Anda di halaman 1dari 14

CORAK, METODE, dan KARATERISTIK KITAB KITAB TAFSIR

FIQHI

Review Jurnal Oleh

Muhammad Hasan
NIM: 22203011113
Nama Penulis Jurnal : Dewi Murni

Nama Penerbit : JURNAL Syahadah Tahun Terbit : 2020

Link Jurnal :
http://ejournal.fiaiunisi.ac.id/index.php/syahadah/article/view/267

PROGRAM STUDI
HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2022
PEMBAHASAN

A. Akademik Crisis

Akademik Crisis (Kegelisahan akademik) yang dialami oleh penulis


artikel adalah untuk mengetahui corak, metode, dan cirir tafsir fiqhi, yang
mana dslam perkembangan nya, tafsir ini lebih pesat dibandingkan dengan
tafsir yang lain. Menurut Al-Gh}za>li> ayat yang membahas tentang hokum fikih
berjumlah kurang lebih 500 ayat. Sedangkan menurut Ibnu al-‘arabi> jumlahnya
mencapai 800a ayat.

Menurut mayoritas ulama’ jumlahnya mencapai ribuan apabila yan


dimaksud dengan ayat-ayat fikih tidak hanya ayat secara langsung membahas
fikih, akan tetapi juga setiap ayat yang darinya bias di isth}inbakan hukum
fikih, seperti ayat kisah dan lain-lain.

Pesatnya perkembangan tafsir fikih dalam khazanah penafsiran al-qur’an


mendorong penulis untuk meneliti dan membahas tafsir ini untuk
mendeskripsikan tentang makna tafsir fikih, sejarah perkembanga, metode, dan
corak serta kitab para mufassir yang berkecimpung di dalamnya
B. Pokok Kajian

1. Tafsir fiqhi
Fiqhi secara bahasa berarti faham, dalam pengertian pemahaman yang
mendalam yang menghendaki pengerahan potensi akal. Para ulama usul fiqh
mendefenisikan fiqihsebagai cara mengetahui hukum-hukum Islam (syara’)
yang bersifat amali (amalan) melalui dalilnya terperinci. Sedangkan ulama-
ulama fiqih mendefenisikan sekumpulan hukum amaliyah (yang sifatnya
diamalkan) yang disyari’atkan dalam Islam.

Tafsir fiqhi adalah tafsir yang didasarkan atas ayat-ayat hokum dan
kebanyakan dilakukan oleh para ulama ahli fikih sesuai dengan kecenderungan
mazhab dan latar belakang keilmuan yang dimilikinya.1

Dari defenisi ulama ushul fiqih terlihat bahwa fiqih itu sendiri melakukan
Ijtihat karena hukum-hukumnya tersebut diistinbatkan dari dalil-dalilnya yang
terperinci dan khusus, baik melalui nash maupun melalui dalalah (indikasi)
nash. Semua itu tidak dapat dilakukan kecuali melalui Ijtihat. Sedangkan
defenisi dari para ulama fiqih terlihat bahwa fiqih merupakan syara’ itu sendiri.
Baik hukum itu qath’i (jelas, pasti) atau zhanni (masih bersifat dugaan, belum
pasti), dam memelihara hukum furu’ (hukum kewajiban agama yang tidak
pokok) itu sendiri secara keseluruhan atau sebahagian.2

Dengan demikian, pada defenisi pertama terlihat bahwa seorang faqih


(ahli fiqih) bersifat aktif dalam memperoleh hokum-hukum itu sendiri,
sedangkan dalam defenisi kedua seorang faqih hanya memelihara atau
menghafal hukum-hukum dari peristiwa yang ada.3

1
Nasarudin baidan, Metodologi penafsiran al-Qur’an, cet II, (Yogjakarta:Pustaka pelajar, 2000), 38
2
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jilid 2, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994) 8
3
Ibid.,
Dalam penafsiran al- Qur’an ada diantara para mufassir yang lebih tertarik
dengan ayat-ayat hukum tersebut sehingga ayat-ayat hukum mendapat perhatian
dan komentar yang lebih banyak dari ayat lainnya. Bahkan diantara mereka ada
yang menulis tafsir khusus ayat-ayat hukum mendapat perhatian dan komentar
dari ayat lainnya. Bahkan diantara mereka ada yang menulis tafsir khusus ayat-
ayat hukum, seperti Muhammad ‘Ali> al- Sh}a>bu>ni> dengan karyanya Rawai’u al-
Baya>n: tafsir Ayat al-Ah}ka>m Min al- Qur’a>n dan al-Jas}ash dengan karyanya
Ahka>m al- Qur’an.4

