Anda di halaman 1dari 12

“DEFERENSIASI SEKSUAL PADA MANUSIA”

BIOLOGI REPRODUKSI
Dosen Pengajar : INGELIA, S.Keb, Bd, M.Keb

Disusun Oleh :
KELOMPOK 6

Nadia : 22601083
Ramadhani Safitri : 22601090
Siti Firda Aulia : 22601097
Virna endriana : 22601103
Ria Rimadani : 22601106
Deswita Zalfa :

KELAS : 1C

S1 KEBIDANAN DAN PROFESI BIDAN


STIKES PAYUNG NEGERI PEKANBARU
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas segala anugerah dan karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul BIOLOGI REPRODUKSI
DIFERENSIASI SEKSUAL PADA MANUSIA. Materi ini membahas tentang bagaimana
Diferensiasi Seksual Pada Manusia. Makalah ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Biologi Reproduksi semester 1 program studi S1 Kebidanan dan profesi, yang diberikan
oleh ibuk INGELIA, S.Keb, Bd, M.Keb. saya berharap, materi ini dapat menambah pengetahuan
dan kompetensi pada teman – teman semua.

saya sadar bahwa isi materi dari makalah saya ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
sebab itu saran maupun kritik dari pembaca saya terima dengan senang hati.

PEKANBARU, 06 NOVEMBER 2022

KELOMPOK 6

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumus Masalah....................................................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................5
A. Determinasi Dan Diferensiasi Seks......................................................................................5
B. Kelainan Determinasi Dan Diferensiasi Seks.......................................................................8
C. Masalah Dengan Perkembangan Seksual.............................................................................9

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................11


a. Kesimpulan.......................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................12

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diferensiasi seksual adalah produk dari perjalanan panjang melalui perkembangan
prenatal. Perjalanan ini dimulai di DNA, bergerak ke organ seks kita, lalu membentuk sisa
tubuh dari sana. Pembentukan ini mengatur anatomi kita di sepanjang garis pria dan wanita.

Namun, ada perbedaan dalam cara kami mengungkapkan sifat-sifat laki-laki dan
perempuan ini. Beberapa dari kita adalah laki-laki, namun tidak terlalu maskulin, dan yang
lain dari kita perempuan, namun tidak terlalu feminin. Beberapa dari kita tidak
mengidentifikasi dengan jenis kelamin yang dikenal. Anehnya, banyak dari perbedaan ini
muncul dari modifikasi kecil ke default perempuan.

Otak merupakan organ yang paling penting dalam tubuh manusia. Organ inilah yang
mengontrol seluruh kerja tubuh. Awal pembentukan susunan saraf pusat atau otak dimulai
setelah kehamilan 3-4 minggu kehamilan. Diferensiasi dan perkembangan otak pada
tahap awal dipengaruhi oleh kromosom seks (kromosom X dan Y). Perbedaan
perkembangan pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh faktor hormonal
yang mengakibatkan perbedaan secara fisik maupun psikis.

Abnormalitas kromosom seks, berupa kelainan jumlah maupun struktur kromosom dan
dapat menyebabkan terjadinya kelainan genetik atau kelainan kongenital. Tulisan ini
bertujuan mengetahui peranan gen yang terdapat kromosom seks (X dan Y) terhadap
perkembangan otak pada jenis kelamin laki-laki dan wanita. Abnormalitas pada struktur
kromosom Y mengakibatkan terjadinya gangguan hormonal pada individu yang dapat
menyebabkan ketidakjelasan jenis kelamin. Abnormalitas kromosom X baik jumlah maupun
struktur berpengaruh terhadap perkembangan amygdala yang terdapat di dalam forebrain,
dan dapat menyebabkan gangguan kecerdasan.

