Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB WAKAF

Disusun oleh Kelompok 2:

1. Adjidjah Fitria (01)


2. Angelina (03)
3. Icha Afilia (12)
4. Irma (13)
5. Lintang Zahira Syanmi Aprilia (19)
6. M. Aleansyah (22)
7. Rintan Puspita (29)

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI BARENG


Tahun Ajaran 2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami boleh
menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu.Berikut ini penulis
mempersembahkan sebuah makalah dengan judul " WAKAF’, yang menurut
kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi semua orang untuk
mempelajari sejarah agama islam.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang
saya buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.Dengan ini kami
mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi
semua orang.

Jombang,15 April 2022

Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI
SAMPUL

KATA PENGANTA

BAB I PEMBAHASAN
A. Pengertian Waqaf

B. Hukum Wakaf

C. Rukun dan Syarat Wakaf

D. Lafadz atau Ikrar Wakaf

E. Hikmah dan Keutamaan Wakaf

F. Pinsip Pengelolaan Wakaf

G. Harta dan Pemanfaatan Wakaf

BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN WAKAF
Wakaf merupakan istilah dari bahasa Arab ‘waqaf’. istilah wakaf secara bahasa berarti
penahanan atau larangan atau menyebabkan sesuatu berhenti. Istilah wakaf secara istilah
diartikan berbeda-beda menurut pandangan ahli fiqih. Menurut Abu hanifah, wakaf adalah
menahan suatu benda sesuai hukum yang ada, dan menggunakan manfaatnya untuk hal-hal
kebaikan, bahkan harta yang sudah diwakafkan bisa ditarik kembali oleh si pemberi wakaf.
Berdasarkan definisi Abu hanifah, kepemilikan harta tidak lepas dari si wakif, pihak yang
mewakafkan harta benda nya.Mazhab hanafi menyebutkan wakaf adalah tidak melakukan
tindakan atas suatu harta tersebut, yang berstatus tetap hak milik dengan memberikan
manfaatnya kepada pihak tertentu baik untuk saat ini ataupun waktu yang ditentukan. Sedangkan
mazhab Malik berpendapat wakaf tidak melepaskan harta yang dimiliki oleh pewakaf dan
pewakaf berkewajiban untuk memberikan manfaat dari harta yang diwakafkannya dan tidak
boleh menarik kembali harta yang diwakafkan.Mazhab syafi’i berpendapat bahwa wakaf
merupakan pelepasan harta dari kepemilikan melalui prosedur yang ada. Pewakaf tidak boleh
melakukan suatu tindakan kepada harta yang sudah diwakafkan olehnya. Mazhab syafi’i juga
membolehkan memberikan wakaf berupa benda bergerak dengan syarat barang yang diwakafkan
harus memiliki manfaat yang kekal. Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 2004,
wakaf adalah perbuatan hukum wakif, si pemberi wakaf, untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna untuk keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.Secara umum wakaf harus memenuhi beberapa hal utama
yaitu yang memberikan wakaf dan pengelola harta wakaf harus mengalokasikan untuk amal
kebaikan.

Selain itu pemberian wakaf harus bertujuan untuk beramal kepada penerima atau kelompok yang
jelas. Oleh sebab itu, terdapat hukum untuk mengatur pemberian wakaf yang dibahas dalam
buku Hukum Wakaf Tunai.

Wakaf memiliki banyak jenisnya. Berikut adalah jenis-jenis wakaf.

1. Wakaf Ahli

Wakaf ahli atau biasa disebut dengan wakaf keluarga adalah wakaf yang dilakukan kepada
keluarganya dan kerabatnya. Wakaf ahli dilakukan berdasarkan hubungan darah atau nasab yang
dimiliki antara wakif dan penerima wakaf. Di beberapa negara, amalan wakaf ahli ini sudah
dihapus seperti di Turki, Lebanon, Syria, Mesir, Irak dan Libya. Wakaf ahli ini dihapus karena
beberapa faktor seperti tekanan dari penjajah, wakaf ahli dianggap melanggar hukum ahli waris,
selain itu wakaf ahli dianggap kurang memberi manfaat yang banyak untuk masyarakat
umum.Di Indonesia, wakaf ahli masih berlaku, begitu juga di Singapura, Malaysia dan Kuwait.
Hal ini dianggap karena bisa mendorong orang-orang untuk berwakaf.Di Indonesia, wakaf ahli
juga tertulis dalam Undang-Undang nomor 42 tahun 2006 Pasal 30. Di dalam Undang-Undang
dituliskan bahwa,‘Wakaf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperuntukkan bagi
kesejahteraan umum sesama kerabat berdasarkan hubungan darah (nasab) dengan Wakif.’

