EMBRIOLOGI MANUSIA
GAMETOGENESIS: KONVERSI SEL-SEL BENIH MENJADI GAMET
PRIA DAN WANITA SERTA OVULASI HINGGA IMPLANTASI
OLEH
Kelompok 1
Rizkiyah Novianti (2320332001)
Bintari Tri Anggraeni (2320332002)
Rezi Liawati (2320332003)
Yuniarty (2320332004)
Sara Uzlifah (2320332005)
Asiah Nur Azizi (2320332006)
Fitri Anggraini (2320332007)
Putri Gustiriani (2320332009)
Indah Muthara (2320332010)
DOSEN PEMBIMBING :
Prof. Dr. ARNI AMIR, MS
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul
“Gametogenesis: Konversi Sel - Sel Benih Menjadi Gamet Pria Dan Wanita
Serta Ovulasi Hingga Implantasi”. Makalah ini merupakan salah satu tugas dari
mata kuliah dari Embriologi Manusia dan tak lupa kami juga mengucap terima
kasih kepada Dosen Pengampu Prof Dr Arni Amir, MS yang telah memberi arahan
kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami mengetahui adanya kekurangan baik dalam isi, penulisan atapun
penjelasan dalam makalah ini. Dengan demikian, kritik dan saran diharapkan agar
kesempurnaan makalah ini dapat terwujud.
Terima kasih kepada dosen dan mahasiswa yang telah membaca dan
mempelajari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah Gametogenesis: Konversi sel-sel benih menjadi gamet pria dan
gamet wanita?
1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui proses gametogensis: konversi sel-sel benih menjadi gamet
pria dan gamet wanita.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Mudigah pada akhir minggu ketiga, yang memperlihatkan posisi sel
germinativum primordial di dinding yolk sac, dekat dengan perlekatan bakal tali
pusat. Dari lokasi ini, sel-sel tersebut bermigrasi ke gonad yang sedang terbentuk.
3
2.1.1 Teori Pewarisan Kromosom
Sifat individu baru ditentukan oleh gen-gen spesifik pada kromosom
yang diwariskan dari ayah dan ibu nya. Manusia memiliki sekitas 23.000 gen
pada 46 kromosom. Gen-gen pada kromosom yang sama cendrung diwariskan
secara bersama sehingga dikenal sebagai gen tautan (link gene). Didalam sel
soatik, kromosom tampak sebagai 23 pasangan homolog untuk membentuk
jumlah diploid yaitu 46. Terdapat 22 pasangan kromosom yang sepadan, yang
disebut autosom, dan sepasang kromosom seks. Jika pasangan seks adalah XX,
maka individu secara genetik adalah wanita, jika pasangannya adalah XY,
maka individu secara genetik adalah pria. Satu kromosom dari setiap pasangan
berasal dari gamet maternal, oosit dan satu dari gamet paternal sperma. Oleh
sebab itu setiap gamet mangandung jumlah haploid, yaitu 23 kromosom dan
penyatuan kedua gamet pada fertilisasi mengembalikan jumlah diploid yaitu
46 (Sadler, 2013).
4
2.1.2 Mitosis
Mitosis adalah proses pembelahan satu sel untuk menghasilkan dua
sel anak yang secara genetis identik dengan sel induk. Saat mitosis dimulai,
kromosom mulai membentuk kumparan, berkontraksi dan memadat, proses in
menandai dimulainya profase. Setiap kromosom sekarang terdiri dari dua
subunit pararel, kromatid yang disatukan oleh suatu daerah sempit (sentromer)
yang terdapat dikeduanya. Selama profase kromosom terus memadat,
memendek dan menebal. Hanya saat prometafase kromatid dapat dibedakan.
