Disusun oleh :
Elsya Mawaddah Sitio 5233142037
Naila Natasya Meidina 5233142007
Nazwa Rizka Effendi Tarigan 7231402199
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Hakikat filsafat, tujuan, dan
ciri-ciri ke-filsafatan, alasan berfilsafat dan peranannya” ini dapat diselesaikan dengan
cukup baik.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas rutin mata kuliah Filsafat
Pendidikan. Kami ucapkan terima kasih kepada ibu dosen Dra. Rosdiana, M.Pd selaku
dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan
dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan
menjadi bahan makalah sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-
baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini pada tugas selanjutnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan...................................................................................................................1
1.3 Tujuan..................................................................................................................................1
BAB II Pembahasan..................................................................................................................2
5.1 Kesimpulan............................................................................................................................9
5.2 Saran......................................................................................................................................9
Daftar Pustaka............................................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.2 Tujuan Filsafat
Menurut Harold H. Titus, tujuan filsafat adalah upaya untuk memahami alam semesta,
makna dan nilainya. Menurutnya, apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah
kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi, dan ekspresi, maka tujuan filsafat
adalah pengertian dan kebijaksanaan. Berdasarkan uraian tersebut, tujuan filsafat yaitu agar
manusia menjadi lebih terdidik dan memiliki pengetahuan, serta mampu menilai hal-hal di
sekitarnya secara objektif
rasional, menyeluruh, koheren, konseptual, bebas dan bertanggung jawab. Berdasarkan uraian
tersebut, ciri-ciri berpikir filsafat harus universal atau menyeluruh. Artinya, pemikiran harus luas
dan tanpa membatasi diri serta tidak hanya ditinjau dari satu sudut pandang saja. Contohnya,
ketika mengambil suatu keputusan, kita memikirkan semua konsekuensinya, baik itu dari segi
1. Bersifat menyeluruh maksudnya seorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya
mengenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin mengetahui hakikat ilmu dari sudut
pandang yang lain, kaitanya dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini membawa
kebahagiaan dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan tidak akan merasa sombong dan
mengangguk paling hebat atau diatas langit masih ada langit, sebagaimana Socrates yang
2. Bersifat mendasar, maksudnya sifat yang tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu benar,
mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria dilakukan? Apakah
kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti suatu pertanyaan yang melingkar
3. Bersifat spekulatif, maksudnya menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal sebuah
lingkaran yang sekaligus menjadi titik, akhirnya dibutuhkan suatu sifat spekulatif baik dari segi
proses, analisis maupun pembuktiannya, sehingga dapat dipisahkan mana yang logis atau tidak.
Manusia sebagai makhluk berfikir selalu berusaha untuk mengetahui segala sesuatu tidak
mau menerima begitu saja apa adanya sesuatu itu. Selalu ingin tahu apa yang ada yang dilihat
dan diamati. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum
diketahui. Berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang,
seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah dijangkau. Segala sesuatu yang dilihatnya,
dialaminya, dan segala yang terjadi di lingkungan selalu dipertanyakan dan dianalisi atau dikaji.
Kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan
merupakan faktor yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu mempertanyakan,
memikirkan, dan menyelidiki segala sesuatu.
a. Keheranan
Berfikir filsafat timbul karena adanya sesuatu hal yang dipikirkan atau dipertanyakan
terhadap sesuatu hal atau objek, bahkan bisa saja karena adanya keheran terhadap objek di
sekeliling kita. Dari hal-hal tersebut maka seseorang akan mencari jawaban dari pertanyaan atau
rasa keheran secara mendalam sampai hal tersebut terjawab sesuai dengan kepuasan yang
diinginkan, didalam menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan suatu pola berpikir agar
pertanyaan tersebut terjawab dan hasil jawaban itu dapat dipertanggungjawabkan, seperti halnya
di atas pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak akan terjawab jikalau tidak ada pemikiran/berpikir
serta pengetahuan yang ilmiah dalam menjawab sehingga dibutuhkan suatu ilmu dalam
menjawab sehingga dapat dikatakan bahwasannya produk dari pemikiran filsafat adalah ilmu
serta ilmu tersebut akan muncul cabang-cabang ilmu yang lain yang mebidangi dari setiap
permasalahan yang dikaji.
b. Kesangsian
Berbeda dengan Plato; Agustinus dan Rene Descartes beranggapan lain. Menurut mereka,
berfilsafat itu bukan dimulai dari kekaguman atau keheranan, tetapi sumber utama mereka
berfilsafat dimulai dari keraguan atau kesangsian. Ketika manusia heran, ia akan ragu-ragu dan
mulai berpikir apakah ia sedang tidak ditipu oleh panca inderanya yang sedang keheranan?
Apakah yang kita lihat itu benar sebagaimana adanya? Kesangsian dan meragukan ini
mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh
kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh dan kritis seperti
ini disebut dengan berfilsafat.
Descartes mengatakan bahwa jiwa tidak pernah tampak secara langsung dalam kesadaran kita,
seperti halnya pengalaman indrawi. Descartes yakin bahwa jiwa itu ada, ia tidak pernah
mengalami totalitasnya sama sekali. Akan tetapi keyakinan ini mendorongnya untuk menyelidiki
ide-ide lain yang meskipun nyata, tetapi tidak dapat dihadirkan hanya oleh satu pengalaman
indrawi semata-mata. Ide-ide tersebut diantaranya adalah kesempurnaan, kesatuan, ketidak-
berhinggaan, dan aksioma-aksioma geometris yang terdapat di dalam jiwa. Descartes
berkesimpulan bahwa ide-ide seperti itu tidak bergantung dari pengalaman indrawi yang spesifik
tetapi dapat disentuh dan ditimbulkan oleh pengalaman pastilah diperoleh dari hakikat jiwa yang
berfikir. Maka ia menamakan mereka ide-ide bawaan (innate ideas) dari jiwa. Keyakinan
Descartes akan ide-ide bawaan merupakan tongkat dimulainya pemikiran filsafatnya.
c. Kesadaran akan keterbatasan
Bagi manusia, berfilsafat dapat juga bermula dari adanya suatu kesadaran akan
keterbatasan pada dirinya. Menurut Husserl kesadaran tidak lain adalah intensional mengarah
pada sesuatu yang disadari yang disebut sebagai aktivitas intensional atau noetimatic, sedangkan
aktivitas menyadari sesuatu disebut sebagai aktivitas noetic. Oleh sebab itu pengertian kesadaran
oleh Husserl selalu dihubungkan dengan kutub objektifnya, yakni objek yang disadari.
Kesadaran merupakan adanya suatu pemikiran perubahan tentang sesuatu. Dalam keterbatasan,
sangatlah berguna mengejar peradaban atau kebudayaan karena kebahagiaan-kebahagiaan kita
tergantung pada apa yang ada di dalam pikiran kita.
Apabila seseorang sadar bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada saat mengalami
penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia
berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang
tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran yang hakiki.
Manusia menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi dan yang ada pasti ada penyebabnya, dan
dengan demikian mulailah ia berfikir abstrak, dan akhirnya akan menemukan bahwa ada
penyebab yang tidak disebabkan apa-apa. Itulah yang disebut dengan Causa Prima, Pencipta
yang menjadikan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada.
Franz Magnis Suseno (1991) menyebutkan ada empat peranan filafat, yaitu sebagai
berikut:
Bangsa Indonesia berada di tengah – tengah dinamika proses modernisasi yang meliputi
banyak bidang dan sebagian dapat dikemudikan melalui kebijakan pembangunan.
Menghadapi tantangan modernisasi dengan perubahan pandangan hidup, nilai dan
norma itu filsafat membantu mengambil sikap sekaligus terbuka dan kritis.
Filsafat merupakan sarana yang baik untuk menggali kembali kekayaan kebudayaan,
tradisi, dan filsafat Indonesia serta untuk mengaktualisasikannya. Filsafatlah yang
paling sanggup untuk mendekati warisan rohani tidak hanya secara verbalistik,
melainkan secara evaluatif, kritis, dan reflektif sehingga kekayaan rohani bangsa dapat
menjadi modal dalam pembentukan terus – menerus identitas modern Indonesia.
Sebagai kritik ideologi, filsafat membangun kesanggupan untuk mendeteksi dan
membuka kedok ideologis pelbagi bentuk ketidakadilan sosial dan pelanggaran
terhadap martabat dan hak asasi manusia yang masih terjadi.
Filsafat merupakan dasar paling luas untuk berpartisipasi secara kritis dalam kehidupan
intelektual bangsa pada umumnya dan dalam kehidupan intelektual di universitas dan
lingkungan akademis khususnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian hakikat filsafat adalah ilmu tentang realita dan kebenaran, soal apa yang
mungkin diketahui tentang suatu objek baik objek materiil ataupun objek formal yang dicari
kebenarannya dengan akal dan kalbu manusia. Filsafat bertujuan untuk menjadikan manusia
lebih terdidik dan memiliki pengetahuan, serta mampu menilai hal-hal di sekitarnya secara
objektif. Karakteristik berpikir filsafat harus sistematis, bersifat universal, radikal (mendasar),
rasional, menyeluruh, koheren, konseptual, bebas dan bertanggung jawab. Dengan filsafat
seorang tidak akan menganggap sesuatu masalah sebagai hal yang sepele namun akan
mempertanyakan mengenai isi kebenaran sesuatu perbuatan tertentu dan pada akhirnya akan
menemukan kebenaran.
Alasan manusia untuk berfilsafat atau Faktor yang mendorong manusia untuk
mempertanyakan, memikirkan, dan menyelidiki segala sesuatu yaitu karena keheranan,
kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan. Misalnya Augustinus dan Rene Descartes
berpendapat bahwa ketika manusia melihat sesuatu hal yang baru, maka akan timbul rasa heran
yang diikuti dengan keragu-raguan atau rasa sangsi. Rapar dalam Surajiyo mengatakan bahwa
filsafat memiliki peran yang sangat penting yaitu sebagai pendobrak, pembebas, dan
pembimbing. Sehingga manusia menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi dan yang pasti ada
penyebabnya, dan dengan demikian mulailah manusia berfikir abstrak, dan akhirnya menemukan
bahwa ada penyebab yang tidak disebabkan oleh apapun.
3.2 Saran
Dengan mempelajari dan mengkaji tentang hakikat filsafat, tujuan filsafat, ciri-ciri fikiran
ke-filsafatan, serta alasan dan peranannya. Diharapkan kita dapat memahami pengertian hakikat
filsafat,tujuan filsafat, ciri-ciri kefilsafatan, serta alasan dan perananan filsafat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Yulianto, Hanif Sri. 2023. Arti Filsafat beserta Tujuan dan Cabang-cabangnya.