Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH AIK

“ISLAM PERSOALAN HIDUP DAN KERJA”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK VI :

AMALIA RAMADAN (0910580421035) ADRIKA MUCHTAR (0910580421013)

INDAH MAYASARI (0910580421044) NURUL QAMARIA (0910580121096)

RISMA RAHMAN (0910580421054) IKRA CAHYANI (0910580421058)

SITI HAJJERA (0910580421150) ARDI ANTI (0910580421124)

MUH.RENALDI RAMLI (0910580421180)

TRIE KURNIA RAMDHANI (0910580421067)

MUH.AGUM MARGUNAWAN (0910581021030)

ANNISA SULIASTUTI SULAEMAN (0910580421074)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDENRENG RAPPANG

TAHUN AJARAN 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari kebutuhan ekonomi,
seperti kebutuhan makan, minum, handphone, tas, rumah, kendaraan dan
lain sebagainya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut kita harus bekerja.
Agama Islam yang berdasarkan Alquran dan Hadis sebagai tuntunan dan
pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur
dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan
tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja. Padahal dalam
situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja
yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa
menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh
melampaui rel-rel yang telah ditetapkan Alquran dan Hadis. Dalam
makalah ini akan membahas tentang hakekat hidup dan kerja, rahmat
Allah terhadap orang yang rajin bekerja, akhlak dalam bekerja, keharusan
profesionalisme dalam bekerja.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakekat hidup dan kerja dalam islam?
2. Apa rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja?
3. Bagaimana akhlak dalam bekerja?
4. Bagaimana keharusan profesinalisme dalam bekerja?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakekat Hidup Dan Kerja


Dalam diri manusia terdapat apa yang disebut dengan nafs sebagai
potensi yang membawa kepada kehidupan. Dalam pandangan Al-Qur’an,
nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi
menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan.
Allah SWT. Katakana dalam surat al-Syams ayat 7-8 “Demi Nafs serta
penyempurnaan ciptaanNya, Allah mengilhamkan kepadanya kejahatan
dan ketaqwaan”
Allah mengilhamkan, berarti memberi potensi agar manusia
melalui nafs dapat menangkap ma’na baik dan buruk, serta dapat
mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Meskipun nafs
berpotensi positif dan negative, namun diperoleh pula isyarat bahwa pada
hakekatnya potensi positif manusia lebih kuat dari pada potensi
negetifnya. Hanya saja daya Tarik keburukan lebih kuat dari daya tarik
kebaikan. Untuk itu manusia dituntut agar memelihara kesucian nafsnya.
Firman Allah dalam surat al-Syams ayay 9-10.”sungguh beruntunglah
orang-orang yang menyucikannya dan merugilah orang-orang yang
Mengotorinya”
Kecendrungan nafs lebih kuat untuk kebaikan dipahami dari isyarat
ayat, misalnya terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 286 “Allah tidak
membebani seseorang, tertapi sesuai dengan kesanggupan nya. Nafs
memperoleh ganjaran dari apa yang diusahakannya, dan memperoleh siksa
dari apa yang diusahakannya”
Selain nafs, dalam diri manusia juga terdapat qalb yang sering
diterjemahkan hati. Seperti dikemukakan di atas, bahwa nafs ada dalam
diri manusia, qalb pun demikian, hanya saja qalb yang merupakan wadah
dipahami dalam arti alat, sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf
ayat 179 “mereka mempunyai qalb, tetapi tidak digunakan untuk
memahami”.
Selain kata qalb,dalam al-qur’an juga terdapat kata fu’ad, seperti
dalam firman-Nya dalam surat al-Nahl “Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu maka Dia
membirimu (alat) pendengaran, (alat) penglihatan serta hati, agar kamu
bersyukur (mempergunakannya memperoleh pengetahuan)”
Ada yang berpendapat, bahwa ruh itu sama dengan nyawa, tetapi
apa bedanya manusia dengan orang utan, monyet dan binatang yang lain?.
Dalam surat al-mu’minun dijelaskan bawa dengan ditiupkannya ruh, maka
menjadilah makhluk ini khalq akhar (makhluk yang unik) yang berbeda
dengan makhluk lain. Karena manusia memiliki ruh lah ia mudah
menerima wahyu dari Allah SWT. Mempelajari wahyu dikatakan santapan
rohani, bukan santapan nyawa. Manusia berpotensi mendapatkan hidayah
Karena mempunyai roh. Selain memiliki nafs, qalb, dan ruh manusia juga
memiliki ‘aql. Kata ‘aql dalam al-qur’an menggunakan bentuk kata kerja
masa kini dan lampau. Dari segi bahasa, kata ini dapat diartikan tali
pengikat, penghalang.
Allah berfirman dalam surat al-An’am ayat 151 “…” dan janganlah
kamu mendekati perbuatan keji, baik yang nampak atau tersembunyi, dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan  Allah kecuali demi
kebenaran, itulah wasiat Allah kepadamu agar kamu ber’aqal (dapat
memahaminya)”. Menurut Hamka, dalam bukunya Falsafah Hidup, Islam
sangat memuliakan ‘aql, maka dari itu Islam adalah agama yang
menjunjung tinggi “aql. Orang yang dapat menempatkan dirinya merasa
terikat pada aturan-aturan Allah dalam firman-firman-Nya, maka itulah
sebenarnya orang-orang yang ber’aqal.
Seorang muslim dalam aktifitas kehidupnya dapat menggunakan
‘aqalnya jauh dari perbuatan keji, ruhnya banyak berisikan wahyu Allah,
hatinya jadi tentram sehingga dirinya terkendali kejalan yang diredhai
Allah, terhindar dari langkah-langkah syetan yang buruk Demikianlah
hakekat hidup manusia dengan berbagai potensi yang terdapat dalam
dirinya untuk melaksanakan pekerjaan.

B. Rahmat Allah Terhadap Orang Yang Rajin Bekerja


Umar bin Khattab khalifah ke dua setelah Abubakar Siddiq berkata:
“aku benci orang berpangku tangan, tanpa ada aktifitas kerja, baik kerja
untuk dunia atau untuk kepentingan di akherat kelak”
Dalam hal ini khalifah Umar sangat menghargai dan menyenangi
orang yang rajin bekerja dan beraktifitas. Sebagai muslim yang ta’at,
Umar selalu mendorong umat Islam untuk memiliki semangat bekerja dan
beramal, serta menjauhkan diri dari sifat malas.
Rasulullah bersabda :“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari
lemah pendirian, sifat malas, penakut, kikir, hilangnya kesadaran, terlilit
utang dan dikendalikan orang lain. Dan aku berlindung kepada-Mu dari
siksa kubur, dan dari fitnah (ketika hidup dan mati). (H.R Bukhari dan
Muslim)
Orang muslim yang akan berhasil dalam hidupnya adalah
kemampuannya meninggalkan perbuatan yang melahirkan
kemalasan/tidak produktif dan digantinya dengan amalam yang
bermanfa’at. Sabda Rasulullah saw. Dari Abu hurairah : “Sebaik-baik
Islamnya seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tidak
bermanfa’at” (HR. Tarmizi).
Bekerja bagi seorang muslim adalah dalam rangka mendapatkan
rezki yang halal dan memberikan manfa’at yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat sebagai ibadahnya kepada Allah swt. Firman-Nya :
“Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi,
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar
kamu beruntung” (al-Jmu’ah: 10).
Dalam pandangan Islam bekerja merukapan bagian dari ibadah,
maka aplikasi dan implementasinya perlu diikat dan dilandasi oleh
akhlak/etika, yang senantiasa disebut etika profesi. Etika/akhlaq yang
mencerminkan sifat terpuji, yaitu Shiddiq, istiqamah, futhanah, amanah
dan tablig.
Dari uraian diatas, dapat difahami, bahwa seorang muslim yang
akan mendapat kasih sayang dari Allah swt. Adalah apabila orang itu
jauh dari sifat malas, senang melakukan kegiatan-kegiatan yang
bermanfa’at, rajin bekerja, tidak menyia-nyiakan waktu, menyadari bahwa
semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam rangka beribadah kepada
Allah SWT.

C. Akhlak Dalam Bekerja


Seorang muslim dalam bekerja selalu berhati-hati dan terbuka
pikirannya kepada keindahan ciptaan Allah .
Dia menyadari bahwa Allah lah yang mengontrol segala urusan
dunia dan kehidupan manusia. Dia mengenal tanda-tanda kekuasaan-Nya,
senantiasa berzikir dan tawakal kepada-Nya. “sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang,
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang bertawakal ( yaitu) orng-orng
yang mengingatAllah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(sambbil berkata) Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini
dengan sis-sia, maha suci Engkau , maka peliharalah kami dari api neraka”
(Ali Imran ayat 190-191)
Dalam bekerja dia tulus danpatuh kepada Allah dalam
keadaanbagaimanapun, tidak boleh melampai batas, selalu ta’at mengikuti
bimbingan Allah meskipun tidak sesuai dengan keinginannya. Dia
bertanggung jawab menjalankan kewajiban pekerjaan yang telah
ditetapkan untuknya. Bila ia mendapatkan kendala , segera mencari
penyebabnya dan siapmemikul semua konsekwensinya. Dia memahami
sabda Rasul Saw. “Betapa indahnya urusan orang Islam. Seluruh urusan
(kerjanya) adalah baikbagi dirinya. Jika ia mengalami kemudahan, ia
bersyukur, dan yang demikian itu baik bagi dirinya, jika ia mengalami
kesulitan , ia menghadapinya dengan sabar dan tabah, dan itupun juga
baikbagi dirinya (HR. Bukhari)
Akhlak seorang muslim dalam bekerja menemukan kemudahan
selalu bersyukur, ketika menghadapi kesulitan dia tabah dan sabar . Mudah
dan sulit baginya sama, karena semua itu adalah untuk menguji kekuatan
imannya.
Pada sa’atnya ia mendapatkan kesalahan dalam bekerja,
menyimpang dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya, ia segera bertobat,
segera ingat akan Tuhannya, menghentikan segala kesalahannya dan
memohon ampun atas kekeliruannya.
“Sesungguhnya orang-orang yangbertaqwa bila dalam dirinya timbul
perasaan was-was dari setan, mereka segera ingat kepada Allah. Maka
waktu itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya (al-A’raf :201)
Demikianlah akhlak seorang muslim dalam bekerja.

D. Keharusan Profesionalisme Dalam Bekerja


Profesonal berarti berkualitas, bermutu dan ahli dalam satu bidang
pekerjan yang menjadi profesinya. Suatu pekerjaan yang dilaksanakan
oleh seseorang yang memang ahlinya, tentu akanmendapatkan hasil yang
bermutu dan baik. Sebaliknya suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh
seseorang yang bukan profesinya, akan mendapatkan hasil yang tidak
bermutu dan bahkan akan berantakan. Sabda Rasul Saw. “Bila
menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
kehancuran”
Menurut sabda Rasul ini, seseorang dalam bekerja, apapun
pekerjaannya, kalau ingin mengharpkan hasil yang berkualitas dan baik,
maka dia harus profeisinal / ahli dalam pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya itu.
Ahli dalam bekerja,berarti menguasai ilmu pengetahuan yang
berhubungan lansung dengan pekerjannya. Seorang pekerja yang bekerja
dalam dunia pertanian, tentu dia harus bereilmu tentang tanaman,
pemupukan, pengiran dan lain-lain. Dia harus mengerti, memahami dan
menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan
kewajibannya dalam pertanian. Sifat kreatifits dan kemampuan melakukan
berbagai macam inovasi yangbermanfa’at tentang pertanian akan muncul
dalam dirinya. Tentunya kreatif dan inovatif hanya mungkin akan dimiliki
manakala seseorang selalu berusaha untuk menambah berbagai ilmu
pengetahuan, peraturan, dan informasi yang berhubungan dengan
pekerjaan apapun bentuk pekerjanya.
Sebagai seorang guru (pengejar) dituntut harus ahli dalam ilmu
keguruan, jangan setengah-setengah, tapi belajar, terus belajar tentang
profesi keguruan sampai akhir hayatnya.
Firmam Allah dalam al-Baqarah : 208 ”Hai orang yang beriman,
masuklah kamu kedalam kedamaian /Islam secara menyeluruh, dan
janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan, karena setan itu adalah
musuhmu yang nyata”
Tersirat dalam ayat ini, bahwa aktifitas apapun yang dilakukan
menuntut pelakunya untuk berilmu secara mendalam dan menyeluruh
(kaffah)seuai dengan profesinya.
Orang beriman diminta untuk memasukkan totalitas dirinya
kedalam wadah islam secara menyeluruh, sehingga semua kegiatannya
berada dalam wadah islam /kedamaian. Ia damai dengan dirinya,
keluarganya, seluruh manusia, binatang, tumbuh tumbuhan dan alam raya
semuanya. Wadah islamsecara menyeluruh yang dimaksud juga
penguasaan ilmu islam secara menyeluruh sehingga mampu melaksanakan
aktifitas islam dengan berkualitas dan bermutu.
BAB III

KESIMPULAN

Kerja adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik


kebutuhan fisik, psikologis, maupun sosial. Selain itu, kerja adalah aktivitas yang
mendapat dukungan sosial dan individu itu sendiri. Manusia diwajibkan untuk
berusaha, bukan menunggu karena Allah tidak menurunkan harta benda, iptek dan
kekuasaan dari langit melainkan manusia harus mengusahakannya sendiri.
Manusia harus menyadari betapa pentingnya kemandirian ekonomi bagi setiap
muslim. Kemandirian atau ketidak ketergantungan kepada belas kasihan orang
lain ini mengandung resiko, bahwa umat Islam wajib bekerja keras. Dan syarat itu
adalah memahami konsep dasar bahwa bekerja merupakan ibadah. Dengan
pemahaman ini, maka akan terbangun etos kerja yang tinggi.
Tujuan bekerja menurut Islam ada dua, yaitu memenuhi kebutuhan sendiri
dan keluarga, dan memenuhi ibadah dan kepentingan sosial. Islam menjunjung
tinggi nilai kerja, tetapi Islam juga memberi balasan dalam memilih jenis
pekerjaan yang halal dan haram.
DAFTAR PUSTAKA

Online. https://dodirullyandapgsd.blogspot.com/2015/12/islam-dan-persoalan-
hidup-dan-kerja.html

Online. https://www.bloggerkalteng.id/p/aql-merupakan-sesuatu-yang-
mengikat.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai