Anda di halaman 1dari 58

PENGGUNAAN MODEL DIDAKTIK DALAM

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

TESIS

Oleh
EVA MONIKA SAFITRI LUBIS
167021021/MT

PROGRAM STUDI MAGISTER MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGGUNAAN MODEL DIDAKTIK DALAM
PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam
Program Studi Magister Matematika pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Oleh
EVA MONIKA SAFITRI LUBIS
167021021/MT

PROGRAM STUDI MAGISTER MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji pada
Tanggal : 13 Desember 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Herman Maengkang

Anggota : 1. Prof. Dr. Tulus, M.Si


2. Dr. Mardiningsih, M.Si
3. Dr. Sawaluddin, M.IT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGGUNAAN MODEL DIDAKTIK DALAM PENDIDIKAN


MATEMATIKA REALISTIK

TESIS

Saya mengakui bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing dituliskan sumbernya

Medan,
Penulis,

Eva Monika Safitri Lubis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, Saya yang bertanda ta-
ngan di bawah ini:

Nama : Eva Monika Safitri Lubis


NIM : 167021021
Program Studi : Matematika
Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive
Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

Penggunaan Model Didaktik Dalam Pendidikan Matematika Realistik.

Beserta perangkat yang ada. Dengan Hak Bebas Royalti NonEksklusif ini,
Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat
mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya
tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai pe-
megang dan atau sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan,
Penulis,

Eva Monika Safitri Lubiss

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGGUNAAN MODEL DIDAKTIK DALAM
PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

ABSTRAK

Penelitian tentang pendidikan matematika adalah bidang yang lebih luas di


mana salah satunya bertujuan untuk meningkatkan keterampilan pengajaran
dan pembelajaran matematika. Penelitian ini menjelaskan salah satu alat untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam matematika yang disebut model didak-
tik. Model tersebut dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika
baru, misalnya , Matematika Realistik. Ini terdiri dari objek yang akrab bagi
pelajar dengan operasi yang dirumuskan dengan baik (yang di defenisi dengan
baik) pada mereka. Operasi yang dilakukan pada objek didefinisikan secara ketat
dan sepenuhnya dan unik dipetakan ke operasi matematika formal dan sintaks
konsep matematika yang belum diketahui ini. Operasi-operasi ini mendukung
konstruksi pemahaman tentang penalaran yang lebih formal tentang konsep-
konsep matematika dan tentang sifat-sifat esensial mereka. Penelitian ini (paper
= makalah/proposal) ini mengusulkan perancangan model yang akan sesuai un-
tuk Matematika Realistik.

Kata kunci : Pendidikan matematika, Matematika realistik, Desain, Model didaktik

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
The Use Of Models Didactic In Realistic Mathematics
Educations

ABSTRACT

Research on mathematics education is a broader area in which one of them aimed


to improving mathematics teaching and learning practices. This paper describes
one of tool to promote students ability in mathematics called didactic model.
Such model can be used for learning a new mathematical concept, eg, Realistic
Mathematics. It consists of objects familiar to the learner with well-defined op-
erations on them. The operations performed on the objects are rigorously defined
and are fully and uniquely mapped onto the formal mathematical operations and
syntax of this yet unknown mathematical concept. These operations support the
construction of an understanding of more formal reasoning about mathematical
concepts and about their essential properties. This paper proposes designing the
model which would be appropriate for Realistic Mathematics.

Keyword : Mathematics education, Realistic mathematics, Design, Didatic model

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul PENG-
GUNAAN MODEL DIDAKTIK DALAM PENDIDIKAN MATEMATIKA REA-
LISTIK. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pa-
da Program Studi Magister Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Penge-
tahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

Dr. Kerista Sebayang, MS selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Penge-
tahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister Matematika
FMIPA USU yang telah banyak memberikan arahan, saran/kritik dan dukungan
yang luar biasa kepada penulis dalam pengerjaan tesis ini.

Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku Pembimbing I penulis yang telah banyak
memberikan arahan saran/kritik dan dukungan yang luar biasa kepada penulis
dalam pengerjaan tesis ini.

Prof. Dr. Tulus, M.Si selaku Pembimbing I penulis yang telah banyak mem-
berikan arahan saran/kritik dan dukungan yang luar biasa kepada penulis dalam
pengerjaan tesis ini.

Dr. Mardiningsih, M.Si selaku Pembanding I penulis yang telah banyak mem-
berikan arahan saran/kritik dan dukungan yang luar biasa kepada penulis dalam
pengerjaan tesis ini.

Dr. Sawaluddin, MIT selaku Pembanding II penulis yang telah banyak mem-
berikan arahan saran/kritik dan dukungan yang luar biasa kepada penulis dalam
pengerjaan tesis ini.

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Seluruh Staf pengajar di Program Studi Magister Matematika FMIPA USU
yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa
perkuliahan.

Kak Misiani, S.Si selaku Staf Administrasi Program Studi Magister Mate-
matika FMIPA USU yang telah banyak memberikan pelayanan yang baik kepada
penulis selama mengikuti perkuliahan.

Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya dan penghar-


gaan setinggi-tingginya kepada Ayahanda tercinta Damron Junaidi Lubis dan
ibunda Mas Khoiroh Hasibuan yang selalu mencurahkan kasih sayang dan dukun-
gan penuh kepada penulis. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada
kawan-kawan Lain di pasca sarjana FMIPA USU yang selama 2 tahun ini mem-
berikan semangat dan motivasi kepada penulis. Penulis menyadari bahwa tesis
ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan pihak-pihak lain yang memerlukannya. Terimakasih.

Medan,

Penulis,

Eva Monika Safitri Lubis

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP

Eva Monika Safitri Lubis dilahirkan di Desa Mampang Kecamatan Kotapi-


nang pada 16 maret 1994 dan merupakan anak ke 6 dari 9 bersaudara dari ayah
Bapak Damron Junaidi Lubis dan Ibu Mas Khoiroh Hasibuan. Penulis memulai
pendidikan di SD Negeri 115492 Mampang pada tahun 2000 dan lulus pada tahun
2006, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Kota Pinang dan lulus
pada tahun 2009. Kemudian melanjutkan ke pendidikan SMA di SMA Negeri
1 Kota Pinang dan lulus pada tahun 2012. Kemudian melanjutkan pendidikan
ke Perguruan Tinggi Institut Agama Islam Negeri Padang Sidempuan Fakultas
Tarbiah dan Ilmu Keguruan jurusan Tadris Matematika lulus pada tahun 2016.
Di tahun 2016 semester genap penulis melanjutkan pendidikan pada program
Studi Magister Matematika di Universitas Sumatera Utara.

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Metodologi 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Model Didaktik 5

2.2 Pendidikan Matematika Realistik 8

2.3 Pendekatan Konstruktivisme dan Pendekatan Kontekstual 17

2.4 Tekhnik Pengajaran Pendidikan Matematika Realistik 22

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.5 Model Didaktik Terhadap Pendidikan Realistik Matematika 23

BAB 3 EVALUASI MODEL DIDAKTIK DALAM PENDIDIKAN MA-


TEMATIKA 25

3.1 Evaluasi 25

BAB 4 PEMBAHASAN 29

4.1 Pembelajaran Matematika 29

4.2 Struktur Kegiatan Belajar Mengajar Matematika 29

4.3 Faktor-Faktor Pembelajaran yang Mempengaruhi Hasil Pem-


belajaran 31

4.4 Rancangan Pembelajaran Model Didaktik dalam Pendidikan


Matematika Realistik 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 42

5.1 Kesimpulan 42

5.2 Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 43

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Matematisasi konseptual 10

2.2 Matematisasi horizontal dan vertikal 11

4.1 Teknik penyebaran bimbingan kepada siswa dalam kelas 33

4.2 Interaksi belajar siswa 33

4.3 Model matematika (ilustrasi jawaban siswa) 37

4.4 Penyelesaian soal SPLDV (ilustrasi jawaban siswa) 39

4.5 persentase 1 (ilustrasi jawaban kelompok siswa) 40

4.6 Mpersentase 2 (ilustrasi jawaban kelompok siswa) 40

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mutu pendidikan Indonesia masih kurang, terlihat dari indikator Human De-
velopment Index (HDI), Indonesia diantara 189 negara pada tahun 2011 masih
peringkat 124 yang membuat Indonesia masuk dalam kategori Medium Human
Development. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh PISA (Program for In-
ternational Student Assessmen) pada 2009 menunjukkan, Indonesia menempati
peringkat ke 61 dari 65 negara pada kategori literatur matematika. Ada tiga
penyebab utama literasi matematika siswa di Indonesia sangat rendah yaitu
lemahnya kurikulum di Indonesia, kurang terlatihnya guru-guru Indonesia, dan
kurangnya dukungan dari lingkungan dan sekolah. Sedangkan menurut pene-
litian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2007,
Matematika Indonesia berada di peringkat 36 dari 49 negara dengan skor rata-
rata prestasi matematika 397 jauh dibawah rata-rata skor internasional yaitu
500. Salah satu tujuan pengajaran matematika ialah menyalurkan pemikiran
sehari-sehari kearah pemikiran yang lebih teknis dan ilmiah pada tahap dini.
Selain itu juga sebagai cara untuk mengatasi masalah dalam kemajuan kognitif
pada diri siswa untuk berpikir pada tahap dini.

Pembelajaran matematika yang dilalukan guru selama ini ialah menje-


laskan objek matematika, memberi contoh objek matematika yang dijelaskan-
nya, meminta siswa menyelesaikan soal yang serupa dengan contoh dan memberi
latihan soal. Pembelajaran matematika seperti ini cenderung membuat siswa
bosan dan tidak tertarik dengan pembelajaran matematika, bahkan yang paling
menyedihkan prestasi belajar matematika sangat rendah. Padahal siswa-siswa
tersebut bukanlah siswa yang lemah, tetapi selama ini mereka sibuk mengha-
pal konsep, prinsip maupun operasi-operasi matematika yang disapaikan oleh
gurunya.

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

Upaya pembaharuan untuk memperbaiki pembelajaran matematika sudah


sejak lama dilakukan dengan berbagai cara dan tujuan. Upaya pembahuruan
tersebut berupa kurikulum beserta tujuan yang diperjelas, ada juga pembaharu-
an pembelajaran di kelas.

Model didaktik selalu memainkan peran penting dalam bidang pendidikan


matematika, tetapi tidak selalu menjadi tema utama yang menarik teoritis dalam
masyarakat. Model didaktik adalah sarana untuk belajar konsep matematika
baru yang terdiri dari benda-benda asing bagi peserta didik dengan operasi yang
didefinisikan dengan baik pada mereka. Operasi yang dilakukan pada objek
yang ketat didefinisikan sepenuhnya dan unik dipetakan ke operasi matematika
formal dan sintaks dari konsep matematika yang belum diketahui oleh siswa.
Upaya untuk menggunakan model didaktik dari konsep-konsep matematika un-
tuk mengatasi kompleksitas mendirikan bahasa formal bermakna digambarkan
oleh Nesher. Jantung Sistem Pembelajaran model matematika Nesher ini adalah
sarana utama menuju pemahaman sifat-sifat bahasa matematika formal. Pe-
modelan didaktik menawarkan cara yang signifikan untuk memahami sifat-sifat
konsep nomor (misalnya; perbandingan jumlah sebagai objek, kelompok operasi
biner) dan menghubungkan mereka ke bahasa formal, hubungan antara bidang
fisik dan konsep matematika tidak relefan (Winslow.2009).

Pendidikan Matematika Realistik (PMR) adalah instruksi spesifik domain


teori untuk pendidikan matematika (misalnya, Treffers, 1987; De Lange, 1987;
Streefland, 1991, Gravemeijer, 1994; Van den Heuvel-Panhuizen, 1996). Teori
ini adalah jawaban Belanda atas kebutuhan, dirasakan di seluruh dunia, un-
tuk mereformasi mengajar matematika. Akar PMR kembali ke awal 1970-an
ketika Freudenthal dan rekan-rekannya meletakkan dasar untuk itu. Berbasis
pada gagasan Freudenthal (1977) bahwa matematika untuk menjadi manusia
nilai harus terhubung dengan kenyataan, tetap dekat dengan anak-anak dan se-
harusnya relevan bagi masyarakat, penggunaan konteks realistis menjadi salah
satu faktor yang menentukan. Di PMR, siswa harus belajar matematika dengan
mengembangkan dan menerapkan konsep matematika dan alat peraga dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

situasi masalah kehidupan sehari-hari yang masuk akal mereka. Berkaitan de-
ngan keterangan para ahli di bidang matematika, penulis akan mencoba menga-
jukan perancangan model yang akan sesuai untuk pendidikan matematika rea-
listik.

1.2 Perumusan Masalah

Penggunaan model didaktik dalam pendidikan matematika realistik penting di-


pelajari karena model didaktik telah diakui sebagai model pembelajaran yang
efektif untuk menjembatani dalam mempersiapkan siswa menghadapi situasi
yang belum familiar dengan berpikir secara kreatif dan untuk menerapkan konsep
matematika kedalam kehidupan sehari-hari (pendidikan matematika realistik).

Model didaktik perlu diteliti karena sejumlah literatur penelitian di berba-


gai jurnal ditemukan beberapa kasus sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Model
didaktik memberikan petunjuk tentang pembuat perencanaan, menyampaikan
pengalaman, pengetahuan dan mengadakan penilaian secara efektif. Sedangkan
pendidikan matematika realistik melibatkan memahami masalah kontekstual,
menjelaskan masalah kontekstual membandingkan dan mendiskusikan jawaban
dan menyimpulkan hasil diskusi. Oleh karena itu perencanaan pembelajaran,
penerapan matematika realistik serta evaluasi pembelajaran turut dikaji dalam
penelitian ini.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengajukan suatu perancangan pembelajaran mo-


del didaktik yang akan sesuai untuk Matematika Realistik.

1.4 Manfaat Penelitian

Berguna sebagai literatur dalam peningkatan proses pembelajaran dalam bidang


matematika.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

1.5 Metodologi

Penelitian ini bersifat pengkajian literatur yang berhubungan dengan pendidikan


matematika realistik yang diintegrasikan kedalam model didaktik. Hal yang
paling utama dalam penelitian ini adalah model pembelajaran didaktik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas teori dan penelitian terdahulu yang dapat mendukung
terhadap hasil dan pembahasan model didaktik dalam pendidikan matematika
realistik.

2.1 Model Didaktik

Model adalah representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam
bentuk yang disederhanakan dari kondisi atau fenomena alam. Model berisi
informasi-informasi tentang suatu fenomena yang dibuat dengan tujuan untuk
mempelajari fenomena sistem yang sebenarnya. Model dapat merupakan tiruan
dari suatu benda, sistem atau kejadian yang sesungguhnya yang hanya berisi
informasi-informasi yang dianggap penting untuk ditelaah.

Kata didaktik atau didactic sampai sekarang digunakan oleg guru-guru.


Istilah ini berasal dari benua Eropa, yakni Eropa Barat. Orang Belanda mem-
bawanya ke Indonesia dan akhirnya sampai sekarang terus di pergunakan. Diluar
negeri, seperti Amerika menggunakan istilah lain yaitu istilah teaching, curricu-
lum, dan audio visual, untuk pengertian pengajaran, rencana pengajaran, dan
alat bantu pengajaran. Selain itu sering pula di gunakan istilah learning, un-
tuk perbuatan belajar murid. Perbuatan belajar erat sekali dengan perbuatan
mengajar. Karena itu teaching dan learning satu sama lain saling berkaitan
dan saling menunjang. Demikian pula masalah kurikulum dan audio visual satu
sama lain tidak dapat di lepaskan. Namun para ahli membicarakannya dengan
kekhususan tertentu dengan sudut peninjauan yang berlainan .

Istilah didaktik berasal dari kata didasco, didaskein, artinya saya mengajar
atau jalan pelajaran, bahkan ada yang menyebutkan sebagai ilmu tentang belajar
dan mengajar. Ilmu ini membicarakan tentang bagaimana cara membimbing
kegiatan belajar murid secara berhasil ( Hamalik, 2001 )

5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6

JA Komensky dalam bukunya Analytical Didaktics (Brno, 2013) mengata-


kan didaktik berarti kemampuan untuk mengajar dengan baik. Mengajar adalah
kegiatan mentransfer pengatuhuan seseorang (guru) kepada orang lain (siswa).
Didaktik adalah ilmu mengajar yang membuat orang menjadi belajar. Didaktik
adalah ilmu tentang masalah mengajar dan belajar secara ampuh dan berdaya
guna. Didaktik tidak sama pedagogik. Didaktik adalah bagian kecil dari rumpun
ilmu pedagogik. Mengajar hanyalah salah satu dari mendidik, namun mengajar
adalah unsur yang utama dalam mendidik ( Ismail, 1998 ).

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan didaktik adalah sua-
tu disiplin ilmu yang memecahkan tugas-tugas mengajar pada tingkat individu
dan jenis sekolah. Mendefenisikan tujuan dan isi dari kurikulum, mengajarkan
metode pengajaran yang tepat dan sesuai prosedur.

Fungsi didaktik dapat di tinjau dari dua segi, yang pertama ialah dari segi
ilmu dan kedua dari segi alat atau media.

1. Fungsi didaktik dari segi ilmu, didaktik merupakan cabang dari ilmu pen-
didikan, yang sekarang telah berkembang sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
Didaktik di pandang sebagai ilmu pendidikan yang di terapkan dan di prak-
tekkan terutama dalam pengajaran di sekolah. Perkembangan didaktik
yang pesat, bukan saja mendorong pengajaran, akan tetapi telah mem-
berikan bahan-bahan yang lengkap bagi ilmu pendidikan. Bahkan timbul-
nya masalah-masalah yang di hadapi oleh guru dan murid dalam hubungan
proses belajar dan mengajar telah mendorong pemikiran-pemikaran baru
secara filosofis pedagogis. Pada ahli filsafat pendidikan berusaha keras
menemukan cara-cara yang tepat untuk memecahkan persoalan-persoalan
yang di hadapin oleh didaktik. Pengalaman-pengalaman para pendidik,
guru, orang tua, dan masyarakat telah memberikan bahan-bahan yang
berguna bagi para ahli pendidikan, sehingga menciptakan konsep baru pa-
da bidang didaktik. Hal ini dapat kita buktikan dengan sistem pendidikan
yang di cetuskan dan di cobakan oleh para ahli tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

2. Fungsi didaktik dari segi alat, Sebagai alat didaktik berfungsi dalam mas-
yarakat, budaya, dan teknologi. Kita maklum bahwa di dalam masyarakat,
baik dalam kelompok yang besar maupun dalam kelompok yang kecil, se-
tiap saat dan dimana saja selalu terjadi komunikasi dan interaksi. Komu-
nikasi dan interaksi sosial akan bertambah lancar apabila individu-individu
yang berkomunikasi dan berinteraksi itu mampu melakukannya secara baik
dan efektif. Sebagai contoh, hubungan percakapan dua orang akan lebih
bergairah apabila orang-orang itu menguasai teknik berbicara yang baik.

Guru yang baik harus menguasai ilmu yang menjadi bahan pelajaran dan il-
mu didaktik sebagai ilmu tentang cara penyampaian. Di dalam masyarakat,
ilmu didaktik banyak digunakan orang, meskipun mungkin tidak menyadari bah-
wa yang digunakannya itu adalah didaktik, misalnya seorang lurah memberikan
penjelasan kepada masyarakat desa tentang Keluarga Berencana, PKK, dan ber-
jangkitnya penyakit di daerahnya. Usaha demikian sesungguhnya sudah terma-
suk usaha yang bersifat didaktik. Sebab didaktik berguna yaitu:

1. Didaktik memberikan petunjuk tentang pembuat perencanaan

2. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaiman cara membuat tujuan-


tujun yang diinginkan

3. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaimana cara menyampaikan


pengalaman dan pengtahuan dengan cara yang efektif

4. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaimana cara mengadakan pe-


nilaian secara efektif

5. Didaktik memberikan petunjuk tentang cara mempelajari sesuatu dengan


berhasil

6. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaimana cara membuat suatu


program yang sistematis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

7. Didaktik memberikan petunjuk bagaimana memberikan cara mengadakan


pengumpulan informasi yang diperlukan

8. Didaktik memberikan petunjuk tentang bagaimana cara berkomunikasi dan


berinteraksi dengan masyarakat

9. Didaktik memberikan petunjuk tentang apa yang perlu dilakukan oleh


masyarakat dan orang tua guna membantu berhasilnya pekrjaan sekolah
(Hamalik, 2001)

2.2 Pendidikan Matematika Realistik

Menurut Hartono (2008) Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu


pendekatan yang diadaptasi dari suatu pendekatan pendidikan matematika yang
telah diperkenalkan oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973 dengan nama
Realistic Mathematics Education (RME). Hans Freudenthal berpandangan bah-
wa mathematics as human activity sehingga belajar matematika yang dipandang
paling baik adalah dengan melakukan penemuan kembali (re-invention) mela-
lui masalah sehari-hari (daily life problems) dan selanjutnya secara bertahap
berkembang menuju ke pemahaman matematika formal.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas jelas bahwa Pendidikan Mate-


matika Realistik merupakan suatu pendekatan yang bertitik tolak pada realita
atau konteks nyata di sekitar siswa untuk mengawali kegiatan pembelajaran
dan akhirnya digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-
harinya.

Menurut Hadi (Hartono, 2008) siswa harus diberi kesempatan untuk me-
nemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses
penemuan kembali ini dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan
dunia nyata. Di sini dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada
di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan
mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata di-
gunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bah-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

wa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik


digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata. Se-
lanjutnya, oleh Treffers (Hartono, 2008) matematisasi dibedakan menjadi dua,
yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertical.

Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan


matematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika
yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari
Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini
didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 1990) bahwa matematika
adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tem-
pat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa
menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-
masalah nyata. Di sini matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermu-
la dari pemecahan masalah (Dolk, 2006). Karena itu, siswa tidak dipandang se-
bagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali
ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali
ini dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata (Hadi,
2005). Di sini dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar
matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pe-
lajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan
sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses
lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan
istila matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata. Selanjutnya,
oleh Treffers (dalam van den Heuvel-Panhuisen, 1996) matematisasi dibedakan
menjadi dua, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Kedua
proses ini digambarkan oleh Gravenmeijer (dalam Hadi, 2005) sebagai proses
penemuan kembali (lihat Gambar 2.1).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Gambar 2.1 Matematisasi konseptual

Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal kontekstual


dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa mencoba menyelesaikan
soal-soal dari dunia nyata dengan cara sendiri, dan menggunakan bahasa dan
simbol siswa sendiri. Sedangkan matematisasi vertikal adalah proses formalisasi
konsep matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun
prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis se-
cara langung tanpa bantuan konteks. Dalam istilah Freudenthal (dalam van den
Heuvel-Panhuisen,1996) matematisasi horizontal berarti bergerak dari dunia nya-
ta ke dalam dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di
dalam dunia simbol itu sendiri. Dengan kata lain, menghasilkan konsep, prinsip,
atau model matematika dari masalah kontekstual sehari-hari termasuk matema-
tisasi horizontal, sedangkan menghasilkan konsep, prinsip, atau model matema-
tika dari matematika sendiri termasuk matematisasi vertikal. Pada Gambar 2.2,
matematisasi horizontal digambarkan sebagai panah garis, sedangkan matema-
tisasi vertikal sebagai panah blok.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Gambar 2.2 Matematisasi horizontal dan vertikal

Gravemeijer (Tarigan, 2006) mengemukakan 5 karakteristik pendekatan


matematika realistik (PMR), yaitu:

1. Penggunaan masalah kontekstual (use of context) Proses pembelajaran di-


awali dengan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah kontekstual.
Masalah kontekstual tidak hanya berfungsi sebagai sumber pematemati-
kaan, tetapi juga sebagai sumber untuk mengaplikasikan kembali matema-
tika. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran
harus merupakan masalah sederhana yang dikenali oleh siswa. Masalah
kontekstual dalam PMR memiliki empat fungsi yaitu: 1) untuk membantu
siswa menggunakan konsep matematika, 2) untuk membentuk model dasar
matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika, 3) untuk
memanfaatkan realitas sebagai sumber aplikasi matematika, dan 4) untuk
melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pa-
da situasi nyata (realita).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

2. Penggunaan model (use of models, bridging by vertical instruments) Kon-


sep atau ide matematika direkonstruksikan oleh siswa melalui model-model
instrumen vertikal, yang bergerak dari prosedur informal ke bentuk formal,
dan juga digunakan sebagai jembatan antara level pemahaman yang satu ke
level pemahaman yang lain. Instrumen-instrumen vertikal ini dapat berupa
skema-skema, diagram-diagram, simbol-simbol dan lain sebagainya.

3. Kontribusi siswa (students contribution) siswa aktif mengkonstruksi sendiri


bahan matematika berdasarkan fasilitas dengan lingkungan belajar yang
disediakan oleh guru, secara aktif menyelesaikan soal dengan cara masing-
masing. Misalnya, pada pengertian pecahan, pada awalnya siswa diberi
kebebasan penuh untuk mendefinisikan pengertian pecahan dengan kalimat
siswa sendiri, kemudian dari beragam jawaban siswa dikompromikan dan
dipakai salah satu pendapat yang benar. Jika tidak ada yang benar, guru
hanya membimbing ke arah pengertian yang benar. Jadi, kontribusi ini
diharapkan muncul dari diri siswa, bukan dari guru.

4. Kegiatan interaktif (interactivity) Kegiatan belajar bersifat interaktif, yang


memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa, siswa de-
ngan guru, dan siswa dengan perangkat pembelajaran. Bentuk-bentuk
interaksi seperti: negoisasi, penjelasan, pembeneran, persetujuan, per-
tanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan ma-
tematika formal yang ditemukan sendiri oleh siswa.

5. Interaksi terus dioptimalkan sampai konstruksi yang diinginkan diperoleh,


sehingga interaksi tersebut bermanfaat.

6. Keterkaitan topik (intertwining) Struktur dan konsep matematika saling


berkaitan dan terintegrasi satu sama lain. Keterkaitan dan keterintegrasian
antar struktur dan konsep matematika ini harus dieksplorasi untuk men-
dukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Langkah-langkah dalam proses Pendidikan Matematika Realistik adalah sebagai


berikut.

1. Memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah (soal)


kontekstual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Pa-
da tahap ini karakteristik pertama diterapkan yaitu penggunaan masalah
kontekstual.

2. Menjelaskan masalah kontekstual, yaitu guru menjelaskan situasi dan kon-


disi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa
saran seperlunya, tebatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan
yang belum dipahami oleh siswa. Pada tahap ini memberi peluang terlak-
sananya prinsip pertama PMR yaitu penemuan terbimbing dan matema-
tisasi progresif.

3. Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual menye-


lesaikan masalah kontektual pada buku siswa atau LKS dengan caranya
sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah yang berbeda lebih diu-
tamakan. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun yang mengarahkan
siswa memperoleh penyelesaian masalah tersebut. Pertanyaan-pertanyaan
penuntun seperti bagaimana kamu tahu itu, bagaimana caranya, mengapa
kamu berpikir seperti itu, dan lain-lain.

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Siswa diminta untuk mem-


bandingkan dan mendiskusikan jawaban siswa dalam kelompok kecil. Sete-
lah itu hasil dari diskusi itu dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin
oleh guru. Pada tahap ini siswa dapat melatih keberanian mengemukakan
pendapat, meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gu-
runya.

5. Menyimpulkan berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang


dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait


dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan.

Dalam pendekatan matematika realistik, siswa dipandang sebagai individu (sub-


jek) yang memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai hasil interaksinya de-
ngan lingkungan. Selanjutnya, dalam pendekatan ini diyakini pula bahwa siswa
memiliki potensi untuk mengembangkan sendiri pengetahuannya, dan bila diberi
kesempatan siswa dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman siswa
tentang matematika. Melalui eksplorasi berbagai masalah, baik masalah kehidu-
pan sehari-hari maupun masalah matematika, siswa dapat merekonstruksi kem-
bali temuan-temuan dalam bidang matematika. Jadi, berdasarkan pemikiran ini
konsepsi siswa dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut (Hadi, 2005):

1. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika


yang mempengaruhi belajar selanjutnya.

2. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu


untuk dirinya sendiri.

3. Siswa membentuk pengetahuan melalui proses perubahan yang meliputi


penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan
penolakan.

4. Siswa membangun pengetahuan baru untuk dirinya sendiri dari beragam


pengalaman yang dimilikinya

5. Siswa memiliki kemampuan untuk memahami dan mengerjakan matema-


tika tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin.

Pemikiran dan konsepsi di atas menggeser peran guru dalam kelas. Kalau dalam
pendekatan tradisional guru dianggap sebagai pemegang otoritas yang mencoba
memindahkan pengetahuannya kepada siswa, maka dalam pendekatan matema-
tika realistik ini guru dipandang sebagai fasilitator, moderator, dan evaluator

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

yang menciptakan situasi dan menyediakan kesempatan bagi siswa untuk mene-
mukan kembali ide dan konsep matematika dengan cara sendiri. Oleh karena itu,
guru harus mampu menciptakan dan mengembangkan pengalaman belajar yang
mendorong siswa untuk memiliki aktivitas baik untuk dirinya sendiri maupun
bersama siswa lain (interaktivitas). Akibatnya guru tidak boleh hanya terpaku
pada materi dalam kurikulum dan buku teks, tetapi harus terus menerus memu-
takhirkan materi dengan masalah-masalah baru dan menantang. Jadi, peran
guru dalam pendekatan matematika realistik dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Guru harus berperan sebagai fasilitator belajar;

2. Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;

3. Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif memberi sum-
bangan pada proses belajarnya;

4. Guru harus secara aktif membantu siswanya dalam menafsirkan masalah-


masalah dari dunia nyata; dan

5. Guru harus secara aktif mengaitkan kurikulum matematika dengan dunia


nyata, baik fisik maupun sosial.

Beberapa karakteristik pendekatan matematika realistik menurut Suryanto (2007)


adalah sebagai berikut:

1. Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems) digu-


nakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa.

2. Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model matemati-
ka melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan
guru atau temannya.

3. Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah yang


siswa temukan (yang biasanya ada yang berbeda, baik cara menemukannya
maupun hasilnya).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

4. Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan


apa yang telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi.

5. Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang


memang ada hubungannya.

6. Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan hasil-hasil


dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip matematika yang
lebih rumit.

7. Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau


hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai kegiatan paling
cocok dilakukan melalui learning by doing (belajar dengan mengerjakan).

Beberapa hal yang perlu dicatat dari karakteristik pendekatan matematika rea-
listik di atas adalah bahwa pembelajaran matematika realistik

1. Termasuk cara belajar siswa aktif karena pembelajaran matematika dila-


kukan melalui belajar dengan mengerjakan;.

2. Termasuk pembelajaran yang berpusat pada siswa karena memecahkan


masalah dari dunia siswa sesuai dengan potensi siswa, sedangkan guru
hanya berperan sebagai fasilitator;

3. Termasuk pembelajaran dengan penemuan terbimbing karena siswa dikon-


disikan untuk menemukan atau menemukan kembali konsep dan prinsip
matematika.

4. Termasuk pembelajaran kontekstual karena titik awal pembelajaran mate-


matika adalah masalah kontekstual, yaitu masalah yang diambil dari dunia
siswa;

5. Termasuk pembelajaran konstruktivisme karena siswa diarahkan untuk me-


nemukan sendiri pengetahuan matematika siswa dengan memecahkan ma-
salah dan diskusi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

6. Dua catatan terakhir di atas mengisyaratkan bahwa secara prinsip pen-


dekatan matematika realistik merupakan gabungan pendekatan konstruk-
tivisme dan kontekstual dalam arti memberi kesempatan kepada siswa un-
tuk membentuk (mengkonstruksi) sendiri pemahaman siswa tentang ide
dan konsep matematika, melalui penyelesaian masalah dunia nyata (kon-
tekstual).

2.3 Pendekatan Konstruktivisme dan Pendekatan Kontekstual

Teori pendidikan matematika realistik sejalan dengan teori belajar yang berkem-
bang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual. Namun,
baik pendekatan konstruktivisme maupun kontekstual memiliki teori belajar se-
cara umum.

1. Pendekatan konstruktivisme

Konstruktivisme adalah suatu pendekatan belajar menurut teori belajar


Piaget. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur kognitif yang berupa
skemata, yaitu kotak-kotak informasi (skema) yang berbeda-beda. Setiap
pengalaman akan dihubungkan dengan kotak-kotak informasi ini. Struktur
kognitif seseorang berkembang melalui dua cara, yaitu asimilasi dan ako-
modasi, sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan. Asimilasi adalah
proses memasukkan pengalaman baru secara langsung ke dalam kotak in-
formasi yang sudah ada. Ini terjadi bila pengalaman baru itu sama dengan
isi kotak informasi yang tersimpan dalam struktur kognitif seseorang. Ako-
modasi adalah proses memasukkan pengalaman baru secara tidak langsung
ke dalam kotak informasi yang sudah ada. Ini terjadi bila pengalaman baru
tidak sesuai dengan informasi yang sudah ada, dalam hal ini informasi yang
sudah tersimpan dalam struktur kognitif seseroang akan mengalami modifi-
kasi. Sebagai contoh, seorang anak yang melihat macan untuk pertama kali
mungkin akan menganggapnya sebagai seekor kucing besar karena dalam
struktur kongnitif anak itu sudah ada kotak informasi mengenai kucing
dan dia berusaha memasukkan macan ke dalam kotak informasi kucing.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

Bila anak itu sudah mulai mengerti bahwa macan bukan kucing, maka dia
akan membentuk kotak informasi baru mengenai macan atau memodifikasi
kotak informasi kucing yang ada di dalam struktur kognitifnya. Dengan
cara inilah struktur kognitif seseorang berkembang semakin lengkap dan
rinci sesuai dengan pengalamannya. Karakteristik utama belajar menurut
pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut (Mustaji dan Sugiarso,
2005).

(a) Belajar adalah proses aktif dan terkontrol yang maknanya dikonstruk-
si oleh masing-masing individu;

(b) Belajar adalah aktivitas sosial yang ditemukan dalam kegiatan bersama
dan memiliki sudut pandang yang berbeda; dan

(c) Belajar melekat dalam pembangunan suatu artifak yang dilakukan


dengan saling berbagi dan dikritik oleh teman sebaya.

Berdasarkan karakteristik belajar di atas, beberapa prinsip pembelajaran


menurut pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut:

(a) Menciptakan lingkungan dunia nyata dengan menggunakan konteks


yang relevan;

(b) Menekankan pendekatan realistik guna memecahkan masalah dunia


nyata;

(c) Analisis strategi yang dipakai untuk memecahkan masalah dilakukan


oleh siswa;

(d) Tujuan pembelajaran tidak dipaksakan tetapi dinegosiasikan bersama;

(e) Menekankan antar hubungan konseptual dan menyediakan perspektif


ganda mengenai isi;

(f) Evaluasi harus merupakan alat analisis diri sendiri;

(g) Menyediakan alat dan lingkungan yang membantu siswa menginter-


pretasikan perspektif ganda tentang dunia; dan

(h) Belajar harus dikontrol secara internal oleh siswa sendiri dan dime-
diasi oleh guru.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

Adapun prinsip-prinsip konstruktivisme yang banyak digunakan dalam pem-


belajaran matematika antara lain (Hadi, 2005):

(a) Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun
sosial;

(b) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa;

(c) Pengetahuan diperoleh siswa hanya dengan keaktifan sendiri;

(d) Siswa terus aktif mengkonstruksi pengetahuannya sehingga konsep


yang dimilikinya menjadi semakin rinci, lengkap, dan ilmiah;

(e) Guru hanya menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi
berjalan mulus.

2. Pendekatan kontekstual

Pendekatan kontekstual didasarkan pada keyakinan bahwa seseorang akan


tertarik untuk mempelajari sesuatu apabila ia melihat makna dari apa yang
dipelajarinya itu. Makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya.
Di sini konteks diartikan sebagai situasi atau keadaan yang memberi mak-
na kepada suatu objek. Misalnya, dalam konteks matematika, kata ganjil
berarti bilangan bulat yang tidak habis dibagi dua, sedangkan dalam kon-
teks bahasa Indonesia kata ini bisa berarti aneh atau janggal. Jadi sebuah
kata atau istilah bisa mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan kon-
teksnya. Dalam skala yang lebih besar, misalnya, konteks Sumatera tidak
sama dengan konteks Sulawesi karena kebudayaan, adat istiadat, dan ke-
biasaan hidup di Sumatera tidak sama denga kebudayaan, adat istiadat,
dan kebiasaan hidup di Sulawesi. Demikian pula konteks Jawa tidak bisa
dibawa ke Kalimantan. Tugas utama guru menurut pendekatan kontek-
stual adalah menyediakan konteks yang memberi makna pada isi sehingga
melalui makna tersebut siswa dapat menghubungkan isi pelajaran dengan
pengetahuan dan pengalamannya. Tentu saja konteks yang dipilih harus
sesuai dengan kebudayaan, adat istiadat, dan kebiasaan hidup di tempat
siswa tinggal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Pendekatan kontekstual meyakini beberapa hal (Johnson dalam Hadi, 2005),


antara lain

(a) Siswa memahami dan mengingat apa yang dipelajari bila siswa me-
nemukan makna dari pelajarannya;

(b) Dengan pembelajaran kontekstual siswa mampu menghubungkan pe-


lajaran di sekolah dengan konteks nyata dalam kehidupan sehari-hari;

(c) Pembelajaran kontekstual memperluas konteks pribadi siswa dalam


artian memacu siswa untuk membuat hubungan-hubungan yang baru
sehingga menemukan makna yang baru.

Jadi, pada dasarnya pendekatan konstekstual adalah sebuah pendekatan


belajar yang membantu siswa melihat makna dari pelajaran di sekolah melalui
hubungan antara pelajaran tersebut dengan konteks kehidupan sehari-hari, baik
secara pribadi, sosial, maupun budaya. Untuk mencapai hal ini, pendekatan
kontekstual memiliki delapan prinsip (Hadi, 2005), yaitu:

1. Hubungan yang bermakna,

2. Pekerjaan yang berarti,

3. Pengaturan belajar sendiri,

4. Kolaborasi,

5. Berpikir kritis dan kreatif,

6. Pendewasaan individu,

7. Pencapaian standar yang tinggi, dan

8. Penilaian autentik.

Peran guru menurut pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut (lihat


Nurhadi et al., 2005):

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

1. Mengkaji konsep yang harus dipelajari siswa;

2. Memahami pengalaman hidup siswa;

3. Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa;

4. Merancang pembelajaran yang mengaitkan konsep dengan pengalaman


siswa;

5. Membantu siswa mengaitkan konsep dengan pengalaman siswa;

6. Mendorong siswa membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman


siswa tentang konsep yang sedang dipelajari.

Ada tujuh komponen utama dalam pendekatan kontekstual, yaitu (Nurhadi et


al., 2005):

1. Konstruktivisme

Dalam komponen ini siswa memperoleh pemahaman yang mendalam me-


lalui pengalaman belajar yang bermakna dengan cara membangun sendiri
pengetahuannya sedikit demi sedikit dari konteks yang terbatas.

2. Penemuan

Di sini siswa mengembangkan pemahaman konsep melalui siklus menga-


mati, bertanya, menganalisis, dan merumuskan teori baik secara individu
maupun berkelompok. Keterampilan berpikir kritis juga dikembangkan di
sini.

3. Bertanya

Dalam komponen ini siswa didorong untuk mengetahui sesuatu dan mem-
peroleh informasi. Di samping itu, kemampuan berpikir kritis siswa dapat
dilatih dan sekaligus dinilai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

4. Masyarakat belajar

Di sini siswa dilatih untuk berbicara dan berbagi pengalaman serta bek-
erjasama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih
baik.

5. Pemodelan

Di sini siswa diberi model (contoh) tentang apa yang harus siswa kerjakan.
Pemodelan dapat berupa demonstrasi dan pemberian contoh.

6. Penilaian autentik (Sebenarnya)

Dengan komponen ini proses dan hasil kedua-duanya dapat diukur.

7. Refleksi

Komponen ini merupakan komponen yang penting karena memberi kesem-


patan untuk melihat kembali apa yang sudah dikerjakan termasuk kema-
juan belajar dan hambatan yang ditemui.

2.4 Tekhnik Pengajaran Pendidikan Matematika Realistik

Untuk memberikan gambaran tentang pengajaran Pendidikan Matematika Rea-


listik, berikut ini diberikan contoh pembelajaran pecahan. Pecahan diinterpre-
tasi sebagai bagian dari keseluruhan. Interpretasi ini mengacu pada pembagian
unit ke dalam bagian yang berukuran sama. Dalam hal ini sebagai kerangka
kerja siswa adalah daerah, panjang, dan model volume.

Dalam pembelajaran, sebelum siswa masuk pada sistem formal, terlebih


dahulu siswa dibawa kesituasi informal. Misalnya, pembelajaran pecahan da-
pat diawali dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian
kue) sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep-
konsep matematika (pengetahuan matematika formal).

Setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diper-
kenalkan istilah pecahan. Ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvesional

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

(bukan PMR) dimana siswa sejak awal di cekoki dengan istilah pecahan dan
beberapa istilah pecahan.

Jadi, pembelajaran PMR diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan


bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksikan
konsep sendiri. Selain itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari dalam bidang
lain.

2.5 Model Didaktik Terhadap Pendidikan Realistik Matematika

Topik-topik matematika disajikan atas dasar aplikasinya dan konstribusinya ba-


gi perkembangan matematika. Pembelajaran matematika yang cenderung ber-
orentasi kepada memberi informasi atau memberi peserta didik dan memakai
matematika yang sudah siap pakai untuk memecahkan masalah, diubah dengan
menjadikan masalah sebagai sarana utama untuk mengawali pembelajaran se-
hingga memungkinkan peserta didik dengan caranya (pengalaman) sendiri men-
coba memecahkannya. Dalam memecahkan masalah tersebut, peserta didik di-
harapkan dapat melangkah ke arah matematisasi horizobtal dan matematisasi
vertikal.

Dalam ranngka mencapai matematisasi horizontal sangat mungkin dilaku-


kan melalui langkah-langkah informal sebelum sampai kepada matematika yang
lebih formal. Dalam hal ini, dengan bimbingan guru peserta didik diharapkan
dapat memecahkan masalah serta dapat melangkah atau terbawa ke arah pemiki-
ran matematika sehingga siswa akan menemukan sendiri sifat-sifat, defenisi atau
teorema matematika tertentu (matematika horizontal), kemudian ditingkatkan
aspek matematisasinya (matematika vertikal).

Kaitannya dengan matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal, De


Lange menyebutkan bahwa proses matematisasi horizontal antara lain meliputi
proses atau langkah-langkah informasi yang dilakukan peserta didik dalam menye-
lesaikan masalah (soal), membuat model, membuat skema, menemukan hubungan
dan lain-lain, sedangkan matematisasi vertikal, antara lain meliputi menyatakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

suatu hubungn dengan suatu formula (rumus), membuktikan keteraturan, mem-


buat berbagai model, merumuskan konsep baru, melakukan generalisasi dan se-
bagainya. Proses matematisasi horizontal-vertikal inilah yang diharapkan dapat
memberi kemungkinan peserta didik lebih mudah memahami matematika yang
abstrak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

EVALUASI MODEL DIDAKTIK DALAM PENDIDIKAN


MATEMATIKA

3.1 Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang penting dalam sebuah proses pembelajaran.


Guru memerlukan informasi tentang keberhasilan proses pembelajarannya. Ora-
ng tua siswa juga memerlukan informasi tentang kemajuan atau hasil belajar
anaknya dalam matematika. Selain itu, siswa sendiri berhak mengetahui apa
yang yang peroleh dari pembelajaran matematika. Informasi yang diperoleh
dari kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik bagi semua pihak
yang terlibat dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Selanjutnya,
Suryanto (2007) memberikan beberapa catatan mengenai evaluasi pada pembe-
lajaran matematika realistik.

1. Observasi (pengamatan)

Pada pembelajaran matematika realistik, evaluasi tidak hanya diperlukan


untuk mengukur pencapaian kompetensi tertentu, tetapi juga diperlukan
untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan siswa, yang meliputi
sikap siswa terhadap pelajaran matematika, taraf kemampuan memecah-
kan masalah, kekeliruan yang siswa dilakukan dalam memecahkan masalah,
cara siswa bekerja sama dengan teman sekelas, kebutuhan akan bantuan
dalam belajar matematika, motivasi belajar, dan sebagainya. Karena itu,
salah satu cara evaluasi yang perlu ditekankan dalam pendekatan ini adalah
observasi (pengamatan).

2. Evaluasi kontinu

Evaluasi pada pembelajaran matematika realistik lebih menekankan eva-


luasi proses belajar atau proses pembelajaran. Jadi, observasi sebaiknya
dilakukan secara terus menerus.

25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26

3. Peranan guru dalam evaluasi

Peranan guru dalam evaluasi meliputi kegiatan melakukan observasi, men-


diagnosis kesulitan siswa, mengembangkan tes dan instrumen lain, melak-
sanakan tes, dan menggunakan instrumen lain.

4. Pendekatan holistik

Evaluasi pada pembelajaran matematika realistik tidak hanya untuk me-


ngukur pencapaian kompetensi seorang siswa, tetapi juga untuk memper-
oleh gambar yang selengkap-lengkapnya mengenai siswa tersebut. Karena
itu, evaluasi harus bersifat holistik (menyeluruh).

5. Format soal terbuka

Evalasi harus dapat mengungkap kegiatan siswa (menemukan, matemati-


sasi, dan sebagainya). Karena itu, jika tes akan digunakan dalam evaluasi,
maka tes yang cocok adalah tes yang memuat soal terbuka, yaitu soal-soal
yang dapat dikerjakan dengan beberapa cara atau yang mempunyai be-
berapa kemungkinan jawaban tergantung pada tambahan informasi yang
boleh dicari oleh siswa, atau soal-soal yang memerlukan kecakapan siswa
untuk mengkomunikasikan penyelesaiannya.

6. Masalah terapan yang sesungguhnya

Evaluasi pada pembelajaran matematika realistik perlu memuat masalah


terapan yang sesungguhnya dengan konteks non-matematis, yang memung-
kinkan siswa melalukan matematisasi horizontal dan dapat membuat siswa
merasa bahwa masalah itu memang perlu diselesaikan, bukan sekedar ma-
salah verbal untuk melatih siswa menggunakan rumus.

Contoh: Untuk mengikuti perlombaan matematika, siswa harus sudah siap di


depan kantor Dinas Pendidikan pada hari Senin pukul 08.00. Anisa tinggal di
Perumahan Damai, Jalan Merpati nomor 10. Dengan kendaraan apa saja Anisa
dapat datang ke tempat perlombaan dan pukul berapa dia harus berangkat?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Pembelajaran matematika harus realistik. Dalam bahasa Belanda kata


realiseren berarti membayangkan. Jadi, pembelajaran matematika realistik da-
pat diartikan sebagai pembelajaran matematika yang dapat dibayangkan oleh
siswa. Karena itu, pembelajaran matematika harus dimulai dengan masalah
yang diambil dari dunia nyata supaya siswa dapat membayangkannya. Masa-
lah yang dipilih harus disesuaikan dengan konteks kehidupan siswa. Artinya,
masalah yang dipilih harus dikenal baik oleh siswa. Contoh, dalam konteks
makanan khas suatu daerah, pempek hanya cocok digunakan di Sumatera Se-
latan, tetapi tidak cocok untuk digunakan di Papua. Dalam konteks bangunan
untuk pembelajaran bentuk-bentuk geometri, misalnya, Monas atau Jembatan
Ampera tidak cocok untuk digunakan di Kalimantan, karena siswa tidak dapat
membayangkan bangunan-bangunan tersebut. Ini adalah karanteristik kedua.
Selanjutnya, dalam pembelajaran matematika realistik siswa diberi sebuah ma-
salah dari dunia nyata dan diberi waktu untuk berusaha menyelesaikan masalah
tersebut dengan cara dan bahasa serta simbol siswa sendiri. Misalnya, pada
awal pembelajaran guru bercerita bahwa dia memiliki dua potong roti dan akan
membagi kedua potong roti itu kepada tiga orang anaknya. Kemudian guru itu
bertanya kepada siswa bagaimana cara memotong roti tersebut supaya ketiga
anaknya mendapat bagian yang sama banyak. Selanjutnya siswa diberi waktu
untuk menyelesaikan masalah itu dengan cara siswa sendiri, seperti membuat
gambar atau mencari sesuatu yang menyerupai roti. Tentu saja pembelajaran
ini akan lebih menarik bila guru tadi benar-benar membawa dua potong roti
ke dalam kelas. Karakteristik selanjutnya adalah sifat interaktif. Setelah diberi
kesempatan menyelesaikan masalah dengan cara siswa sendiri, siswa diminta
menceritakan cara yang digunakannya untuk menyelesaikan masalah tersebut
kepada teman-teman sekelasnya. Siswa lain diminta memberi tanggapan menge-
nai cara yang disajikan temannya. Dengan cara seperti ini siswa dapat berin-
teraksi dengan sesamanya, bertukar informasi dan pengalaman, serta berlatih
mengkomunikasikan hasil kerjanya kepada orang lain. Akhirnya, siswa dibim-
bing untuk menemukan aturan umum untuk menyelesaikan masalah sejenis. Di
sinilah siswa dapat melihat hubungan matematika dengan kehidupan sehari-hari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

atau dengan pelajaran lain. Inilah yang membuat pembelajaran matematika


lebih bermakna.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pembelajaran Matematika

Pembelajaran yang berorientasi Pendidikan Matematika realistik lebih menguta-


makan pengenalan konsep melalui masalah kontekstual, hal-hal yang kongkrit
atau dari lingkungan siswa denga proses matematisasi oleh siswa dengan meng-
kostruksikan idenya sendiri. Soedjadi (2010) megemukakan pendidikan matema-
tika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dari lingkungan yang
telah dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, de-
ngan harapan agar tujuan pembelajaran matematika dapat dicapai lebih baik
dari masa lalu.

Dapat dipahami bahwa strategi pembelajaran yang dilakkan oleh guru di


kelas sifatnya adalah bebas. Guru bebas memilh metode, teknik dan pendekatan
pembelajaran yang digunakan. Akan tetapi perlu mempertimbangkan situasi /
kondisi siswa dan sarana prasarana sekolah, waktu yang tersedia, biaya, sosial
budaya dan sebagainya. Dengan adanya perbedaan yang dimiliki oleh setiap
siswa, dan sekolah, maka strategi pemelajaran di dalam penelitian ini hanya
suatu alternatif yang mungkin dapat diterapkan oleh guru di kelas pembelajaran
matematika.

Sebelum membahas rancangan pembelajaran model didaktik dalam pen-


didikan matematika realistik, terlebih dahulu penulis sajikan strkur pembela-
jaran matematika.

4.2 Struktur Kegiatan Belajar Mengajar Matematika

Struktur kegiatan belajar mengajar matematika adalah tahapan aktfitas guru


dalam menyampaikan materi pembelajaran yang dibuat dalam skenario dengan
mempertimbangkan alokasi waktu yang tersedia. Komponen struktur penga-
jaran yang digunakan adalah:

29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30

1. Tahap pendahuluan;

2. Tahap pengembangan;

3. Tahap penerapan;

4. Penutup.

Keempat komponen ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Tahap pendahuluan

Tahap pendahuluan memuat tiga akifitas yaitu : apersepsi, motivasi dan


penjelasan tujuanpembelajaran. Sebelum memulai aktifitas ini guru ter-
lebih melakukan pngelolaan kelas yaitu mengkondusifkan suasana rang
belajar, mempersiapkan / memeriksa peralatan belajar yang digunakan
apakah berungsi atau tidak misalya, perangkat komputer, proyektor, dan
audio visual lainnya dengan rencana pembelajaran.

Selanjutnya guru harus dapat mengaktifkan seluruh sense siswa baik sikap,
perhatian dan nalar siswa. Pertma-tama guru dapat menjelaskan tujuan
materi pembelajaran yang akan disampaikan, merevisi konetif siswa dan
mengembangkan pemikiran matematika siswa dengan mengajukan per-
tanyaan terbuka kata siswa ke siswa yang berupa jawaban singkat. Per-
tanyaan dapat berupa jawaban tungal maupun tidak tunggal. Pertanyaan
dapat bertujuan menggali ingatan siswa tentang suatu formula matematika
yang berkaitan dengan materi yang akan disajikan.

2. Tahap Pengembangan

Pada tahap ini dikembangkan tujuan pembelajaran sesuai dengan kom-


petensi dasar dan indikator yang ingin dicapai yang berhubungan dengan
fakta, konsep, prinsip dan skill.

3. Penerapan

Pada tahap ini aplikasi dari formula-formula matematika mulai dikem-


bangkan kebentuk yang lebih kompleks. Guru mengarahkan siswa untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

mengerjakan soal-soal dan latihan-latihan sesuai dengan yang direncanakan


sebelumnya. Guru perlu memahami hirarki soal yang diberikan.

4. Penutup

Tahap ini disebut tahap pemberian tugas kesimpulan tentang isi pembe-
lajaran. Sebaiknya guru melibatkan siswa dalam menuliskan kesimpulan,
agar guru dapat melihat siswa yang aktif dan tidak aktif, dengan cara ini
juga guru dapat mengamati perbedaan tingkat kemampuan siswa. Sekali-
gus menjadi refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh guru di
kelas tersebut.

4.3 Faktor-Faktor Pembelajaran yang Mempengaruhi Hasil Pembela-


jaran

1. Penyajian/penyampaian materi;

2. Pendekatan pembelajaran;

3. Teknik bertanyak;

4. Interaksi;

5. Bimbingan siswa;

6. Penggunaan papan tulis;

7. Penggunaan alat tulis;

8. Penggunaan media pembelajaran;

9. Penyajian materi.

Hal yang menyangkut penyampaian materi adalah suara dan sikap guru.
Hendaknya volume suara guru terdengar jelas oleh setiap siswa, sikap guru ter-
hadap materi yang disampaikan harus menunjukkan keyakinan dan bukan dalam
sikap yang ragu-ragu atau bingung sendiri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

1. Pendekatan pembelajaran

Pendekatan pembelajaran dapat menggunakan alat-alat belajar seperti


benda kongkrit, media prsentasi, kalkulasi dengan kalkulator /komputer.
Pendekatan pembelajaran juga dapat dimulai dari yang lebih sederhana
menuju masalah yang lebih kompleks, menjadi beberapa sub masalah yang
lebih sederhana.

2. Teknik bertanya

Sebelumnya kenalilah siswa dengan kepribadian intelektualnya. Agar per-


tanyaan yang diberikan kepada siswa sesuai dengan tingkat kemapuannya.
Siswa akan mendapatkan rasa kepuasan dan kebanggaan tersendiri apabila
pertanyaan yang diberikan dapat dijawabnya. Sebaliknya jika siswa ga-
gal menjawab suatu pertanyaan yang diajukan kepadanya dikhawatirkan
menimbulkan rasa malu, apalagi kegagalan menjawab sering dialaminya.
Arah pertanyaan juga harus berganti-ganti, jangan memberikan pertanyaan
kepada siswa yang sama disetiap pertemuan. Jadikanlah petanyaan men-
jadi hak semua siswa atau lakukan variasi arah pertanyaan terhada siwa.

3. Interaksi belajar

Agar pembelajaran tidak pasif dan satu arah (dari guru ke siswa). Guru
harus dapat mengoptimalkan interaksi pembelajaran, apakah dari guru ke
siswa, siswa ke guru antara sesama siswa.

4. Bimbingan siswa

Untuk mempercepat penyebaran materi yang disampaikan, guru dapat


memberkan bimbingan langsung kepada sebagian siswa. Bimbingan yang
dimaksudkan adalah haruslah mempunyai teknik atau strategi dan berstruk-
tur dalam penjelasan yang diberikan, serta terkendali terhadap pemakaian
waktu. Berikut salah satu teknik pemberian bimbingan kepada siswa dalam
kelas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

Gambar 4.1 Teknik penyebaran bimbingan kepada siswa dalam kelas

Arah penyebaran bimbingan yang diberikan guru adalah bebas sesuai de-
ngan letak duduk siswa. Salah satu yang diharapkan dari teknik ini agar terjadi
interaksi sesama siswa seperti yang ditunjuk pada gambar berikut:

Gambar 4.2 Interaksi belajar siswa

Salah satu dari kelemahan teknik seperti ini adalah bahwa siswa tidak
diperlakukan sama. Kelemahan lain dapat menimbulkan suasana keributan aki-
bat adanya interaksi siswa, akan tetapi guru harus terampil mengkondusifkan
ruang belajar. Kebaikan dari teknik penyebaran bimbingan seperti ini:

1. Guru merasa terbantu untuk menyampaikan pelajaran;

2. Siswa diberi kesempatan untuk menggali kemampuannya;

3. Dapat mengembangkan kesempatan berpikir matematis siswa;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

4. Adanya interaksi siswa;

5. Penggunaan papa tulis.

Penggunaan papan tulis hedaknya beraturan beraturan, dan tulisan guru


cukup jelas dipandang siswa dari segala sudut ruangan. Mulailah menulis dari
sudut kiri papan tulis, tapi sebatas yang dapat dipandang siswa yang duduk
paling depan sebelah kanan papan tulis.

1. Penggunaan alat tulis

Gunakan alat tulis minimal dua warna, terutama untuk menggambar bangun-
bangun geometri. Pengunaan alat tulis seperti ini dapat membantu siswa
mengabstraksikan pemikirannya, siswa dapat melihat perbedan-perbedaan
yang dimaksud pada gambar.

2. Pengunaan media

Media dalam pembelajaran matematika dapat berupa alat peraga, alat


hitug, komputer dan perankatnya, proyektor dan layar.

4.4 Rancangan Pembelajaran Model Didaktik dalam Pendidikan Ma-


tematika Realistik

1. Skenario pembelajaran

(a) Pendahuluan

i. Sebagai apresiasi, diperiksa ulang pengetahuan siswa tentang aturan-


aturan yang berlaku pada persamaan linier dua variabel. Guru
menuliskan bentuk umum persamaan linier dua variabel seterus-
nya guru mengoreksi ingatan siswa tentang komponen atau unsur
yang selalu berkaitan dengan sistem persamaan linier dua vari-
abel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

ii. Memberikan motivasi, dengan menjelaskan tujuan pembelajaran


dengan memberikan contoh penggunaanya dalam kehidupan sehari-
hari.

(b) Pengembangan dan penerapan


Langkah pertama : guru menuliskan soal pemodelan matematika yang
lebih mudah dipahami siswa, tetapi solusinya berkaitan dengan per-
samaan linier dua variabel, guru memberikan kesempatan kepada
siswa sekitar lima menit untuk mencobanya dengan pemahaman sendiri.
Sembari menunggu aktivitas guru berkeliling dalam kelas memantau
kegiatan siswa. Lima menit kemudian guru menggali informasi dari
siswa, sambil memulai pembahasan soal yang dimaksud. Disela-sela
waktu penjelasan agar siswa tetap terfokus terhadap penjelasan, gu-
ru harus melibatkan siswa untuk menstrukturisasi penyelesaian. Agar
siswa aktif, sesekali guru harus melemparkan pertanyaan kepada siswa
dalam mengisi pola-pola matematika yang muncul. Pada langkah per-
tama ini guru masih lebih banyak aktif dibandingkan siswa.
Langkah kedua : kembali guru memberikan soal aplikasi yang lebih
kompleks dibandingkan soal yang diberikan pada langkah pertama.
Tetapi diharapkan siswa aktif lebih banyak dari guru.
Langkah ketiga : guru memberi soal lain dan lebih kompleks, di-
harapkan siswa aktif dan mampu menyelesaikan secara tuntas, tanpa
bimbingan guru.
Misalnya : diberikan konteks soal aplikasi berikut :

i. Dian pergi ke sebuah toko pakaian, dengan membawa 1 lembar


uang seratus ribu. Jika ia membeli 2 baju dan 5 celana, uangnya
masih kurang 30.000 rupiah. Tapi jika ia membeli 3 baju dan 2
celana, menerima uang pengembalian sebesar 6000 rupiah. Bera-
pa harga 1 baju dan 1 celana? Buatlah model matematika dari
masalah di atas.

Skenario pembelajaran :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

1. Strategi Pembelajaran langkah pertama : mengidentifikasi masalah


Setelah soal dituliskan di papan tulis, berikan kesempatan kepada
siswa untuk memahaminya, tunggu beberapa menit. Dengan metode
tanya jawab diminta jawaban siswa untuk mengidentifikasi permasala-
han yang ada, guru dapat bertanya kepada siswa dengan pertanyaan
apa-apa saja yang diketahui dari masalah ini? Dan apa yang harus
dicari? Pertanyaan kedua ini adalah untuk merumuskan arah tu-
juan. Sebagai penyederhanaan permasalahan yang ada. Teridenti-
fikasi adalah :
i. Jika 2 baju 5 celana uang kurang 30.000 rupiah;
ii. Jika 3 baju dan 2 celana uang kembali 6000 rupiah;
iii. Memisalkan harga 1 baju dengan x dan harga 1 celana dengan y;
iv. Tujuan menghitung harga 1 baju dan 1 celana.
Siswa dikatakan memahami langkah pertama tahap pemodelan apa-
bila siswa telah mampu mengidentifikasi masalah-masalah yang ada
pada konteks atau situasi dunia nyata.
2. Strategi pembelajaran langkah kedua : pembentukan model matema-
tika Pada langkah ini siswa menggunakan pemikiran matematis, seper-
ti penggunaan simbol, pengaturan gambar menggunakan metakognisi
(kamampuan menemukan sendiri), dedukasi, dan strategi pemecahan
masalah.
Sebab telah diketahui masalah pada soal diatas, guru memerintahkan
siswa menggambar atau membuat model terhadap apa yang telah
diketahui pada soal tersebut. Sambil menunggu siswa menggambar,
guru berkeliling memantau hasil pekerjaan siswa sambil memberikan
bimbingan kearah yang dimaksud baik kepada perorangan atau kepa-
da keseluruhan siswa. Guru memantau yang dikerjakan siswa dan
mengamati gambar siswa. Kesalahan siswa memahami soal mungkin
terjadi pada bagian ini, siswa dapat saja berpikir tidak kritis meng-
akibatkan siswa tidak bisa melanjutkan lagi. Gambar yang dimaksud
seperti gambar di bwah ini,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Gambar 4.3 Model matematika (ilustrasi jawaban siswa)

Selanjutnya guru dapat memberi instruksi dan bertanya lebih rinci


kepada siswa untuk merumuskan model-model matematika yang akan
dimunculkan. Misalnya sebagai berikut :

a. Amatilah gambarmu!
b. Coba ceritakan dulu gambar yang kamu buat!
c. Dian membeli apa?
d. Misalkan harga 1 baju dengan salah satu huruf dan harga satu
celana dengan salah satu huruf berbeda! (jawaban siswa yang
diharapkan : baju = x, celana = y)
e. Untuk gambar pertama yang kamu buat ada berapa baju dan
celana?
f. Berarti ada berapa x dan y? (jawaban siswa yang diharapkan :
2x dan 2y)
g. Kalau digabungkan dengan harga bagaimana? (jawaban siswa
yang diharapkan : 2x + 5y = 130.000)
h. Lakukan hal yang sama untuk gambar kedua dan ketiga!
i. Dari jawabanmu merupakan sistem persamaan berapa? (jawaban
siswa yang diharapkan : sistem persamaan linier dua variabel,
variabelnya x dan y)
j. Selanjutnya guru menanyakan tujuan dari permasalahan yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

harga 1 baju dan 1 celana? Guru kembali mengingatkan siswa


tentang aturan sistem persamaan linier dua variabel yaitu ax +
by = c, dan mengaitkan informasi yang ditemukan dengan atu-
ran ini. Sehingga siswa dapat menuliskan bentuk model matem-
atikanya. Pekerjaan pembentukan model matematika, sampai
penemuan formula matematika telah selesai. Siswa telah mema-
hami proses pembentukan model matematika apabila, siswa dapat
menemukan formula matematika yang bersesuaian dengan situasi
masalah dunia nyatanya.

3. Strategi Pembelajaran langkah ketiga : bekerja dengan matematika


Setelah menemukan bentuk model matematika, siswa diberikan ke-
sempatan mengamati bentuk formula tersebut, dan mencoba menyari
penyelesaiannya, pada tahapan ini pemikiran matematis dan penge-
tahuan dasar matematika siswa sangat berperan. Dengan metode
tanya jawab siswa dilibatkan menemukan bentuk equivalen dan me-
ngaitkannya dengan formula umum sistem persamaan linier dua vari-
abel, melihat kesamaan model matematika yang ditemukan dengan
formula umum sistem persamaan linier dua variabel. Menggali penge-
tahuan siswa tentang aturan sistem persamaan linier dua variabel.
Siswa diharapkan dapat melihat relasi data yang ditemukan dengan
aturan sistem persamaan linier dua variabel yang disebutkan. Dari
instruksi yang diberikan guru diharapkan dari jawaban siswa adalah:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Gambar 4.4 Penyelesaian soal SPLDV (ilustrasi jawaban siswa)

Seorang siswa dikatakan telah dapat bekerja dengan matematika sesuai


dengan tahapan pemodelan matematika, apabila siswa telah dapat
mengaktualisasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk menen-
tukan penyelesaian dari suatu model matematika.

4. Strategi pembelajaran langkah keempat : mengartikan solusi matema-


tika Dengan metode tanya jawab siswa dapat menjelaskan arti solusi
matematika yang ditemukan, dengan menghubungkan kembali kepada
persamaan variabel-variabel yang dibuat pada langkah kedua. Siswa
dikatakan telah dapat mengartikan solusi matematika, apabila siswa
dapat menyebutkan arti dari nilai variabel-variabel yang ditemukan
pada solusi matematika.

5. Strategi pembelajaran langkah ke lima : evaluasi hasil matematika

i. Guru hendaknya meminta hasil pekerjaan siswa untuk dikoreksi


sebagai bahan refleksi untuk pembelajaran lebih lanjut.
ii. Evaluasi siswa dapat juga dilakukan dengan membagi siswa men-
jadi beberapa kelompok untuk berdiskusi.
iii. Guru memberi kesempatan pada siswa untuk mendiskusikan /mem-
bandingkan (memeriksa, memperbaiki, menyeleksi) jawabannya
dengan teman-teman kelompoknya. Guru berjalan keliling ke-
las untuk melihat hasil kerja kelommpok dan memilih beberapa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

kelompok untuk menampilkan hasilnya di depan kelas.


iv. Guru memberi kesempatan pada seorang siswa dari kelompok
yang dipilih untuk menampilkan hasil pekerjaan kelompoknya.

Gambar 4.5 persentase 1 (ilustrasi jawaban kelompok siswa)

Gambar 4.6 Mpersentase 2 (ilustrasi jawaban kelompok siswa)

(a) Melalui diskusi kelas jawaban para siswa dibahas/dibandingkan. Sama-


sama penjelasannya bagus, tetapi pada kelompok atau persentasi 1
lebih terperinci dalam penulisan dari pada kelompok 2.

(b) Dari hasil diskusi kelas, guru memberi kesempatan pada siswa un-
tuk menarik sebuah kesimpulan tentang defenisi dan langkah-langkah
menyelesaikan persamaan linier dua variabel

(c) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya bagi yang
belum mengerti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

6. Penutup Pembelajaran Menutup pertemuan dengan mengajak siswa


merefleksikan apa yang dipelajari pada pertemuan ini. Siswa dapat
menuliskan prosedur atau langkah-langkah penyelesaian soal aplikasi
sistem persamaan linier dua variabel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pembelajaran matematika realistik dengan model didaktik berpusat pada


siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan motivator, sehingga memer-
lukan paradigma yang berbeda tentang bagaimana siswa belajar, bagaimana
guru mengajar, dan apa yang dipelajari oleh siswa dengan paradigma pembela-
jaran matematika selama ini. Karena itu, perubahan perubahan persepsi guru
tentang mengajar perlu dilakukan bila ingin mengimplementasikan pembelajaran
matematika reaistik dengan model didaktik.

Pembelajaran matematika realistic dengan penggunaan model didaktik sa-


ngat penting, sebagaimana perkembangan dunia nyata dalam aspek kehidupan
manusia. Dengan tujuan agar siswa dapat menangani masalah-masalah mate-
matika yang lebih kompleks dan dapat mengembangkan pola pikir matematis
yang kritis dan analitis.

5.2 Saran

Pengkajian terhadap model didaktik masih tetap berlanjut. Maka disaran-


kan strategi pembelajaran matematika yang lebih tepat saat ini adalah dengan
penggunaan model didaktik dalam pembelajaran kontekstual dan realistik.

42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA

Artigue, M. (2009). Didactical Design In Mathematics Education, Nordic Research


In Mathematics Education. Proceeding of Norma, Sence Publiations, pp 1-10
Brousseau G. (1997). Theori des Situations Didactiques, La Pense Sauvage Greno-
ble. Kluwer 1970-1990.
Carlson, M., Jacobs, S., Coe, E., Larsen, S., dan Hsu, E. (2002). Menerap-
kan Covariational Penalaran Sementara Pemodelan Acara Dinamis: Sebuah
Kerangka dan Studi a. Jurnal Penelitian di Matematika Pendidikan, 33 (5),
352 - 378.
Dolk. (2006). Realstic Mathematic Education. Makalah Kuliah Umum di Program
Sarjana Universitas Sriwijaya, Palembang, tanggal 29 Juli 2006.
Emprin, F. (2009). A Didactic Engineering For Teachers Educations Courses in
Mathematics Using ICT, Procidings of CERME. 1920-1999.
Hamalik, O. (2001). Proses Belajar Mengajar. Bandung : Akasara.
Hartono, Y. (2008). Pendekatan Matematika Realistik. Diakses dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pengembangan Pembelajaran
Matematika UNIT 7 0.pdf pada pada tanggal 06 April 2018 Jam 14.08
WIB.
Heuvel-Panhuizen, M.S.D. dan Drijvers, P. (2014) Realistic Mathematics Ed-
ucations : An Example From a Longitudinal Trajectory On Parcentage.
Springer, 54 :9-35.
Heuvel-Panhuizen, M.S.D. dan Drijvers, P. (2014). Realistic Mathematics Educa-
tions. Springer, pp.521-525.
Ismail. (1998). Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Jakarta : Dirjen Dikti.
Mustaji dan Sugiarso. (2005). Pembelajaran Kontrutuvisme dalam Penerapan
Berbasih Masalah. Universitas Negeri Surabaya.
Nurhadi. (2005). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.
Malang: Press
Pisa Indonesia. (2010). Penyebab Indeks Matematika RI Terendah di Dunia. Di-
akses dari http://www.unisi.ac.id/berita87 -penyebab-indeks- matematika-
siswa-ri-terendah-di-dunia.html pada tanggal 3 April 2018 Jam 11.44 WIB.
Putra, Z. (2016). Didactic Contracts in Realstic Mathematics Education Teaching
Practice in Indonesia: A Lesson on Addition. Conference Paper Interna-
tional Seminar on Education, pp 83-90
Prahmana, R.C.I. Kusumah, Y. S. dan Darin. (2017). Didactic Trajectory of
Research in mathematics Education Using Research-Based Learing Conf.
Series 893, pp 1-6
Psychology of Mathematics Education, Fruedenthal Institue, Utrecht University,
Uttrecht, The Netherlands, Vol.1, Issu 239-249 dan 251-253

43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44

Soedjadi, R. (2010). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Dirjen Dikti.


Jakarta: Depdikbud
Sumitro, N.K. (2008). Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Pokok Bahasan
Kesebangunan di Kelas III SMP Negeri 3 Porong. Paradigma. Hlm. 204-218.
Suryanto (2007). Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Depdiknas
Tarigan, D. (2006). Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Depdiknas Dir-
jen Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Uno, H.B. (2004). Landasan Pembelajaran (Teori dan Praktek). Jakarta: PT.
Indriani.
Vankus, P.H. (2005). Present of Didactical Games As Method of Mathematics
Teaching. Issue 5. 53-67
Watson, A., dan Chick, H. (2011). Qualities of Examples in Learning and Theach-
ing. ZDM Mathematics Education, 43, 283-294.
Winslow, C. (2009). Penelitian Nordic di Matematika Pendidikan. Prosiding
NORMA08, Rasa Publ.
Yackel, E., Underwood, D., Stephen, M. dan Rasmussen, Ch.: (2001). Didactising:
Continuing the work of Leen Streefland , in M. van den Heuvel-Panhuizen
(ed.), Proceedings of the 25th Conference of the International Group for the

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai