Anda di halaman 1dari 13

1 Berdasarkan lokasinya, surveilans TN terbagi menjadi surveilans aktif di

masyarakat/puskesmas dan surveilans aktif di rumah sakit. Penemuan kasus secara aktif
melalui Surveilans Aktif di Masyarakat (Fasilitas kesehatan tingkat pertama/FKTP seperti
Puskesmas, Klinik Swasta dan FKTP Lainnya (BPM). Untuk penemuan kasus TN di
masyarakat tersebut apa form yang digunakan ?
Review register MTBM

2Dalam kegiatan surveialns difteri pemeriksaan laboratorium


diperlukan untuk menentukan klasifikasi kasus. Laboratorium rujukan
nasional akan menjadi rujukan dari laboratorium daerah, selain
melakukan pemeriksaan kultur Corynebacterium diphtheria dari kasus,
juga melakukan uji yaitu :
Toksigenitas
3Dalam pelaksanaan surveilans Difteri , kasus Difteri dapat
diklasifikasikan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Bila
ditemukan bila ada kasus suspek difteri dengan hasil kultur positif strain
toksigenik termasuk klasifikasi apakah kasus tersebut ?
K.asus konfirmasi laboratorium
4Dalam suatu kondisi KLB selain peningkatan cakupan imunisasi
pertusis perlu diberikan antibiotik propilaksis pasca paparan
(postexposure antimicrobial propilaksis /PEP). Siapa saja target sasaran
pemberian antibiotik propilaksis tersebut diatas ?
a. Kontak serumah dari pertussis dan orang yang beresiko tinggi
dalam waktu 21 hari sejak terpapar dengan kasus pertusis,
5Dalam system pencatatan dan pelaporan surveilans difteri, setiap
suspek difteri dilaporkan sebagai KLB dalam waktu 1 x 24 jam, dan
dicatat pada format daftar kasus individu untuk dilaporkan ke dinas
kesehatan provinsi. Apa nama format yang digunakan untuk mencatat
kasus individu tersebut ?
Form DIF-3
6 Difteri merupakan jenis penyakit menular tertentu yang dapat
menimbulkan KLB/Wabah seperti tercantum dalam Permenkes 1501
tahun 2010. Kegiatan penanggulangan KLB Difteri dilakukan dengan
melibatkan program-program terkait yaitu surveilans epidemiologi,
program imunisasi, klinisi, laboratorium dan program kesehatan lainnya
serta lintas sektor terkait. Apa syarat penetapan KLB difteri di suatu
wilayah?
Jika ditemukan minimal 1 Suspek Difteri
7. Faktor risiko TN sering teridentifikasi secara bersamaan
(multifaktorial) pada satu individu sehingga meningkatkan risiko
kejadian TN secara kumulatif. Faktor risiko kejadian TN selain yang
berkaitan dengan persalinan yang tidak aman, juga faktor yang
berkaitan dengan imunisasi yaitu ibu tidak memiliki status imunisasi.
Untuk mengurangi factor resiko tersebut status Imunisasi ibu yang
dimiliki adalah:
minimum T2 dengan masa perlindungan yang optimal (PAB) .
8 Gejala klinis campak sering menyerupai penyakit infeksi virus lainnya
sehingga untuk menegakkan diagnosa pasti dari kasus tersangka
campak perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Spesimen yang
harus diambil pada suspek campak adalah:
e. Spesimen Darah dan Urine/usap tenggorok setiap suspek campak
9 Imunisasi kejar meliputi 2 kegiatan yaitu:Drop-Out Follow Up (DOFU)
dan Backlog Fighting (BLF). Kegiatan BLF melengkapi status imunisasi
anak yang berusia kurang dari 3 tahun yang belum mendapatkan
imunisasi dasar maupun lanjutan. Kegiatan ini diprioritaskan untuk
a. desa/kelurahan yang selama 2 tahun berturut-turut tidak
mencapai UCI.