Tafsir fiqih ini selain banyak berbincang mengenai persoalan hukum, ia


juga kadang-kadang diwarnai ta’ashub (fanatik) penulisannya terhadap mazhab
yang dianut sehingga coraknya tidak hanya fiqih tetapi juga mazhabi. Hal itu
antara lain seperti yang terlihat dalam buku tafsir ahkam al- Qur’an karya Ibnu
al-‘Araby. Buku tafsir ini menggambarkan pembelaan penulisannya terhadap
mazhab Ma>liki yang dianutnya. Sebagai contoh hal itu dapat dilihat dalam
perbincangan mengenai masalah, apakah bismillah sebagian surat al-Fatihah
atau bukan dan hukum membacanya dalam shalat. Dengan demikian, buku-
buku tafsir ini dapat pula dikategorikan kepada corak lain yaitu Tafsir Fiqh
H}anafi>, Ma>liki, Sya>fi’i> dan H}ambali.5

Terma tafsir fiqhi merupakan kombinasi metode dan pendekatan dalam


memahami makna ayat-ayat al-qur’an. Posisi tafsir fiqhi dalam metode
penafsiran menjadi bagian dari bentuk metode tafsi>r tahlili> (analisis) atau juga
dikenal dengan tafsi>r ahka>m.6 Dengan demikian termonologi tafsir fiqhi tidak
lepas dari tujuan fiqhi sebagai corak penafsiran yang berusaha mengambil
keputusan hukum dalam al-qur’an.

4
Muhammad H}usein al-Dzahabi>, Tafsi>r wal Mufassiru>n, Jilid 2, (Kairo:Maktabah} Wah}bah, 2000), 321
5
Kadar M Yusuf, Study al- Qur’an, (Jakarta:Penerbit Amzah, 2010), 161
6
M. Qurais Shihab, Kaidah Tafsir, (Jakarta:Lentera Hatia, 2015), 379
Orientasi fiqhi terhadap kajian hukum Islam diawali sejak masa rasul
hingga generasi-generasi sesudahnya. Sedangkan termonologi ilmu fiqhi adalah
suatu proses melahirkan hukum syara’ yang bersifat dan diperoleh dari dalil-
dalil terperinci.

Tafsir fiqhi meliputi domain metodologi dan produk penafsiran, secara


epistimologis tafsir fiqhi sebagai corak penafsiran selain dalil-dalil nash al-
qur’an dan hadis, ijtihad juga dijadikan rujukan penafsiran. Mengingat bahwa
obyek hukum yang sangat luas dan banyak munculnya persoalan-persoalan batu
terkait kehiidupan manusia. Dalam hal ini eksistensi tafsir fiqhi dibutuhkan oleh
hukum dengan al-qur’an. Sedangkan aspek metodologis tafsir fiqhi tidak lepas
dari kaidah-kaidah tafsir, hanya saja pada perkembangannya produk tafsir fiqhi
juga mengikutsertakan pandangan madzahb fiqhi dalam proses penulisan tafsir.

Munculnya ragam madzhab tagsir fiqhi pada dasarnya tidak hanya


berkaitan tentang metodologi penafsiran, lebih dari itu, secara fundamental
perbedaan pandangan teologis juga menjadi faktor utama. Sebab perbedaan
pemahaman tentang segala persoalan agama pada mulanya juga bagian dari
kajian fiqhi.

Sebelum menjadi pengelompokan tafsir fiqhi dalam berbagai madzhab,


berasal dari kajian terhadap produk-produk tafsir fiqhi yang kemudian ditarik
terhadap persoalan madzhab. Munculnya berbagai tafsir kategori seprti halnya
tafsir syi’ah, tafsir muktazilah, tafsir filsafat dan juga termasuk tafsir fiqhi,
disebabkan adanya kesdaran oleh kelompok, ideologi, dan horsison tertentu
dalam tafsir.7

2. Perkembangan Tafsir Fiqhi dari Masa Nabi Sampai pada Masa Munculnya
Mazhab Fiqhiyah

7
Muhammad Ridho, Tafsir dalam Dinamika Sosial, (Yogyakarta, Teras, 2010), 55
Al- Qur’anul Karim yang diturunkan mencakup ayat-ayat hukum tersebut
berkaitan dengan kemaslahatan manusia didunia dan diakhirat. Orang-orang
Islam yang ada dizaman Rasulullah SAW telah memahami maksud dari ayat-
ayat yang berisi hukum fiqih sesuai dengan insting mereka sebagai orang Arab.
Jikalau mereka menemukan kesulitan mereka segera bertanya kepada
Rasulullah SAW.