B. RUMUS MASALAH
1. Apa Itu Diferensiasi Seks?
2. Apa Aja Kelaianan Pada Diferensiasi Seks?

C. TUJUAN
1. Mengetahui Diferensiasi Seks
2. Mengetahui Kelaianan Diferensiasi Seks

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. DETERMINASI DAN DIFERENSIASI SEKS

Pada awal kehamilan, ada beberapa perbedaan antara kedua jenis kelamin. Anatomi kita
yang berkembang tidak dapat dibedakan dan pada dasarnya ambigu. Diferensiasi mulai
terungkap sekitar minggu kesembilan. Di sini, gonad berubah menjadi testis atau ovarium,
perubahan yang mengawali diferensiasi seksual lainnya.
Gen yang disebut SRY (untuk menentukan jenis kelamin kromosom Y) adalah gen
spesifik yang menentukan kelainan. SRY berisi cetak biru protein yang disebut testes
specified factor (TDF), yang merupakan faktor transkripsi yang berinteraksi dengan DNA
untuk menyalakan transkripsi gen yang diperlukan untuk pengembangan testis. Setelah testis
terbentuk, mereka mulai mengeluarkan hormon testosteron (dalam bentuk
dihydrotestosterone, atau DHT). Testosteron mendukung pengembangan sistem reproduksi
laki-laki dan mengarahkan perkembangan genitalia eksterna. Tubulus yang diperlukan untuk
ejakulasi semen lengkap sekitar 14 minggu kehamilan (yang merupakan awal dari trimester
kedua kehamilan).
Pada sekitar waktu itu, penis, testis, dan skrotum berkembang dari tuberkulum urogenital,
pembengkakan urogenital, dan lipatan urogenital. Tuberkulum urogenital menjadi penis
glans pada pria, lipatan urogenital menjadi batang penis, dan pembengkakan urogenital
menjadi skrotum. Jika SRY tidak ada, gonad primer berkembang menjadi ovarium, namun
diperlukan dua kromosom X agar ovarium dapat dipertahankan.
Tidak adanya DHT pada janin menyebabkan perkembangan alat kelamin eksterna wanita.
Tanpa DHT, tuberkulum urogenital menjadi klitoris (yang setara dengan glans penis),
pembengkakan urogenital menjadi labia mayora, dan lipatan urogenital menjadi labia minora.
Genitalia eksterna wanita berkembang bahkan jika genitalia internal gagal berkembang.
Struktur wanita eksternal selesai antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu.
Seks merupakan kriteria biologis yang membedakan pria dan wanita, yang dipengaruhi
oleh kromosom individu, gonad, morfologi (internal dan eksternal) serta karaketeristik
hormon. Kromosom seks yang terbentuk pada individu mendasari terjadinya diferensiasi

5
seks. Pada saat fertilisasi, yaitu fusi sel ovum dan sel sperma, terjadi determinasi seks
embrio. Sel ovum mempunyai komponen kromosom 23, X, sedangkan sel sperma
mempunyai komponen kromosom 23, X atau 23,Y.22 Fusi sel ovum dan sel sperma
menghasilkan sel diploid dengan kariotipe 46, XX (kromosom wanita) atau 46, XY
(kromosom pria).
Pada 6 minggu pertama perkembangan embrio, terbentuk sepasang bubungan
longitudinal (gonadal ridge), sel germinativum, duktus internal, dan genitalia eksterna yang
berpotensi menjadi embrio dengan kariotipe 46, XX atau 46, XY. Gonadal ridge terbentuk
dari ploriferasi epitel dan pemadatan mesenkim. Berdasarkan determinasi seks pada embrio,
gonadal ridge berdiferensiasi menjadi ovarium atau testis, sedangkan sel germinativum
berkembang menjadi oosit atau spermatosit. Sedangkan salah satu dari dua duktus internal
akan berkembang dan yang lain akan mengalami regresi. Genitalia eksternal akan
bekembang sesuai dengan determinasi seks pada embrio, menjadi genitalia pria atau
genitalia wanita. Gonadal ridge berada di pertengahan urogenital ridge yang dapat dideteksi
5 minggu setelah gestasi. 24-26 Sel germinativum primordial muncul pada tahap awal
perkembangan di antara sel – sel endoderm di dinding yolk sac dekat alantois. Sel – sel ini
bermigrasi dengan gerakan amoboid di sepanjang mesenterium dorsal usus belakang,
kemudian sampai ke gonad primitif pada awal minggu kelima dan menginvasi genital ridge
pada minggu keenam. Sel germinativum mempunyai kariotipe 46,XX atau 46, XY. Apabila
sel germinativum tidak mencapai gonadal ridge, maka gonad tidak akan terbentuk.

Oleh karena itu, sel germinativum mempunyai pengaruh induktif pada perkembangan
gonad menjadi ovarium atau testis. Sesaat sebelum dan setibanya sel – sel germinativum
primordial, epitel genital ridge berploriferasi. Kemudian terbentuklah sejumlah korda yang
ireguler yaitu korda seks primitif. Pada embrio pria dan wanita, korda akan berhubungan
dengan epitel permukaan, sehingga gonad pria dan wanita sulit dibedakan. Oleh karena itu,
gonad tersebut disebut dengan gonad indiferen.
Embrio pria dan wanita mempunyai dua pasang duktus genitalia yaitu duktus
mesonefrikus (wolfii) dan duktus paramesonefrikus (mülleri). Duktus wolfi dapat terdeteksi
pada saat umur gestasi 4 minggu. Sedangkan duktus mülleri muncul setelah gestasi berumur
6 minggu. Duktus wolfii akan membentuk struktur epididimis, vas deferens dan vesikula

6
seminalis, sedangkan duktus mülleri akan berkembang menjadi tuba falopi, uterus dan portio
posterior vagina.24,28 Apabila embrio secara genetik adalah pria, 46, XY, maka korda seks
primitif akan berploriferasi dan menembus ke dalam medula, membentuk testis atau korda
medularis. Perkembangan tersebut dipengaruh oleh gen SRY pada kromosom Y, yang
mengandung testis determining factor. Selain itu dipengaruhi juga oleh gen Steroidogenic
Factor-1 (SF-1) dan SOX-9.28 Ke arah hilus kelenjar, korda terurai menjadi jalinan untaian
halus, yang kemudian membentuk tubulus rete testis. Selanjutnya terbentuk suatu lapisan
fibrosa padat yang memisahkan korda testis dari epitel permukaan yang disebut tunika
albuginea.
Pada bulan keempat, ujung korda testis bersambungan dengan rete testis. Korda tetstis
terdiri dari sel germinativum dan sel sustentakular sertoli yang berasal dari epitel permukaan
kelenjar. Sel sertoli berada di dalam tubulus seminiferus dan mengelilingi sel germinativum
serta menghasilkan Müllerian Inhibiting Substance (MIS) yang berfungsi menghambat
perkembangan duktus mülleri.
Diantara korda – korda testis terdapat sel Leydig interstitial yang berasal dari mesenkim
gonadal ridge, yang mulai berkembang setelah terjadi diferensiasi korda. Pada minggu
kedelapan kehamilan, sel Leydig mulai menghasilkan hormon testosteron. Di dalam testis
terjadi mitosis dari sel germinativum dan membentuk spermatogonium. Terdapat dua
mekanisme yang mampu menjelaskan berhentinya proses mitosis pada sel germinativum
laki – laki yaitu, kontak fisik antara sel germinativum dan sel sertoli, dan adanya substansi
inhibitor yang menghambat proses mitosis yang dihasilkan oleh tubulus seminiferus.
Determinasi testis dikontrol oleh faktor genetik. Willms Tumor-1 (WT-)1 merupakan factor
transkripsi untuk perkembangan gonad bipotensial menjadi testis atau ovarium.
Selain itu juga terdapat SF-1 yang dibutuhkan untuk membentuk gonad bipotensial.
Peningkatan transkripsi SF-1 dan DAX-1 pada locus Xp21-p22 dibutuhkan pada awal
perkembangan gonad. Beberapa gen juga dibutuhkan untuk melengkapi determinasi testis.
Regio determinasi seks pada kromosom Y (SRY) yang mengandung testis determining
factor berlokasi pada segmen 35-kb pada lengan pendek kromosom Y. Apabila terjadi
perkembangan fungsional gen SRY, gonad bipotensial akan mengalami determinasi menjadi
testis. SF-1 tidak hanya berperan dalam determinasi testis, tetapi juga berperan dalam regresi
duktus mülleri. Jumlah SF1 dan DAX-1 tinggi pada ekspresi gen SRY.

