Anda di halaman 1dari 6

‫هلل ال ذى جعلن ا الحم د من عب اده المخلص ين ووفقن ا للعم ل بم ا في ه ص الح االس الم والمس لمين‬

‫ أشهد أن ال اله اال هللا وحده ال شريك وأشهد أن محمدا عبده ورس وله اله ادى‬bergabung di ‫الص راط‬
‫ال‬ .  ‫ فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى هللا عز وجل والتمسك بهذا الدين تمس كا قوي ا‬,, ‫لمستقيم أما بعد‬
‫ون‬
َ ‫ِه اَل اَّل لِ ُم‬ ‫ِين ا ا َّتقُ وا هَّللا َ ُت َقا ِت‬
َ ‫ هللا الش يطان ال رجيم “ َي ا ا الَّذ‬،‫“ هللا الى اب ه الك ريم‬

Alhamdulillah, segala puji kita panjatkan kehadirat Allah swt bahwa hingga
saat ini, Allah masih memberi kita kesempatan untuk menyempurnakan
pengabdian kita kepadaNya, dengan harapan mudah-mudahan segala
kekurangan dalam proses pengabdian itu diampuni oleh Allah swt. Mudah-
mudahan juga momentum hari jumat ini untuk meningkatkan kesadaran
kita akan peningkatan kualitas iman dan takwa kita kepadaNya. Amin.
Sesungguhnya kehidupan ini memang Allah ciptakan untuk menguji siapa
di antara hambaNya yang paling banyak dan paling baik beramal. Beramal
merupakan inti dari keberadaan manusia di dunia ini, tanpa amal maka
manusia akan kehilangan fungsi dan peran utamanya dalam khilafah dan
kemarahan. Allah berfirman menyatakan tujuan keberadaan manusia,
‫ُر‬
Artinya: Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa
di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun“. (Al Mulk: 2)
Namun pada tahap implementasinya, ternyata tidak cukup hanya beramal
saja, karena memang Allah akan menyeleksi setiap amal dari niatnya dan
keikhlasannya. Tanpa ikhlas, amal seseorang akan sia-sia tidak berguna
dan tidak dilihat oleh Allah swt.

Imam Al-Ghazali menuturkan, “Setiap manusia binasa kecuali orang yang


berilmu. Orang yang berilmu akan binasa kecuali orang yang beramal
(dengan ilmunya). Orang yang beramal juga binasa kecuali orang yang
ikhlas (dalam amalnya). Namun orang yang ikhlas juga tetap harus
waspada dan berhati-hati dalam beramal”.
Dalam hal ini, hanya orang-orang yang ikhlas beramal yang akan
mendapat keutamaan dan keberkahan yang sangat besar, seperti yang
dijamin Allah dalam firmanNya, “Tetapi hamba-hamba Allah yang
dibersihkan (bekerja dengan ikhlas). Mereka itu memperoleh rezki yang
tertentu, yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang
dimuliakan, di dalam syurga-syurga yang penuh kenikmatan”. (Asy-
Shaaffat: 40-43)

Hadirin Jama'ah Jum'at dimuliakan oleh Allah


Ayat tentang keutamaan dan jaminan bagi orang yang bekerja dengan ini
seharusnya menjadi motifasi utama kita dalam menjalankan tugas dan
pekerjaan kita sehari-hari dalam dimensi apapun dan bentuk, baik dalam
konteks “hablum minaLlah atau Hablum minannas”..karena hanya orang
yang mukhlis nantinya yang akan meraih kesuksesan yang besar di hari-
hari, yaitu syurga Allah yang penuh dengan kenikmatan, meskipun harus
terlebih dahulu sebelum di dunia. Ayat ini juga merupakan salah satu
diantara jaminan yang disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang
mukhlis.
Jaminan lain yang Allah sediakan bagi mereka yang ikhlas dalam beramal
dapat ditemukan dalam kisah perjalanan Yusuf ketika berhadapan dengan
seorang wanita yang mengajaknya melakukan kemaksiatan. Allah akan
melakukan perbuatan hambaNya yang mukhlis dari perbuatan keji dan
maksiat, “Sesungguhnya wanita itu telah berniat (melakukan) dengan
Yusuf, dan Yusufpun menyatakan (melakukan pula) dengan wanita itu
andaikata dia melihat tanda (dari) Tuhan. Demikian, agar Kami dari
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-
hamba Kami yang mukhlis“. (yusuf: 24).

