Oleh :
KELOMPOK 3
1. THASYA KHOIRO ARYADIWINANTA (2021508087)
A. PENDAHULUAN
Wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan sebagai salah
satu sarana guna pengembangan kehidupan keagamaan, khususnya bagi umat yang
beragama Islam, dalam rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan materil menuju
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.1 Kata wakaf sendiri berasal dari kata
kerja waqofa (fiil madi), yaqifu (fiil mudori’), waqfan (isim masdar) yang berarti berhenti
atau berdiri. Sedangkan wakaf manurut syara’ adalah menahan harta yang mungkin
diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya (ainnya) dan
digunakan untuk kebaikan.2
Secara terminologis fiqih tampak diantara para ahli, baik Maliki, Hanafi, Syafi’i
maupun Hambali berbeda pendapat terhadap batasan pendefinisian wakaf. Realitas dan
kenyataan ini disebabkan karena adanya perbedaan landasan dan pemahaman serta
penginterpretasiannya terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam berbagai hadits yang
menerangkan tentang wakaf.
Madzhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak berarti melepaskan harta
yang diwakafkan dari kepemilikan orang yang mewakafkan. Dengan demikian,
kepemilikan atas aset wakaf masih berada pada wakif, karena yang diwakafkan hanyalah
manfaatnya saja, bukan substansi materinya.
Menurut madzhab hanafi wakaf adalah menahan suatu komoditas (aset) dengan
tetap pada kepemilikan orang yang mewakafkan dan mendistribusikan manfaatnya untuk
kepentingan kebaikan.
Adapun definisi yang dikemukakan oleh Syafi’i dan Hambali adalah menahan
aset yang dapat dimanfaatkan dengan melanggengkan substansinya dengan memutus
kewenangan distributif dari pihak wakif atau yang lain untuk mendistribusikan yang
1
Abdul Halim, op. cit., hal. 3
2
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,
hal. 25
Secara umum tidak terdapat ayat al-Qur’an yang menerangkan konsep wakaf
secara jelas. Wakaf adalah infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama
dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran
yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.
Para faqih berpendapat hukum wakaf adalah mandub (mustahab), yaitu suatu
perbuatan yang diberi pahala bagi pelakunya, tetapi tidak dijatuhi sanksi bagi yang
meninggalkannya. Sumber masyru’ (legitimasi) wakaf dan sejarahnya dalam Islam
adalah Al-Quran, Sunnah dan respons sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW.
Dalil-dalil yang dijadikan sandaran atau dasar hukum wakaf adalah:
C. Unsur-Unsur Wakaf
Setelah menelaah tentang pengertian wakaf, berikutnya ini ulasan mengenai unsur
wakaf. Kembali menilik pada pengertian wakaf, wakaf adalah amalan yang sangat luar
biasa. Kata Wakaf berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Kata “Waqafa” berarti menahan
atau berhenti atau diam di tempat atau tetap berdiri”.
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, unsur wakaf ada
enam, antara lain wakif (pihak yang mewakafkan hartanya), nazhir (pengelola harta
wakaf), harta wakaf, peruntukan, akad wakaf dan jangka waktu wakaf.
Wakif atau pihak yang mewakafkan hartanya bisa perseorangan, badan hukum,
maupun organisasi. Jika perseorangan, ia boleh saja bukan muslim karena tujuan
disyariatkannya wakaf adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan orang
nonmuslim tidak dilarang berbuat kebajikan. Syarat bagi wakif adalah balig dan berakal.
Jenis Wakaf
Pengertian wakaf adalah amal jariah, yang dimana jenis wakaf menurut Ahmad
Azhar Basyir wakaf dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Wakaf Ahli (keluarga atau khusus)
Wakaf ahli ialah wakaf yang ditujukan kepada orang orang tertentu, seorang atau lebih.
Baik keluarga wakif atau bukan. Misal: “mewakafkan buku-buku untuk anak-anak yang
mampu mempergunakan, kemudian cucu-cucunya.”
Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf adalah
mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.
D. Syarat-Syarat Wakaf
Pertama, PPAIW atas nama Nazhir menyampaikan AIW atau APAIW dan
dokumen-dokumen lainnya yang diperlukan untuk pendaftaran Tanah Wakaf atas nama
Nazhir kepada Kantor Pertanahan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak penandatanganan AIW atau APAIW. (pasal 2 ayat 2)
Ketiga, Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Tanah Wakaf atas nama
Nazhir, dan mencatat dalam Buku Tanah dan sertifikat Hak atas Tanah pada kolom yang
telah disediakan. Itulah tiga tahapan dalam proses sertifikasi tanah wakaf untuk
mendapatkan sertipikat tanah wakaf di kantor BPN. Informasi selengkapnya dan lebih
rinci bisa dilihat dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Pendaftaran Tanah Wakaf.
I. KESIMPULAN
Wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan sebagai salah
satu sarana guna pengembangan kehidupan keagamaan, khususnya bagi umat yang
beragama Islam, dalam rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan materil menuju
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Madzhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak berarti melepaskan harta
yang diwakafkan dari kepemilikan orang yang mewakafkan
madzhab hanafi wakaf adalah menahan suatu komoditas (aset) dengan tetap pada
kepemilikan orang yang mewakafkan dan mendistribusikan manfaatnya untuk
kepentingan kebaikan.
definisi yang dikemukakan oleh Syafi’i dan Hambali adalah menahan aset yang
dapat dimanfaatkan dengan melanggengkan substansinya dengan memutus kewenangan
distributif dari pihak wakif atau yang lain untuk mendistribusikan yang diperkenankan
atau mendistribusikan hasilnya untuk kepentingan kebaikan guna mendekatkan diri
kepada Allah.
Adapun tata cara Pelaksanaan wakaf sebagai berikut :
1) Pihak yang hendak mewakafkah dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.
2) Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
3) Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika
dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
4) Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan
diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam Pasal 215 ayat (6)
Al-Khatib, M. Al-Syarbini, al-Iqna fi al-Hall al-Alfadz Abi Syuza’, Indonesia: Dar al-
Ihya al-Kutub, tt.
Faisal Haq, dkk, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, PT Garuda Buana,
Pasuruan.
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayat al-Akhyar, ter. KH.
Anwar, Syarifuddin, Surabaya: Bijna Iman, 2007.
Kementerian Agama Republik Indonesia, AL-Qur’an dan Terjamahnya, (Jakarta: Pelita,
1979)
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf , Jakarta, Rosdakarya (1988)