“POLITIK HITAM”
Di susun oleh:
SMAN 2 CIBINONG
JL. KARADENAN NO. 05 CIBINONG
KABUPATEN BOGOR 16913 - JAWA BARAT
TAHUN AJARAN 2022/2023
SINOPSIS
POLITIK. Satu kata yang bisa saja menyenangkan sekaligus menyeramkan. Kata yang
penuh dengan konspirasi, juga permainan.
Pastinya tak akan menyenangkan jika kamu tidak sengaja terjebak di dalamnya, seperti yang
dialami salah satu tokoh dalam cerita ini. Dunia politik membangunkan sosok lain dalam
dirinya, sosok yang mati rasa hingga terbalut dosa.
Dirinya hanyalah seorang, korban.
BABAK I
Berita terkini, Operasi SAR Pesawat CLBT 123 yang jatuh di Perairan Hrehaan pada 29
Februari 2023, hari ini resmi dihentikan setelah 13 hari pencarian. Hingga saat ini terpantau
14 jasad penumpang dan awak kru belum ditemukan. Salah satunya adalah Ketua Partai
Politik Karya Priawan (PKP), Adiatma Priawan.
Bara Bachtiar: Kasihan sekali Pak Adipramana, anak satu-satunya wafat tapi tidak bisa
melihat sosoknya untuk terakhir kali, terlebih lagi kondisi kesehatan beliau semakin menurun.
Zayn Atmadja: Iya, sebelumnya juga dapat kabar kalau Pak Adiatma, ada rencana pergi ke
Swiss untuk menemani Pak Adipramana operasi disana.
Vian Mahardika: Nasib kita juga sekarang gimana? Sebentar lagi pemilu tapi malah dapat
musibah kayak gini.
Disaat asyik mengobrol tiba-tiba Sekretaris Partai, Daanish Anzellio yang berdiri tidak jauh
dari mereka berteriak, dan membuat kaget orang-orang sekitarnya.
Daanish Anzellio: HAH!
Ethan Alvaro: ‘Halo, selamat pagi. Yayasan Bill Garvin, turut berduka cita atas wafatnya
Bapak Adiatma Priawan. Selain itu dengan berbagai pertimbangan, kami harus mengabarkan
bahwa kerjasama yang sebelumnya telah direnacanakan dengan Partai Karya Priawan (PKP)
harus dibatalkan.’
Vian Mahardika: Ya ampun, batal. Sudah kacau makin kacau.
Ethan Alvaro: Padahal kerjasama itu sudah direncanakan lama sejak Pak Adipramana masih
menjabat Ketua Partai. Sekarang tinggal satu langkah lagi, langsung batal begitu saja.
Bara Bachtiar: Hidup memang tidak bisa diprediksi.
Daanish Anzellio: Awalnya baik-baik saya Pak, tetapi situasi saat ini menjadi tidak terkendali
terlebih pemilu sudah didepan mata, saya ragu kita dapat memenangkan pemilu kali ini, dan
yang baru saja terjadi, Yayasan Bill Garvin membatalkan kerjasamanya Pak.
Adipramana Priawan: Huft. Sulit untuk mengembalikan kondisi seperti awal jika sudah
seperti ini. Segera adakan rapat darurat untuk menentukan ketua partai sementara besok,
beberapa calon kandidat akan segera saya kirimkan. Kita tidak bisa diam saja sekarang, saya
ingin segala sesuatu kedepannya berjalan cepat sampai situasi kembali stabil. Saya
mengandalkan kamu, Daanish.
Daanish Anzellio: Baik, Pa. Saya usahakan yang terbaik.
Dua pria asing keluar dari mobil, keduanya berpenampilan rapi dan berjalan memasuki
Gedung Partai Karya Priawan, kehadiran mereka seketika membuat kondisi menjadi riuh,
banyak karyawan mulai berbincang satu sama lain.
Abhimana berjalan membelah kerumunan menghampiri dua pria asing itu dan menyapa
salah satunya.
Abhimana Priawan: Lama tidak bertemu. Gyan.
Gyan Khalif: Baik. Turut berduka atas wafatnya keponakan anda, Atma.
Abhimana Priawan: Terima kasih. Bagaimana dengan yang sudah kita bicarakan
sebelumnya?
Gyan Khalif: Tenang saja. Perkenalkan, Johnny Addison, dia perwakilan salah satu Yayasan
amal terbesar di Inggris, The Gail Weston Foundation. Yayasannya sudah lama bekerja sama
dengan partai ku, mereka kompeten di bidangnya, dan seperti yang kamu ketahui sendiri
bagaimana suksesnya partai ku saat ini, semuanya tidak lepas dari bantuan mereka.
Johnny Addison: Senang bertemu dengan anda, Pak Abhimana. Jadi, bagaimana dengan
tawaran yang sudah saya sebutkan kemarin? Apakah bapak tertarik untuk memulai kerjasama
dengan kami?
Abhimana Priawan: Tentu saja saya akan melakukannya, seperti yang sudah anda tahu, partai
ini diambang kehancuran, saya tidak akan menolak tawaran baik anda.
Johnny Addison: Baik kalau begitu, berikut kontrak dan lampiran profil yayasan kami.
Abhimana Priawan: Saya tidak perlu melihat profil yayasan anda, saya percaya.
Tanpa pikir panjang Abhimana langsung menandatangani kontrak yang diberikan.
Ditempat lain, seseorang tengah tersenyum penuh arti.
Abhimana Priawan: Terima kasih atas segala bantuan dan kepercayaannya, saya bukan apa-
apa sekarang tanpa bantuan anda semua.
7 TAHUN KEMUDIAN...
Abhimana Priawan: Sekian rapat hari, segera laporkan perkembangnya kepada saya.
Ketika sedang berjalan Abhimana tak sengaja tersandung karpet yang menutupi lantai
ruangannya.
Rasa penasaran Abhimana meningkat, ia membawa kotak itu ke mejanya, untung saja kotak
itu tidak dikunci sama sekali jadi Abhimana dapat dengan leluasa mengetahui isinya.
Abhimana Priawan: APA?! Kotak ini punya Atma? Berkas dan surat apa ini hanya berisikan
angka dan huruf tidak beraturan? Apakah semacam kode rahasia? Apa artinya?
Abhimana mulai membaca setiap lembar berkas dan surat dalam kotak, juga buku harian
usang yang terdapat di dalam kotak itu, Abhimana terkejut sekaligus tak percaya dengan apa
yang keponakannya tulis di dalam buku tersebut, hingga di lembaran terakhir terdapat selembar
foto yang semakin meyakinkan Abhimana bahwa apa yang dipikirkannya tidak salah.
Abhimana Priawan: Dia selalu disini? Benarkah? Aku harus mencari tahu lebih lanjut.
Daanish Anzellio: Permisi, Pak. Izin mengabarkan berita terbaru, Pusat Yayasan amal The Gail
Weston Foundation di London mengumumkan bahwa mereka bangkrut dan mereka juga turut
memutus semua kerjasama yang telah mereka lakukan secara sepihak.
Abhimana Priawan: Bagaimana bisa? Bukankah selama ini laporan yayasan baik-baik saja?
Daanish Anzellio: Betul. Pak. Namun dalam berita yang beredar The Gail Weston Foundation
bangkrut karena terlilit utang yang sangat besar, terjerat kasus korupsi dan CEO mereka
terjangkit jaringan teroris.
Abhimana Priawan: Tunggu sebentar.
Abhimana mencoba menghubungi Gyan dan Johnny namun hasilnya nihil, berita yang
beredar pun tidak memberikan alasan logis yayasan amal terbesar kedua di dunia itu bangkrut
secara tiba-tiba.
Adipramana Priawan: Abhi! Jaga mulutmu itu! Sudah Mas katakan dia hanya perlu belajar
lebih.
Abhimana Priawan: Belajar lebih sampai kapan Mas? Sampai uang Mas habis? Mas harus
lihat kenyataannya, usianya sudah 5 tahun dan masih belum bisa bicara. Daripada membuang
uang dan waktu Mas untuk hal yang tidak penting, lebih baik Mas fokus pada Atma, ia harus
siap menggantikan posisi Mas sebagai ketua partai selanjutnya. Fokus juga pada kesehatan
Mas, tak usah pedulikan anak itu.
Adipramana Priawan: Sebenarnya ada apa denganmu, Abhi? Kenapa begitu membenci
Candra? Candra dan Atma keduanya anak-anak Mas, keduanya harus Mas lindungi tanpa
adanya pembeda. Untuk kesehatan Mas biar Mas sendiri yang urus, kamu tidak perlu ikut
campur.
Abhimana Priawan: Mas sakit gara-gara Candra! seandainya waktu itu Mas tidak
mendonorkan ginjal Mas untuk Candra, Mas tidak akan sakit seperti ini! Bicara saja tidak bisa,
apalagi jadi penerus keluarga ini, hancur sudah citra keluarga Priawan kalau jatuh ketangannya.
Candra yang tidak sengaja mendengar percakapan ayah dan pamannya dari balik pintu
terkejut ketika adiknya, Atma, menegurnya. Candra berlari ke kamarnya meninggalkan Atma
sendirian. Ikut penasaran dengan apa yang didengar kakaknya, Atma menguping dari balik
pintu, dan jujur saja ia merasa sedih ketika tahu kakaknya diperlakukan seperti itu oleh
pamannya sendiri.
Adiatma Priawan: Aku ga akan biarin Kak Candra dihina.
Semakin mereka beranjak dewasa, semakin menurun juga kesehatan ayah mereka, sehingga
mau tak mau mereka berdua harus diasuh oleh paman mereka, Abhimana. Atma jelas semakin
menyadari perlakukan tidak adil pamannya terhadap kakaknya, sekeras apapun Atma
memberitahunya, Pamannya tetap menolak berlaku adil terhadap Candra.
Di waktu yang bersamaan, Atma menyadari sosok kakaknya berubah. Terkadang Atma
mendengar suara tangisan dan teriakan dari dalam kamar Candra. Atma juga pernah melihat
Candra duduk seorang diri di depan cermin, namun Candra terlihat seperti sedang berbincang
dan berdebat dengan orang lain, yang paling mengejutkan, Candra melawan dan marah kepada
Abhimana saat dirinya diperlakukan semena-mena dengan ekspresi yang belum pernah Atma
lihat sebelumnya.
Adicandra Priawan: Atma? Bukankah dia sudah lama mati? Tenggelam jauh kedasar laut.
Adipramana Priawan: Siapa kamu?
Adicandra Priawan: Aku? Candra.
Abhimana Priawan: Bukan! Dia bukan Candra, Mas! Kenapa kamu merencanakan semua
ini?
Adicandra Priawan: Tentu saja untuk membalas rasa dendam Candra kepadamu puluhan
tahun lalu. Kamu pikir Candra menerima semua perlakuan kotormu kepadanya karena dia
hanya diam? Tapi tidak apa, diamnya membangunkanku ke Dunia ini.
Adipramana Priawan: Candra tidak seperti itu!
Adicandra Priawan: Kalian percaya kecelakaan pesawat itu karena kerusakan mesin? Mudah
sekali ternyata menghasut seorang teknisi pesawat hanya dengan US$1000 untuk membuat
kecelakaan besar.
Gyan, kamu percaya bahwa ia masih sahabat baikmu? Kamu yakia ia masih mendukungmu?
Kamu tidak menyadari perubahannya selama ini? Belajarlah membedakan kawan dan lawan,
Abhimana.
Tekadmu dalam dunia politik menyadarkan ku betapa asyiknya terjebak dalam dunia ini, uang
dan perasaan menjadi pengendali segalanya.
Semakin dilihat, dunia ini cukup aneh, tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan, jika itu
terjadi, semua orang bisa bertaruh bahwa itu telah direncanakan. Tetapi, masih saja ada orang
yang mempercayai kebetulan itu.
Kamu pikir kehancuran dan kejayaan keluarga ini terjadi begitu saja, Abhimana?
Dunia ini terkadang membuat ku bertanya-tanya, apakah dunia ini dijalankan oleh orang-orang
pintar yang mempermainkan kita, atau oleh orang-orang bodoh yang bersungguh-sungguh?
Adicandra Priawan: Untuk apa? Bahkah ini waktunya anda untuk menyusul Atma.
Adipramana dan Candra terlibat dalam perdebatan sengit. Abhimana diam-diam
menghubungi seseorang untuk meminta bantuan, tetapi ditengah aksinya...
Candra tersadar dan berusaha memahami keadaan di sekelilingnya, ayah dan pamannya
sudah tak bernyawa dan bersimbah darah, pistol di tangannya menjadikan semuan nya jelas.
Adicandra Priawan; GA! GA MUNGKIN! GA MUNGKIN AKU MEMBUNUH MEREKA!
AYAH BANGUN! MAAFIN, CANDRA!
Candra menangis sejadi-jadinya. Menyadari segala perbuatan sosok lain dalam dirinya
membuat Candra semakin kehilangan akal sehatnya.
Tak lama kemudian, suara langkah kaki memenuhi seisi rumah, Candra semakin ketakutan,
ia tak tahu harus bagaimana. DOR!!! Tubuh Candra terjatuh ke lantai dan terasa semakin
lemah, penglihatannya mulai kabur hingga ia tidak melihat dan mendengar apapun lagi.
Daanish, sekretaris partai datang bersama beberapa polisi. Setelah mendengar semuanya
melalui sambungan telepon dengan Abhimana, Daanish segera melaporkan kepada polisi dan
bergegas datang ke kediaman Adipramana.
Daanish Anzellio: PAK ABHIMANA!
Namun terlambat, Daanish menemukan Adipramana dan Abhimana sudah tewas
mengenaskan, ditambah seorang pria yang Daanish yakini adalah Candra, anak pertama
Adipramana yang telah lama hilang.
TAMAT