Tatkala Rasulullah telah wafat, sahabat yang ada setelahnya menemukan


hal-hal yang baru, yang menuntut orang-orang muslim untuk menentukan
hukumnya sesuai dengan hukum syari’at yang benar. Pada awalnya mereka
mengembalikan penetapan hukumhukum syari’ah ini kepada al- Qur’anul
karim. Mereka melihat, menyodorkan ayat al- Qur’an kepada pikiran dan hati
mereka. Jikalau itu memungkinkan bagi mereka, maka mereka menempatkan
ayat tersebut kepada kejadian baru yang telah ditemukan. Jika tidak
memungkinkan maka mereka merujuk kepada sunah Rasulullah SAW. Jikalau
dalam sunah Rasulullah SAW mereka tidak menemukan hukum didalamnya
maka mereka berijtihat dan mereka menggunakan pendapat mereka berdasarkan
kaedah global yang berasal dari al- Qur’an dan Sunah.Kemudian mereka
mengeluarkan produk hukum yang dibutuhkan.8Demikian pula halnya yang
terjadi di masa dan di kalangan para tabi’in.

Kadang-kadang para sahabat dalam menetapkan hukum mereka sepakat


dengan hukum yang telah ditetapkan. Dan kadang mereka berbeda pendapat
dalam memahami ayat. Hasil produk hukum-hukum yang mereka bahas dalam
suatu masalah berbeda. Seperti perbedaan yang terjadi antara Umar bin Khatab
dan Ali bin Abi Thalib dalam masalah iddah wanita hamil yang ditinggal oleh
suaminya. Umar bin Khatab berpendapat bahwa iddahnya adalah sampai
melahirkan. Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa iddahnya adalah sampai

8
Muhammad H}usein al-Dzahabi>, Tafsi>r wal Mufassiru>n, Jilid 2, (Kairo:Maktabah} Wah}bah, 2000), 319
melahirkan ditambah ditambah dengan empat bulan sepuluh hari. Sebab
perbadaan itu adalah ada pertentangan antara dua nash yang umum dalam al-
Qur’an. Allah SWT menetapkan iddah wanita hamil yang dithalaq suaminya
adalah sampai melahirkan dan iddah bagi yang kematian suami adalah empat
bualan sepuluh hari tanpa ada perincian.9

Ali berpendapat bahwa kedua ayat ini diamalkan secara bersamaan. Umar
berpendapat bahwa ayat tentang iddah wanita yanag ditalaq sebagai pentakhsis
ayat iddah wanita yang ditinggal mati oleh suami. Pendapat Umar ra diperkuat
oleh hadis yang diriwayatkan oleh Sabi’ah binti al-Harits al-Islamiyyah. Yang
mana ia telah kematian suami. Kemudian setelah lima puluh hari dari kematian
suaminya dia melahirkan. Kemudian Rasulullah mengizinkannya untuk
menikah.

Perbedaan yang diterangkan di atas masih terus berlanjut sampai pada


masa munculnya imam-imam mazhab fiqih yang empat dan imam fiqih lainnya.
Pada masa mereka ditemukan banyak permasalahan baru yang hukumnya oleh
orang sebelum mereka. Karena masalah itu tidak terjadi pada masa terdahulu.
Para imam fiqih mulai membahas masalah baru ini berdasarkan al-Qur’an dan
sunnah. Dan sumber-sumber hukum selain al- Qur’an dan sunnah
lainnya.kemudian mereka menetapkan hukum yang telah dianalisa oleh
pikirannya. Dan dia yakin bahwasannya itu adalah benar. Dan telah sesuai
dengan dalil dan petunjuk. Kadangkadang mereka sepakat dalam suatu masalah.
Dan kadang- kadang berbeda. Sesuai dengan kecondongan dalil yang ada pada
masingmasing diri mereka. Sekalipun banyak terjadi perdebatan diantara
mereka akan tetapi tidak nampak dari mereka fanatisme terhadap suatu mazhab.
Bahkan mereka semua menyerukan kebenaran dan mereka sama-sama mencari
hukum yang benar.

