Dosen Pengapu:
Agus Dwi Putra, S.Pd., M.T
Disusun Oleh
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini
saya akan membahas mengenai (Diagram Fasa Eutektik).
Makalah ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan
dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan
selama mengerjakan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.......................................................................................i
KATA PENGATAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................3
3.1. Kesimpulan......................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Diagram fasa tunggal memiliki komposisi yang sama dengan paduan,
misalnya timbale dan timah. Diagram fasa biner misalnya paduan kuningan ( Cu-
Zn), (Cu-Ni) dll. Diagram fasa terner misalnya paduan stainless steel (Fe-Cr-Ni)
dll. Diagram fasa digunakan oleh ahli geologi, ahli kimia, ceramists, metallurgists
dan ilmuwan lain untuk mengatur dan meringkas eksperimental dan data
pengamatan serta dapat digunakan untuk membuat prediksi tentang proses-proses
yang melibatkan reaksi kimia antara fasa.
• Titik Peritektik adalah : Titik pelelehan diatas suhu peritektik (Tp) dan
pendinginan melalui Tp.
• Titik Eutektik adalah : Titik leleh komposisi hanya pada suhu (suhu
eutektik/Te) atau perpotongan antara kurva likuidus dan garis solidus.
• Garis Solidus adalah : Garis yang menunjukkan temperatur terendah
dimana logam dalam keadaan cair atau temperatur dimana awal terjadinya
pembekuan dari kondisi cair akibat proses pendinginan.
• Garis Liquidus : Garis antara fasa cairan dan fasa transisi padat-cair ( α
dan L) dimana paduan berubah menjadi liquid/cair. Garis yang
menunjukkan temperatur tertinggi suatu logam dalam keadaan padat atau
temperatur terendah dimana masih terdapat fasa cair.
• Level Rule : perhitungan yang digunakan untuk menghitung besarnya
presentasi suatu fasa pada bagian dua fasa pada diagram biner
Eutektik biner diagram fase menjelaskan perilaku kimia dua tidak
bercampur (unmixable) kristal dari yang benar-benar bercampur (mixable)
3
meleleh, seperti olivin dan pyroxene, atau pyroxene dan Ca plagioclase. Tipe lain
dari diagram fasa biner adalah diagram titik didih campuran dari dua komponen,
yaitu senyawa kimia. Selama dua khusus volatile komponen pada tekanan tertentu
seperti tekanan atmosfer, diagram titik didih menunjukkan apa uap (gas)
komposisi berada dalam kesetimbangan dengan komposisi cairan yang diberikan
tergantung pada suhu. Dalam biner khas titik didih diagram suhu diplot pada
sumbu vertikal dan campuran komposisi pada sumbu horizontal.
Reaksi Eutektik dapat disebut juga dengan Reaksi Invarian. Reaksi ini
memiliki jumlah fasa maksimum adalah tiga, dimana terdapat secara bersamaan
dalam kondisi kesetimbangan pada sistem biner yang melibatkan larutan cairan.
Reaksi Invarian Kedua disebut dengan Peritektik.
4
Gambar 6.6 Kesetimbangan padat–cair dalam sistem 2 komponen
−∆ H fus B 1 1
ln xB= ( − )………………………. (6.5)
R T ToB
Dengan T adalah titik beku B dalam larutan. Kurva ini digambarkan dalam
Gambar 6.6b bersama dengan kurva A pada gambar 6.6a. Kurva berpotongan
pada suhu Te, yaitu suhu eutektik. Komposisi xe adalah komposisi eutektik. Garis
GE adalah titik beku melawan kurva komposisi B. Titik semacam a di bawah
kurva ini menunjukkan keadaan yaitu padatan B dalam kesetimbangan dengan
larutan pada komposisi xb. Titik pada EF menunjukkan padatan B murni dalam
kesetimbangan dengan larutan berkomposisi xe. Sedangkan titik pada DE
menunjukkan padatan murni A dalam kesetimbangan dengan larutan
berkomposisi xe. Oleh karena itu larutan yang memiliki komposisi eutektik xe ada
dalam kesetimbangan dengan padatan A dan padatan B. Jika terdapat tiga fase
5
bersama, maka F’ = 3 – P = 3-3=0; sistemnya adalah invarian pada suhu ini. Jika
panas keluar dari sistem ini, suhunya akan tetap sampai satu fase lenyap, sehingga
jumlah relatif dari ketiga fase berubah hingga panas dihilangkan. Jumlah cairan
berkurang sedangkan jumlah kedua padatan yang ada bertambah. Di bawah garis
DEF adalah keadaan sistem yaitu hanya dua padatan, dua fase, murni A dan murni
B. Beberapa contoh sistem kesetimbangan padat cair adalah : sistem Sb-Pb, yang
diagram fasenya dapat dilihat di gambar 6.7. Daerah berlabel L adalah cairan, Sb
adalah padatan Sb dan Pb adalah padatan Pb. Suhu eutektik adalah 2460C,
komposisi eutektik adalah 87% massa Pb. Nilai xe dan te dihitung dengan
persamaan 6.4 dan 6.5 dan ternyata sesuai dengan hasil eksperimen. Berarti cairan
tersebut hampir menyerupai larutan ideal.
6
Banyak sistem biner, baik ideal maupun tidak, memiliki diagram fase bertipe
eutektik sederhana. Invariansi sistem pada titik eutektik memungkinkan campuran
eutektik dipergunakan sebagai bak bersuhu konstan. Misalnya padatan NaCl
dicampur dengan es pada 0oC dalam labu vakum. Titik komposisi berpindah dari
0% ke sejumlah kecil nilai positif. Padahal pada komposisi ini titik beku es di
bawah 0oC, sehingga sejumlah kecil es melebur. Karena sistem ada dalam labu
terisolasi, meleburnya es mengurangi suhu campuran. Jika NaCl yang
ditambahkan cukup, suhu akan turun sampai suhu eutektik,-21,1oC. Pada suhu
eutektik ini, es,padatan garam dan larutan jenuh terdapat bersama sama dalam
kesetimbangan. Suhu bertahan di suhu eutektik hingga es yang tersisa melebur
karena panas yang menerobos secara lambat ke dalam labu.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
8
DAFTAR PUSTAKA