Irwanto
Mahasiswa S2 Magister Ilmu Kepolisian STIK PTIK
Irwanto.ptik73@gmail.com
Abstrak
Tulisan ini bertujuan mempelajari konflik sosial pada kasus Sunni-Syiah di Sampang
hingga dilakukan relokasi terhadap pengungsi Syiah kelompok Tajul Muluk ke Rusunawa Ds.
Jemundo Kab. Sidoarjo. Walapupun sudah delapan tahun dari munculnya konflik pada tahun
2012, namun hingga saat ini belum tercapai rekonsiliasi damai sehingga pengungsi masih
mendiami lokasi pengungsiannya. Berbagai masalah dan harapan keinginan pulang ke
kampung halaman sedangkan rekonsiliasi belum tercapai akan menjadikan konflik manifes
menjadi konflik aktual di lain hari. Melalui pendekatan konflik Smelser, penulis akan mengkaji
konflik ini dan strategi pemolisian kasus ini.
PENDAHULUAN
Sunni-Syiah adalah dua aliran besar dalam Islam. Kedua aliran ini sering kali terdengar
tidak akur. Menurut A. Hasjmy dalam bukunya, ia mengatakan bahwa Syiah dan Ahlussunnah
saling rebut pengaruh dan kekuasaan sejak awal sejarah Islam di kepulauan Nusantara.
Pertentangan yang terjadi antara Sunni dan Syiah pada mulanya berlatang belakang politik.
Tetapi lambat laun menjadi pertentangan yang berlatar belakang aqidah, thariqat, filsafat dan
tasawuf, Sekalipun sekali-kali wajah politiknya menampakkan diri1.
Pertentangan ideologi antara Sunni dan Syiah yang digambarkan dalam nuansa politik
telah meyebabkan terjadinya beberapa konflik kekerasan. Karena memang dalam sejarahnya
pertentangan yang terjadi antara Sunni dan Syiah adalah perebutan kekuasaan (faktor politik).
Relasi antara sejarah dan kondisi adanya dua aliran besar tersebut tetap menjadi pemicu konflik
sampai saat ini.
Adanya kelompok Syiah di Indonesia hingga saat ini belum bisa diterima oleh
kelompok Sunni, sehingga sering terjadi konflik. Bahkan tidak hanya konflik tentang ideologi
yang terjadi di Indonesia, tapi sudah beranjak kepada konflik yang bernuansa kekerasan fisik.
Di Indonesia konflik antara Sunni dan Syiah tidak terjadi sekali saja. Di dalam catatan Majelis
1
A. Hasjmy, 1983, Syiah dan Ahlussunah Saling Rebut Pengaruh dan Kekuasaan Sejak Awal Sejarah Islam di
Kepulauan Nusantara, Bina Ilmu: Surabaya, hlm. 52
Ulama Indonesia (MUI) telah terjadi beberapa kasus konflik Sunni dan Syiah di Indonesia.
Berikut beberapa catatan konflik kekerasan yang terjadi2:
1. Pembakaran ponpes Al-Hadi, Desa Brokoh, Wono Tunggal, Kab. Batang, Jawa Tengah
14 april 2000. Insiden ini mengakibatkan rumah hancur, satu mobil dirusak dan satu
gudang material bangunan dibakar massa.
2. Demo anti Syiah di Jawa Timur. Pada 24 Desember 2006 sehingga menghancurkan 3
rumah, 2 Mushalla. Pada pertengahan November 2006 di Bondowoso terjadi kerusuhan
sosial yang melibatkan komunitas Syiah.
3. Pada 20 April 2007, organisasi massa Islam (Persis, Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama)
yang menamakan dirinya HAMAS berjumlah 2000 orang, dipimpin oleh Habib Umar
Assegaf berencana akan mendatangi Pesantren YAPI Bangil, Jawa Timur.
4. Pada 13 januari 2008, kurang lebih 200 orang melakukan pembubaran kegiatan kelompok
Syiah di Yayasan Al-Qurba di Lombok Barat NTB.
5. Pada 29 Desember 2011, kelompok Sunni di Sampang kehilangan kesabaran dan
membakar beberapa fasilitas rumah dan Mushalla pemimpin Syiah di Desa Karang
Gayam, Kec. Omben. Kab. Sampang. Dalam konflik ini tidak ada korban. Warga Syiah
diungsikan ke Gedung Olahraga Sampang.
6 Pada 26 Agustus 2012, konflik horizontal Sunni-Syiah pecah lagi di Omben
menyebabkan seorang meninggal dunia. Konflik ini mengakibatkan warga Syiah sampai
saat ini diungsikan ke rusunawa Jemundo di Sidoarjo.
Kasus yang terjadi di Sampang tidak hanya sekali dan hanya kerusuhan belaka, namun
telah terjadi tiga kali konflik. Paling mencapai eskalasi tertinggi adalah kasus terakhir pada
tanggal 26 Agustus 2012. Kasus ini menjadi sorotan dari banyak pihak dan bahkan melibatkan
banyak pihak dalam memecahkan masalah. Selain kasus ini menyebabkan adanya korban jiwa,
kasus ini telah menjadi kasus berkepanjangan yang belum terselesaikan hingga saat ini
sehingga menyebabkan dari korban Syiah di relokasi paksa dari Sampang ke Rusunawa di
Sidoarjo.
Berdasarkan Intel Dasar Polresta Sidoarjo tahun 20203 diperoleh data jumlah pengungsi
konflik sampang di rusunawa Puspa Agro Jemundo Kec. Taman yaitu kelompok aliran syiah
Imamiyah pimpinan Ta‟jul Muluk dari kab. Sampang Madura, di Rusunawa Puspa Agro
Ds.Jemundo, Kec.Taman Kab.Sidoarjo sebanyak 81 KK/346 Jiwa yaitu laki-laki 185 orang dan
perempuan 161 orang. Jumlah tersebut bersifat fluktuatif dan dinamis, dikarenakan masih
banyak yang menempuh pendidikan di pondok Pesantren diluar kota maupun bekerja.
Relokasi yang dilakukan Pemerintah pada saat itu adalah sebagai penanganan awal
2
Baharun Muhammas, 2013, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia, Al-Qalam : Jakarta,
hlm.62
3
Sat Intelkam Polresta Sidoarjo, 2020, Intel Dasar Polresta Sidoarjo tahun 2020
untuk melindungi korban dari penyerangan yang diperkirakan akan terjadi kembali. Ada
beberapa upaya yang dilakukan pemerintah yaitu dengan membentuk adanya Tim Rekonsiliasi
dan penangan resolusi lainnya. Namun belum ada tindak lanjut dan kepastian yang tegas dari
pemerintah terhadap nasib para pengungsi sehingga warga Syiah masih tetap di pengungsian
dan warga Sunni belum bisa kembali menerima Syiah di Sampang.
PERMASALAHAN
Sudah hampir 8 tahun konflik Sunni-Syiah di Sampang terjadi dan hingga tahun 2020
ini kelompok minoritas dari kelompok Syiah Imamiyah pimpinan Tajul Muluk masih berada di
tempat pengungsiannya di rusunawa Jemundo di Kabupaten Sidoarjo. Meskipun konflik ini
sudah meredam karena warga syiah masih bertempat tinggal di Sidoarjo, namun dapat menjadi
laten apabila ada pemicu berupa kembalinya pengungsi ke Sampang.
Sebagaimana diberitakan dalam Kabar.id (2019) bahwa salah satu pengungsi a.n Saufiq
(21) sudah delapan tahun lebih tinggal di Rumah Susun (Rusun) Jemundo Taman, Sidoarjo,
Jawa Timur dan kini ia tidak betah, dan ingin bisa pulang ke kampung halaman di Madura.
Dengan telah dilantiknya Khofifah Indar Parawansa sebagai Gubernur Jawa Timur periode
2019-2024, Pengungsi berharap dengan hadirnya gubernur baru memunculkan harapan dari
Saufiq dan warga Syiah lainnya untuk bisa pulang kampung4
Keberadaan pengungsi Syiah di Rusunawa ds. Jemundo Kabupaten Sidoarjo menjadi
kalender kamtibmas tahunan sampai saat ini bagi Polresta Sidoarjo. Belum adanya upaya yang
kongkrit dari seluruh stakeholder terkait kasus konflik sampang ini menyebabkan menjadi
tugas ekstra Polresta Sidoarjo dan Polres Sampang untuk mengamankan pengungsi agar tidak
terjadi konflik laten kembali dengan kembalinya mereka tanpa sepengatahuan petugas. Penulis
yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Kasat Intelkam Polres Sidoarjo mencatat beberapa
kali upaya Polresta Sidoarjo mencegah kembalinya pengungsi. Adapun beberapa kegiatan
tahunan dan alasan pengungsi untuk kembali antara lain adalah budaya “toron” atau pulang
pada saat Idul Fitri dan Idul Adha, Lebaran Ketupat, Kejadian kematian warga di pengungsian
dan meminta dimakamkan di kampung halaman, pada saat pengurusan dokumen
kependudukan, permintaan pengurusan surat tanah, dll.
Konflik ini harusnya dapat diselesaikan dan dicegah dengan mencari akar permasalahan
dan memberikan solusi pemolisian secara holistik kepada seluruh stakeholder, bukan hanya
tugas aparat kepolisian saja. Oleh karena itu penulis memandang bahwa konflik Sunni Syiah
dan permasalahan pengungsi di Sidoarjo perlu dianalisa dengan menggunakan teori perilaku
kolektif menurut smelser agar terlihat pentahapan dari konflik tersebut, sekaligus dianalisa
4
Prasetiyo Budi, 14 Februari 2019, Permintaan Pengungsi Syiah Sampang ke Gubernur Khofifah,
https://kbr.id/nusantara/02-2019/permintaan_pengungsi_syiah_sampang_ke_gubernur_khofifah/98836.html,
diakses tanggal 28 Ferbruari 2020.
melalui perspektif konflik nilai sehingga dapat memberikan intervensi melalui solusi
pemolisian kepada aparat keamanan dan instansi terkait.
5
MUI Prop Jawa Timur, Januari 2012, KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) PROP. JAWA TIMUR
No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012.
menggeser konflik latent menjadi konflik actual. Precipating faktor kasus ini adalah jika
pengungsi di Sidoarjo memaksakan kembali pulang ke Sampang tanpa didampingi petugas dan
berkelompok seperti pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha atau keinginan pemakaman warga
yang meninggal di Sidoarjo ke Sampang.
Mobilization of participants for action atau mobilisasi tindakan yaitu para pemimpin
memulai, menyarankan dan mengarahkan kegiatan. Peranan figure yang dapat memberikan
aba-aba kepada golongannya untuk melakukan tindakan kolektif sangat diperlukan dan adanya
massa yang mudah dihasut dan dikerahkan. Dalam kasus in figure figure yang berpengaruh
terbagi menjadi 2 kelompok, kelompok pertama adalah masyarakat Sampang dan ulama yang
tergabung oleh Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (BASSRA) yang masih
menfatwakan sesat terhadap ajaran Syiah dan Kelompok Syiah Imamiyah Tajul Muluk yang
kini berada di Sidoarjo, didukung oleh aktivis HAM dan LSM.
The operation of social control atau pelaksanaan kontrol sosial yaitu semua faktor
dipengaruhi oleh para pemimpin, kekuatan polisi, propaganda, perubahan kebijakan pemerintah
dan lembaga eksekutif serta bentuk kontrol sosial lainnya dalam setiap tahap proses tersebut
diatas, bila pranata pengendalian sosial dalam hal ini pemda dan Polri dapat mengintervensi
tahapan-tahapan faktor penentu tingkah laku kolektif diatas maka timbulnya tingkah laku
kolektif dapat dihindarkan, namun walaupun kedua stake holder mampu mengidentifikasi tetapi
tidak mampu melakukan suatu tindakan sesuai tugas dan tanggung jawabnya maka akan
memberikan kontribusi terjadinya pergeseran terhadap konflik. Dalam tahapan ini upaya Polri
dalam mengintervensi dan melakukan penggalangan terhadap warga pengungsi terkait dampak
yang akan terjadi masih bisa diikuti oleh pengungsi. Namun disisi lain, Tradisi bheppa, bheppu,
gurh ratoh dimana masyarakat lebih mendengarkan apa kata Kiai daripada Pemerintah juga
mempersulit Pemkab Sampang menyelesaikan konflik ini
Ketidakseriusan Pemerintah dan stakeholder dalam menangani kasus Sampang ini dapat
memicu pemberontakan sesuai dengan disampaikan Gurr (1970). Hak hak pengungsi yang
dirampas memunculkan “relative deprivation”. Pergantian Pimpinan baik Presiden, Gubernur
dan Bupati sedangkan nasib mereka tidak ada kejelasan dan adanya hambatan seperti kesulitan
mengurus dokumen kependudukan, surat tanah, dokumen lain yang dapat mempengaruhi
seluruh aspek kehidupan mereka karena vitalnya dokumen tersebut. Ditambah apabila jatah
hidup (Jadup) mereka di pengungsian tidak lagi dianggarkan maka dapat menjadi penyebab
pemberontakan.
Polri saat ini menjadi garda terdepan dalam pencegahan terjadinya konflik Sampang
menjadi laten kembali karena akan menimbulkan korban dan menjadi tugas baru Polri kembali.
Koordinasi antar Polresta Sidoarjo dan Polres Sampang saat ini dalam lakukan penggalangan
dan mediasi terhadap warga di Sampang dan Pengungsi di Sidoarjo sehingga mampu
menurunkan eskalasi konflik. Tetapi harus ada intervensi Polri dalam hal ini Kapolda Jatim
terhadap Gubernur, Bupati, Toga, Tomas dan Pengungsi untuk menemukan win win solution
melalui rekonsiliasi dan mediasi dengan pendekatan budaya agar tidak terjadi pembiaran
berlarut larut yang mengakibatkan salah satu pihak kecewa dan lakukan deprivation.
KESIMPULAN
Konflik Sunni Syiah yang terjadi di Sampang sehingga terjadinya relokasi kelompok
Syiah ke Sidoarjo sejak tahun 2012 hingga saat ini dilatar belakangi konflik nilai. Potensi
konflik dan relative deprivation berupa terhambatnya keingianan pulang ke daerah konflik,
kendala pengurusan dukumen negara dan terhambat pulang beberapa tradisi dapat
meningkatkan eskalasi. Oleh sebab itu, apabila tidak bisa dikelola oleh Polri dan stakeholder
yang terkait maka akan berpotensi bergeser dari manifes ke konflik aktual yang bersifat
destruktif seperti tahun 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Baharun Muhammas, 2013, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia, Al-
Qalam : Jakarta, hlm.62
Gurr, T.R, 1970, Why Men Rebel, Pincenton University Press, Princeton, New Jersey
Hasjmy,A, 1983, Syiah dan Ahlussunah Saling Rebut Pengaruh dan Kekuasaan Sejak Awal
Sejarah Islam di Kepulauan Nusantara, Bina Ilmu: Surabaya, hlm. 52
Prasetiyo Budi, 14 Februari 2019, Permintaan Pengungsi Syiah Sampang ke Gubernur Khofifah,
https://kbr.id/nusantara/02-2019/permintaan_pengungsi_syiah_sampang_ke_gubernur
_khofifah/98836.html, diakses tanggal 28 Februari 2020.
Rahmah Ida & Dyson Laurentius, 2015, Konflik Sunni-Syiah dan dampaknya terhadap
komunikasi intrareligius pada komunitas di Sampang-Madura, Jurnal Masyarakat,
Kebudayaan dan Politik Vol. 28, No. 1, tahun 2015, hal. 34-50
Smelser, Neil J. (1971). Theory Of Collective Behavior. New York : A Free Press.