Anda di halaman 1dari 5

Reflektif dan Kritis Sebagai Jalan Menuju Kebijaksanaan

Christofer Albert Thendean - 6122301006 - Pengantar Filsafat

Filsafat Sebagai Ilmu Reflektif


Filsafat biasa dikenal sebagai ilmu kebijaksanaan. Pemahaman setiap orang akan
filsafat tentunya bermacam-macam dan berbeda. Ada yang mengatakan bahwa filsafat
merupakan ilmu yang sulit dipahami dan dimengerti, ada juga yang mengatakan bahwa
filsafat adalah ilmu yang kurang bermanfaat dalam dunia kerja dan masih ada banyak lagi
pemaknaan terhadap filsafat yang diberikan oleh banyak orang. Filsafat secara etimologis
berasal dari bahasa Yunani, yakni philo yang berarti cinta dan sophia yang berarti
kebijaksanaan Jika digabungkan menjadi philosophia, maka akan memiliki arti sebagai cinta
akan kebijaksanaan.
Dalam masa perkuliahan satu semester ini, banyak dibahas mengenai berbagai macam
konteks filsafat, mulai dari sejarah hingga perkembangannya. Tentunya, semua materi ini
berkaitan erat dengan kehidupan. Pernah sekali waktu orang bertanya kepada saya mengenai
apa sebenarnya tujuan dari belajar filsafat. Pertanyaan ini membuat saya mencoba
merenungkan kembali makna filsafat bagi kehidupan saya. Melalui filsafat sebenarnya ada
begitu banyak nilai yang bisa diperoleh bila seseorang masuk ke dalam filsafat.
Dari berbagai macam nilai yang ditawarkan oleh filsafat, ada salah satu nilai yang
menarik, yakni nilai reflektif. Nilai reflektif kerakali dianggap sebagai nilai yang hanya
dimiliki oleh orang-orang yang bijak saja. Akan tetapi, sebenarnya semua orang memiliki
nilai reflektif dalam tingkatan yang berbeda. Pengalaman hidup menjadi salah satu faktor
yang meningkatkan nilai reflektif dalam diri seseorang. Namun, panjangnya perjalanan hidup
atau banyaknya pengalaman hidup tidak selalu menentukan tingkat kebijaksanaan seseorang
tetapi seseorang yang mau terus menerus belajarlah yang mampu untuk meningkatkan
kebijaksanaan..

Dari Sikap Reflektif dan Kritis Menuju Kebijaksanaan


Socrates, seorang filsuf Yunani tersohor pernah menyatakan arti filsuf dari sudut
pandangnya. Bagi Socrates, filsuf adalah seorang yang tidak tahu apa-apa, tetapi karena
ketidaktahuannya itu, ia menginginkan kebijaksanaan. Kesadaran akan ketidaktahuan dan
keinginan untuk terus menerus belajar menjadi hal yang utama bagi seorang filsuf untuk
menjadi seorang yang bijaksana. Sejalan dengan pemikiran Socrates jika dilihat kembali

1
dengan keadaan dunia masa kini, banyak orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu dan juga
malas belajar, tetapi merasa paling tahu dan memahami segalanya.
Perjalanan waktu yang panjang dipahami oleh banyak orang sebagai ukuran
kebijaksanaan. Kemendalaman yang seharusnya dipahami sebagai bagian dari kebijaksanaan,
kurang mendapat perhatian dari sebagian besar orang. Dengan demikian, tidak salah jika pada
masa kini banyak ditemukan kedangkalan-kedangkalan yang seharusnya bisa diatasi dengan
baik. Oleh karena ini diperlukan pemahaman yang mendalam akan suatu pengalaman dan
semangat untuk terus menerus belajar dalam kehidupan ini.
Seorang filsuf bernama Plato pun pernah menyampaikan pengertian filsuf menurut
pandangannya yang selaras dengan pengertian filsuf menurut Socrates. Bagi Plato, filsuf
merupakan seorang ilmuwan. Seorang ilmuwan merupakan pendidik dan politisi yang
tugasnya menunjukkan kepada dunia apa adanya dan keadaan yang seharusnya. Pendapat dari
Plato ini menegaskan kembali dari pendapat Socrates mengenai seorang filsuf yang baginya
adalah seorang yang rendah hati dan pembelajar. Jika dibandingkan dengan dunia masa kini,
seorang yang bijak dianggap sebagai seorang tidak lagi pernah salah dan sudah baik.
Dari permasalahan-permasalahan yang ada dengan dilihat kembali berdasarkan
pemahaman Plato dan Socrates tentang seorang yang bijaksana, maka hal yang perlu
dilakukan adalah mencoba untuk bersikap lebih reflektif dan kritis terhadap kehidupan. Nilai
reflektif dan kritis pada masa kini mulai terkikis akibat kemudahan-kemudahan yang
ditemukan dalam berbagai segi kehidupan saat ini. Kedangkalan cara berpikir merupakan
salah satu akibat dari penurunan nilai reflektif dan kritis yang terkikis masa ini. Tentunya hal
ini bisa berdampak bagi perkembangan generasi masa kini.
Dalam salah satu topik perkuliahan Pengantar Filsafat Semester 1 tahun 2023 di
Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan, pernah disinggung mengenai prinsip-
prinsip filosofis. Dalam pengajaran tersebut, dijelaskan mengenai beberapa prinsip filosofis
yang mendasari ilmu filsafat, antara lain :
1. Beyond Expertise
2. Beyond Data
3. Beyond The Ideal
4. Beyond The Given
Dalam prinsip pertama, Beyond Expertise, secara ringkas dapat dipahami sebagai keberanian
untuk bersikap kritis, jujur, bebas, bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi kesetaraan
dalam perbedaan. Dalam prinsip kedua, Beyond Data, secara ringkas juga dapat dipahami
sebagai pemahaman yang mendalam akan kehidupan, terutama makna kehidupan. Dalam

2
prinsip ketiga, Beyond The Ideal, secara ringkas dapat dipahami sebagai kemampuan untuk
mempertanyakan kembali dan melampaui pemahaman yang sudah ada. Dalam prinsip
keempat, Beyond The Given, dapat dipahami sebagai kemampuan untuk menembus batas-
batas yang ada dengan berlaku kreatif.
Berangkat dari prinsip-prinsip filosofis ini, setiap orang sebenarnya mampu untuk
menjadi pribadi yang reflektif dan kritis. Sekalipun permasalahan kedangkalan menjadi
masalah yang aktual pada masa ini, prinsip-prinsip filosofis ini dapat menjadi terobosan
untuk menghadapinya. Jika melihat kembali permasalahan utama yang mendorong banyak
orang pada masa kini kepada kedangkalan, sebenarnya prinsip-prinsip filosofis ini secara
sederhana dapat dipahami sebagai terobosan untuk menghadapi tantangan tersebut.
Kedangkalan terjadi karena adanya berbagai kemudahan yang terlalu banyak dimanfaatkan
oleh para penggunanya sehingga kemudahan yang ada membuat para penggunanya lupa akan
kenyataan yang seharusnya dihadapi.
Kemudahan untuk mengakses berbagai informasi menjadi salah satu penyebab
kedangkalan dalam cara berpikir. Ketika para pengakses informasi dapat dengan mudah
menerima dan menemukan informasi yang dicarinya, kecenderungan untuk tidak menggali
informasi lebih lanjut. Maka tidak mengherankan juga, beberapa waktu belakangan ini,
muncul fenomena penyebaran berita palsu atau hoax. Tentunya fenomena ini juga
menunjukkan peningkatan kedangkalan manusia dalam cara berpikir atau berpandangan.
Kecepatan perkembangan teknologi dan informasi terkadang tidak sejalan dengan
kesiapan manusia untuk menerima berbagai macam informasi yang ada. Kesiapan yang
dimaksudkan adalah kesediaan untuk menerima informasi dengan jumlah yang banyak secara
bijak. Maka ketika ada informasi baru yang masuk, semua informasi ditangkap dengan begitu
saja tanpa ada pertimbangan apapun juga. Segala informasi diserap secara tidak beraturan dan
semuanya dianggap sebagai suatu informasi yang benar. Oleh karena itu, diperlukan
kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kedangkalan
cara berpikir.
Kebijaksanaan hanya bisa muncul apabila seseorang mampu untuk bersikap reflektif
dan kritis. Tentunya untuk bisa mencapai kebijaksanaan itu diperlukan suatu proses. Namun
pertama-tama harus disadari arti dari kebijaksanaan dalam pemahaman secara pribadi.
Kebijaksanaan menurut Aristoteles adalah pengetahuan. Dengan mengetahui dan memahami,
orang bisa menjadi bijaksana dan sampai pada kebahagiaan (eudaimonia). Namun jika ditarik
kembali dalam pemahaman ini, kebijaksanaan menjadi hal yang perlu diusahakan agar
semakin mampu untuk hidup dalam kebahagiaan.

3
Untuk bisa menjadi bijaksana, durasi umur kehidupan seseorang tidak cukup untuk
menjadi kriterianya. Seseorang yang lebih muda bisa saja menjadi pribadi yang lebih
bijaksana dibandingkan dengan seorang yang lebih tua. Hal ini sama dengan kedewasaan
seseorang yang tidak hanya tergantung daripada jumlah umur seseorang tetapi kembali lagi
terletak pada kematangan kepribadian dan juga pemahaman yang mendalam akan kehidupan
ini. Bila dinilai secara psikologis, tentunya akan memiliki kriteria-kriteria tertentu. Namun,
jikalau berangkat kembali dari beberapa pemahaman tentang filsafat, maka kebijaksanaan
mendapat tempat yang berbeda dan menjadi bagian utamanya.
Dalam kajian ilmu filsafat, kebijaksanaan dapat dikatakan sebagai sebuah proses
untuk terus menerus belajar dan mengetahui berbagai macam hal. Diperlukan usaha dan daya
juang untuk bisa menjadi lebih bijak, terutama dalam menghadapi kedangkalan yang pada
masa kini sedang bertumbuh sekaligus meningkat. Setiap pengalaman hidup juga menjadi
sarana untuk belajar dan terus menerus mengembangkan kehidupan. Oleh karena itu, usaha
dan upaya untuk menambah pengetahuan dan pemahaman akan kehidupan ini menjadi bagian
penting dalam rangka menumbuhkembangkan kebijaksanaan dalam hidup.

Hidup = Proses menuju Kebijaksanaan


Dari permasalahan-permasalahan aktual yang sedang terjadi di dunia ini, seperti
kedangkalan cara berpikir hingga penyebaran berita palsu atau hoax, daya reflektif dan kritis
menjadi salah satu cara yang paling tepat untuk bisa mengatasinya.. Untuk bisa menjadi
pribadi yang reflektif, kritis hingga pada akhirnya menjadi pribadi yang bijaksana, maka
diperlukan proses. Seperti pemahaman Plato dan Socrates mengenai filsafat, maka
pengetahuan menjadi hal yang perlu terus menerus dicari.
Beberapa prinsip-prinsip filosofis diatas juga dapat menjadi bagian dari pedoman
yang bisa diikuti dan dilaksanakan dalam proses menjadi seorang “filsuf” dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, sangat penting untuk terus belajar, berproses dan berjuang untuk
bisa menjadi pribadi yang bijak dalam memahami segala sesuatu. Dengan demikian
kedangkalan dalam cara berpikir yang kini menjadi fenomena umum pun dapat teratasi secara
perlahan-lahan.

4
“ Kebijaksanaan lahir dari sebuah proses belajar berkepanjangan bukan dari penambahan jumlah pada umur
ataupun jumlah hal-hal yang kita miliki.”

Anda mungkin juga menyukai