Dalam ayat lain, orang yang mukhlis juga mendapat jaminan akan
terhindar dari godaan dan bujuk rayu syetan. Syetan sendiri mengakui
ketidakberdayaan dan kelemahan mereka dihadapan orang-orang yang
beramal dengan ikhlas, “Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab engkau
telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka
memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan
menyiarkan semuanya, kecuali hamba-hamba engkau yang mukhlis di
antara mereka.” (Al-Hijr: 39-40).
Dengan redaksi yang sama, ayat ini berulang dalam surah Shaad, “Iblis
menjawab: “Demi kekuasaan engkau aku akan mereka semuanya, kecuali
hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka“. (Shad: 82-
83). Sungguh benteng keikhlasan merupakan benteng yang paling kokoh
yang tak tergoyahkan oleh apapun bentuk rayuan dan fitnah iblis dan
sekutunya.

Hadirin Jama'ah Jum'at dimuliakan oleh Allah


Dalam ilmu qira'at, para ulama qira'at berbeda dalam membaca kata “Al-
Mukhlashin” yang tersebut pada akhir kedua ayat tersebut. sebagian qari'
membaca Al-Mukhlashin dengan ism maf'ul dan sebagian membaca
lainnya dengan isim fi'il Al-Mukhlishin.
Imam Ibnu Katsir, Abu Amr dan Ibnu Amir, membaca seluruh kalimat ini
dalam Al-Qur'an dengan bacaan “Al-Mukhlishin” yang artinya: Mereka
mampu memurnikan agama dan ibadah mereka dari segala noda yang
bertentangan dengan nilai tauhid. Sedangkan ulama qira'at yang lain
membaca Al-Mukhlashin yang artinya: Mereka yang dipelihara dan
mendapat taufik dari Allah untuk memiliki sifat Ikhlas.
Berdasarkan qira'at ini, ikhlas dan iman adalah mutlak anugerah Allah swt
kepada hamba-hambaNya yang menjanjikan. Namun setiap hamba
diperintahkan oleh Allah untuk selalu memperhatikan dan meningkatkan
dan meningkatkan keikhlasannya dalam beramal. Bahkan Allah menyuruh
kita meneladani orang-orang yang mendapat petunjuk karena tidak pernah
mengharapkan balasan dari amalnya kecuali dari Allah swt, “Ikutilah orang
yang tiada penciptaan balasan; dan mereka adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk”. (Yasin: 21)

Secara prinsip, Islam memandang keikhlasan sebagai fondasi dan ruh


sebuah amal, apapun bentuk amal tersebut termasuk kategori amal
sholih. Baik amal tersebut dilakukan dalam skala pribadi maupun kolektif
(bermasyarakat, berbangsa dan bernegara). Bahkan keikhlasan dalam
ruang lingkup kolektif ternyata sesuatu yang berat dan memerlukan lebih
banyak kesabaran.
Dalam konteks ini, keikhlasan harus dibangun secara timbal balik antara
seluruh individu dalam masyarakat dan menghindari kecemburuan serta
persepsi negatif terhadap masing-masing anggota. Demikian, semakin luas
wilayah kerja seseorang, maka semakin dibutuhkan keikhlasan.
Apalagi di tengah meningkatnya hambatan atau ujian keikhlasan yang
menghadangnya, yang pada umumnya adalah seperti yang dinyatakan
oleh Syekh Hasan Al-Banna' dalam Risalahnya, yaitu: harta, kedudukan,
popularitas, gelar, ingin selalu tampil di depan dan diberi penghargaan dan
pujian sebagainya.Hadirin Jama'ah Jum'at dimuliakan oleh Allah
Jika keikhlasan dari setiap orang yang beramal, maka menurut Dr. Ali
Abdul Halim Mahmud, keikhlasan bagi seorang da'i merupakan
keniscayaan yang harus selalu menyertainya karena ia akan menghadapi
berbagai keadaan dan beragam manusia dalam perjalanan
dakwahnya. Jika tidak, maka binasa dan sia-sialah amalnya. Bahkan sifat
yang mendasar bagi seorang da'i yang harus selalu melaziminya adalah
ikhlas.
Oleh karena itu, para ulama hadits menjadikan bab Niat berada di awal
kitab memiliki susunan mereka, agar karya tulis mereka selalu diawali
dengan keikhlasan dan tidak luput dari sifat ini. Bisa dibayangkan para
ulama yang merupakan teladan dalam beramal mencontohkan kita agar
mengukur setiap amal yang kita lakukan dengan ikhlas.
Para nabi Allah dalam kapasitas mereka sebagai da'i menjadikan
keikhlasan sebagai jargon dan prinsip dakwah mereka. Sebagai contoh
Nabi Muhammad saw sebagai contoh utama dalam hal ini mengemukakan
tentang motifasinya dalam berdakwah, “Aku tidak meminta permintaan
kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan
kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan. (Al-
Furqan: 57)

Allah sebagai prinsip keikhlasan dalam dakwah yang ideal, mulai dari nabi
Nuh, Hud, Shalih, Luth dan Syu'aib as. “Dan aku sekali-kali tidak meminta
penciptaan atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan
semesta alam“. (Asy-Syu'ara': 109, 127, 145, 164, 180).
Inilah bangunan keikhlasan yang pernah ditunjukkan dan dicontohkan
dalam dakwah para nabi Allah swt, sehingga mereka meraih kesuksesan
dan diabadikan namanya oleh Allah swt sebagai cerminan bagi para da'i
setelah mereka.
Hadirin Jama'ah Jum'at dimuliakan oleh Allah
Menurut bahasa, dalam kata ikhlas terkandung beberapa makna; bersih,
bersih, suci dari campuran dan pencemaran, baik berupa materi maupun
non materi. Lawan dari ikhlas adalah nifak dan riya'. Rasulullah saw
bersabda tentang sifat yang mulia ini dalam sabdanya, “Barangsiapa yang
tujuan utamanya meraih keuntungan akhirat, niscaya Allah akan
menjadikan kekayaannya dalam kalbunya, menghimpunkan semua potensi
yang dimiliki, dan dunia akan datang sendiri kepadanya sambil
mengejarnya. Sebaliknya, barang yang tujuan utamanya mencapai dunia,
niscaya Allah akan menjadikan misinya berada di depan mata,
membuyarkan semua potensi yang ditawarkan, dan dunia tidak akan
datang sendiri kecuali menurut apa yang telah diberikan
untuknya“. (Tirmidzi).
Dalam keadaan apapun, keikhlasan akan tetap menjadi modal, bekal
sekaligus kemudi amal sholih, apalagi dakwah sebagai puncak dari amal
sholih. Karena semakin berat dan mulia sebuah tugas tentu akan semakin
dibutuhkan keikhlasan. Semakin dewasa perjalanan dan pengalaman
dakwah seseorang, maka seharusnya semakin baik tingkat dan kualitas
keikhlasannya.
Keikhlasan juga satu dari dua pilar dan syarat yang diterimanya amal
sholih, bahkan ia yang paling utama, seperti yang dinyatakan oleh
Abdullah bin merupakan salah ketika menghadapi ayat: “Yang menjadikan
mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih
baik amalnya” (Al-Mulk: 2).

Tanpanya amal seseorang akan sia-sia tidak layak. Untuk itu, dengan


ikhlas, akan mencukupi amal yang sedikit seperti yang ditegaskan dalam
sebuah riwayat Ad-Dailami, “Ikhlaslah kamu dalam beramal, maka
cukuplah amal yang sedikit yang kamu lakukan”.
 ُ‫ِص ْال َع َم َل القلِ ْيل‬
ِ ‫ل‬
Agar ikhlas dapat terpelihara, tentu ada variabel yang melekat pada setiap
amal yang kita lakukan; variabel profesionalisme, kompetensi, itqan dan
kesungguhan. Maka amal yang cenderung apa adanya, serampangan,
asal jadi, "pokoknya" dan amal yang tidak konsisten bisa jadi karena
ketidak ikhlasan kita dalam menjalankan tugas tersebut.
Ini tantangan terberat bagi kita sesungguhnya. Ikhlas inilah yang akan
memperkuat potensi spritualitas kita. Lantas pertanyaan besar kita,
“Apakah ruh dan motifasi yang menggerakkan roda amal kita selama
ini ???…
‫ارك هللا لى لكم القرآن العظيم اياكم ا االيات الذكر الحكيم ل هللا الوته انه السميع العليم‬

Anda mungkin juga menyukai