Anda di halaman 1dari 31

Aspek sosial Budaya yang Berkaitan dengan Pra Perkawinan dan Perkawinan

1. Pra perkawinan
Masa pra perkawinan adalah masa pasangan untuk mempersiapkan diri ke jenjang
perkawinan Pelayanan kebidanan diawali dengan pemeliharaan kesehatan para calon ibu.
Remaja wanita yang akan memasuki jenjang perkawinan perlu dijaga kondisi kesehatannya.
Kepada para remaja di beri pengertian tentang hubungan seksual yang sehat, kesiapan
mentaldalam menghadapi kehamilan dan pengetahuan tentang proses kehamilan dan
persalinan, pemeliharaan kesehatan dalam masa pra dan pasca kehamilan. Promosi kesehatan
pada masa pra kehamilan disampaikan kepada kelompok remajawanita atau pada wanita yang
akan menikah. Penyampaian nasehat tentang kesehatan pada masa pranikah ini disesuaikan
dengan tingkat intelektual para calon ibu dan keadaan sosial budayamasyarakat.
Nasehat yang di berikan menggunakan bahasa yang mudah di mengerti
karenainformasi yang di berikan bersifat pribadi dan sensitif. Remaja yang tumbuh kembang
secara biologis diikuti oleh perkembangan psikologis dan sosialnya. Alam dan pikiran remaja
perludiketahui. Remaja yang berjiwa muda memiliki sifat menantang, sesuatu yang dianggap
kakudan kolot serta ingin akan kebebasan dapat menimbulkan konflik di dalam diri
mereka.Pendekatan keremajaan di dalam membina kesehatan diperlukan. Penyampaian pesan
kesehatandilakukan melalui bahasa remaja dengan memperhatikan aspek sosial budaya
setempat.Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan menikah dianjurkan. Tujuan dari
pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui secara dini tentang kondisi kesehatan
pararemaja.
Bila ditemukan penyakit atau kelainan di dalam diri remaja, maka tindakan
pengobatandapat segera dilakukan. Bila penyakit atau kelainan tersebut tidak diatasi maka
diupayakan agar remaja tersebut berupaya untuk menjaga agar masalahnya tidak bertambah
berat atau menular kepada pasangannya. Misalnya remaja yang menderita penyakit jantung,
bila hamil secara teratur harus memeriksakan kesehatannya kepada dokter. Remaja yang
menderita AIDS harus menjaga pasanganya agar tidak terkena virus HIV. Caranya adalah
agar menggunakan kondom saat besrsenggama, bila menikah. Upaya pemeliharaan kesehatan
bagi para calon ibu ini dapatdilakukan melalui kelompok atau kumpulan para remaja seperti
karang taruna, pramuka,organisaai wanita remaja dan sebagainya.
Promosi kesehatan pranikah merupakan suatu proses untuk meningkatkan
kemampuanmasyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang ditujukan
pada masyarakatreproduktip pranikahBidan juga berperan dalam mencegah perkawinan dini
pada pasangan pranikah yangmasih menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksi
perempuan di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas2)mencatat, anak perempuan
yang menikah pertama kali pada usia sangat muda, 10-14 tahun, cukup tinggi, jumlahnya 4,8
persen dari jumlah perempuan usia 10-59tahun. Sedangkan yang menikah dalam rentang usia
16-19 tahun berjumlah 41,9 persen. Dengan demikian, hampir 50 persen perempuanIndonesia
menikah pertama kali pada usia di bawah 20tahun.
Provinsi dengan persentase perkawinan dini tertinggi adalah kalimantan Selatan (9
persen), Jawa Barat (7,5 persen), serta Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-
masing 7 persen.Hal ini sangat berhubungan dengan sosial budaya pada daerah tersebut
yangmendukung perkawinan dini. Usia perkawinan dini yang cukup tinggi pada perempuan
mengindikasikan rentannya posisi perempuan di masyarakat. Koordinator Kartini Network
Nursyahbani Katjasungkanamenyebut dalam berbagai kesempatan, pernikahan dini
menunjukkan posisi perempuan yanglebih lemah secara ekonomi maupun budaya. Secara
budaya, perempuan disosialisasikan segeramenikah sebagai tujuan hidupnya.
Akibatnya, perempuan memiliki pilihan lebih terbatas untuk mengembangkan diri
sebagai individu utuh. Selain itu, segera menikahkan anak perempuanartinya keluarga akan
mendapat mas kawin yang berharga di masyarakat setempat, seperti hewanternak. Data
Riskesdas memperlihatkan, perkawinan sangat muda (10-14 tahun) banyak terjadi pada
perempuan di pedesaan, berpendidikan rendah, berstatus ekonomi termiskin, serta berasaldari
kelompok buruh, petani, dan nelayan.Sedangkan bagi perempuan, menikah artinya harus siap
hamil pada usia sangat muda.Bila disertai kekurangan energi dan protein, akan menimbulkan
masalah kesehatan yang dapat berakibat kematian bagi ibu saat melahirkan dan juga bayinya.
Dan resiko hamil muda sangat tinggi
.
2. Perkawinan
Pekawinan bukan hanya sekedar hubungan antara suami dan istri.
Perkawinanmemberikan buah untuk menghasilkan turunan. Bayi yang dilahirkan juga adalah
bayi yangsehat dan direncanakan. Kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh bidan sendiri
antara lainmempromosikan kesehatan agar peran serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak
dan keluargameningkat. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu
hamil, ibu bersalin, ibunifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi,
anak balita dan anak prasekolah sehat. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan
anak tersebut diyakinimemerlukan pengetahuan aspek sosial budaya dalam penerapannya
kemudian melakukan pendekatan-pendekatan untuk melakukan perubahan-perubahan
terhadap kebiasaan-kebiasaa yang tidak mendukung peningkatan kesehatan ibu dan anak.
Misalnya pola makan, pactadasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia
dimana peran kebudayaan cukup besar.Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola
makan tertentu, termasuk pola makan ibuhamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan
akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu. Misalnya di Jawa
Tengah adanya anggapan bahwa ibu hamil pantangmakan telur karena akan mempersulit
persalinan dan pantang makan daging karena akanmenyebabkan perdarahan yang banyak.
Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan
sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yangdikandungnya kecil dan mudah
dilahirkan. Sikap seperti ini akan berakibat buruk bagi ibu hamilkarena akan membuat ibu
dan anak kurang gizi.

B. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan Dengan Kehamilan


Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk
menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan
(antenatalcare2)adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.
Fakta di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yangmenganggap
kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak
perlumemeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu
yangkurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan ke bidan menyebabkan tidak
terdeteksinyafaktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka.
Resiko ini baru diketahui padasaat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah
terlambat dapat membawa akibat fatalyaitu kematian. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnyainformasi. Selain dari kurangnya pengetahuan
akan pentingnya perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan
persalinan dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di
daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masihadanya preferensi terhadap jenis kelamin anak
khususnya pada beberapa suku, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-
turut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi
saat melahirkan.Contohnya di kalangan masyarakat pada suku bangsa nuaulu (Maluku)
terdapat suatutradisi upacara kehamilan yang dianggap sebagai suatu peristiwa biasa,
khususnya masakehamilan seorang perempuan pada bulan pertama hingga bulan kedelapan.
Namun pada usiasaat kandungan telah mencapai Sembilan bulan, barulah mereka
akan mengadakan suatuupacara. Masyarakat nuaulu mempunyai anggapan bahwa pada saat
usia kandungan seorang perempuan telah mencapai Sembilan bulan, maka pada diri
perempuan yang bersangkutan banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat
menimbulkan berbagai bahaya gaib. Dantidak hanya dirinya sendiri juga anak yang
dikandungannya, melainkan orang lain disekitarnya,khususnya kaum laki-laki. "untuk
menghindari pengaruh roh-roh jahat tersebut, si perempuanhamil perlu diasingkan dengan
menempatkannya di posuno. Masyarakat nuaulu juga beranggapan bahwa pada kehidupan
seorang anak manusia itu baru tercipta atau baru dimulaisejak dalam kandungan yang telah
berusia 9 bulan. Jadi dalam hal ini 1 masa kehamilan (1-8bulan) oleh mereka bukan dianggap
merupakan suatu proses dimulainya bentuk kehidupan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah
gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan
terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang
ditambah lagidengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya
sangat dibutuhkanoleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu
dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi
terutama di daerah pedesaan. Di jawa tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang
makan telur karena akanmempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di jawa Barat, ibu
yang kehamilannya memasuki 4-6 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang
dikandungnya kecil dan mudahdilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan
ikan asin, ikan laut, udang dankepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Dan
memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya
hal ini sangat mempengaruhi daya tahandan kesehatan si bayi.

C. Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Kelahiran, Nifas Dan Bayi Baru Lahir.
Berdasarkan survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka kematian ibu
maternal berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih dari 20.000 kematian
pertahunnya. Angkakematian ibu merupakan salah satu indikator kesehatan ibu yang meliputi
ibu dalam masakehamilan, persalinan, dan nifas. Angka tersebut dikatakan tinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Dari hasil penelitian di 12 rumah sakit,
dikatakan bahwa kehamilanmerupakan penyebab utama kematian ibu maternal, yaitu sebesar
94,4% dengan penyebabnya,yaitu pendarahan, infeksi, dan taxaemia . Selain menimbulkan
kematian, ada penyebab lainyang dapat menambah resiko terjadinya kematian yaitu Anemia
gizi pada ibu hamil, dengan Hb kurang dari 11gr %.Angka kematian balita masih didapatkan
sebesar 10,6 per 1000 anak balita.
Seperti halnya dengan bayi sekitar 31% penyebab kematian balita adalah penyakit
yang dapat dicegahdengan imunisasi, yaitu infeksi saluran pernafasan, polio, dan lain-
lain.Masih tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia berkaitan erat dengan faktor
sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa
yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan
masyarakatterhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan
jauhnya lokasitempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk kebiasaan-kebiasaan
dan adat istiadatdan perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain
sebagainya. Tingkat pendidikan terutama pada wanita dewasa yang masih rendah,
mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka kematian bayi.
Berdasarkan survei rumah tangganya pada tahun 1985, tingkat buta huruf pada wanita
dewasa adalah sebesar 25,7%. Rendahnya tingkat pendidikan dan buta huruf pada wanita
menyebabkan ibu-ibu tidak mengetahui tentang perawatan semasa hamil, kelahiran,
perawatan bayi dan semasa nifas, tidak mengetahui kapan ia harus datang ke pelayanan
kesehatan, kontrol ulang, dan sebagainya. Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku
masyarakat sering kali merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup sehat
di masyarakat. Perilaku, kebiasaan,dan adat istiadat yang merugikan seperti misalnya:
 Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit melahirkan,
 Ibu menyusui dilarang makan makanan yang asin misalnya: ikan asin, telur asin karena
bisamembuat ASI jadi asin
 Ibu habis melahirkan dilarang tidur siang
 Bayi berusia 1 minggu sudah boleh diberikan nasi atau pisang agar mekoniumnya cepat
keluar,
 Ibu post partum harus tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk karena takut darah kotor
naik ke mata.
 Ibu yang mengalami kesulitan dalam melahirkan, rambutnya harus diuraikan dan
persalinanyang dilakukan di lantai, diharapkan ibu dapat dengan mudah melahirkan.
 Bayi baru lahir yang sedang tidur harus ditemani dengan benda-benda tajam.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa wilayah
masihrendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut
yangsedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong kepada ibu
dukun. Didaerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk
menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei kesehatan rumah tangga
tahun 1992menunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek
persalinan oleh dukunyang dapat membahayakan si ibu.
Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapatindakan/praktek yang
membawa resiko infeksi seperti “ngolesi” (membasahi vagina denganminyak kelapa untuk
memperlancar persalinan), “kodok” (memasukkan tangan ke dalam vaginadan uterus untuk
rnengeluarkan placenta) atau“nyanda” (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi
bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan
perdarahan dan pembengkakan). Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran
masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini
biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu
yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu
yang dilarang karena dianggap dapatmempengaruhi kesehatan bayi.
Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan olehdukun beranak untuk
mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan
untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-
daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darahdan cairan yang keluar
karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et
al., 1996).Ini adalah sedikit gambaran tentang aspek sosial budaya masyarakat yang
berkaitandengan persalinan dan pasca persalinan, yang tentunya masih banyak terdapat aspek
sosial budaya yang mempengaruhi persalinan dan pasca persalinan sesuai dengan keanekarag
amanmasyarakat di Indonesia.
D. Pendekatan Melalui Budaya Dan Kegiatan Kebudayaan Kaitannya Dengan Peran
Seorang Bidan.
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan
masyarakat,mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan
masyarakat,khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya,
berkaitandengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja dan
usia lanjut.Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan
tugas, peransertatanggung jawabnya.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan
pendekatan-pendekata khususnya sosial budaya, untuk itu sebagai tenaga kesehatan
khususnyacalon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan berbagai upaya untuk
meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar pentingnya kesehatan.
Menurut Departemen kesehatan RI, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah
sebagai berikut:
1) Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah, mengenai
persalinan, pelayanan keluarga berencana, dan pengayoman medis kontrasepsi.
2) Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, denganmelakuk
an penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.
3) Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi.
4) Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.
5) Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan lembaga swadaya masyarakat.
6) Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke fasilitas kesehatan lainnya.
7) Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta
adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuannya.
Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu diper
diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan aspek soail-
budaya, telah diuraikan dalam peraturan mentri kesehatan No.363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu:
mengenai wilayah, struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem
pemerintahan desa dengan cara:
1. Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada pembagian
wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta mencari keterangan tentag pendud
uk darimasing-masing RT.
2. Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna, tokohmasyara
kat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-lain.
3. Mempelajari data penduduk yang meliputi:
 Jenis kelamin
 Umur
 Mata pencaharian
 Pendidikan
 Agama
4. Mempelajari peta desa.
5. Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan golongan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan harus
mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci keberhasilan
hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama kali harus dilakukan
bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat
setempat.
Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut,
yangmeliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan
kebiasaansehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain
yang berkaitandengan wilayah tersebut.Bidan dapat
menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi melalui pendekatan socialdan budaya yang
akurat. Manusia sebagai mahluk ciptaan tuhan yang di anugerahi
pikiran, perasaan dan kemauan secara naluriah memerlukan prantara budaya untuk menyatak
an rasaseninya, baik secara aktif dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan
apresiatif.
Dalam kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan terhadap kesenian atau
kebudayaan seolah kita memasuki suatu alam rasa yang kasat mata. Maka itu dalam
mengadakan pendekatan terhadap kesenian kita tidak cukup hanya bersimpati terhadap
kesenian itu, tetapi lebih dari ituyaitu secara empati.
Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif
untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan
kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya: Dengan
kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-pesankesehatan yang
ditampilkan di awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan
masyarakat,mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan
masyarakat,khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.Seorang bidan harus
mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitandengan kesehatan ibu
hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut.Seorang bidan juga
harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran sertatanggung
jawabnya.
Seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang
meliputitingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan
sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang
berkaitan denganwilayah tersebut.Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat
bidan dapat berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan
melakukan penyuluhankesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional
tersebut.

B. Saran
Bidan harus selalu menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat dengan selalu
mengadakan komunkasi efektif.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.orng/wiki/budaya
Syafrudin.2009.Kebidanan komunitas.Jakarta:EGC
http://mirnasela.blogspot.com/2017/05/aspek-sosial-budaya-pra-perkawinan-dan.html
Aspek aspek sosial budaya yang berkaitan dengan praktik,
perkawinan,kehamilan,persalinan,nifas,dan bayi baru lahir
Aspek aspek sosial budaya yang berkaitan dengan praktik,
perkawinan,kehamilan,persalinan,nifas,dan bayi baru lahir
1.ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA SETIAP PERKAWINAN

Berdasarkan pada aspek sosial budaya pola penyesuaian perkawinan dilakukan secara
bertahap.

pada fase pertama adalah bulan madu pasangan masih menjalani hidup dengan penuh
kebahagian, dan hal itu karena didasari rasa cinta diawal perkawinan.
Pada fase pengenalan kenyataan, pasangan mengetahui karakteristik dan kebiasaan yang
sebenarnya dari pasangan.
Pada fase kedua mulai terjadi krisis perkawinan terjadi proses penyesuaian akan adanya
perbedaan yang terjadi. Apabila sukses dalam menerima kenyataan maka akan dilanjutkan
dengan suksesnya fase menerima kenyataan. Apabila pasangan sukses mengatasi problema
keluarga dengan berapatasi dan membuat aturan dan kesepakatan dalam rumah tangga maka
fase kebahagiaan sejati akan diperolehnya.

Menurut aspek sosial budaya faktor pendukung keberhasilan penyesuaian perkawinan


mayoritas subjek terletak dalam hal saling memberi dan menerima cinta, ekspresi afeksi,
saling menghormati dan menghargai, saling terbuka antara suami istri.

Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menjaga kualitas hubungan antar
pribadi dan pola-pola perilaku yang dimainkan oleh suami maupun istri, serta kemampuan
menghadapi dan menyikapi perbedaan yang muncul, sehingga kebahagiaan dalam hidup
berumah tangga akan tercapai.
Sedangkan menurut aspek sosial budaya faktor penghambat yang mempersulit
penyesuaian perkawinan mayoritas subjek terletak dalam hal baik suami maupun istri tidak
bisa menerima perubahan sifat dan kebiasaan di awal pernikahan, suami maupun istri tidak
berinisiatif menyelesaikan masalah, perbedaan budaya dan agama diantara suami dan istri,
suami maupun istri tidak tahu peran dan tugasnya dalam rumah tangga.

Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menyikapi perubahan,
perbedaan, pola penyesuaian yang dimainkan dan munculnya hal-hal baru dalam perkawinan,
yang kesemuanya itu dirasa kurang membawa kebahagiaan hidup berumah tangga, sehingga
masing- masing pasangan gagal dalam menyesuaikan diri satu sama lain.

2.Aspek sosial budaya pada setiap trisemester kehamilan


Perawatan kehamilan merupakan salah satu factor yang amat perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk
menjaga kesehatan janin dan menjaga pertumbuhan.Memahami perawatan kehamilan adalah
penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.fakta berbagai kalangan
masyarakat di Indonesia masih banyak ibu ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang
biasa, hal alamiah dan kodrati.Mereka merasa tidak perlu memerikasakan dirinya secara rutin
ke bidan ataupun dokter.Masih banyaknya ibu ibu yang kurang menyadari pentingnya
pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya factor factor resiko tinggi yang
mungkin dialami oleh mereka.Resiko ini bari diketahui pada saat persalinan yang sering kali
karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.Selain
dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan, permasalhan
permasalahan pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga oleh factor nikah diusia muda
yang masih banyak dijumpai didaerah pedesaan.Disamping itu dengan masih adanya
preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku yang menyebabkan
istri mengalami kehamilan berturut turut dalam jangka waktu yang relative pendek,
menyebabkan ibu mengalami resiko tinggi fakta saat melahirkan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah
gizi.Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan 2 dan pantangan pantangan terhadap
beberapa makanan.Sementara kegiatan mereka sehari hari tidakk berkurang. Ditambah lagi
dengan pantangan pantangan terhadap beberapa makanan yang sebetulnya sangat dibutuhkan
oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negative terhadap kesehatan ibu dan janin.Tidak
heraan kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama
dipedessaan.Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita
hamil disebabkan karena kurangnya gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan
darah.Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di jawa tengah, ada kepercayaan bahwa ibu
hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging
karena akan meyebabkan perdarahan yang banyak.Sementara disalah satu daerah jawa barat
ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makanannya agar
bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.Dimasyarakat betawi berlaku pantangan
makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi
asin.Contoh lain didaerah Subang pantang makan dengan piring yang besarkarena khawatir
bayinya akan besar sehingga mempersulit persalinan.Dan memangselain ibunya kurang gizi
berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah.Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya
tahan dan kesehatan si bayi.Selain itu larangan untuk memakan buah buahan seperti pisang,
nanas, ketimun dll bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat
terutama masyarakat didaerah pedesaan.
Didaerah pedesaan masih banyak ibu hamil yang mempercayai dukun beranak untuk
menolong persalinan yang biasanya dilakukan dirumah .Data survey kesehatan Rumah
Tangga tahun 1992 menunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun
beranak.Bebrapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat
praktek praktek persalinan oleh dukun yang membahayakan si ibu.Penelitian iskandar dkk
menunjukkan beberapa tindakan dan praktek yang membawa resiko infeksi seperto
“ngolesi”(membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan),
“kodok” ( memasukkan tangan ke vagina dan uterus untuk mengeluarkan placenta) atau
“nyanda” ( setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan
kedepan selama bejam jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai pendorong persalinan pada dasarnya disebabkan
karena beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat , biaya murah, mengerti dan dapat
memabantu upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta membawa ibu dan bayi
sampai 40 hari.Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan
kesehatan yang ada.Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih namun praktek
praktek tradisional tertentu masih dilakukan.Interaksi antara kondisi kesehatan ibu hamil
dengan kemampuan penolong persalinan sangat menentukan persalinan yaitu kematian atau
bertahan hidup.Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah
perdarahan , infeksi, eksklamsia(keracunan kehamilan).
3. ASPEK SOSIAL BUDAYA SELAMA PERSALINAN KALA I, II, III, IV

4 ASPEK SOSIAL BUDAYA DALAM MASA NIFAS


Masa nifas adlah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan yang lamnya enam minggu.
Jadi arti keseluruhan dari aspek sosial budaya pada masa nifas adalah suatu
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia untuk mencapai tujuan bersama
pada masa sesudah persalinan.
1. macam-macam aspek sosial budaya pada masa nifas
~Masa nifas dilarang makan telur, daging, udang, ikan laut dan lele, keong ,daun
lembayung, buah pare, nenas, gula merah, dan makanan yang berminyak.
Dampak positif: tidak ada
Dampak negative :merugikan karena masa nifas memerlukan makanan yang bergizi
seimbang agar ibu dan bayi sehat.
~Setelah melahirkan atau setelah operasi hanya boleh makan tahu dan tempe tanpa
garam ,ngayep´dilarang banyak makan dan minum, makanan harus disangan/dibakar.
Dampak positif:tida ada
dampak negative :merugikan karena makanan yang sehat akan
mempercepat penyembuhan luka.
~masa nifas dilarang tidur siang.
Dampakpositif:tidakada
Dampak negative : karena masa nifas harus cukup istirahat, kurangi kerja berat.
Karena tenaga yang tersedia sangat bermanfaat untuk kesehatan ibu dan bayi‡
~Masa nifas /saat menyusui setelah waktunya Maghrib harus puasa tidak makan
makanan yangpadat.
Dampak positif : Hal ini
dibenarkan karena dalam faktanya masa nifas setelah maghrib dapat menyebabkan
badan masa nifas mengalami penimbunan lemak,disamping itu organ-organ
kandungan pada masa nifas belum pulih kembali.
Dampak negative : ibu menjadi kurang nutrisi sehingga produksi ASI menjadii
berkuran
~ Masa nifas tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari. Dampak positif: tidak ada
Dampak negative : Hal ini tidak perlu karena masa nifas dan bayi baru lahir
(pemberian imunisasi) harus periksa kesehatannya sekurang-kurangnya 2 kali dalam
bulan pertama yaitu umur0-7haridan8-30hari .
~ Ibu setelah melahirkan dan bayinya harus dipijat/ diurut, diberi pilis / lerongan dan
tapel.
Dampak positif : jika pijatannya benar maka peredaran darah ibu dan bayi menjadii
lancar
Dampak negative : pijatan yang salah sangat berbahaya karena dapat merusak
kandungan. Pilis dan tapel dapat merusak kulit bagi yang tidak kuat / menyebabkan
alergi.
~Masa nifas harus minum abu dari dapur dicampur air, disaring, dicampur garam
dan asam diminumkan supaya ASI banyak.
Dampak positif : tidakada
Dampak negative : karena abu, garam dan asam tidak mengandung zat gizi yang
diperlukan oleh ibu menyusui untuk memperbanyak produksi ASI nya.
~Masa nifas tidak diperbolehkan berhubungan intim
Dampak positif : dari sisi medis, sanggama
memang dilarang selama 40 hari pertama usai melahirkan. Alasannya, aktivitas yang
satu ini akan menghambat proses penyembuhan jalan lahir maupun involusi rahim,
yakni mengecilnya rahim kembali ke bentuk dan ukuran semula. Contohnya infeksi
atau malah perdarahan. Belum lagi libido yang mungkin memang belum muncul
ataupun pengaruh psikologis, semisal kekhawatiran akan robeknya jahitan maupun
ketakutan bakal hamil lagi
Dampak negative: tidakada.
2.Aspek social budaya pada masa nifas pada daerah yang lain:
1.Harus pakai sandal kemana pun iBu harus pergi, selama 40hari.
2.Harus memakai Stagen /udet/ centing. (positif)
3.Minum jamu, agar rahim cepat kembali seperti semula.
4.Pakai lulur param kocok keseluruh badan, biar capek pada badannya cepat
hilang.
5.Tidak boleh bicara dengan keras keras
6.tiap pagi harus mandi keramas, biar badannya cepat segar dan peredaran darah
lancar .
7.kalau tidur/ duduk kaki harus lurus. Tidak boleh ditekuk /posisi miring, hal itu
dapat mempengaruhi posisi tulang, cos tulang bufas seperti bayi baru melahirkan/
mudah terkena Varises.
8. Harus banyak makanan yang bergizi atau yang mengandung sayur-sayuran.
9. Tidak usah memakai perhiasan, karena dapat mengganggu aktifitas Bayi.

5. ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERKAITAN DENGAN BAYI BARU LAHIR


Seorang bayi yang baru lahir umumnya mempunyai berat sekitar 2.7 – 3.6 kg dengan
panjang 45 – 55 cm. Tetapi ia akan kehilangan sampai 10 % dri berat tubuhnya dalam hari-
hari setelah kelahiran. Kemudian pada akhir minggu pertama berat tubuhnya akan mulai naik
kembali.
Karenanya, tidaklah mengherankan jika seorang bayi yang baru lahir memerlukan beberapa
minggu untuk menyesuaikan diri. Sebuah selaput keras menutupi dua titik lunak dari kepala
disebut fontonel. Dimana tulang-tulang tengkorak belum menyatu dan meutup dengan
sempurna. Fontonel anterror.
Menjadi orang tua baru memang menyenangkan, tapi terkadang juga bisa menjadi gugup
atau penakut karena banyaknya mitos-mitos soal bayi yang dibawa turun temurun dari orang-
orang tua kita dulu yang mungkin kita sendiri menjadi bagian dari mitos-mitos yang dianut
orang tua kita. Namun menurut saya mitos-mitos itu tidak selalu salah, mungkin hanya beda
pengertian saja namun juga tidak semuanya benar, bahkan ada yang benar-benar salah
menurut dokter. Inilah beberapa mitos yang masih beredar di masyarakat.

1. Dibedong agar kaki tidak bengkok.


Ternyata di bedong bisa membuat peredaran darah bayi menjadi terganggu, kerja
jantung akan lebih berat memompa darah, akibatnya bayi akan sering sakit di daerah paru-
paru dan jalan nafasnya. Selain itu dibedong akan menghambat perkembangan motorik si
bayi karena tidak ada kesempatan untuk bergerak.
Sebaiknya dibedong saat sesudah mandi untuk melindungi dari dingin atau saat cuaca
dingin itu pun dibedong longgar. Jadi dibedong itu tidak ada hubungannya dengan
pembentukan kaki karena semua kaki bayi yang baru lahir kakinya bengkok, sebab di dalam
perut tidak ada ruang yang cukup untuk meluruskan kakinya sehingga waktu lahirpun masih
bengkok, tapi akan lurus dengan sendirinya.
2. Hidung ditarik-tarik agar mancung
Sebenarnya tidak hubungannya menarik hidung dengan mancung tidaknya hidung,
semua tergantung dari bentuk tulang hidungnya dan itu sudah bawaan, lagi pula kasihan si
bayinya "sakit tau..." Jadi mau ditarik-tarik setiap detikpun kalo memang tidak mancung ya
ga bakal mancung.
3. Pemakaian gurita agar tidak kembung.
Ini jelas salah karena pemakaian gurita akan menghambat perkembangan organ-organ
perut. Sekarang bayangkan kalau perut anda di ikat seperti itu tentu akan merasa sesak dan
tidak nyaman bukan. Jika memang harus memakaikan gurita jangan mengikat terlalu kencang
terutama di bagian dada agar jantung n paru-parunya bisa berkembang dengan baik. Dan jika
tujuannya supaya pusar tidak bodong sebaiknya di pakaikan hanya di pusar dan ikatannya
pun tidak kencang.
4. Menggunting bulu mata agar lentik
Memotong bulu mata bisa mengurangi fungsinya untuk melindungi mata dari benda-
benda asing. Panjang pendeknya bulu mata sudah menjadi bawaan dari bayi itu sendiri.
5. Beri setetes kopi agar bayi tidak step (kejang)
Pemberian kopi pada bayi jelas berbahaya karena mengandung kafein yang akan
memacu denyut jantungnya bekerja lebih cepat. Lagi pula bayi itu minumnya susu bukan
kopi.
6. Jangan memeras kencang-kencang saat mencuci baju bayi, bayi akan gelisah tidurnya.
Kalo di pikir secara logika jelas tidak masuk akal, mungkin bayi gelisah saat tidur
karena dia pipis, pub, gerah, atau ada faktor lain, jadi bukan karena saat memeras pakaiannya,
mungkin lebih masuk akal kalau jangan memeras terlalu keras karena akan merusak pakaian
si bayi yang kalau sudah koyak atau lepas jahitannya akan membuat gelisah sang ayah karena
harus membelikan pakaian yang baru lagi.
7. Jangan menyusui bayi jika bunda sedang sakit
Tadinya saya percaya karena penalaran saya bayi akan tertular sakit si ibu, ternyata
saya salah karena setelah saya konsultasi ke dokter ternyata malah sebaliknya, saat ibu
sedang sakit tubuh si ibu akan menghasilkan sistem kekebalan tubuh yang lebih banyak dan
akan ikut ke dalam asi yang jika di minum si bayi akan meningkatkan sistem kekebalan
tubuhnya. Yang tidak boleh adalah menyusui bayi saat sakit tanpa ada pelindung untuk anda,
contohnya pakailah masker penutup mulut dan hidung saat anda flu karena akan memularkan
penyakit, jadi bukan karena ASI nya.
http://indahfebrianti09.blogspot.com/2015/12/aspek-aspek-sosial-budaya-yang.html
ASPEK SOSIAL BUDAYA BERKAITAN DENGAN PRA PERKAWINAN DAN
PERKAWINAN
Rabu, 23 Maret 2011
Masa pra perkawinan adalah masa pasangan untuk mempersiapkan diri ke jenjang
perkawinan dimana individu mengalami perubahan-perubahan sikap untuk lebih dewasa dan
saling terbuka dan mengerti satu sama lain.

Program kesehatan komunitas berfokus pada promosi kesehatan dan pencegahan


penyakit. Disini dibutuhkan peran bidan dalam memberikan promosi kesehatan melalui
program deteksi dini dan pengajaran. Misalnya deteksi dini penyakit kanker payudara, dan
penyakit-penyakit lain pada pasangan pra perkawinan.

Juga termasuk pengajaran bagi pasangan pra perkawinan dengan usia dini dimana
perkawinan dini masih menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksi perempuan di
Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mencatat, anak perempuan yang menikah
pertama kali pada usia sangat muda, 10-14 tahun, cukup tinggi, jumlahnya 4,8 persen dari
jumlah perempuan usia 10-59 tahun. Sedangkan yang menikah dalam rentang usia 16-19
tahun berjumlah 41,9 persen. Dengan demikian, hampir 50 persen perempuan Indonesia
menikah pertama kali pada usia di bawah 20 tahun. Provinsi dengan persentase perkawinan
dini tertinggi adalah Kalimantan Selatan (9 persen), Jawa Barat (7,5 persen), serta
Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing 7 persen ini sangat berhubungan
dengan sosial budaya pada daerah tersebut.

Usia perkawinan dini yang cukup tinggi pada perempuan mengindikasikan rentannya
posisi perempuan di masyarakat. Sedangkan bagi perempuan, menikah artinya harus siap
hamil pada usia sangat muda. Bila disertai kekurangan energi dan protein, akan menimbulkan
masalah kesehatan yang dapat berakibat kematian bagi ibu saat melahirkan dan juga bayinya
dan resiko hamil muda sangat tinggi.

Peran layanan kesehatan menjadi sangat penting, termasuk peran bidan, seperti
tecermin dalam program Pos Bhakti Bidan-Srikandi Award 2010 pada Desember lalu. Para
bidan dalam Pos Bhakti Bidan—program yang dicanangkan Ikatan Bidan Indonesia untuk
layanan kesehatan perempuan bersama tokoh dan anggota masyarakat di tempat bidan berada
—menjadi tumpuan ibu hamil dan remaja putri yang membutuhkan layanan kesehatan
reproduksi.

Inisiatif bidan sangat menentukan derajat kesehatan perempuan pra perkawinan dan
perkawinan. Bidan Asiwei E Tigoi dari Palangkarya, Kalimantan Tengah, misalnya, harus
mengubah adat setempat memberikan santan segar kepada bayi baru lahir. Bidan Nuryati
Alinti dari Kota Gorontalo berhadapan dengan masalah anemia remaja putri karena
kehamilan pada usia belum 15 tahun.
Tantangan konkret yang dihadapi bidan adalah kemiskinan, pendidikan rendah, dan
budaya. Karena itu, kemampuan mengenali masalah dan mencari solusi bersama masyarakat
menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki bidan.
http://kti-akbid.blogspot.com/2011/03/aspek-sosial-budaya-berkaitan-dengan.html
ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA SETIAP PERKAWINAN DAN PRA
PERKAWINAN

A.ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA SETIAP PERKAWINAN


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan semua manusia. Dalam
era globalisasi dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem pada masa ini menuntut
semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang kini
banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan
anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di
dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan
pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan
sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan,
seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.
Pola makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana
peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan
tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan
pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.

Aspek sosial budaya setiap perkawinan berdasarkan pola penyesuaian perkawinan


dilakukan secara bertahap. Pada fase pertama adalah bulan madu pasangan masih menjalanj
hidup dengan penuh kebahagiaan, dan hal itu karena didasari rasa cinta diawal perkawinan.
Pada fase perkenalan kenyataan, pasangan mengetahui karakteristik dan kebiasaan yang
sebenarnya dari pasangan. Pada fase kedua mulai terjadi krisis perkawinan terjadi proses
penyesuaian akan adanya perbedaan yang terjadi. Apabilka sukses dalam menerima
kenyataan maka akan dilanjutkan dengan suksesnya fase menerima kenyataan. Apabila
pasangan sukses mengatasi problema keluarga dengan beradaptasi dan membuat peraturan
dan kesepakatan dalam rumah tangga maka fase kebahagiaan sejati akan diperolehnya.

Menurut aspek sosial budaya, faktor pendukung keberhasilan penyusuaian perkawinan


mayoritas subjek terletak dalam hal saling memberi dan menerima cinta, ekspresi, saling
menghormati dan menghargai, saling terbuka antara suami istri. Hal tersebut tercermin pada
bagaimana pasangan suami istri menjaga kualitas hubungan antar pribadi dan pola – pola
perilaku yang dimainkan oleh suami maupun istri,serta kemampuan menghadapi dan
menyikapi perbedaan yang muncul, sehingga kebahagian dalam hidup berumah tangga akan
tercapai.
Faktor penghambat yang mempersulit penyesuaian aspek sosial budaya terletak dalam
hal baik suami maupun istri tidak bisa menerima perubahan sifat dan kebiasaan diawal
pernikahan, suami maupun istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah,perbedaan budaya
dan agama diantara suami dan istri, suami maupun istri tidak tahu peran dan tugas nya dalam
berumah tangga. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menyikapi
perubahan, perbedaan,pola penyesuaian serta hal – hal baru dalam perkawinan sehingga
masing – masing pasangan gagal dalam menyesuaikan diri satu sama lain.

sebagai contoh :

Perkawinan adalah sesuatu yang sangat sakral di dalam budaya masyarakat Aceh sebab
hal ini berhubungan dengan nilai – nilai keagamaan. Perkawinan mempunyai nuansa
tersendiri dan sangat dihormati oleh masyarakat. Upacara perkawinan pada masyarakat Aceh
merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari beberapa tahap, mulai dari pemilihan jodoh
(suami/istri), pertunangan dan hingga upacara peresmian perkawinan.

Suatu kebiasaan bagi masyarakat Aceh, sebelum pesta perkawinan dilangsungkan


terlebih dahulu tiga hari tiga malam diadakan upacara meugaca atau boh gaca (berinai) bagi
pengantin laki – laki dan pengantin perempuan di rumahnya masing – masing. Tampak kedua
belah tangan dan kaki pengantin dihiasi dengan inai.

Pada puncak acara peresmian perkawinan, maka diadakan acara pernikahan.Setelah


selesai acara nikah, linto baro di bimbing ke pelaminan persandingan, di mana dara baro telah
terlebih dahulu duduk menunggu. Sementara itu dara baro bangkit dari pelaminan untuk
menyembah suaminya. Penyembahan suami ini disebut dengan seumah teuot linto. Setelah
dara baro teuot linto, maka linto baro memberikan sejumlah uang kepada dara baro yang
disebut dengan pengseumemah (uang sembah).

Selama acara persandingan ini, kedua mempelai dibimbing oleh seorang nek peungajo.
Biasanya yang menjadi peungajo adalah seorang wanita tua. Kemudian kedua mempelai itu
diberikan makan dalam sebuah pingan meututop (piring adat) yang indah dan besar
bentuknya. Selanjutnya kedua mempelai tadi di peusunteng (disuntingi) oleh sanak keluarga
kedua belah pihak yang kemudian diikuti oleh para jiran (tetangga). Keluarga pihak linto baro
menyuntingi (peusijuk / menepung tawari) dara baro dan keluarga pihak dara baro
menyuntingi pula linto baro. Tiap – tiap orang menyuntingi selain menepung tawari dan
melekatkan pulut kuning di telinga temanten, juga member sejumlah uang yang disebut
teumentuk. Acara peusuntengini lazimnya didahului oleh ibu linto baro, yang kemudian
disusul oleh orang lain secara bergantian.

Apabila acara peusunteng sudah selesai, maka rombongan linto baro minta ijin untuk
pulang ke rmahnya. Linto baro turut pula dibawa pulang. Ada kalanya pula linto baro tidak
dibawa pulang, ia tidur di rumah dara baro, tetapi pada pagi – pagi benar linto baro sudah
meninggalkan rumah dara baro. Karena malu menurut adat, bila linto baro masih di rumah
dara baro sampai siang.

PEMBAHASAN

Aspek sosial budaya pada setiap perkawinan

Berdasarkan pada aspek sosial budaya pola penyesuaian perkawinan dilakukan secara
bertahap. Pada fase pertama adalah bulan madu pasangan masih menjalani hidup dengan
penuh kebahagian, dan hal itu karena didasari rasa cinta diawal perkawinan. Pada fase
pengenalan kenyataan, pasangan mengetahui karakteristik dan kebiasaan yang sebenarnya
dari pasangan. Pada fase kedua mulai terjadi krisis perkawinan terjadi proses penyesuaian
akan adanya perbedaan yang terjadi. Apabila sukses dalam menerima kenyataan maka akan
dilanjutkan dengan suksesnya fase menerima kenyataan. Apabila pasangan sukses mengatasi
problema keluarga dengan berapatasi dan membuat aturan dan kesepakatan dalam rumah
tangga maka fase kebahagiaan sejati akan diperolehnya.

Menurut aspek sosial budaya faktor pendukung keberhasilan penyesuaian perkawinan


mayoritas subjek terletak dalam hal saling memberi dan menerima cinta, ekspresi afeksi,
saling menghormati dan menghargai, saling terbuka antara suami istri. Hal tersebut tercermin
pada bagaimana pasangan suami istri menjaga kualitas hubungan antar pribadi dan pola-pola
perilaku yang dimainkan oleh suami maupun istri, serta kemampuan menghadapi dan
menyikapi perbedaan yang muncul, sehingga kebahagiaan dalam hidup berumah tangga akan
tercapai.
Sedangkan menurut aspek sosial budaya faktor penghambat yang mempersulit
penyesuaian perkawinan mayoritas subjek terletak dalam hal baik suami maupun istri tidak
bisa menerima perubahan sifat dan kebiasaan di awal pernikahan, suami maupun istri tidak
berinisiatif menyelesaikan masalah, perbedaan budaya dan agama diantara suami dan istri,
suami maupun istri tidak tahu peran dan tugasnya dalam rumah tangga. Hal tersebut
tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menyikapi perubahan, perbedaan, pola
penyesuaian yang dimainkan dan munculnya hal-hal baru dalam perkawinan, yang
kesemuanya itu dirasa kurang membawa kebahagiaan hidup berumah tangga, sehingga
masing- masing pasangan gagal dalam menyesuaikan diri satu sama lain.