7
Pada embrio dengan kromosom 46, XX, gonad bipotensial akan mengalami
folikulogenesis dan perkembangan endokrin. Pada ovarium janin, terjadi peningkatan
aktivitas sitokrom P450 aromatase yang mengakibatkan ovarium mengalami diferensiasi,
akan tetapi tidak diketahui tempat produksi hormon seks steroidnya. Terjadinya determinasi
ovarium dikarenakan tidak adanya gen SRY pada kromosom Y. Tidak adanya gen SRY
pada wanita, mengakibatkan terjadinya penurunan ekspresi SF-1, dimana reseptornya
ditemukan pada regio promoter DAX-1, sehingga SF-1 berpotensi mengatur regulasi
ekspresi DAX-1. Pada minggu ketujuh gestasi, mulai terbentuk alat genitalia laki – laki.
Apabila hormon androgen tidak muncul sampai minggu keduabelas gestasi, maka
maskulinisasi tidak akan terjadi. Hormon testosteron menginduksi pertumbuhan duktus
wolfii, sedangkan hormon dehidrotestoteron dibutuhkan untuk maskulinisasi alat genitalia
eksterna pada laki – laki. Maskulinisasi pada alat genitalia eksterna laki – laki meliputi ;
bertambahnya jarak anogenital, menyatunya lipatan uretral, dan pertumbuhan serta
menyatunya garis tengah pada scrotal. Penis terbentuk dari tuberkel genital dan terus
tumbuh selama masa gestasi.
Sedangkan pada wanita, tidak adanya hormon testosteron mengakibatkan pembengkakan
pada lipatan uretral membentuk labia mayor dan labia minor. Klitoris terbentuk dari tuberkel
genital.

B. KELAINAN DETERMINASI DAN DIFERENSIASI SEKS


Selama perkembangan embrio, gonad akan berkembang menjadi gonad bipontensial
terlebih dahulu. Apabila terjadi kelainan akan mengakibatkan kelainan perkembangan seks atau
yang disebut dengan Disorders of Sex Development (DSD). Salah satu bentuk kelainan DSD
adalah disgenesis gonad (DG), yaitu testis atau ovarium gagal berkembang sempurna yang
diakibatkan karena kelainan jumlah atau struktur kromosom seks, atau karena adanya mutasi gen
pada saat perkembangan gonad. Apabila terjadi kelainan perkembangan lempeng gonad (gonad
streak) akan menghasilkan individu yang mempunyai kariotipe 46,XY dengan disgenesis gonad
sempurna (Pure Gonadal Dysgenesis (PGD)) yang disebut dengan swyer syndrome .
Individu dengan PGD akan berkembang menjadi individu wanita dengan organ dalam seperti
wanita normal, akan tetapi terdapat kelainan pada perkembangan alat genitalia eksterna dan

8
kariotipenya (46,XY). Mutasi atau delesi pada gen SRY, sekitar 15 – 20% akan mengakibatkan
terjadinya DG.
Insidensi terjadinya Swyer syndrome adalah 1:100.000 kelahiran neonatus. Sedangkan
apabila terjadi kelainan perkembangan lempeng gonad pada individu dengan kromosom 46, XX
akan menghasilkan individu dengan kelainan PGD. Kelainan tersebut bisa dikarenakan adanya
mutasi pada PSMC3IP/HOP2 yang menghilangkan koaktivator untuk transkripsi estrogen. Selain
karena disgenesis gonad, kelainan determinasi dan diferensiasi seks juga diakibatkan adanya
kelainan kromosom. Salah satu jenis kelainan kromosom yang sering dijumpai adalah adanya
kromosom mosaik. 45, X (Turner Syndrom), Turner’svariants ; 45,X/46,XX 45,X/46, XY.
Sindrom Turner merupakan jenis kelainan kromosom yang sering dijumpai, dengan frekuensi 1 :
2500 kelahiran neonatus dengan fenotip wanita. Sindrom Turner dengan kariotipe 45, X
merupakan jenis kelainan yang paling sering dijumpai. Monosomi kromosom X terjadi karena
adanya nondisjunction sebagai hasil dari kegagalan kromatid seks memisah selama proses
meiosis gamet orang tua.

C. MASALAH DENGAN PERKEMBANGAN SEKSUAL


Proses kompleks diferensiasi seksual yang melibatkan gen dan hormon bukan tanpa
kesalahan. Berikut adalah masalah yang bisa terjadi pada stimulasi hormonal alat kelamin:
1) Ketidakpekaan Androgen
Seorang pria yang tidak dapat mengembangkan genital luar pria memiliki sensitivitas
androgen. Embrio dengan reseptor androgen abnormal tidak dapat mengikat DHT yang
diperlukan untuk menghasilkan alat kelamin laki-laki. Oleh karena itu, mereka mungkin
laki-laki secara genetis (XY), tetapi mereka memiliki genital wanita eksterna.

2) Hermafrodit
Orang dengan beberapa karakteristik pria dan beberapa wanita adalah hermaprodit.
Kondisi ini bisa berakibat dari ketidakseimbangan hormon. Pada embrio yang
mensekresikan adrenal androgen (hormon yang terlibat dalam sintesis normal DHT dan
testosteron), perempuan genetik mungkin memiliki genitalia eksternal yang maskulin
lengkap dengan penis tetapi memiliki ovarium normal dan struktur reproduksi internal
wanita lainnya. Atau, laki-laki genetik mungkin tidak dapat diobati.

9
3) Sindrom Klinefelter
Laki-laki dengan sindrom Klinefelter memiliki setidaknya dua kromosom X dan satu
kromosom Y (XXY). Mereka biasanya memiliki testis kecil yang tidak menghasilkan
cukup testosteron. Akibatnya, karakteristik seks sekunder pria, seperti rambut wajah,
mungkin tidak berkembang total, dan pria biasanya tidak subur. Laki-laki dengan sindrom
Klinefelter cenderung lebih tinggi; Mereka mungkin juga memiliki karakteristik
feminisasi seperti payudara yang membesar. Pengobatan dengan terapi hormon dapat
sangat mengurangi efek ini dan memungkinkan pria berkembang lebih normal dan
memiliki kehidupan seks yang normal.

4) Sindrom Turner
Gangguan genetik ini, yang membuat betina tidak subur, bisa terjadi dengan dua cara.
Pertama, individu genetis wanita (XX) mungkin kehilangan sebagian atau seluruh dari
kromosom X, menghasilkan individu XO (seseorang dengan hanya satu kromosom seks,
X) yang tidak sepenuhnya perempuan dan laki-laki. Kedua, embrio mungkin memiliki
kromosom X dan kromosom Y, yang biasanya mengindikasikan laki-laki, namun terjadi
pelepasan di wilayah gen yang menentukan seks pada kromosom Y. Penghapusan ini
mencegah pengembangan testis, jadi tidak ada DHT yang diproduksi. Genitalia internal
dan eksternal wanita berkembang, namun ovarium gagal sebelum waktunya.

10
BAB III
PENUTUP
a. KESIMPULAN
 Diferensiasi seksual adalah produk dari perjalanan panjang melalui perkembangan
prenatal. Perjalanan ini dimulai di DNA, bergerak ke organ seks kita, lalu
membentuk sisa tubuh dari sana. Pembentukan ini mengatur anatomi kita di
sepanjang garis pria dan wanita.
 Gen yang disebut SRY (untuk menentukan jenis kelamin kromosom Y) adalah gen
spesifik yang menentukan kelainan. SRY berisi cetak biru protein yang disebut
testes specified factor (TDF), yang merupakan faktor transkripsi yang berinteraksi
dengan DNA untuk menyalakan transkripsi gen yang diperlukan untuk
pengembangan testis. Setelah testis terbentuk, mereka mulai mengeluarkan
hormon testosteron (dalam bentuk dihydrotestosterone, atau DHT). Testosteron
mendukung pengembangan sistem reproduksi laki-laki dan mengarahkan
perkembangan genitalia eksterna. Tubulus yang diperlukan untuk ejakulasi semen
lengkap sekitar 14 minggu kehamilan (yang merupakan awal dari trimester kedua
kehamilan).
 Masalah Dengan Perkembangan Seksual ada 4, yaitu : Ketidakpekaan Androgen,
Hermafrodit, Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.undip.ac.id/46289/3/Pirsa_Hatpri_Nur_Ira_22010111120022_Lap_KTI_Bab_2.pdf
https://gitacinta.com/diferensiasi-seksual-pada-manusia-dan-masalah-perkembangan-seksual.htm

12

Anda mungkin juga menyukai