Anda di halaman 1dari 25

A.

KONSEP KEPERAWATAN
1. Definisi
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang
disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang
digunakan dalam mengatasi masalah (Damaiyanti & Iskandar, 2014)
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko
untuk menyakiti diri sendiri untuk melakukan tindakan yang dapat
mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai
perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat
mengarah kepada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap
bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari
hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Damaiyanti & Iskandar, 2014)
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Risiko bunuh diri adalah rentan terhadap menyakiti
diri sendiri dan cedera yang mengancam jiwa. (Keliat & dkk, 2015)
2. Tanda dan gejala
Menurut (Damaiyanti & Iskandar, 2014)tanda dan gejala dari resiko
bunuh diri adalah:
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
d. Implusif
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).

1
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat,panik, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalagunakan alkohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronik atau
terminal).
k. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
m. Status perawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan
o. Konflik interpersonal
p. Latar belakang keluarga
q. Orientasi seksual
r. Sumber-sumber personal
3. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut:
- Diagnosis psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa
yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan efektif, penyalagunaan zat, dan
skizofrenia.
- Sifat kepribadian
Tiga tipe kepribadiaan yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, implusif, dan depresi.

2
- Lingkungan psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, antaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-
kejadian negatif dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau
bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangan penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respon seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lai-lain.
- Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.
- Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat dalam otak seperti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat diliham
melalui rekaman gelombang otak electro encephalo graph (EEG).
b. Faktor presipitasi
Perilaku destriktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri atau
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut
menjadi sangat rentan.
c. Perilaku koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar
meminta untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri

3
berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor sosial maupun budaya.
Struktur sosial dari kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi sosial dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat
lebih mampu menoleransi stress dan menurungkan angka bunuh diri. Aktif
dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.
d. Mekanisme koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping
yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri. Termasuk denial,
rasionalization, regrassion, dan magical thingking. Mekanisme
pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan
koping alternatif. (Damaiyanti & Iskandar, 2014)
4. Proses Terjadinya

Motivasi Niat Penjabaran Krisis Tindakan


gagasan Bunuh diri Bunuh Diri

Hidup atau Konsep  Jeritan Minta Tolong


mati Bunuh Diri  Catatan Bunuh Diri

Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi
untuk bunuh diri dengan berbagai alasan, berniat melaksanakan bunuh diri,
mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri. Oleh
karena itu, adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah keperawatan
yang harus mendapatkan perhatian serius. Sekali pasien berhasil mencoba
bunuh diri, maka selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu diperhatikan

4
beberapa mitos (pendapat yang salah) tentang bunuh diri. (Yusuf, Firyasari, &
Nihayati, 2015)

5
5. Patofisiogram
Masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum
kehilangan pekerjaan, ancaman pengurungan

Koping individu tidak efektif

Ide bunuh diri

Isyarat bunuh diri verbal/noverbal

Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Kurangnya respon positif (putus asa )

Upaya bunuh diri/pencederaan diri

Bunuh diri

6
(Azizah & Zainuri, 2016)

6. Rentang respon
(Damaiyanti & Iskandar, 2014)
Respon adaptif Respon maladaptif

Peningkatan berisiko destruktif diri pencederaan


bunuh diri
diri destruktif tidak langsung diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman


bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi
merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan
diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri.
Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang
berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Berisiko destruktif. Seseorang memiliki kecendrungan atau berisiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap
situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang
merasa patahsemangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal suda melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang
kurang tepat (maladaptif)terhadap situasi yang membutuhkan dirinya
untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan
terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seseorang karyawan menjadi
tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.

7
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai
dengan nyawanya hilang.
7. Fase
Perilaku bunuh diri berkembang pada fase diantaranya menurut (Keliat & dkk,
2015) :

a. Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari


suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/
tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya
apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari
bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk
mati
b. Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
c. Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan
dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
d. Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif
yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam
kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri.
Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan,
misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada
lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara
mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih
memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini
sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying
for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak
mampu di selesaikan.

8
e. Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai
indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum
obat yang mematikan . Walaupun demikian banyak individu masih
mengalami ambivalen akan kehidupannya.
f. Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . Hal ini telah
didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang
yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari
individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang
mendalam.

9
8. Jenis Bunuh Diri
Menurut (Damaiyanti & Iskandar, 2014), bunuh diri di bagi menjadi tiga
jenis. Yaitu :
a. Bunuh diri egoistic ( factor dalam diri seseorang )
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini di sebabkan
oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadi individu
itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga
dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah atau blebih rentan
untuk melakukan percobaan bunuh diri di bandingkan mereka yang
menikah. Contohnya orang yang putus cinta atau putus harapan kerap
membuat seseorang mengakhiri hidupya.
b. Bunuh diri allturuistik ( terkait kehormatan seseorang )
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupan ia cenderung untuk
bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok. Ia
merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya contohnya konsep
kehormatan dapat mendorong seseoang untuk melakukan ritual bunuh diri
jika mereka percaya bahwa mereka telah membawa aib pada kelompok
sosial utama mereka.
c. Bunuh diri anomik ( factor lingkungan dan tekanan )
Hal ini terjadi bila terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integratis
antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut
meningggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan
pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan
kepuasaan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan
terhadap kebutuhan-kebutuhannya contohnya angka bunuh diri cenderung
meningkat karna individu gagal menghadapi perubahan yang cukup
drastis yang menimpa dirinya

10
9. Perilaku yang berisiko bunuh diri
FAKTOR RESIKO TINGGI RESIKO RENDAH
Umur >45 th/akil balig 24-45 th/< 12 th
Jenis kelamin Pria Wanita
Status kawin Cerai,pisah,janda,duda Kawin
Hidup sosial Tersiolasi Aktif bermasyarakat
keahlian Profesional, dr,ahli hukum, Buruh
mahasiswa
pekerjaan Pengangguran Bekerja
Kesehatan fisik Kronik/terminal Tak ada masalah media
serupa
Kesehatan Depresi, dilusi, halusinasi Gangguan kepribadian
mental
Obat dan Kecanduan Tidak pernah
alkohol
Usaha bunuh Minimal 1 x Tidak pernah
diri sebelumnya
Rencana Pasti/spefik Kabur (samar)
Cara Tembak,loncat,gantung diri Minum obat, racun
Tersedianya alat Selalu tersedia Tidak sedia
(Damaiyanti & Iskandar, 2014)
10. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
pengerusakan diri tak langsung adalah pengingkaran (denial ) .Sementara,
mekanisme koping yang paling menonjol adalah rasionalisasi, intelektualisasi,
dan regresi. (Yusuf, Firyasari, & Nihayati, 2015)

11
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh diri
salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut (Yosep & Sutini,
2014) .Obat-obat yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri
adalah :
a. SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor (fluoksetin 20 mg/hari per
oral), venlafaksin (75-225 mg/hari per oral)
b. Nefazodon (300-600 mg/hari per oral)
c. Trazodon (200-300 mg/hari per oral)
d. Bupropion (200-300 mg/hari per oral).
Obat-obat tersebut sering dipilih karena tidak berisiko letal akibat
overdosis. Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem
neurotransmiter monoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin.
Kedua neurotransmiter ini dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur
keinginan, kewaspadaan, perhataian, mood, proses sensori, dan nafsu makan.
penatalaksanaan keperawatan Terapi Lingkungan pada Kondisi Bunuh Diri
a. Ruangan aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat digunakan
untuk mencederai diri sendiri atau orang lain.
b. Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis di lemari dalam
keadaan terkunci.
c. Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keselur4uhan ruanagn
mudah dipantau oleh petugas kesehatan.
d. Ruangan yang menarik, misalnya dengan warna cerah, ada poster dll.
e. Hadirkan musik yang ceria, televisi, film komedi, bacaan ringan dan
lucu.
f. Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang pribadi klien.
g. Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas
menyapa pasiien sesering mungkin, memberikan penjelasan setiap akan

12
melakukan tindakan keperawatan atau kegiatan medis lainnya,
menerima pasien apa adanya tidak engejek atau merendahkan,
meningkatkan harga diri pasien, membantu menilai dan meningkatkan
hubungan social secara bertahap, membantu pasien dalam berinteraksi
dengan keluarganya, sertakan keluarga dalam rencana asuhan
keperawatan, jangan biarkan pasien sendiri dalam waktu yang lama.
(Yosep & Sutini, 2014)

13
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data Fokus
Format/Data focus pengkajian pada klien dengan resiko Bunuh (Yusuf,
Firyasari, & Nihayati, 2015)
1. Keluhan utama: keluhan yang muncul pada saat pengkajian yang
mengarah pada tanda-tanda resiko bunuh diri
2. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
a. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri.
b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri.
c. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia.
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,
paranoid, antisosial.
f. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka.
3. Konsep diri
Klien umumnya mengatakan hal yang negatif tentang dirinya,
yang menunjukkan harga diri rendah
4. Alam perasaan
a. Sedih
b. Putus asa
(klien umumnya merasakan kesedihan dan keputus asaan yang sangat
mendalam).
5. Interaksi selama wawancara
a. Tidak koperatif
b. Defensive
c. Kontak mata kurang
d. Curiga
(klien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul )

14
6. Afek
a. Datar
b. Tumpul
7. Mekanisme koping maladaftif
a. Mencederai diri
b. Menghindar
(klien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar
dan mencederai diri)
8. Masalah psikososial dan lingkungan
a. Masalah dengan dukungan keluarga
b. Masalah dengan perumahan
b. Masalah Keperawatan
Risiko bunuh diri
c. Analisa Data
NO DATA MASALAH

1. a. Mempunyai ide untuk bunuh diri Risiko Bunuh Diri


b. Mengungkapkan keinginan
untuk mati
c. Mengungkapkan rasa bersalah
dan keputusasaan
d. Implusif
e. Menunjukkan perilaku yang
mencurigakan (biasanya menjadi
sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan
bunuh diri
g. Verbal terselubng (berbicara
tentang kematian, menanyakan

15
tentang obat dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan,
penolakan, cemas
meningkat,panik, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis,
klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan
menyalagunakan alkohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada
klien dengan penyakit kronik
atau terminal).
k. Pengangguran (tidak bekerja,
kehilangan pekerjaan, atau
mengalami kegagalan dalam
karier).
l. Umur 15-19 tahun atau diatas 45
tahun.
m. Status perawinan (mengalami
kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan
o. Pekerjaan
p. Konflik interpersonal
q. Latar belakang keluarga
r. Orientasi seksual
s. Sumber-sumber personal

16
d. Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan
(pada dirisendiri,orang lain,
lingungan dan verbal
Effect

Risiko Bunuh Diri


Core problem

Harga Diri Rendah Kronik


Causa

(Damaiyanti, M dan Iskandar, 2014)

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
(Damaiyanti, M dan Iskandar, 2014)

17
3. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan terdiri atas empat komponen, yaitu tujuan
umum, tujuan khusus, rencana tindakan keperawatan, dan rasional. Tujuan
umum berfokus pada penyelesaian masalah (P). Tujuan ini dapat dicapai jika
tujuan khusus yang ditetapkan telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada
penyelesaian etiologi (E). Tujuan ini merupakan rumusan kemampuan pasien
yang harus dicapai. Pada umumnya kemampuan ini terdiri atas tiga aspek,
yaitu sebagai berikut (Damaiyanti & Iskandar, 2014)
Kemampuan kognitif diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari
diagnosis keperawatan.
1) Kemampuan psikomotor diperlukan agar etiologi dapat selesai.
2) Kemampuan afektif perlu dimiliki agar pasien percaya akan kemampuan
menyelesaikan masalah.
Lampiran Intervensi SP1 – SP4
NO KLIEN KELUARGA
SP1P SP1K
1 Mengidentifikasi benda benda yang dapat -Mendiskusikan masalah yang dirasakan
membahayakan klien keluarga dalam merawat klien
2 Mengamankan benda benda yang dapat -Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
membahyakan klien risiko bunuh diri dan jenis perilaku bunuh
3 Melakukan kontrak treatment diri yang dialami klien beserta proses
4 Mengajarkan cara-cara mengendalikan terjadinya
dorongan bunuh diri -Menjelaskan cara-cara merawat klien risiko
5 Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
bunuh diri
SP2P SP2K
1 Mengidentifikasi aspek positif klien -Melatih keluarga mempraktikkan cara
2 Mendorong klien untuk berfikir positif merawat klien dengan risiko bunuh diri

18
tentang diri -melatih keluarga mempraktikkan cara
3 Mendorong klien untuk menghargai diri merawat langsung kepada klien risiko bunuh
sebagai individu yang berharga diri
SP3P SP3K
1. Mengidentifikasi pola koping yang biasa Membantu keluarga membuat jadwal
di terapkan klien aktifitas di rumah termasuk minum obat
2. Menilai pola koping yang biasa di lakukan (discharge planning)
Mengidentifikasi pola koping yang menjelaskan follow up klien setelah pulang
3. konstruktif
Mendorong klien memilih pola koping
4. yang konstruktif
Menganjurkan klien menerapkan pola
5. koping konstruktif dalam kegiatan harian
SP4P SP4K
1 Membuat renacana masa depan yang Menjelaskan follow up klien setelah pulang
realistis bersama klien
2 Mengidentifikasi cara mencapai rencana
masa depan yang realistis
3 Memberi dorongan klien melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa depan
yang realistis
4 Menganjurkan klien memasukan dalam
jadwal kegiatan harian
SP5P SP5K
1 Memberi dorongan klien melakukan Membantu keluarga membuat jadwal
kegiatan dalam rangka meraih masa depan aktifitas di rumah termasuk minum obat
yang realistis (discharge planning)
2 Menganjurkan klien memasukan dalam menjelaskan follow up klien setelah pulang

19
jadwal kegiatan harian

(Damaiyanti, M dan Iskandar, 2014 )

20
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan harus menggambarkan tindakan keperawatan
yang mandiri, serta kerja sama dengan pasien, keluarga, kelompok, dan
kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa yang lain.
Sebelum tindakan keperawatan diimplementasikan perawat perlu
memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan
kondisi pasien saat ini (here and now). Perawat juga perlu mengevaluasi diri
sendiri apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan
teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan.Setelah tidak ada
hambatan lagi, maka tindakan keperawatan bisa diimplementasikan.
Saat memulai untuk implementasi tindakan keperawatan, perawat
harus membuat kontrak dengan pasien dengan menjelaskan apa yang akan
dikerjakan dan peran serta pasien yang diharapkan. Kemudian penting untuk
diperhatikan terkait dengan standar tindakan yang telah ditentukan dan aspek
legal yaitu mendokumentasikan apa yang telah dilaksanakan.
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1) Tujuan
Pasien tetap aman dan selamat.
2) Tindakan
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka
Anda dapat melakukan tindakan berikut.
a. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ke
tempat yang aman.
b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet, gelas,
tali pinggang.
c. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat.
d. Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa Anda akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

21
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1) Tujuan
Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
2) Tindakan
a. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan
pernah meninggalkan pasien sendirian.
b. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-
barang berbahaya di sekitar pasien.
c. Mendiskusikan dengan keluarga ja untuk tidak sering melamun sendiri.
d. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara
teratur.
( Yusuf, Fitryasari & Nihayati, 2015 )
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu (1)
evaluasi proses atau evaluasi formatif, yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, dan (2) evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan
dengan membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan umum yang
telah ditetapkan.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut.
S: respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O: respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A: analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah

22
masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiksi
terhadap masalah
yang ada.
P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.
Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut.
1. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah).
2. Rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua
tindakan tetapi hasil belum memuaskan).
3. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang
dengan masalah yang ada).
4. Rencana selesai jika tujuan sudah tercapai dan perlu mempertahankan
keadaan baru.
( Yusuf, Fitryasari & Nihayati, 2015 )
6. Hasil Yang Diharapkan Untuk Pasien dan Keluarga
a. Bagi klien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh
diri. Keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan yang
tetap selamat dan aman
b. Bagi keluarga dan anggota keluarga yang memberikan ancaman atau
melakukan percobaan bunuh diri di tandai dengan kemampuan keluarga
untuk melindungi melindungi anggota keluarganya
c. Bagi klien yang memberikan isyarat bunuh diri keberhasilanasuhan
keperawatan di tandai dengan klien mampu mengungkapkan perasaan.
(Azizah, Zainuri, & Akbar. 2016)
7. Terapi Aktivitas Kelompok Yang Sesuai
Terapi aktivitas kelompok yang cocok adalah stimulasi persepsi
pencegahan bunuh diri. Stimulasi persepsi klien untuk mencegah keinginan
bunuh diri, meningkatkan harga diri, dan menggunakan mekanisme koping
yang adaptif. (Yosep & Sutini, 2014)
Ada beberapa sesi untuk mencegah terjadinya bunuh diri;

23
1. Menggunakan koping adaptif
Tujuan:
a. Klien dapat mengenali hal-hal yang ia sayangi
b. Klien dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif
c. Klien dapat merenccanakan dan mendapatkan masa depan yang
realistis
2. Meningkatkan harga diri rendah
Tujuan:
a. Klien dapat mengidentifikasi pengalaman yang tidak menyenagkan
b. Klien dapat mengidentifikasi hal positif pada dirinya
c. Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
3. Menggunakan mekanisme koping yang adaptif
Tujuan:
a. Klien mampu menyampaikan dan membicarkan masalah pribadi
dengan orang lain:
b. Menyampaikan masalah pribadi
c. Memilih satu masalah untuk di bicarakan
d. Memberi pendapat tentang masalah pribadi yang di pilih
4. Melindungi pasien dari bunuh diri
Tujuan:
a. Klien dapat mengendalikan saat ada keinginan atau dorongan untuk
bunuh diri
b. Klien dapat mengekspresikan perasaan.
(Azizah & Zainuri, 2016)

24
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M., & Zainuri, I. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Teori
dan Aplikasi Praktik. Yogyakarta: Indonesia Pustaka.

Damaiyanti, M., & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT.
Refika Aditama.

Keliat, B. A., & Akemat. (2019). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.

Keliat, B. A., & dkk. (2015). Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC.

Yosep, I., & Sutini, T. (2014). Buku AJar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Healt Nursing. Bandung: PT Refika Aditama.

Yusuf, A. H., Firyasari, R., & Nihayati, H. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

25

Anda mungkin juga menyukai