9
Abdul al Hay Al-Farmawi, Metode Tafsir Maughuiy, (Jakarta:Raja Grafindo, 1996), 19
Setelah para imam fiqih itu wafat, munculnya generasi dibelakang mereka
yang berjalan mengikuti mazhab fiqih dengan cara taqlid serta fanatisme
terhadap suatu mazhab. Tidak mengenal toleransi dan tidak dalam kerangka
mencari dan menyerukan kebenaran.

Sebagian dari mereka yang mengikuti mazhab fiqih secara taqlid tersebut,
mereka melihat perkataan para imam-imam fiqih sebagaimana mereka melihat
nash syari’at. Mereka menghentikan kesungguhan yang objektif mereka demi
untuk menolong mazhab imam mereka. Mereka mengerahkan semua
kemampuan mereka unruk membatalkan pendapat yang berbeda dengan
pendapat mereka. Pengaruh dari semua itu adalah jikalau sebagian orang yang
taqlid ini melihat ayat-ayat hukum harus sesuai dengan pandangan hukum
mazhab mereka.10

3. Karekteristik Tafsir yang Bercorak Fiqhi

a. Ayat-ayat yang bermuatan hukum fiqih pembahasannya sangat panjang.

b. Sebagian kitab tafsir yang bercorak fiqih ditulis untuk mendukung


pendapat mazhab pengarang.

c. Banyak memasukkan pendapat para Imam Fiqih dalam membahas ayat-


ayat yang berkaitan dengan hukum fiqih.

Muhammad Ali Iyazi dalam bukunya, al-Mufassiru>n Haya>tuhum wa


Mana>hijuhum, mengatakan bahwa pembahasan kitab tafsir ini menggunakan
gabungan antara tafsi>r bi al-Ma’tsu>r, dengan Tafsi>r bi al-ra’yi, serta
menggunakan gaya bahasa dan ungkapan yang jelas, yakni gaya bahasa
kontemporer yang mudah dipahami bagi generasi sekarang ini. Oleh sebab itu,

10
Ibid., 320
ayat-ayat berdasarkan topic untuk memelihara bahasan dan penjelasan di
dalamnya.

Dengan mengamati beberapa metode yang terdapat dalam beberapa kitab


‘ulu>m al-Qur’a>n. Secara metodis sebelum measuki bahasan ayat, penulis pada
setiap awal surat selalu mendahulukan penjelasan tentang keutamaan dan
kandungan surat tersebut, dan sejumlah tema yang terkait denganny secara
garis besar. Setiap tema yang diangkat dan dibahas mencakup aspek bahasa,
dengan menjelaskan beberapa istilah yang termaktub dalam sebuah ayat, dengan
menerangkan segi-segi balaghah dan gramtika pembahasannya.11

Sehingga dengan demikian maka metode penafsiran yang dipakai adalah


metode tah}lili, dan semi semantic, dikarenakan penafsir menafsirkan al-qur’an
dari surat al fatihah hingga surat al-Na>s dengan memberi tema sesuai dengan
kandungannya.12

Jika mengacu pada kepada corak penafsiran seperti pendapat yang


dikemukakan oleh Abd al-H}ay al-Farmawi> dalam bukunya muqaddimah fi> al-
Tafsi>r al-Maudh}u>i>, maka corak sebagian corak seperti kitab tafsir fiqhi
memberikan corak ‘addabi ‘ijtima’ dan fiqhi, dikarenakan penafsir mempunyai
basic keilmuan fiqih.13

4. Macam-Macam Tafsir Fiqhi

Berdasarkan Macam-Macam Firqah Islamiyyah. Jikalau diteliti semua


perjalanan tafsir yang bercorak fiqih. Awalnya ditemukan tafsir yang bercorak
fiqih tersebut berjalan jauh dari keinginan hawa nafsu dari awal turunya al-
Qur’an sampai pada masa munculnya perbedaan-perbedaan mazhab. Kemudian
setelah itu tafsir yang bercorak fiqih berjalan sesuai dengan mazhab fiqih. Dan

11
Muhammad Ali Iyazi, al-Mufassiru>n Haya>tuhum wa Mana>hijuhum, 65
12
M. Izzan, Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakkur, 2007), 104
13
M. Qurais Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung:PT. Mizan Pustaka, 2007), 108
banyak sekali macamnya. Ahlussunnah telah memiliki tafsir bercorak fiqih yang
bermacam-macam, yang pada permulaannya bersih dari fanatisme. Kelompok
Zahiriyyah juga memiliki kitab tafsir yang bercorak fiqih mereka hanya
memperhatikan nash alQur’an secara zahir saja. Kaum khawarij juga memiliki
kitab tafsir yang bercorak fiqih yang menjadi kekhususan bagi mereka. Orang
syi’ah juga memiliki tafsir yang berbeda dengan orang selain mereka.

Jikalau kita membahas karangan tafsir yang bercorak fiqih, maka kita
tidak ada menemukan tafsir yang bercorak fiqih pada masa tabi’in . adapun
setelah masa tabi’in, banyak para ulama yang mengarang tafsir sesuai sesuai
dengan mazhabnya. Diantara kitab tafsir yang bercorak fiqih tersebut adalah
sebagai berikut:14

a. Dari kalangan Hanafiyyah:

1) Abu> Bakar al-‘Arabi> atau yang dikenal dengan al-Jash}as, wafat pada
tahun 370 H, telah menyusun sebuah kitab tafsir yang berjudul
Ah}ka>mul Qur’an. Kitab ini telah dicetak dalam tiga jilid besar. Dan
telah tersebar dikalangan para pencari ilmu.

2) Ah}mad bin Abi Sai> yang dikenal dengan nama al-Malajiyyun.


Ulama pada abad ke-11 H, telah mengarang sebuah kitab tafsir yang
berjudul tafsir al-Ah}madiyyah fi> Baya>ni A>yati Syar’iyyah. Kitab ini
dicetak di India dalam bentuk jilid yang besar. Dan diantara
nuskhahnya ada ditemukan dia diperpustakaan al-Azhar. Dan naskah
yang lain ada ditemukan perpustakaan Universitas Mashriyah
(Universitas Kairo).15

14
Muhammad H}usein al-Dzahabi>, Tafsi>r wal Mufassiru>n, Jilid 2, (Kairo:Maktabah} Wah}bah, 2000), ,
323
15
Ibid., 324
b. Dari kalangan Syafi’iyyah:16

1) Abu al-H}asan al-Th}a>bari> wafat pada tahun 405 H mengarang sebuah


kitab tafsir yang bercorak fiqih judulnya Ah}ka>mul Qur’a>n. Kitab ini
dicetak dalam suatu jilid yang besar. Ditemukan diperpustakaan
Darul Kutub Mashriyyah dan perpustakaan al- Azhariyyah.

2) Syih}a>buddin Abu> al-Abba>s Ah}mad bin Yu>suf bin Muh}ammad al-


Halabi> atau yang dikenal dengan al-Sami>n wafat pada tahun 756 H
mengarang kitab tafsir yang berjudul al-Qaulul Waji>z fi> Ah}ka>mi
Kita>bi al-A’>zi>z. Juz yang pertama dari kitab ini ditemukan
perpustakaan al-Azhar.

3) ‘A>li> bin ‘Adulla>h al-Syankifi>, termasuk ulama yang hidup pada abad
ke-9 H mengarang kitab tafsir yang berjudul Ah}ka>mu al-Kita>b al-
Mubi>n. Naskhahnya ada ditemukan di maktabah Azhariyyah.
Tulisannya masih tulisan pengarang (makhtutat). Dijilid dalam
bentuk ukuran yang sederhana.

4) Jalaluddin asy-Suyuthi wafat pada tahun 911 H telah mengarang


kitab tafsir yang berjudul al-Ikli>l fi> Isti}nbat} al-Tanzi>l. Kitab ini ada
ditemukan di perpustkaan azhariyyah. Tulisannya masih tulisan
pengarang (makhtutat) dijilid dalam bentuk ukuran sederhana.

c. Dari kalangan Ma>likiyyah17

1) Abu> Bakar al-‘Arabi> yang wafat pada tahun 543 H telah mengarang
sebuah kitab tafsir al- Qur’an yang berjudul Ah}ka>mul Qur’an. Kitab
ini dicetak dalam dua buah jilid yang besar dan telah tersebar
dikalangan para pencari ilmu.

16
Ibid., 328
17
Ibid., 333
2) Abu> ‘Abdulla>h al-Qurth>u>bi>, wafat pada tahun 671 H, mengarang
kitab tafsir yang berjudul al-Ja>mi’ Li> Ah}ka>mi al- Qur’a>n. Bentuk
makhtutat dicetak oleh Darul Kutub Nashariyyah.

d. Dari kalangan Zaidiyyah

1) H}usain bin Ah}mad al-Najri>, ulama pada abad ke-12 H mengarang


kitab tafsir yang berjudul Syarh}u al-Khamsu MiahTi al-A>yah}. Kitab
tafsir tidak sampai ke tangan kita pada saat sekarang ini.

2) Syamsudi>n bin Yu>suf bin Ah}mad, ulama abad ke-9 H, telah


mengarang kitab tafsir yang berjudul Tsamatul Yani’ah Wal Ahka>m
al-Qa>dih}ah al-Qa>thi>’ah. Dan nuskhahnya ada ditemukan Darul
Kutub Mashriyyah. Berbentuk makhtutat dalam tiga jilid. Kitab ini
juga ditemukan di maktabah al- Azhariyyah.

3) Muh}ammad bin H}usain al-Qa>sim. Ulama abad ke-11 H, mengarang


sebuah kitab tafsir yang berjudul Muntah}al Muram Syarah A>yatu al-
Ah}ka>m.18

e. Dari kalangan Imamiyyah Itsna ‘Asy’ariyyah

1) Miqda al-Siwari>, ulama abad ke- 8 yang telah mengarang sebuah


kitab tafsir yang berjudul Kanzul Furqa>n fi> Fiqhil Qur’a>n.
Nuskahnya ada di Darul Kutub Mashriyyah. Dicetak dalam ukuran
jilid yang kecil. Dicatatkan pinggirnya ada tafsir karangan al-H}asan
al- ‘Askariy.

2) Kasyfu>f Dzunu>n.

5. Kitab Tafsir yang Bercorak Fiqh

18
Ibid., 335
a. Al- Jami’li Ah}ka>mil Qur’an karya Imam Qurthu>bi>

b. Tafsi>r A>yatu al-Ah}ka>m karya Muhammad ‘A>li> al- Sh}a>bu>ni

c. Tafsi>r Ayatul Ah}ka>m karya al- Jash}as

d. Dll

6. Kelebihan dan kekurangan artikel

a. Kelebihan

Jurnal ini dalam sedikit banyak menjelaskan hampir semua bentuk


model penafisran yang ada hingga dan bermunculan hingga yang mana
kita akan mudah memahmi model penafsiran dalam pelbagai bentuk.

b. Kekurangan

Jurnal ini sedikit sekali dalam mencantumkan keterangan tentang


tafsir fiqhi dalam beberapa hal, juga jurnal ini sedikit sekali fokus pada
keutuhan judul yang mana jurnal ini hanya mencantumkan secara umum
sja
DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nasarudin, Metodologi penafsiran al-Qur’an, 2000 cet II,

Yogjakarta:Pustaka pelajar.

Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jilid 2, 1994, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.

Kadar M Yusuf, Study al- Qur’an, 2010, Jakarta:Penerbit Amzah

M. Qurais Shihab, Kaidah Tafsir, 2015, Jakarta:Lentera Hatia.

Muhammad Ridho, Tafsir dalam Dinamika Sosial, 2010, Yogyakarta, Teras.

Muhammad H}usein al-Dzahabi>, Tafsi>r wal Mufassiru>n, Jilid 2, 2000,

Kairo:Maktabah} Wah}bah.

Abdul al Hay Al-Farmawi, Metode Tafsir Maughuiy, 1996, Jakarta:Raja Grafindo.

Muhammad Ali Iyazi, al-Mufassiru>n Haya>tuhum wa Mana>hijuhum,

M. Izzan, Ilmu Tafsir, 2007, Bandung: Tafakkur

Muhammad H}usein al-Dzahabi>, Tafsi>r wal Mufassiru>n, Jilid 2, 2000,

Kairo:Maktabah} Wah}bah

Anda mungkin juga menyukai