2. Wakaf Khairi

Wakaf khairi adalah wakaf yang diberikan untuk kepentingan umum. Wakaf khairi adalah wakaf
dimana pihak pewakaf memberikan syarat penggunaan wakafnya untuk kebaikan-kebaikan yang
terus menerus seperti pembangunan masjid, sekolah, rumah sakit dan lain-lain. Wakaf khairi
adalah jenis wakaf untuk mereka yang tidak memiliki hubungan seperti hubungan keluarga,
pertemanan atau kekerabatan antara pewakaf dan orang penerima wakaf.

3. Wakaf Musytarak

Wakaf musytarak adalah wakaf yang mana penggunaan harta wakaf tersebut digunakan secara
bersama-sama dan dimiliki oleh kegerunan si pewakaf. Wakaf musytarak ini masih diterapkan
oleh beberapa negara seperti di Malaysia dan Singapura.

B. HUKUM WAKAF
Wakaf hukumnya adalah amalan sunnah yang dianjurkan. Hal itu berdasarkan firman Allah
SWT dalam Al Quran surat Yasin ayat 12 yang berbunyi

َ ْ‫اِنَّا نَحْ نُ نُحْ ِي ْال َموْ ٰتى َونَ ْكتُبُ َما قَ َّد ُموْ ا َو ٰاثَا َرهُ ۗ ْم َو ُك َّل َش ْي ٍء اَح‬
Arab: ‫ص ْي ٰنهُ فِ ْٓي اِ َم ٍام ُّمبِي ٍْن‬

Latin: innā naḥnu nuḥyil-mautā wa naktubu mā qaddamụ wa āṡārahum, wa kulla syai`in


aḥṣaināhu fī imāmim mubīn

Artinya: Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang
mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala
sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh).
Dari ayat di atas, Syaikh Prof Dr Khalid bin Ali Al-Musyaiqih berkata, "Di antara bekas yang
ditinggalkan oleh orang yang telah wafat adalah wakaf."Sehingga, secara umum wakaf juga
termasuk dalam bentuk tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, seperti dalam Quran
surat Al Ma'idah ayat 2

Arab: ‫َوتَ َعا َونُوْ ا َعلَى ْالبِرِّ َوالتَّ ْق ٰو ۖى‬


Latin: wa ta'awanu 'alal-birri wat-taqwa

C. RUKUN DAN SYARAT WAKAF

Orang yang mewakafkan hartanya atau wakif. Orang yang ingin mewakfkan hartanya memiliki
syarat seperti baligh, berakal dan merdeka atau bukan hamba sahaya. Hal ini berarti orang yang
bodoh tidak sah jika ingin mewakafkan hartanya, karena orang ini merupakan orang yang
hartanya dibekukan. Hal ini disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 286 yang
berbunyi,

ْ َ‫اَل يُ َكلِّفُ هّٰللا ُ نَ ْفسًا اِاَّل ُو ْس َعهَا ۗ لَهَا َما َك َسب‬


ْ َ‫ت َو َعلَ ْيهَا َما ا ْكتَ َسب‬
‫ت‬

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat
(pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang
diperbuatnya.”

Dari ayat di atas menunjukkan bahwa dalam melakukan ibadah seseorang harus sanggup dalam
mengerjakannya. Begitu juga dalam mengamalkan wakaf. orang yang ingin memberi wakaf juga
tidak boleh memberi syarat-syarat yang haram dari syariat Islam. Jika orang yang ingin berwakaf
memberikan syarat-syarat yang memberatkan atau menyimpang dari syariat Islam, maka wakaf
tersebut hukumnya tidak sah, seperti yang dijelaskan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad, yang berbunyi,

‫صيَ ِة هَّللا ِ َع َّز َو َجل‬ ٍ ‫اَل طَا َعةَ لِ َم ْخلُو‬


ِ ‫ق فِي َم ْع‬

“Tidak boleh taat kepada makhluk yang mengajak maksiat kepada Allah.”

