Anda di halaman 1dari 3

FENOMENA FLEXING SEBAGAI SIMBOL KEJAYAAN

Era digitalisasi saat ini menjadikan setiap masyarakat mampu untuk mendapatkan informasi
yang cepat terkait apapun,sehingga akan muncul informasi-informasi yang merangsang
keinginan-keinginan manusiawi yang muncul dan ditawarkan di dunia digital, apalagi
ditunjang dengan hegemoni para pesohor yang menunjukan kemewahan dan kemapanannya
didalam aktifitas kesehariannya.
SULTAN, adalah sebutan dan istilah baru kekinian dikalangan para artis saat ini untuk
menunjukan hegemoni materi dan asset mewah yang dimiliki, melenceng dari istilah aslinya
dimana Sultan adalah gelar yang diberikan kepada kepala negara atau penguasa monarki
mutlak, fenomena saat ini istilah Sultan banyak di sematkan kepada para artis ataupun pejabat
bahkan, yang bergelimang kemewahan dan cenderung menciptakan Flexing.
FLEXING, adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan seseorang
yang berusaha untuk memperlihatkan kekayaan atau kemampuan finansial mereka kepada
orang lain. Istilah ini berasal dari kata "flex", yang artinya adalah memamerkan atau
memperlihatkan sesuatu secara sombong atau arogan.
Banyak orang yang melakukan flexing untuk mendapatkan pengakuan atau rasa hormat dari
orang lain, terutama di media sosial. Mereka sering memposting foto atau video yang
menunjukkan mobil mewah, jam tangan mahal, liburan mewah, atau barang-barang lain yang
menunjukkan kekayaan mereka. Flexing juga bisa dilakukan melalui pakaian, gaya hidup,
atau kegiatan sosial.
Manusia cenderung ingin pengakuan dan ingin menjadi seperti tokoh di dunia maya karena
alasan-alasan berikut:
1. Kebutuhan akan sosialisasi: Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan
interaksi dengan orang lain. Dalam dunia maya, orang dapat terhubung dengan
banyak orang dan memperluas jaringan sosialnya. Orang juga dapat mendapatkan
pengakuan dari orang lain melalui media sosial dan membuat dirinya dikenal oleh
banyak orang.
2. Rasa ingin diakui: Setiap orang memiliki rasa ingin diakui dan dihargai oleh orang
lain. Dalam dunia maya, orang dapat merasa diakui dan dihargai dengan mendapatkan
banyak pengikut atau followers. Semakin banyak pengikut, semakin besar rasa diakui
dan dihargai.
3. Kesempatan untuk berbagi: Dalam dunia maya, orang dapat berbagi pengalaman,
opini, ide, dan kreativitas mereka dengan orang lain. Dengan menjadi seperti tokoh di
dunia maya, orang dapat memperluas pengaruh dan jangkauan pesan mereka, dan
juga dapat mempengaruhi banyak orang.
4. Kesenangan dan kepuasan diri: Dalam dunia maya, menjadi seperti tokoh dapat
memberikan kesenangan dan kepuasan diri karena orang dapat merasa prestasi dan
keberhasilan mereka diakui dan dihargai oleh banyak orang.
Namun, perlu diingat bahwa menjadi seperti tokoh di dunia maya bukanlah segalanya.
Keseimbangan dan pengendalian diri dalam menggunakan media sosial penting untuk
menjaga kesehatan mental dan hubungan sosial. Flexing, kebutuhan akan pengakuan dan
kesuksesan harus diimbangi dengan nilai-nilai kebaikan, moralitas, dan etika dalam
kehidupan nyata.

1
Meskipun flexing dapat memberikan kepuasan sementara dan mendapatkan pengakuan dari
orang lain, tindakan ini juga dapat menjadi sangat merugikan. Memperlihatkan kekayaan dan
kemampuan finansial dapat menarik perhatian pencuri atau penjahat, serta menimbulkan rasa
cemburu dan iri dari orang lain. Selain itu, flexing juga dapat menyebabkan kecanduan untuk
membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan, menyebabkan masalah keuangan, dan bahkan
mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Oleh karena itu, penting untuk menghindari tindakan flexing dan fokus pada kebahagiaan
yang sebenarnya, bukan pada kekayaan dan kemampuan finansial semata. Sebaiknya,
gunakan uang dan waktu untuk menciptakan kenangan dan pengalaman yang berharga, dan
belajar untuk hidup sederhana dan bersyukur atas apa yang sudah dimiliki.
Konsep flexing atau memamerkan kekayaan dan kemampuan finansial secara sombong dan
arogan, dapat dilihat dari perspektif filsafat. Dalam filsafat, sikap yang bersifat sombong dan
arogan disebut sebagai kesombongan (arrogance) yang dianggap sebagai tindakan yang
merusak nilai-nilai etika dan moral.
Menurut Aristoteles, dalam karyanya yang berjudul "Nicomachean Ethics" atau "Etika
Nicomachean" dalam bahasa Inggris. Bagian yang membahas tentang kesombongan
kesombongan merupakan salah satu dari karakter buruk yang dapat menghancurkan
kebahagiaan seseorang. Ia berpendapat bahwa kesombongan merupakan perilaku yang
bertentangan dengan kebijaksanaan dan akal sehat. Sebagai alternatifnya, Aristoteles
menekankan pentingnya mengembangkan kebajikan seperti kesederhanaan, kesederhanaan,
dan kerendahan hati untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.
Sementara itu, filosof stoik seperti Seneca menganggap kesombongan sebagai manifestasi
dari ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan yang berasal dari ketidakmampuan seseorang untuk
mengendalikan diri dan menemukan kebahagiaan dalam diri sendiri. Oleh karena itu, ia
menekankan pentingnya mengembangkan kemampuan untuk menerima keterbatasan dan
memusatkan perhatian pada nilai-nilai moral yang lebih tinggi seperti kebijaksanaan,
keberanian, dan keadilan.
Dalam filsafat kontemporer, filosof seperti Jean-Paul Sartre dan Friedrich Nietzsche Dalam
karyanya yang berjudul "Existentialism is a Humanism" atau "Eksistensialisme adalah
Humanisme" melihat kesombongan sebagai tindakan yang dihasilkan dari kecemasan dan
ketidakpastian diri. Sartre berpendapat bahwa kesombongan muncul karena seseorang
mencoba untuk melarikan diri dari kebebasannya dan merasa tidak berdaya di hadapan
keberadaannya. Nietzsche, di sisi lain, menganggap kesombongan sebagai hasil dari
kegagalan individu untuk menerima keterbatasan dan ketergantungan pada orang lain.
Dalam etika, flexing dapat dikaitkan dengan konsep kebajikan dan integritas. Flexing yang
dilakukan dengan niat untuk memperlihatkan kelebihan diri tanpa mempertimbangkan
perasaan dan kesejahteraan orang lain, dapat dianggap tidak bermoral dan bertentangan
dengan prinsip-prinsip kebajikan seperti kerendahan hati, sopan santun, dan kedermawanan.
Secara keseluruhan, flexing dapat dilihat dari perspektif filsafat sebagai tindakan yang
merusak nilai-nilai etika dan moral serta dapat menghambat pencapaian kebahagiaan yang
abadi.

2
Pada akhirnya kita dapat dengan bijak memilih Flexing dengan tujuan tertenju yang kita
inginkan, Oleh karena itu, penting untuk mempraktikkan nilai-nilai seperti kesederhanaan,
kesederhanaan, dan kerendahan hati untuk mencapai kebahagiaan yang sejati.

Anda mungkin juga menyukai