan hari lahir
kabupaten Sumbawa itu masih menyisakan banyak pertanyaan besar bagi banyak
orang hingga saat ini.
Insiden ini berawal dari beredarnya isu pemerkosaan dan pembunuhan seorang
mahasiswi Universitas Samawa yang dilakukan oleh salah satu oknum kepolisian
yang berasal dari Bali. Isu tersebut dengan cepat menyebar luas ke seluruh pelosok
kabupaten Sumbawa. Sekelompok mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di Polres
Sumbawa mendesak pihak kepolisian agar segera mengusut kasus yang
mengakibatkan jatuhnya korban jiwa tersebut. Akan tetapi, masyarakat menganggap
pihak kepolisian terkesan kurang sigap dan tidak serius dalam menangani kasus yang
melibatkan anggotanya itu. Di sisi lain hasil otopsi terhadap jenazah korban oleh
pihak RSU Sumbawa, pihak polisi menyebutkan bahwakorban meninggal dunia
akibat luka yang dideritanya setelah mengalami kecelakaan lalu lintas saat
berboncengan bersama oknum polisi yang juga 3 kekasihnya di perjalanan sepulang
dari tempat hiburan malam di daerah Batu Gong Kecamatan Labuhan Badas.
Asumsi-asumsi spekulatif pun bermunculan yang lalumenyulut amuk massa yang
kemudian mencoba untuk menyerang kantor Kepolisian Resort Sumbawa. Namun
penjagaan ketat aparat kepolisian membuat massa berbalik arah menyerang hotel dan
super market milik etnis Bali yang likasinya tidak jauh dari Polres Sumbawa.
Informasi yang masih simpang siur dan ditambah dengan mencuatnya isu SARA di
dalam masyarakat akhirnya membuat massa terprovokasi dan semakin berontak.
Massa berpencar melakukan aksi swipping ke seluruh titik pemukiman etnis Bali
mulai dari pusat kota hingga ke desa-desa. Lambannya penanganan dari aparat
keamanan membuat aksi massa yang awalnya hanya melakukan pengerusakan
akhirnya disertai penjarahan.
Dengan kondisi sosial budaya yang beragam, dalam suatu tatanan sosial
masyarakat tentu rentan terjadi konflik sosialsemacam ini. Tapi tidak serta merta
konflik terjadi akibat dinamika sosial budaya. Kebanyakan timbul karena isu etnis, isu
kepercayaan, isu ekonomi, isu ideologi, dan isu sosial lainnya. Instabilitas ekonomi,
keamanan, penegakan hukum, hingga politik pemerintahan merupakan bumbu-bumbu
yang menyebabkan isu-isu tersebut muncul. Ketika ketidakmampuan Pemerintah
mengendalikan berbagai aspek dalam Negara tetap berlangsung, maka tidak dapat
dipungkiri bahwa kejadian serupa akan terus dikaitkan dengan isu-isu di atas. Padahal
sebenarnya isu-isu tersebut bukanlahpenyebab utama dalam munculnya konflik
horizontal. Di sisi lain, pengendalian sikap sentimental antar etnis menjadi salah satu
aspek yang penting 4 untuk meminimalisir terjadinya konflik. Di dalam kehidupan
sosial masyarakat multikultural selalu dibayangi oleh kecemburun sosial antara satu
dan lainnya.
Melalui uraian yang sudah dijelaskan di atas, penelitian ini akan difokuskan untuk
menemukan penyebab dan dampak dari Konflik antara etnis Samawa dan etnis Bali di
Kabupaten Sumbawa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dalam latar belakang di
atas, maka dapat disimpulkan poin-poin yang dijadikan rumusan masalah
sebagai berikut :

1. Bagaimana konflik sosialyang terjadi antara masyarakat pribumi dan


pendatang di kabupaten Sumbawa?
a). Apa penyebab terjadinya konflik sosialantara etnis Samawa dan etnis
Bali di kabupaten Sumbawa?
b). Bagaimana kronologis terjadinya konfil antara etnis Samawa dan etnis
Bali di kabupaten Sumbawa?

2. Apa dampak konflik bagi etnis Samawa dan etnis Bali di kabupaten
Sumbawa?
a). Apa saja dampak dari konflik bagi masayarakat etnis Samawa dan etnis
Bali?
b). Bagaimana hubungan antara etnis Samawa dan etnis Bali pasca konflik?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan antara lain untuk :
a. Mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya konflik sosialantara
etnis Samawa dan etnis Bali di Kabupaten Sumbawa.
b. Menemukan apa saja dampak dari konflik sosialantara etnis Samawa dan
etnis Bali di Kabupaten Sumbawa.