Penerima wakaf atau mauquf’alaih. Penerima wakaf bisa satu orang saja. Syarat dari penerima
wakaf adalah tidak memiliki tujuan maksiat dalam penggunaan harta wakaf, dan dapat diserah
terimakan. Selain itu orang yang menerima wakaf juga harus berakal, karena orang yang tidak
berakal tidak bisa membelanjakan hartanya untuk tujuan yang baik. Hal ini dijelaskan dalam Al-
Quran surat An-Nisa ayat 5 yang berbunyi,

‫َواَل تُْؤ تُوا ال ُّسفَهَ ۤا َء اَ ْم َوالَ ُك ُم الَّتِ ْي َج َع َل هّٰللا ُ لَ ُك ْم قِ ٰي ًما َّوارْ ُزقُوْ هُ ْم فِ ْيهَا َوا ْكسُوْ هُ ْم َوقُوْ لُوْ ا لَهُ ْم قَوْ اًل َّم ْعرُوْ فًا‬

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka
yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah
mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkan lah kepada mereka perkataan
yang baik.”

Barang yang diwakafkan atau mauquf. Barang yang diwakafkan harus berupa barang yang sudah
ditentukan. Selain itu barang yang ingin diwakafkan bisa dialihkan hak miliknya. Barang yang
harus diwakafkan harus memiliki manfaat yang terus menerus. Maka dari itu, makanan yang
manfaatnya bisa habis seketika seperti makanan tidak dianjurkan.
Lafal dalam wakaf. Lafal atau ucapan dalam wakaf harus lah kekal. Ucapan yang memiliki batas
tidak akan sah tentunya. Ucapan dalam wakaf harus bisa terealisasi dan bersifat pasti serta tidak
memiliki syarat yang bisa membatalkan wakaf. Wasiat juga diperbolehkan, misalnya jika
seorang ayah mewakafkan rumahnya.

D. LAFADZ ATAU IKHRAR WAKAF (SIGHAT)


a. ucapan ikrar wakaf harus mengandung kata-kata yang menunjukkan kekalnya ta’bid,
idak sah wakaf jika ucapannya dengan batas waktu tertentu
b. b Ucapan ikrar wakaf dapat direalisasikan segera tanjiz, tanpa disangkutkan, atau
digantungkan kepada syarat tertentu.
c. Ucapan ikarar wakaf bersifat pasi.
d. Ucapan ikarar wakaf idak diikui oleh syarat yang membatalkan.
Apabila semua persyaratan di atas dapat terpenuhi, maka penguasaan atas tanah
wakaf bagi penerima wakaf sah. Pewakaf wakif idak dapat lagi menarik kembali
kepemilikan harta tersebut karena telah berpindah kepada Allah Swt. dan penguasaan
harta tersebut berpindah kepada orang yang menerima wakaf náir . Secara umum,
penerima wakaf náir dianggap pemiliknya, tetapi bersifat idak penuh gaira tammah

E. HIKMAH DAN KEUTAMAAN WAKAF

Tidak hanya amal bersedekah saja, amal wakaf juga memiliki manfaat di dunia dan kehidupan
akhirat yang secara detail dibahas di dalam buku Fikih Zakat, Sedekah, Dan Wakaf.Berikut
adalah manfaat dari wakaf yaitu:

1. Mendapatkan amal jariah

Orang yang berwakaf pahalanya akan mengalir terus menerus selama hidupnya sampai ia
meninggal dunia. Hal ini dijelaskan dalam hadits riwayat Muslim yang berbunyi,

ُ‫ح يَ ْدعُو لَه‬ َ ‫اريَ ٍة َو ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه َو َولَ ٍد‬


ٍ ِ‫صال‬ َ ‫ِإ َذا َماتَ اِإْل ْن َسانُ ا ْنقَطَ َع َع َملُهُ ِإاَّل ِم ْن ثَاَل ثَ ٍة ِم ْن‬
ِ ‫ص َدقَ ٍة َج‬

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputus lah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu):
sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh”

2. Mempererat tali persaudaraan

Dengan mewakafkan harta yang bisa digunakan oleh masyarakat umum tentunya akan
mempererat tali persaudaraan, karena sama-sama bisa menikmati sarana dari wakaf tersebut.

3. Membantu pembangunan negara


Harta yang diwakafkan untuk membangun sarana umum seperti masjid, sekolah, fasilitas
kesehatan atau jalanan tentunya akan bisa dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkan. Hal
ini tentunya sangat berpengaruh dalam pembangunan negara.

4. Membangun jiwa sosial yang tinggi

Tidak hanya bersedekah, mewakafkan harta benda juga menjadi salah satu sarana untuk
membangun jiwa sosial yang ada di diri manusia. Dengan berwakaf tentunya akan meringankan
beban orang yang lebih membutuhkan.

F. PRINSIP PENGELOLAAN WAKAF

Banyak cara yang bisa dilakukan seorang Muslim untuk ikut andil dalam menyejahterakan umat,
salah satunya adalah melalui wakaf. Nilai pahala wakaf sama dengan amal jariyah yang tidak
akan terputus pahalanya meski telah meninggal dunia. Pahala ini akan terus mengalir seiring
dimanfaatkannya benda yang diwakafkan.
Para ahli fikih mendefinisikan wakaf sebagai suatu jenis pemberian yang dilakukan dengan cara
menahan pemilikan asal (tahbisul ashli), lalu menjadikan manfaat dari benda tersebut untuk
kemaslahatan umat. Yang dimaksud tahbisul ashli ialah menahan barang yang diwakafkan agar
tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya.
Mengutip Buku Pintar Ekonomi Syariah oleh Ahmad Ifham, orang yang mewakafkan hartanya
untuk kesejahteraan umat disebut wakif. Dalam praktiknya, wakaf dilakukan dengan syarat dan
rukun tertentu. Selain itu, ada juga prinsip pengelolaan yang harus dipatuhi. Apa saja? Untuk
mengetahuinya, simak penjelasan berikut.

1. Asas keberlangsungan manfaat


Pelaksanaan wakaf dianjurkan oleh Rasulullah dan praktiknya telah dicontohkan oleh Umar bin
Khattab beserta sahabat lainnya sejak dulu kala. Dalam pengelolaannya, Islam menekankan
keberlangsungan manfaat harta wakaf untuk umat.
Substansi ajaran wakaf itu tidak semata-mata terletak pada pemeliharaan bendanya. Jauh lebih
penting, nilai manfaat dari benda tersebut harus ada untuk kepentingan masyarakat umum.
2. Asas pertanggungjawaban
Bentuk dari pertanggungjawaban tersebut adalah pengelolaan secara sungguh-sungguh dan
semangat yang didasari oleh:

 Tanggung jawab kepada Allah, yaitu tanggung jawab atas perilaku perbuatannya, apakah
sudah sesuai atau justru bertentangan dengan aturan-aturan-Nya.
 Tanggung jawab kelembagaan, yaitu tanggung jawab kepada pihak yang memberikan
wewenang.
 Tanggung jawab hukum, yaitu tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan ketentuan-
ketentuan hukum yang berlaku.

Tanggung jawab sosial, yaitu tanggung jawab yang terkait dengan moral masyarakat

3. Asas profesional manajemen


Manajemen wakaf menempati posisi paling penting dalam dunia perwakafan. Karena yang
menentukan benda wakaf itu lebih bermanfaat atau tidak, tergantung pada pola pengelolaannya.
Dalam asas profesional manajemen ini, pewakaf harus mengikuti sifat-sifat Nabi yakni sebagai
berikut:

 Amanah (dapat dipercaya)


 Shiddiq (jujur)
 Fathanah (cerdas)
 Tabligh (menyampaikan informasi yang tepat dan benar)

4. Asas keadilan sosial


Penegakan keadilan sosial dalam Islam merupakan kemurnian dan legalitas agama. Karena,
berdasarkan isi kandungan Surat Al-Maun, orang yang menolak prinsip keadilan sosial ini
dianggap sebagai pendusta agama. Maka, diperlukan semangat menegakkan keadilan sosial
melalui penderman harta untuk kebajikan umum.
Mengutip Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer oleh Taufiqur Rahman, untuk mendapatkan
manfaat yang maksimal dari pengeloalaan wakaf maka dalam pelaksanaannya harus dilakukan
dengan baik. Beberapa poin yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

 Lembaga wakaf yang terakreditasi, yakni lembaga wakaf yang dinyatakan layak
beroperasi hingga bermanfaat bagi lapisan masyarkat.
 Programnya yang bervariasi.
 Optimalisasi manfaat, yaitu dapat memanfaatkan peluang yang ada dengan tujuan untuk
menjadikan yang paling baik tanpa merugikan pihak manapun.
 Bentuk pengelolaannya harus kreatif, profesional dan akuntabel. Maksudnya, proses
pelaksanaan kegiatannya harus dilakukan dengan menggerakan tenaga orang lain,
sehingga membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi itu sendiri.
Misalnya, memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam kebijaksanaan
dan pencapaian tujuan wakaf

G. HARTA WAKAF DAN PEMANFAATAN WAKAF

Wakaf menjadi salah satu bukti Islam sebagai agama yang mencintai berbagi dan kemanusiaan.
Wakaf adalah memberikan benda untuk keperluan atau maslahat umat. Wakaf seringkali berupa
tanah maupun benda yang dapat digunakan ataupun diambil manfaatnya. Oleh karenanya penting
untuk mengetahui prinsip pemanfaatan harta wakaf.

‫ال يُ ْم ِكنُ ا ْنتِفا َ ُعهُ َم َع بَقَا ِء َع ْينِ ِه‬


ٍ ‫َحبْسُ َم‬

 Wakaf memiliki esensi “menahan suatu benda sehingga memungkinkan untuk diambil
manfaatnya dengan masih tetap zat (materi) bencanya”(Wahbah az-Zuhaili, al-Washaya wal
Walqfu fil Fiqhil Islami, Darul Fikri, Damaskus hal. 154). Dari esensi ini didapati prinsip
pemanfaatan benda wakaf yakni:
1. Dijaga Keberadaan, Keselamatan dan Kelestarianya

Harta wakaf telah berubah haknya menjadi hak Allah. Oleh karenanya harta wakaf tidak boleh
berpindah kepemilikan, berkurang atau menghilang manfaatnya. Untuk menjaganya diperlukan
kesungguhan dalam kepemilikan dan kelestarianya. Sebagaimana dalam hadits dari Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhuma :

‫ت ِم ْن َما ِل هللاِ َم ْن ِزلَةَ َوالِي ْاليَتِي ِْم‬


ُ ‫ِإنِّي أ ْن َز ْل‬

 “harta yang telah diwaqafkan tidak boleh dijual, diwariskan dan dihibahkan.” (muttafaq
alaihi). Akan tetapi kepemilikanya dan pengelolanya harus jelas agar tidak menimbulkan konflik.
Maka sebaiknya tanah wakaf memiliki sertifikat dan jika belum segera dibuatkan.

2. Dimanfaatkan Seoptimal Mungkin

Harta wakaf biasanya dilengkapi dengan syarat bentuk pemanfaatan sesuai dengan keinginan
pewakaf (wakif) dalam akadnya, namun juga boleh tidak. Jika telah dilengkapi bentuk
pemanfaatan oleh wakif maka harus dituruti. Hal ini dijelaskan dalam kaidah fiqh,

ِ ِ‫شَرْ ِط ْال َواق‬


ِ ‫ف َكنَصِّ ال َّش‬
‫ارع‬

“syarat yang ditetapkan oleh wakif kedudukanya sa,a dengan ketetapan syara’.”

Akan tetapi pemanfaatan harta wakaf haruslah memegang prinsip yang pertama yakni dijaga
keberadaan, keselamatan dan kelestarianya agar tidak berkurang kebermanfaatanya. Jika syarat
yang diberikan wakif tidak sesuai kebutuhan mendesak umat dan jika dilakukan akan
mengurangi nilai kebermanfaatan harta wakaf tersebut maka boleh dirubah pemanfaatanya agar
lebih besar nilai kebermanfaatanya. Semisal syarat yang diberikan adlah pembangunan masjid
sedang umat telah memiliki masjid yang baik maka masjid dari tanah wakaf ini akan kurang
bermanfaat dan dapat dilihat sebagai pemborosan. Allah berfirman,

‫اِ َّن ْال ُمبَ ِّذ ِر ْينَ َكانُ ْٓوا اِ ْخ َوانَ ال َّش ٰي ِط ْي ِن ۗ َو َكانَ ال َّشي ْٰطنُ لِ َربِّ ِه َكفُوْ رًا‬. ‫واَل تُبَ ِّذرْ تَ ْب ِذ ْيرًا‬.
َ

Artinya: “…  Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros.


Sesungguhnya pemboros itu adalah saudara syaitan dan syaitan sangat ingkar terhadap
Tuhanya” (QS Al-Isra’ 26-27).

Perubahan pemanfaatan ini dibolehkan oleh kaidah fiqh,

ِ ‫ات تُبِ ْي ُح ْال َمحْ ضُوْ َرا‬


‫ت‬ ُ ‫ضرُوْ َر‬
َّ ‫ال‬

“keadaan darurat membolehkan yang dilarang”.  

Kemudian dalam Himpunan Putusan Tarjih disebutkan keadaan darurat termasuk menjaga
kemaslahatan. Adapun pemanfaatanya nanti sesuai dengan kebutuhan umat di sana, bisa berupa
fasilitas kesehatan, ekonomi, dll.
Dengan uraian diatas dapat disimpulkan untuk memanfaatkan harta wakaf harus dilakukan usaha
yang cermat dan sungguh-sungguh sesuai dengan aturan syariah. Jika usaha untuk melakukanya
sudah maksimal hendaknya untuk bertawakal. (sul)

BAB 2
PENUTUP

A.Kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai