Anda di halaman 1dari 16

KESEHATAN PEREMPUAN (IMS DAN HIV/AIDS)

MAKALAH

Oleh:

1. Yanuar Firdaus 0613522038


2. Salsabila Kinaya Pranindita 0613522040
3. Ika Bela Aprilia 0613522046

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
PRAKATA

Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas kehdirat-Nya yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah terkait Kesehatan Global “Kesehatan Perumpuan (IMS dan HIV/AIDS)”.
Kami telah menyusun makalah ini secara maksimal dengan bantuan dari beberapa
pihak untuk memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu dalam kesempatan ini
kami ingin menyampaikan terma kasih kepada seluruh pihak khususnya kepada Ibu
Dr. Eko Farida, S.T.P., M.Si., selaku dosen pengampu mata kuliah Kesehatan Global
karena berkat ilmu dan bimbingan yang diberikan kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan
dalam penyusunan makalah ini baik dari segi bahasa maupun tata penyusunannya.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang mendukung bagi
para pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.

Semarang, Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1.LATAR BELAKANG ..................................................................................... 1
1.2.RUMUSAN MASALAH ................................................................................. 3
1.3.TUJUAN ......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 4
2.1.INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA PEREMPUAN ..................... 4
2.2.HIV/AIDS ....................................................................................................... 7
2.3.KONDISI GLOBAL IMS DAN HIV PADA PEREMPUAN ........................... 8
BAB III PENUTUP ................................................................................................ 11
3.1.SIMPULAN .................................................................................................. 11
3.2.SARAN ......................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Kesehatan perempuan adalah hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
dan kesejahteraan masyarakat. Namun, perempuan seringkali lebih rentan terkena
penyakit terkait kesehatan reproduksi dan HIV/IMS. Menurut World Health
Organization (WHO), setiap tahunnya terdapat sekitar 300 juta infeksi menular
seksual (IMS) yang terjadi di seluruh dunia. Lebih dari setengah jumlah tersebut
terjadi pada perempuan. Selain itu, sekitar 38 juta orang hidup dengan HIV di seluruh
dunia, dan perempuan mencakup hampir setengah dari jumlah tersebut. Perempuan
yang terinfeksi HIV/IMS juga memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap berbagai
komplikasi kesehatan, seperti kanker serviks, keguguran, bayi lahir prematur, dan
infeksi lainnya. Namun, akses terhadap layanan kesehatan reproduksi dan pencegahan
HIV/IMS masih terbatas bagi banyak perempuan di seluruh dunia (United Nations
Population Fund, 2021). Hal ini seringkali disebabkan oleh faktor-faktor seperti
stigma dan diskriminasi, kurangnya pendidikan dan akses terhadap informasi yang
akurat, serta keterbatasan ekonomi (World Health Organization (WHO), 2021).
Upaya untuk meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi dan
pencegahan HIV/IMS menjadi sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan
perempuan. Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi kemajuan dalam hal ini,
namun masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua
perempuan memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang aman dan terjangkau.
Kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan merupakan hal yang sangat penting
bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat. Perempuan memiliki risiko
yang lebih tinggi terhadap infeksi menular seksual (IMS) seperti kanker serviks dan
HIV, serta komplikasi kesehatan lainnya seperti keguguran dan bayi lahir prematur
(Joint United Nations Programme, 2021). Menurut buku "Women's Health: A

1
2

Handbook for Women" oleh Dr. Miriam Stoppard, sekitar 300 juta kasus IMS terjadi
setiap tahunnya di seluruh dunia, dengan lebih dari setengahnya terjadi pada
perempuan (Stoppard, 2021). Perempuan yang terinfeksi IMS juga dapat mengalami
berbagai masalah kesehatan reproduksi, termasuk gangguan menstruasi, nyeri
panggul, dan infertilitas. Selain itu, HIV juga dapat ditularkan dari ibu ke bayi selama
kehamilan, persalinan, atau menyusui. Hal ini dapat menyebabkan infeksi HIV pada
bayi yang baru lahir dan meningkatkan risiko kematian pada bayi. Namun, akses
terhadap layanan kesehatan reproduksi dan pencegahan IMS masih menjadi tantangan
bagi banyak perempuan di seluruh dunia.
Buku "Women's Health: A Handbook for Women" menjelaskan bahwa stigma
dan diskriminasi terhadap IMS dan HIV, serta kurangnya pendidikan dan akses
terhadap informasi yang akurat, dapat menghambat upaya pencegahan dan
pengobatan . Kesehatan reproduksi perempuan meliputi kondisi kesehatan seputar
sistem reproduksi, termasuk organ reproduksi dan kesehatan seksual. Menurut buku
"The Oxford Handbook of Reproductive Medicine and Family Planning" oleh Dr.
Enda McVeigh, kesehatan reproduksi perempuan sangat penting untuk meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan individu serta masyarakat secara keseluruhan (McVeigh,
2013). Namun, perempuan masih menghadapi berbagai tantangan dalam menjaga
kesehatan reproduksinya, termasuk risiko terhadap infeksi menular seksual seperti
HIV dan IMS. Menurut buku tersebut, IMS dapat menyebabkan komplikasi
kesehatan yang serius, termasuk infertilitas dan kanker serviks, serta meningkatkan
risiko terinfeksi HIV. Selain itu, akses terhadap layanan kesehatan reproduksi dan
pencegahan IMS masih menjadi tantangan bagi banyak perempuan, terutama di
negara berkembang. Buku "The Oxford Handbook of Reproductive Medicine and
Family Planning" menjelaskan bahwa kurangnya akses terhadap informasi yang
akurat, stigma dan diskriminasi, serta faktor ekonomi dapat menghambat upaya
pencegahan dan pengobatan IMS Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih besar
untuk meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi dan pencegahan
IMS bagi perempuan di seluruh dunia. Hal ini meliputi upaya untuk memberikan
3

pendidikan dan informasi yang akurat, mengurangi stigma dan diskriminasi, serta
meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan yang terjangkau dan aman.
1.2.RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi IMS dan bagaiamana cara penularannya?
2. Apa definisi HIV/AIDS dan bagaimana cara penularannya?
3. Bagaimana situasi IMS dan HIV/AIDS secara global?
1.3.TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi IMS dan bagaimana cara penularannya.
2. Untuk mengetahui definisi HIV/AIDS dan bagaimana cara penularannya.
3. Untuk mengetahui situasi IMS dan HIV/AIDS secara global.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA PEREMPUAN

Infeksi menular seksual (IMS) merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh
berbagai macam kuman/bakteri, virus, parasit, dan kutu kelamin, dimana sebagian
besar ditularkan melalui hubungan seksual (Kementerian Kesehatan, 2017). Lebih
dari 30 jenis patogen dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan manifestasi
klinis bervariasi menurut jenis kelamin dan umur. Meskipun pada dasarnya penyakit
menular seksual ditularkan melalui hubungan seksual namun penyakit menular
seksual dapat juga ditularkan melalui ibu ke janin dalam kandungan atau saat ibu
melahirkan, dimana hal ini terjadi karena darah atau transfer jaringan yang sudah
tercemar dan terkadang juga dapat ditularkan melalui alat kesehatan seperti jarum
suntik (Kemenkes, 2016).
Menurut Arjani, dalam Jurnal Skala Husada (2015), Ektoparasit jarang
menyebabkan infeksi saluran kelamin, tetapi ditularkan dari orang ke orang melalui
hubungan erat, khususnya hubungan seksual. Ordo Anaplura mencakup lebih dari
400 spesies kutu penghisap yang merupakan ektoparasit mammalia dan dari tiga
spesies kutu pada manusia yaitu Phtirius pubis (kutu pubis), Pediculus humanis
capitis (kutu kepala) dan P. humanus humanus (kutu badan) spesies yang sering
ditularkan melalui hubungan seksual adalah kutu pubis atau crabs. Kutu memiliki 5
tahap kehidupan yang semuanya terjadi pada tuan rumah yaitu telur, tiga tahap
nymphal dan tahap dewasa (Made, Kurnia, Putu, Wulandari, & Karmaya, 2013).
Penularan dari orang ke orang terutama melalui hubungan intim. Kutu pubis tidak
menyebar secepat kutu manusia lain di luar tuan rumah karena jangka hidupnya lebih
singkat (24 jam dibandingkan beberapa hari untuk yang lain), penularan seksual lebih
dominan (Yulianti, 2013). Populasi dengan insiden tertinggi kutu pubis sama dengan
gonore dan sifilis yaitu bujangan antara 15-25 tahun. Kepekaan terhadap efek gigitan

4
5

kutu bervariasi antar individu. Bila baru pertama kali mungkin butuh 5 hari sebelum
gejala sensitisasi alergis terjadi dan gejala yang utama adalah gatal, luka eritema,
iritasi dan inflamasi. Diagnosis infestasi kutu dilakukan dengan (1) sejarah terinci
dari penderita, (2) kemungkinan infestasi kutu dan pertimbangan tanda dan gejala
penderita serta (3) pengamatan teliti penderita. Baik kutu dewasa maupun telurnya
mudah dilihat dengan mata telanjang. Penatalaksanaan dan disinfeksi harus
diindividulisasi. Idealnya digunakan pedikulosida yang efektif membunuh baik kutu
dewasa maupun telurnya, untuk itu biasanya dibutuhkan waktu kontak minimal 1
jam. Juga kontak di rumah yang lain harus diamati sehingga baik sumber maupun
penyebarannya dapat diobati. Obat bebas yang paling efektif mengandung piretrin
dan piperonibutoksida, sedangkan obatetikal yang banyak digunakan adalah y
benzenheksaklorida 1 % di samping sulfur petrolatum 6%, tiabendazol 5-10%, DDT
dan malathion. Yang paling baru adalah primetrin yang secara kimia mirip piretrin
tetapi bersifat termo dan fotostabil, efek toksis rendah serta spektrum aktivitas
insektisida lebar. Semua pedikulosida mengganggu fungsi ganglion saraf kutu hingga
menyebabkan paralisa pernapasan dan kematian. Kadang-kadang gatal yang
merupakan gejala penting semua infestasi kutu tidak hilang dengan pedikulosida
karena faktor reaksi alergi dan / atau iritasi sehingga dibutuhkan ant iprur itus/
antiinflamasi. Pakaian harus dicuci dengan air panas atau dry cleaning dan yang tidak
bisa dicuci harus diberi disinfektan.
Peningkatan kejadian IMS dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya
adalah perubahan demografik seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat
tinggi, pergerakan masyarakat yang meningkat karena pekerjaan ataupun pariwisata,
kemajuan teknologi berbasis IT (Informasi Teknologi) dan peningkatan sosial
ekonomi. Utamanya kemajuan teknologi berbasis IT menyebabkan dunia tanpa batas,
yang dapat mengakibatkan perubahan-perubahan demografi sehingga terjadi
pergeseran nilai-nilai moral dan agama pada masyarakat. Faktor lain yang juga
mempengaruhi peningkatan IMS adalah kelalaian negara dalam memberi pendidikan
kesehatan dan seks kepada masyarakat, fasilitas kesehatan yang belum memadai dan
6

banyak kasus asimptomatik sehingga pengidap merasa tidak sakit, namun dapat
menularkan penyakitnya kepada orang lain (Djuanda, 2010) dalam (Tuntun, 2018).
Berbagai upaya telah dilaksanakan untuk mencegah terjadinya infeksi menular
seks pada masyarakat, berikut merupakan salah satu layanan oleh pemerintah dalam
penanganan infeksi menular seks dimasyarakat (Kemenkes, 2016):
1. Promosi perilaku seksual yang aman.
2. Memprogamkan peningkatan penggunaan kondom, yang meliputi berbagai
aktifitas mulai dari promosi penggunaan kondom sampai melakukan
perencanaan dan manajemen pendistribusian kondom.
3. Peningkatan perilaku upaya mencari pengobatan.
4. Pengintegasian upaya pencegahan dan perawatan IMS ke dalam upaya pelayanan
kesehatan dasar, upaya kesehatan reproduksi, klinik pribadi/ swasta serta upaya
kesehatan terkait lainnya.
5. Pelayanan khusus terhadap kelompok populasi berisiko tinggi, seperti misalnya
para wanita dan pria penjaja seks, remaja, pengemudi truk jarak jauh, anggota
militer termasuk anggota kepolisian, serta para narapidana.
6. Penatalaksanaan kasus IMS secara paripurna.
7. Pencegahan dan perawatan sifilis kongenital dan konjungtivitis neonatorum.
8. Deteksi dini terhadap infeksi yang bersifat simtomatik maupun yang
asimtomatik.
Salah satu komponen penting dari paket kesehatan masyarakat ini adalah
penatalaksanaan kasus IMS secara paripurna, meliputi:
1. Identifikasi sindrom: Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan diagnosis
secara sindrom atau dengan bantuan laboratorium.
2. Edukasi pasien: kepada pasien dijelaskan tentang riwayat alamiah dari infeksi
yang dialaminya, serta pentingnya melaksanakan pengobatan secara tuntas,
serta hal-hal penting lainnya.
7

3. Pengobatan antibiotik terhadap sindrom: Cara apapun yang digunakan untuk


menegakkan diagnosis, baik dengan menggunakan bagan alur maupun dengan
bantuan laboratorium, secara mutlak diperlukan ketersediaan antibiotik yang
efektif. Obat yang diperlukan perlu disediakan pada saat petugas kesehatan
pertama kalinya kontak dengan pasien IMS. Cara pengobatan yang efektif ini
juga perlu disiapkan dan dilaksanakan pada semua klinik swasta/ pribadi.
4. Penyediaan kondom: Dengan mendorong seseorang untuk menggunakan
kondom, maka Kepala Dinas Kesehatan perlu memberikan jaminan bahwa
kondom tersedia dalam jumlah yang cukup, berkualitas, dan dengan harga yang
terjangkau pada semua fasilitas kesehatan serta berbagai titik pendistribusian
lainnya. Pemasaran Sosial (Social marketing) kondom adalah cara lain untuk
meningkatkan jangkauan terhadap penjualan kondom.
5. Konseling: Fasilitas konseling disiapkan agar dapat dimanfaatkan oleh siapa
saja yang membutuhkannya; misalnya pada kasus herpes genitalis kronis atau
kutil pada alat genital, baik untuk perorangan maupun untuk mitra seksualnya.
6. Pemberitahuan dan pengobatan pasangan seksual: Penting bagi setiap program
penanggulangan IMS adalah melakukan penatalaksanaan terhadap setiap mitra
seksual pasien IMS, dan menghimbau agar mereka sendiri lah yang
menghubungi tempat pelayanan IMS untuk mendapat pengobatan. Upaya ini
harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan faktor sosial dan budaya
setempat, untuk menghindari masalah etis maupun masalah praktis yang
mungkin timbul, misalnya penolakan, dan kekerasan khususnya terhadap
wanita.
2.2. HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh tidak mampu lagi melindungi dari berbagai
penyakit lain yang menyertainya (infeksi oporunistik). Sementara, AIDS (Acquired
Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan dari gejala penyakit yang
8

muncul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV
(Kementerian Kesehatan, 2017). Adapun penularan HIV dapat melalui:

1. Hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi HIV, risiko akan
semakin besar jika melakukan hubungan seksual dengan banyak atau
berganti-ganti pasangan seks tanpa menggunakan kondom.
2. Menggunakan jarum suntuk bersama yang terkontaminasi HIV seperti jarum
suntik.
3. Dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dikandungannya. Penularan dapat
terjadi selama kehamilan saat melahirkan dan saat menyusui.
4. Melalui transfusi darah dan produk darah lainnya (yang terkontaminasi HIV).
2.3. KONDISI GLOBAL IMS DAN HIV PADA PEREMPUAN
Menurut WHO (2010, dalam CDC) kasus IMS terbanyak terjadi di Papua New
Guenia, dengan jumlah kasus lebih dari 2 juta kasus IMS yang didiagnosa per
tahunnya, seperti sifilis 26%, gonoroe 34%, dan bakterial vaginosis 57%. Kasus IMS
meningkat dari tahun ke tahun, hal ini ditunjukkan oleh data WHO (2013) bahwa
telah terjadi penularan IMS lebih dari satu juta orang setiap harinya, dan diperkirakan
sekitar 500 juta orang per tahun telah terinfeksi IMS, seperti sifilis, gonoroe, klamidia
dan trikomoniasis. Di Amerika Serikat (2008) terdapat sekitar 20 juta kasus baru
IMS, dan jumlah wanita yang menderita infeksi klamidia 3 kali lebih tinggi dari laki
laki. Dari seluruh wanita yang menderita infeksi klamidia, golongan umur yang
memberikan kontribusi yang besar ialah umur 15-24 tahun (CDC (Centers of Disease
Control & Prevention), 2013).
Sementara pada kasus HIV/AIDS MDGs (Millenium Development Goals)
menjadikan HIV/AIDS menjadi salah satu penyakit yang menjadi konsentrasi oleh
198 negara, untuk segera ditanggulangi tidak terkecuali di Indonesia . MGDs
menjadikan sasaran karena kasusnya yang terus meningkat dari waktu ke waktu.
Epidemi HIV pertama sekali diidentifikasi pada tahun 1983. Derajat kesakitan dan
kematian yang disebabkan oleh HIV dan dampak global dari infeksi HIV terhadap
9

sumber daya penyedia kesehatan dan ekonomi sudah meluas dan terus berkembang.
HIV telah menginfeksi 50-60 juta orang dan menyebabkan kematian pada orang
dewasa dan anak-anak lebih dari 22 juta orang. Lebih dari 42 juta orang hidup dengan
infeksi HIV dan AIDS, yang kira – kira 70% berada di Afrika dan 20% berada di
Asia, dan hampir 3 juta orang meninggal setiap tahun. Menurut UNAIDS (Joint
United Nations Programme on HIV- AIDS) data global HIV- AIDS tahun 2009
mencapai 33,3 juta jiwa yang hidup dengan HIV namun berdasarkan laporan
UNAIDS tahun 2009 terdapat 22,6 juta jiwa yang terinfeksi oleh HIV. Jumlah AIDS
tertinggi pada ibu rumah tangga (IRT) (10.691), karyawan (9.656), wiraswasta
(9.512), petani/ peternak/ nelayan (3.685), buruh kasar (3.202), penjaja seks (2.581),
pegawai negeri sipil (1.826), serta anak sekolah/ mahasiswa (1.776). Di Indonesia
saat ini sudah pada tahap yang sangat menghawatirkan. Hal tersebut didukung oleh
data-data yang menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah orang dengan
HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak hanya terjadi pada kelompok rentan dimana
orang-orang yang hidup dengan HIV AIDS (ODHA) artinya bukan HIV positif tetapi
juga keluarga, pasangan , teman atau pendampingnya (bisa HIV positif atau HIV
negatif). Kasus HIV- AIDS di Indonesia ditemukan pertama kali pada tahun 1987
dan jumlah kasus HIV sampai dengan Maret 2017 adalah sebanyak 10.376 orang.
Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sebanyak 242.699 orang. Jumlah
infeksi HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (46.758), diikuti Jawa Timur (33.043),
Papua (25.586), Jawa Barat (24.650), Jawa T engah (18.038) Sedangkan untuk
jumlah kasus AIDS sampai Maret 2017 adalah sebanyak 673 orang. Jumlah kumulatif
AIDS dilaporkan sebanyak 87.453 orang. Jumlah AIDS terbanyak dilaporkan dari
Jawa Timur (17.014), Papua (13.3998), DKI Jakarta (8.769), Bali (6.824), Jawa
Tengah (6.531), Jawa Barat (5.289), Sumatera Utara (3.897), Sulawesi Selatan
(2.812), Kalimantan Barat (2.597), dan NTT (1.959) (Riyatin, Suryono, & Haryanti,
2019).
HIV/AIDS telah menjadi penyebab utama kematian perempuan. Banyak
perempuan masuk dalam kelompok rentan tertular IMS dan HIV karena
10

suami/pasangan mereka memiliki perilaku seksual yang tidak aman diluar


pernikahannya dan menggunakan narkoba suntik. Penelitian oleh Wirawan
menemukan bahwa 1,2% ibu hamil terinfeksi HIV. Jumlah perempuan yang
terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya
jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak aman, yang akan
menularkan HIV pada pasangan seksualnya. Pada ibu hamil, HIV bukan hanya
merupakan ancaman bagi keselamatan jiwa ibu, tetapi juga merupakan ancaman bagi
anak yang dikandungnya karena penularan yang terjadi dari ibu ke bayinya.
Perempuan memiliki sensitivitas yang tinggi dari penularan HIV/AIDS, mengingat
peran perempuan sebagai istri dan ibu bagi bayi mereka yang akan melanjutkan dari
segi keturunan. Ketika seorang istri memiliki pengetahuan yang minimalis atas hak-
hak kesehatan reproduksi mereka, maka mulai saat itu pula perempuan tidak memiliki
keberdayaan untuk melindungi diri mereka sendiri dari paksaan permintaan suami
untuk dilayani yang tanpa pandang waktu dan situasi (Komnas Perempuan, 2019).
BAB III

PENUTUP
3.1. SIMPULAN
Infeksi menular seksual (IMS) merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh
berbagai macam kuman/bakteri, virus, parasit, dan kutu kelamin, dimana sebagian
besar ditularkan melalui hubungan seksual. Sementara HIV HIV (Human
Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia, sehingga tubuh tidak mampu lagi melindungi dari berbagai penyakit lain
yang menyertainya (infeksi oporunistik) dan AIDS (Acquired Immuno Deficiency
Syndrome) merupakan kumpulan dari gejala penyakit yang muncul akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Kondisi IMS dan
HIV/AIDS baik dunia dan Indonesia menghawatirkan terutama pada perempuan,
dimana hal tersebut didukung dengan semakin meningkatnya jumlah penderita pada
kedua kasus tersebut.
3.2. SARAN
Upaya pencegahan harus terus dilakukan untuk menekan meningkatnya IMS dan
HIV/AIDS terutama pada perempuan. Dukungan dari berbagai pihak tidak hanya dari
pemerintah namun juga lapisan masyarakat harus dilakukan untuk mendukung
percepatan pencegahan.

11
DAFTAR PUSTAKA
CDC (Centers of Disease Control, & Prevention). (2013). Sexually Transmitted
Disease. Retrieved from https://www.cdc.gov/std/general/other.ht
Joint United Nations Programme. (2021). Women and HIV. Retrieved from
https://www.unaids.org/en/topic/women-and-hiv
Kemenkes. (2016). Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. In
Kesmas: National Public Health Journal.
Kementerian Kesehatan, P. D. (2017). Pedoman PBR.pdf (p. 6). p. 6.
Komnas Perempuan. (2019). Risalah Kebijakan Perempuan dengan HIV dan AIDS.
Made, D., Kurnia, S., Putu, L., Wulandari, L., & Karmaya, I. N. M. (2013). Women ’
s vulnerability to STIs and HIV transmission : high risk sexual behaviour in
Denpasar City Kerentanan perempuan terhadap penularan IMS dan HIV :
gambaran perilaku seksual berisiko di Kota Denpasar. Public Health and
Preventive Medicine Archive (PHPMA), 1(1), 13–18.
McVeigh, E. (2013). The Oxford Handbook of Reproductive Medicine and Family
Planning. Oxford University Press.
Riyatin, R., Suryono, S., & Haryanti, T. (2019). Faktor Penyebab Penularan
HIV/AIDS pada Wanita di Kabupaten Sragen. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat Berkala, 1(1), 14. https://doi.org/10.32585/jikemb.v1i1.693
Stoppard, M. (2021). Women’s Health: A Handbook for Women. DK Publishing.
World Health Organization. Sexual and reproductive health.
Tuntun, M. (2018). Faktor Resiko Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Jurnal
Kesehatan, 9(3), 419. https://doi.org/10.26630/jk.v9i3.1109
United Nations Population Fund. (2021). Gender equality and women’s
empowerment. Retrieved from https://www.unfpa.org/gender-equality-and-
womens-empowerment
World Health Organization (WHO). (2021). Reproductive health. Retrieved from
https://www.who.int/health-topics/reproductive-health#tab=tab_1
Yulianti, A. P. (2013). Kerentanan Perempuan Terhadap Penularan HIV & AIDS :

12
13

Palastren, 6(1), 185–200.

Anda mungkin juga menyukai