Selama metafae kromosom-kromosom berjajar dalam suatu bidang ekuator dan
struktur gandanya tampak jelas. Tidak lama kemudian sentromer masing-
masing kromosom membelah menandai awal anafase diikuti oleh migrasi
kromatid kekutub gelendong yang berlawanan. Akhirnya selama telofase,
kumparan kromosom mengurai dan memanjang, selubung nukleus kembali
terbentuk dan sitoplasma membelah. Masing-masing sel anak menerima
separuh dari bahan kromosom ganda sehingga mempertahankan jumlah
kromosom yang sama seperti sel induk (SADLER, 2013). Proses pembelahan
utama siklus ini adalah profase, prometafase, metafase, anafase dan telofase
(Susilowati, 2019).
5
2.1.3 Meiosis
Meiosis adalah pembelahan sel yang terjadi pada sel germinativum untuk
menghasilkan gamet pria dan wanita, yaitu masing-masing sperma dan sel telur.
Meiosis memerlukan dua pembelahan sel, meiosis I dan meiosis II, untuk
mengurangi jumlah kromosom menjadi jumlah haploid 23. Seperti pada mitosis, sel
germinativum pria dan wanita (spermatosit dan oosit primer) pada awal meiosis I
mereplikasikan DNA mereka sehingga setiap ke 46 kromosom tersebut digandakan
menjadi sister chromatid. Namun, berbeda dengan mitosis kromosom-kromosom
homolog kemudian bergabung membentuk pasangan-pasangan, suatu proses yang
disebut sinapsis. Pasangan homolog kemudian berpisah menjadi dua sel anak
setelah itu meiosis II yang memisahkan kromosom ganda tersebut. Karena itu,
setiap gamet mengandung 23 kromosom (Sadler, 2013).
Ciri khas meiosis adalah (Susilowati, 2019) :
1. Jumlah kromosom mereduksi sehingga menjadi separuhnya, dari dua set atau
2n (karena berpasangan) pada sel awal menjadi satu set atau n pada sel gamet.
2. Mekanisme ini meningkatkan keanekaragaman genetik gamet tanpa
mengganggu kebutuhan gamet untuk memiliki satu set kromosom
6
Gambar 5. Proses-Proses yang terjadi Selama Pembelahan maturase pertama dan
Kedua
7
2.2.1 Spermatogenesis
Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis.
Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup
pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel,
yang bertujuan untuk membentuk sperma fungsional. Sata lahir, sel-sel
germinativum pada bayi pria dapat dikenali di korda seks testis sebagai sel besar
pucat yang dikelilingi oleh sel penunjang. Sel penunjang yang berasal dari epitel
permukaan kelenjar dengan cara seperti sel folikular, menjadi sel sustentakular atau
sel sertoli. Secara singkat, dapat dijelaskan bahwa sel-sel germinativum primordial
membentuk sel tunas spermatogonia Dari sel tunas spermatogonia muncul sel-sel
yang membentuk spermatogonia tipe A yang pembentukannya menandai dimulai
proses spermatogenesis. Sel spermatogonia tipe A mengalami pembelahan mitotik
hingga menghasilkan spermatogonia tipe B yang kemudian membelah dan
membentuk spermatosit primer. Kemudian spermatosit primer memasuki tahap
profase, diikuti meiosis I dan membentuk spermatosit sekunder. Selama
pembelahan meiotic kedua, sel-sel ini cepat membentuk spermatid haploid (Sadler,
2013).
Gambar 7. Potongan Melintang Korda seks primitive pada neonates pria, dan
Segmen Melintang Tubulus Seminiferus.
8
Gambar 8. Spermatogenesis
9
Proses Spermatogenesis :
Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :
1. Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi
spermatosit primer. Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat
melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini
mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit
primer. Spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23 kromosom
berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut
spermatogonia tipe A. Satu spermatogonia tipe A membentuk satu klon sel
germinativum yang mempertahankan kontak selama diferensiasi. Selain itu,
spermatogonia dan spermatid tetap terbenam dalam ceruk sel sertoli selama
perkembangannya. Sel sertoli berfungsi sebagai melindungi, menjaga, memberi
nutrisi dan membantu pembebasan spermatozoa matur. Spermatogenesis diatur
oleh produksi LH. LH mengikat reseptor di sel leydig dan merangsang produksi
testosteron untuk mendorong spermatogenesis. FSH merangsang pembentukan
cairan testis dan sintesis protein reseptor androgen intersel.
Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B.
Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi
spermatosit primer yang masih bersifat diploid. Spermatosit primer mengandung
kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit
akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
a. Tahapan Meiois
Spermatosit primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak
dan segera mengalami meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder yang n
kromosom (haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara
meiosis II membentuk empat buah spermatid yang haploid juga. Sitokenesis
pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap
terpisah, tapi masih berhubungan lewat suatu jembatan (Interceluler bridge).
10
Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.
11
Gambar 11. Transformasi Spermatid menjadi spermatozoa (atas), Sel
germinativum abnormal (bawah)
2.2.2 Oogenesis
2. Pematangan Oosit sebelum lahir
Diferensiasi sel germinativum primordial menjadi oogonia dimulai Ketika sel
tersebut sampai di ovarium. Sel ini mengalami pembelahan mitotic, dan pada akhir
bulan ketigas sel-sel ini tersusun dalam kelompok kelompok yang dikelilingi oleh
suatu lapisan sel gepeng yaitu sel folikular, berasal dari epitel permukaan yang
menutupi ovarium.
Sebagian besar oogonia terus membelah dengan mitosis, tetapi sebagiannya
terhenti pembelahannya pada tahap profase meiosis I dan membentuk oosit primer.
Pada bulan 3-5 jumlah oogonia meningkat pesat hingga jumlah total sel
germinativum di ovarium mencapai maksimal, diperkirakan sejumlah 7 juta. Pada
masa ini, sel-sel mulai mati dan banyak oogonia serta oosit primer manjadi atretic.
Pada bulan ketujuh, Sebagian besar oogonia mengalami degenerasi.
12
Semua oosir primer tersisa telah masuk ke tahap profase meiosis 1 dan Sebagian
besar diantaranya masing-masing dilapisi sel gepeng, dikenal sebagai folikel
primordial.
13
kapsul fibrosa di bagian luar, teka eksterna. Sel folikel juga membentuk
tonjolan kecil mirip jari yang menembus zona pelusida dan membentuk
jarring dengan mikrovilus membrane plasma oosit, fungsinya adalah untuk
transport bahan dari sel folikular ke oosit.
b. Stadium Sekunder atau Antral ditandai dengan pertumbuhan dan
diferensiasi oosit. Periode antral (Graafian) bergantung pada
gonadotropin. Dari kavitasi atau awal pembentukan antrum, dibutuhkan 60
hari untuk melewati tahap folikel Graaf. Perkembangan selanjutnya muncul
rongga-rongga terisi cairan natar sel granulosa, penyatuan ruang ini
menghasilkan antrum, dan folikelnya dinamai folikel sekunder. Pada
awalnya antrum membentuk bulan sabit, tetapi seiring waktu membesar. Sel
granulosa yang mengelilingi oosit tetap utuh dan membentuk cumulus
ooforus. Setelah matang, folikel sekunder yang kurang lebih berdiameter 25
mm dikelilngi oleh teka interna dan teka eksterna secara bertahap menyatu
dengan stroma ovarium.
Pada setiap siklus ovarium, sejumlah folikel mulai berkembang, tetapi
biasanya hanya satu yang mencapai kematangan sempurna dan sisanya
mengalami degenarasi. Ketika folikel skunder matang, maka LH akan naik
dan memicu fase pertumbuhan preovulasi.
c. Stadium Pre-Ovulasi (Folikel de Graaf) : Demikian proses meiosis 1 selesai,
terbentuklah 2 sel anak dengan ukuran berbeda, masing-masing 23
kromosom berstruktur ganda. Satu sel oosir sekunder mendapat sebgaian
besar sitoplasma sedangkan badan polar pertama tidak emndapat
sitoplasma. Badan polar terletak pada zona pelusida dan membrane sel oosit
sekunder di ruang perivitelina. Sel kemudian masuk ke tahap meiosis II
tetapi terhenti pada saat metaphase sekitar 3 jam sebelum ovulasi. Meiosis
II diselesaikan hanya jila oosit dibuahi.
