Anda di halaman 1dari 17

NASKAH DRAMA

“POLITIK HITAM”

Di susun oleh:

1. Auryn Banu Akiela (04)


2. Chairani Aulia (06)
3. Putri Nabila Oktariani (26)
4. Tiara Aulia Ardianti (32)

SMAN 2 CIBINONG
JL. KARADENAN NO. 05 CIBINONG
KABUPATEN BOGOR 16913 - JAWA BARAT
TAHUN AJARAN 2022/2023
SINOPSIS
POLITIK. Satu kata yang bisa saja menyenangkan sekaligus menyeramkan. Kata yang
penuh dengan konspirasi, juga permainan.
Pastinya tak akan menyenangkan jika kamu tidak sengaja terjebak di dalamnya, seperti yang
dialami salah satu tokoh dalam cerita ini. Dunia politik membangunkan sosok lain dalam
dirinya, sosok yang mati rasa hingga terbalut dosa.
Dirinya hanyalah seorang, korban.
BABAK I
Berita terkini, Operasi SAR Pesawat CLBT 123 yang jatuh di Perairan Hrehaan pada 29
Februari 2023, hari ini resmi dihentikan setelah 13 hari pencarian. Hingga saat ini terpantau
14 jasad penumpang dan awak kru belum ditemukan. Salah satunya adalah Ketua Partai
Politik Karya Priawan (PKP), Adiatma Priawan.

Bara Bachtiar: Kasihan sekali Pak Adipramana, anak satu-satunya wafat tapi tidak bisa
melihat sosoknya untuk terakhir kali, terlebih lagi kondisi kesehatan beliau semakin menurun.
Zayn Atmadja: Iya, sebelumnya juga dapat kabar kalau Pak Adiatma, ada rencana pergi ke
Swiss untuk menemani Pak Adipramana operasi disana.
Vian Mahardika: Nasib kita juga sekarang gimana? Sebentar lagi pemilu tapi malah dapat
musibah kayak gini.

Disaat asyik mengobrol tiba-tiba Sekretaris Partai, Daanish Anzellio yang berdiri tidak jauh
dari mereka berteriak, dan membuat kaget orang-orang sekitarnya.
Daanish Anzellio: HAH!

Zayn Atmadja: Ish ngapain teriak-teriak, bikin orang kaget saja.


Daanish Anzellio: Maaf-maaf, coba baca ini.
Daanish memperlihat sebuah pesan yang terdapat di ponselnya kepada pegawai lainnya.

Ethan Alvaro: ‘Halo, selamat pagi. Yayasan Bill Garvin, turut berduka cita atas wafatnya
Bapak Adiatma Priawan. Selain itu dengan berbagai pertimbangan, kami harus mengabarkan
bahwa kerjasama yang sebelumnya telah direnacanakan dengan Partai Karya Priawan (PKP)
harus dibatalkan.’
Vian Mahardika: Ya ampun, batal. Sudah kacau makin kacau.
Ethan Alvaro: Padahal kerjasama itu sudah direncanakan lama sejak Pak Adipramana masih
menjabat Ketua Partai. Sekarang tinggal satu langkah lagi, langsung batal begitu saja.
Bara Bachtiar: Hidup memang tidak bisa diprediksi.

Haikal Pangestu: Partai besar masalahnya juga besar.


Melihat kondisi teman-teman dan tempat kerjanya saat ini membuat Daanish kebingungan
sendiri, tidak lama kemudian ponselnya berdering dan memperlihatkan nama seseorang,
Andika Indrayaksa, pengawal pribadi Adipramana.
Daanish Anzellio: Halo.
Andika Indrayaksa: Halo, Daanish. Kamu diminta menemui Bapak sekarang di rumah,
secepatnya.
Daanish Anzellio: Baik, saya kesana sekarang.
Sesampainya di Rumah Adipramana, Daanish langsung diantar menuju ruang kerja
Adipramana dan ia diminta melaporkan kondisi partai sejak kecelakaan pesawat terjadi.

Daanish Anzellio: Awalnya baik-baik saya Pak, tetapi situasi saat ini menjadi tidak terkendali
terlebih pemilu sudah didepan mata, saya ragu kita dapat memenangkan pemilu kali ini, dan
yang baru saja terjadi, Yayasan Bill Garvin membatalkan kerjasamanya Pak.

Adipramana Priawan: Huft. Sulit untuk mengembalikan kondisi seperti awal jika sudah
seperti ini. Segera adakan rapat darurat untuk menentukan ketua partai sementara besok,
beberapa calon kandidat akan segera saya kirimkan. Kita tidak bisa diam saja sekarang, saya
ingin segala sesuatu kedepannya berjalan cepat sampai situasi kembali stabil. Saya
mengandalkan kamu, Daanish.
Daanish Anzellio: Baik, Pa. Saya usahakan yang terbaik.

Adipramana Priawan: Harus selalu yang terbaik, ingat.


Daanish pergi dan segera menyiapkan berbagai keperluan untuk rapat besok.
Keesokan harinya rapat dimulai dengan melaporkan kondisi partai saat ini dan memaparkan
beberapa solusi agar parti dapat pulih kembali, setelah itu pemilihan ketua sementara turut
dilakukan dengan beberapa calon yang dipilih langsung oleh Adipramana.
Hasilnya, Abhimana Priawan, Adik dari mantan Ketua Partai Politik Karya Priawan (PKP),
Adipramana Priawan terpilih menjadi Ketua Sementara Partai Politik Karya Priawan (PKP).
Abhimana Priawan: Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada saya. Saya berjanji
akan membalasnya dengan bertanggung jawab dan amanah dalam melaksanakan tugas yang
diberikan kepada saya saat ini. Mohon bantuannya.
Namun, ternyata tidak mudah untuk memulihkan kondisi partai seperti sedia kala, beberapa
cara yang sudah direncanakan tidak sepenuhnya berhasil.
Abhimana Priawan: Apa yang harus aku lakukan?
BABAK II
3 BULAN KEMUDIAN...

Dua pria asing keluar dari mobil, keduanya berpenampilan rapi dan berjalan memasuki
Gedung Partai Karya Priawan, kehadiran mereka seketika membuat kondisi menjadi riuh,
banyak karyawan mulai berbincang satu sama lain.

Gyan Khalif: Abhimana, ada?


Haikal Pangestu: Mohon maaf Pak, Pak Abhimana belum dat...
Abhimana Priawan: Saya disini.

Abhimana berjalan membelah kerumunan menghampiri dua pria asing itu dan menyapa
salah satunya.
Abhimana Priawan: Lama tidak bertemu. Gyan.

Gyan Khalif: Ya, senang bertemu anda.


Abhimana Priawan: Mari ke ruangan saya.
Abhimana, Gyan, dan satu pria asing lainnya pergi begitu saja setelah berbincang singkat,
hal itu lantas menimbulkan rasa penasaran diantara karyawan yang melihatnya.
Ethan Alvaro: Bukankah dia Gyan Khalif? Ketua Partai Darma Indonesia (PDI)?
Haikal Pangestu: Ya, sahabat sekaligus musuh Pak Abhimana.

Sementara itu di ruang kerja Abhimana.


Abhimana Priawan: Silahkan duduk.

Gyan Khalif: Baik. Turut berduka atas wafatnya keponakan anda, Atma.
Abhimana Priawan: Terima kasih. Bagaimana dengan yang sudah kita bicarakan
sebelumnya?

Gyan Khalif: Tenang saja. Perkenalkan, Johnny Addison, dia perwakilan salah satu Yayasan
amal terbesar di Inggris, The Gail Weston Foundation. Yayasannya sudah lama bekerja sama
dengan partai ku, mereka kompeten di bidangnya, dan seperti yang kamu ketahui sendiri
bagaimana suksesnya partai ku saat ini, semuanya tidak lepas dari bantuan mereka.
Johnny Addison: Senang bertemu dengan anda, Pak Abhimana. Jadi, bagaimana dengan
tawaran yang sudah saya sebutkan kemarin? Apakah bapak tertarik untuk memulai kerjasama
dengan kami?
Abhimana Priawan: Tentu saja saya akan melakukannya, seperti yang sudah anda tahu, partai
ini diambang kehancuran, saya tidak akan menolak tawaran baik anda.

Johnny Addison: Baik kalau begitu, berikut kontrak dan lampiran profil yayasan kami.
Abhimana Priawan: Saya tidak perlu melihat profil yayasan anda, saya percaya.
Tanpa pikir panjang Abhimana langsung menandatangani kontrak yang diberikan.
Ditempat lain, seseorang tengah tersenyum penuh arti.

Adicandra Priawan: Permainan, dimulai.


Setelah kerjasamanya dengan Yayasan The Gail Weston Foundation, semakin banyak pihak
yang membantu partainya, baik urusan internal maupun eksternal, kondisi partainya berangsur-
angsur stabil.
Berkat jasanya juga, Abhimana secara resmi diangkat menjadi ketua tetap Partai Karya
Priawan (PKP).

Abhimana Priawan: Terima kasih atas segala bantuan dan kepercayaannya, saya bukan apa-
apa sekarang tanpa bantuan anda semua.
7 TAHUN KEMUDIAN...

Abhimana Priawan: Sekian rapat hari, segera laporkan perkembangnya kepada saya.
Ketika sedang berjalan Abhimana tak sengaja tersandung karpet yang menutupi lantai
ruangannya.

Abhimana Priawan: Aduh! untung tidak jatuh.


Ketika hendak membenarkan posisi karpet, Abhimana menginjak salah satu keramik dan
keramik itu terbuka, Abhimana sempat mengira keramik itu rusak, tapi tidak, terdapat sebuah
kotak kayu usang di dalamnya.
Abhimana Priawan: Kotak apa ini? Apa punya Mas Adi? Kenapa ada disini?

Rasa penasaran Abhimana meningkat, ia membawa kotak itu ke mejanya, untung saja kotak
itu tidak dikunci sama sekali jadi Abhimana dapat dengan leluasa mengetahui isinya.
Abhimana Priawan: APA?! Kotak ini punya Atma? Berkas dan surat apa ini hanya berisikan
angka dan huruf tidak beraturan? Apakah semacam kode rahasia? Apa artinya?
Abhimana mulai membaca setiap lembar berkas dan surat dalam kotak, juga buku harian
usang yang terdapat di dalam kotak itu, Abhimana terkejut sekaligus tak percaya dengan apa
yang keponakannya tulis di dalam buku tersebut, hingga di lembaran terakhir terdapat selembar
foto yang semakin meyakinkan Abhimana bahwa apa yang dipikirkannya tidak salah.
Abhimana Priawan: Dia selalu disini? Benarkah? Aku harus mencari tahu lebih lanjut.

Abhimana menyimpan semua hasil temuannya tanpa memberitahu siapapun.


BEBERAPA MINGGU KEMUDIAN...
Setelah berhari-hari siang dan malam berusaha memecahkan teka-teki dibalik
keyakinannya. Abhimana mendapatkan petunjuk yang mengarah ke Partai Darma Indonesia
(PDI) dan Yayasan The Gail Weston Foundation, persis seperti catatan Atma pada buku
harianya.
Abhimana Priawan: Apa Atma sudah mengetahui semuanya? Kenapa ia tidak bercerita?
Apakah mungkin? PDI berniat menghancurkan partai ini? Persaingan pasti ada, kami juga
sering bermusuhan, tapi rasanya tidak mungkin Gyan sampai seperti itu.
Hingga akhirnya, Abhimana menyadari satu hal.
Abhimana Priawan: Betapa bodohnya! Kenapa aku melewatkan sesuatu yang sangat penting?
Ada apa dengan diriku ini? Kenapa aku hanya asal menerima semua pihak yang mau
bekerjasama demi memulihkan kondisi partai ini tanpa memeriksa profil mereka? Seharusnya
itu langkah pertama yang aku lakukan sebelum menjalin kerjasama. Walaupun beberapa
diperkenalkan oleh Gyan, bukankah aku harus tetap memeriksa profil mereka?
Menyadari kebodohannya tersebut, Abhimana mulai memeriksa satu per satu profil setiap
pihak, hingga akhirnya semua berakar disatu nama, Adicandra Priawan, keponakan pertamanya
yang menghilang puluhan tahun lalu.
Abhimana Priawan: Aku sudah terjebak.
BABAK III
Abhimana menjadi lebih waspada, ia masih tidak percaya bagaimana bisa dari sekian
banyak pihak semuanya berakar di satu nama yang bisa dibilang mustahil untuk melakukan
semua hal ini.
Abhimana Priawan: Mulai saat berlakukan seleksi ketat bagi pihak yang ingin bekerja sama
dengan partai.
Daanish Anzellio: Baik pak, akan saya sampaikan pada bagian yang bersangkutan untuk
menjalankan perintah Bapak, saya permisi.

Abhimana Priawan: Baik, terimakasih.


Beberapa saat kemudian, Tok...tok....tok... (Suara pintu diketuk)
Abhimana Priawan: Masuk!

Daanish Anzellio: Permisi, Pak. Izin mengabarkan berita terbaru, Pusat Yayasan amal The Gail
Weston Foundation di London mengumumkan bahwa mereka bangkrut dan mereka juga turut
memutus semua kerjasama yang telah mereka lakukan secara sepihak.

Abhimana Priawan: APA?! Saya tidak salah dengar, Daanish?


Daanish Anzellio: Tidak, Pak. Berita ini baru saja menyebar dan menjadi perbincangan hangat
saat ini.

Abhimana Priawan: Bagaimana bisa? Bukankah selama ini laporan yayasan baik-baik saja?
Daanish Anzellio: Betul. Pak. Namun dalam berita yang beredar The Gail Weston Foundation
bangkrut karena terlilit utang yang sangat besar, terjerat kasus korupsi dan CEO mereka
terjangkit jaringan teroris.
Abhimana Priawan: Tunggu sebentar.
Abhimana mencoba menghubungi Gyan dan Johnny namun hasilnya nihil, berita yang
beredar pun tidak memberikan alasan logis yayasan amal terbesar kedua di dunia itu bangkrut
secara tiba-tiba.

Abhimana Priawan: Ada berita lainnya?


Daanish Anzellio: Kacau Pak, beberapa pihak juga turut memutus kerjasama tanpa alasan yang
jelas, jika terus begini kondisi partai akan kembali diambang kehancuran.

Abhimana Priawan: Baiklah, kamu boleh pergi.


Abhimana berusaha mencerna keadaan dengan akal sehatnya.
Abhimana Priawan: Aku benar-benar dihancurkan sekarang. Mas Adi harus tahu semua ini.

Setibanya di rumah kakaknya, Abhimana bergegas menemui kakaknya di kamarnya,


pemandangan pertama yang ia lihat setelah membuka pintu adalah sosok kakaknya yang
terdiam kaku dengan sosok pria tinggi berpakaian serba hitam di depannya, pria itu persis
seperti pria dalam foto yang ia temukan dalam buku harian Atma.

Abhimana Priawan: Candra???


FLASHBACK ON...
Abhimana Priawan: Apa yang akan Mas lakukan pada anak tidak berguna itu?

Adipramana Priawan: Abhi! Jaga mulutmu itu! Sudah Mas katakan dia hanya perlu belajar
lebih.
Abhimana Priawan: Belajar lebih sampai kapan Mas? Sampai uang Mas habis? Mas harus
lihat kenyataannya, usianya sudah 5 tahun dan masih belum bisa bicara. Daripada membuang
uang dan waktu Mas untuk hal yang tidak penting, lebih baik Mas fokus pada Atma, ia harus
siap menggantikan posisi Mas sebagai ketua partai selanjutnya. Fokus juga pada kesehatan
Mas, tak usah pedulikan anak itu.
Adipramana Priawan: Sebenarnya ada apa denganmu, Abhi? Kenapa begitu membenci
Candra? Candra dan Atma keduanya anak-anak Mas, keduanya harus Mas lindungi tanpa
adanya pembeda. Untuk kesehatan Mas biar Mas sendiri yang urus, kamu tidak perlu ikut
campur.
Abhimana Priawan: Mas sakit gara-gara Candra! seandainya waktu itu Mas tidak
mendonorkan ginjal Mas untuk Candra, Mas tidak akan sakit seperti ini! Bicara saja tidak bisa,
apalagi jadi penerus keluarga ini, hancur sudah citra keluarga Priawan kalau jatuh ketangannya.

Adipramana Priawan: CUKUP, ABHI!


Sementara itu dibalik pintu.
Adiatma Priawan: Kakak.

Candra yang tidak sengaja mendengar percakapan ayah dan pamannya dari balik pintu
terkejut ketika adiknya, Atma, menegurnya. Candra berlari ke kamarnya meninggalkan Atma
sendirian. Ikut penasaran dengan apa yang didengar kakaknya, Atma menguping dari balik
pintu, dan jujur saja ia merasa sedih ketika tahu kakaknya diperlakukan seperti itu oleh
pamannya sendiri.
Adiatma Priawan: Aku ga akan biarin Kak Candra dihina.

Semakin mereka beranjak dewasa, semakin menurun juga kesehatan ayah mereka, sehingga
mau tak mau mereka berdua harus diasuh oleh paman mereka, Abhimana. Atma jelas semakin
menyadari perlakukan tidak adil pamannya terhadap kakaknya, sekeras apapun Atma
memberitahunya, Pamannya tetap menolak berlaku adil terhadap Candra.
Di waktu yang bersamaan, Atma menyadari sosok kakaknya berubah. Terkadang Atma
mendengar suara tangisan dan teriakan dari dalam kamar Candra. Atma juga pernah melihat
Candra duduk seorang diri di depan cermin, namun Candra terlihat seperti sedang berbincang
dan berdebat dengan orang lain, yang paling mengejutkan, Candra melawan dan marah kepada
Abhimana saat dirinya diperlakukan semena-mena dengan ekspresi yang belum pernah Atma
lihat sebelumnya.

Adiatma Priawan: Dia bukan Kak Candra.


Dan kesesokan harinya, Candra menghilang tanpa jejak.
BABAK IV
FLASHBACK OFF...

Abhimana Priawan: Candra???


Adicandra Priawan: ‘Bicara saja tidak bisa, apalagi jadi penerus keluarga ini, hancur sudah
citra keluarga Priawan kalau jatuh ketangannya.’. Tapi lihat sekarang, ditangan siapa keluarga
Priawan hancur?
Abhimana Priawan: Kamu, Atma bukan Candra! Ayolah Atma, tidak lucu bercanda seperti
ini.

Adicandra Priawan: Atma? Bukankah dia sudah lama mati? Tenggelam jauh kedasar laut.
Adipramana Priawan: Siapa kamu?
Adicandra Priawan: Aku? Candra.

Abhimana Priawan: Bukan! Dia bukan Candra, Mas! Kenapa kamu merencanakan semua
ini?
Adicandra Priawan: Tentu saja untuk membalas rasa dendam Candra kepadamu puluhan
tahun lalu. Kamu pikir Candra menerima semua perlakuan kotormu kepadanya karena dia
hanya diam? Tapi tidak apa, diamnya membangunkanku ke Dunia ini.
Adipramana Priawan: Candra tidak seperti itu!

Abhimana Priawan: Semua itu benar?


Adicandra Priawan: Tentu saja, semua yang Atma tulis dalah fakta, ia cukup cerdas untuk
mengetahui semuanya, dan aku tidak akan menyangkalnya. Bagaimana permainan nya?
Memuaskan bukan?
Adipramana Priawan: Apa maksud percakapan kalian?

Adicandra Priawan: Kalian percaya kecelakaan pesawat itu karena kerusakan mesin? Mudah
sekali ternyata menghasut seorang teknisi pesawat hanya dengan US$1000 untuk membuat
kecelakaan besar.

Gyan, kamu percaya bahwa ia masih sahabat baikmu? Kamu yakia ia masih mendukungmu?
Kamu tidak menyadari perubahannya selama ini? Belajarlah membedakan kawan dan lawan,
Abhimana.

Tekadmu dalam dunia politik menyadarkan ku betapa asyiknya terjebak dalam dunia ini, uang
dan perasaan menjadi pengendali segalanya.
Semakin dilihat, dunia ini cukup aneh, tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan, jika itu
terjadi, semua orang bisa bertaruh bahwa itu telah direncanakan. Tetapi, masih saja ada orang
yang mempercayai kebetulan itu.
Kamu pikir kehancuran dan kejayaan keluarga ini terjadi begitu saja, Abhimana?
Dunia ini terkadang membuat ku bertanya-tanya, apakah dunia ini dijalankan oleh orang-orang
pintar yang mempermainkan kita, atau oleh orang-orang bodoh yang bersungguh-sungguh?

Abhimana Priawan: Manusia tak punya hati!


Adicandra Priawan: Salahkan dirimu sendiri.
Adipramana Priawan: Kembalikan anak saya!

Adicandra Priawan: Untuk apa? Bahkah ini waktunya anda untuk menyusul Atma.
Adipramana dan Candra terlibat dalam perdebatan sengit. Abhimana diam-diam
menghubungi seseorang untuk meminta bantuan, tetapi ditengah aksinya...

Daanish Anzellio: Halo, Pak.


Abhimana tidak sengaja menghidupkan pengeras suara teleponnya, DOR!!! Abhimana
tertembak tepat di dadanya hingga tak sadarkan diri.

Adipramana Priawan: APA YANG KAMU LAKUKAN!


Adicandra Priawan: Adik anda memang benar-benar bodoh.
Candra berjalan mendekat ke arah Adipramana dan mulai mencekik lehernya. Adipramana
yang hanya dapat terbaring di kasur kesulitan bernafas dan tersulut rasa takut, ia tidak bisa
melakukan apapun untuk melawan Candra.
DOR!!! Suara tembakan kedua terdengar, dan hawa dingin memenuhi seisi ruangan. Tubuh
Candra gemetar dan tubuhnya mulai mengeluarkan keringat dingin.
Adicandra Priawan; Apa yang aku lakukan?

Candra tersadar dan berusaha memahami keadaan di sekelilingnya, ayah dan pamannya
sudah tak bernyawa dan bersimbah darah, pistol di tangannya menjadikan semuan nya jelas.
Adicandra Priawan; GA! GA MUNGKIN! GA MUNGKIN AKU MEMBUNUH MEREKA!
AYAH BANGUN! MAAFIN, CANDRA!
Candra menangis sejadi-jadinya. Menyadari segala perbuatan sosok lain dalam dirinya
membuat Candra semakin kehilangan akal sehatnya.

Adicandra Priawan; KENAPA KAMU BEGITU JAHAT?! AKU TIDAK MENGINGINKAN


SEMUA INI!
Candra marah kepada sosok lain dalam dirinya yang kini hilang begitu saja.

Tak lama kemudian, suara langkah kaki memenuhi seisi rumah, Candra semakin ketakutan,
ia tak tahu harus bagaimana. DOR!!! Tubuh Candra terjatuh ke lantai dan terasa semakin
lemah, penglihatannya mulai kabur hingga ia tidak melihat dan mendengar apapun lagi.

Daanish, sekretaris partai datang bersama beberapa polisi. Setelah mendengar semuanya
melalui sambungan telepon dengan Abhimana, Daanish segera melaporkan kepada polisi dan
bergegas datang ke kediaman Adipramana.
Daanish Anzellio: PAK ABHIMANA!
Namun terlambat, Daanish menemukan Adipramana dan Abhimana sudah tewas
mengenaskan, ditambah seorang pria yang Daanish yakini adalah Candra, anak pertama
Adipramana yang telah lama hilang.
TAMAT

Anda mungkin juga menyukai