Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KIMIA FISIK II

KESETIMBANGAN FASA

DISUSUN OLEH :
WINDA SITIA ELISABETH BR S (A1C117016)
ALFU LAILA ARIYANTI ( A1C117022)
MARATUL HASANATI ( A1C117032)

DOSEN PENGAMPU :
Dra. WILDA SYAHRI, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA REGULER B


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
Telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
Menyelesaiakan makalah dengan judul “KESETIMBANGAN FASA”. Makalah
Ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam matakuliahan Kimia
Fisik II.
Atas bimbingan ibu dosen dan saran dari teman-teman makadisusunlah
Makalah ini. Semogadengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat berguna
bagi kami semuadalam memenuhi salah satu syarat tugas kami di perkuliahan.
Karya tulis ini diharapkan bias bermanfaat dengan efisien dalam proses
perkuliahan.
Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari
Berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang terkait. Dalam menyusun karya tulis ini penulis telah berusaha dengan
segenap kemampuan untuk membuat karya tulis yang sebaik-baiknya. Sebagai
pemula tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam Makalah ini,
oleh karenanya kami mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini bias
menjadi lebih baik.
Demikianlah kata pengantar makalah ini dan penulis berharap semoga
Makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya. Amin.

Jambi, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR IS1
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 1
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................... 1
1.4 Manfaat ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Istilah –Istilah DalamKesetimbang Fasa ............................................. 3
2.1.1 Fasa (P) ..................................................................................... 3
2.1.2 Komponen (C) .......................................................................... 3
2.1.3 Derajad Kebebasan (F) ............................................................. 3
2.1.4 Aturan Fasa ............................................................................... 4
2.2 Kondisi Kesetimbangan .................................................................... 4
2.3 Kestabilan Fase Zat Murni .................................................................. 4
2.4 Ketergantungan Tekanan dari Kurva µ Terhadap T ........................... 6
2.5 Persamaan Clapeyron .......................................................................... 8
2.5.1 Kesetimbangan Solid-liquid ..................................................... 8
2.5.2 Kesetimbangan liquid-Gas........................................................ 10
2.5.3 Kesetimbangan Solid-Gas......................................................... 11
2.6 Persamaan Clausius-Clapeyron .......................................................... 12

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 16
3.2 Saran ......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagian sesuatu yang menjadi pusat perhatian dan dipelajari disebut sebagai
sistem. Suatu sistem heterogen terdiri dari berbagai bagian yang homogeny yang
saling bersentuhan dengan batas yang jelas. Bagian homogen ini disebut sebagai
fasa dapat dipisahkan secara mekanik. Tekanan dan temperature menentukan
keadaan suatu materi kesetimbangan fasa dari materi yang sama.
Kesetimbangan fasa dari suatu sistem harus memenuhi syarat berikut :
a. Sistem mempunyai lebih dari satu fasa meskipun materinya sama
b. Terjadi perpindahan reversibel spesi kimia dari satu fasa ke fasa lain
c. Seluruh bagian sistem mempunyai tekanan dan temperatur sama
Kesetimbangan fasa dikelompokan menurut jumlah komponen penyusunnya
yaitu sistem satu komponen, dua komponen dan tiga komponen Pemahaman
mengenai perilaku fasa berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Sedangkan
persamaan Clausius dan persamaan Clausius Clayperon menghubungkan
perubahan tekanan kesetimbangan dan perubahan suhu pada
sistem satu komponen. Adanya penyimpangan dari sistem dua komponen caircair
ideal konsep sifat koligatif larutan dapat dijelaskan.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk memahami tentang kesetimbangan fasa.
b. Untuk mengetahui apa saja istilah –istilah dalam kesetimbang fasa.
c. Untuk mengetahui persamaan dalam kesetimbangan fasa.
d.
1.3 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini adapun rumusan masalahnya adalah :
a. Apa saja perbedaan kesetimbangan fasa dengan kestimbangan kimia?
b. Apa saja istilah –istilah dalam kesetimbang fasa?
c. Apa saja persamaan dalam kesetimbangan fasa?

1
1.4 Manfaat
Manfaat dalam penulisan makalah ini adapun adalah :
a. Dapat mengetahui tentang kesetimbangan fasa.
b. Dapat mengetahui apa saja istilah –istilah dalam kesetimbang fasa.
c. Dapat mengetahui persamaan dalam kestimbangan fasa.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Istilah –Istilah Dalam Kesetimbang Fasa
2.1.1 Fasa (P)
Istilah fase diperkenalkan pada awal Bab 4, di mana kita melihat bahwa itu
menandakan suatu keadaan materi yang seragam di seluruh, tidak hanya dalam
komposisi kimia tetapi juga dalam keadaan fisik.1 Jadi kita berbicara tentang fase
padat, cair, dan gas suatu zat, dan dari berbagai fase padatnya (seperti untuk fosfor
hitam dan fosfor putih). Itu jumlah fase dalam suatu sistem dilambangkan sebagai
P. Gas, atau campuran gas, adalah tunggal fase, kristal adalah fase tunggal, dan
dua cairan yang benar-benar larut membentuk fase tunggal.
Fase adalah bagian dari suatu sistem, seragam dalam komposisi kimia dan
sifat fisik, yang terpisah dari bagian-bagian sistem homogen lainnya oleh batas
permukaan. Perilaku fase yang ditunjukkan oleh zat-zat murni cukup bervariasi
dan rumit, tetapi ada generalisasi yang kuat dari termodinamika yang membantu
kita untuk memahami fenomena ini.

2.1.2 Komponen (C)


Jumlah komponen suatu sistem dinyatakan sebagai jumlah meinimum
spesi kimia yang membentuk sistem tersebut yang dapat menentukan susunan
setiap system fasa sistem.
Contoh :
1. H2O (g) H2O (l ) jumlah komponen C = 1
2. N2 (g) + 3H2 (g) 2NH2(g) jumlah komponen C = 3 untuk
perbandingan mol N2 dan H2 ≠ 1:3 jumlah komponen C = 2 bila
perbandingan mol N2:H2 = 1 : 3

2.1.3 Derajad Kebebasan (F)


Derajad kebebasan (F) dari suatu sistem setimbang merupakan variabel
intensif independen yang diperlukan untuk menyatakan keadaan sistem tersebut.
Untuk menentukan derajad kebebasan dibutuhkan aturan fasa.

3
2.1.4 Aturan Fasa
Dalam salah satu perhitungan paling elegan dari seluruh termodinamika
kimia, J.W. Gibbs menyimpulkan aturan fase, yang merupakan hubungan umum
antara varians, F, jumlah komponen, C, dan jumlah fase pada kesetimbangan, P,
untuk sebuah sistem komposisi apa pun:
F=C-P+2 (6.1)
Contoh Soal :
Dalam gelas tertutup terdapat kesetimbangan antara es dan air maka
derajad kebebasan sistem tersebut :
F=1–2+2=1
artinya jika temperatur tertentu, maka tekanan dan komposisi tertentu.

2.2 Kondisi Kesetimbangan


Untuk suatu sistem dalam kesetimbangan potensial kimia setiap komponen
harus sama dimana-mana dalam sistem. Jika ada beberapa fase, potensial kimia
setiap zat harus memiliki harga sama dalam setiap fase dimana zat itu muncul
Untuk suatu sistem satu komponen, m = G/n; pembagian persamaan fundamental
dengan n didapat
dµ = – ̅ dT + ̅ dp, (12.1)
dimana S dan V adalah entropi dan volume molar. Kemudian

( )p = - ̅ dan ( )T = ̅ (12.2a,b)

derivatif dalam persamaan (3.2a,b) adalah slope kurva µ terhadap T dan µ


terhadap p

2.3 Kestabilan Fase Zat Murni


Dengan hukum ketiga termodinamika, entropi suatu zat selalu positif. Fakta
ini dikombinasikan dengan persamaan (3.2a) menunjukkan bahwa ( P .
selalu negatif. Konsekuensinya, plot µ terhadap T pada tekanan konstan adalah
suatu kurva dengan slope negatif.
Untuk tiga fase suatu zat tunggal, diperoleh:

( )P = -S ( )P =-Slig ( )p =-Sgas (12.3)

4
pada suatu temperatur Sgas >> Sliq >> Ssolid. Entropi padatan adalah kecil sehingga
gambar 3.1 kurva µ terhadap T untuk padatan, kurva S, memiliki slope negatif
lurus. Kurva µ terhadap T untuk cairan memiliki suatu slope yang mana lurus
lebih negatif dari pada untuk padatan, kurva L. Entropi gas adalah sangat lebih
besar daripada cairan, sehingga slope kurva G lurus ke bawah. Tetapi
penghalusan ini tidak berpengaruh pada argument.
Kondisi termodinamika untuk kesetimbangan antar fase pada tekanan
konstan muncul dalam gambar 3.1. Padat dan cair koeksis dalam kesetimbangan
ketika m solid = µ liquid; yaitu pada titik interseksi kurva S dan L. Temperatur yang
sesuai adalah Tm, titik leleh. Begitu pula liquid dan gas koeksis dalam
kesetimbangan pada temperatur Tb, titik interseksi kurva L dan G dimana µ liquid
= µ gas.
Sumbu temperatur dibagi menjadi 3 interval, di bawah Tm padatan memiliki
potensial kimia terendah. Antara Tm dan Tb zat cair memiliki potensial kimia
terendah. Di atas Tb gas memiliki potensial kimia terendah. Fase dengan harga
potensial kimia terendah adalah fase stabil. Jika liquid ada dalam sistem pada
temperatur di bawah Tm, gambar 3.2, potensial kimia zat cair memiliki harga µa
sedangkan zat padat memiliki harga µb, jadi zat cair dapat membeku, secara
spontan pada temperatur ini, karena membeku mengurangi energi Gibbs. Pada
temperature di atas tn situasi akan berbalik. Harga µ zat padat lebih besar dari
pada µ zat cairdan zat padat meleleh secara spontan untuk mengurangi energi
Gibbs sistem. Pada Tm potensial kimia zat padat dan zat cair sama, keduanya
koeksis dalam kesetimbangan. Situasi sama mendekati Tb. Hanya di bawah Tb zat
cair stabil, sedangkan di atas Tb gas stabil.
Diagram mengilustrasikan sekuen fase yang terkenal terobservasi jika zat
padat dipanaskan di bawah tekanan konstan. Pada temperatur rendah sistem
sepenuhnya zat padat. Pada temperatur definit Tm zat cair terbentuk; zat cair stabil
sampai menguap pada temperatur Tb. Sekuen fase ini adalah konsekuen sekuen
harga entropi, dan juga adalah konsekuensi cepat dari fakta bahwa panas diserap
dalam transformasi dari zat padat ke zat cair dan zat cair ke gas.

5
2.4 Ketergantungan Tekanan dari Kurva µ terhadap T
Dari persamaan (12.2b) dalam bentuk d µ = ̅ dp , jika tekanan berkurang,
dp negatif, ̅ positif, karena itu dµ negatif, dan potensial kimia berkurang dalam
proporsi volume fase. Karena volume molar zat cair dan zat padat sangat kecil,
harga µ berkurang secara linier. Untuk zat padat dari a ke ́, untuk zat cair dari b
ke ́ (gambar 12.3a). Volume gas secara kasar adalah 1000 kali lebih besar
daripada zat padat atau zat cair, sehingga µ gas berkurang sangat banyak, dari c ke
́ . Kurva pada tekanan lebih rendah ditunjukkan sebagai garis putus-putus paralel
ke garis asal dalam gambar 12.3(b). (gambar telah digambar untuk kasus ̅ liquid >
̅ solid). Gambar 12.3(b) menunjukkan bahwa kedua temperatur kesetimbangan
(kedua titik interseksi) telah bergeser; pergeseran dalam titik leleh adalah kecil,
sedangkan pergeseran dalam titik didih adalah relatif besar. Titik leleh bergeser
dilebih–lebihkan untuk penekanan saja, kenyataannya sangat kecil. Berkurangnya
titik didih zat cair dengan berkurangnya tekanan digambarkan dengan baik. Pada
tekanan lebih rendah range kestabilan zat cair tercatat berkurang. Jika tekanan
berkurang cukup rendah, titik didih zat cair dapat terletak di bawah titi leleh zat
padat. (Gambar 12.4). Kemudian tidak ada temperatur bagi zat cair untuk stabil;
zat padat menyublim. Pada Temperatur Ts, zat padat dan uap koeksis dalam
kesetimbangan. Temperatur Ts adalah temperatur sublimasi zat padat. Sangat
tergantung pada tekanan.
Jelas ada beberapa tekanan yang mana 3 kurva interseksi pada temperatur
sama. Temperatur dan tekanan ini mendefinisikan titik tripel; Tiga fase ini koeksis
dalam kesetimbangan di titik tripel. Ya atau tidaknya materi tertentu akan

6
menyublim di bawah tekanan tertentu tergantung pada sifat individual zat. Air,
sebagai contoh, menyublim pada tekanan di bawah 611 Pa. Titik leleh lebih
tinggi, dan perbedaan lebih kecil antara titi leleh dan titi didih pada tekanan 1 atm,
semakin tinggi akan menjadikan tekanan semakin rendah yang mana sublimasi
akan teramati.
Tekanan (dalam atm) di bawah sublimasi teramati dapat diestimasikan
untuk zat dengan mengikuti aturan Trouton dengan rumus:

ln p = - 10.8( ) 12.4

(a) (b)

Gambar 12.3 Efek tekanan pada titik didih dan leleh

Gambar 12.4 µ versus T zat yang menyublim

7
2.5 Persamaan Clapeyron
Kondisi untuk kesetimbangan antara dua fase, dan zat murni adalah
µ (T, p) = µ (T, p) (12.5)
jika bentuk analitik fungsi, µ dan µ diketahui,mungkin persamaan (12.5) dapat
diselesaikan
T = f (p) atau p = g (T ) (12.6a, b)
persamaan (12. 6a) mengungkapkan fakta, digambarkan dalam gambar 12.3(b),
bahwa temperatur kesetimbangan tergantung pada tekanan. Perhatikan
kesetimbangan antara dua fase a dan b di bawah tekanan p, temperatur
kesetimbangan adalah T. Maka pada T dan p didapat
µ (T, p) = µ (T, p) (12.7)
Jika tekanan diubah menjadi harga p + dp, T kesetimbangan akan berubah
menjadi T + dT , harga setiap m akan berubah menjadi µ + dµ . Karena itu pada T
+ dT, p + dp kondisi kesetimbangan adalah
µ (T, p) + dµ = µ (T, p) + dµ (12.8)
sehingga
dµ = dµ (12.9)
Dari persamaan dasar (12.1)
dµ = - ̅ dT + ̅ dp dµ = - ̅ dT + ̅ dp (12.10)
dengan menggunakan persamaan (12. 10) dalam persamaan (12.9) didapat
- ̅ dT + ̅ dp = - ̅ dT + ̅ dp
( ̅ - ̅ ) dT = ( ̅ - ̅ ) dp (12.11)
jika transformasi ditulis , maka S = ̅ - ̅ dan V = ̅ - ̅ dan
persamaan (12. 11) menjadi

(12.12a, b)

Persamaan (12.12) disebut persamaan Clapeyron

2.5.1 Kesetimbangan solid-liquid


Dengan menggunakan persamaan Calpeyron pada perubahan solid ke liquid
̅ ̅
̅ ̅

8
Pada temperatur kesetimbangan perubahan bersifat reversibel sehingga

. perubahan dari solid ke liquid selalu disertai penyerapan/Absorbsi panas(

) sehingga bernilai positif untuk setiap senyawa. Kuantitas


dapat bernilai positif atau negatif tergantung pada apakah densitas solid lebih
besar atau lebih kecil dibandingkan dengan dengan densitas liquid, sehingga :
bernilai + (sebagian besar zat)
bernilai – (sedikit zat, seperti
Besaran umum untuk kuantitas diatas adalah :
= 8 hingga 25 J/(K mol) = ±(1 hingga 10) cm3/mol
Jika diilustrasikan = 16 J/(K mol) dan = ± 4 cm3/mol maka untuk garis
kesetimbangan kurva solid-liquid

= ±40 atm/K

Jika dibalik maka didapatkan dT/dp = ±0,02 K/ atm. Nilai ini menunjukkan bahwa
perubahan tekanan sebesar 1 atm akan menggeser titik leleh sebesar beberapa
ratus kelvin. Dalam plot tekanan sebagai fungsi temperatur, slope diberikan oleh

persamaan ( ) ̅ (12.2b) dalam contoh 40 atm/K, slope ini cukup besar

dan kurvanya hampir vertikal. Untuk dp/dT + diperlihatkan pada gambar (12.5a).
pada range tekanan moderat kurva akan linear.

Gambar 12.5a garis kesetimbangan solid-liquid


Garis pada gambar (12.5a) adalah locus dari semua titik (T,p), dimana solid dan
liquid bisa dijumpai pada kesetimbangan. Titik-titik yang terletak disebelah kiri
garis menunjukkan temperatur berada dibawah titik leleh, titik-titik ini adalah
kondisi (T,p) dimana hanya solid yang stabil. Titik-titik disebelah kanan garis
menunjuukan temperatur diatas titik leleh sehingga titik-titik ini adalah kondisi
(T,p) dimana liquid stabil.

9
2.5.2 Kesetimbangan liquid-gas
Aplikasi perasamaan Clapeyron untuk perubahan liquid ke gas menghasilkan :
̅ ̅ adalah positif (semua zat)
̅ ̅ adalah positif (semua zat)
Dengan konsekuensi :

adalah positif (semua zat)

Garis kesetimbangan liquid-gas selalu memiliki slope positif. Pada kondisi biasa
(kamar) T dan p , besarnya adalah :

Akan tetapi sangat bergantung pada T dan p karena ̅ sangat tergantung


pada T dan p slope kurva liquid-gas kecil nilainya dibandingkan kurva solid-
liquid.

( )

Gambar 12.5b
Gambar (12.5b) memperlihatkan kurva liquid-gas dan juga kurva solid-liquid.
Pada gambar (12.5b) kurva liquid-gas adalah locus dari semua titik (T,p) dimana
liquid dan gas dijumpai dalam kesetimbangan. Titik-titik dikiri kurva liquid-gas
adalah dibawah titik didih sehingga kondisi disini liquid stabil. Titik-titik dikanan
liquid-gas adalah konsisi dimana gas stabil.
Perpotongan kurva solid-liquid dan liquid-gas menunjukkan temperatur dan
tekanan dimana solid, liquid dan gas dijumpai dalam kesetimbangan. Nilai T dan
p pada titik ini ditentukan oleh kondisi.
dan (12.13)

10
Persamaan (12.13) secara prinsip dapat diselesaikan untuk memberikan nilai
numeric yang definit dari T dan p yaitu :
T = Tt dan p = pt
Dimana Tt dan pt adalah temperatur dan tekanan triple point. Hanya ada satu triple
point seperti ini dimana tiga fasa (solid-liquid-gas) bisa berada dalam
kesetimbangan.

2.5.3 Kesetimbangan Solid-Gas


Untuk perubahan solid ke gas dimiliki
̅ ̅ adalah positif (semua zat)
̅ ̅ adalah positif (semua zat)
Dan persamaan Clapeyron adalah :

( ) adalah positif (semua zat)

Slope kurva solid-gas lebih curam daripada triple point. Karena


maka :

( ) dan ( )

pada kedua persamaan hampir sama nilainya, karena lebih besar dari
, slope kurva solid-gas pada gambar (12.6) lebih curam dibandingkan kurva
liquid-gas.
Titik-titik pada kurva solid-gas adalah memperlihatkan temperatur dan tekanan
dimana solid dijumpai berada dalam kesetimbangan dengan vapor. Titik-titik
dikiri garis ada dibawah temperatur sublimasi dan menunjukkan kondisi solid
yang stabil. Titik-titik dikanan kurva solid-gas adalah titik diatas temperatur
sublimasi dan menunjukkan kondisi gas sebagai fasa stabil. Kurva solid-gas harus
memotong satu sama lain pada triple point berdasarkan kondisi yang dituliskan
pada persamaan (12.13)

11
Gambar 12.13

2.6 Persamaan Clausius-Clayperon


Menurut Alberty (2005 :183), untuk penguapan dan sublimasi Clausius
dapat menunjukkan bagaimana persamaan Clayperon dapat disederhanakan
dengan mengasumsikan bahwa uap mematuhi hukum gas ideal dan dengan
mengabaikan Vg dari gas. Mengganti untuk

(6.8)

Dengan menyusun ulang persamaan (6.8) diperoleh :

(6.9)

Dengan adalah tekanan standar.


Kemudian diintegralkan dengan asumsi bahwa tidak tergantung pada suhu
dan tekanan

∫ ∫ (6.10)

(6.11)

Dimana C adalah konstanta integrasi. Ini menunjukkan bahwa plot versis 1/T

harus linear, dan ini didapat dari data penguapan dan sublimasi, yang
diperlihatkan oleh gambar 6.4

12
Untuk tekanan pada penguapan untuk air dan es diberikan pada tabel 6.1

Untuk memudahkan, digunakan persamaan yang diperoleh dengan


mengintegrasikan antara batas P2 dan T2 dan P1 dan T1 sebagai berikut:

∫ ∫ (6.12)

* + (6.13)

* +

* +

(6.14)

Untuk mewakili tekanan uap sebagai fungsi temperature pada lebih dari luas
rentang suhu, diperlukan untuk mengambil kertergantunga suhu pada .
Kekurangan dari persamaan sederhana tersebut adalah uap diasumsikan sebagai
gas ideal. Pada rentang subu yang sempit, entalpi penguapan dapat dianggap
sebagai fungsi linear dari suhu. Namun dalam menghitung tekanan uap pada
rentang suhu yang lebih luas, kita telah mengetahui bahwa entalpi penguapan
adalah nol pada titik kritis temperature.
Ketergantungan dari panas penguapan dapat dituliskan dengan :
(6.15)
Persamaan (6.9) dapat dituliskan

13
( )

( ) (6.16)

(6.17)

Dimana D adalah konstanta integrasi, dengan demikian tekanan uap dapat


ditentukan secara eksperimen dengan kisaran suhu yang di dapat dari A,B,C, dan
D dan ditentukan oleh kurva yang memperkecil penjumlahan kuadrat dari
penyimpangan nilai-nilai yang dihasilkan pada eksperimen. Karena itu entalpi
penguapan diberikan oleh :

( ) [ ] (6.18)
( )

Dimana P adalah tekanan total pada permukaan cairan, panas pada penguapan
sebagai fungsi temperatur dapat diperoleh dengan mendiferensiasikan

dengan memperhatikan T atau . Jika tekanan uap diukur dengan kisaran suhu

sangat dekat dengan titik kritis, plot seperti pada gambar 6.5 dapat
diperoleh. Namun, untuk memperoleh keberhasilan dalam hal tersebut diperlukan
persamaan empiris yang lebih rumit. Beberapa entalpi dan entropi fusi dan
penguapan dapat dilihat pada tabel 6.2

14
Contoh Soal :
Entalpi molar penguapan adalah , volume molar gas adalah
dan volume molar pemanasan adalah
proses ini terjadi pada suhu dan tekanan satu
atm. Berapa perubahan tekanan di atmosfir per perubahan titik didih air?
Dik :

̅
̅

Dit:

Penyelesaian :

( )

15
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Perbedaan kesetimbangan fasa dengan kestimbangan kimia adalah
Kesetimbangan Fasa adalah suatu keadaan dimana suatu zat memiliki komposisi
yang pasti pada kedua fasanya pada suhu dan tekanan tertentu, biasanya pada fasa
cair dan uapnya. Sedangkan Kesetimbangan kimia adalah suatu keadaan di mana
tidak ada perubahan yang teramati selama bertambahnya waktu reaksi. Jika suatu
kimia telah mencapai keadaan kesetimbangan maka konsentrasi reaktan dan
produk menjadi konstan sehingga tidak ada perubahan yang teramati dalam
sistem. Istilah –istilah yang biasanya digunakan dalam kesetimbang fasa antara
lain fasa (p), komponen ( c), derajat kebebasan (f), dan aturan fasa. Kondisi-
kondisi kesetimbangan fasa dapat digambarkan dalam diagram, untuk mengetahui
sifat-sifta yang ada didalamnya.

3.2 Saran
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk seluruh pembaca.
Kemudian kritik dan saran sangat penulis nantikan untuk memperbaiki makalah
ini agar menjadi lebih baik lagi.

16
DAFTAR PUSTAKA
Alberty,R.A. 2005. Physical Chemistry. NJ : John Wiley & Sons, Inc.
Gilbert W. Castelan.1983. Physical Chemistry Third Edition.Sydney: University
of Maryland
Atkins, Peter. 2016. Physical Chemistry. New York: W. H. Freeman and
Company

17

Anda mungkin juga menyukai