Bab II
Diskusi

A. Sejarah dan Latar Belakang Konflik Sampit


Tiga tahun yang lalu, tepatnya 22 Januari 2013 terjadi tragedi yang cukup
menyita perhatian banyak orang di kabupaten Sumbawa provinsi Nusa Tenggara
Barat. Terjadi kerusuhan yang diwarnai dengan aksi perusakan dan penjarahan oleh
etnis Samawa terhadap etnis Bali. Ribuan massa mengamuk dengan cara merusak dan
membakar sejumlah bangunan, rumah, kendaraan, dan tempat ibadahetnis Bali di
Sumbawa. Dalam hitungan jam massa yang datang dari berbagai kecamatan
bergabung dengan massa lainnya berkumpul di pusat kota untuk melakukan
pengeruskan dan pembakaran. Kerusuhan yang bertepatan dengan perayaan hari lahir
kabupaten Sumbawa itu masih menyisakan banyak pertanyaan besar bagi banyak
orang hingga saat ini.
Insiden ini berawal dari beredarnya isu pemerkosaan dan pembunuhan seorang
mahasiswi Universitas Samawa yang dilakukan oleh salah satu oknum kepolisian
yang berasal dari Bali. Isu tersebut dengan cepat menyebar luas ke seluruh pelosok
kabupaten Sumbawa. Sekelompok mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di Polres
Sumbawa mendesak pihak kepolisian agar segera mengusut kasus yang
mengakibatkan jatuhnya korban jiwa tersebut. Akan tetapi, masyarakat menganggap
pihak kepolisian terkesan kurang sigap dan tidak serius dalam menangani kasus yang
melibatkan anggotanya itu. Di sisi lain hasil otopsi terhadap jenazah korban oleh
pihak RSU Sumbawa, pihak polisi menyebutkan bahwakorban meninggal dunia
akibat luka yang dideritanya setelah mengalami kecelakaan lalu lintas saat
berboncengan bersama oknum polisi yang juga 3 kekasihnya di perjalanan sepulang
dari tempat hiburan malam di daerah Batu Gong Kecamatan Labuhan Badas.
Asumsi-asumsi spekulatif pun bermunculan yang lalumenyulut amuk massa
yang kemudian mencoba untuk menyerang kantor Kepolisian Resort Sumbawa.
Namun penjagaan ketat aparat kepolisian membuat massa berbalik arah menyerang
hotel dan super market milik etnis Bali yang likasinya tidak jauh dari Polres
Sumbawa. Informasi yang masih simpang siur dan ditambah dengan mencuatnya isu
SARA di dalam masyarakat akhirnya membuat massa terprovokasi dan semakin
berontak. Massa berpencar melakukan aksi swipping ke seluruh titik pemukiman etnis
Bali mulai dari pusat kota hingga ke desa-desa. Lambannya penanganan dari aparat
keamanan membuat aksi massa yang awalnya hanya melakukan pengerusakan
akhirnya disertai penjarahan.
Dengan kondisi sosial budaya yang beragam, dalam suatu tatanan sosial
masyarakat tentu rentan terjadi konflik sosialsemacam ini. Tapi tidak serta merta
konflik terjadi akibat dinamika sosial budaya. Kebanyakan timbul karena isu etnis, isu
kepercayaan, isu ekonomi, isu ideologi, dan isu sosial lainnya. Instabilitas ekonomi,
keamanan, penegakan hukum, hingga politik pemerintahan merupakan bumbu-bumbu
yang menyebabkan isu-isu tersebut muncul. Ketika ketidakmampuan Pemerintah
mengendalikan berbagai aspek dalam Negara tetap berlangsung, maka tidak dapat
dipungkiri bahwa kejadian serupa akan terus dikaitkan dengan isu-isu di atas. Padahal
sebenarnya isu-isu tersebut bukanlahpenyebab utama dalam munculnya konflik
horizontal. Di sisi lain, pengendalian sikap sentimental antar etnis menjadi salah satu
aspek yang penting 4 untuk meminimalisir terjadinya konflik. Di dalam kehidupan
sosial masyarakat multikultural selalu dibayangi oleh kecemburun sosial antara satu
dan lainnya.

B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Konflik Sampit


Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik Sampit, yaitu:
1. Kurangnya kordinasi polisi dengan warga setempat
2. Kesalahpahaman antara polisi dengan warga
3. Kurangnya pemahaman budaya dan adat istiadat antara kedua belah pihak

C. Dampak dan Kerugian yang Ditimbulkan oleh Konflik Sampit


Konflik Sampit menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat dan
pemerintah, antara lain
1. Korban jiwa dari Universitas Samawa
2. Kerugian material berupa kerusakan rumah, kendaraan, dan fasilitas
umum
3. Hilang

D. Tindakan Pemerintah dalam Menangani Konflik Sampit


Pemerintah Indonesia melakukan beberapa tindakan untuk menangani konflik
Sampit, yaitu:
1. Pemerintah acuh terhadap situasi yang terjadi
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Potensi konflik yang terdapat di NTB lebih banyak mengakar pada persoalan konflik
identitas yang berkombinasi dengan masalah distribusi. Konflik yang terjadi di Petemon-
Karang Genteng atau konflik laten yang terjadi antara etnis Samawa dan Bali di Kampung
Taliwang, Cakranegara merupakan konflik yang berbasis masalah identitas; adapun
potensi konflik yang diduga akan melibatkan tiga etnis mayoritas lebih bersifat kombinasi
antara masalah identitas dan masalah distribusi. Begitu pula konflik 171 juga berkaitan
dengan identitas. Ditinjau dari sifatnya, potensi konflik internal yang terjadi di NTB
memiliki tingkat ketahanan yang lebih tinggi, sangat umum, sangat nyata, sangat awet, dan
sangat sulit untuk dipecahkan karena isu yang dipertikaikan menyangkut persoalan yang
mengandung dimensi emosional yang kuat. Tentu kita semua tidak ingin tinggal diam
menghadapi masalah ini, karena menyangkut diri kita juga. Oleh karena itu, mudah-
mudahan melalui forum diskusi ini kita dapat menemukan jalan pemecahannya.
B. Saran
Untuk mencegah terjadinya konflik serupa di masa depan, pemerintah Indonesia
perlu melakukan upaya-upaya berikut ini:

1. Meningkatkan pemahaman dan toleransi antar etnis yang berbeda dalam


satu wilayah.
2. Mengoptimalkan pengawasan dan penanganan terhadap kelompok-
kelompok yang rawan konflik.
3. Mendorong partisipasi dan kesejahteraan masyarakat lokal dalam
pembangunan ekonomi daerah.
4. Meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pluralisme
dan hak asasi manusia.
5. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang harmonis
dan damai di antara berbagai komunitas yang berbeda di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai