Anda di halaman 1dari 70

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DAN

REPRESENTASI MATEMATIKA DALAM


PENGAJARAN MATEMATIKA

TESIS

Oleh
NOVI TARI SIMBOLON
167021004/MT

PROGRAM STUDI MAGISTER MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DAN
REPRESENTASI MATEMATIKA DALAM
PENGAJARAN MATEMATIKA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam
Program Studi Magister Matematika pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Oleh
NOVI TARI SIMBOLON
167021004/MT

PROGRAM STUDI MAGISTER MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji pada
Tanggal : 16 April 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Sawaluddin, M.IT

Anggota : 1. Prof. Dr. Herman Mawengkang


2. Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc
3. Dr. Sutarman, M.Sc

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DAN REPRESENTASI


MATEMATIKA DALAM PENGAJARAN MATEMATIKA

TESIS

Saya mengakui bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dituliskan sum-
bernya

Medan,
Penulis,

Novi Tari Simbolon

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, Saya yang


bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Novi Tari Simbolon


NIM : 167021004
Program Studi : Matematika
Jenis Karya Ilmiah: Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif
(Non-Exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

Pemahaman Konsep Matematika dan Representasi Matematika dalam


Pengajaran Matematika.

Beserta perangkat yang ada. Dengan Hak Bebas Royalti NonEksklusif


ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media,
memformat mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mem-
publikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama mencan-
tumkan nama saya sebagai pemegang dan atau sebagai penulis dan
sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan,
Penulis,

Novi Tari Simbolon

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DAN
REPRESENTASI MATEMATIKA DALAM
PENGAJARAN MATEMATIKA

ABSTRAK

Pencantuman representasi sebagai komponen standar proses dalam


Principles and Standarts for School Mathematics selain kemampuan
pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koneksi cukup be-
ralasan karena untuk berpikir matematika dan mengkomunikasikan
ide-ide matematika seseorang perlu merepresentasikannya dalam berba-
gai bentuk representasi matematis. Selain itu tidak dapat dipungkiri
bahwa objek dalam matematika itu semuanya abstrak sehingga untuk
mempelajari dan memahami ide-ide abstrak itu tentunya memerlukan
representasi. Representasi terjadi melalui dua tahapan, yaitu repre-
sentasi internal dan representasi eksternal. Wujud representasi ekster-
nal antara lain: verbal, gambar dan benda konkrit. Berpikir tentang
ide matematika yang memungkinkan pikiran seseorang bekerja atas
dasar ide tersebut merupakan representasi internal. Sebuah masa-
lah matematika yang diajukan pada siswa dan siswa tersebut dapat
menyelesaikannya, maka setidaknya siswa memahami masalah terse-
but, sehinga siswa dapat merencanakan penyelesaian, melaksanakan
perhitungan dengan tepat, dan dapat memeriksa atau melihat kembali
apa yang telah diproses sudah tepat. Kelancaran dan keluwesan siswa
dalam mengkonstruksi representasi sebagian besar masih kurang. Hal
ini terlihat dari sedikitnya bentuk aljabar yang tersusun, serta cara
yang digunakan dalam menemukan representasi sebagian besar sangat
sedikit. Sebagai tambahan, skor kuantitatif responden dalam repre-
sentasi masih dalam kategori rendah dengan kecenderungan ke arah
sedang.

Kata kunci : Representasi, Kemampuan representasi siswa, Pemahaman konsep


matematika.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

i
UNDERSTANDING THE CONCEPT OF MATHEMATICS AND
MATHEMATICAL REPRESENTATION IN MATHEMATICS
TEACHING

ABSTRACT

The inclusion of representation as a standard component of the


process in Principles and Standards for School Mathematics in addi-
tion to problem solving, reasoning, communication, and connection
skills is reasonable because to think mathematics and communicate
mathematical ideas one needs to represent it in various forms of
mathematical representation. Besides, it can not be denied that ob-
jects in mathematics are all abstract so that to learn and understand
abstract ideas that would require a representation. Representation
occurs through two stages, namely internal representation and ex-
ternal representation. Examples of external representations include:
verbal, drawing and concrete objects. Thinking of a mathematical
idea that allows a person’s mind to work on the basis of the idea is
an internal representation. A mathematical problem posed to the stu-
dent and the student can solve it, so at least the student understands
the problem, so that students can plan the settlement, perform the
calculations appropriately, and be able to check or review what has
been processed correctly. The smoothness and flexibility of students
in constructing representations is largely lacking. This is evident
from at least the structured algebraic form, as well as the way in
which most representations are found very little. In addition, the
quantitative scores of respondents in the representation are still in
the low category with a moderate tendency.

Keyword : Representation, Ability of student representation, Understanding of


mathematical concepts.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada
Program Studi Magister Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih


kepada:

Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera


Utara.

Dr. Kerista Sebayang, M.S selaku Dekan Fakultas Matematika dan


Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister
Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Dr. Sawaluddin, M.IT selaku Sekretaris Program Studi Magister Ma-


tematika FMIPA USU dan sekaligus Pembimbing I penulis yang telah
banyak memberi arahan, saran dan kritik, dukungan yang luar biasa
kepada penulis dalam pengerjaan tesis ini.

Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku Pembimbing II penulis yang


telah banyak memberi arahan, saran dan kritik, dukungan yang luar
biasa kepada penulis dalam pengerjaan tesis ini.

Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc selaku pembanding I penulis yang telah
banyak memberi arahan, bimbingan dalam bentuk kritik dan saran,
dan juga motivasi kepada penulis dalam pengerjaan tesis ini.

Dr. Sutarman, M.Sc selaku pembanding II penulis yang telah banyak


memberi arahan, bimbingan dalam bentuk kritik dan saran, dan juga
motivasi kepada penulis dalam pengerjaan tesis ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

iii
Seluruh Staf Pengajar di Program Studi Magister Matematika FMIPA
USU yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis
selama masa perkuliahan.

Kak Misiani, S.Si selaku Staf Administrasi Program Studi Magister


Matematika FMIPA USU yang telah banyak memberikan pelayanan
yang baik kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya dan peng-


hargaan setinggi-tingginya kepada ayahanda tercinta Alm.Lassen Sim-
bolon dan ibunda Rukiah Dahlia Malau Serta abang/kakak yang selalu
mencurahkan kasih sayang dan dukungan penuh kepada penulis. Tak
lupa pula kepada suami tercinta Gustiawan,SE yang telah memberikan
motivasi kepada penulis selama penulisan tesis ini.

Seluruh rekan-rekan Mahasiswa angkatan 2016 Ganjil Program Studi


Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara. Semoga
tesis ini dapat memberi sumbangan yang berharga bagi perkembangan
dunia Ilmu dan bermanfaat bagi orang banyak. Semoga Allah Yang
Maha Kuasa senantiasa memberi rahmat dan hidayahNya kepada kita
semua. Amin.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, un-
tuk itu penulis mengharapkan kritik saran untuk penyempurnaan tesis
ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak
lain yang memerlukannya. Terimakasih.

Medan, April 2018

Penulis,

Novi Tari Simbolon

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

iv
RIWAYAT HIDUP

Novi Tari Simbolon dilahirkan di Teluk Pulai Dalam, Kecamatan Kualuh


Leidong, Kabupaten Labuhan Batu Utara pada tanggal 01 November
1992. Ayah bernama Lassen Simbolon (Almarhum) dan Ibu berna-
ma Rukiah Dahlia Malau. Merupakan anak kedelapan dari delapan
bersaudara. Pada tahun 1998, penulis masuk SD Negeri 118202 Teluk
Pulai Dalam, Kecamatan Kualuh Leidonng, dan lulus pada tahun
2004. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Kato-
lik Bina Karya, dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis
melanjutkan pendidikan di SMA Letjend S. Parman Medan dan lu-
lus pada tahun 2010. Pada tahun 2010, penulis diterima di Program
Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Penge-
tahuan Alam, Universitas Negeri Medan dan lulus pada tahun 2015.
Pada tahun 2016, penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi
Magister Matematika Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

v
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 8

1.3 Tujuan Penelitian 8

1.4 Manfaat Penelitian 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 10

2.1 Pemahaman Konsep 10

2.1.1 Pengertian pemahaman konsep 10

2.1.2 Pemahaman konsep matematis 11

2.1.3 Indikator kemampuan pemahaman konsep ma-


tematis 12

2.1.4 Pemahaman konsep matematis untuk anak SD 15

2.1.5 Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar 20

2.1.6 Kerangka kualifikasi Nasional Indonesia 23

2.2 Representasi 24

2.2.1 Pengertian representasi 24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

vi
2.2.2 Representasi matematis dalam pengajaran ma-
tematika 25

BAB 3 PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DAN REP-


RESENTASI MATEMATIKA 31

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 34

4.1 Pemahaman konsep matematika dalam pengajaran


matematika 34

4.2 Kesulitan Pemahaman Konsep Matematis Siswa dalam


Pembelajaran Matematika 35

4.3 Upaya-upaya untuk Mengatasi Kesulitan Belajar Ma-


tematika 38

4.3.1 Berbagai prinsip pengajaran matematika 38

4.3.2 Berbagai aktivitas untuk pengajaran 43

4.4 Bentuk-bentuk Representasi Siswa 47

BAB 5 KESIMPULAN 52

DAFTAR PUSTAKA 55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

vii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Bentuk-bentuk representasi dan operasionalnya 30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

viii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1
2.1 Respresentasi seorang anak tentang 3 (NCTM, 2000) 28
2
4.1 Garis bilangan 45

4.2 Contoh jawaban siswa 48

4.3 Representasi dalam bentuk pola barisan dan gambar 49

4.4 Representasi gambar, aturan/rumus, dan bentuk per-


nyataan 49

4.5 Representasi gambar tetapi tidak tepat dalam meng-


gunakan aturan 50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memengaruhi


hampir seluruh kehidupan manusia di berbagai bidang. Untuk da-
pat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kualitas sumber
daya manusia harus ditingkatkan melalui peningkatan mutu pelajaran
di sekolah. Pendidikan tidak hanya bertujuan memberikan materi
pelajaran saja, tetapi menekankan bagaimana mengajak siswa untuk
menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri sehingga siswa
dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skill) dan siap untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib


dipelajari, terutama di sekolah-sekolah formal. Mengingat begitu pent-
ingnya peran matematika dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, ma-
ka matematika perlu dipahami dan dikuasai oleh segenap lapisan masyarakat.
Terlepas dari itu, matematika banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam pembelajaran di sekolah, matematika merupakan
salah satu pelajaran yang merupakan pelajaran dasar dan sarana berpikir
ilmiah yang sangat diperlukan oleh siswa untuk mengembangkan ke-
mampuan logisnya. Pendidikan matematika di sekolah bertujuan un-
tuk mempersiapkan peserta didik yang dapat menggunakan matemati-
ka secara fungsional untuk memecahkan masalah, baik dalam kehidu-
pan sehari-hari maupun menghadapi ilmu pengetahuan lain. Masalah
matematika yang dihadapi terstruktur, sistematis dan logis sehingga
dapat diimplementasikan siswa.

Adapun tujuan mata pelajaran matematika untuk semua jenjang


pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa mampu: (1) Mema-
hami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1
2

mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien,


dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pa-
da pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernya-
taan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemam-
puan memahami masalah, merancang model matematika, menyele-
saikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomu-
nikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain un-
tuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) Memiliki sikap meng-
hargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).

Dalam matematika dikenal dua tahapan sensitivitas, yakni num-


ber sense dan variable sense. Number sense atau sering diistilahkan
dengan rasa terhadap bilangan, sejatinya dikembangkan sedemikian
hingga anak mampu membedakan bilangan yang berfungsi sebagai
kardinal dan ordinal. Untuk variabel, hal ini lebih sulit. Umumnya
pembelajaran matematika, khususnya di SD, mengenalkan variabel de-
ngan langsung mendefinsikannya sebagai sesuatu yang dilambangkan
dengan huruf atau abjad, misalnya X, Y , dan lain-lain, tanpa melalui
konteks yang memaknainya. Akibatnya banyak siswa yang miskon-
sepsi dalam melakukan proses operasi aritmatika pada variabel, misal-
nya a+b=2ab merupakan kesalahan konsep yang dilakukan oleh siswa.
Kesalahan tersebut sering menjadi hambatan dalam mempelajari ma-
tematika lebih lanjut, yakni di SMP,SMA atau di Perguruan Tinggi,
bahkan dalam menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Bruner (Ruseffendi, 1992) berpendapat bahwa cara yang paling baik
bagi anak untuk belajar konsep, dalil dan lain-lain dalam matematika
ialah dengan melakukan penyusunan representasinya. Pada langkah-
langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih melekat bi-
la kegiatan-kegiatan yang menunjukkan represenatsi konsep itu di-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

lakukan oleh siswa sendiri. Misalnya di sekolah dasar apabila guru


atau siswa ingin menunjukkan arti 2, siswa sendiri menyajikan sebuah
himpunan dengan 2 anggota. Untuk memahami konsep penjumlahan,
misalnya 2 + 3 = 5, siswa melakukan 2 langkah berurutan, 2 kotak
dan 3 kotak pada peta garis bilangan. Representasi sebenarnya bukan
menunjukkan kepada hasil atau produk yang diwujudkan dalam kon-
figurasi atau konstruk baru dan berbeda, tetapi proses berfikir yang
dilakukan untuk dapat mengungkap dan memahami konsep, operasi,
dan hubungan-hubungan matematik dari suatu konfigurasi. Artinya,
proses representasi matematik berlangsung dalam dua tahap yaitu se-
cara internal dan eksternal.

”Contohnya diberikan Misalnya sebuah gambar menunjukkan 3 kelom-


pok dengan 5 pasang di setiap kelompok. Gambar ini kemudian di-
wakili dalam kata ”ada 5 pasang di masing-masing kelompok”, sebagai
nomor kalimat yang digunakan simbol 5 + 5 + 5 ”dan hibrida yang di-
gunakan angka dan kata ”3 balita”. Ini representasi penekanan struk-
tur matematis dan kaitannya antara berbagai cara mewakili perkalian
Itu simbol perkalian diperkenalkan beberapa halaman kemudian seba-
gai perkalian. Ini berarti meletakkan bersama kelompok yang sama
”Murid diajak untuk melihat kesetaraan, misalnya 5 + 5 + 5 dan
3 × 5, dengan representasi ini ditempatkan disamping satu sama lain
di halaman”.

Contoh di atas menunjukkan bagaimana proses representasi in-


ternal yang berjalan ke proses representasi eksternal berkaitan dengan
konsep dasar operasi perkalian. Siswa harus memahami bahwa operasi
perkalian adalah bentuk atau representasi dari penjumlahan berulang.
Jika seorang guru memberikan representasi perkalian tersebut secara
langsung melalui hafalan, maka siswa tidak akan memaknai apa yang
dimaksud dengan operasi perkalian. Goldin (2002) berpendapat bah-
wa memahami konsep matematika yang lebih penting bukanlah peny-
impanan pengalaman masa lalu, tetapi bagaimana mendapatkan kem-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4

bali pengetahuan yang telah disimpan dalam ingatan dan relevan de-
ngan kebutuhan serta dapat digunakan ketika diperlukan. Proses men-
dapatkan pengetahuan yang relevan dan penggunaanya sangat terkait
dengan pengkodean pengalaman masa lalu tersebut. Proses tersebut
merupakan aktivitas mental, yang oleh karenanya disebut represen-
tasi internal. Representasi internal tentu saja tidak dapat diamati
secara kasat mata dan akibatnya tidak dapat dinilai, apa yang ada di
dalam pikiran (minds on) tidak diketahui. Namun demikian, perwuju-
dan dari minds on tersebut akan terlihat dalam perkataan (lisan) atau
tulisan dalam bentuk pernyataan, simbol, ekspresi, notasi matemati-
ka, gambar, grafik, dan dalam bentuk lainnya. Perwujudan tersebut
dinamakan dengan representasi eksternal.

Pengertian di atas sejalan dengan pendapat beberapa bahwa rep-


resentasi merupakan gambaran mental dari proses belajar yang dapat
dipahami melalui pengembangan mental yang ada dalam diri seseorang
dan tercermin seperti yang divisualisaikan dalam wujud verbal, gam-
bar, atau benda-benda kongkrit. Hal ini menunjukkan bahwa proses
penggambaran atau pelambangan sesuatu terjadi dalam pikiran seseo-
rang. Kemudian hasil pikirnya dituangkan dalam bentuk pernyataan,
visual, atau notasi.

Dalam belajar matematika, representasi merupakan dasar atau


pondasi bagaimana seorang siswa dapat memahami dan menggunakan
ide-ide matematika. Beberapa bentuk representasi, seperti diagram,
grafik, ekspresi, dan simbol yang dikatakan di atas pada hakekatnya
merupakan bagian aktivitas yang panjang dari matematika sekolah.
Seperti yang dikemekukakan oleh Hwang, dkk. (2007) bahwa keti-
ka menyelesaikan masalah aplikasi matematika, siswa perlu menga-
mati dan menemukan pola-pola khusus yang ada di dalam masalah
tersebut. Yakni, siswa perlu untuk memformulasi msalah tersebut
menjadi bentuk masalah matematika yang abstrak atau model mate-
matika. Dalam proses mem-formulasi inilah, siswa harus mempunyai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5

keterampilan representasi ganda (multiple representation) untuk men-


gartikulasi masalah yang sama dalam bentuk atau pandangan yang
berbeda. Sayangnya, representasi-representasi tersebut sering dipikir
dan dipelajari bentuk akhirnya. Akibatnya, seringkali siswa berangga-
pan bahwa representasi dari suatu masalah, khususnya aljabar, adalah
unik atau tunggal, serta tidak memaknainya. Siswa kesulitan memak-
nai bentuk-bentuk yang saling ekuivalen, misalnya, mengapa x2 +4x−5
dapat ditulis dalam bentuk (x−1)(x+5) atau x(x+4)−5 atau dalam ben-
tuk lainnya. Representasi seharusnya diberikan sebagai sesuatu yang
esensial dalam upaya mendukung pemamahan konsep dan pengaitan
matematika, dalam komunikasi matematika, argumentasi, dan pema-
haman konsep itu sendiri dan kaitan dengan yang lainnya, pengaturan
koneksi antar konsep matematika, serta aplikasi konsep matematika
dalam kehidupan sehari-hari melalui pemodelan.

Hal tersebut diakibatkan oleh proses pembelajaran matematika


yang didesain guru deduktif (penyampaian rumus, aturan, atau dalil
matematika secara langsung) tanpa diawali oleh proses induktif, atau
tanpa pemberian konteks yang berkaitan dengan aturan-aturan ma-
tematika yang diajarkan. Siswa tidak mempunyai kesempatan un-
tuk menyusun representasi individualnya dari masalah (materi) yang
sedang dipelajarinya. Sangat mungkin representasi siswa mungkin
berbeda satu dengan yang lainnya. Dari perbedaan inilah siswa mem-
punyai pengalaman dan pemahaman bahwa representasi dari suatu
masalah sangatlah beragam.

Dari pernyataan di atas, setiap orang mempunyai representasi


yang mungkin sama dan mungkin juga berbeda dengan orang lain.
Keragaman representasi yang dihasilkan dalam pembelajaran mate-
matika akan memberikan pemahaman kepada siswa bahwa bentuk rep-
resentasi matematika tidaklah unik, selain itu siswa akan memahami
bentuk-bentuk representasi yang ekuivalen. Menarik untuk mengkaji
dan meneliti bagaimana bentuk-bentuk representasi yang dihasilkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6

oleh siswa di sekolah dasar. Mengapa di sekolah dasar? Jika siswa di


sekolah dasar telah mampu mengkonstruksi representasi secara indi-
vidual dan juga memahami bahwa representasi mungkin tidak tunggal,
maka akan memberi pondasi yang baik dalam belajar matematika lebih
lanjut.

Dalam proses pembelajaran matematika, pemahaman konsep meru-


pakan bagian yang sangat penting. Pemahaman konsep matematik
merupakan landasan penting untuk berpikir dalam menyelesaikan per-
masalahan matematika maupun permasalahan sehari-hari. Menurut
Schoenfeld (1992) berpikir secara matematik berarti (1) mengem-
bangkan suatu pandangan matematik, menilai proses dari matem-
atisasi dan abstraksi, dan memiliki kesenangan untuk menerapkan-
nya, (2) mengembangkan kompetensi, dan menggunakannya dalam
dalam pemahaman matematik. Implikasinya adalah bagaimana se-
harusnya guru merancang pembelajaran dengan baik, pembelajaran
dengan karakteristik yang bagaimana sehingga mampu membantu siswa
membangun pemahamannya secara bermakna.

Demikian pula tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran ma-


tematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM).
NCTM (2000) menetapkan lima standar kemampuan matematis yang
harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (prob-
lem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan
koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemam-
puan representasi (representation).

Pentingnya kemampuan representasi matematis dapat dilihat dari


standar representasi yang ditetapkan oleh NCTM. NCTM (2000) mene-
tapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sam-
pai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: (1) menciptakan dan
menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat, dan mengko-
munikasikan ide-ide matematis; (2) memilih, menerapkan, dan men-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

erjemahkan representasi matematis untuk memecahkan masalah; dan


(3) menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpre-
tasikan fenomena fisik, sosial, dan fenomena matematis. Dengan demikian,
kemampuan representasi matematis diperlukan siswa untuk menemukan
dan membuat suatu alat atau cara berpikir dalam mengkomunikasikan
gagasan matematis dari yang sifatnya abstrak menuju konkret, sehing-
ga lebih mudah untuk dipahami.

Representasi adalah bentuk interpretasi pemikiran siswa terhadap


suatu masalah, yang digunakan sebagai alat bantu untuk menemukan
solusi dari masalah tersebut. Bentuk interpretasi siswa dapat berupa
kata-kata atau verbal, tulisan, gambar, tabel, grafik, benda konkrit,
simbol matematika dan lain-lain.

Kemampuan representasi matematis merupakan salah satu tu-


juan umum dari pembelajaran matematika di sekolah. Kemampuan ini
sangat penting bagi siswa dan erat kaitannya dengan kemampuan ko-
munikasi dan pemecahan masalah. Untuk dapat mengkomunikasikan
sesuatu , seseorang representasi baik berupa gambar, grafik, diagram,
maupun bentuk representasi lainnya. Dengan representasi, masalah
yang semula terlihat sulit dan rumit dapat di lihat dengan lebih mu-
dah dan sederhana, sehingga masalah yang disajikan dapat dipecahkan
dengan lebih mudah.

Representasi matematis merupakan suatu hal yang selalu muncul


ketika orang mempelajari matematika pada semua tingkatan pendidikan,
maka dipandang bahwa kemampuan representasi matematis meru-
pakan suatu komponen yang layak mendapat perhatian serius. De-
ngan demikian representasi matematis perlu mendapat penekanan dan
dimunculkan dalam proses pengajaran matematika di sekolah. Oleh
karena itu di dalam pembelajaran matematika, kemampuan mengungkap-
kan dan menyajikan kembali gagasan/ide matematis merupakan suatu
hal yang harus dilakukan oleh setiap orang yang sedang belajar mate-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

matika.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk


melakukan penelitian dengan judul Pemahaman Konsep Matematika
dan Representasi Matematika Dalam Pengajaran Matematika.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah cara guru dalam meya-
jikan ide-ide matematika melalui berbagai representasi untuk mem-
berikan pengaruh yang sangat besar terhadap pemahaman siswa dalam
mempelajari matematika. Siswa membutuhkan latihan dalam mem-
bangun representasinya sendiri sehingga memiliki kemampuan dan
pemahaman konsep yang kuat dan fleksibel yang dapat digunakan
dalam memecahkan masalah. Karena pemahaman konsep matema-
tika dan representasi dalam pengajaran matematika seperti kelancar-
an dalam melakukan translasi di antara berbagai bentuk representasi
berbeda, merupakan kemampuan mendasar yang perlu dimiliki siswa
untuk membangun konsep dan berpikir matematis.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengka-
ji secara kualitatif bentuk-bentuk representasi yang dikembangkan
oleh guru agar siswa memahami sangat pentingnya membangun rep-
resentasinya sendiri sehingga memiliki kemampuan dan pemahaman
konsep yang kuat dan fleksibel yang dapat digunakan dalam meme-
cahkan masalah serta kelancaran dalam melakukan translasi di antara
berbagai bentuk representasi berbeda untuk membangun konsep dan
berpikir matematis.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini hasil peneli-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9

tian ini dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lain dan atau
penelitian lanjutan dalam pengembangan bidang matematika, Peneli-
tian ini dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan ke-
mampuan representasi dalam pengajaran matematika serta memberikan
referensi mengenai pemahaman konsep algoritma sehingga dapat men-
jadi bahan masukan untuk memperbaiki cara mengajar serta mengem-
bangkan kreatifitas dalam melaksanakan proses pembelajaran dan da-
pat menjadi bahan masukan untuk melakukan inovasi pembelajaran
matematika serta peningkatan kualitas dan pengembangan sistem pem-
belajaran di sekolah dalam rangka pemahaman konsep algoritma dan
pengembangan representasi siswa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemahaman Konsep

2.1.1 Pengertian pemahaman konsep

Pemahaman diartikan dari kata understanding, derajat pemahaman


ditentukan oleh tingkat keterkaitan suatu gagasan, prosedur atau fakta
matematika dipahami secara menyeluruh jika hal-hal tersebut mem-
bentuk jaringan dengan keterkaitan yang tinggi. Dan konsep diar-
tikan sebagai ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan
sekumpulan objek (Depdiknas, 2003: 18).

Menurut Duffin dan Simpson (2000) pemahaman konsep sebagai


kemampuan siswa untuk:

1. Menjelaskan konsep, dapat diartikan siswa mampu untuk men-


gungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya.
Contohnya pada saat siswa belajar geometri pokok bahasan Ban-
gun Ruang Sisi Lengkung (BRSL) maka siswa mampu meny-
atakan ulang definisi dari tabung, unsur-unsur Tabung, definisi
kerucut dan unsur-unsur Kerucut, definisi bola. Jika siswa diberi
pertanyaan Sebutkan ciri khas dari BRLS?, maka siswa dapat
menjawab pertanyaan tersebut dengan benar.

2. Menggunakan konsep pada berbagai situasi yang berbeda, con-


tohnya dalam kehidupan sehari-hari jika seorang siswa berniat
untuk memberi temannya hadiah ulang tahun berupa celengan
kaleng yang telah dilapisi suatu bahan kain, kalengnya telah terse-
dia di rumah tetapi bahan kainnya harus dibeli. Siswa tersebut
harus memikirkan berapa meter bahan kain yang harus dibelinya?
Berapa uang yang harus dimiliki untuk membeli bahan kain? Un-
tuk memikirkan berapa bahan kain yang harus dibelinya berarti
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

10
11

siswa tersebut telah mengetahui konsep luas permukaan kaleng


yang akan dilapisinya dan konsep aritmatika sosial.

3. Mengembangkan beberapa akibat dari adanya suatu konsep, da-


pat diartikan bahwa siswa paham terhadap suatu konsep akibat-
nya siswa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan setiap
masalah dengan benar.

Sejalan dengan hal di atas (Depdiknas, 2003: 2) mengungkap-


kan bahwa, pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan atau
kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam bela-
jar matematika yaitu dengan menunjukkan pemahaman konsep mate-
matika yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat dalam pemecahan masalah.

Menurut NCTM (2000), untuk mencapai pemahaman yang bermak-


na maka pembelajaran matematika harus diarahkan pada pengem-
bangan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memaha-
mi bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehing-
ga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik
dalam konteks di luar matematika.

2.1.2 Pemahaman konsep matematis

Pemahaman konsep adalah salah satu aspek penilaian dalam pem-


belajaran. Penilaian pada aspek pemahaman konsep bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan siswa menerima dan memahami
konsep dasar matematika yang telah diterima siswa dalam pembela-
jaran. Jadi, pemahaman konsep sangat penting, karena dengan men-
guasai konsep akan memudahkan siswa dalam belajar matematika. De-
pdiknas menyatakan bahwa, pemahaman konsep merupakan salah satu
kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat terca-
pai dalam belajar matematika yaitu dengan menunjukan pemahaman
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12

konsep matematika yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar


konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, aku-
rat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Menurut Kilpatrick,
Swafford dan Findell (2001), pemahaman konsep (conceptual under-
standing) adalah kemampuan dalam memahami konsep, operasi dan
relasi dalam matematika. Menurut Anderson (2001), siswa dikatakan
memiliki kemampuan pemahaman matematis jika siswa tersebut mam-
pu mengkonstruksi makna dari pesan-pesan yang timbul dalam pen-
gajaran seperti komunikasi lisan, tulis, dan grafik. Siswa dikatakan
memahami suatu konsep matematis, antara lain ketika membangun
hubungan antara pengetahuan baru yang diperoleh dan pengetahuan
sebelumnya. Pemahaman terhadap suatu masalah merupakan bagian
dari pemecahan masalah.

Berkaitan dengan pentingnya pemahaman dalam matematika, Sumar-


mo (2002) juga mengatakan visi pengembangan pembelajaran mate-
matika untuk memenuhi kebutuhan masa kini yaitu pembelajaran ma-
tematika perlu diarahkan untuk pemahaman konsep dan prinsip mate-
matika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah mate-
matika, masalah dalam disiplin ilmu lain, dan masalah dalam kehidu-
pan sehari-hari. Namun demikian, hasil pembelajaran belum mampu
untuk memenuhi tututan kebutuhan tersebut. Berdasarkan uraian
diatas, disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematis adalah ke-
mampuan siswa dalam menemukan dan menjelaskan, menerjemahkan,
menafsirkan , dan menyimpulkan suatu konsep matematis berdasarkan
pembentukan sendiri, bukan hanya sekedar menghafal.

2.1.3 Indikator kemampuan pemahaman konsep matematis

Salah satu kecakapan dalam matematika yang penting dimiliki


oleh siswa adalah pemahaman konsep (conceptual understanding).
Untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis diper-
lukan alat ukur (indikator), hal tersebut sangat penting dan dapat di-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

jadikan pedoman yang tepat. Indikator yang tepat dan sesuai adalah
indikator dari berbagai sumber yang jelas, di antaranya:

1. Indikator pemahaman konsep menurut Permendikbud Nomor 58


Tahun 2014

(a) Menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari.

(b) Mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi tidaknya


persyaratan yang membentuk konsep tersebut.

(c) Mengidentifikasi sifat-sifat operasi atau konsep.

(d) Menerapkan konsep secara logis.

(e) Memberikan contoh atau contoh kontra.

(f) Menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk represen-


tasi matematis (tabel, grafik, diagram, gambar, sketsa, mo-
del matematika, atau cara lainnya).

(g) Mengaitkan berbagai konsep dalam matematika maupun dilu-


ar matematika.

(h) Mengembangkan syarat perlu dan atau syarat cukup suatu


konsep.

2. Indikator pemahaman konsep menurut Kurikulum 2006

(a) Menyatakan ulang sebuah konsep.

(b) Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai


dengan konsepnya).

(c) Memberikan contoh dan non-contoh dari konsep.

(d) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi ma-


tematis.

(e) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu kon-


sep,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

(f) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau


operasi tertentu.

(g) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

Berdasarkan indikator kemampuan pemahaman konsep dari berba-


gai sumber, Indikator pemahaman konsep matematis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah indikator pemahaman konsep berdasarkan
kurikulum 2006, berikut dijabarkan mengenai setiap indikator pema-
haman konsep matematis yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Menyatakan ulang sebuah konsep.


Indikator pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
indikator pemahaman konsep matematis yang mengukur kemam-
puan siswa dalam menyatakan ulang sebuah konsep dengan ba-
hasanya sendiri, yang berarti kemampuan siswa untuk meny-
atakan kembali konsep kesebangunan dan kekongruenan dengan
bahasanya sendiri.

2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai


dengan konsepnya.
Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai
dengan konsepnya adalah indikator kedua pemahaman konsep
matematis, salah satu yang diukur dalam penelitian ini adalah ke-
mampuan siswa dalam mengelompokan suatu masalah berdasarkan
sifat-sifat yang dimiliki yang terdapat pada materi kesebangunan
dan kekongruenan.

3. Memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep.


Indikator ketiga dalam penelitian ini adalah indikator yang me-
ngukur kemampuan siswa dalam membedakan mana yang terma-
suk contoh dan bukan contoh konsep kesebangunan dan kekon-
gruenan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matema-


tis.
Indikator keempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Menyajikan konsep dalam berbagai representasi matematis, yaitu
indikator yang mengukur kemampuan siswa dalam menyajikan
konsep operasi matematika pada variabel kedalam bentuk gam-
bar atau simbol secara berurutan yang bersifat matematis.

5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.


Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu kon-
sep adalah indikator kelima dalam penelitian ini, yang mengukur
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal sesuai dengan prose-
dur berdasarkan syarat cukup yang telah diketahui.

6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau op-


erasi tertentu.
Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau
operasi tertentu adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal dengan memilih dan memanfaatkan prosedur yang ditetap-
kan, indikator pemahaman konsep ini adalah indikator keenam
dalam penelitian ini.

7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masa-


lah.
Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masa-
lah adalah indikator ketujuh pemahaman konsep matematis yang
mengukur kemampuan siswa dalam mengaplikasikan suatu kon-
sep dalam pemecahan masalah berdasarkan langkah-langkah yang
benar.

2.1.4 Pemahaman konsep matematis untuk anak SD

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses


genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biolo-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16

gis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur


seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin
meningkat pula kemampuannya. Ketika individu berkembang menu-
ju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungan-
nya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif
didalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan
kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif.
Menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang
berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.

Perkembangan kognitif Piaget adalah pada tahap operasional konkret


usia 7- 11 tahun perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara
logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-
operasi yang dapat balik. Pemikiran tidak lagi sentarsi tetapi desen-
trasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosen-
trisan. Pemahaman merupakan kemampuan dalam menjelaskan dan
mengeartikan suatu konsep. Konsep-konsep pada kurikulum mate-
matika SD dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu penanaman
konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep dan pembi-
naan keterampilan, penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu pembela-


jaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum per-
nah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui kon-
sep ini dari sis kurikulum yang dicirikan dengan kata ”menge-
nal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jem-
batan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif
siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abs-
trak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau
alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu ke-
mampuan pola pikir siswa.

2. Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penana-


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17

man konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu


konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua penger-
tian, pertama merupakan kelanjutan dari pembelajaran penana-
man konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembela-
jaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbe-
da, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep.
Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah
disampaikan pada pertemuan sebelumnya, disemester atau kelas
sebelumnya.

3. Pembinaan keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penana-


man konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan
keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggu-
nakan berbagai konsep matematika. Seperti halnya pada pema-
haman konsep, pembinaan keterampilan juga terdiri dari dua
pengertian, pertama merupakan kelanjutan dari pembelajaran
penanaman konsep dan pemahaman konsep dalam satu perte-
muan. Sedangkan kedua, pembelajaran pembinaan keterampilan
dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tapi masih merupakan
lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada perte-
muan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap su-
dah disampaikan pada pertemuan sebelumnya di semster atau
kelas sebelumnya.

Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan an-


tara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan
diajarkan, karena setiap konsep berkaitan dengan konsep yang lain,
dan suatu konsep menjadi prasyarat bagi konsep yang lain. Oleh kare-
na itu, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melaku-
kan keterkaitan tersebut. Berdasarkan pada dimensi keterkaitan an-
tara konsep dalam teori belajar ausubel belajar dapat diklasifikasikan
dalam dua dimensi. Pertama, berhubungan dengancarainformasi atau
konsep pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18

penemuan. Kedua, menyangkut cara bagaimana siswa dapat men-


gaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada (telah
dimiliki dan diingat siswa tersebut). Belajar matematika merupakan
suatu proses yang terkait dengan ide-ide, gagasan, aturan atau hubun-
gan yang diatur secara logis, sehingga dalam belajar matematika harus
mencapai pemahaman, karena pemahaman merupakan kemampuan
untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari.

Kemampuan pemahaman matematik adalah salah satu tujuan


penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-
materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, na-
mun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti
akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan
pembelajaran matematika di sekolah merupakan proses komunikasi,
yaitu proses penyampaian pesan (messages) yaitu materi dari sum-
ber (resource), yaitu guru atau buku kepala penerima (receiver) yaitu
peserta didik melalui saluran atau media (channel) tertentu.

Pemahaman konsep matematika juga merupakan salah satu tu-


juan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru meru-
pakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan pa-
da aspek penalaran bahwa materi matematika dan penalaran matema-
tika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi mate-
matika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami dan di-
latihkan melalui belajar materi matematika. Siswa dapat berfikir dan
menalar suatu persoalan matematika apabila telah dapat memahami
persoalan matematika tersebut. Suatu cara pandang siswa tentang
persoalan matematika ikut mempengaruhi pola fikir tentang penyele-
saian yang akan dilakukan. Indikator dari kemampuan pembelajaran
matematika meliputi mengenal, memahami, dan menerapkan konsep,
prosedur, prinsip, dan ide matematika. Penarikan kesimpulan bahwa
pemahaman konsep adalah aspek kunci dari pembelajaran, salah satu
tujuan pengajaran yang penting adalah membantu siswa memahami
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19

konsep utama dalam suatu subjek, bukan hanya mengingat fakta-fakta


yang terpisah-pisah. Pemahaman konsep akan berkembang apabila gu-
ru dapat mengeksplorasi topik secara mendalam dan memberi mereka
contoh yang tepat dan menarik dari suatu konsep.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

2.1.5 Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembela-
jaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengertian kuri-
kulum ini dapat dijabarkan menjadi seperangkat rencana; pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran; pengaturan cara yang di-
gunakan; pedoman kegiatan pembelajaran.

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia In-


donesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan war-
ga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif ser-
ta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia.

Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan tematik in-


tegratif, pendekatan scientific, dan juga penilaian auntentik. Tematik
integrative merupakan penggabungan dari beberapa mata pelajaran ke
dalam satu tema, pendekatan scientific merupakan pendekatan melalui
menanya, mencoba dan menalar, sedangkan penilaian autentik meru-
pakan penilaian yang mengukur semua kompetensi sikap, keterampi-
lan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.

Implementasi kurikulum adalah penerapan atau pelaksanaan pro-


gram kurikulum yang telah dikembangkan dalam tahap sebelumnya,
kemudian diujicobakan dengan pelaksanaan dan pengelolaan, sam-
bil senantiasa dilakukan penyesuaian terhadap situasi lapangan dan
karakteristik peserta didik, baik pengembangan intelektual, emosion-
al serta fisiknya.

1. Merancang pembelajaran efektif.


Merancang pembelajaran yang efektif meliputi pemanasan atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21

apersepsi, eksplorasi, konsolidasi pembelajaran, pembentukan sikap,


kompetensi dan karakter, serta penilaian. Perencanaan pem-
belajaran dirancang dalam bentuk silabus dan Rencana Pelak-
sanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu Standar Isi. Peren-
canaan pembelajaran juga meliputi penyusunan rencana pelak-
sanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar,
perangkat penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran.

2. Mengorganisasikan pembelajaran.
Implementasi kurikulum 2013 menuntut guru untuk mengorgan-
isaaikan pembelajaran secara efektif. Hal yang perlu diperhatikan
antaralain. Pengadaan dan pembinaan tenaga ahli, pendayagu-
naan lingkungan sebagai sumber belajar, dan pengembangan dan
penataan kebijakan sekolah.

3. Melaksanakan pembelajaran.
Pada umumnya, kegiatan pembelajaran mencakup kegiatan awal,
kegiatan inti, serta kegiatan akhir.

(a) Kegiatan awal atau pembukaan.


Kegiatan awal mencakup pembinaan keakraban dan pretes.
Pembinaan keakraban perlu dilakukan untuk menciptakan
iklim pembelajaran yang kondusif. Setelah pembinaan keakra-
ban, kegiatan dilakukan dengan pretes. Pretes berguna un-
tuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, menge-
tahui tingkat kemajuan peserta didik, serta mengetahui ke-
mampuan awal peserta didik.

(b) Kegiatan inti.


Kegiatan inti pembelajaran antaralain mencakup penyampa-
ian informasi, membahas materi standar untuk membentuk
kompetensi dan karakter peserta didik. Dalam pelaksanaan
pembelajaran ini peserta didik dibantu oleh guru melibatkan
diri dalam proses pembelajaran.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22

(c) Kegiatan penutup.


Kegiatan penutup dapat dilakukan dengan memberikan tu-
gas dan post test. Tugas yang diberikan merupakan tindak
lanjut dari pembelajaran inti. Tugas ini bisa merupakan pen-
gayaan dan remedial terhadap kegiatan inti pembelajaran
atau pembentukan kompetensi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Fungsi post test antara lain, untuk mengetahui tingkat pen-


guasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah di-
tentukan, sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan
terhadap komponen-komponen modul.

4. Menetapkan kriteria keberhasilan Keberhasilan implementasi ku-


rikulum 2013 dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi
proses, pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan berhasil
dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian be-
sar (75%) peserta didik telibat secara aktif dalam proses pem-
belajaran. Dari segi hasil, dikatakan berhasil apabila terjadi pe-
rubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik.

2.1.6 Kerangka kualifikasi Nasional Indonesia

Secara konseptual, setiap jenjang kualifikasi dalam KKNI disusun


oleh enam parameter utama yaitu (a) Ilmu pengetahuan (science), (b)
pengetahuan (knowledge), (c) pengetahuan prakatis (know-how), (d)
keterampilan (skill), (e) afeksi (affection) dan (f) kompetensi (com-
petency). Keenam parameter yang terkandung dalam masing-masing
jenjang disusun dalam bentuk deskripsi yang disebut Deskriptor Kua-
lifikasi. Dengan demikian ke-9 jenjang kualifikasi dalam KKNI memu-
at deskriptor-deskriptor yang menjelaskan kemampuan di bidang ker-
ja, lingkup kerja berdasarkan pengetahuan yang dikuasai dan kemam-
puan manjerial.

Uraian tentang parameter pembentuk setiap Deskriptor KKNI


adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan di bidang kerja. Komponen ini menjelaskan kemam-


puan seseorang yang sesuai dengan bidang kerja terkait, mampu
menggunakan metode/cara yang sesuai dan mencapai hasil de-
ngan tingkat mutu yang sesuai dan memahami kondisi atau stan-
dar proses pelaksanaan pekerjaan tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24

2. Lingkup kerja berdasarkan pengetahuan yang dikuasai, dimak-


sudkan bahwa descriptor kualifikasi harus menjelaskan cabang
keilmuan yang dikuasai seseorang dan mampu mendemonstrasikan
kemampuan berdasarkan cabang ilmu yang dikuasainya tersebut.

3. Kemampuan manajerial, menunjukkan bahwa deskriptor kuali-


fikasi harus menjelaskan lingkup tanggung jawab seseorang dan
standar sikap yang dimilikinya untuk melaksanakan pekerjaan di
bawah tanggung jawabnya tersebut.

Penjenjangan dalam KKNI memiliki karakteristik, dimana dalam se-


tiap deskriptor KKNI untuk pada jenjang kualifikasi yang sama dapat
mengandung atau terdiri dari komposisi unsur-unsur keilmuan (sci-
ence), pengetahuan (knowledge), pemahaman (know-how atau under-
standing) dan keterampilan (skill) yang bervariasi satu dengan yang
lain. Hal ini berarti pula bahwa setiap capaian pembelajaran suatu
pendidikan dapat memiliki kandungan keterampilan (skill) yang lebih
menonjol dibandingkan dengan keilmuan-nya (science), akan tetapi
diberikan pengakuan penjenjangan kualifikasi yang setara. Karakter-
istik lainnya adalah jenjang kualifikasi yang semakin tinggi akan memi-
liki deskriptor KKNI yang semakin berkarakter keilmuan (science),
sedangkan semakin rendah suatu kualifikasi akan semakin menekankan
pada penguasaan keterampilan (skill).

2.2 Representasi

2.2.1 Pengertian representasi

Representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situ-


asi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi. Sebagai con-
toh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, gambar,
kata-kata, atau simbol matematika (Jones dan Knuth, 1991). Dalam
NCTM (2000) Muhamad Sabirin dinyatakan bahwa representasi meru-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

pakan cara yang digunakan seseorang untuk mengkomunikasikan jawa-


ban atau gagasan matematik yang bersangkutan.

Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-


ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematika yang dita-
mpilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari masa-
lah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000: 67). Menurut Pape dan
Tchoshanov (dalam Luitel, 2001) ada empat gagasan yang digunakan
dalam memahami konsep representasi, yaitu:

1. Representasi dapat dipandang sebagai abstraksi internal dari ide-


ide matematika atau skemata kognitif yang dibangun oleh siswa
melalui pengalaman;

2. Sebagai reproduksi mental dari keadaan mental yang sebelumnya;

3. Sebagai sajian secara struktur melalui gambar, simbol ataupun


lambang;

4. Sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang mewakili sesuatu yang


lain.

2.2.2 Representasi matematis dalam pengajaran matematika

Representasi sangat berperan dalam upaya mengembangkan dan


mengoptimalkan kemampuan matematika siswa. NCTM dalam Prin-
ciple and Standars for School Mathematics (Standars, 2000) mencan-
tumkan representasi (representation) sebagai standar proses kelima
setelah problem solving, reasoning, communication, and connection.
Menurut Jones (2000) beberapa alasan penting yang mendasarinya
adalah sebagai berikut:

1. Kelancaran dalam melakukan translasi di antara berbagai ben-


tuk representasi berbeda, merupakan kemampuan mendasar yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

perlu dimiliki siswa untuk membangun konsep dan berpikir ma-


tematis.

2. Cara guru dalam meyajikan ide-ide matematika melalui berba-


gai representasi akan memberikan pengaruh yang sangat besar
terhadap pemahaman siswa dalam mempelajari matematika.

3. Siswa membutuhkan latihan dalam membangun representasinya


sendiri sehingga memiliki kemampuan dan pemahaman konsep
yang kuat dan fleksibel yang dapat digunakan dalam memecahkan
masalah.

Sebagai salah satu standar proses maka NCTM (2000) menetapkan


standar representasi yang diharapkan dapat dikuasai siswa selama
pembelajaran di sekolah yaitu:

1. Membuat dan menggunakan representasi untuk mengenal, men-


catat atau merekam, dan mengkomunikasikan ide-ide matemati-
ka; representasi dalam pembelajaran matematika

2. Memilih, menerapkan, dan melakukan translasi antar represen-


tasi matematis untuk memecahkan masalah;

3. Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpre-


tasikan fenomena fisik, sosial, dan fenomena matematika.

Ketika siswa dihadapkan pada suatu situasi masalah matematika


dalam pembelajaran di kelas, siawa akan berusaha memahami ma-
salah tersebut dan menyelesaikannya dengan cara-cara yang mereka
ketahui. Cara-cara tersebut sangat terkait dengan pengetahuan se-
belumnya yang sudah ada yang berhubungan dengan masalah yang
disajikan. Salah satu bagian dari upaya yang dapat dilakukan siswa
adalah dengan membuat model atau representasi dari masalah terse-
but.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27

Model atau representasi yang di buat bisa bermacam-macam ter-


gantung pada kemampuan masing-masing individu dalam menginter-
pretasikan masalah yang ada. Pembelajaran matematika di kelas hen-
daknya memberikan kesempatan yang cukup bagi siswa untuk da-
pat melatih dan mengembangkan kemampuan representasi matema-
tis sebagai bagian yang penting dalam pemecahan masalah. Masalah
yang disajikan disesuaikan dengan isi dan kedalaman materi pada jen-
jang masing-masing dengan memperhatikan pengetahuan awal atau
prasyarat yang dimiliki siswa.

Representasi adalah konfigurasi (bentuk atau susunan) yang da-


pat menggambarkan, mewakili, atau melambangkan sesuatu dalam su-
atu cara. Contohnya, suatu kata dapat menggambarkan suatu objek
kehidupan atau suatu angka dapat mewakili posisi dalam garis bilan-
gan (Goldin, 2002).

NCTM (1989) menjelaskan bahwa representasi merupakan translasi


suatu masalah atau ide dalam bentuk baru, termasuk didalamnya dari
gambar atau model fisik kedalam bentuk symbol, kata-kata atau kali-
mat. Representasi juga digunakan dalam mentranslasikan atau men-
ganalisis suatu masalah verbal menjadi lebih jelas. Pengertian terse-
but mengandung makna bahwa a) representasi melibatkan penerjema-
haman masalah atau ide-ide dalam bentuk baru, b) representasi ju-
ga termasuk pengubahan diagram atau model fisik ke dalam simbol-
simbol atau kata-kata, dan c) proses representasi dapat digunakan juga
dalam menerjemahkan atau menganalisis suatu masalah sehingga lebih
jelas maknanya.

Hwang, et al., (2007) menyatakan bahwa representasi dibedakan


dari konteks. Terdapat representasi eksternal (real word) dan repre-
sentasi internal (mind). Dalam psikologi, representasi dimaksudkan
sebagai proses pemodelan secara kongkrit sesuatu dalam dunia nyata
kedalam konsep abstrak atau simbol. Jonassen (Hwang, et al., 2007)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

menginterpretasikan model mental sebagai suatu representasi yang


kompleks yang termasuk didalamnya komponen-komponen metapho-
ra, visual-spatial, dan pengetahuan yang terstruktur. Dalam Psikologi
matematik, representasi diartikan sebagai deskripsi pengaitan antara
objek dan simbol.

Seperti dijelaskan di atas bahwa representasi merupakan dasar


atau pondasi bagaimana seorang siswa dapat memahami dan meng-
gunakan ide-ide matematika. Representasi berkaitan dengan dua hal,
yakni proses dan produk. Dengan kata lain, representasi berguna un-
tuk mencerna/menangkap suatu konsep atau pengaitan dalam berba-
gai bentuk matematika. Misalnya, siswa yang ingin menuliskan usianya
tiga tahun setengah mungkin menuliskannya dalam bentuk berikut:

1
Gambar 2.1 Respresentasi seorang anak tentang 3 (NCTM, 2000)
2

Representasi pada hakekatnya bukan menunjukkan kepada pro-


duk atau hasil yang terwujud dalam bentuk konstruksi baru, tetapi
juga proses berfikir yang dilakukan dalam menangkap dan memaha-
mi konsep, operasi, dan hubungan-hubungan matematik dari suatu
konfigurasi. Dengan kata lain representasi berlangsung dalam dua
tahap, yakni internal dan eksternal. Representasi internal didefin-
isikan sebagai proses berfikir tentang ide-ide matematik yang memung-
kinkan fikiran seseorang bekerja atas ide tersebut. Sedangkan repre-
sentasi eksternal adalah perwujudan untuk menggambarkan apa-apa
yang dikerjakan secara internal. Siswa harus memahami bahwa rep-
resentasi tulisan ide matematika merupakan suatu bagian yang esen-
sial dari pembelajaran dan aktivitas matematika. Dengan demikian,
dari bentuk representasi yang dikonstruksinya siswa akan memperoleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29

layanan belajar matematika secara bermakna, serta dimungkinkan


mampu mengkomunikasikan ide-ide matematikanya terhadap orang
lain.

Representasi dikontruksi siswa ketika menyelesaikan masalah dan


menginvestigasi ide-ide matematika merupakan kebiasaan yang pent-
ing dalam membantu siswa memahami dan menyelesaikan masalah,
serta menyediakan cara yang bermakna untuk menuliskan metode
penyelesaian dan menggambarkan metode untuk yang lain. Selain
itu, guru akan memperoleh wawasan yang bernilai dari cara yang di-
lakukan siswa melalui interpretasi dan pikiran tentang matematika
sebagaimana pandangan representasinya. Hal tersebut menjadi jem-
batan dari representasi personal siswa ke representasi yang lainnya.
Ini akan memberikan kesempatan pada siswa tidak hanya mempelajari
bentuk representasi formal (simbolik) tetapi juga menemukan peng-
halusan (refinement), serta menggunakan representasinya sendiri se-
bagai alat untuk mendorong mempelajari dan beraktitivitas matema-
tika.

Secara umum bentuk representasi yang mungkin dibangun dari


suatu masalah adalah sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Tabel 2.1 Bentuk-bentuk representasi dan operasionalnya

Representasi Bentuk Operasional


Visual dalam bentuk: 1. Menyajikan kembali data atau informasi dari
1. Gambar
representasi ke dalam bentuk tabel, diagram,
2. Tabel grafik, dan lain-lain.
2. Menggunakan representasi visual.
3. Membuat gambar pola geometri.
4. Memperjelas bangun geometri.
Ekspresi matematika atau 1. Membuat persamaan matematika atau model
persamaan matematika matematika dari representasi ke representasi
lain.
2. Membuat konjektur dari pola yang ditemukan.
3. Menyelesaikan masalah melalui persamaan ma-
tematika.
Deskripsi atau pernyataan 1. Membuat situasi masalah dari masalah yang
diberikan.
2. Menuliskan interpretasi dari representasi.
3. Menuliskan solusi masalah melalui kalimat se-
cara tertulis.
4. Menggunakan langkah-langkah penyelesaian
matematika dengan kata-kata.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DAN REPRESENTASI


MATEMATIKA

Representasi sangat berperan dalam upaya mengembangkan dan men-


goptimalkan kemampuan matematika siswa. Kelancaran dalam mela-
kukan translasi di antara berbagai bentuk representasi berbeda, meru-
pakan kemampuan mendasar yang perlu dimiliki siswa untuk mem-
bangun konsep dan berpikir matematis. Cara guru dalam meyajikan
ide-ide matematika melalui berbagai representasi akan memberikan
pengaruh yang sangat besar terhadap pemahaman siswa dalam mem-
pelajari matematika. Siswa membutuhkan latihan dalam memban-
gun representasinya sendiri sehingga memiliki kemampuan dan pema-
haman konsep yang kuat dan fleksibel yang dapat digunakan dalam
memecahkan masalah.

Representasi sudah merupakan bagian dari standar isi, khusus-


nya dalam aljabar yang berkaitan dengan rumus-rumus dan fungsi
yang dideskripsikan sebagai standar bahwa siswa dapat menggunakan
model-model matematika dan menganalisis perubahan dalam konteks
real dan abstrak. Representasi adalah hanya bagian dari proses pemec-
ahan masalah dan hal ini sudah tercakup dalam standar pemahaman
konsep matematis. Selain itu kelebihan dari representasi sebagai stan-
dar proses tidak begitu penting. Standar proses dari pemahaman
konsep, komunikasi, penalaran dan koneksi semua memuat standar
isi yang tidak dibatasi dalam representasinya. Representasi sebagai
bagian dari perkembangan kognitif tidak memberikan jaminan memi-
liki peranan yang menonjol dalam sajian masalah matematika.

Standar representasi yang diharapkan dapat dikuasai siswa sela-


ma pembelajaran di sekolah yaitu membuat dan menggunakan rep-
resentasi untuk mengenal, mencatat atau merekam, dan mengkomu-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

31
32

nikasikan ide-ide matematika. Memilih, menerapkan, dan melakukan


translasi antar representasi matematis untuk memecahkan masalah
kemudian menggunakan representasi untuk memodelkan dan mengin-
terpretasikan fenomena fisik, sosial, dan fenomena matematika.

Pemahaman konsep matematika adalah kemampuan siswa untuk


menerangkan suatu hal secara mendalam tentang suatu konsep dan
siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya, bukan
hanya sekedar menghafal. Ketika siswa dihadapkan pada suatu situ-
asi masalah pemahaman konsep matematis dalam pembelajaran di
kelas, mereka akan berusaha memahami masalah tersebut dan menye-
lesaikannya dengan cara-cara yang mereka ketahui. Cara-cara terse-
but sangat terkait dengan pengetahuan sebelumnya yang sudah ada
yang berhubungan dengan masalah yang disajikan. Salah satu bagian
dari upaya yang dapat dilakukan siswa adalah dengan membuat model
atau representasi dari masalah tersebut. Model atau representasi yang
di buat bisa bermacam-macam tergantung pada kemampuan masing-
masing individu dalam menginterpretasikan masalah yang ada.

Pembelajaran matematika di kelas hendaknya memberikan ke-


sempatan yang cukup bagi siswa untuk dapat melatih dan mengem-
bangkan kemampuan representasi matematis sebagai bagian yang pent-
ing dalam pemecahan masalah. Masalah yang disajikan disesuaikan
dengan isi dan kedalaman materi pada jenjang masing-masing dengan
memperhatikan pengetahuan awal atau prasyarat yang dimiliki siswa.
Seseorang perlu memahami lebih dahulu konsep prasyarat suatu ma-
teri pembelajaran, tanpa memahami konsep prasyarat tersebut tidak
mungkin orang itu memahami konsep barunya dengan baik. Untuk
mendukung hal tersebut, materi matematika harus dikemas dan dio-
lah sedemikan rupa menyenangkan dan dapat dimengerti oleh peserta
didik.

Gambaran umum tentang berbagai hal yang berkaitan dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

pengertian masalah, proses pembelajaran pemahaman konsep mate-


matis, rambu-rambu bagaimana membelajarkan pemahaman konsep
matematis di bidang matematika, serta representasi matematika yaitu
memahami masalahnya, Merencanakan cara penyelesaian, melaksanakan
rencana dan melihat kembali penyelesaian masalahnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4

HASIL PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemahaman konsep matematika dalam pengajaran matematika

Pembelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemam-


puan menghitung, mengukur, menurunkan rumus, dan menggunakan
rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Se-
hingga melalui kegiatan belajar matematika murid dapat mengem-
bangkan kemampuan untuk menemukan, memeriksa, menggunakan
dan dapat membuat generalisasi. Oleh karena itu pemahaman konsep
harus benar-benar diperhatikan oleh guru serta penggunaannya.

Pemahaman Konsep matematis menunjuk kepada pemahaman


dasar. Siswa mengembangkan suatu konsep ketika siswa mampu mengk-
lasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika siswa da-
pat mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu.
Sebagai contoh, anak mengenal konsep segitiga sebagai suatu bidang
yang dikelilingi oleh tiga garis lurus. Pemahaman anak tentang konsep
segitiga dapat dilihat pada saat anak mampu membedakan berbagai
bentuk geometri lain dari segitiga. Contoh lain adalah ketika anak
menghitung perkalian 2 × 10 = 20, 3 × 10 = 30, dan 4 × 10 = 40, anak
memahami konsep perkalian 10, yakni bilangan tersebut diikuti de-
ngan 0. Jika konsep menunjuk kepada pemahaman dasar, maka kete-
rampilan menunjuk pada sesuatu yang dilakukan seseorang. Sebagai
contoh, proses menggunakan operasi dasar dalam penjumlahan, pen-
gurangan, perkalian dan pembagian adalah suatu jenis ketrampilan
matematika. Suatu ketrampilan dapat dilihat dari kinerja anak secara
baik atau kurang baik, secara cepat atau lambat, secara mudah atau
amat sukar. Keterampilan cenderung berkembang dan dapat diting-
katkan melalui latihan.

Pemecahan masalah adalah aplikasi dari pemahaman konsep. Dalam


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

34
35

pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep


dan representasi dalam situasi baru atau situasi yang berbeda. Se-
bagai contoh, pada saat siswa diminta untuk mengukur luas selem-
bar papan, beberapa konsep dan representasi ikut terlibat. Beberapa
konsep yang terlibat antara lain bujursangkar, garis sejajar, dan sisi
dan beberapa representasi yang terlibat adalah representasi mengu-
kur, menjumlahkan dan mengalikan.

4.2 Kesulitan Pemahaman Konsep Matematis Siswa dalam Pembela-


jaran Matematika

Pemahaman atau komprehensi adalah tingkat kemampuan yang


mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta
fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini siswa bukan hanya hafal secara
verbalistis, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang
ditanyakan.

Agar dapat membantu anak dalam meningkatkan pemahaman


konsep belajar matematika, guru perlu mengenal berbagai kesalahan
umum yang dilakukan oleh anak dalam menyelesaiakan tugas-tugas
dalam bidang studi matematika. Dalam hal ini, akan dikemukakan
beberapa kekeliruan yang berkaitan dengan penjumlahan, penguran-
gan, dan perkalian pada siswa Sekolah Dasar kelas rendah. Adapun
beberapa kekeliruan tersebut adalah kekurangan pemahaman tentang
simbol, nilai tempat, perhitungan, penggunaan proses yang keliru dan
tulisan yang tidak terbaca.

1. Kekurangan pemahaman tentang simbol, anak-anak umumnya


tidak terlalu banyak mengalami kesulitan jika kepada siswa diberi
soal-soal seperti:
4 + 3 = . . . ; atau 8 − 5 = . . ., akan tetapi akan merasa kesulitan
jika dihadapkan pada soal-soal seperti : 4 + . . . = 7 ; 8 = . . . + 5
; . . . + 3 = 6 ; . . . − 4 = 7 ; atau 8 − . . . = 5. Kesulitan semacam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36

ini, umumnya karena anak tidak memahami simbol seperti sama


dengan (=), tidak sama dengan (6=), tambah (+), kurang (−),
dan sebagainya. Maka agar anak dapat menyelesaikan persoalan
matematika, siswa harus lebih dahulu memahami simbol-simbol
tersebut.

2. Nilai tempat, ada anak yang belum memahami nilai tempat seper-
ti satuan, puluhan, ratusan dan seterusnya. Ketidak-pahaman
tentang nilai tempat akan semakin mempersulit anak jika kepada
siswa dihadapkan lambang bilangan basis bukan sepuluh. Oleh
karena itu, banyak yang menyarankan agar pelajaran matema-
tika di SD lebih menekankan pada aritmatika atau berhitung
yang dapat digunakan secara langsung dalam kehidupan sehari-
hari. Ketidakpahaman terhadap nilai tempat banyak diperli-
hatkan oleh anak-anak seperti berikut:

75 15
27 13
— – — –
58 18

Anak yang mengalami kekeliruan semacam itu dapat juga karena


lupa cara menghitung persoalan pengurangan atau penjumlahan
tersusun ke bawah sehingga kepada anak tidak hanya cukup di-
ajak memahami nilai tempat tetapi juga diberikan latihan yang
cukup.

3. Penggunaan proses yang keliru.


Kekeliruan dalam penggunaan proses perhitungan dapat dilihat
pada contoh berikut ini:

(a) Mempertukarkan simbol-simbol


6 15
27 3
— × — ×
8 18
(b) Jumlah satuan dan puluhan ditulis tanpa memperdulikan ni-
lai tempat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

83 66
67 29
—— + —— +
1410 815
(c) Semua digit ditambahkan bersama (algoritma yang keliru
dan tidak memperhatikan nilai tempat).
67 58
32 12
— – — –
14 16
(d) Digit ditambahkan dari kiri ke kanan dan tidak memper-
hatikan nilai tempat.
21 37
476 753
851 693
—— + —— +
148 1113
(e) Dalam menjumlahkan puluhan digabung dengan satuan.
68 73
8 9
— + — +
166 172
(f) Bilangan yang besar dikurangi bilangan yang kecil tanpa
memperhatikan nilai tempat.
627 761
486 489
— – — –
261 328
(g) Bilangan yang telah dipinjam nilainya tetap.
532 423
147 366
—— – —— –
495 167
4. Perhitungan, ada anak yang belum mengenal dengan baik konsep
perkalian, tetapi mencoba menghafal perkalian tersebut. Hal ini
dapat menimbulkan kekeliruan jika hafalannya salah. Kesalahan
tersebut umumnya tampak sebagai berikut:

6 8
8 7
— × — ×
46 54

Daftar perkalian mungkin dapat membantu memperbaiki keke-


liruan anak jika anak telah memahami konsep perkalian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

5. Tulisan yang tidak dapat dibaca, ada anak yang tidak dapat mem-
baca tulisannya sendiri, karena bentuk-bentuk hurufnya tidak
tepat atau tidak lurus mengikuti garis. Akibatnya, anak banyak
mengalami kekeliruan karena tidak mampu membaca tulisannya
sendiri.

4.3 Upaya-upaya untuk Mengatasi Kesulitan Belajar Matematika

Kekeliruan-kekeliruan pada konsep dasar matematika akan menye-


babkan anak kesulitan dalam mempelajari konsep berikutnya, sehing-
ga akan sulit pula dalam mempelajari pelajaran matematika khusus-
nya pada pokok bahasan penjumlahan, pengurangan, pembagian dan
perkalian. Hal ini sesuai dengan teori belajar Gagne yang berpendap-
at bahwa anak hanya akan dapat menyelesaikan suatu tugas, jika dia
menguasai subtugas-subtugas sebelumnya yang menjadi prasyarat un-
tuk menyelesaikan tugas tersebut. Maka perlu adanya upaya oleh guru
dalam mengatasi kesulitan tersebut. Diantara upaya yang dilakukan
adalah: Pertama, guru sebaiknya perlu memperhatikan berbagai prin-
sip dalam pengajaran matematika. Kedua, Guru perlu menyediakan
berbagai aktivitas dalam pembelajaran matematika, sehingga penekanan-
nya tidak pada menghafal.

4.3.1 Berbagai prinsip pengajaran matematika

Ada beberapa prinsip dalam belajar matematika yang tidak hanya


berlaku dalam pengajaran matematika.

1. Perlunya menyiapkan anak untuk belajar matematika


Salah satu kesulitan dalam pembelajaran matematika disebabkan
oleh kurangnya kesiapan anak untuk mempelajari bidang studi
matematika. Diperlukan banyak waktu dan tenaga untuk mem-
bangun kesiapan belajar anak, agar anak tidak mengalami banyak
masalah dalam bidang matematika. Adapun contoh berbagai
bentuk kegiatan belajar yang merupakan landasan bagi anak dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39

belajar matematika, yaitu:

(a) Mengelompokkan benda-benda berdasarkan sifatnya;

(b) Mengenal jumlah anggota kelompok benda;

(c) Menghitung benda-benda;

(d) Memberi nama angka yang muncul setelah angka tertentu


misalnya angka; berapa yang muncul setelah angka 6?;

(e) Menulis angka dari 0 hingga 10 dalam urutan yang benar;

(f) Mengukur dan membelah;

(g) Mengurutkan benda dari yang terbesar ke yang terkecil, yang


panjang ke yang pendek;

(h) Menyusun bagian-bagian menjadi keseluruhan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

2. Mulai dari yang konkret ke yang abstrak


Siswa dapat memahami konsep-konsep dalam matematika dengan
baik jika pengajaran dimulai dari yang konkret ke yang abstrak.
Guru hendaknya merancang tiga tahapan belajar : 1. Konkret,
2. Representasi dan 3. Abstrak. Pada tahapan konkret, siswa
memanipulasi berbagai objek nyata dalam belajar ketrampilan.
Sebagai contoh, pada tahap konkret, siswa harus melihat, mera-
ba, dan memindahkan 2 balok dan 3 balok untuk belajar bahwa
jumlah siswa 5 balok. Pada tahap representasi, suatu gambar
dapat mewakili objek yang nyata. Sebagai contoh:
0000 + 000 = 7
Pada tahap abstrak, angka akhirnya menggantikan gambar atau
symbol grafis, sebagai contoh :
4+3=7

3. Penyediaan kesempatan kepada anak untuk berlatih dan mengu-


lang
Jika siswa dituntut untuk mengaplikasikan berbagai konsep se-
cara hampir otomatis, maka siswa memerlukan banyak latihan
dan ulangan. Ada banyak cara untuk menyediakan latihan dan
guru hendaknya menggunakan metode yang bervariasi.

4. Generalisasi ke dalam situasi baru


Siswa hendaknya memperoleh kesempatan yang cukup untuk meng-
generalisasikan ketrampilan siswa dalam banyak situasi. Sebagai
contoh, siswa dapat berlatih komputasi dengan banyak soal ceri-
ta yang diciptakan oleh guru atau siswa itu sendiri. Tujuannya
adalah untuk memperoleh ketrampilan dalam mengenal dan men-
gaplikasikan operasi-operasi komputasional terhadap situasi baru
yang berbeda-beda.

5. Bertolak dari kekuatan dan kelemahan siswa.


Sebelum membuat keputusan tentang teknik yang akan digu-
nakan untuk mengajar siswa, guru harus memahami kemampuan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41

dan ketidakmampuan siswa, termasuk penguasaan matematika


dan operasi-operasi yang dilakukan oleh siswa. Untuk memaha-
mi kemampuan dan ketidakmampuan siswa, ada beberapa per-
tanyaan yang harus di jawab oleh guru, yaitu:

(a) Bagaimana ketidakmampuan siswa mempengaruhi belajar


matematika?

(b) Sejauhmana diperlukan kembali ke belakang untuk memben-


tuk suatu fondasi yang kokoh dalam belajar matematika?

(c) Dengan menyadari kemampuan dan ketidakmampuan terse-


but, teknik, pendekatan, dan bahan belajar apa yang akan
digunakan?

(d) Apakah siswa mampu memahami makna bilangan yang diu-


capkan?

(e) Dapatkah siswa membaca dan menulis angka?

(f) Dapatkah anak melakukan operasi-operasi dasar?

(g) Dapatkah anak menentukan mana yang lebih besar dan mana
yang lebih kecil?

(h) Sampai sejauh mana kemampuan berbahasa siswa menim-


bulkan kesulitan belajar matematika?

(i) Apakah ada problema memori dan perhatian yang mencam-


puri belajar matematika. Berbagai pertanyaan dapat diteruskan
sebagai upaya untuk memahami kemampuan dan ketidak-
mampuan siswa.

6. Perlunya membangun fondasi yang kuat tentang konsep dan ke-


trampila matematika.
Belajar matematika harus dibangun berdasarkan fondasi konsep
dan ketrampilan. Fondasi yang kokoh tersebut dapat diperoleh
jika guru:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

(a) Menekankan pembelajaran matematika lebih pada pembe-


rian jawaban atas berbagai persoalan dari pada menghafal
tanpa pemahaman.

(b) Memberikan kesempatan yang cukup kepada siswa untuk


melakukan generalisasi ke berbagai macam aplikasi dan pe-
ngalaman dengan berbagai cara memecahkan masalah dari
apa saja yang dipelajari.

(c) Mengajarkan matematika secara koheren, yang mengaitkan


antara topik yang satu dengan topik yang lain.

(d) Menyajikan pembelajarn yang seksama sehingga siswa mem-


peroleh latihan yang diperlukan, dan

(e) Menggunakan program yang sistematis yang memungkinkan


konsep dan ketrampilan yang akan diajarkan berdiri di atas
konsep dan ketrampilan yang telah dikuasai dengan baik.

7. Penyediaan program matematika yang seimbang.


Program matematika yang seimbang mencakup kombinasi antar
tiga elemen

(a) Konsep,

(b) Ketrampilan,

(c) Pemecahan masalah.

Ketiga elemen tersebut harus diajarkan secara seimbang dan sal-


ing terkait.

8. Penggunaan kalkulator.
Kalkulator dapat digunakan setelah siswa memiliki ketrampilan
kalkulasi. Dengan demikian, penggunaan kalkulator bukan un-
tuk menanamkan ketrampilan kalkulasi tetapi menanamkan pe-
nalaran matematika. Banyak siswa yang terhenti dalam mela-
kukan komputasi atau perhitungan sehingga siswa tidak sam-
pai kepada aspek-aspek penalaran dari suatu pelajaran. Dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43

menggunakan kalkulator anak dapat terbebas dari memahami


konsep matematis yang mendasari perhitungan tersebut. Kalku-
lator dapat digunakan untuk latihan atau memeriksa pekerjaan
sendiri (self checking).

4.3.2 Berbagai aktivitas untuk pengajaran

Aktivitas pengajaran hendaknya mencakup tiga kategori, yakni:


konsep, ketrampilan dan pemecahan masalah.

4.3.2.1 Pengajaran Konsep matematika.


Konsep bentuk dan ukuran dapat diajarkan melalui permainan memi-
lah. Kepada anak diberikan kepingan papan atau plastik yang memi-
liki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Untuk menanamkan kon-
sep bentuk dan ukuran, anak diminta untuk memilah-milah kepingan-
kepingan tersebut berdasarkan bentuk atau ukurannya. Konsep warna
juga dapat ditanamkan melalui permainan ini.

Pemilahan hendaknya dimulai dari yang sederhana , yaitu su-


atu sudut saja, seperti bentuknya, ukurannya, atau warnanya. Jika
pemilahan sederhana dapat dilakukan dengan baik, permainan dapat
ditingkatkan menjadi pemilahan yang kompleks, misalnya memilahkan
kepingan-kepingan yang bentuk dan ukurannya sama.

Konsep bilangan dikenal anak-anak dari kemampuan untuk memusatkan


perhatian mengenal suatu objek tunggal. Oleh karena itu, untuk
memperkenalkan konsep bilangan, anak dapat diajak untuk mene-
mukan benda-benda yang sama dengan yang ditunjukkan oleh guru
dari sekelompok benda yang memiliki sifat yang bermacam-macam.
Anggota kelompok benda tersebut dapat berbeda baik dalam segi
warna, bentuk dan ukuran. Permainan dengan menggunakan kartu
domino atau sejenisnya juga dapat digunakan untuk memperkenalkan
konsep bilangan, kelompok dan jumlah.

Konsep jumlah dapat diajarkan kepada anak melalui memasangkan


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44

papan yang dapat dilepas, belahan kiri mengandung sekelompok gam-


bar benda, dan belahan kanan mengandung angka yang sesuai de-
ngan jumlah gambar pada belahan kiri. Dengan bermain memasang-
masangkan papan semacam ini anak dapat belajar tentang konsep
jumlah. Konsep urutan dan hubungan dapat ditanam melalui berba-
gai pertanyaan yang diajukan kepada anak seperti ”angka berapakah
sesudah angka 5?” atau ”angka berapakah yang terletak antara angka
5 dan 7?” dan sebagainya. Sebelum urutan angka, mungkin dapat di-
gunakan urutan tempat duduk, misalnya ”Siapa yang duduk diantara
Ani dan Budi?”, dan sebagainya.

Konsep simbol bilangan dapat diajarkan kepada anak melalui


garis bilangan, begitu pula dengan hubungan antar bilangan tersebut.
Contoh penggunaan garis bilangan adalah sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Gambar 4.1 Garis bilangan

Konsep tentang suatu pola dapat diajarkan melalui permainan


yang meminta kepada anak-anak untuk menemukan pola dengan me-
milih objek-objek dalam suatu urutan yang telah dibuat oleh guru.

Contohnya:
Merah, putih, merah, putih, . . .
0 ∗ ∧, 0 ∗ ∧, 0 ∗ ∧, . . .
2 4 8, 2 4 8, 2 4 8, . . .

Konsep hubungan antar berbagai ukuran dapat diajarkan dengan


memberikan kepada anak berbagai kelompok benda yang sama tetapi
memiliki ukuran yang berbeda, misalnya panjangnya, besarnya atau
beratnya dengan kelompok-kelompok benda tersebut, anak diminta
mengurutkannya dari yang paling panjang ke yang paling pendek. Dari
yang paling besar hingga yang paling kecil, dan sebagainya.

Ada anak yang menghitung dengan cara menghafal tanpa mema-


hami bahwa ada hubungan antara benda dan angka. Anak semacam
itu perlu memperoleh bantuan dengan menghitung benda-benda melalui
melihat dan meraba-raba benda tersebut. Aktivitas hendaknya dibu-
at semakin kompleks, dengan menghitung lompat atau menghitung
mundur.

Konsep angka hendaknya diajarkan dengan cara memperkenalkan


angka itu sendiri, jumlah benda yang menunjuk angka, dan kata yang
menunjukkan angka tersebut. Sebagai contoh:
0 00 000 0000 00000
1 2 3 4 5
satu dua tiga empat lima

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Konsep ukuran dapat diajarkan dengan cara mengajar anak-anak


mengukur panjang papan, menimbang berat benda, atau menilai jum-
lah uang. Pengukuran hendaknya dimulai dari yang kasar ke yang
halus, misalnya dari langkah ke meter, dari jengkal ke cm, dari menim-
bang dengan mengangkat barang ke penggunaan timbangan, dan se-
bagainya.

4.3.2.2 Pengajaran keterampilan matematika.


Adapun kesulitan lainnya disebabkan oleh adanya kekurangan dalam
ketrampilan komputasional. Kekurangan tersebut hendaknya dieval-
uasi untuk menentukan faktor penyebabnya, misalnya karena faktor
verbal, spatial, perceptual atau mungkin karena memori.Berbagai ke-
trampilan matematika yang perlu mendapat perhatian pada awal anak
belajar matematika mencakup penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian dan pecahan.

Keterampilan tentang penjumlahan merupakan dasar untuk se-


mua keterampilan komputasional. Penjumlahan adalah suatu cara
pendek untuk menghitung, dan siswa harus mengetahui bahwa siswa
dapat mengambila jalan menghitung jika siswa gagal dengan penjum-
lahan. Penjumlahan dapat diajarkan dari sebagian ditambah sebagian
sama dengan keseluruhan. Simbol-simbol penting adalah + dan =.
Seperti halnya dalam bidang-bidang lain, pengajaran diawali dengan
menggunakan benda-benda konkret, selanjutnya dengan menggunakan
gambar-gambar dan baru kemudian dengan menggunkan angka. Pen-
jumlahan hendaknya dimulai dari hal yang sederhana, misalnya: 3+2 =
. . ., dan dari sini berkembang menjadi 3 + . . . = 5, dan . . . + 2 = 5.

Keterampilan untuk melakukan pengurangan diajarkan setelah


anak memahami penjumlahan. Seperti halnya penjumlahan, pengu-
rangan juga dimulai dari penggunaan benda konkret, gambar dan baru
kemudian angka. Pengurangan juga dapat diajarkan dengan menggu-
nakan garis bilangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Kemampuan untuk melakukan operasi perkalian terkait erat de-


ngan penjumlahan dan pembagian. Anak yang tidak dapat men-
jumlahkan juga tidak dapat mengalikan, dan anak yang tidak dapat
mengalikan juga tidak dapat melakukan pembagian. Perkalian pada
hakikatnya merupakan cara singkat dari penjumlahan. Oleh karena
itu, jika siswa tidak dapat melakukan operasi perkalian, anak dapat
melakukannnya dengan penjumlahan. Pengurangan bukan merupakan
kemampuan prasyarat dari perkalian. Oleh Karena itu, anak yang
tidak dapat melakukan kemampuan pengurangan mungkin saja dapat
menyelesaikan soal-soal perkalian jika siswa mampu melakukan pen-
jumlahan. Perkalian dapat diajarkan menggunakan garis bilangan dan
dapat juga dengann cara sebagai berikut:
3 × 6 = . . . 000000 atau 000
000000 000
000000 000
000
000
000

Pembagian merupakan ketrampilan komputasional yang dipan-


dang paling sulit dipelajari dan diajarkan. Pembagian merupakan
lawan dari perkalian. Untuk menguasaianya, anak harus terlebih dahu-
lu menguasai perkalian. Pembagian juga dapat diajarkan dengan garis
bilangan dan dapat pula diajarkan bersama perkalian. Contoh penger-
jaan pembagian yang dilakukan bersamaan dengan perkalian adalah
sebagai berikut ini:
2×3=6 → 6÷2=3
6÷3 =2
Bilangan pecahan dapat diajarkan dengan menggunakan bentuk-bentuk
1
geometri. Simbol-simbol yang pertama kali diajarkan adalah 2
, berikut-
1
nya 4
, dan simbol-simbol tersebut hendaknya diperlihatkan dengan
menggunakan gambar lingkaran yang terbagi dua, terbagi empat dan
terbagi delapan sama besar.

4.4 Bentuk-bentuk Representasi Siswa


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48

Sebelum membahas bentuk-bentuk representasi yang dibangun


oleh siswa, berikut disajikan hasil secara deskriptif kuantitatif skor
siswa. Skor siswa pada soal yang diberikan tidak terlalu baik, artinya
skor siswa cenderung kearah sebelah kiri, yakni ke arah skor yang ku-
rang. Temuan lain diperoleh bahwa skor ini berkorelasi sangat berarti
dengan skor yang diperoleh pada jenis tes lainnya, yakni isian singkat
dan uraian. Hal ini menunjukkan bahwa soal yang diberikan memiliki
kevalidan yang cukup baik.

Dari hasil analisis terhadap jawaban siswa secara umum dite-


mukan bahwa bentuk representasi yang ditemukan sangatlah bervari-
asi. Bentuk-bentuk representasi yang dikonstruksi antara lain tabel,
gambar, pola barisan, serta bentuk formal (penggunaan rumus). Temuan
lain dari bentuk representasi ini adalah ada siswa yang mampu menyusun
bentuk representasi dengan menggunakan proses bermatematika yang
sangat baik. Mulai dari premis yang diambil dari masalah, kemudian
menyusun tabel, kemudian menyusun bentuk representasi formalnya.
Hasil ini terlihat dari contoh jawaban siswa berikut ini:
Persegi Kecil < Persegi Besar
Ruas kedua persegi merupakan bilangan kuadrat

Gambar 4.2 Contoh jawaban siswa


Sisi persegi kecil = 36 = 6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49


Sisi persegi panjang = 64 = 8

Gambar 4.3 Representasi dalam bentuk pola barisan dan gambar

Representasi yang dibangun oleh siswa pada gambar di atas sudah


baik, hal ini terlihat dari langkah awal yang dilakukan siswa, yakni
persegi kecil lebih kecil dari persegi besar. Hal tersebut memberi
dampak pada penyusun-an tabel. Siswa memperoleh panduan bah-
wa jumlah luas daerah kedua persegi adalah 100 satuan luas yang
memenuhi kondisi tersebut.

Bentuk representasi yang paling banyak digunakan dalam menye-


lesaikan permasalah-an pertama adalah menggunakan media gambar
sebagai dasar tebakan sisi-sisi bangun yang diberikan. Contoh bentuk
tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 4.4 Representasi gambar, aturan/rumus, dan bentuk pernyataan

Pada soal yang tidak melibatkan generalisasi atau hanya meli-


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50

batkan soal perhitungan, sebagian besar siswa menggunakan bentuk-


bentuk informal. Hasil ini memberi gambaran bahwa kemampuan
siswa tidak terlalu terikat dengan aturan atau rumus-rumus yang telah
diperolehnya di sekolah. Dengan kata lain, kemampuan sebagian siswa
dalam memecahkan suatu masalah melalui matematika telah cukup
berkembang dengan baik. Sayangnya, masih banyak juga siswa ter-
belenggu dengan rumus-rumus yang penggunaannya kurang tepat.
Seperti pada soal yang pertama, masih banyak siswa yang menghi-
tung melalui penggunaan rumus keliling persegi, yakni K = 4S. Aki-
batnya hasil perhitungan berlebih, karena bangun yang diberikan pada
soal dihitung sebagai dua bangun (persegi). Kesalahan lainnya adalah
menganggap bahwa kedua persegi mempunyai sisi yang sama panjang
atau kedua bangun dianggap kongruen. Karena kedua persegi diang-
gap kongruen, maka luas masing-masing bangun adalah 50 satuan luas.

Gambar 4.5 Representasi gambar tetapi tidak tepat dalam menggunakan aturan

Kesalahan-kesalahan di atas menunjukkan masih lemahnya kemam-


puan siswa dalam menyelesaikan soal yang tidak rutin. Pembelajaran
biasa tentu belum cukup untuk memberikan bekal pada siswa dalam
menyelesaikan soal-soal yang menuntut siswa kritis dan kreatif. Hal ini
seperti yang dikemukakan oleh Hwang, et al., (2007) bahwa siswa yang
terbiasa dengan pembelajaran mendengarkan dan menyimak apa-apa
yang dijelaskan oleh guru tentang materi matematika tidak akan cukup
untuk dapat membangun representasi soal yang pemecahan masalah.
Selain itu, siswa juga tidak mempunyai kemampuan dalam menje-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51

laskan berbagai temuannya kepada teman-temannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5

KESIMPULAN

Matematika adalah bahasa simbolis untuk mengekspresikan hubun-


gan kuantitatif dan keruangan, yang memudahkan manusia berfikir
dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan
pemahaman matematis siswa, terdapat beberapa kekeliruan umum
yang dilakukan, yaitu dalam memahami simbol, nilai tempat, perhi-
tungan, penggunaan proses yang keliru, dan tulisan yang tidak dapat
dibaca.

Kekeliruan-kekeliruan pada konsep dasar matematika akan menye-


babkan anak kesulitan dalam mempelajari konsep berikutnya, sehing-
ga akan sulit pula dalam mempelajari pelajaran matematika khusus-
nya pada pokok bahasan penjumlahan, pengurangan, pembagian dan
perkalian. Maka perlu adanya upaya oleh guru dalam mengatasi ke-
sulitan tersebut. Diantara upaya yang dilakukan adalah guru se-
baiknya perlu memperhatikan berbagai prinsip dalam pengajaran ma-
tematika. Guru perlu menyediakan berbagai aktivitas dalam pembe-
lajaran matematika, sehingga penekanannya tidak pada menghafal.

Ada beberapa prinsip pengajaran matematika, yaitu:

1. Perlunya menyiapkan anak untuk belajar matematika;

2. Mulai dari yang konkret ke yang abstrak.;

3. Kesempatan untuk berlatih dan mengulang yang cukup;

4. Generalisasi ke berbagai situasi yang baru;

5. Bertolak dari kekuatasn dan kelemahan siswa;

6. Perlunya membangun fondasi yang kuat tentang konsep dan ke-


terampilan matematika;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

52
53

7. Penyediaan program matematika yang seimbang;

8. Penggunaan kalkulator untuk menanamkan penalaran matemati-


ka.

Selain itu, aktivitas pengajaran hendaknya mencakup tiga kate-


gori, yakni: konsep, ketrampilan dan pemecahan masalah.

Sebuah masalah matematika yang diajukan pada siswa dan siswa


tersebut dapat menyelesaikannya, maka setidaknya siswa memahami
masalah tersebut, sehinga siswa dapat merencanakan penyelesaian,
melaksanakan perhitungan dengan tepat, dan dapat memeriksa atau
melihat kembali apa yang telah diproses sudah tepat.

Aspek representasi matematik siswa dapat memberikan gambaran,


penterjemahan, pengungkapan, penunjukkan kembali, pelambangan,
gagasan, konsep matematik, dan hubungan di antaranya yang ter-
muat dalam suatu konfigurasi, konstruksi, atau situasi masalah ter-
tentu yang ditampilkan oleh siswa dalam bentuk beragam sebagai up-
aya memperoleh kejelasan makna, menunjukkan pemahamannya, atau
mencari solusi dari masalah yang dihadapinya.

Beberapa kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah


sebagai berikut:

1. Bentuk representasi yang banyak digunakan oleh siswa sangat


beragam antara lain bentuk formal, tabel, deskripsi dan gambar.

2. Sebagian besar siswa menyelesaikan masalah menggunakan tabel


dan gambar, hanya sebagain kecil siswa menggunakan represen-
tasi pernyataan tertulis dan simbol.

3. Hanya sebagian kecil siswa yang menemukan bentuk umum (mo-


del matematika) dari representasi yang digunakan dalam men-
jawab soal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54

4. Kelancaran dan keluwesan siswa dalam mengkonstruksi represen-


tasi sebagian besar masih kurang. Hal ini terlihat dari sedikitnya
bentuk aljabar yang tersusun, serta cara yang digunakan dalam
menemukan representasi sebagian besar sangat sedikit.

5. Sebagai tambahan, skor kuantitatif responden dalam represen-


tasi masih dalam kategori rendah dengan kecenderungan ke arah
sedang.

Dari kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka ada


beberapa rekomendasi yang kiranya perlu diperhatikan oleh praktisi
di lapangan serta penelitian lanjutan, antara lain:

1. Penting untuk memberikan kebebasan siswa dalam menuangkan


ide yang berkaitan dengan masalah matematik, sehingga mereka
akan mengenal berbagai representasi suatu permasalahan.

2. Pembelajaran matematika sekolah perlu memperhatikan keraga-


man berfikir siswa, serta siswa memahami aturan, dalil, dan
rumus-rumus matematika dalam tingkat berfikirnya. Hal ini akan
memberikan jembatan bagi siswa dalam mengkonstruksi dan mema-
hami representasi suatu masalah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Duffin, J.M., dan Simpson, A.P. (2000). A Search for understanding.


Journal of Mathematical Behavior. 18(4): 415-427
Goldin, G. A. (2002). Perspective on Representation in Mathemat-
ical Learning and Problem Solving. Handbook of International
Research in Mathematics Education (Second Ed.). 176-201.
Hwang, W.Y., Chen, N.S., Dung J.J., dan Yang, Y.-L. (2007). Multi-
ple Representation Skills and Creativity Effects on Mathematical
Problem Solving using a Multimedia Whiteboard System. Edu-
cational Technology & Society. 10 (2): 191-212.
Koestler, C., Felton, M. D., Bieda, K., dan Otten, S. (2013). Connect-
ing the NCTM Process Standards and the CCSSM Practices.
Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics.
Lesh, R., dan Harel, G. (2003). Problem solving, modeling, and local
conceptual development. Mathematical Thinking and Learning,
5(2): 157-189.
National Council of Teacher Mathematics. (1989). Curriculum and
Evaluation Standards for School Mathematics. USA: NCTM.
National Council of Teacher Mathematics. (2000). Principles and
Standadrs for School. USA: NCTM.
Orrill, C. H., Sexton, S., Lee, S. J., dan Gerde, C. (2008). Mathematics
teachers’ abilities to use and make sense of drawn representations.
Paper presented at the International Conference of the Learning
Science, Utrecht, Netherlands.
Otten, S., dan De Araujo, Z. (2015). Viral criticisms of Common Core
mathematics. Teaching Children Mathematics, 21(9): 517-520.
Schoenfeld, Alan H. (1992). Learning to Think Mathematically: Prob-
lem Solving, Metacognition, and Sense Making in Mathematics.
Hanbook of Research on Mathematics Teaching and Learning. Ed-
itor: Doeglas A. Grouws.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

55

Anda mungkin juga menyukai