Anda di halaman 1dari 13

KESEHATAN IBU HAMIL DARI PERSPEKTIF SOSIAL CULTURE /

BUDAYA
PENDAHULUAN
Kehamilan dan persalinan merupakan fase krisis dalam kehidupan seorang wanita. Peristiwa
ini memiliki dampak pada bagaimana seorang wanita melewati fase transisi untuk menjadi ibu
termasuk kesehatan fisik dan mentalnya dan juga kesejahteraan keluarga secara keseluruhan (Beech
and Phipps, 2004) . Van Gennep (1960) dalam Winson (2006) menggambarkan status sosial seorang
wanita pada saat hamil berada pada status marginality di mana dia mulai berperilaku berbeda dari
biasanya misalnya dengan memperhatikan pola makan, aktifitas, dan lain-lain.

Masyarakat di berbagai budaya memberi perhatian pada fase krisis ini. Pada masa kehamilan
ada banyak ritual yang harus dilakukan yang menandakan bahwa masyarakat di budaya mana pun
menganggap kehamilan sebagai peristiwa yang luar biasa, bukan hanya dalam kehidupan wanita
hamil itu sendiri tetapi juga suami dan keluarganya. Perhatian masyarakat terhadap ibu yang sedang
hamil merupakan bentuk dukungan sosial. Menurut McCourt (2006) ada tiga komponen kunci
dukungan sosial yaitu dukungan emosional, dukungan informasi dan dukungan praktis. Dukungan
emosional ditunjukkan dengan hubungan yang hangat, persaudaraan, persahabatan dan keinginan
untuk mendengar. Saran dan informasi yang baik merupakan contoh dari dukungan informasi.
Sedangkan dukungan finansial pada ibu hamil, pijat untuk mengurangi ketidaknyamanan merupakan
bentuk nyata dukungan praktis.

Dukungan sosial selama kehamilan sangat penting untuk mengurangi stress. Selama
kehamilan dukungan dapat menimbulkan rasa percaya diri pada wanita bahwa dia memiliki
persiapan yang cukup untuk melahirkan. Menurut Oakley (1990) dalam Mander (2001) dukungan
social berperan positif pada kesehatan, secara tidak langsung mengurangi bahaya yang disebabkan
stress, mengurangi resiko terpapar stress dan memudahkan penyembuhan dari kondisi stress seperti
sakit.

Bukan hanya calon ibu, calon ayah pun berada pada periode transisi atau marginalitas (Van
Gennep, 1960) dalam Blackshaw (2003). Hal ini karena meskipun kehamilan dan persalinan
merupakan peristiwa yang dialami perempuan, secara fisik dan sosial, laki-laki terlibat secara
mendalam pada kelahiran anak-anaknya. Pada berbagai budaya calon ayah memiliki peranan untuk
melakukan ritual tertentu selama periode kehamilan. Tugas-tugas itu dilakukan untuk melindungi
ibu dan anaknya serta untuk mempermudah proses persalinan. Heggenhougan (1980) dalam
Helman(2002) menyebutnya sebagai ritual couvade (couvade berasal dari bahasa Perancis, Basque
yang artinya mengerami) yang mana ayah diminta untuk mengikuti tabu atau pantangan tertentu.
Menurut Heggenhougan ritual couvade merupakan suatu keterlibatan yang disadari atau mungkin
tidak disadari. Seorang calon ayah akan melakukan berbagai ritual selama kehamilan seperti
perilaku, diet, spiritual dan sexual, fenomena psikosomatik, pendidikan menjadi orangtua serta
menghindari hal-hal yang bersifat polutan.

Budaya pada masa kehamilan dan persalinan di sebagian daerah telah terjadi pergeseran
namun di sebagian lain masih dipertahankan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh O’Neil (2006)
bahwa semua budaya yang diwariskan cenderung untuk berubah tetapi ada kalanya juga
dipertahankan. Ada proses dinamis yang mendukung diterimanya hal-hal dan ide-ide baru dan ada
juga yang mendukung untuk mempertahankan kestabilan budaya yang ada. Hiller (2003)
menyatakan bahwa ketika perubahan terjadi, maka terjadi destruksi nilai nilai tradisional,
kepercayaan, peran dan tanggungjawab, pendidikan, keluarga dan lain-lain yang hampir simultan
dengan proses konstruksi cara baru sebagai pengaruh dari perubahan sosial. Nilai dan ritual yang
baru ini menggantikan nilai dan ritual yang lama. Namun di sebagian masyarakat adakalanya terjadi
kompromi yang mana nilai dan ritual baru dijalankan dengan tanpa menghilangkan nilai dan ritual
lama.

PERSEPSI KESEHATAN TERHADAP BUDAYA KEHAMILAN


Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor penting untuk diperhatikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga
pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (antenatal care)
adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Kenyataannya berbagai
kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal
yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke
bidan ataupun dokter.

Pada dasarnya masyarakat mengkhawatirkan masa kehamilan dan persalinan. Masa


kehamilan dan persalinan dideskripsikan oleh Bronislaw Malinowski menjadi fokus perhatian yang
sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Ibu hamil dan yang akan bersalin dilindungi secara
adat, religi, dan moral dengan tujuan untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi. Mereka menganggap
masa tersebut adalah masa kritis karena bisa membahayakan janin dan/atau ibunya. Masa tersebut
direspons oleh masyarakat dengan strategi-strategi, seperti dalam berbagai upacara kehamilan,
anjuran, dan larangan secara tradisional (Malinowski, Bronislaw, 1927: 76).

Permasalahan yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi.
Permasalahan gizi pada ibu hamil di Indonesia tidak terlepas dari faktor budaya setempat. Hal ini
disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa
makanan. Kepercayaan bahwa ibu hamil pantang mengkonsumsi makanan tertentu menyebabkan
kondisi ibu hamil kehilangan zat gizi yang berkualitas. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak
berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang
sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negative terhadap
kesehatan ibu dan janin. Kemiskinan masyarakat akan berdampak pada penurunan pengetahuan
dan informasi, dengan kondisi ini keluarga, khususnya ibu akan mengalami resiko kekurangan gizi,
menderita anemia dan akan melahirkan bayi berat badan lahir rendah. Tidak heran kalau anemia
dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.

Tingkat pengetahuan tentang anemia pada ibu hamil di daerah pedesaan masih banyak yang
termasuk kategori kurang. Ibu hamil yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang tentang anemia
berarti pemahaman tentang pengertian anemia, hal -hal yang menyebabkan anemia, tanda dan
gejala anemia, hal-hal yang diakibatkan apabila terjadi anemia, maupun tentang perilaku kesehatan
untuk mencegah terjadinya anemia menjadi kurang untuk dapat menghindari terjadinya anemia
kehamilan (Riny, 2014). Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah
merah(hemoglobin).Besi dapat diperoleh dengan mengonsumsi hati, daging merah, sayuran hijau,
wijen, kuning telur, serealia, dan sarden (Kristiyanasari,2010).

Asupan Fe yang kurang 1,3 Kali lebih berisiko di bandingkan asupan Fe yang cukup. Berkembangnya
volume darah selama kehamilan dan tuntutan dari janin yang sedang berkembang memposisikan ibu
hamil pada risiko lebih tinggi untuk kekurangan zat besi atau anemia. Sehingga Asupan Fe ibu hamil
dari makanan harus bertambah dan jika asupan Fe ibu hamil kurang maka akan meningkatkan risiko
kejadian anemia pada ibu hamil.
PERILAKU KESEHATAN IBU HAMIL DALAM PEMILIHAN MAKANAN
Ibu hamil menjadi salah satu perhatian masyarakat, khususnya dalam hal kesehatan
kehamilan. penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, keyakinan dan emosi memegang peranan
yang sangat penting. Tingkatan dari sikap sendiri ada beberapa yaitu menerima, merespon,
menghargai dan yang memiliki tingkatan paling tinggi yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya (Pratiwi, 2013: 67-68).

Sikap yang mereka miliki tidak terlepas dari peran orang tua yang selama ini memengaruhi
pikirannya, khususnya dalam hal pola makan sehat untuk ibu hamil. Salah satu yang berpengaruh
besar dalam perilaku ibu hamil adalah orang tua. Ibu hamil yang ada di Pucakwangi, yang masih
sangat menghormati orangtua dan mengikuti aturan yang diberikan orang tua mengenai makanan
yang dikonsumsi. Perubahan perilaku melalui pemberian informasi, bukanlah sekedar perubahan
monitorik saja, tetapi juga menyangkut pola perubahan persepsi dan konsep kesehatan, serta
perubahan sikap terhadap tindakan yang dianjurkan.

Aturan yang terjadi antara orangtua untuk anak-anaknya akan membuat ikatan yang sangat
kuat. Tetapi, berbeda ketika ibu hamil tidak menuruti keinginan yang diinginkan oleh orangtua.
Keadaan seperti inilah yang akan mempengaruhi pola pikirnya untuk berperilaku baik. Seperti halnya
WHO yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara individu dengan lingkungan yaitu antara
individu, lingkungan keluarga, lingkungan terbatas dan lingkungan umum (dalam Notoatmodjo,
2003:124-125).

Seluruh kebiasaan individu atau masyarakat, baik secara sadar maupun tidak lah yang akan
mengarah pada upaya ibu hamil untuk menolong dirinya sendiri dari masalah kesehatan. Ada
beberapa ciri-ciri ibu hamil dalam hal memilih makanan, yaitu sebagai berikut:

(1) mengerti dengan keadaan kehamilan dan apa yang harus dilakukannya,

(2) hanya menuruti apa yang diungkapkan oleh orang tua,

(3) menuruti apa yang diungkapkan oleh bidan,

(4) tidak peduli dengan semuanya,

(5) memiliki keyakinan sendiri,

(6) tidak doyan makan.


BUDAYA KEHAMILAN DAN PERSALINAN PADA MASYARAKAT BADUY

Permasalahan kesehatan ibu dan anak (KIA) hingga kini menjadi prioritas program kesehatan
di Indonesia. Besarnya masalah KIA terlihat dari angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi
(AKB) (Kesehatan, 2013). Data ASEAN Milenium Development Goals (MDGs) menunjukkan AKI di
Indonesia tahun 2015 mencapai 305 per 100 ribu (Astuti, 2016). Angka ini tiga kali lipat lebih tinggi
daripada target MDGs Indonesia, yaitu 102 per 100 ribu (ASEAN Secretariat, 2017). Angka tersebut
menempatkan Indonesia sebagai negara dengan AKI tertinggi kedua di Asia Tenggara (World Health
Organization, 2014).

Budaya berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, sehingga dapat memberikan dampak baik,
namun tidak sedikit pula yang memberikan dampak kurang baik (Nurrachmawati & Anggraeni,
2010).Hasil riset etnografi menggambarkan bahwa masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang
sangat patuh dan taat dalam melaksanakan budaya dan ritual dalam masa kehamilan dan persalinan
secara turun temurun. Salah satu ritual pada masa kehamilan yaitu tradisi ngaragap beuteung
dengan memijat bagian perut yang disertai dengan jampi-jampi untuk meminta keselamatan ibu dan
janin. Sedangkan budaya persalinan yang dilakukan yaitu persalinan yang dilakukan sendiri tanpa
penolong baik oleh dukun paraji maupun tenaga medis (Ipa, Prasetyo, Arifin, & Kasnodihardjo,
2014). Budaya pada masa kehamilan dan persalinan tersebut dapat memberikan dampak pada
kesehatan ibu dan bayi di masyarakat Baduy.

Penelitian ini dibatasi pada Masyarakat Etnik Baduy Luar dengan menggali lebih mendalam budaya
kehamilan dan persalinan untuk menyingkap aspek soasial budaya terhadap kematian ibu
melahirkan. Hasil pendalaman tersebut untuk menentukan upaya intervensi kesehatan berbasis
budaya dalam membantu menurunkan AKI dan AKB.
GERAKAN SAYANG IBU DALAM UPAYA PENURUNAN AKI DAN AKB
Sekitar setengah juta warga dunia meninggal akibat persalinan ibu hamil setiap tahunnya,
sebagian terbesar berada di wilayah negara berkembang seperti Indonesia. Tak mengherankan jika
masyarakat internasional kemudian menaruh perhatian besar melalui berbagai program, seperti
Menciptakan Kehamilan yang Lebih Aman (Making Pregnancy Safer Program) yang dilaksanakan oleh
World Health Organisation (WHO). Dalam hal ini pemerintah Indonesia tidak tinggal diam.
Menindaklanjuti salah satu rekomendasi dari konferensi internasional kesehatan dunia,
Internasional Conference on Population and Development, di Mesir, Kairo, tahun 1994 dan the
World Conference on Women, di Beijing, 1995, Indonesia kemudian menginisiasi program Gerakan
Sayang Ibu [(GSI) Safe Motherhood Program]. (Rahima, 2005).

Awal dari kemunculan Gerakan Sayang Ibu ini tepat pada puncak acara peringatan Hari Ibu
pada tahun 1996. Acara tersebut diadakan di Desa Jaten, Karanganyar, tempat kelahiran Mantan Ibu
Negara, (alm) Ibu Tien Soeharto. Pada kesempatan itu Presiden Soeharto meluncurkan Gerakan
Sayang Ibu, yang tujuannya mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI). Sebelumnya, pada
9-21 Juni 1996, diadakan Lokakarya Penurunan Angka Kematian Ibu di Jakarta. Di situ Presiden
menekankan perlunya percepatan penurunan AKI.

Pada perjalanannya program ini ternyata justru semakin meredup dari pada sebaliknya.
Pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan keleluasaan bagi pemda untuk mengembangkan
pemerintahannya secara mandiri ditengarai menjadi salah satu penyebab menurunnya pamor
agenda- agenda sentralistik dari tingkat nasional. Merespon hal tersebut, kemudian Ibu Negara Ani
Yudhono melakukan pencanangan revitalisasi GSI, pada tanggal 19 April 2007 di Karawang, Jawa
Barat. Tujuannya masih tetap sama yaitu penurunan AKI dan Angka kematian bayi (AKB). AKI sendiri
merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu
juga merupakan salah satu target yang dituangkan dalam Tujuan Pembangunan Milennium
[Millenium Development Goals (MDGs)], lebih spesifik, yaitu tujuan ke 5: meningkatkan kesehatan
ibu dengan target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah
kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dariwaktu ke
waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millennium masih
membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.
PERTOLONGAN PERSALINAN MA’BLIEN PADA IBU HAMIL
Ma’blien merupakan sebutan yang digunakan masyarakat Aceh Utara ntuk menyebut dukun
bayi, ma’blien merupakan penduduk asli yang sudah sejak lama tinggal di daerah Aceh dan bertugas
sebagai penolong persalinan bayi. masih banyak masyarakat yang percaya kepada dukun bayi
(ma’blien) karena pengaruh ma’blien dalam masyarakat cukup besar. Masyarakat menganggap
ma’blien sosok yang bersahaja, karena ma’blien tidak hanya memberikan pertolongan persalinan
tetapi juga pada proses kehamilan.Ma’blien juga di percaya oleh masyarakat tradisi keluarga yang
secara turun-temurun menggunakan jasama’blien.

Adanya anggapan masyarakat yang baik terhadap ma’blien, karena ma’blien berpengalaman
menolong persalinan dan mempunyai hubungan baik dengan masyarakat. Alasan masyarakat desa
Sawang menyatakan bahwa faktor kepercayaan dan tradisi masyarakat merupakan salah satu faktor
masyarakat desa Sawang menggunakan ma’blien.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan beberapa faktor-faktor lain yang menjelaskan masyarakat
lebih menggunakan jasa ma’blien diantaranya adalah ekonomi, geografi,pendidikan, dan sarana
pertolongan persalinan. Ada Pantangan -pantangan dilakukan dan ditaati oleh calon ibu, melainkan
juga oleh suami maupun keluarganya. Pantangan-pantangan ini dapat dikategorikan atas dua hal
yakni:

(1) pantangan-pantangan atas jenis makanan.

Adapun pantangan-pantangannya yakni :pantang memakan nanas, apalagi nanasmuda, hal ini
dianggap dapat menyebabkan mengalami keguguran. Calon ibu juga dilarang menyantap jenis ikan
laut tertentu, seperti sotong, gurita atau jenis ikan lain yang aneh bentuknya.Jenis-jenis sayuran itu
adalah terong, buah nangka dan sayuran sayuran bergetah.

(2) pantangan-pantangan dalam berprilaku, berpikir dan bertindak

Pantangan dalam berprilaku yakni:

a) Calon ibu tidak boleh menertawakan, menunjuk atau memperhatikan perilaku-perilaku aneh
hewan.

b) Begitu pula halnya kalau melihat orang cacat atau mengalami kelainan fisik.

c) Calon ibu dan suami jugatidak boleh memukul hewan atau sampai menyakiti hewan.

d) Dalam soal berbusana, calon ibu pantang melilitkan atau menyimpulkan apapun dengan cara
mengikatnya kebelakang.

e) Calon ibu pantang duduk di anak tangga.

f) Calon ibu pantang melangkahi daun pinang.

g) Menyembelih hewan berdarah atau membersihkan (menyiangi ikan) pada malam hari merupakan
pantangan bagi suami dan calon ibu.

h) Suami pantang pulang malam (keluar dengan urusan yang tidak begitu penting).
i) Calon ibu diharuskan bangun saat masih subuh, mandi sebelum matahari terbit di pagi hari dan
sebelum matahari terbenam di sore hari.

j) Calon ibu pantang keluar rumah pada malam hari, jika keadaan memaksa, calon ibu harus ditemani
suami atau keluarga agar tidak diganggu oleh makhluk halus.
PENGETAHUAN IBU HAMIL TERKAIT MITOS DAN SISTEM
KEPERCAYAAN DI MASA KEHAMILAN
Aspek pengetahuan ibu hamil masih banyak ibu hamil yang percaya mitos seputar
pantangan atau larangan berperilaku maupun pantangan makanan. Penelitian Fauziah (2008),
mengungkapkan bahwa sumber pengetahuan dibagi menjadi dua bagian yakni pengetahuan dari
kesehatan modern yang berupa konsultasi atau kunjungan ke tenaga kesehatan (Dokter atau Bidan),
serta pengetahuan konvesional (kuno) yang merupakan kepercayaan terhadap beberapa anjuran
dan pantangan selama kehamilan.

Menurut Endraswara (2003), mitos memuat kabsahan mutlak yang harus dipatuhi dan tidak
boleh diusik kebenarannya karena menyangkut hal yang suci dan sakral. Berdasarkan hal tersebut,
membuktikan bahwa tidak semua mitos baik bagi kesehatan. Menurut Syarifuddin (2010), berbagai
kelompok masyarakat yang memfokuskan perhatian mereka terhadap aspek budaya dari kehamilan
dan kelahiran menganggap proses ini sebagai tahapan hidup yang dijalani. Salah satu contoh
pengaruh sosial budaya yang sampai saat ini masih melekat adalah keraguan ibu hamil untuk
memeriksakan kesehatan kehamilannya ke Dokter, bidan atau sarana kesehatan lainnya serta
kurang gizi akibat berbagai pantangan dalam makan. Oleh karena itu budaya dan kepercayaan
terhadap mitos yang masih tetap mereka pegang akibatnya angka kematian ibu (AKI) makin tinggi.

Pada ibu hamil terdapat beberapa mitos tentang kehamilan yang masih diyakini dan
dipraktekkan, antara lain:

(1) kepercayaan adanya makhluk halus yang mengganggu ibu hamil mengharuskan bagi ibu hamil,
terutama saat bepergian membawa gunting, pisau, atau bawang yang ditusuk dengan jarum atau
peniti. Diyakini bahwa bendabenda tersebut mempunyai makna yang dapat melindungi ibu hamil
dari pengaruh jahat mahluk halus;

(2) ibu yang tengah hamil dianjurkan untuk bekerja sedikit berat terutama menjelang hari H
persalinannya. Namun kepercayaan ini kadang disalahartikan oleh sebagian masyarakat. Banyak
kaum ibu bekerja untuk pekerjaan yang agak berat dan kurang istirahat dalam masa hamil muda,
sehingga menurut hemat peneliti akan sangat berbahaya bila mereka bekerja seperti itu karena akan
berakibat pada kelelahan fisik dan keguguran;

(3)Ibu hamil tidur di ranjang yang di bawahnya di simpan arang panas, supaya ibu hamil pinggangnya
menjadi kuat;

(4)- kepercayaan lain, adalah para ibu hamil wajib menggunakan pilis(ramuan bahan bahan alami
yang terdiri dari kencur,kunyit,mint, kenanga,dan ganthi) yang dioleskan di keningnya, gunanya
supaya tidak pusing dan darah putih tidak naik ke atas.

-Bila ibu hamil mengalami keputihan atau gatal-gatal akibat jahitan di vagina/jalan keluar persalinan,
maka dianjurkan merendam bagian yang dijahit itu dalam rendaman daun sirih.

- ibu hamil/melahirkan atau memiliki anak balita semua yang ditabukan, dibenci, dan harus dijauhi,
karena dapat menimbulkan hal-hal yang buruk; Misalnya, seperti pantang-larang yang banyak
berlaku pantang membuang kuku malam hari, sanksinya dikuatirkan bayi berumur pendek; pantang
mengupas tebu malam hari, dikuatirkan pendek umur. Demikian pula bagi ibu hamil pantang
mengucapkan katakata kotor dan menghina, karena dikuatirkan anak yang akan lahir jadi cacat,
demikian pula pantang bagi suami yang istrinya sedang hamil membunuh atau menganiaya hewan,
dikuatirkan anaknya yang akan lahir cacat. Para suami tidak boleh mengusung mayat/keranda,
karena dikuatirkan bayinya akan meninggal. Terkait dengan makanan, mitos yang tumbuh adalah
dalam proses kehamilan tidak boleh banyak makan nanas, tidak boleh banyak minum es karena
dikhawatirkan anak bayi akan membesar sehingga sulit saat persalinan. Pada masa kehamilan, ibu
hamil pantang makan makanan yang pedas, karena diasosiasikan juga akan berpengaruh pada
kondisi bayinya. Makanan lain yang dipantang adalah makan nangka (gulai) karena Sistem
Kepercayaan diKalangan Ibu Hamil dapat berpengaruh kepada perut anak/bayi akan kembung. Ibu
hamil tidak boleh banyak makan telur, anak akan bisul.

Kesulitan dalam proses persalinan juga dikuatirkan terjadi bila ibu hamil melanggar pantang
menutup lubang (lubang semut, misalnya). Padahal faktanya, menurut Larasati (2009) sulitnya
persalinan bukan ditentukan hal itu. Seperti kita tahu, proses persalinan tergantung pada 3P (power,
passage, passanger). Proses persalinan bisa berjalan lancar jika ketiga komponen tersebut dalam
kondisi baik. Ukuran bayi (passanger) tak terlalu besar agar bisa melalui jalan lahir (passage).
Didukung oleh konstraksi (power) yang teratur dan efektif sehingga mampu membuka jalan lahir.
Bila disimak secara mendalam tampaklah bahwa ‘pantang-larang’ ini hakekatnya mengandung
unsur-unsur pendidikan, karena setiap pantang larang itu mengandung makna yang dalam dan dapat
ditafsirkan secara luas. Sanksi sanksi yang diterapkan, umumnya bersifat umum dan mudah dicerna
masyarakat, terutama anak-anak mereka. Pantang larang ini hakekatnya menyangkut nilai-nilai
moral, yakni sifat, sikap dan perilaku buruk yang harus dibuang dan dijauhi oleh masyarakat. Sanksi
pelanggarannya jauh lebih besar bila dibandingkan dengan sanksi-sanksi biasa. Itulah sebabnya
orang-orang tua dalam masyarakat di sini selalu mengingatkan anggota masyarakatnya agar
meninggalkan dan menjauhi sifat, sikap dan perilaku yang dipantangkan itu. Ibu hamil harus
senantiasa berbuat baik.Ada satu kearifan tradisional di sini nampaknya tentang perilaku ibu harus
berbuat baik selama hamil, bahwa ibu hamil (calon atau orang tua) harus senantiasa berbuat baik
yang sebenarnya intinya untuk memberi contoh pada si calon bayi untuk senantiasa berbuat baik
bila kelak dewasa. Pada ibu melahirkan, mitos dan tabu juga masih menyelimuti kegiatan pada
prosesi penguburan ari-ari sebelumnya diberi garam, cabe, dan bumbu masak lainnya serta jarum
dan benang dibungkus kain putih. Maknanya bila sudah besar si anak (perempuan) akan pandai
memasak dan menjahit, sedangkan untuk yang anak (laki-laki) diberikan kertas, pinsil, dan alat-alat
tulis lainnya dan kelak jika besar nanti anak pandai mencari ilmu dan pandai bekerja. Potongan tali
ari-ari bayi biasanya disimpan oleh ibunya, gunanya untuk menolong anak/ bayinya bila
sakit/demam. Carnya potongan ariari yang sudah mengering itu direndam dengan air putih untuk
kemudian diminumkan pada sang bayi. Bila anaknya kembar tali ari-ari itu keduanya direndam
dengan air putih, kemudian diminumkan pada kedua anaknya yang kembar, agar bila sudah besar
mereka akur dan tidak berkelahi terus. Makna pemberian garam pada ari-ari agar kelak anak tidak
melupakan tugas rumah tangga (bagi wanita) dan kepala rumah tangga (bagi lakilaki), serta jangan
lupa pada asalnya sehingga bila sudah berhasil kelak tidak jadi orang yang sombong, sebagaimana
keadaan garam yang murah dan tidak berharga itu. Selain itu juga makna pemberian garam menurut
hemat peneliti adalah bermanfaat juga untuk penguburan ariari, supaya janga berbau dan juga
mengandung antiseptik.

Mitos yang paling diyakini oleh sebagian masyarakat adalah pada air susu ibu (ASI) pertama itu yang
berwarna kuning dan agak sedikit berbau. Air susu ini dianggap adalah air susu yang basi dan kotor,
maka banyak di kalangan ibu-ibu membuang air susu ini (yang nota bene sebenarnya banyak
mengandung kolostrum) dibuang secara percuma. Alasan pembuangan air susu ini diyakini, bila anak
meminum air susu itu akan berakibat bayi akan sakit karena air susu itu basi atau air susu itu milik
kakaknya (placenta yang dikuburkan), maka bagi si ibu berkewajiban untuk memberikan air susu
pertamanya itu untuk kakaknya lebih dahulu, sang adik kemudian. Sedangkan kepercayaan untuk
mem-perbanyak ASI, masyarakat meyakininya dengan cara memakan rebusan jantung pisang,
rebusan tulang dan sumsum sapi, atau dengan memakan sayur daun katuk atau daun mangkuk.
Selain itu mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kacang juga sangat dianjurkan dari
anggapan mereka.

Satu kepercayaan yang masih tumbuh di kalangan mereka bahwa anak kecil/bayi yang sering
menangis adalah karena diganggu oleh roh halus atau karena kelaparan. Maka bila situasi itu muncul
mereka sering memberi makan bayinya dengan olesan madu, walaupun belum berusia 2-3
bulan.Tampaknya mereka tidak tahu akibat pemberian olesan madu masih terlalu dini, disamping
madu tersebut patut dipertanyankan kebersihannya juga akan berpengaruh terhadap pencernaan
bayi. Mitos dan tabu sekitar kematian ibu hamil sangat dipengaruhi dengan ajaran Islam, bahwa bila
si ibu meninggal dalam proses melahirkan dianggap mati sahid dan akan masuk surga. Sementara
bila meninggal dalam masa kehamilan, mereka meyakininya dengan kepercayaan akan menjadi
kuntilanak bila si ibu ketika meninggalnya dalam keadaan tidak baik, tetapi bila dalam keadaan baik
dan tengah sakit sama dengan kepercayaan di atas, yaitu akan masuk surga. Sedangkan kepercayaan
untuk anak/bayi yang mengalami kematian, mereka menganggap bahwa bayinya belum punya dosa
dan tidak bersalah, maka kematian itu dianggap sebagai musibah dan cobaan bagi mereka dan tidak
ada kepercayaan tahayul lain.
DAFTAR PUSTAKA

Alam, S., Ansyar, D. I., & Satrianegara, M. F. (2020). Eating pattern and educational history in

women of childbearing age. Al-Sihah: The Public Health Science Journal, 12(1), 81-91.

Kartikowati, S., & Hidir, A. (2014). Sistem kepercayaan di kalangan ibu hamil dalam masyarakat

melayu. Jurnal Parallela, 1(2), 159-167.

Syarfaini, S., Alam, S., Aeni, S., Habibi, H., & Novianti, N. A. (2020). Faktor Risiko Kejadian

Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Raya Kota Makassar. Al-sihah:

The Public Health Science Journal,11(2).

Masrizal, M. (2018). Kekuatan Modal Sosial dan Keberhasilan Gerakan Sayang Ibu (Belajar dari

Pengalaman Gampong Tibang–Kota Banda Aceh Dalam Mengupayakan Persalinan Aman Bagi

Ibu Hamil). Community: Pengawas Dinamika Sosial, 2(2).

Rofi'ah, S. Z., Husain, F., & Arsi, A. A. (2017). A Perilaku Kesehatan Ibu Hamil Dalam Pemilihan

Makanan Di Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati. Solidarity: Journal of Education, Society

and Culture,6(2), 109-121.

Khasanah, N. (2011). Dampak Persepsi Budaya terhadap Kesehatan Reproduksi Ibu dan Anak di

Indonesia. Muwazah,[e-journal], 3(2), 487-492.

Kartika, V., & Agustiya, R. I. (2019). Budaya Kehamilan Dan Persalinan Pada Masyarakat Baduy, Di

Kabupaten Lebak, Tahun 2018. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 22(3), 192-199.

Novitasari, F., & Fitriyah, N. (2019). Aspek Sosial Budaya dan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang

Mitos Terkait Kehamilan di Desa Mojosarirejo, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten

Gresik. Jurnal Biometrika dan Kependudukan, 8(1), 83-92.

Juariah, J. (2018). Kepercayaan dan praktik budaya pada masa kehamilan masyarakat desa
karangsari,kabupaten garut. Sosiohumaniora, 20(2), 162-167.

Batubara, R. R. Pertolongan Persalinan Ma’blien pada Masyarakat Desa Sawang Kecamatan

Samudera Aceh Utara. Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social

and Cultural Anthropology), 1(2).

Alam, S., & Karini, T. A. (2020). Islamic Parenting" Pola Asuh Anak: Tinjauan Perspektif Gizi

Masyarakat".

Anda mungkin juga menyukai