TESIS
Oleh
EVA MONIKA SAFITRI LUBIS
167021021/MT
TESIS
Oleh
EVA MONIKA SAFITRI LUBIS
167021021/MT
TESIS
Saya mengakui bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing dituliskan sumbernya
Medan,
Penulis,
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, Saya yang bertanda ta-
ngan di bawah ini:
Beserta perangkat yang ada. Dengan Hak Bebas Royalti NonEksklusif ini,
Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat
mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya
tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai pe-
megang dan atau sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Medan,
Penulis,
ABSTRAK
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
The Use Of Models Didactic In Realistic Mathematics
Educations
ABSTRACT
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul PENG-
GUNAAN MODEL DIDAKTIK DALAM PENDIDIKAN MATEMATIKA REA-
LISTIK. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pa-
da Program Studi Magister Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Penge-
tahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
Dr. Kerista Sebayang, MS selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Penge-
tahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister Matematika
FMIPA USU yang telah banyak memberikan arahan, saran/kritik dan dukungan
yang luar biasa kepada penulis dalam pengerjaan tesis ini.
Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku Pembimbing I penulis yang telah banyak
memberikan arahan saran/kritik dan dukungan yang luar biasa kepada penulis
dalam pengerjaan tesis ini.
Prof. Dr. Tulus, M.Si selaku Pembimbing I penulis yang telah banyak mem-
berikan arahan saran/kritik dan dukungan yang luar biasa kepada penulis dalam
pengerjaan tesis ini.
Dr. Mardiningsih, M.Si selaku Pembanding I penulis yang telah banyak mem-
berikan arahan saran/kritik dan dukungan yang luar biasa kepada penulis dalam
pengerjaan tesis ini.
Dr. Sawaluddin, MIT selaku Pembanding II penulis yang telah banyak mem-
berikan arahan saran/kritik dan dukungan yang luar biasa kepada penulis dalam
pengerjaan tesis ini.
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Seluruh Staf pengajar di Program Studi Magister Matematika FMIPA USU
yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa
perkuliahan.
Kak Misiani, S.Si selaku Staf Administrasi Program Studi Magister Mate-
matika FMIPA USU yang telah banyak memberikan pelayanan yang baik kepada
penulis selama mengikuti perkuliahan.
Medan,
Penulis,
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
RIWAYAT HIDUP v
DAFTAR ISI vi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.5 Metodologi 4
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.5 Model Didaktik Terhadap Pendidikan Realistik Matematika 23
3.1 Evaluasi 25
BAB 4 PEMBAHASAN 29
5.1 Kesimpulan 42
5.2 Saran 42
DAFTAR PUSTAKA 43
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
Mutu pendidikan Indonesia masih kurang, terlihat dari indikator Human De-
velopment Index (HDI), Indonesia diantara 189 negara pada tahun 2011 masih
peringkat 124 yang membuat Indonesia masuk dalam kategori Medium Human
Development. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh PISA (Program for In-
ternational Student Assessmen) pada 2009 menunjukkan, Indonesia menempati
peringkat ke 61 dari 65 negara pada kategori literatur matematika. Ada tiga
penyebab utama literasi matematika siswa di Indonesia sangat rendah yaitu
lemahnya kurikulum di Indonesia, kurang terlatihnya guru-guru Indonesia, dan
kurangnya dukungan dari lingkungan dan sekolah. Sedangkan menurut pene-
litian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2007,
Matematika Indonesia berada di peringkat 36 dari 49 negara dengan skor rata-
rata prestasi matematika 397 jauh dibawah rata-rata skor internasional yaitu
500. Salah satu tujuan pengajaran matematika ialah menyalurkan pemikiran
sehari-sehari kearah pemikiran yang lebih teknis dan ilmiah pada tahap dini.
Selain itu juga sebagai cara untuk mengatasi masalah dalam kemajuan kognitif
pada diri siswa untuk berpikir pada tahap dini.
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
situasi masalah kehidupan sehari-hari yang masuk akal mereka. Berkaitan de-
ngan keterangan para ahli di bidang matematika, penulis akan mencoba menga-
jukan perancangan model yang akan sesuai untuk pendidikan matematika rea-
listik.
1.5 Metodologi
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas teori dan penelitian terdahulu yang dapat mendukung
terhadap hasil dan pembahasan model didaktik dalam pendidikan matematika
realistik.
Model adalah representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam
bentuk yang disederhanakan dari kondisi atau fenomena alam. Model berisi
informasi-informasi tentang suatu fenomena yang dibuat dengan tujuan untuk
mempelajari fenomena sistem yang sebenarnya. Model dapat merupakan tiruan
dari suatu benda, sistem atau kejadian yang sesungguhnya yang hanya berisi
informasi-informasi yang dianggap penting untuk ditelaah.
Istilah didaktik berasal dari kata didasco, didaskein, artinya saya mengajar
atau jalan pelajaran, bahkan ada yang menyebutkan sebagai ilmu tentang belajar
dan mengajar. Ilmu ini membicarakan tentang bagaimana cara membimbing
kegiatan belajar murid secara berhasil ( Hamalik, 2001 )
5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan didaktik adalah sua-
tu disiplin ilmu yang memecahkan tugas-tugas mengajar pada tingkat individu
dan jenis sekolah. Mendefenisikan tujuan dan isi dari kurikulum, mengajarkan
metode pengajaran yang tepat dan sesuai prosedur.
Fungsi didaktik dapat di tinjau dari dua segi, yang pertama ialah dari segi
ilmu dan kedua dari segi alat atau media.
1. Fungsi didaktik dari segi ilmu, didaktik merupakan cabang dari ilmu pen-
didikan, yang sekarang telah berkembang sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
Didaktik di pandang sebagai ilmu pendidikan yang di terapkan dan di prak-
tekkan terutama dalam pengajaran di sekolah. Perkembangan didaktik
yang pesat, bukan saja mendorong pengajaran, akan tetapi telah mem-
berikan bahan-bahan yang lengkap bagi ilmu pendidikan. Bahkan timbul-
nya masalah-masalah yang di hadapi oleh guru dan murid dalam hubungan
proses belajar dan mengajar telah mendorong pemikiran-pemikaran baru
secara filosofis pedagogis. Pada ahli filsafat pendidikan berusaha keras
menemukan cara-cara yang tepat untuk memecahkan persoalan-persoalan
yang di hadapin oleh didaktik. Pengalaman-pengalaman para pendidik,
guru, orang tua, dan masyarakat telah memberikan bahan-bahan yang
berguna bagi para ahli pendidikan, sehingga menciptakan konsep baru pa-
da bidang didaktik. Hal ini dapat kita buktikan dengan sistem pendidikan
yang di cetuskan dan di cobakan oleh para ahli tersebut.
2. Fungsi didaktik dari segi alat, Sebagai alat didaktik berfungsi dalam mas-
yarakat, budaya, dan teknologi. Kita maklum bahwa di dalam masyarakat,
baik dalam kelompok yang besar maupun dalam kelompok yang kecil, se-
tiap saat dan dimana saja selalu terjadi komunikasi dan interaksi. Komu-
nikasi dan interaksi sosial akan bertambah lancar apabila individu-individu
yang berkomunikasi dan berinteraksi itu mampu melakukannya secara baik
dan efektif. Sebagai contoh, hubungan percakapan dua orang akan lebih
bergairah apabila orang-orang itu menguasai teknik berbicara yang baik.
Guru yang baik harus menguasai ilmu yang menjadi bahan pelajaran dan il-
mu didaktik sebagai ilmu tentang cara penyampaian. Di dalam masyarakat,
ilmu didaktik banyak digunakan orang, meskipun mungkin tidak menyadari bah-
wa yang digunakannya itu adalah didaktik, misalnya seorang lurah memberikan
penjelasan kepada masyarakat desa tentang Keluarga Berencana, PKK, dan ber-
jangkitnya penyakit di daerahnya. Usaha demikian sesungguhnya sudah terma-
suk usaha yang bersifat didaktik. Sebab didaktik berguna yaitu:
Menurut Hadi (Hartono, 2008) siswa harus diberi kesempatan untuk me-
nemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses
penemuan kembali ini dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan
dunia nyata. Di sini dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada
di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan
mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata di-
gunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bah-
Pemikiran dan konsepsi di atas menggeser peran guru dalam kelas. Kalau dalam
pendekatan tradisional guru dianggap sebagai pemegang otoritas yang mencoba
memindahkan pengetahuannya kepada siswa, maka dalam pendekatan matema-
tika realistik ini guru dipandang sebagai fasilitator, moderator, dan evaluator
yang menciptakan situasi dan menyediakan kesempatan bagi siswa untuk mene-
mukan kembali ide dan konsep matematika dengan cara sendiri. Oleh karena itu,
guru harus mampu menciptakan dan mengembangkan pengalaman belajar yang
mendorong siswa untuk memiliki aktivitas baik untuk dirinya sendiri maupun
bersama siswa lain (interaktivitas). Akibatnya guru tidak boleh hanya terpaku
pada materi dalam kurikulum dan buku teks, tetapi harus terus menerus memu-
takhirkan materi dengan masalah-masalah baru dan menantang. Jadi, peran
guru dalam pendekatan matematika realistik dapat dirumuskan sebagai berikut:
3. Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif memberi sum-
bangan pada proses belajarnya;
2. Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model matemati-
ka melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan
guru atau temannya.
Beberapa hal yang perlu dicatat dari karakteristik pendekatan matematika rea-
listik di atas adalah bahwa pembelajaran matematika realistik
Teori pendidikan matematika realistik sejalan dengan teori belajar yang berkem-
bang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual. Namun,
baik pendekatan konstruktivisme maupun kontekstual memiliki teori belajar se-
cara umum.
1. Pendekatan konstruktivisme
Bila anak itu sudah mulai mengerti bahwa macan bukan kucing, maka dia
akan membentuk kotak informasi baru mengenai macan atau memodifikasi
kotak informasi kucing yang ada di dalam struktur kognitifnya. Dengan
cara inilah struktur kognitif seseorang berkembang semakin lengkap dan
rinci sesuai dengan pengalamannya. Karakteristik utama belajar menurut
pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut (Mustaji dan Sugiarso,
2005).
(a) Belajar adalah proses aktif dan terkontrol yang maknanya dikonstruk-
si oleh masing-masing individu;
(b) Belajar adalah aktivitas sosial yang ditemukan dalam kegiatan bersama
dan memiliki sudut pandang yang berbeda; dan
(h) Belajar harus dikontrol secara internal oleh siswa sendiri dan dime-
diasi oleh guru.
(a) Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun
sosial;
(e) Guru hanya menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi
berjalan mulus.
2. Pendekatan kontekstual
(a) Siswa memahami dan mengingat apa yang dipelajari bila siswa me-
nemukan makna dari pelajarannya;
4. Kolaborasi,
6. Pendewasaan individu,
8. Penilaian autentik.
1. Konstruktivisme
2. Penemuan
3. Bertanya
Dalam komponen ini siswa didorong untuk mengetahui sesuatu dan mem-
peroleh informasi. Di samping itu, kemampuan berpikir kritis siswa dapat
dilatih dan sekaligus dinilai.
4. Masyarakat belajar
Di sini siswa dilatih untuk berbicara dan berbagi pengalaman serta bek-
erjasama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih
baik.
5. Pemodelan
Di sini siswa diberi model (contoh) tentang apa yang harus siswa kerjakan.
Pemodelan dapat berupa demonstrasi dan pemberian contoh.
7. Refleksi
Setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diper-
kenalkan istilah pecahan. Ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvesional
(bukan PMR) dimana siswa sejak awal di cekoki dengan istilah pecahan dan
beberapa istilah pecahan.
3.1 Evaluasi
1. Observasi (pengamatan)
2. Evaluasi kontinu
25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
4. Pendekatan holistik
PEMBAHASAN
29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
1. Tahap pendahuluan;
2. Tahap pengembangan;
3. Tahap penerapan;
4. Penutup.
1. Tahap pendahuluan
Selanjutnya guru harus dapat mengaktifkan seluruh sense siswa baik sikap,
perhatian dan nalar siswa. Pertma-tama guru dapat menjelaskan tujuan
materi pembelajaran yang akan disampaikan, merevisi konetif siswa dan
mengembangkan pemikiran matematika siswa dengan mengajukan per-
tanyaan terbuka kata siswa ke siswa yang berupa jawaban singkat. Per-
tanyaan dapat berupa jawaban tungal maupun tidak tunggal. Pertanyaan
dapat bertujuan menggali ingatan siswa tentang suatu formula matematika
yang berkaitan dengan materi yang akan disajikan.
2. Tahap Pengembangan
3. Penerapan
4. Penutup
Tahap ini disebut tahap pemberian tugas kesimpulan tentang isi pembe-
lajaran. Sebaiknya guru melibatkan siswa dalam menuliskan kesimpulan,
agar guru dapat melihat siswa yang aktif dan tidak aktif, dengan cara ini
juga guru dapat mengamati perbedaan tingkat kemampuan siswa. Sekali-
gus menjadi refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh guru di
kelas tersebut.
1. Penyajian/penyampaian materi;
2. Pendekatan pembelajaran;
3. Teknik bertanyak;
4. Interaksi;
5. Bimbingan siswa;
9. Penyajian materi.
Hal yang menyangkut penyampaian materi adalah suara dan sikap guru.
Hendaknya volume suara guru terdengar jelas oleh setiap siswa, sikap guru ter-
hadap materi yang disampaikan harus menunjukkan keyakinan dan bukan dalam
sikap yang ragu-ragu atau bingung sendiri.
1. Pendekatan pembelajaran
2. Teknik bertanya
3. Interaksi belajar
Agar pembelajaran tidak pasif dan satu arah (dari guru ke siswa). Guru
harus dapat mengoptimalkan interaksi pembelajaran, apakah dari guru ke
siswa, siswa ke guru antara sesama siswa.
4. Bimbingan siswa
Arah penyebaran bimbingan yang diberikan guru adalah bebas sesuai de-
ngan letak duduk siswa. Salah satu yang diharapkan dari teknik ini agar terjadi
interaksi sesama siswa seperti yang ditunjuk pada gambar berikut:
Salah satu dari kelemahan teknik seperti ini adalah bahwa siswa tidak
diperlakukan sama. Kelemahan lain dapat menimbulkan suasana keributan aki-
bat adanya interaksi siswa, akan tetapi guru harus terampil mengkondusifkan
ruang belajar. Kebaikan dari teknik penyebaran bimbingan seperti ini:
Gunakan alat tulis minimal dua warna, terutama untuk menggambar bangun-
bangun geometri. Pengunaan alat tulis seperti ini dapat membantu siswa
mengabstraksikan pemikirannya, siswa dapat melihat perbedan-perbedaan
yang dimaksud pada gambar.
2. Pengunaan media
1. Skenario pembelajaran
(a) Pendahuluan
Skenario pembelajaran :
a. Amatilah gambarmu!
b. Coba ceritakan dulu gambar yang kamu buat!
c. Dian membeli apa?
d. Misalkan harga 1 baju dengan salah satu huruf dan harga satu
celana dengan salah satu huruf berbeda! (jawaban siswa yang
diharapkan : baju = x, celana = y)
e. Untuk gambar pertama yang kamu buat ada berapa baju dan
celana?
f. Berarti ada berapa x dan y? (jawaban siswa yang diharapkan :
2x dan 2y)
g. Kalau digabungkan dengan harga bagaimana? (jawaban siswa
yang diharapkan : 2x + 5y = 130.000)
h. Lakukan hal yang sama untuk gambar kedua dan ketiga!
i. Dari jawabanmu merupakan sistem persamaan berapa? (jawaban
siswa yang diharapkan : sistem persamaan linier dua variabel,
variabelnya x dan y)
j. Selanjutnya guru menanyakan tujuan dari permasalahan yaitu
(b) Dari hasil diskusi kelas, guru memberi kesempatan pada siswa un-
tuk menarik sebuah kesimpulan tentang defenisi dan langkah-langkah
menyelesaikan persamaan linier dua variabel
(c) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya bagi yang
belum mengerti.
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44