Anda di halaman 1dari 6

Nama : Andita Rizka Ramadhanti

NPM : 202001500623
Tugas : Psikologi Perkembangan Dewasa dan Usia Lanjut. BAB 5-6

BAB 5
1. Masa dewasa tengah (madya) mencakup waktu yang lama dalam rentang kehidupan.
Pada masa periode ini, individu melakukan penyesuaian diri secara mandiri terhadap
kehidupan dan harapan sosial. Kebanyakan orang pada tahapan dewasa tengah
(madya), mereka mampu bertanggung jawab terhadap generasi berikutnya. Masa ini
merupakan masa yang produktif dan kreatif. Para ahli biasanya membagi periode
dewasa tengah (madya) ke dalam dua sub bagian, yaitu: usia madya dini yang
membentang dari usia 40 hingga 50 tahun sampai 60 tahun. Selama usia tengah
(madya) lanjut, perubahan fisik dan psikologis yang pertama kali mulai selama 40-an
awal lebih kelihatan.

Seifert dan hoffnung mendefinisikan perkembangan (development) sebagai


“Long-tern changes in a person’s growth feelings, patterns of thinking, social
relationship, and motor skills.” Sementara Chaplin mengartikan perkembangan
sebagai perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme dari lahir
sampai mati, pertumbuhan, perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari
bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional, kedewasaan atau
kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak dipelajari.

2. Ciri-ciri usia tengah (madya)


● Masa yang ditakuti (A dreaded perioded)
Bagi wanita, usia dewasa madya berarti menurunnya kemampuan reproduksi dan
datangnya menopause, berarti merosotnya daya Tarik seksual. Mereka khawatir dan
sangat men-dambakan kembalinya perasaan suami seperti ketertarikan suami di
masa-masa muda. Bagi pria, usia dewasa madya merupakan usia yang mengandung
arti menurunnya kemampuan fisik (secara menyeluruh) termasuk menurunnya
vitalitas seksual.
Menurut E.B Hurlock dalam bukunya development psychology yang terbit pada tahun
1968, kurangnya pengetahuan tentang usia dewasa madya dan kurangnya persiapan
untuk menghadapi masa itu merupakan sebagian penyebab adanya rasa takut terhadap
usia itu.

● Masa transisi (A time of transition)


Tidak jauh berbeda dengan masa pubertas yang merupakan jauh berbeda dengan masa
pubertas yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja
(adolescence) dan masa dewasa, usia dewasa tengah (madya) juga merupakan suatu
masa transisi. Bagi orang dewasa dalam masa usia dewasa tengah (madya), sebagian
ciri-ciri fisik dan perilakunya memperlihatkan ciri-ciri dewasa awal, sementara
banyak ciri fisik dan perilakunya memperlihatkan ciri-ciri baru sebagai orang yang
sudah tua.

● Masa penyesuaian kembali (A time of a adjustment). Cepat atau lambat, individu


haruslah membuat penyesuaian-penyesuaian kembali terhadap adanya
perubahan-perubahan fisik yang dialami. Penyesuaian terhadap peranan-peranan yang
berubah biasanya ini lebih sukar dilakukan daripada yang dilakukan terhadap
kondisi-kondisi fisik yang berubah.

3. Tugas-tugas usia madya


a. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik.
Tugas ini meliputi, individu dewasa madya dituntuk untuk mau melakukan
penerimaan dan penyesuaian dengan berbagai perubahan fisik. Ini merupakan
penyesuaian yang cukup sulit, karena baik individu laki-laki maupun perempuan
harus mengubah penampilan. Individu harus menyadari bahwa kondisi fisiknya tidak
lagi sekuat masa lalu dan daya Tarik seksual, dorongan seks, serta x $ sudah semakin
berkurang, bahkan pada sebagian besar perempuan kemampuan repruduksinya telah
berakhir bahkan mulai menopause.

b. Penyesuaian diri terhadap perubahan minat.


Pada masa ini, seiring dengan semakin bertambahnya usia, biasanya minat cenderung
lebih ditekan daripada dikembangkan, seperti dalam penampilan tidak lagi harus
mengikuti mode yang sedang trend, melainkan selalu disesuaikan dengan perubahan
fisik yang dialami. Karena pertambahan usia, dalam rekreasi tidak lagi hanya sekedar
refreshing, melainkan ada unsur olah raga, dalam rangka menjaga kondisi fisik yang
dialami.

c. Tugas-tugas perkembangan yang berhubungan dengan penyesuaian jabatan pekerjaan,


yang dapat memungkinkan seseorang untuk memantapkan dan memilihara suatu
kestabilan kehidupan ekonomi keluarganya.

d. Penyesuaian dengan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan berkeluarga dan


bermasyarakat. Tugas yang penting dalam kategori ini meliputi, mencapai tanggung
jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara yang baik.

Jadi dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan dewasa madya
adalah melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan kondidi fisik, minat, standar
hidup keluarga dan masyarakat.

4. Masalah-masalah yang terjadi pada perkembangan masa dewasa tengah (madya)


a. Permasalahan pada perkembangan fisik
Banyak individu pada periode ini berusaha keras agar terlihat lebih muda, seperti
melakukan bedah kosmetik, mengecat rambut, mengenakan wig, dan mengkonsumsi
jumlah besar vitamin yang diperuntukan bagi usia paruh baya ini. Hal demikian
mencerminkan keinginan untuk mengendalikan proses penuaan dan merupakan
permasalahan yang terjadi di usia madya.

b. Permasalahan pada masa perkembangan kognitif


Pada masa dewasa tengah (madya) individu akan mulai mengalami permasalahan
penurunan memori dimana kapasitas memori yang sudah dipenuhi dengan memori
pada masa sebelumnya, namun kemampuan memori ini dapat terorganisir jika
menggunakan pemilahan informasi yang secara efektif dilakukan.
c. Permasalahan pada masa perkembangan sosio-emosi. Pria tengah baya mulai
memikirkan hubungan yang telah hilang selama mengejar karir, kini saatnya ia mulai
memikirkan anak-anak. Sedangkan bagi wanita ini saatnya untuk menyibukan dirinya
di luar rumah. Sekian tahun telah membesarkan anak-anak, sekarang ia siap
menghadapi tantangan baru di luar rumah.
5. Generativitas
Generativitas (generativity) adalah tahap perkembangan psikososial ke tujuh yang
dialami individu selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas
adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk-produk, ide-ide,
dan sebagainya). Serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk
generasi mendatang. Transmisi nilai-nilai sosial ini diperlukan untuk memperkaya
aspek psikoseksual dan aspek psikososial kepribadian. Apabila generativitas lemah
atau tidak diungkapkan, maka kepribadian akan mundur, mengalami pemiskinan dan
stagnasi.
Apa yang disebut Erikson dengan generativitas pada masa setengah baya ini ialah
suatu rasa kekhawatiran mengenai bimbingan dan persiapan bagi generasi yang akan
datang. Pemeliharaan terungkap dalam kepedulian sesorang pada orang-orang lain,
dalam keinginan memberikan perhatian pada mereka yang membutuhkannya serta
berbagi dan membagi pengetahuan serta pengalaman dengan mereka. Nilai
pemeliharaan ini tercapai lewat kegiatan membesarkan anak, mengajar, memberi
contoh, dan mengontrol.

Jawaban. BAB 6

1. Pernikahan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan. Dengan adanya
pernikahan seorang pria dan seorang wanita akan secara sah menjadi sepasang suami
istri yang dapat saling berbagi banyak hal, melimpahkan dan mendapatkan kasih
sayang, memperoleh keintiman tanpa melanggar norma masyarakat, serta
memperoleh keturunan yang merupakan salah satu fase yang dianggap penting dalam
kehidupan sosial masyarakat.

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Wahyu (2009) bahwa dengan pernikahan
seseorang mendapatkan teman hidup, pelipur lara, kepuasan seksual, keturunan,
kekerabatan, kenikmatan fisik, kebanggaan diri, hiburan-hiburan, kebersamaan,
kesetiaan, ilmu, wawasan dan seterusnya.

2. Dimensi pertama berupa kognitif, merupakan masuknya persepsi individu terhadap


pernikahan. persepsi tersebut bisa mengarah ke arah positif maupun negatif. Persepsi
positif disini adalah seorang memandang pernikahan sebagai lembaga yang
memberikan kenyamanan serta mendapatkan kenikmatan dalam ikatan yang sah
secara hukum dan agama. Persepsi negatif terhadap pernikahan adalah ketika
seseorang memandang pernikahan sebagai suatu hal yang menakutkan karena akan
dihadapkan pada masalah-masalah baru dalam kehidupannya.

Dimensi kedua yaitu berupa afektif dimana sikap seseorang sangat ditunjukkan secara
langsung, Apakah ia menganggap pernikahan sebagai suatu yang menyenangkan atau
menyedihkan. Apabila seseorang memandangnya secara positif ia akan merasa bahwa
pernikahan adalah sesuatu yang menyenangkan, sedangkan apabila seseorang
memandangnya secara negatif maka ia akan menganggap pernikahan sebagai sesuatu
yang menyedihkan.

Dimensi ketiga berupa konotif di mana dimensi ini menunjukkan kecenderungan


sikap seseorang. Apabila pandangan dan perasaannya terhadap pernikahan adalah
positif maka seseorang akan cenderung menerima suatu ikatan pernikahan sebagai
fase yang akan dilewati dalam kehidupannya, Sedangkan apabila persepsi dan
perasaan seseorang terhadap pernikahan adalah negatif, maka ia akan cenderung
untuk tidak ingin terikat dalam komitmen pernikahan

3. Pada masa ini mereka akan menindaklanjuti hubungan dengan teman dekatnya agar
dapat segera melangsungkan pernikahan, sehingga dapat membentuk dan memelihara
kehidupan rumah tangga secara mandiri, yakni terpisah dari orang tua. Pada
kehidupan rumah tangga yang telah dibentuk, masing-masing pihak memiliki peran
ganda yakni sebagai individu yang bekerja di lembaga pekerjaan maupun sebagai
Ayah atau Ibu bagi anak-anaknya. Seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga
sedangkan wanita sebagai ibu rumah tangga, tanpa meninggalkan tugas di tempat
mereka bekerja.

4. Sebagian besar individu dewasa Tengah yang menikah menyatakan cukup luas
dengan pernikahannya. Ada kemungkinan berbagai masalah serupa pun telah
diselesaikan titik bagi individu yang matang dalam aspek psikisnya, maka resiko
terjadinya perceraian dapat lebih kecil dan kurang Intens dibandingkan individu yang
masih muda. Selain itu, pada pasangan suami istri di dalam rumah tangga, mungkin
mereka akan mengalami lebih sedikit kekhawatiran finansial, lebih sedikit tugas dan
pekerjaan rumah tangga, dan semakin banyak waktu untuk mereka habiskan bersama.

5. Perceraian merupakan putusnya ikatan pernikahan yang terjadi apabila kedua belah
pihak baik suami maupun istri merasakan ketidakcocokan dalam menjalani hubungan
rumah tangga. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang pernikahan tidak
memberikan definisi mengenai perceraian secara khusus namun dalam pasal 38
menyebutkan bahwa pernikahan bisa putus karena, kematian, perceraian dan ketiga
adalah keputusan pengadilan.

Perceraian dapat terjadi pada suatu pasangan yang telah berumah tangga dikarenakan
ketika masing-masing pihak mengutamakan egonya sendiri-sendiri, maka yang terjadi
adalah kehancuran dalam perceraian. Masalah yang memicu pertengkaran suami istri
banyak sekali penyebabnya, antara lain masalah ekonomi seks, kekerasan dalam
rumah tangga, dan lain-lain. Salah satu masalah yang seringkali menjadi penyebab
perceraian adalah masalah perselingkuhan.

Menurut Nazwa (2008) menyatakan banyak sekali dampak negatif dari perceraian
yang bisa muncul pada anak titik marah pada diri sendiri marah pada lingkungan,
mencari pembangkang, tidak kesabaran, implusif apatis, menarik diri dari lingkungan,
adalah dampak-dampak dari perceraian pada anak dampak lain adalah anak jadi
ketakutan terhadap kegagalan dan prahara dalam berumah tangga, yang akhirnya
melahirkan sikap traumatis sehingga membuat mereka takut untuk berumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai