Skripsi Interferensi
Skripsi Interferensi
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra
oleh
Nama : Setiyani
NIM : 2311413025
2017
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
iii
PERNYATAAN
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Persembahan:
Perancis.
v
SARI
vi
EXTRAIT
L’INTERFÉRENCE DE L’INDONÉSIEN AU FRANÇAIS PAR LES
ÉTUDIANTS DU QUATRIÈME SEMESTRE 2016/2017 DANS LE COURS
PRODUCTION ÉCRITE INTERMÉDIAIRE
Setiyani, Dr. B. Wahyudi Joko Santoso, M. Hum., Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum.
Littérature Française, Département des Langues Étrangers, Faculté des
Langues et des Arts, Université d’État de Semarang
Mots Clés: bilinguisme, alternance codique et mélange codique, interférence
vii
L’INTERFÉRENCE DE L’INDONÉSIEN AU FRANÇAIS PAR LES
Setiyani
I. INTRODUCTION
l’utilisation de deux langues dans la même situation. Wardhaugh (2006: 88) dit
viii
II. SOCIOLINGUISTIQUE
Chaer (2004: 2-3) dit que la sociologie est l’examen objectif et scientifique sur
d’étude. Hudson comme cité par Wardhaugh (2006: 13) dit que la
sociaux dans la société de la parole. Chaer (2004: 84) dit que la société de la
parole ouverte (avoir une relation avec d’autre société) va faire le contact de la
langue. Cette situation amène les phénomènes des langues. Ces phénomènes
l’interférence, etc.
III. BILINGUISME
locuteur bilinguise qui a une bonne maîtrise de deux langues peut faire des
ix
IV. ALTERNANCE CODIQUE ET MÉLANGE CODIQUE
Appel comme cité par Chaer (2004: 107) explique que l’alternance
de la situation. Selon Soewito comme cité par Chaer (2004: 114), l’alternance
cause le mélange codique. Muysken comme cité par Jendra (2012: 78) dit que
V. INTERFÉRENCE
des fautes des systèmes dans la langue secondaire. Le locuteur bilingue qui est
dans une étape d’apprentissage fait souvent l’interférence. Hamers comme cité
par Moreau (1997: 178) explique que l’interférence se produit dans tout le
x
(1) L’interférence phonologique
maternelle.
formation des mots avec l’affixe. Les affixes dans une langue sont utilisés
pour former les mots dans une autre langue. L’interférence morphologie est
langue seconde.
étrangère.
Les données utilisées dans cette recherche sont les textes écrits par
xi
la technique de base est la technique de reprise et dont les techniques
VII. ANALYSE
Dans cette partie, je vais vous présenter sept exemples d’analyse des données.
1. Interférence Lexicale
xii
1.2 Interférence lexicale sur le verbe
comme suit:
2. Interférence Grammaticale
xiii
2.2 Interférence grammaticale sur l’adjectif
indonésien.
(5) Ils ont décidé pour publier leur propre journal local appelé
“David Rag”.
(5a) Ils ont décidé de publier leur propre journal local appelé “David
Rag”.
xiv
(6a) En général, il joue avec Liliana Natsir.
suit.
VIII. CONCLUSION
donnée).
xv
Les étudiants en quatrième semestre font beaucoup d’interférences
français: Elle a 2 fils, qui s’appellent Ilham Akbar Habibie et Thareq Kamal
IX. REMERCIEMENT
Je tiens à remercier au Dieu pour Sa Grâce, parce que sans Son Aide,
xvi
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menerima dukungan, baik berupa materiil
1. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni,
2. Dr. B. Wahyudi Joko Santoso, M.Hum. selaku Pembimbing 1, dan Dr. Sri
masukan dan saran yang sangat penting dalam proses penyusunan skripsi
ini.
xvii
7. Teman-teman tersayang: Mbak Sandra, Intan, Desy, Mbak Gista, Nurul,
Yuni yang selalu berbagi suka duka dalam mengerjakan skripsi dan selalu
Penulis
xviii
DAFTAR ISI
xix
4.1 Interferensi Leksikal ....................................................................................... 42
4.1.1 Nom (Kata Benda).......................................................................................... 43
4.1.2 Verbe (Kata Kerja) ......................................................................................... 44
4.2 Interferensi Gramatikal ................................................................................. 45
4.2.1 Déterminant (Kata Keterangan Penentu)..................................................... 45
4.2.2 Adjectif (Kata Sifat) ........................................................................................ 47
4.2.3 Préposition (Kata Depan)............................................................................... 49
4.2.4 Verbe (Kata Kerja) ......................................................................................... 54
4.2.5 Nom (Kata Benda).......................................................................................... 70
BAB V .............................................................................................................................. 72
5.1 Simpulan .......................................................................................................... 72
5.2 Saran ................................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 74
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... 76
xx
BAB I
PENDAHULUAN
adalah sekelompok orang yang tinggal di suatu tempat dan memiliki tujuan
yang berbeda. Sekelompok masyarakat bisa jadi mempunyai dua atau lebih
bahasa. Oleh karena itu, banyak orang yang menggunakan lebih dari satu bahasa
mengkaji beberapa bidang, seperti bilingualisme dan diglosia, alih kode dan
pemertahanan bahasa.
Bahasa Perancis adalah salah satu bahasa asing yang mulai banyak
1
2
bahasa Perancis yang berada di tingkat awal cenderung masih lemah. Namun,
yang lain. Seperti yang dikemukakan oleh Wardhaugh (2006: 88), situasi
bilingual dapat menyebabkan terjadinya fenomena alih kode. Selain alih kode,
menurut Fishman yang dikutip oleh Wardhaugh (2006: 95) konsep diglosia
fungsi yang berbeda. Selain fenomena alih kode dan diglosia, bilingualisme
bilingualisme yang masih dalam tahap pembelajaran bahasa kedua. Hal ini
has good command of the two languages there is no interference. In the case
of subordinate bilingualism, the second language is not mastered to the
degree the first language is. Here, mother tongue dominates and influences
the second language leading to interference.”
“Pada bilingualisme yang berimbang, sistem kedua bahasa (yang dikuasai)
ada di dalam ingatan seseorang dan kedua bahasa tersebut tidak terikat satu
sama lain. Ketika seseorang mempunyai penguasaan yang baik pada kedua
bahasa tersebut, maka tidak akan terjadi interferensi. Pada kasus
bilingualisme yang lebih rendah, bahasa kedua tidak dikuasai dengan baik
layaknya bahasa pertama. Di sini, bahasa ibu mendominasi dan
mempengaruhi bahasa kedua menjadi interferensi.”
Dari pernyataan di atas jelas bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
terhadap bahasa yang dipelajari dan kuatnya pengaruh bahasa ibu akan
yang lebih sederhana, akan lebih mudah untuk mengalami interferensi ketika
aturan yang lebih kompleks. Namun, penutur bukan dengan sengaja melakukan
berpikir bahwa memang seperti itulah tuturan yang benar, sesuai apa yang
“Hanya ada dua puluh murid, empat laki – laki dan enam belas
perempuan”.
“a”. Dalam bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan verba saat kalanya
menggunakan kata kerja “a” (kata kerja yang digunakan untuk menyatakan
kegiatan dengan kala sekarang) karena dalam bahasa Indonesia, baik kala
sekarang maupun kala lampau menggunakan kata kerja yang sama. Interferensi
kedua adalah tidak adanya afiks –s, yang menyatakan jamak, pada kata
aturan gramatikal bahasa tersebut. Dengan demikian, contoh (1) di atas akan
(1b) “Il y avait juste vingt élèves, quatre garçons et seize filles”.
Kalimat di atas telah menggunakan kata kerja yang tepat yaitu “avait” (kata
kerja yang digunakan untuk menandakan kejadian pada kala lampau) dan
adanya afiks –s yang menyatakan jamak pada kata “garçon” yang sesuai
digunakan dalam hal memperoleh pelajaran. Namun pada contoh di atas akan
Pada (2b) di atas terjadi perubahan kata kerja berupa appris, dari kata
apprendre (belajar), yang lebih tepat untuk digunakan pada kalimat (2)
terjadi pada pembelajar bahasa asing, yang dalam contoh di atas adalah bahasa
“We may also ask what happens when people from a multilingual society,
people who are themselves multilingual, meet in a ‘foreign’ setting: what
language or languages do they use? Tanner (1967) reports on the
linguistic usage of a small group of Indonesian graduated students and
their families living in the United States. Among them these students knew
nine different languages, with nearly everyone knowing Indonesian
(Bahasa Indonesia), Javanese, Dutch, and English. They tended to discuss
their academic work in English but used Indonesian for most other
common activities.”
“Kita juga dapat menanyakan apa yang terjadi ketika orang yang berasal
dari masyarakat multilingual, orang yang mereka adalah multilingual,
6
disimpulkan bahwa peristiwa alih kode terjadi dalam situasi tertentu, dalam hal
ini penutur menguasai lebih dari satu bahasa, dan situasi tersebut adalah situasi
yang ‘diciptakan’ oleh penutur. Atau dengan kata lain, alih kode dilakukan
dengan bahasa Indonesia. Setelah mata kuliah usai dan mereka berinteraksi
dan alih kode adalah hal yang berbeda. Walaupun keduanya dipengaruhi oleh
bilingualisme, tetapi ada perbedaan yang mendasar pada kedua hal tersebut.
Jika alih kode dilakukan oleh penutur yang mempunyai penguasaan bahasa
yang sepadan pada kedua bahasa, dan dilakukan dengan sengaja, maka
dipengaruhi oleh bahasa ibu, dan interferensi dilakukan secara tidak sengaja.
baru saja mempelajari suatu bahasa baru, atau dengan kata lain penguasaan
bahasa kedua masih lemah. Penguasaan bahasa Perancis pada pembelajar yang
masih dalam tahap awal mempelajari bahasa Perancis bisa dikatakan masih
lemah. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui interferensi
bahasa Perancis yang masih lemah. Mahasiswa yang mengambil mata kuliah
tingkatan tersebut, kosa kata yang dimiliki sudah cukup memadai dan
pada tingkat ini. Penelitian ini dilakukan pada bahasa Indonesia, dan bukan
bahasa nasional yang dikuasai oleh setiap mahasiswa dan peneliti hanya
sebagai berikut.
Apa saja bentuk interferensi yang dialami oleh mahasiswa pada mata kuliah
Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoretis dan manfaat praktis.
a. Manfaat Teoretis
bahasa pada umumnya dan pada bahasa Perancis pada khususnya karena di
b. Manfaat Praktis
2) Bagi peneliti
gramatikal.
BAGIAN AWAL
BAGIAN INTI
Pada bagian ini terdapat lima bab, yakni bab 1, bab 2, bab 3, bab 4, dan bab
BAGIAN AKHIR
Di dalam bab ini akan dibahas dua hal, yakni tinjauan pustaka dan landasan teoretis
yang digunakan sebagai pisau analisis. Tinjauan pustaka merupakan tinjauan hasil-
hasil penelitian yang terdahulu baik meliputi jurnal asing maupun dalam negeri
informasi dari buku-buku, jurnal-jurnal, dan penelitian yang relevan dalam rangka
mendapatkan informasi yang ada sebelumnya tentang teori yang berkaitan dengan
Jawa pada Teks Berita Pawartos Jawi Tengah di Cakra Semarang Tv. Hasil
Interferensi leksikal tersebut dibedakan berdasarkan jenis katanya, yaitu kata dasar,
kata berimbuhan, dan kata ulang. Pada interferensi leksikal dalam pemakaian kata
dasar terdapat empat data interferensi leksikal pada kata kerja, dua data interferensi
10
11
leksikal pada kata sifat, tujuh data interferensi leksikal pada kata benda, dua data
interferensi leksikal pada kata bilangan, satu data interferensi leksikal pada
konjungsi. Adapun interferensi leksikal pada kata berimbuhan terdapat tujuh data.
Pada interferensi leksikal dalam pemakaian kata ulang terdapat satu data.
skripsinya yang berjudul Interferensi Bahasa Tegal pada Karangan Narasi Siswa
bentuk afiks dan reduplikasi. Interferensi pada bentuk afiks yang muncul yaitu
interferensi pada konfiks {ke-/-an}, prefiks {ke-}, prefiks nasal {N-}, pelepasan
reduplikasi terdapat pada kata jalan-jalan. Interferensi leksikal yang muncul adalah
penggunaan kata om, pakde, kali, tepak, balongan, dengan, sama, barang itu, dan
terus.
Bahasa Jawa pada Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMPN 1 Mungkid di
kelas VII. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas VII SMPN 1 Mungkid
melakukan interferensi morfologi dan sintaksis. Terdapat delapan belas data yang
pada Abstrak Jurnal Ilmiah. Penelitian dilakukan pada tiga belas jurnal ilmiah yang
sintaksis, yaitu penggunaan bentuk-bentuk frasa dan kalimat yang tidak gramatikal
Bahasa Indonesia dalam Bahasa Asing Iklan Kosmetik dalam Tabloid Indonesia.
Penelitian dilakukan pada Tabloid Indonesia edisi bulan Mei-Juni 2016. Hasil
penelitian berupa enam puluh data interferensi semantik dari 27 iklan kosmetik.
yang diterbitkan oleh EDP Sciences dengan judul Le “Français Cassé” Chez les
Kheira melakukan penelitian dengan cara menyebarkan angket kepada lima puluh
pemuda Algeria. Terdapat empat data yang termasuk dalam interferensi gramatikal
dan dua data yang menunjukkan interferensi leksikal yang dilakukan oleh
narasumber.
13
Terminale. Penelitian ini dilakukan di Aljazair. Hasil dari penelitian tersebut adalah
terdapat tiga interferensi pada tipe huruf konsonan dan empat interferensi pada tipe
huruf vokal. Interferensi pada tipe huruf konsonan terjadi pada beberapa kata
berikut: (1) végétal menjadi vechétal, (2) sauvegarde menjadi saufgarde, (3)
mobilisé menjadi mopilisé. Adapun interferensi pada tipe huruf vokal terjadi pada
kata berikut: (1) enrichir menjadi enréchir, (2) obligé menjadi oubligé, (3) franchir
lain dalam hal pendekatan penelitian, jenis penelitian, metode pengumpulan data,
metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data. Adapun
atas hanya meneliti satu jenis interferensi saja, sedangkan dalam penelitian ini
Dalam landasan teoretis ini, dibahas mengenai teori-teori dan konsep-konsep yang
digunakan untuk landasan kerja penelitian. Adapun teori dan konsep yang
yaitu sosiolinguistik, bilingualisme, alih kode dan campur kode, dan interferensi.
14
2.2.1 Sosiolinguistik
linguistik. Chaer (2004: 2-3) menyatakan bahwa sosiologi adalah kajian yang
linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang
bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh
linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau
ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-
faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur. Interferensi merupakan salah satu
masyarakat dalam hubungannya dengan bahasa. Seperti yang telah kita ketahui
kedua istilah itu sama, tetapi banyak pula yang menganggapnya berbeda. Menurut
bahasa digunakan apabila penelitian tersebut dikaji dari bidang sosiologi. Adapun
menurut Hudson yang dikutip oleh Wardhaugh (2006: 13) sosiolinguistik adalah
15
hubungannya dengan bahasa. Hal ini ditegaskan oleh Jendra (2012: 9) yang
menyatakan bahwa dalam sosiologi bahasa, objek yang menjadi perhatian adalah
bahasa. Dari pengertian di atas, jelas bahwa sosiolinguistik mempunyai dua unsur
bukan hanya dari segi penutur saja melainkan dengan bahasa yang digunakannya.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Chaer (2004: 13) yaitu bahasa bersifat dinamis,
artinya, bahasa tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-
waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja: fonologis,
morfologis, sintaksis, semantik, dan leksikon. Salah satu hal yang menyebabkan
menerima bahasa yang berasal dari luar daerahnya. Chaer (2004: 84) menyatakan
bahwa masyarakat tutur yang terbuka, artinya, yang mempunyai hubungan dengan
masyarakat tutur lain, tentu akan mengalami apa yang disebut kontak bahasa
peristiwa kebahasaan itu adalah bilingualisme, diglosia, alih kode dan campur kode,
2.2.2 Bilingualisme
Pada bahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa salah satu peristiwa yang
seseorang melakukan interferensi. Menurut Mackey dan Fishman yang dikutip oleh
Chaer (2004: 84) bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh
seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Adapun
menurut Bloomfield yang dikutip oleh Alwasilah (1993: 107) batasan bilingualisme
adalah menguasai dua bahasa seperti bahasa ibunya. Selanjutnya, Chaer (2004: 85)
(bahasa pertama) dikuasai dengan baik sehingga dia dapat disebut sebagai
(2) Apa yang dimaksud dengan bahasa dalam bilingualisme ini? Apakah bahasa
dalam pengertian langue, atau sebuah kode, sehingga bisa termasuk sebuah
(3) Kapan seorang bilingual menggunakan kedua bahasa itu secara bergantian?
Kapan dia harus menggunakan B1-nya, dan kapan pula harus menggunakan
17
B2-nya? Kapan pula dia dapat secara bebas untuk dapat menggunakan B1-
(5) Apakah bilingualisme itu berlaku pada perseorangan (seperti disebut dalam
konsep umum) atau juga berlaku pada satu kelompok masyarakat tutur?
seseorang akan B2, sehingga dia dapat disebut sebagai seorang yang bilingual,
oleh beberapa orang pakar. Menurut Bloomfield yang dikutip oleh Chaer (2004:
derajat yang sama baiknya. Konsep Bloomfield mengenai bilingualisme ini banyak
kemampuan yang sama dari seorang penutur terhadap dua buah bahasa yang
B2-nya sama baiknya dengan B1-nya. Oleh karena itu, batasan Bloomfield
mengenai bilingualisme ini banyak dimodifikasi orang. Menurut Lado yang dikutip
oleh Chaer (2004: 86) bilingualisme adalah kemampuan menggunakan dua bahasa
oleh seseorang dengan sama baik atau hampir sama baiknya, yang secara teknis
menurut Labo penguasaan terhadap kedua bahasa itu tidak perlu sama baiknya;
kurangpun boleh. Selanjutnya menurut Haugen yang dikutip oleh Chaer (2004: 86)
tahu akan dua bahasa atau lebih berarti bilingual. Lebih lanjut Haugen
18
kedua bahasa itu, tetapi cukup jika bisa memahaminya saja. Dari beberapa
pertama adalah untuk dapat disebut sebagai seorang yang bilingual, maka seseorang
tidak perlu menguasai B2 sama baiknya dengan B1-nya, namun cukup tahu sedikit
mengenai B2.
bilingualisme. Apakah bahasa itu sama dengan langue, atau bagaimana. Seperti
yang telah kita ketahui, ada tiga istilah untuk menyebut bahasa yaitu, Langue adalah
suatu bahasa tertentu; Langage adalah bahasa secara umum; Parole adalah bahasa
dalam wujud yang nyata yaitu berupa ujaran. Menurut Saussure yang dikutip oleh
Chaer (2007: 347), yang dimaksud dengan la langue adalah keseluruhan sistem
tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu
sifatnya konkret.
dua buah bahasa secara sama baiknya. Selanjutnya Bloomfield juga mengatakan
bahwa menguasai dua buah bahasa, berarti menguasai dua buah sistem kode. Maka
apabila yang dimaksud oleh Bloomfield bahwa bahasa itu adalah kode, maka berarti
bahasa itu bukan langue, melainkan parole, yang berupa dialek dan ragam. Menurut
Mackey yang dikutip oleh Chaer (2004: 87) bilingualisme adalah praktik
19
penggunaan bahasa secara bergantian, dari bahasa satu ke bahasa yang lain oleh
bahasa itu dengan tingkat yang sama. Jadi, yang dimaksud dengan bahasa oleh
Mackey adalah sama dengan langue. Adapun Weinreich yang dikutip oleh Chaer
(2004: 87) memberi pengertian bahasa dalam arti luas, yakni tanpa membedakan
tingkat-tingkat yang ada di dalamnya. Bagi Weinreich menguasai dua bahasa dapat
berarti menguasai dua sistem kode, dua dialek atau ragam dari bahasa yang sama.
Chaer (2004: 88) menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bahasa di dalam
bilingualisme itu sangat luas, dari bahasa dalam pengertian langue, seperti bahasa
Sunda dan bahasa Madura, sampai berupa dialek atau ragam dari sebuah bahasa,
seperti bahasa Jawa dialek Banyumas dan bahasa Jawa dialek Surabaya.
bahasa itu secara bergantian. Kapan dia harus menggunakan B1-nya, dan kapan
pula harus menggunakan B2-nya. Kapan pula dia dapat secara bebas untuk dapat
mengenai kapan seorang penutur bilingual menggunakan satu bahasa tertentu, B1-
nya atau B2-nya, atau satu ragam bahasa tertentu adalah menyangkut masalah
fungsi bahasa atau fungsi ragam bahasa tertentu di dalam masyarakat tutur
berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa”. B1
pertama-tama dan terutama dapat digunakan dengan para anggota masyarakat tutur
yang sama bahasanya dengan penutur. Jika B1 penutur adalah bahasa Jawa, maka
20
dia menggunakan bahasa Jawa hanya dengan mitra tutur yang berbahasa Jawa.
Misalnya dua orang mahasiswa yang berasal dari Jawa Tengah akan berkomunikasi
dengan bahasa Jawa apabila mereka sedang beraktivitas di luar kelas. Namun,
mitra tutur, situasi tutur, dan topik pembicaraan. Oleh karena itu, menurut Chaer
(2004: 89) jawaban pertanyaan dari masalah ketiga, “kapan seorang penutur
bilingual dapat secara bebas menggunakan B1 atau B2” adalah agak susah dijawab.
bilingual yang dapat secara bebas menggunakan salah satu bahasa yang terdapat
Montreal merupakan masyarakat tutur bilingual dengan dua bahasa, yaitu bahasa
Inggris dan bahasa Perancis, yang dapat digunakan secara bebas, sebab dalam
masyarakat Montreal itu tidak ada pembedaan fungsi kapan harus digunakan bahasa
Inggris dan kapan harus digunakan bahasa Perancis. Oleh karena itu, dapat
menggunakannya. Dalam keadaan penguasaan terhadap B1 lebih baik dari pada B2,
dan juga kesempatan untuk menggunakannya lebih luas, maka ada kemungkinan
21
yang disebut interferensi, baik pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, maupun
berlaku pada perseorangan atau juga berlaku pada satu kelompok masyarakat tutur.
Pertanyaan ini oleh Chaer (2004: 90) dihubungkan dengan hakikat bahasa dalam
Wolf yang dikutip oleh Chaer (2004: 91), salah satu ciri bilingualisme adalah
digunakannya dua buah bahasa atau lebih oleh seorang atau sekelompok orang
dengan tidak adanya peranan tertentu dari kedua bahasa tersebut. Lebih lanjut
Chaer menjelaskan bahwa kedua bahasa itu dapat digunakan kepada siapa saja,
kapan saja, dan dalam situasi bagaimana saja. Pemilihan bahasa mana yang harus
yang diberikan Wolf adalah seperti terdapat di Montreal, Kanada. Di sana bahasa
Inggris dan bahasa Perancis digunakan secara berdampingan dan sejajar, dan
hampir semua anggota masyarakat di daerah itu menguasai kedua bahasa itu dengan
baik.
bahasa yang lain. Penutur yang bilingual, yang menggunakan kedua bahasa tersebut
mempengaruhi satu sama lain. Tingkat penguasaan bahasa menjadi faktor penentu
apa yang dilakukan oleh si penutur. Seorang penutur bilingual dengan penguasaan
kedua bahasa yang baik, akan dapat melakukan alih kode dengan tujuan tertentu.
22
terlalu baik, maka bahasa ibunya akan cenderung mempengaruhi bahasa kedua,
Selain interferensi, alih kode dan campur kode merupakan dua buah
masalah yang diakibatkan oleh adanya bilingualisme. Penggunaan dua bahasa oleh
Pengaruh tersebut dapat berupa alih kode, campur kode, maupun interferensi.
Peristiwa alih kode dan campur kode sulit dibedakan dengan interferensi. Meskipun
demikian, alih kode, campur kode, dan interferensi adalah hal yang berbeda. Appel
yang dikutip oleh Chaer (2004: 107) mendefinisikan alih kode sebagai gejala
yang mengatakan alih kode itu terjadi antar bahasa, maka Hymes seperti yang
dikutip oleh Jendra (2012: 74) menyatakan bahwa alih kode bukan hanya terjadi
antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang
terdapat dalam satu bahasa. Adapun Wardhaugh (2006: 101) menyinggung alih
Dari beberapa pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa alih kode adalah
suatu hal yang harus dilakukan karena adanya perubahan situasi tutur antara penutur
dan mitra tutur. Hal ini ditegaskan dengan pernyataan Chaer (2004: 108) yang
menyebutkan bahwa penyebab alih kode adalah (1) pembicara atau penutur, (2)
pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4)
pembicaraan. Adapun menurut Jendra (2012: 74) alasan yang jelas seseorang
melakukan alih kode adalah (1) mengutip perkataan seseorang, (2) menilai dan
Peristiwa alih kode dapat dengan mudah ditemukan pada kehidupan sehari-
(1) Konteks : dua orang anak (Naufal dan Bagus) yang berasal dari Jawa dan
berbahasa ibu bahasa Jawa sedang bercakap-cakap. Naufal dan Bagus berada di
Jakarta untuk menuntut ilmu. Kemudian datanglah teman mereka (Fajar) yang
berasal dari Jakarta dan tidak bisa berbahasa Jawa. Rumah Fajar dekat dengan
kontrakan Naufal dan Bagus sehingga mereka sudah akrab.
Naufal : “Eh Gus, wingi kowe ndelok bal-balan neng TV ra?” (“Eh
Gus, kemarin kamu lihat sepak bola di TV nggak?”)
Bagus : “Ndelok Fal, sing Arsenal karo München kuwi to?” (“Lihat
Fal, yang Arsenal dan München itu kan?”)
Naufal : “Iyo, wah mosok wingi Arsenal kalah akeh banget.” (Iya,
wah masak kemarin Arsenal kalah banyak banget.”)
Fajar : “Fal, Gus, kalian lagi ngomongin apa nih? Seru banget
kayaknya.”
Naufal : “Eh elo Jar. Ini lho ngomongin Arsenal yang kemarin
dibantai München.”
Fajar : “Wah iya tuh, gue juga nonton. Gila, dibantai lima gol gitu!”
Bagus : “Ga nyangka ya bro?”
Pak Amin : “Fajar, tolong antar Ibu ke stasiun dulu.”
Fajar : “Baik Pak, Fajar segera pulang.”
24
Pada percakapan di atas terjadi peristiwa alih kode beberapa kali. Pada situasi awal
Naufal dan Bagus berkomunikasi dengan bahasa Jawa karena bahasa Jawa adalah
percakapan dengan bahasa Indonesia karena Fajar tidak bisa berbahasa Jawa.
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh mereka bertiga adalah bahasa Indonesia
dengan ragam informal. Peristiwa ini termasuk dalam alih kode. Selanjutnya, ketika
Pak Amin selaku ayah Fajar memanggil Fajar, Fajar melakukan alih kode dengan
menghormati ayahnya. Kemudian, setelah Fajar pergi, Bagus melakukan alih kode
tertentu, misalnya untuk kesopanan. Selain itu, mitra tutur juga menyebabkan
terjadinya alih kode. Dua orang yang sudah akrab maka akan cenderung
melakukan alih kode dilakukan atas dasar keinginan si penutur itu sendiri, dengan
Soewito yang dikutip oleh Chaer (2004: 114) membedakan adanya dua
macam alih kode, yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern. Yang dimaksud alih
25
kode intern adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti dari
bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya. Adapun alih kode ekstern terjadi
antara bahasa sendiri dengan bahasa lain. Wardhaugh (2006: 104) membedakan alih
kode menjadi dua macam, yaitu alih kode situasional dan metaforis. Alih kode
sudah lazim: penutur berbicara suatu bahasa pada situasi tertentu dan bahasa lain
pada situasi yang lain. Tidak ada perubahan topik yang terlibat. Bila perubahan
topik memerlukan perubahan bahasa yang digunakan maka disebut alih kode
metaforis.
Selain alih kode, campur kode menjadi salah satu fenomena yang
ditimbulkan oleh bilingualisme. Muysken yang dikutip oleh Jendra (2012: 78)
keadaan munculnya unsur leksikal dan gramatikal pada dua bahasa dalam satu
kalimat. Adapun Gumperz yang dikutip oleh Jendra (2012: 79) menyatakan bahwa
dalam campur kode, serpihan suatu bahasa digunakan ketika penutur sedang
Inf III : mei you a! Kalau mau di halaman lain; baiel di baban penuh lho!
Nggak ada lagi! (Kalau mau di halaman lain. Hari Selasa halaman
delapan penuh lho. Tidak ada lagi)
bahasa Indonesia, namun dengan memasukkan beberapa kata dari bahasa Cina ke
dalam percakapan mereka. Hal ini bisa dikatakan sebagai campur kode karena
Indonesia.
Chaer (2004: 114) memaparkan kesamaan antara alih kode dan campur
kode, yaitu digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa
dalam satu masyarakat tutur. Lebih lanjut Chaer menjelaskan jika dalam alih kode,
setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan masih memiliki fungsi otonomi
Adapun jika dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang
yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja,
tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Seorang penutur misalnya,
Fasold yang dikutip oleh Chaer (2004: 115) membedakan alih kode dan
campur kode dengan kriteria gramatika. Jika seseorang menggunakan satu kata atau
frase dari suatu bahasa, dia telah melakukan campur kode. Tetapi apabila satu
klausa memiliki struktur gramatika satu bahasa, dan klausa berikutnya disusun
menurut struktur gramatika bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih
27
kode. Untuk membedakan peristiwa alih kode dan campur kode bukanlah hal yang
terjadi pengaruh terhadap bahasa satu ke bahasa yang lain. pengaruh tersebut bukan
2.2.4 Interferensi
penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat. Interferensi erat kaitannya
dengan alih kode dan campur kode, sehingga membuat ketiga peristiwa ini sulit
dibedakan. Menurut Weinreich yang dikutip oleh Chaer (2004: 120) interferensi
dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang
dilakukan oleh penutur bilingual. Adapun menurut Hartmann dan Stork yang
dikutip oleh Alwasilah (1993: 114) interferensi adalah kekeliruan yang disebabkan
“When learners are speaking in L2, they tend to rely on their L1 structures
to produce the utterances. If the structures of the two languages are so much
different, then the influences of L1 produce errors in the L2. In other words,
errors found in the L2 are indicating some interference of the L1 on the L2.”
‘Bila pembelajar berbicara dalam B2, mereka cenderung untuk
menggunakan struktur B1 mereka untuk memproduksi ujaran. Jika struktur
kedua bahasa tersebut sangat berbeda, maka pengaruh pada B1 akan
menyebabkan kesalahan pada B2. Dengan kata lain, kesalahan pada B2
menunjukkan interferensi pada B1 ke dalam B2.’
adalah perubahan sistem bahasa yang disebabkan oleh pengaruh bahasa ibu
28
terhadap bahasa kedua pada penutur bilingual yang menyebabkan kekeliruan pada
bahasa kedua.
tahap mempelajari bahasa kedua. Dengan kata lain, interferensi dilakukan oleh
dari B1 terhadap B2. Menurut Alwasilah (1993: 114) interferensi biasanya terlihat
Weinreich yang dikutip oleh Chaer (2004: 122) menyatakan bahwa interferensi
tampak dalam perubahan sistem suatu bahasa, baik mengenai sistem fonologi,
(2010: 321) yang menyatakan bahwa interferensi terjadi pada sistem fonetik,
leksikal, dan gramatikal. Senada dengan Weinreich dan Lekova, Hamers yang
dikutip oleh Moreau (1997: 178) menyatakan bahwa interferensi dapat terjadi pada
Fonologi terbentuk dari kata fon yang berarti bunyi, dan logi yang berarti
ilmu. Definisi fonologi menurut Chaer (2007: 102) adalah bidang linguistik yang
Dapat kita simpulkan bahwa interferensi fonologi adalah kekeliruan bunyi bahasa
29
pada B2 yang disebabkan oleh pengaruh bunyi bahasa pada B1. Lekova (2010: 321)
oleh para penutur bahasa Indonesia yang berasal dari Tapanuli. Fonem [ ə] pada
kata seperti <dengan> dan <rembes> dilafalkan menjadi [dɛngan] dan [rɛmbɛs].
Penutur bahasa Indonesia yang berasal dari Jawa selalu menambahkan bunyi nasal
yang homorgan di muka kata-kata yang dimulai dengan konsonan [b], [d], [g], dan
2004: 122). Contoh interferensi fonologi yang dialami pembelajar bahasa Perancis
dengan bahasa ibu berupa bahasa Indonesia adalah ketika mengucapkan kata
sandang le [lə] dan les [le]. Bagi pemula, maka dua kata sandang tersebut akan
cenderung dibaca dengan pelafalan yang sama. Interferensi fonologi terjadi karena
(2004: 123) interferensi dalam bidang morfologi, antara lain, terdapat dalam
membentuk kata dalam bahasa lain. Lebih lanjut Chaer memberikan contoh
interferensi morfologi, yaitu, dalam bahasa Belanda dan Inggris ada sufiks –isasi,
sebab untuk membentuk nomina proses dalam bahasa Indonesia ada konfiks pe-an.
Jadi, kata yang tepat seharusnya peneonan, penendaan, dan penurian. Penggunaan
bahasa Indonesia baku juga termasuk interferensi, sebab imbuhan yang digunakan
berasal dari bahasa Jawa dan dialek Jakarta. Bentuk yang baku adalah terjebak,
terlalu kecil, dan terlalu mahal. Contoh yang lain dikemukakan oleh Lekova (2010:
322) misalnya dalam bahasa Perancis menggunakan kata footbolist untuk menyebut
untuk kata athée (tak bertuhan). Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang
seolah-olah kosa kata dari suatu bahasa adalah bagian (dari B1), yang disebabkan
oleh peminjaman istilah baru, yang dibawa ke dalam bahasa lain). Lebih lanjut
dalam hal peminjaman bahasa, yaitu l’emprunt (loanword/ kata serapan), terjadi
karena suatu kata dipinjam dari bahasa lain, dan le calque (loanshift/ kata
terjemahan serapan), yaitu memasukkan suatu kata asing (dari bahasa lain) dalam
dari interferensi leksikal adalah penggunaan kata yang salah, menyempitkan atau
memperluas arti dari suatu kata, membentuk unsur leksikal yang sebenarnya tidak
ada dengan menggunakan suffiks dari bahasa asing. Lebih jelas Lekova memberi
menggunakan kata yang tidak tepat. Penggunaan kata tourner pada kalimat
di atas tidak tepat karena arti dari tourner adalah memutar, mengaduk,
sebagai pasangan kata attention adalah attirer, yang berarti menarik, minta,
menarik (perhatian), sehingga kalimat (2) di atas akan menjadi (2a) berikut.
menyangkut perubahan pada struktur dan elemen struktur pada bahasa asing. Hal
ini disebabkan oleh semantik (bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan
makna ungkapan atau struktur makna) dan persamaan yang kaku dan perbedaan
32
antara sistem pada B1 dan B2. Sementara itu, Benchehida (1997: 26-32)
walaupun tidak ada kata sandang di depan kata raja (sang raja). Selanjutnya
Kalimat yang tepat adalah kalimat (3a) karena dalam bahasa Perancis, apabila
suatu kata benda tidak disertai kata sandang maka kalimat tersebut tidak tepat.
Kalimat (3b) adalah contoh kalimat dalam bahasa Perancis yang tidak tepat
karena tidak terdapat kata sandang di depan kata benda. Perbedaan struktur
melakukan interferensi.
membedakan penggunaan kata sifat ini apakah untuk perempuan atau laki-
sebagai berikut.
bukan menggunakan kata pour melainkan kata de, sehingga kalimat yang
maka kalimat di atas sudah benar. Namun, jika dilihat dalam bahasa
pronom personnel (kata ganti orang), pronom relatif (kata ganti penghubung) juga
gramatikal. Hal itu sejalan dengan pernyataan Hamers yang dikutip oleh Moreau
Interferensi sering dikaitkan dengan campur kode. Oleh karena itu, Chaer
bahasa lain.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
semester empat tahun akademik 2016/ 2017 pada mata kuliah Production
Écrite Intermédiaire.
72
73
tata bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Perancis, seperti aturan
penggunaan accord, penggunaan kata depan, konjugasi pada kata kerja, dan
penggunaan kala.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka saran yang
74
75