Anda di halaman 1dari 27

Kelompok 9

Pendekatan Fenomenologis
terhadap Etika dan Teknologi
Informasi

Manusia dan Teknologi


ANGGOTA

DAYA MERAH ASRI 21/481507/FI/05010


TAHTA AGILLIA TIAS A 21/481514/FI/05011
SRI SETYOWATI 21/481561/FI/05013
AMELSIA LINTANG A 21/481656/FI/05016
MOCHAMAD ZIDAN D 21/482916/FI/05034

Manusia dan Teknologi


Pendahuluan
ffff
Pandangan tentang Sifat Teknologi Informasi
1. Teknologi Informasi sebagai Alat
2. Teknologi Informasi sebagai Aktor
3. Teknologi Informasi sebagai Cakrawala Makna dan Tindakan yang Berkelanjutan
1. Teknologi Informasi Sebagai Alat
Pandangan paling umum tentang teknologi informasi adalah bahwa alat itu tersedia untuk digunakan
atau tidak digunakan, agar manusia dapat mencapai tujuan dan hasil mereka. Beberapa alat ini
mungkin sangat berguna dan yang lainnya tidak. Ketika pengguna mengambil alat itu akan cenderung
berdampak pada cara mereka melakukan sesuatu.
Alat berfungsi sebagai perpanjangan dari kemampuan manusia, memungkinkan kita untuk mencapai
apa yang tidak dapat kita capai dengan tubuh saja.
Menurut fenomenologis, kita perlu memahami dampak penggunaan alat sebagai teknologi informasi
terhadap masyarakat manusia karena digunakan dalam praktik sehari-hari. Contohnya: komunikasi
dengan ponsel akan mengubah interaksi sosial dan hubungan sosial
2. Teknologi Informasi sebagai Aktor
Teknologi informasi tidak memberikan penjelasan yang memadai tentang hubungan antara teknologi
informasi dan masyarakat. Teknologi tidak muncul begitu saja tetapi merupakan hasil dari
pengembangan dan praktik desain yang kompleks dan terletak secara sosial. Dengan kata lain ada
banyak kekuatan budaya, politik dan ekonomi yang membentuk opsi tertentu yang disarankan dipilih
menjadi dirancang dan diimplementasikan. Bukan hanya teknologi yang 'berdampak' pada masyarakat;
teknologi itu sendiri sudah merupakan hasil dari proses dan praktik sosial yang kompleks dan halus
dengan kata lain ia dikonstruksi secara sosial dengan cara yang sangat langsung dan signifikan.

Teknologi bukan sekadar alat pasif menunggu tapi kita yang menggunakannya. Seperti yang
disarankan Latour (2005, 107), teknologi (sebagai aktor) membuat kita melakukan sesuatu
tetapi teknologi dapat menghasilkan transformasi yang diwujudkan dalam banyak peristiwa tak
terduga yang dipicu dalam mediator lain yang mengikuti mereka sepanjang garis.
3. Teknologi Informasi sebagai

Cakrawala Makna dan Tindakan yang
Berkelanjutan

Teknologi bukan hanya sebuah alat, melainkan alat sudah muncul dari
sikap 'teknologi' yang sebelumnya terhadap dunia (Heidegger 1977)
yang sudah merupakan kemungkinan konstitutif bagi manusia untuk
menjadi manusia (Stiegler, 1998, 2009).

Manusia yang sudah berorientasi teknologi cenderung menganggap


komunikasi sebagai masalah yang membutuhkan solusi teknologi.

Teknologi merupakan outcome dari cara teknologi dalam memandang


dan menghubungkan diri kita dengan dunia yang memungkinkan kita
untuk melihat dan memunculkan dunia dengan cara tertentu.

Contoh: satu individu adalah orang yang berbeda bagi individu yang
lain dengan menggunakan ponsel daripada tanpa ponsel.
Pendekatan Fenomenologis terhadap Teknologi
Fenomenologi menyelidiki kondisi sesuatu seperti yang dianggap demikian yang
menunjukkan hubungan co-constitutive dalam keterlibatan dengan dunia.

Contoh dalam kehidupan sehari-hari: mendengarkan musik.

Manusia mendengarkan musik tidak hanya merekam suara dengan perangkat


teknologi.

Cakrawala atau kondisi transendental yang memungkinkan perjumpaan kita


dengan dunia.

fenomenologi berbagi pandangan bahwa teknologi dan masyarakat saling


membentuk dengan menjadi kondisi timbal balik dan berkelanjutan untuk menjadi
apa adanya.
Studi fenomenologis teknologi:
1. Phenomenology as a fundamental critique of the technological attitude as such
(Martin Heidegger, 1977)
2. Original technicity and the human being (Stiegler 1998, 2009)
3. The technological attitude as manifested in our contemporary relationship with
particular technologies (Hubert Dreyfus 1992 dan Albert Borgmann 1984)
4. A phenomenology of the human/technology relationship (Don Ihde 1990)
Kritik Fundamental terhadap Sikap Teknologi
Teknologi bukan sekadar artefak, melainkan artefak dan hubungan kita dengannya
sudah merupakan hasil dari cara teknologi tertentu dalam melihat dunia.

“The essence of technology is nothing technological”-The Question Concerning


Technology (Heidegger, 1997:4).

Esensi teknologi adalah cara berperilaku terhadap dunia sebagai sesuatu yang
harus sejalan dengan proyek, niat, dan keinginan. Sebuah ‘will to power’ yang
memanifestasikan dirinya sebagai ‘will to technology’.

Dalam mood/perasaan (suasana) teknologi muncul masalah yang membutuhkan


solusi teknis. Heidegger menyebut mood dengan sebutan enframing/pembingkaian
(Gestell dalam Bahasa Jerman). Manusia hidup di era teknologi atau mood di mana
dunia sudah dibingkai.

Waktu pra-modern manusia tidak mengorientasikan diri dengan teknologi,


melainkan sebagai sumber daya untuk tujuan manusia.

Andrew Feenberg (1999) berpendapat bahwa penjelasan Heidegger tentang


teknologi modern tidak muncul dalam pertemuan sehari-hari.
50

40
Keaslian Teknis dan Teknis bukan bagian yang terpisah dari
Manusia manusia atau mausia bukan bagian
terpisah dari teknis, keduanya
30 merupakan dua domain yang co-
constitude satu sama lain sejak awal.
20
Stiegler menggambarkan argumenya
dengan menggunakan
10 Paleoanthropology Andre Leroi-Gourhan
yang diakui secara khusus dan luas
0
berjudul Gesture and Speech yang
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 dipublish tahun 1964 dalam bahasa
Perancis.
Bernard Siegler dalam argumenya
menyatakan bahwa hubungan
antara manusia dan teknis
disebut sebagi co-original
Manusia tetap generalis yang berspesialisasi jika diperlukan

dengan meng eksteriorisasi kemampuan khusus ini kedalam


domain teknis di luar tubuh manusia. Eksteriorisasi ini juga secara
bersamaan tercermin (atau dicerminkan) kembali sebagai proses
interiorisasi di mana teknologi menjadi diwujudkan oleh manusia
yang menggunakannya. Stiegler menggunakan gagasan
'epiphylogenesis' untuk menggambarkan co-evolution ekstra-
genetik manusia dan Teknis ini.

manusia menciptakan dirinya sendiri dalam teknis dengan Stiegler menyatakan


menciptakan alat. Ini dimaksudkan bahwa ketika kita
(manusia) menciptakan sistem teknologi baru, kita juga bahwa “the continuation
menciptakan manusia tiruan (atau yang akan datang)
of life by means other
than life”(1998,50)
Don Ihde
Iseorang filsuf yang mengenalkan fenomenologi ke dunia
(Post) filsafat di Amerika. Ihde tidak menggunakan
Fenomenologi sebagai pendekatan untuk mengungkap
Fenomenologi dan mengkritik hubungan manusia dengan teknologi. Dia
Hubungan menggunakan Fenomenologi untuk memperkaya variasi
dan kompleksitas hubungan kita dengan teknologi- apa
Manusia/Teknologi yang dia sebut sebagai post fenomenologi.

Dengan menggunakan post fenomenologi Ihde ingin mengubah


cara ‘transcendental’ narasi besar teknologi untuk analisis empiris
yang lebih membumi dari hubungan manusia dan teknologi.
Perpindahan ke empiris ini sering digambarkan sebagai
‘pergantian empiris, dalam filsafat teknologi (Achterhuis, 2001).
Post fenomenologi adalah sebuah relasi ontologis, dimana
hubungan subjek/objek(manusia/teknologi) tidak hanya
interaksional tetapi juga co-constitutive(Rosenberger and verbeek
2015). Selain itu, hubungan co-constitutive ini secara
fundamental dimediasi.
I-technology-world
Don Ihde

Dalam memikirkan hubungan manusia/teknologi yang diwujudkan ini,


Ihde mencirikan empat hubungan bernama i-technology-world yang
berbeda.

Jenis hubungan pertama yang dia sebut


Hubungan
hubungan perwujudan. Dalam hal ini teknologi
Perwujudan diambil sebagai media pengalaman persepsi
subjektif dunia, sehingga mengubah persepsi
subjek dan indera tubuh
I-technology-world
0
Don Ihde

Tipe kedua dari hubungan manusia/teknologi adalah apa yang


Hermeneutik
dia sebut hermeneutik. Dalam jenis hubungan ini teknologi
berfungsi sebagai referensi langsung ke sesuatu di luar dirinya
sendiri. Meskipun saya mungkin memperbaiki fokus saya pada
teks atau peta, apa yang sebenarnya saya lihat (temui)
bukanlah peta itu sendiri melainkan segera dan secara
bersamaan dunia yang sudah dirujuknya, lanskap sudah
disarankan dalam simbol.
Alterity Dalam hubungan ini teknologi dialami sebagai
makhluk yang sebaliknya, berbeda dari saya,
teknologi-seperti-lainnya.

hubungan Latar teknologi tidak secara langsung terlibat dalam


Belakang proses keterlibatan sadar dari pihak aktor manusia
( Etika dan Teknologi Informasi )

Ada 3 hal yang akan dibahas dalam hal ini


1. Dampak Teknologi Informasi dan Penerapan


Teori Etika
2. Politik Teknologi Informasi dan Etika
Keterbukaan
3. Teknologi Informasi, Etika, dan Cara kita menjadi
manusia
( Dampak Teknologi
Informasi dan Penerapan
Teori Etika )

Dalam bagian 1.1 di atas dapat disimpulkan dalam tradisi ini


sejumlah masalah telah muncul . Misalnya, apakah komputer
(atau teknologi informasi dan komunikasi lebih umum)
menghasilkan jenis masalah etika baru yang memerlukan
teori etika baru atau berbeda atau apakah itu hanya lebih
sama (Gorniak 1996). Perdebatan ini sering diungkapkan
dengan bahasa impact teknologi informasi pada nilai-nilai
dan hak-hak tertentu (Johnson 1994). Dengan demikian,
dalam pendekatan ini kita memiliki diskusi tentang dampak
CCTV atau cookie web pada hak privasi, dampak dari
kesenjangan digital pada hak untuk mengakses informasi,
dampak pembajakan perangkat lunak pada hak milik, dan
sebagainya. Dalam perdebatan ini Jim Moor (1985)
berpendapat bahwa komputer muncul kekosongan kebijakan
yang membutuhkan pemikiran baru dan pembentukan
kebijakan baru.
Gert 1999 ) berpendapat bahwa sumber daya yang disediakan oleh
teori etika klasik seperti utilitarianisme, konsekuensialisme dan
etika deontologis sudah lebih dari cukup untuk menangani semua
masalah etika yang muncul dari desain dan penggunaan teknologi
informasi

Perdebatan ini paling sering diarahkan pada tingkat kelembagaan


wacana- yaitu, dengan maksud untuk membenarkan kebijakan atau
perilaku untuk pemerintah, organisasi dan individu. Dalam
perdebatan tentang dampak teknologi ini, ahli etika terutama
dipahami sebagai menyajikan argumen untuk membenarkan
keseimbangan tertentu, nilai-nilai atau hak- hak, atas dan terhadap
kemungkinan lain dalam konteks penggunaan atau implementasi TI
tertentu. Dalam menyajikan argumen ini, ahli etika biasanya
menerapkan teori-teori etika (seperti konsekuensialisme,
utilitarianisme, etika deontologis, dll.)
Politik Teknologi Informasi dan
Etika Keterbukaan
lanjutan
Jika teknologi informasi bersifat politis yaitu, itu sudah mencakup / mengecualikan kepentingan tertentu
maka itu juga bisa dikatakan etis. Untuk konstruktivis sendiri adalah cara khusus di mana kepentingan
dibangun ke dalam teknologi dan praktek-praktek di mana ia tertanam yang etis signifikan (Brey, 2000).
Selain itu, mereka sering berpendapat bahwa refleksi etis harus menjadi bagian yang melekat dari proses
desain - disebut sebagai desain sensitif nilai (Friedman 1997). Yang menjadi perhatian khusus adalah cara
teknologi informasi 'menyembunyikan' nilai-nilai dan kepentingan ini dalam logika algoritma perangkat
lunak dan sirkuit perangkat keras (Introna & Nissenbaum, 2000).

Dalam pandangan etika teknologi informasi ini, tugas etika adalah untuk membuka 'kotak
hitam' untuk mengungkapkan teknologi informasi atau mengungkapkan nilai-nilai dan
kepentingan yang diwujudkannya untuk pengawasan dan refleksi tidak hanya dalam
desain akhir tetapi juga dalam proses pengembangan (Introna 2007).

Teknologi Informasi, Etika dan


Cara Manusia menjadi Kita

Dari diskusi sebelumnya, jelas bahwa fenomenologis cenderung tidak hanya menyibukkan
diri dengan artifact atau teknologi ini atau itu. Mereka lebih suka peduli dengan dunia yang
membuat artifact atau teknologi ini tampak perlu atau jelas di tempat. Mereka juga akan
peduli dengan cara-cara di mana teknologi tertentu 'membingkai' dan mengungkapkan kita,
atau dunia kita, saat kita memanfaatkannya. Mereka akan mengklaim bahwa ini adalah ko-
konstitusi yang sedang berlangsung yang harus kita fokuskan jika kita ingin memahami
implikasi sosial dan etika ICT dan media baru (Verbeek 2008)

Orang mungkin menggambarkan pendekatan fenomenologis sebagai proses berulang pengungkapan ontologis
di mana dunia (praktik sosial yang relevan atau keterlibatan keseluruhan) dan teknologi (perhubungan
teknologi yang relevan) diambil sebagai konteks interpretatif yang saling konstitutif di mana yang satu
membuat yang lain dapat dimengerti, alasan itu sebagai cara yang 'tampaknya' bermakna untuk menjadi.
Fenomenologi, Etika dan
Teknologi Informasi: Kasus
Virtualitas

Istilah 'virtualitas' merujuk pada


mediasi interaksi melalui media
elektronik antara manusia serta antara
manusia dan mesin. Internet adalah
contoh paling nyata dari virtualisasi
interaksi.
Fenomenologi, Etika dan Teknologi Informasi:
Kasus Virtualitas

Perkembangan internet dan meluasnya jaringan


komputer dalam domain kehidupan sehari-hari telah
mendorong/melahirkan banyak spekulasi mengenai
“bagaimana teknologi informasi akan mengubah
eksistensi manusia, terutama dalam
gagasan/pendapat mengenai sosialitas dan
komunitas.” Banyak pendapat yang memberi kesan
bahwa virtualisasi interaksi manusia telah
membawa banyak orang kepada banyak
kemungkinan baru bagi dirinya sendiri sebagai
manusia, misalnya komunitas dunia maya, edukasi
virtual, pertemanan virtual, organisasi virtual, politik
virtual, dan seterusnya.
Lanjutan

Pendukung virtualisasi kehidupan sosial berargumen bahwa virtualitas


memperluas kehidupan sosial dengan cara yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Mereka berargumen bahwa hal tersebut membuka
domain/wilayah yang benar-benar baru bagi makhluk sosial. Misalnya
Rheingold (1993) beragumen bahwa hal tersebut dapat menjadi alat untuk
memfasilitasi berbagai cara menemukan banyak orang untuk membagi dan
berkomunikasi berdasarkan kelompok, subkelompok, menyusun kembali
kelompok, menyertakan dan mengecualikan, memilih dengan berhati-hati
(select) dan memilih berdasarkan jajak pendapat (elect).
KESIMPULAN
Pendekatan Fenomenologis
Pandangan teknologi / hubungan masyarakat

-Teknologi dan masyarakat saling membentuk sejak awal. Teknologi bukanlah sebagai alat
saja, tetapi juga sikap atau disposisi teknologi yang membuat alat tampak bermakna dan
perlu pada awalnya. Namun, alat yang pernah ada dan disposisi yang membuatnya
bermakna untuk mengungkapkan dunia di luar keberadaan alat.

Pendekatan implikasi etis dari teknologi



sebagai pengungkapan
-Tugas etika adalah ontologis. Untuk membuka dan
mengungkapkan kondisi kemungkinan yang membuat teknologi tertentu muncul sebagai hal
yang bermakna dan perlu (dan yang lain tidak). Ini berusaha untuk menginterogasi kondisi
konstitutif ini (kepercayaan, asumsi, sikap, suasana hati, praktik, wacana, dll.) untuk
mempermasalahkan dan mempertanyakan sumber konstitutif mendasar dari keberadaan
kita yang berkelanjutan dengan teknologi.
REFERENSI
Achterhuis, H. (ed.), 2001, American Philosophy of Technology: The Empirical Turn ,
Bloomington: Indiana University Press.
Brey, P., 2000, “Disclosive Computer Ethics,”Computers and Society, 30(4): 10–
16.Gorniak, K., 1996, “The Computer Revolution and the Problem of Global Ethics,”
Science and Engineering Ethics, 2(2): 177–190.
Heidegger, M., 1977, The Question Concerning Technology and Other Essays, New
York: Harper Torchbooks
Stiegler, B., 1998, Technics and Time, 1: The Fault of Epimetheus, Stanford: Stanford
University Press.
Rosenberger, R., and Verbeek, Peter-Paul (eds.), 2015, Postphenomenological
Investigations: Essays on Human–Technology Relations, London: Lexington Books.
Latour, B., 2005, Reassembling the Social: An Introduction to Actor-Network-Theory,
Oxford: Oxford University Press.
REFERENSI
Phenomenological Approaches to Ethics and Information Technology (Stanford
Encyclopedia of Philosophy)
Johnson D. G., 1985, Computer Ethics, Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall
Introna, L.D., and Nissenbaum, H., 2000, “The Internet as a Democratic Medium: Why
the politics of search engines matters,” Information Society, 16(3): 169–185.
Introna, L.D., and Brigham, M., 2007, “Reconsidering Community and the Stranger in
the Age of Virtuality,” Society and Business Review, 2(2): 166–178.
Verbeek, P.P., 2008, “Obstetric Ultrasound and the Technological Mediation of Morality
– A Postphenomenological Analysis.” Human Studies, 31(1): 11–26.
:)

Sesi Diskusi &


Tanya Jawab

Anda mungkin juga menyukai