Anda di halaman 1dari 10

ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERKAITAN DENGAN PRAKTIK KEBIDANAN

Aspek Sosial Budaya Setiap Perkawinan


berdasarkan pola penyesuaian perkawinan dilakukan secara bertahap.

Pada fase pertama adalah bulan madu pasangan masih menjalani hidup dengan penuh
kebahagiaan, dan hal itu karena didasari rasa cinta diawal perkawinan. Pada fase
perkenalan kenyataan, pasangan mengetahui karakteristik dan kebiasaan yang sebenarnya
dari pasangan.

Pada fase kedua mulai terjadi krisis perkawinan terjadi proses penyesuaian akan adanya
perbedaan yang terjadi. Apabilka sukses dalam menerima kenyataan maka akan dilanjutkan
dengan suksesnya fase menerima kenyataan. Apabila pasangan sukses mengatasi
problema keluarga dengan beradaptasi dan membuat peraturan dan kesepakatan dalam
rumah tangga maka fase kebahagiaan sejati akan diperolehnya. Menurut aspek sosial
budaya, faktor pendukung keberhasilan penyusuaian perkawinan mayoritas subjek terletak
dalam hal saling memberi dan menerima cinta, ekspresi, saling menghormati dan
menghargai, saling terbuka antara suami istri. Hal tersebut tercermin pada bagaimana
pasangan suami istri menjaga kualitas hubungan antar pribadi dan pola – pola perilaku
yang dimainkan oleh suami maupun istri,serta kemampuan menghadapi dan menyikapi
perbedaan yang muncul, sehingga kebahagian dalam hidup berumah tangga akan tercapai.

Faktor penghambat yang mempersulit penyesuaian aspek sosial budaya terletak dalam hal
baik suami maupun istri tidak bisa menerima perubahan sifat dan kebiasaan diawal
pernikahan, suami maupun istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah,perbedaan budaya
dan agama diantara suami dan istri, suami maupun istri tidak tahu peran dan tugas nya
dalam berumah tangga. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri
menyikapi perubahan, perbedaan,pola penyesuaian serta hal – hal baru dalam perkawinan
sehingga masing – masing pasangan gagal dalam menyesuaikan diri satu sama lain.

Aspek Sosial Budaya Selama Kehamilan

Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan semua manusia. Dalam
era globalisasi dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem pada masa ini menuntut
semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang kini
banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan
anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di
dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan
dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan,
hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan
ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap
kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, fakta dasarnya adalah merupakan salah
satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap
daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang
disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa
makanan tertentu.

Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk
menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan
(ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu
sendiri.

Di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa,
alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan
ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan
kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena
kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya
informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan,
permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga oleh faktor
nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di daerah pedesaan. Disamping itu,
dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa
suku, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka
waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi pada saat
melahirkan.

Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi.
Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan
terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang
ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya
sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan
ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi
terutama di daerah pedesaan. Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka
anemia pada wanita hamil disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk
pembentukan darah.

Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu
hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging
karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di
Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi
makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi
berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat
menyebabkan ASI menjadi asin. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan
dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga
akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi
yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan
kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nenas,
ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan
masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan.

Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk
menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Beberapa penelitian yang pernah
dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun
yang dapat membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa
tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan
rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam
vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu
duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang
dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).

Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena
beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat
membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu
dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan
pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih,
namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih dilakukan. lnteraksi antara kondisi
kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil
persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.

Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi
dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara
tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun,
kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi
juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Terutama di
daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus
dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang
seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan
akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya
dilakukan dengan cepat.

Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi
keputusan yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis,
dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak
tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa
membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor
keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala ekonomi,
keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan
sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak
dapat dihindarkan.

Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada
masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses
pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk
memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap
dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang
dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu.
Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula,
memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk
membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan atau memberi jamu
tertentu untuk memperkuat tubuh

Ada suatu kepercayaan yang mengatakan minum rendaman air rumput Fatimah akan
merangsang mulas. Memang, rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu hamil, tapi
apa kandungannya belum diteliti secara medis. Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke dokter
sebelum meminumnya. Soalnya, rumput ini hanya boleh diminum bila pembukaannya
sudah mencapai 3-5 cm, letak kepala bayi sudah masuk panggul, mulut rahim sudah
lembek atau tipis, dan posisi ubun-ubun kecilnya normal.Jika letak ari-arinya di bawah atau
bayinya sungsang, tak boleh minum rumput ini karena sangat bahaya. Terlebih jika
pembukaannya belum ada, tapi si ibu justru dirangsang mulas pakai rumput ini, bisa-bisa
janinnya malah naik ke atas dan membuat sesak nafas si ibu. Mau tak mau, akhirnya
dilakukan jalan operasi.

Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan, akan
membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar. Keluarnya cairan
keputihan pada usia hamil tua justru tak normal, apalagi disertai gatal, bau, dan berwarna.
Jika terjadi, segera konsultasikan ke dokter. Ingat, bayi akan keluar lewat saluran lahir. Jika
vagina terinfeksi, bisa mengakibatkan radang selaput mata pada bayi. Harus diketahui pula,
yang membuat persalinan lancar bukan keputihan, melainkan air ketuban. Itulah mengapa,
bila air ketuban pecah duluan, persalinan jadi seret.

Minum minyak kelapa memudahkan persalinan. Minyak kelapa, memang konotasinya bikin
lancar dan licin. Namun dalam dunia kedokteran, minyak tak ada gunanya sama sekali
dalam melancarkan keluarnya sang janin. Mungkin secara psikologis, ibu hamil meyakini,
dengan minum dua sendok minyak kelapa dapat memperlancar persalinannya.
Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan. Madu tidak boleh
sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup, sebaiknya jangan minum madu
karena bisa mengakibatkan overweight. Bukankah madu termasuk karbonhidrat yang paling
tinggi kalorinya. Jadi, madu boleh diminum hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik dari
batas yang ditentukan, sebaiknya segera hentikan. Akan halnya telur tak masalah, karena
mengandung protein yang juga menambah kalori.

Makan duren, tape, dan nanas bisa membahayakan persalinan. Ini benar karena bisa
mengakibatkan perndarahan atau keguguran. Duren mengandung alkohol, jadi panas ke
tubuh. Begitu juga tape. Pun untuk masakan yang menggunakan arak, sebaiknya dihindari.
Buah nanas juga, karena bisa mengakibatkan keguguran.

Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan. Yang
membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu yang pernah mengalami dua
kali kuret atau punya banyak anak, misal empat anak. Ari-ari lengket bisa berakibat fatal
karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah mengalami kuret sebaiknya melakukan
persalinan di RS besar. Hingga, bila terjadi sesuatu dapat ditangani segera.
Kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu
1. Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar
bayi
2. Faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam
melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus
dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama
persalinan.
3. Faktor lain yang juga harus diperhatikan: riwayat kesehatan ibu, apakah pernah
menderita diabetes, hipertensi atau sakit lainnya; gizi ibu selama hamil, apakah mencukupi
atau tidak; dan lingkungan sekitar, apakah men-support atau tidak karena ada kaitannya
dengan emosi ibu. Ibu hamil tak boleh cemas karena akan berpengaruh pada bayinya.
Bahkan, berdasarkan penelitian, ibu yang cemas saat hamil bisa melahirkan anak hiperaktif,
sulit konsentrasi dalam belajar, kemampuan komunikasi yang kurang, dan tak bisa kerja

ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERKAITAN DENGAN BAYI BARU LAHIR (BBL)

Seorang bayi yang baru lahir umumnya mempunyai berat sekitar 2.7 – 3.6 kg dengan
panjang 45 – 55 cm. Tetapi ia akan kehilangan sampai 10 % dri berat tubuhnya dalam hari-
hari setelah kelahiran. Kemudian pada akhir minggu pertama berat tubuhnya akan mulai
naik kembali. Karenanya, tidaklah mengherankan jika seorang bayi yang baru lahir
memerlukan beberapa minggu untuk menyesuaikan diri. Sebuah selaput keras menutupi
dua titik lunak dari kepala disebut fontonel. Dimana tulang-tulang tengkorak belum menyatu
dan meutup dengan sempurna. Fontonel anterior

2.Pengertian Bayi Yang Baru Lahir (BBL)


BBL ialah bayi yang baru lahir dengan berat badan saat lahir < 2500 g. Istilah BBLR
digunakan oleh WHO untuk mengganti istilah bayi prematur. Untuk mendapatkan
keseragaman, pada kongres “EUROPEAN PERINATAL MEDICINE II’ di Londong tahun
1970, diusulkan defenisi sebagai berikut :
1) Bayi kurang bulan ialah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu (249
hari)
2) Bayi cukup bulan ialah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 sampai empat
puluh dua minggu (259 sampai 293 hari)
3) Bayi lebih bulan ialah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 42 minggu atau
lebih (294 hari atau lebih).

Dengan pengertian tersebut, maka bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dipakai 2
golongan :
a. Prematuritas murni bayi dengan kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badannya
sesuai untuk masa kehamilan itu biasa disebut dengan neonatus kurang bulan sesuai
dengan masa kehamilan (NKB SMK)
b. Maturitas bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
kehamilan itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan
(NKB- SMK). Berarti bayi mengalami gangguan intra uterine dan merupakan bayi yang kecil
masa kehamilan (KMK)
Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan
dalam 3 kelompok :
a.Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500 – 2500 gram.
b.Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), bert lahir 1000 – 1500 gram (<1500 gram)
c.Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER), berat lahir <1000 gram.
Bayi berat lahir rendah dipengaruhi dari beberapa faktor :
1.Faktor-faktor yang berkaitan dengan ibu seperti: umur ibu, umur kehamilan, paritas, berat
badan dan tinggi badan, status gizi (nutrisi), anemia, kebiasaan minum alkohol dan
merokok, penyakit-penyakit keadaan tertentu waktu hamil (misalnya anemia, pendarahan
dan lain-lain), jarak kehamilan, kehamilan ganda, riwayat abortus.
2.Faktor janin meliputi kehamilan kembar dan kelainan bawaan
3.Faktor-faktor bayi seperti jenis kelain dan ras
4.Faktor lingkungan seperti pendidikan dan pengetahuan ibu, pekerjaan, dan status sosial
ekonomi dan budaya
5.Pelayanan kesehatan (antenatal care)

ASPEK SOSIAL BUDAYA DALAM MASA NIFAS

Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang majemuk yang memiliki


keanekaragaman, budaya dan adat istiadat yang diupayakan terus dijaga oleh masyarakat
setempat dan jadilah suatu kebudayaan yang pada setiap tempat berbeda-beda. Karena
kemampuan manusia yang diperoleh dengan cara berpikir, berkehendak dan kemampuan
merasa, melalui semua itu manusia mendapatkan ilmu mengarahkan perilaku dan
mencapai kesenangan.

Masyarakat di Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, beribu-ribu suku bangsa


ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda keanekaragaman
budaya ini merupakan kekayaan bangsa yang tiada ternilai tingginya. Kekayaan tersebut
harus dilestarikan dan dikembangkan itu dapat dipahami terus dari generasi ke generasi.

Manusia di ciptakan Tuhan sebagai makhluk yang paling mulia, diantara makhluk-makhluk
hidup lainnya (hewan dan tumbuh-tumbuhan). Sifat manusia :
a. Sebagai makhluk biologis, manusia tunduk kepada hukum-hukum biologis (lapar,
mengantuk, lelah, kebutuhan seksual dan lain sebagainya).
b. Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan psikis atau kejiwaan
(saling menyayangi, saling memperhatikan, membutuhkan rasa aman dan lain sebagainya).
Manusia sebagai makhluk yang mulia di bekali pula oleh Tuhan dengan akal dan budi
pekerti, sehingga manusia dapat mengontrol naluri seksual, sesuai dengan norma, nilai
moral, agama, dan aturan-aturan yang berlaku.
Setiap makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan) memiliki kemampuan untuk
bereproduksi yaitu kemampuan untuk melanjutkan keturunan. Dua Insan, laki-laki dan
perempuan yang terikat oleh perkawinan perlu mengetahui dan menyadari akan hak dan
kewajiban serta tanggung jawab kesehatan reproduksi untuk menghasilkan keturunan yang
sehat.

Proses reproduksi manusia yang bertanggung jawab sangat di pengaruhi oleh kesiapan :
Fisik, keadaan yang paling baik bagi seseorang untuk memiliki anak yaitu (perempuan
antara 20-30 tahun; laki-laki bila telah mencapai umur 25 tahun).
Psikis, kesiapan mental bagi seseorang untuk menjadi orang tua yang bertanggung jawab.
Sosial ekonomi, telah mampu bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi
sesuai dengan aturan, norma dan nilai yang berlaku.
Ketiga hal tersebut diperlukan untuk menciptakan lingkungan keluarga yang :
a. Sehat dan sejahtera
b. Saling menyayangi
c. Berpendidikan dan berkumpul
Wanita di Indonesia lebih mengejar karier dari pada perkawinan yang sehat dan bahagia,
perkawinannya masih terikat adat istiadat, serta gadis remaja di Indonesia, belum mengerti
anti fungsi kesehatan dan alat reproduksi.
1. Kehamilan
2. Persalinan
3. Nifas
Pemerintah tetap mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan yang ada tanpa
mengurangi kebudayaan tradisional dan saling bekerjasama tanpa pertentangan yang
dapat merugikan salah satu anggota masyarakat. Pada gadis remaja khususnya dan wanita
pada umumnya harus diberikan informasi yang tepat tentang kesehatan reproduksinya,
perlu ditingkatkan pendidikannya.

Menanamkan pengertian hubungan seksual yang sehat, untuk meningkatkan jumlah saran
pelayanan kesehatan reproduksi diberbagai budaya di Indonesia.

Diantara kebudayaan maupun adat-istiadat dalam masyarakat Indonesia ada yang


menguntungkan, dan ada pula yang merugikan bagi kesehatan ibu hamil, ibu bersalin
maupun ibu nifas.

Faktor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama ibu hamil,
bersalin, dan nifas adalah faktor lingkungan yaitu pendidikan disamping faktor-faktor
lainnya. Jika masyarakat mengetahui dan memahami hal-hal yang mempengaruhi status
kesehatan tersebut maka diharapkan masyarakat tidak melakukan kebiasaan/adapt istiadat
yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu hamil, bersalin dan nifas.

Oleh karena itu ilmu pengetahuan sosial kemasyarakatan sangat penting dipahami oleh
seorang bidan dalam menjalankan tugasnya. Karena bidan sebagai petugas kesehatan
yang berada digaris depan dan berhubungan langsung dengan masyarakat, dengan latar
belakang agama, budaya, pendidikan dan adat istiadat yang berbeda.

Pengetahuan sosial dan budaya yang dimiliki oleh seorang bidan akan berkaitan dengan
cara pendekatan untuk merubah perilaku dan keyakinan masyarakat yang tidak sehat,
menjadi masyarakat yang berperilaku sehat.

Dari berbagai adat istiadat tersebut terlihat bahwa :


1. Upacara, penanganan dan pantangan bagi ibu hamil, melahirkan dan nifas berbeda-beda
setiap wilayah.
2. menjadi gambaran penting bagi bidan yang bertugas di wilayah seluruh Indonesia.

Pengertian
Adat adalah aturan (perbuatan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala
(Anton, 1998 : 5) sedangkan istiadat adalah adapt kebiasaan (Anton, 1998 : 340).

Faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan


1. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan sosial yaitu interaksi masyarakat adat istiadat, pendidikan dan tingkat
ekonomi. Perilaku masyarakat merupakan faktor kedua yang mempengaruhi tingkat
kesehatan masyarakat.
2. Faktor perilaku
Faktor budaya setempat dan pengetahuan sendiri serat sisitem nilai sangat berpengaruh
terhadap keputusan yang diambil oleh pasien dan keluarga.
3.Faktor pelayanan kesehatan Faktor tingkat pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga
yang mempengaruhi kesehatan masyarakat.
4.Faktor keturunan Faktor keturunan merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia
yang dibawa sejak lahir.

Pengaruh sosial budaya terhadap ibu hamil, melahirkan,nifas. Pengaruh sosial budaya
sangat jelas terlihat pada ibu hamil dan keluarga yang menyambut masa-masa kehamilan.
Upacara-upacara yang diselenggarakan mulai dari kehamilan 3 bulan, 7 bualn, masa
melahirkan dan masa nifas sangat beragam menurut adat istiadat daerah masing-masing.
Contoh :
1) Di wilayah Jawa dan Sunda masa kehamilan ini pada umumnya di masyarakat
dilaksanakan upacara 3 bulan diselenggarakan dengan membagi-bagikan rujak pada
tetangga. Bila rasanya pedas di yakini bayi yang baru lahir nanti adalah laki-laki. Upacara
tradisi Ngliman (hamil 5 bulan) dan Mitoni (hamil 7 bulan). Sebetulnya ada tradisi yang lain,
yaitu manusia ada tanda-tanda kehamilan dengan ciri-ciri sudah tidak menstruasi, suka
makan yang asam-asam dan pedas, mentah-mentah dan lain-lain. Harus minum jamu atau
“nyup-nyup” cabe puyang, maandi keramas, potong kuku, “sisig” (menghitamkan gigi) yang
memiliki maksud selalu dalam keadaan suci. Karena pemahaman masyarakat Jawa dalam
kehamilan selalu menjaga janin dikandungnya maka selalu berbuat kebaikan, tidak boleh
mengejek orang, lebih-lebih orang cacat, tidak boleh membunuh makhluk hidup dan lain
sebagainya. Agar bayi yang dikandung sehat jasmani dan rohani serta menjadi anak yang
bermanfaat bagi orang tua, agama dan masyarakat.
2) Seperti di daerah Maluku terdapat pantangan makanan masa nifas, yaitu :
a. Terong agar lidah bayi tidak ada bercak putih.
b. Nanas, mangga tidak bagus untuk rahim.

NIFAS
Menurut Agama Islam, Nifas ialah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik
bersamaan dengan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya (2 atau 3 hari) yang
disertai dengan rasa sakit.
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas minimal dan
maksimalnya. Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan
kaitan hukum oleh Pembawa syari’at. Halaman 37 Nifas tidak ada batas minimal maupun
maksimalnya. Andaikata ada seorang wanita mendapati darah lebih dari 40, 60 atau 70 hari
dan berhenti, maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu darah kotor dan
bila demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas umum
sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadits.

Atas dasar ini, jika darah nifasnya melebihi 40 hari, padahal menurut kebiasaannya sudah
berhenti setelah masa itu atau tampak tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat,
hendaklah si wanita menunggu sampai berhenti. Jika tidak, maka ia mandi ketika sempurna
40 hari karena selama itulah masa nifas pada umumnya. Kecuali, kalau bertepatan dengan
masa haidnya maka tetap menunggu sampai habis masa haidnya. Jika berhenti setelah
mas (40 hari) itu, maka hendaklah hal tersebut dijadikan sebagai patokan kebiasaannya
untuk dia pergunakan pada masa mendatang.

Namun jika darahnya terus menerus keluar berarti ia mustahadhah. Dalam ini, hendaklah ia
kembali kepada hukum-hukum wanita mustahadhah yang telah dijelaskan pada pasal
sebelumnya. Adapun jika si wanita telah suci dengan berhentinya darah berarti ia dalam
keadaan suci, meskipun sebelum 40 hari. Untuk itu hendaklah ia mandi, shalat, berpuasa
dan boleh digauli oleh suaminya. Terkecuali, jika berhentinya darah itu kurang dari 1 hari
maka hal itu tidak dihukumi suci. Demikian disebutkan dalam kitab suci Al-Mughni.

Nifas tidak dapat ditetapkan, kecuali jika si wanita melahirkan bayi yang sudah berbentuk
manusia. Seandainya ia mengalami keguguran dan janinnya belum jelas berbentuk
manusia maka darah yang keluar itu bukanlah darah nifas, tetapi di hukumi sebagai darah
penyakit. Karena itu yang berlaku baginya adalah hukum wanita mustahadhah.

Adapun darah nifas, jika berhenti sebelum 40 hari kemudian keluar lagi pada hari ke 40,
maka darah itu diragukan. Karena itu wajib bagi si wanita shalat dan berpuasa fardu yang
tertentu waktunya pada waktunya yang terlarang baginya apa yang terlarang bagi wanita
haid, kecuali hal-hal yang wajib. Dan setelah suci, ia harus meng-qadha’ apa yang
diperbuatnya selama keluarnya darah yang diragukan, yaitu yang wajib di qadha’ wanita
haid. Inilah pendapat yang masyhur menurut para fuqaha’ dari Madzhab Hambali. Dalam
haid, jika si wanita suci sebelum masa kebiasaannya, maka suami boleh dan tidak terlarang
menggaulinya. Adapun dalam nifas, jika ia suci sebelum 40 hari maka suami tidak boleh
menggaulinya, menurut yang masyhur dalam Madzhab Hambali.

Yang benar, menurut pendapat kebanyakan ulama, suami tidak dilarang menggaulinya.
Sebab tidak ada dalil syar’i yang menunjukkan bahwa itu dilarang, kecuali riwayat yang
disebutkan Imam Ahmad dari Utsman bin Abu Al-Ash bahwa isterinya datang kepadanya
sebelum 40 hari lalu ia berkata : “Jangan kau dekati aku !”
Ucapan Utsman tersebut tidak berarti suami terlarang menggauli isterinya karena hal itu
mungkin saja merupakan sikap hati-hati Utsman, yakni khawatir kalau isterinya belum suci
benar atau takut dapat mengakibatkan pendarahan disebabkan senggama atau sebab
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai