Anda di halaman 1dari 12

Guru Pengemban Misi Gereja dalam

Bidang Pendidikan
Hari Studi MNPK di Hotel Onih, Bogor, 16-19 Maret 2023

1. Pengantar

Majelis Nasional Pendidikan Katolik [MNPK] menyelenggarakan hari


studi di Hotel Onih Bogor, Jawa Barat pada 16-19 Maret 2023 yang
diikuti oleh 269 perwakilan pengurus Majelis Pendidikan Katolik
[MPK] Keuskupan, pengurus Yayasan, kepala sekolah dan guru dari
seluruh Indonesia. Panitia pelaksana hari studi ini adalah MPK
Keuskupan Bogor

Hari studi dengan tema Guru Pengemban Misi Gereja dalam Bidang
Pendidikan ini merupakan bagian dari upaya merefleksikan identitas
Guru Katolik serta melindungi guru dalam melaksanakan tugas
perutusannya secara profesional dan bertanggung jawab, yang
dilandasi semangat kasih persaudaraan dan sukacita Injil demi
terwujudnya manusia Indonesia yang unggul, cerdas, bertaqwa dan
berakhlak mulia.

Dalam kerangka itu, hari studi ini menggali kembali makna peran guru
di Sekolah Katolik dengan berangkat dari pandangan Gereja
sebagaimana termuat dalam dokumen-dokumen Gereja tentang
pendidikan; kebijakan nasional tentang guru dan dampaknya bagi
Sekolah Katolik; masalah-masalah dan tantangan-tantangan riil yang
dialami pengurus Yayasan, sekolah dan guru; serta harapan dan tindak
lanjut yang bisa dilakukan, terutama terkait pembentukan tata kelola,
kode etik dan organisasi profesi guru di Sekolah Katolik.

1
2. Guru dan Peran yang Menentukan dalam Misi Gereja di Bidang
Pendidikan

Guru merupakan subjek penting dalam keseluruhan Misi Gereja


Katolik di bidang pendidikan. Bagi Gereja, menjadi guru adalah sebuah
panggilan. Gravissimum Educationis [GE] menyatakan: “Hendaklah
para guru menyadari bahwa terutama peranan merekalah yang
menentukan bagi Sekolah Katolik untuk dapat melaksanakan rencana-
rencana dan usaha-usahanya” (GE 8, 3).

Hukum kanonik juga mencantumkan kriteria pokok bagi guru di


Sekolah Katolik, yakni “unggul dalam ajaran yang benar dan hidup
baik” (kan. 803 § 2). Unggul dalam ajaran yang benar sebab dari
gurulah para siswa menerima pengajaran dan didikan yang membekali
mereka untuk siap masuk dalam gelanggang besar kehidupan. Guru
juga harus hidup baik, sebab mereka menjadi saksi dan pewarta iman
di sekolah dan masyarakat.

Ini semua berakar pada teladan Yesus Sang Guru yang mengajar dan
memberi contoh lewat hidup-Nya perihal cara menjadi guru. Ia
memberi penekanan pada keteladanan, pendekatan personal dan
membangun kepercayaan, menggerakkan imajinasi kreatif, penuh
belas kasih, dan menjadikan tugas mengajar sebagai bagian dari tugas
kerasulan.

Muara akhir dari semua proses ini adalah pribadi peserta didik yang
bisa mengembangkan kemampuan seperti bakat-bakat fisik,
kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan budaya secara
harmonis. Dengan demikian mereka memiliki rasa tanggung jawab
yang matang untuk menggunakan kemampuan dalam partisipasi aktif

2
membangun kehidupan yang baik dalam relasi dengan Tuhan, sesama
dan alam semesta.

Dalam rangka perwujudan harapan seperti itu, Gereja juga menekankan


pentingnya perhatian terhadap para guru. Kongregasi Pendidikan
menegaskan bahwa dalam rangka pembinaan para guru dan pengelola
sekolah wajib mempertimbangkan dua hal penting, yakni aspek-aspek
disipliner dan profesional yang khas dalam pelajaran dan tata kelola;
dan kedua, dasar-dasar budaya dan pedagogis yang membentuk
identitas sekolah-sekolah Katolik. Gereja juga menegaskan pentingnya
kemahiran mendidik, sesuai dengan penemuan zaman modern,
termasuk dalam pendampingan terhadap orang muda di zaman yang
serba digital dengan menemani mereka, tanpa memaksakan kehendak.

Selain itu, Gereja juga menekankan pentingnya perhatian terhadap


kehidupan guru, terutama terkait kesejahteraan dan bina lanjut mereka.
Kesejahteraan merujuk pada tercukupinya kebutuhan hidup - material
dan non material. Material adalah gaji yang layak dan non material
adalah tercukupinya kebutuhan rohani dan spiritual, seperti kasih
sayang, rasa aman, perhatian, ketenangan, dan sebagainya.
Kesejahteraan yang diperhatikan dengan baik akan berpengaruh
terhadap kualitas guru.

Dokumen Awam Katolik di Sekolah Katolik: Saksi-Saksi Iman


menyatakan “kaum awam harus menerima gaji yang memadai, yang
dijamin dengan perjanjian yang ditetapkan secara baik, untuk tugas
yang mereka lakukan di sekolah.” Paus Fransiskus juga menekankan
hal ini dengan mengatakan bahwa merupakan sebuah ketidakadilan
ketika gaji guru begitu buruk, “karena bukan soal berapa waktu yang
mereka habiskan di sekolah, tetapi waktu yang mereka habiskan untuk
persiapan, waktu yang mereka habiskan untuk setiap murid.”

3
Perhatian terhadap para guru ini merupakan bagian dari upaya
penghormatan terhadap peran luhur mereka. Upaya ini ditempatkan
dalam konteks kesadaran bahwa lembaga pendidikan adalah sebuah
komunitas yang mendidik. Artinya, semua pihak di dalamnya, - peserta
didik, guru, tenaga kependidikan, sekolah, orang tua, penyelenggara
dan Gereja, lewat peran masing-masing yang khas, mampu berjalan
dalam satu spirit sehingga saling memengaruhi dinamika seluruh
komunitas.

3. Program dan Kebijakan Pemerintah terkait Guru

Harapan Gereja terhadap guru searah dengan regulasi pemerintah. UU


Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa
guru memiliki empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi profesional,
kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi
kepribadian.

Pengakuan akan peran penting guru juga ditunjukkan dengan


komitmen pemerintah lewat berbagai bentuk inisiatif di bawah payung
Merdeka Belajar, yang beberapa di antaranya langsung menyasar para
guru, seperti Program Organisasi Penggerak, Program Sekolah
Penggerak dan Program Guru Penggerak, yang juga diikuti oleh
sejumlah Yayasan, sekolah dan guru Katolik.

Lewat guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran yang


menerapkan Merdeka Belajar, misalnya, pemerintah menaruh harapan
agar guru bisa mendorong tumbuh kembang peserta didik secara
holistik, aktif, dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya
untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada
peserta didik, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem

4
pendidikan untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Sasarannya
adalah menjadi guru yang mandiri dan reflektif; berpihak pada peserta
didik; memiliki manajemen pembelajaran yang baik; melakukan
inovasi dan kolaborasi dalam pengembangan pembelajaran; dan
berperilaku sesuai kode etik.

Pemerintah juga merumuskan sejumlah langkah lain, termasuk


perumusan Kode Etik Guru Nasional, yang pembentukannya oleh
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan melibatkan
MNPK, dan pengakuan terhadap peran organisasi profesi guru sebagai
wadah untuk memperkuat peran guru.

4. Tantangan dalam Tata Kelola Guru

Sejumlah Yayasan, sekolah telah berupaya menerjemahkan harapan


Gereja dan pemerintah ini lewat berbagai inisiatif dan program untuk
memperhatikan para guru. Hal itu terkait dengan upaya peningkatan
kompetensi guru, pengaturan gaji dan jenjang karir, bina lanjut,
beasiswa, studi banding, menyediakan insentif, pinjaman perumahan,
apresiasi bagi guru berprestasi, kesempatan rekreasi, mengikuti
berbagai lomba, dan lain-lain.

Namun, dalam hari studi ini terungkap pula berbagai tantangan yang
dihadapi guru, baik yang berhubungan dengan regulasi dan kebijakan
tentang guru, tata kelola guru di lembaga pendidikan, maupun terkait
kompetensi guru.

5
Regulasi dan kebijakan yang tumpang tindih dan merugikan
sekolah swasta

Kendati UUD 1945 mengamanatkan negara untuk mencerdaskan


kehidupan bangsa, dan itu berarti sekolah-sekolah swasta
berupaya mengambil bagian dalam menjalankan tugas yang
seharusnya diemban negara, dalam praksisnya, terdapat sejumlah
regulasi dan kebijakan yang tidak sinkron dan tumpang tindih,
yang berdampak pada sekolah swasta.

Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

· Meskipun menurut Undang-Undang No 14 tahun 2005


tentang Guru dan Dosen, guru adalah profesi, namun
dalam praktiknya terdapat perbedaan perlakuan terhadap
guru di sekolah negeri dan guru di sekolah swasta.
Sementara guru di sekolah negeri tunduk pada ketentuan
dalam Undang-Undang No. 5 tahun 2014 terkait
Aparatur Sipil Negara [UU ASN], guru di sekolah swasta
tunduk pada Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, yang membuat guru diposisikan
sebagai buruh, bukan sebagai profesi.

· Kebijakan pemerintah terkait seleksi Pegawai


Pemerintah dengan Perjanjian Kerja [PPK] yang
berdampak pada perpindahan guru-guru di sekolah
swasta ke sekolah negeri. Meskipun mengikuti seleksi
PPPK adalah hak guru, namun hal ini menimbulkan
keresahan bagi Yayasan dan sekolah yang kehilangan
guru tetap yang sudah dibina bertahun-tahun. Upaya
MNPK dan beberapa lembaga lainnya mendesak agar
guru yang lulus seleksi itu ditempatkan kembali ke

6
sekolah asal mendapat hambatan, karena pemerintah
beralasan bahwa hal itu berbenturan dengan UU ASN.

· Mutasi guru-guru ASN yang diperbantukan di Sekolah


Katolik, yang seringkali dilatari kepentingan politik di
daerah-daerah tertentu berdampak pada masalah
finansial dan keberlangsungan sekolah.

· Perubahan kurikulum yang menjadi tantangan bagi guru


untuk melakukan adaptasi dan tantangan bagi perguruan
tinggi yang menyiapkan tenaga guru. Kurikulum
merdeka, misalnya, dianggap lebih fokus pada
memerdekakan peserta didik daripada memerdekakan
guru.

· Kebijakan tunjangan fungsional guru yang diambil dari


20 persen dana APBD cenderung mengabaikan guru
pada sekolah swasta.

Tata Kelola Guru di Lembaga Pendidikan Katolik

Hasil sharing dalam hari studi ini juga mengungkap sejumlah


masalah terkait tata kelola guru di dalam Lembaga Pendidikan
Katolik.

Beberapa di antaranya adalah:

· Gaji yang tidak sesuai dengan standar ketentuan


pemerintah, seperti upah minimum regional dan tidak
sesuai dengan beban kerja guru.

· Terbatasnya sarana dan prasaran penunjang


pembelajaran

7
· Kurangnya perhatian pada bina lanjut guru (on going
formation), seperti memfasilitas pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi dan kapasitas.

· Kurangnya apresiasi Yayasan terhadap pengabdian


dan kinerja guru.

Masalah yang ditemukan pada guru, antara lain:

· Ada guru yang kurang menyadari panggilannya


sebagai pengemban misi Gereja di bidang pendidikan
dan tidak memancarkan identitas sebagai Guru
Katolik yang menghayati spiritualitas kemuridan dan
Injil

· Lunturnya semangat keteladanan yang berdampak


pada citra Guru Katolik dan Sekolah

· Lemahnya kompetensi, seperti tergambar dalam hasil


Uji Kompetensi Guru Kemdikbud Ristek [2016] dan
asesmen oleh Komisi Pendidikan KWI [2017]

5. Gerak Bersama: Pentingnya Pedoman Tata Kelola, Kode Etik


dan Pembentukan Organisasi Profesi

Berbagai masalah yang dihadapi Yayasan, sekolah dan para guru


menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara pengakuan Gereja dan
negara terhadap martabat luhur guru dengan regulasi dan kebijakan
yang justru tidak memihak guru. Fakta-fakta ini juga menunjukkan
betapa kompleksnya persoalan pendidikan, terutama persoalan guru.

8
Hari studi ini melahirkan kesadaran untuk bergerak bersama, yaitu
merumuskan sebuah sistem tata kelola guru guru, kode etik dan
membentuk organisasi profesi.

Pedoman tata kelola guru Guru Katolik

Pedoman tata kelola guru ini merupakan tanda nyata pengakuan


tentang peran sentral guru dalam Misi Gereja dan upaya nyata
melindungi martabat guru.

Isi pedoman itu antara lain mengatur tentang hak dan kewajiban
guru; persiapan menjadi guru (dalam kaitannya dengan LPTK);
perekrutan guru; pendampingan awal untuk guru; pelatihan
pengembangan kompetensi; bina lanjut (on going formation);
kesejahteraan guru; dan hari tua.

Poin-poin ini akan dijabarkan lagi menjadi lebih rinci, yang


memuat indikator-indikator, mekanisme evaluasi dan monitoring.

Kode Etik Guru Katolik

Kode Etik Guru Katolik merupakan rambu-rambu bagi guru


untuk senantiasa menyadari dan memelihara keluhuran martabat
panggilan dan perutusannya, yang dijiwai semangat kemuridan
dan Injil. Kode etik ini disusun merujuk pada Kode Etik Guru
Nasional.

Dengan landasan teoritis dan filosofis, isinya menetapkan


tanggung jawab etis guru dalam hubungannya dengan pimpinan
(Yayasan, sekolah), sesama guru, peserta didik, pemerintah dan
masyarakat; termasuk mekanisme sanksi untuk setiap bentuk
pelanggaran kode etik.

9
Organisasi Profesi Guru Katolik

Sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak guru dan menjalani


amanat Undang-Undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, hari studi ini juga mengusulkan pembentukan sebuah
organisasi profesi Guru Katolik. Dengan usulan nama Organisasi
Profesi Guru di Persekolahan Katolik, organisasi profesi ini
diharapkan memayungi semua guru – baik yang beragama
Katolik maupun bukan Katolik – yang mengabdi di sekolah-
sekolah Katolik.

Pedoman dan kode etik ini menyediakan prinsip-prinsip umum yang


diharapkan bisa menjadi panduan untuk merumuskan tata kelola dan
kode etik bagi Sekolah Katolik di seluruh Indonesia yang tetap perlu
disesuaikan dengan konteks di dalam Yayasan dan unit sekolah
masing-masing.

Penyusunan pedoman tata kelola dan kode etik ini dilakukan oleh tim
khusus yang bentuk oleh Presidium MNPK. Tim ini melibatkan
Pengurus Harian MNPK dan perwakilan MPK Keuskupan - dari unsur
Yayasan, kepala sekolah dan guru, sehingga prosesnya benar-benar
partisipatif.

6. Rekomendasi

Berangkat dari pokok-pokok di atas, hari studi ini merekomendasikan


hal-hal berikut kepada masing-masing pihak:

1. Untuk Guru: Membaharui dan memperkuat komitmen


sebagai pengemban Misi Gereja dalam bidang pendidikan,
dengan menghayati tugas sebagai sebuah panggilan

10
kemuridan, mengembangkan citra diri sebagai Guru Katolik
dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.

2. Untuk Sekolah: Memberi perhatian pada pemenuhan hak dan


upaya peningkatan kompetensi guru serta membuat penilaian
kinerja guru dan proses pendampingannya.

3. Untuk Yayasan: Menjamin pemenuhan hak dan


kesejahteraan, memfasilitasi kegiatan-kegiatan dalam rangka
meningkatkan kompetensi, memberikan apresiasi terhadap
pengabdian dan menyiapkan jaminan hari tua guru.

4. Untuk MPK Keuskupan: Memberi perhatian pada


implementasi kebijakan menyangkut guru di wilayah masing-
masing dan meningkatkan kolaborasi di antara Yayasan dalam
mencari format-format terbaik untuk meningkatkan kualitas
guru.

5. Untuk MNPK: Menindaklanjuti penyusunan Pedoman Tata


Kelola Guru Katolik, Kode Etik Guru Katolik dan Organisasi
Profesi Guru di Persekolahan Katolik dengan membentuk tim
khusus; dan terlibat memberikan masukan dalam proses-
proses perumusan kebijakan pemerintah terkait guru.

7. Penutup

Gagasan-gagasan yang dihasilkan dalam hari studi ini merupakan


langkah awal, yang realisasinya tetap membutuhkan partisipasi kita
semua. Karena itu, kita perlu bergerak bersama, saling menopang dan
membantu sebagai bentuk upaya mengambil bagian dalam Misi Gereja.

11
Sebagaimana dikatakan Paus Fransiskus, “mengajar adalah sebuah
pekerjaan yang indah” yang membutuhkan sebuah tanggung jawab
besar,” namun ia juga mengingatkan bahwa “tidak ada guru yang
pernah sendirian” karena berada dalam sebuah komunitas. Dalam
komunitas itu, di mana peserta didik, orangtua, sekolah dan Gereja
berada, guru menghayati panggilannya.

Dengan semangat Ut Omnes Unum Sint, kita bergandengan tangan


sebagai komunitas yang mendidik, yang senantiasa mencari cara-cara
baru untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru di
Sekolah Katolik.

Bogor, 18 Maret 2023

Presidium MNPK:

RP Vinsensius Darmin Mbula, OFM

RD Edigius Menori

RD Revi Tanod

RP Chris Silalahi, OFM.Cap

RP YAM Fridho Mulya, SCJ

12

Anda mungkin juga menyukai