B.ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA SETIAP PRA PERKAWINAN


Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diaturkan atau diajarkan manusia kepada
generasi berikutnya ( taylor 1989 )sedangkan menurut sir Eduarel taylor ( 1871 ) dalam
Andrew dan boyle (1995) , budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung
pengetahuan , keyakinan ,seni , moral , hokum ,kebiasaan , dan kecakapan lain yang
merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota komunikasih setempat . menurut
pandangan antopologi tradisional , budaya dibagi menjadi dua yaitu :

1) Budaya material

Dapat beruapa objek , seperti makanan , pakaian , seni , benda - benda

kepercayaan (jimat)

2) Budaya non material

Yang mencakup kepercayaan , kebiasaan , bahasa , dan intitusi sosial .

Menurut konsep budaya lainingen (1978 , 1984 ) karakteristik budaya

dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Budaya adalah pengalaman yang bersifat univerbal sehingga tidak ad

dua budaya yang sama persis

2) Budaya bersifat setabil , tetapi juga dinamis karena budaya tersebut

diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan

3) Budaya diisi dan tentukan oleh kehidupan manusia sendiri tanpa

Disadari.

Menurut leininger (1991 ) budaya adA 2 jenis yaitu :

1. Budaya yang diturunkan oleh orang tuanya yang disebut ETNO

CARING

2. Budaya yang di pelajari melalui kegiatan formal yang disebut

PROFFESIONAL CARING .

Sedangkan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan yang pantas ,
berharga yang mempengarui prilaku sosial dari orang yang memliki nilai itu ( DS. Robert
m .2 lawang )

Dan nilai itu erat hubungannya dengan kehidupan dan masyarakat , karena

setiap masyarakat atau setiap kehidupan memiliki nilai-nilai tertentu .


Menurut KOENIJARANINGRAT ada 5 masalah pokok dimana semua sistem nilai dari
semua kebudayaan di dunia ini berhubungan dengan masalah- masalah yaitu :

a) Hakekat hidup

b) Hakekat karya manusia


c) Hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu
d) Hakekat manusia dengan alam sekitarnya
e) Hakekat hubungan manusia dengan sesamanya

Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan dengan Pra Perkawinan

NO CONTOH ALASAN ALASAN KESIMPULAN


BUDAYA BUDAYA RASIONAL

Di jodohkan Supayah Tidak harus Tidak


mendapatkan calon berhubungan
1. jodoh yang pasangan di
sesuai jodohkan ,
dengan karena
harapan orang kedua calon
tua dan kelak pasangan
menjadi harus
keluarga baik . saling
karena mengenal
keluarga sudah dulu . ada
tahu kecocokan
bibit , bebet baru
dan bobot menginjak
dari calon
pasangan ketahap yang

lebih serius

Pacaran Karena sekarng Penting . Berhubungan


bukan supaya
2. zamannya lagi kedua calon
siti pasangan
nurbaya . jadi saling
kedua mengenal
calon pasangan memahami
harus satu
saling kenal .
saling sama lain
mencintai dan
menyayangi.

Perkenalan Supaya saling Penting Berhubungan


antara kedua mengenal dan karena
3. orang tua calon tahu kedua
pasangan kondisi keluarga
keluarga calon calon
pasangan pasangan
harus saling
mengenal ,
dan
tahu kondisi
keluarga
masing-
masing.

Melakukan Supaya ada Bila pihak Berhubungan


pinangan / ikatan laki-
4. besanan laki sudah
yang jelas datang
kerumah calon
pasangan
wanita
berarti wanita
tersebut sudah
ada yang
mintah dan
tidak boleh
menerima
pinangan lagi
dari
laki– laki lain

Melakukan Supaya ada Penting Berhubungan


balasan atau kesepakatan karena
5. pihak keluarga antara harus ada
wanita datang dua calon persetujuan
kerumah pihak keluarga antara
laki– laki pasangan dua keluarga
untuk untuk
membalas membicarakan
pinangan dan kejenjang
menjawab selanjutnya
permintaan
dari
pihak laki-laki

Pihak laki-laki Tahapan yang Melamar itu Berhubungan


melakukan harus penting tetapi
6. lamaran tidak selalu
dengan dillalui sebelum harus
membawa ke membelikan
perangkat ,
perangkat yang jujung tergantung
perkawinan
meliputi : kemampuan
dari
seperangkat pihak laki–laki
yang penting
pakaian
kedua
lengkap keluarga
perhiasan dan calon
make up pasangan
kue kue sudah
ada
persetujuan.

Tukar cincin Supaya tahu Kedua calon Berhubungan


bahwa pasangan
7. kedua calon tidak
pasangan harus selalu
sudah ada melakukan
ikatan tukar
cincin . karena
tukar cincin
hanya
memperjelas
status wanita
itu
bahwa ada
laki–
laki yang
melamarnya

Melakukan Kedua calon Tidak ada Tidak


pengantin tidak hubungan
8.
pingitan boleh karena berhubungan
saling ketemu semua
selama kejadian
1 minggu itu sudah
supaya tidak diatur
terjadi hal– hal oleh tuhan
yang yang
tidak di maha esa .
inginkan Dan tujuan
dari
pingitan itu
sendiri supaya
kedua calon
penganti itu
bisa
menenangkan
diri
dan siap
secara
fisik maupun
mental

Melakukan Sebagai salah Penting , Berhubungan


immunisasi TT satu karena
9. pada calon syarat untuk
pengantin mengurus bila wanita
wanit pernikahan dan tersebut hamil
dalam bayi yang di
rangka lahirkan nanti
mempersiapkan akan
kehamilan yang terhindar
sehat dari penyakit
tetanus
neonatorum

Melakukan Supaya waktu Tidak ada Tidak


puasa baik dinas hubungannya.
10. pada Karena berhubungan
calon pengantin pangling
pengantin wanita nggaknya itu
maupun perias terlihat paling ( tergantung
pengantin lebih dari
wajah
cantik ) perempuan
itu sendiri
maupun cara
perias
memberikan
make up

Melakukan Sesuai dengan Penting Berhubungan


syari’at karena
11. pengajian atau kita
agama dan merupakan
walimatul tradisi
urusi manusia
beragama dan
harus selalu

berdo’a
kepada

tuhan yang
maha
esa agar di
berikan
kemudahan
dan
kelancaran
dan di
jadikan
keluarga
yang bahagia

Calon Supaya waktu Tidak Tidak


pengantin acara berhubungan ,
12. wanita 1 hari resepsi karena hujan berhubungan
sebelum hari pernikahan itu
pernikahannya tidak terjadi atau tidak
tidak boleh hujan tergantung
mandi pada
iklim atau
cuaca .
dan bila calon
pengantin
tidak
mandi
badannya
akan baud an
bisa
terkena
penyakit
kulit.

13. Midodareni Supaya Tidak semua Tidak


(mandi air mendapatkan calon
kembang tujuh restu dari para pengantin berhubungan
rupa ) sesepuh dan harus
suapaya melakukan
tubuh calon tradisi
pengantin midodar
berbau harum
dan
wangi seperti
bunga

BAB II

Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Bayi Baru Lahir

Seorang bayi yang baru lahir umumnya mempunyai berat sekitar 2.7 – 3.6 kg dengan
panjang 45 – 55 cm. Tetapi ia akan kehilangan sampai 10 % dri berat tubuhnya dalam hari-
hari setelah kelahiran. Kemudian pada akhir minggu pertama berat tubuhnya akan mulai naik
kembali.
Karenanya, tidaklah mengherankan jika seorang bayi yang baru lahir memerlukan beberapa
minggu untuk menyesuaikan diri. Sebuah selaput keras menutupi dua titik lunak dari kepala
disebut fontonel. Dimana tulang-tulang tengkorak belum menyatu dan meutup dengan
sempurna. Fontonel anterror.

~Pengertian Bayi Yang Baru Lahir (BBL)


DALAM masayarakat bayi baru lahir terdapat beberapa pantangan.misal dalam adat nias;

~bayi tidak boleh tidur sendiri.dan di atas bantal bayi harus ditaro,gunting hal ini agar si bayi
terselamatkan dari bahaya santet yg bias saja mengancam akan kehadiran bayi tsbt.

~Mitos bayi baru lahir


Menjadi orang tua baru memang menyenangkan, tapi terkadang juga bisa menjadi gugup atau
penakut karena banyaknya mitos-mitos soal bayi yang dibawa turun temurun dari orang-
orang tua kita dulu yang mungkin kita sendiri menjadi bagian dari mitos-mitos yang dianut
orang tua kita. Namun menurut saya mitos-mitos itu tidak selalu salah, mungkin hanya beda
pengertian saja namun juga tidak semuanya benar, bahkan ada yang benar-benar salah
menurut dokter. Inilah beberapa mitos yang masih beredar di masyarakat.

1. Dibedong agar kaki tidak bengkok.

Ternyata di bedong bisa membuat peredaran darah bayi menjadi terganggu, kerja jantung
akan lebih berat memompa darah, akibatnya bayi akan sering sakit di daerah paru-paru dan
jalan nafasnya. Selain itu dibedong akan menghambat perkembangan motorik si bayi karena
tidak ada kesempatan untuk bergerak.

Sebaiknya dibedong saat sesudah mandi untuk melindungi dari dingin atau saat cuaca dingin
itu pun dibedong longgar. Jadi dibedong itu tidak ada hubungannya dengan pembentukan
kaki karena semua kaki bayi yang baru lahir kakinya bengkok, sebab di dalam perut tidak ada
ruang yang cukup untuk meluruskan kakinya sehingga waktu lahirpun masih bengkok, tapi
akan lurus dengan sendirinya.

2. Hidung ditarik-tarik agar mancung

Sebenarnya tidak hubungannya menarik hidung dengan mancung tidaknya hidung, semua
tergantung dari bentuk tulang hidungnya dan itu sudah bawaan, lagi pula kasihan si bayinya
"sakit tau..." Jadi mau ditarik-tarik setiap detikpun kalo memang tidak mancung ya ga bakal
mancung.

3. Pemakaian gurita agar tidak kembung.

Ini jelas salah karena pemakaian gurita akan menghambat perkembangan organ-organ perut.
Sekarang bayangkan kalau perut anda di ikat seperti itu tentu akan merasa sesak dan tidak
nyaman bukan. Jika memang harus memakaikan gurita jangan mengikat terlalu kencang
terutama di bagian dada agar jantung n paru-parunya bisa berkembang dengan baik. Dan jika
tujuannya supaya pusar tidak bodong sebaiknya di pakaikan hanya di pusar dan ikatannya
pun tidak kencang.

4. Menggunting bulu mata agar lentik

Memotong bulu mata bisa mengurangi fungsinya untuk melindungi mata dari benda-benda
asing. Panjang pendeknya bulu mata sudah menjadi bawaan dari bayi itu sendiri.

5. Beri setetes kopi agar bayi tidak step (kejang)

Pemberian kopi pada bayi jelas berbahaya karena mengandung kafein yang akan memacu
denyut jantungnya bekerja lebih cepat. Lagi pula bayi itu minumnya susu bukan kopi.
6. Jangan memeras kencang-kencang saat mencuci baju bayi, bayi akan gelisah tidurnya.
Kalo di pikir secara logika jelas tidak masuk akal, mungkin bayi gelisah saat tidur karena dia
pipis, pub, gerah, atau ada faktor lain, jadi bukan karena saat memeras pakaiannya, mungkin
lebih masuk akal kalau jangan memeras terlalu keras karena akan merusak pakaian si bayi
yang kalau sudah koyak atau lepas jahitannya akan membuat gelisah sang ayah karena harus
membelikan pakaian yang baru lagi.

7. Jangan menyusui bayi jika bunda sedang sakit

Tadinya saya percaya karena penalaran saya bayi akan tertular sakit si ibu, ternyata saya
salah karena setelah saya konsultasi ke dokter ternyata malah sebaliknya, saat ibu sedang
sakit tubuh si ibu akan menghasilkan sistem kekebalan tubuh yang lebih banyak dan akan
ikut ke dalam asi yang jika di minum si bayi akan meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya.
Yang tidak boleh adalah menyusui bayi saat sakit tanpa ada pelindung untuk anda, contohnya
pakailah masker penutup mulut dan hidung saat anda flu karena akan memularkan penyakit,
jadi bukan karena ASI nya.

BBL ialah bayi yang baru lahir dengan berat badan saat lahir < 2500 g. Istilah BBLR
digunakan oleh WHO untuk mengganti istilah bayi prematur. Untuk mendapatkan
keseragaman, pada kongres “EUROPEAN PERINATAL MEDICINE II’ di Londong
tahun 1970, diusulkan defenisi sebagai berikut :
1) Bayi kurang bulan ialah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu (249 hari)
2) Bayi cukup bulan ialah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 sampai empat puluh
dua minggu (259 sampai 293 hari)
3) Bayi lebih bulan ialah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 42 minggu atau lebih (294
hari atau lebih).

Bayi berat lahir rendah dipengaruhi dari beberapa faktor :


1.Faktor-faktor yang berkaitan dengan ibu seperti: umur ibu, umur kehamilan, paritos, berat
badan dan tinggi badan, status gizi (nutrisi), anemia, kebiasaan minum alkohol dan merokok,
penyakit-penyakit keadaan tertentu waktu hamil (misalnya anemia, pendarahan dan lain-lain),
jarak kehamilan, kehamilan ganda, riwayat abortus.
2.Faktor janin meliputi kehamilan kembar dan kelainan bawaan
3.Faktor-faktor bayi seperti jenis kelain dan ras
4.Faktor lingkungan seperti pendidikan dan pengetahuan ibu, pekerjaan, dan status sosial
ekonomi dan budaya
5.Pelayanan kesehatan (antenatal cores)
http://dedypradipta.blogspot.com/2011/12/aspek-sosial-budaya-pada-setiap.html

ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA SETIAP PERKAWINAN

PEMBAHASAN

Aspek sosial budaya setiap perkawinan berdasarkan pola penyesuaian perkawinan


dilakukan secara bertahap. Pada fase pertama adalah bulan madu pasangan masih menjalanj
hidup dengan penuh kebahagiaan, dan hal itu karena didasari rasa cinta diawal perkawinan.
Pada fase perkenalan kenyataan, pasangan mengetahui karakteristik dan kebiasaan yang
sebenarnya dari pasangan. Pada fase kedua mulai terjadi krisis perkawinan terjadi proses
penyesuaian akan adanya perbedaan yang terjadi. Apabilka sukses dalam menerima
kenyataan maka akan dilanjutkan dengan suksesnya fase menerima kenyataan. Apabila
pasangan sukses mengatasi problema keluarga dengan beradaptasi dan membuat peraturan
dan kesepakatan dalam rumah tangga maka fase kebahagiaan sejati akan diperolehnya.

Menurut aspek sosial budaya, faktor pendukung keberhasilan penyusuaian perkawinan


mayoritas subjek terletak dalam hal saling memberi dan menerima cinta, ekspresi, saling
menghormati dan menghargai, saling terbuka antara suami istri. Hal tersebut tercermin pada
bagaimana pasangan suami istri menjaga kualitas hubungan antar pribadi dan pola – pola
perilaku yang dimainkan oleh suami maupun istri,serta kemampuan menghadapi dan
menyikapi perbedaan yang muncul, sehingga kebahagian dalam hidup berumah tangga akan
tercapai.

Faktor penghambat yang mempersulit penyesuaian aspek sosial budaya terletak dalam hal
baik suami maupun istri tidak bisa menerima perubahan sifat dan kebiasaan diawal
pernikahan, suami maupun istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah,perbedaan budaya
dan agama diantara suami dan istri, suami maupun istri tidak tahu peran dan tugas nya dalam
berumah tangga. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menyikapi
perubahan, perbedaan,pola penyesuaian serta hal – hal baru dalam perkawinan sehingga
masing – masing pasangan gagal dalam menyesuaikan diri satu sama lain.

Salah satu contoh aspek sosial budaya perkawinan di provinsi Aceh


Perkawinan adalah sesuatu yang sangat sakral di dalam budaya masyarakat Aceh
sebab hal ini berhubungan dengan nilai – nilai keagamaan. Perkawinan mempunyai nuansa
tersendiri dan sangat dihormati oleh masyarakat. Upacara perkawinan pada masyarakat Aceh
merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari beberapa tahap, mulai dari pemilihan jodoh
(suami/istri), pertunangan dan hingga upacara peresmian perkawinan.

Suatu kebiasaan bagi masyarakat Aceh, sebelum pesta perkawinan dilangsungkan


terlebih dahulu tiga hari tiga malam diadakan upacara meugaca atau boh gaca (berinai) bagi
pengantin laki – laki dan pengantin perempuan di rumahnya masing – masing. Tampak kedua
belah tangan dan kaki pengantin dihiasi dengan inai.

Pada puncak acara peresmian perkawinan, maka diadakan acara pernikahan.Setelah selesai
acara nikah, linto baro di bimbing ke pelaminan persandingan, di mana dara baro telah
terlebih dahulu duduk menunggu. Sementara itu dara baro bangkit dari pelaminan untuk
menyembah suaminya. Penyembahan suami ini disebut dengan seumah teuot linto. Setelah
dara baro teuot linto, maka linto baro memberikan sejumlah uang kepada dara baro yang
disebut dengan pengseumemah (uang sembah).

Selama acara persandingan ini, kedua mempelai dibimbing oleh seorang nek peungajo.
Biasanya yang menjadi peungajo adalah seorang wanita tua. Kemudian kedua mempelai itu
diberikan makan dalam sebuah pingan meututop (piring adat) yang indah dan besar
bentuknya. Selanjutnya kedua mempelai tadi di peusunteng (disuntingi) oleh sanak keluarga
kedua belah pihak yang kemudian diikuti oleh para jiran (tetangga). Keluarga pihak linto baro
menyuntingi (peusijuk / menepung tawari) dara baro dan keluarga pihak dara baro
menyuntingi pula linto baro. Tiap – tiap orang menyuntingi selain menepung tawari dan
melekatkan pulut kuning di telinga temanten, juga member sejumlah uang yang disebut

teumentuk. Acara peusuntengini lazimnya didahului oleh ibu linto baro, yang
kemudian disusul oleh orang lain secara bergantian.

Apabila acara peusunteng sudah selesai, maka rombongan linto baro minta ijin untuk
pulang ke rmahnya. Linto baro turut pula dibawa pulang. Ada kalanya pula linto baro tidak
dibawa pulang, ia tidur di rumah dara baro, tetapi pada pagi – pagi benar linto baro sudah
meninggalkan rumah dara baro. Karena malu menurut adat, bila linto baro masih di rumah
dara baro sampai siang.

http://muslimah-isbd.blogspot.com/2010/11/6aspek-sosial-budaya-pada-setiap.html?
view=classic
Pada fase pertama adalah bulan madu pasangan masih menjalani hidup dengan penuh kebahagian.
• Pada fase kedua pengenalan kenyataan, pasangan mengetahui karakteristik dan kebiasaan yang
sebenarnya dari pasangan. • Pada fase ketiga mulai terjadi krisis perkawinan terjadi proses
penyesuaian akan adanya perbedaan yang terjadi. 1. saling memberi dan menerima cinta. 2. saling
menghormati dan menghargai. 3. saling terbuka antara suami istri.

3. 1. suami maupun istri tidak bisa menerima perubahan sifat dan kebiasaan pasangagnya di awal
pernikahan. 2. suami maupun istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah. 3. perbedaan budaya
dan agama diantara suami dan istri. 4. suami maupun istri tidak tahu peran dan tugasnya dalam
rumah tangga.  Aspek Sosial Budaya Saat Pra Perkawinan Pelayanan kebidanan diawali dengan
pemeliharaan kesehatan para calon ibu. Promosi kesehatan pranikah merupakan suatu proses untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang
ditujukan pada masyarakat reproduktip pranikah. Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan
menikah dianjurkan. Selain itu bidan juga berperan dalam mencegah perkawinan dini pada pasangan
pra nikah dimana masih menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksi perempuan di
Indonesia.

4.  Aspek Sosial Budaya Saat Perkawinan Pembinaan yang dilakukan oleh bidan sendiri antara lain
mempromosikan kesehatan agar peran serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga
meningkat. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan
pengetahuan aspek sosial budaya dalam penerapannya kemudian melakukan pendekatan-
pendekatan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan yang tidak
mendukung peningkatan kesehatan ibu dan anak.

5. Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah
terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga
pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care)
adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Fakta di berbagai
kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal
yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke
bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan
kehamilan ke bidan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor- faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka.

6. Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini
disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa
makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-
pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil
tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan
kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.

7. • Di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena
khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. • Pantang minum air tebu,
membuat kita melahirkan sebelum saatnya. • Tidak boleh memotong atau menjahit baju. • Minum
air es akan menyebabkan bayi besar
2.3.1 Salah satu contoh kebudayaan kehamilan di Indonesia
 Masyarakat Timor di Kelurahan Bello memperlakukan beberapa praktek budaya terhadap
kehamilan yaitu : ibu hamil tersebut harus menggunakan peniti yang diberi bawang putih dan
genoak untuk mengusir makhluk halus, ibu hamil tidak boleh jalan malam hari, ibu hamil
tersebut tetap diperbolehkan bekerja tetapi diharapkan tidak melakukan pekerjaan berat
seperti angkat air. Sedangkan untuk perawatan kehamilan masyarakat Timor biasanya
melakukan pijat pada dukun bersalin yang dipercaya warga setempat untuk memperbaiki
posisi anak. Pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil di Kelurahan Bello umumnya mereka
melakukan pemeriksaan di Puskesmas dan Posyandu.tetapi tetap melakukan pijat atau urut di
dukun.
 Pantangan selama kehamilan, Ibu hamil pada masyarakat Timor di Bello memiliki beberapa
pantangan selama kehamilan, pantangan ini berlaku bagi ibu hamil itu sendiri dan: Ibu hamil
memiliki beberapa makanan pantangan yaitu tidak boleh makan jagung pipil (soalnya nanti
ari-ari terpisah), kerak nasi (ari-ari berkerak susah lepas )dan telur serta daging yang dibunuh,
ibu hamil diperkenankan makan makanan daging olahan seperti abon atau dendeng, dan
suami dari ibu yang sedang hamil itu tidak boleh membunuh hewan.
 Sedangkan praktek perawatan kehamilan pada ibu hamil di Jepara ibu melakukan berbagai
upaya agar bayi dan ibunya sehat dan dapat bersalin normal dan tidak cacat, adapun beberapa
upaya perawatan kehamilan yang dilakukan antara lain : melakukan perawatan selama
kehamilan, rajin memeriksakan diri ke petugas kesehatan, memeriksakan diri ke petugas
kesehatan untuk mengatasi keluhan, tidak ada praktek pantang makanan saat hamil dan suami
selalu terlibat dalam pemeriksaan kehamilan.
 Sedangkan di Jepara juga memiliki pantangan pada ibu hamil dan keluarganya seperti :
Selama kehamilan juga ada pantangan yang harus diperhatikan ibu dan bapak misal: tidak
boleh menyiksa atau membunuh binatang dan tidak boleh mengejek orang yang cacat supaya
si bayi dapat lahir dengan selamat dan tidak cacat. Dari kajian tiga wilayah di Indonesia yaitu
di Kabupaten Mimika, Makassar dengan suku Toraja dan Di Jepara menunjukkan bahwa di
setiap wilayah di Indonesia memiliki pantangan tertentu pada Ibu Hamil dan keluarganya ,
pantangan tersebut dikaitkan dengan kesehatan janin dan kelancaran dalam proses persalinan
 Upacara dan ritual pada kehamilan ini juga terdapat pada beberapa wilayah di Indonesia
seperti di Kabupaten Jepara masih memperingati upacara 7 bulan bayi dalam kandungan
khususnya bagi anak pertama, selain itu juga ada upacara Munari merupakan upacara
selamatan dengan nasi tumpeng yang puncaknya adalah nasiketan berwarna kuning yang
diibaratkan cahaya sebagai simbol bahwa pada usia kehamilan ketujuh si janin sudah
mempunyai roh atau nyawa. Dalam upacara tersebut suami sangat berperan dalam jalannya
upacara tersebut. Menurut dua paparan ritual atau upacara yang diberlakukan kepada ibu
hamil pada masyarakat Bello menurut budaya Timor dengan Jepara ditemukan sangat berbeda
aplikasinya tetapi tujuan dari upacara tersebut adalah sama yaitu untuk mendoakan
keselamatan bagi ibu dan janin di dalam kandungan

Anda mungkin juga menyukai