10. Imunisasi rutin adalah Imunisasi Program yang dilaksanakan secara
terus menerus dan berkesinambungan sesuai jadwal. Imunisasi rutin
terdiri dari imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Untuk Imunisasi
dasar , jenis imunisasi Campak-Rubela, IPV 2** diberikan pada anak
usia:
c. 9 bulan
11 Imunisasi rutin adalah Imunisasi Program yang dilaksanakan secara
terus menerus dan berkesinambungan sesuai jadwal. Imunisasi rutin
terdiri dari imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Untuk Imunisasi ,
jenis imunisasi DPT-HB-Hib 4 dan Campak-Rubela 2 diberikan pada anak
usia :
c. 18 bulan
12 Imunisasi rutin adalah Imunisasi Program yang dilaksanakan secara
terus menerus dan berkesinambungan sesuai jadwal. Imunisasi rutin
terdiri dari imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.Universal Child
Immunization (UCI) adalah suatu keadaan tercapainya :
d. Imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi (anak dibawah umur
1 tahun)
13 Imunisasi rutin adalah Imunisasi Program yang dilaksanakan secara
terus menerus dan berkesinambungan sesuai jadwal. Imunisasi rutin
terdiri dari imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Pemberian imunisasi
Campak-Rubela, IPV 2** masuk dalam golongan :
d. Imunisasi Dasar
14 Imunisasi rutin harus dilaksanakan sesuai jadwal untuk memastikan
agar setiap anak mendapatkan imunisasi lengkap. Apabila anak tidak
mendapatkan imunisasi rutin sesuai jadwal yang direkomendasikan
maka perlu dilakukan kegiatan imunisasi kejar untuk melengkapinya.
Jadwal pemberian Imunisasi kejar dapat dilakukan pada:
c. sampai anak usia 3 tahun*.
15 Imunisasi rutin harus dilaksanakan sesuai jadwal untuk memastikan
agar setiap anak mendapatkan imunisasi lengkap. Jumlah dosis yang
harus di berikan pada Imunisasi Campak-rubela adalah:
d. 2 dosis dengan Interval minimal antara dosis 1 dan 2 adalah 6 bulan
16 Komunikasi risiko pada dasarnya merupakan bagian dari rangkaian
proses meminimalkan risiko, yang terdiri dari tiga komponen, yaitu
persepsi risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko. Apa yang
dimaksud dengan komunikasi risiko ?
c. pertukaran informasi dan opini secara timbal balik dalam
pelaksanaan manajemen risiko.
17 Komunikasi risiko pada dasarnya merupakan bagian dari rangkaian
proses meminimalkan risiko, yang terdiri dari tiga komponen, yaitu
persepsi risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko. Apa Tujuan
dari komunikasi risiko ?
e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam kesiapsiagaan
penanggulangan KLB dan atau wabah.
18. Komunikasi risiko pada dasarnya merupakan bagian dari rangkaian
proses meminimalkan risiko. Dalam situasi krisis, terdapat lima hal yang
harus diperhatikan untuk dilakukan dalam strategi komunikasi risiko,
yaitu :
c. Kepercayaan, pemberitahuan pertama, tranparansi, pendapat dan
sikap masyarakat, serta perencanaan
19. Pada tehnik komunikasi disebutkan oleh Peter Sandman, ahli
Komunikasi Resiko dari Amerika, yang menyatakan ada empat jenis
komunikasi yang didasarkan pada situasi kekuatiran masyarakat dan
tingkat bahaya yang sesungguhnya. Formulanya dikenal dengan "Risk =
Hazard + Outrage". Pertimbangan dalam mengambil bentuk komunikasi
yang paling sesuai.perlu pemahaman terhadap situasi yang
terjadi ,termasuk media yang digunakan. Pada situasi dimana bahaya
tinggi, namun masyarakat tidak terlalu peduli, media apa yang paling
sesuai untuk komunikasi ?
d. Media masa secara monolog
20 Pelaporan kasus pertusis dilakukan secara berjenjang oleh semua
unit pelapor baik pemerintah maupun swasta. Surveilans pertusis
menerapkan sistem case-based surveillance dimana data individu dari
setiap kasus pertusis dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisa dan
dilaporkan. Pada tingkat Puskesmas, setiap kasus suspek pertusis
dicatat dalam suatu formulir, kemudian setiap hari Senin dilaporkan ke
dinas kesehatan kabupaten/kota melalui mekanisme pelaporan yang
ditentukan melalui WA, email, dan sebagainya. Apa jenis Formulir yang
dimaksud ?
b. PERT-01
21 Pemetaan Risiko Wilayah. Kriteria pembagian daerah berdasarkan
tingkat risiko kejadian TN adalah daerah risiko tinggi dan daerah risiko
rendah. Apabila di suatu daerah terdapat kondisi : ditemukan kasus TN
selama satu tahun terakhir > 1/1000 kelahiran hidup atau insidensi
<1/1000 kelahiran hidup tetapi surveilans tidak sensitif, cakupan
persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan < 87%, dan cakupan
imunisasi Td 2+ pada ibu hamil < 80% pada tahun yang sama, maka
daerah tersebut termasuk dalam :
b. Risiko Tinggi
22. Penemuan kasus pertusis dilakukan ditingkat puskesmas
(Klinik/Praktek Dokter, Bidan, Perawat), Rumah sakit dan Dinas
Kesehatan. Yang harus dilakukan oleh Dinas kesehatan adalah:
d. Setiap minggu mengunjungi rumah sakit untuk mencari dan
menemukan secara aktif kasus pertusis
23 Penemuan kasus pertusis dilakukan ditingkat puskesmas
(Klinik/Praktek Dokter, Bidan, Perawat), Rumah sakit dan Dinas
Kesehatan. Apabila ada penderita yang datang ke Puskesmas dengan
gejala batuk yang kurang dari 2 minggu, yang harus dilakukan oleh
petugas adalah:
a. dimonitor perjalanan penyakitnya serta dicari gejala tambahan
pertusis lainnya.
24 Pengolahan dan analisis data dilakukan di setiap tingkat, mulai
Puskesmas, Kabupaten/Kota, Provinsi maupun Nasional. Analisis data
berdasarkan orang, tempat, dan waktu. Pembuatan kurva epidemik
mingguan termasuk dalam analisis:
a. Waktu
25 Pengolahan dan Analisis data kasus TN dilakukan untuk memantau
upaya mempertahankan status eliminasi dan untuk memberikan
rekomendasi upaya kesehatan masyarakat. Dalam pengolahan data
kasus TN yang harus diperhatikan adalah
a. Berdasarkan laporan rutin mingguan, jumlah kasus dan incidence
rate per bulan, tahun dan berdasarkan wilayah
26 Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Data yang
dikumpulkan dari setiap variable ditentukan oleh definisi operasional
variabel yang bersangkutan. Data yang diambil dari satu sumber dan
sudah dikompilasi disebut sebagai:
e. Data Sekunder
27 Penyakit campak disebabkan oleh virus campak golongan
paramyxovirus. Sebagian besar kasus campak menyerang anak-anak
usia pra sekolah dan sekolah. Setiap kasus dengan gejala minimal
demam dan ruam maculopapular, kecuali sudah terbukti secara
laboratorium disebabkan oleh penyebab lain, merupakan definisi
operasional dari penyakit campak katagori:
d. Suspek Campak
28 Penyakit difteri ditandai dengan gejala awal badan lemas, sakit
tenggorok, pilek seperti infeksi saluran napas bagian atas pada
umumnya. Ada beberapa klasifikasi kasus difteri yang ditemukan.
"Kasus suspek difteri dengan hasil laboratorium negative, atau tidak
diambil specimen, atau tidak dilakukan tes toksigenisitas, dan tidak
mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi
laboratorium". Pernyataan tersebut termasuk dalam klasifikasi :
Kasus compatible klinis
29 Penyakit difteri ditandai dengan gejala awal badan lemas, sakit
tenggorok, pilek seperti infeksi saluran napas bagian atas pada
umumnya. Ada beberapa klasifikasi kasus difteri yang ditemukan.
"Kasus suspek difteri yang setelah dikonfirmasi oleh Ahli tida memenuhi
kriteria suspek difteri". Pernyataan tersebut termasuk dalam klasifikasi :
c. Discarded
30 Penyakit difteri ditandai dengan gejala awal badan lemas, sakit
tenggorok, pilek seperti infeksi saluran napas bagian atas pada
umumnya. Gejala ini dapat berlanjut adanya bercak darah pada cairan
hidung, suara serak, batuk dan atau sakit menelan. Pada anak bisa
terjadi air liur menetes atau keluarnya lendir dari mulut. Pada kasus
berat, akan terjadi napas berbunyi (stridor) dan sesak napas, dengan
demam atau tanpa demam. Kulit juga bisa terinfeksi dengan kuman
difteri, secara klinis luka ditutupi selaput ke abu-abuan. Tatalaksana
Kasus suspek Difteri di mulai dengan :
a. Diagnosa kasus dan pemberian antibiotik
31. Penyakit difteri ditandai dengan gejala awal badan lemas, sakit
tenggorok, pilek seperti infeksi saluran napas bagian atas pada
umumnya. Suspek campak yang tidak dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan tidak mempunyai hubungan epidemiologi dengan
kasus pasti secara laboratorium, namun disertai gejala salah satu "C"
(Cough/Batuk, Coryza/Pilek, Conjunctivitis/Mata Merah). Pernyataan
tersebut merupakan Definisi Operasional dari:
c. Kasus campak klinis
32 Salah satu strategi untuk mengetahui dampak jangka panjang
pelaksanaan program imunisasi campak-rubela adalah dengan
melakukan surveilans CRS secara sentinel di rumah sakit (RS). Surveilans
CRS adalah pemantauan secara terus menerus dan sistematis terhadap
penyakit CRS pada kelompok umur?
Usia < 1 bulan
33 Sasaran utama komunikasi risiko adalah masyarakat dan pihak-pihak
terkait yang berisiko KLB dan atau wabah, yang meliputi?
a. Masyarakat, media massa dan pemegang kebijakan
34 Sebanyak 94 % kasus Difteri mengenai tonsil dan faring. Pada
keadaan lebih berat dapat ditandai dengan kesulitan menelan, sesak
nafas, stridor dan pembengkakan leher yang tampak seperti leher sapi
(bullneck). Apa penyebab kematian difteri?
b. obstruksi/sumbatan jalan nafas, kerusakan otot jantung, serta
kelainan susunan saraf pusat dan ginjal.
35 Semua suspek TN harus dilakukan investigasi. Penentuan kriteria
kasus konfirmasi TN tidak berdasarkan pemeriksaan laboratorium
tetapi berdasarkan gejala klinis dan diagnosis dokter atau tenaga
kesehatan terlatih. "Bayi lahir hidup dapat menangis dan
menyusu/minum dalam 2 hari pertama kemudian muncul gejala seperti
mulut mencucu (trismus) sehingga sulit menyusu/minum disertai
kejang rangsang, yang dapat terjadi sejak umur 3-28 hari", definisi
operasional tersebut memenuhi kriteria:
a. Kasus Konfirmasi
36 Semua suspek TN harus dilakukan investigasi. Penentuan kriteria
kasus konfirmasi TN tidak berdasarkan pemeriksaan laboratorium
tetapi berdasarkan gejala klinis dan diagnosis dokter atau tenaga
kesehatan terlatih. Untuk pernyataan tentang "Kasus atau kematian TN
yang didiagnosa oleh bukan dokter atau petugas kesehatan terlatih dan
tidak dilakukan investigasi, dan kematian TN yang tidak diketahui
penyebabnya" merupakan kriteria dari :
a. Suspek TN
37 Setiap penderita dengan batuk lebih dari 2 minggu yang datang ke
puskesmas harus dicari gejala tambahan dan ditentukan apakah
memenuhi kriteria suspek pertusis. Diagnosis etiologis ditegakkan
berdasarkan kultur dengan ditemukannya B. pertusis dari specimen
nasofaring yang diambil selama fase kataral atau paroksimal awal. Apa
pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan?
c. Pemeriksaan PCR dan pemeriksaan serologis dengan ELISA.
38 Setiap suspek Difteri harus dilakukan konfirmasi laboratorium.
Pengambilan sampel Difteri dilakukan oleh petugas kesehatan terlatih.
Untuk tatacara Pengambilan dan pengiriman spesimen. Sebutkan jenis-
jenis pemeriksaan spesimen difteri yang paling tepat.
Usap Tenggorok (Throat swab), Usap Hidung (Nasal swab), Usap Luka
(Wound swab), Usap Mata (Eyes swab)
39 Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB adalah kewaspadaan terhadap
penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya
dengan menerapkan teknologi surveilans epidemiologi dan
dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-
upaya dan tindakan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat. Apa
tujuan melaksanakan SKD-KLB?
b. Teridentifikasinya adanya ancaman KLB dan terselenggaranya
peringatan kewaspadaan dini KLB
40 Spesimen yang diperlukan dari penderita AFP adalah spesimen tinja,
namun tidak semua kasus AFP yang dilacak harus dikumpulkan
spesimen tinjanya. Yang perlu dikumpulkan specimen tinjanya adalah
apabila :
d. Kelumpuhan terjadi < 2 bulan pada saat ditemukan,
41. Strategi penemuan kasus AFP dapat dilakukan melalui sistem
surveilans aktif rumah sakit (hospital based surveillance=HBS dan
Sistem surveilans masyarakat (community based surveillan-ce=CBS).
Peran Puskesmas dalam CBS adalah :
c. Koordinator surveilans AFP di masyarakat.

42 Sumber laporan surveilans AFP (unit pelapor) adalah RS dan


puskesmas sebagai unit pelaksana terdepan penemuan kasus.
Selanjutnya secara berjenjang dilaporkan kepada Dinkes
Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat. Laporan dari Puskesmas
disampaikan melalui:
a. Formulir FP1
43 Surveilans Campak-Rubela adalah pemantauan secara terus
menerus dan sistematis terhadap penyakit campak dan rubela dimulai
dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta
diseminasi informasi sehingga menghasilkan rekomendasi. Berdasarkan
WHO-Searo, adanya penularan virus campak dan/atau virus rubela
secara terus-menerus, yang terjadi selama ≥12 bulan di suatu wilayah
tertentu di sebut sebagai :
a. Endemis Campak-Rubela
44 Surveilans merupakan salah satu pembuktian keberhasilan program
eliminasi campak dan rubela. Pelaksanaan surveilans yang intensif
berguna dalam memahami pola transimi atau penyebaran kasus dan
memastikan pelaksanaan imunisasi campak-rubela secara tepat untuk
memutus transmisi. Analisis data kasus Campak-Rubela diperlukan
untuk:
b. Mempelajari gambaran epidemiologi dari kasus campak
45 Surveilans pertusis adalah kegiatan pengamatan penyakit pertusis
yang sistematis dan terus menerus dengan output yaitu data dan
informasi tentang kejadian penyakit pertussis. Pertusis (batuk
rejan/batuk seratus hari) adalah penyakit menular pada saluran
pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis.
Pernyataan tersebut merupakan pengertian dari :
c. Pertusis
46 Surveilans Tetanus neonatorum (TN) adalah kegiatan pengumpulan,
pengolahan, dan analisis data penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus (usia < 28 hari) yang disebabkan oleh Clostridium tetani
sehingga dihasilkan informasi guna tindak lanjut investigasi. Penemuan
kasus (TN) dengan cara :
d. Penemuan kasus melalui Surveilans Aktif di Masyarakat/FKTP dan
di Rumah Sakit
47 Surveilans Tetanus neonatorum (TN) adalah kegiatan pengumpulan,
pengolahan, dan analisis data penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus (usia < 28 hari) yang disebabkan oleh Clostridium tetani
sehingga dihasilkan informasi guna tindak lanjut investigasi. Bagaimana
penentuan kriteria kasus konfirmasi TN ?
a. Berdasarkan gejala klinis dan diagnosis dokter atau tenaga
kesehatan terlatih
48 Tetanus neonatorum (TN) adalah penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus (usia < 28 hari) yang disebabkan oleh Clostridium tetani
dimana bakteri mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang system
saraf pusat. Selain kesulitan minum, gejala lain adalah wajah seperti
senyum terpaksa dan alis terangkat yang di sebut dengan :
d. risus sardonicus
49 Untuk meningkatkan sensitifitas penemuan kasus polio, maka
pengamatan dilakukan pada kasus Acute Flaccid Paralysis (AFP) dan
pengamatannya disebut sebagai Surveilans AFP (SAFP). Surveilans AFP
adalah pengamatan yang dilakukan terhadap:
b. Semua kasus lumpuh layuh akut pada anak usia < 15 tahun.
50 Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima,
didistribusikan ke tingkat pelayanan sampai digunakan, vaksin harus
selalu disimpan pada suhu yang direkomendasikan. Jenis vaksin seperti
Polio Tetes(OPV),RV,DPT-HB-Hib,DT harus di simpan pada suhu
tertentu dan masa simpan vaksin yang bervariasi di level
Provinsi,Kab/Kota,Puskesmas/Pustu. Penyimpanan vaksin tersebut
pada suhu:
c. -15oC sd -25oC

Anda mungkin juga menyukai