14
Gambar 13. Potongan Ovarium pada Berbagai Tahap Perkembangan
15
2.3 DAMPAK GANGGUAN PEMBELAHAN SEL
Sel memiliki banyak fungsi, salah satunya adalah pembelahan yang
menunculkan sifat-sifat genetic makhluk dimana bila terdapat ganguan pada
prosesnya dapat menimbulkan komplikasi atau masalah, diantaranya sebagai
berikut :
1. Cacat lahir dan Abortus Spontan : Faktor Kromosom dan Genetik
Disebutkan dalam buku Langman, bahwa penyebab 50% kejadian abortus
adalah kelainan kromosom mayor, yaitu terkait jumlah atau struktur
kromosom. Kelainan kromosom tersering pada janin abortus adalah 45X
(sindrom turner), triploidi, dan trisomy 16. Kelainan kromosom merupakan
penyebab 7% cacat lahir mayor dan mutase gen menyebabkan 8% lainnya.
Penyebab lainnya adalah trisomi, monosomi yang bisa terjadi saat
pembelahan meiosis atau mitosis.
2. Trisomi 21 (Sindrom Down), trisomy 18 dan trisomy 13
Disebabkan adanya tambahan Salinan kromosom 21/trisomy 21.
Disebabkan terjadinya translokasi tak seimbang antara lengan Panjang
kromosom 14 dan 21 selama meiosis I atau II. Dapat juga disebabkan karena
non disjunction mitotic. Yaitu jumlah kromsosom normal namun Sebagian
sel bersifat aneuploid.
3. Sindrom Klinefelter
Ditemukan hanya pada pria dan biasa terdeteksi saat pubertas, ditanai
dengan sterilitas, atrofi testis, hianalisasi tubulus seminiferous, dan biasanya
ginekomastia. Sel-sel memiliki 47 kromosom seks tipe XXY dan satu badan
kromatin seks Badan Barr. Penyebab tersering adalah non disjunction
homolog XX.
4. Sindrom Turner
Kariotipe 45X/monosomi, didapatkan fenotipe Wanita tanpa ovarium.
Penyebabnya kemungkinan kelainan structural kromosom X atau non
disjunction mitosis.
5. Sindrom Triple X
Memiliki dua badan kromatin seks dalam sel
16
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Gametogenesis adalah proses di mana sel-sel kelamin jantan dan betina (gamet)
yaitu, sperma dan ovum terbentuk, masing-masing, dalam gonad pria dan wanita
(testis dan ovarium). Gametogenesis ada dalam dua jenis: Spermatogenesis dan
oogenesis.
Proses pematangan sel germinativum prmitif menjadi gamet matur berbeda
untuk pria dan wanita. Pada Pria sel germinativum primordial tetap dorman sampai
pubertas dan setelahnya baru berdiferensiasi menjadi spermatogonia. Sedangkan
pada wanita, pematangan sel germinativum primordial dimulai sejak sebelum
lahir/masa dalam kandungan dan akan dilanjutkan pada masa pubertas, pembelahan
sel ini tidak akan selesai hingga terjadinya fertilisasi.
Tergangunya proses gametogenesis menyebabkan berbagai komplikasi seperti
abortus hingga cacat lahir dan juga kelainan genetik seperti sindrom down,
klinefelter, sindrom tripple X, ataupun mutasi gen.
3.2 SARAN
Mahasiswa seharusnya dapat menambahkan literatur lain tidak hanya dari
buku saja, namun dapat menambahkan dari berbagai jurnal agar dapat mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Sadler, T.W. 2012. Langman Embriologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta: EGC.
Susilowati, Rina. 2019. Kajian Sel Dan Molekuler. Purwokerto : CV. Pena Persada.
Maryunani, Anik. 2010. Biologi Reproduksi Dalam Kebidanan. Jakarta : Trans Info
Media.
Ganong, William. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta : EGC.
18