Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KELOMPOK

PERWUJUDAN KESATUAN WILAYAH/NKRI DI ERA REFORMASI

Disusun oleh : (Kelompok 1)

Rahmalisa Oktania (M011221142) Saldy Sadewa (M011221156)


Johnatan Palullungan (M011221170) Shafira M. Asra (M011221163)
Krida Prasasti (M011221149) Muh. Zulfadly A. (M011221135)
Fasya Sabila (M011221121) Achmad Fajar (M011221178)
Wahyu Hidayat (M011221128)

Dosen Pengampu :
Dr. Wadzibah Nas, SE., MM.

FAKULTAS KEHUTANAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2022
BAGAIMANA PERWUJUDAN PERSATUAN WILAYAH/NKRI DI ERA
REFORMASI

Bagi SBY, reformasi bukanlah revolusi, sebuahgerakan perubahan tanpa ada kekerasan
dan korban. Ia mengatakan, reformasi tidak boleh mengganti dan menjebol kerangka bernegara
dari sebuah bangsa, reformasi adalah sebuah gerakan untuk memperbaiki sistem yang dianggap
tidak berjalan dengan baik. SBY menyebut ada 10 alasan yang mendorong reformasi yaitu
kekuasaan yang relatif absolut, demokrasi yang lemah, dan konsentrasi kekuasaan yang terlalu
berfokus di pusat dan tidak memperhatikan daerah, imbangan tidak sehat kekuatan legislatif
dan eksekutif, dwifungsi ABRI, dominasi partai politik pemerintah, dominasi bisnis oleh
kelompok tertentu, pemberantasan korupsi lemah, pemilu tidak adil dan bersih dan penegakan
stabilitas dan keamanan nasional secara represif, pemangku kekuasaan menyalahgunakan
kewenangan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Prinsip kedaulatan rakyat perlu di
wujudkan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejak era Reformasi, media massa di Indonesia dapat bernafas lega dalam alam
kebebasan. Gerakan reformasi politik, ekonomi dan sosial ditandai dengan runtuhnya
kekuasaan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.
Selama 32 tahun, rezim Orde Baru telah “memanfaatkan” pers atau media massa sebagai alat
perjuangan politiknya. Pers telah dipakai sebagai alat propaganda pembangunan ekonomi yang
menjadi jargon utama dari rezim Orde Baru. Kritik hubungan negara dan media dikemukakan
Edward S.Herman dan Chomsky yang memandang media sebagai mesin propaganda yang
mengolah persetujuan bagi tatanan sosial politik yang berlaku.
Salah satu perkembangan media massa yang paling terlihat adalah perkembangan
media cetak khususnya surat kabar. Dari data yang diambil dari Serikat Penerbit Surat kabar
(SPS), hingga Juni 2009, tercatat 951 penerbitan pers di Indonesia dengan berbagai varian skala
bisnis mereka. Dengan jumlah anggota sebanyak 433 penerbit pers antara lain surat kabar
harian, tabloid, surat kabar mingguan, bulletin, dan majalah di 29 provinsi.
Berkembangnya sebuah penerbitan surat kabar tidak terlepas dari seberapa besar modal
yang dimiliki, dan modal usaha penerbitan surat kabar yang terbesar diantaranya adalah modal
pendapatan yang didapatkan dari iklan. Kebanyakan surat kabar mengandalkan hidupnya dari
iklan, bahkan kenaikan harga kertas koran sebagai bahan baku utama sering kali tidak
mengakibatkan kenaikan harga jual surat kabar per eksemplar secara proposional. Kehadiran
iklan dalam media cetak, dengan kata lain, telah mampu mensubsidi harga eceran surat kabar.
Dari sisi iklan, surat kabar memiliki ketergantungan terhadap pendapatan iklan untuk tetap
survive. Di tengah persaingan memperebutkan pangsa pasar iklan dengan media elektronik,
surat kabar di Indonesia memperoleh peringkat kedua dalam perolehan iklan setelah televisi.
Berdasarkan data dari survei Nielson Audience Measurement bulan Agustus 2011
menunjukkan bahwa belanja iklan di media meningkat hingga 17%. Pada paruh pertama tahun
2011, belanja iklan di media meningkat 17% menjadi Rp 33.400.000.000.000 dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Namun pertumbuhan sedikit lebih lamban dibanding
tahun lalu yang naik 29% menjadi Rp 28,5 triliun dari 2009.
Reformasi memiliki arti pembaharuan. Pada masa reformasi masyarakat banyak
mengahrapkan adanya perubahan dan perbaikan dalam segala bidang kehidupan. Istilah
reformasi digunakan sebagai istilah untuk menyebut kekuasaan setelah kejatuhan Orde Baru
hingga sekarang masih disebut sebagai zaman reformasi, entah sampai kapan kata reformasi
dipakai untuk menunjukan kekuasaan suatu rezim pemerintahan.
Masa reformasi terjadi banyak perubahan atau amandemen atas Undang-Undang Dasar
1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional. Amandemen ini diharapkan dapat
membentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dan stabil daripada masa-masa sebelumnya.
Amandemen UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yakni pada tahun
1999, 2000, 2001, dan 2002. Pemerintah konstitusional memiliki ciri bahwa konstitusi negara
berisi adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan maupun eksekutif dan adanya jaminan atas
hak asasi manusia dan hak-hak warga Negara lainnya. Setelah Soeharto mengundurkan diri
sebagai presiden indonesia dan mulai memasuki masa reformasi, muncul kebijakan yang
berhubungan dengan kebebasan berpolitik. Seperti adanya kemerdekaan pers, kemerdekaan
membentuk partai politik, terselenggaranya pemilu yang demokratis dan Otonomi Daerah pada
tahun 1999.
Dilakukannya amandemen atau perubahan pada UUD NRI Tahun 1945 pada masa
reformasi ini termasuk mengenai penyelenggaraan negara. Salah satu tujuan utamanya adalah
agar kekuasaan presiden tidak disalahgunakan sehingga tercapai kondisi kenegaraan yang lebih
stabil. Masa reformasi Indonesia mengalami lima kali pergantian presiden, yakni B.J. Habibie
(masa memimpin 1998-1999), Abdurrahman Wahid (masa memimpin 1999-2001), Megawati
Soekarno Putri (masa memimpin 2001-2004), Susilo Bambang Yudhoyono (masa memimpin
2004-2014) dan Joko Widodo (masa memimpin 2014-sekarang).
Dilihat dari dinamika persatuan dan kesatuan bangsa di atas adakalanya persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia begitu kukuh, tetapi ada pula masa ketika dinamika persatuan dan
kesatuan bangsa mendapat ujian ketika dihadapkan oleh berbagai macam gerakan
pemberontakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Segala bentuk teror yang bisa
berdampak munculnya perpecahan di kalangan masyarakat Indonesia sudah banyak terjadi
dalam sejarah Indonesia hingga saat ini. Namun sebagai generasi bangsa, kita patut bersyukur
ancaman atau gangguan tersebut tidak membuat NKRI menjadi lemah, tetapi semakin kukuh
pberkembang hingga sekarang.
Dengan latar belakang seperti di atas, maka pemerintah harus pandai dalam melakukan
analisa terhadap pengaruh lingkungan strategi. Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan,
yaitu Pertama, dalam mengatasi separatisme, gerombolan bersenjata, radikal kiri dan kanan
seperti RMS, PKI dan lain sebagainya yang merupakan ancaman serius bagi bangsa Indonesia.
Oleh karena itu pemerintah harus tanggap dan cepat bertindak dalam menghadapi
permasalahan tersebut, untuk itu pemerintah harus bertindak tegas dalam menyelasaikan
masalah separatis maupun sejenisnya demi keutuhan bangsa dan negara serta tidak
membiarkan kondisi ini.
Ancaman disintegrasi bangsa pasca kemerdekaan terutama pasca Reformasi terjadi
dalam berbagai bentuk tindakan yang anarkhis dan terjadi di berbagai tempat yang dalam
bingkai NKRI. Citra NKRI sebagai negara yang ramah dan berbudaya serta penuh dengan
santun sudah mulai luntur ditelan oleh derasnya gelombang arus reformasi itu sendiri.
Kemunculan konflik yang berbasis primordial dengan sebab-sebab yang tidak terduga telah
memberikan wajah baru pada NKRI.
Salah satu penyebab konflik itu sendiri kadang-kadang terjadi karena adanya
pandangan bahwa pluralitas, suku, agama, ras, dan antar golongan lah yang dianggap sebagai
penyebab utama konflik. Memang secara sadar kita harus mengakui bahwa pasca Reformasi
telah terjadi ancaman disintegrasi bangsa yang mencakup lima wilayah. Pertama, kekerasan
memisahkan diri di Timor-Timur setelah jajak pendapat tahun 1999 yang pada akhirnya lepas
dari cengkraman NKRI. Kedua, kekerasan komunal berskala besar, baik antar agama, intra
agama, dan antar etnis yang terjadi di beberapa wilayah seperti Kalimantan Barat, Maluku,
Sulawesi Tengah, dan Kalimantan tengah. Ketiga, kekerasan yang terjadi dalam skala kota dan
berlangsung beberapa hari seperti Peristiwa Mei 1998. Keempat, kekerasan sosial akibat main
hakim sendiri seperti pertikaian antar desa dan lain sebagainya. Kelima, kekerasan yang terkait
dengan terorisme seperti di Bali dan Jakarta.
Dengan latar belakang seperti di atas, maka pemerintah harus pandai dalam melakukan
analisa terhadap pengaruh lingkungan strategi. Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan,
yaitu Pertama, dalam mengatasi separatisme, gerombolan bersenjata, radikal kiri dan kanan
seperti RMS, PKI dan lain sebagainya yang merupakan ancaman serius bagi bangsa Indonesia.
Oleh karena itu pemerintah harus tanggap dan cepat bertindak dalam menghadapi
permasalahan tersebut, untuk itu pemerintah harus bertindak tegas dalam menyelasaikan
masalah separatis maupun sejenisnya demi keutuhan bangsa dan negara serta tidak
membiarkan kondisi ini terus berlarut-larut.
Sebagaimana telah dinyatakan dalam pasal 1ayat 2 UUD 1945 bahwa kedaulatan rakyat
di Indonesia dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Hal ini berarti untuk mengetahui
perwujudan prinsip kedaulatan rakyat adalah dengan melihat ketentuan-ketentuan yang di atur
dalam UUD 1945 yang berkenaan dengan prinsip tersebut. Adapun beberapa perwujudan dari
prinsip kedaulatan rakyat sepeti tertuang dalam pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut :
a. Dibentuknya lembaga-lembag negara sebagai pelaksana prinsip kedaulatan rakyat atau
lembaga-lembaga demokrasi. Lembaga tersebut merupakan badan perwakilandari
rakyat yang berdaulat, yaitu :
 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
 Dewan perwakilan Daerah (DPD)
 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
b. Adanya pemilihan presiden dan wakil presiden (Pasal 6A UUD 1945)
c. Adanya pemilihan anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Pasal 22E UUD 1945)
d. Di jaminnya hak-hak warga negara dan juga hak asasi manusia ( Pasal 27 sampai dengan
pasal 34 UUD 1945)

Simpulan menurut kami ancaman disintegrasi bangsa pasca kemerdekaan terutama


pasca Reformasi terjadi dalam berbagai bentuk tindakan yang anarkhis dan terjadi di berbagai
tempat yang dalam bingkai NKRI. Citra NKRI sebagai negara yang ramah dan berbudaya serta
penuh dengan santun sudah mulai luntur ditelan oleh derasnya gelombang arus reformasi itu
sendiri. Kemunculan konflik yang berbasis primordial dengan sebab-sebab yang tidak terduga
telah memberikan wajah baru pada NKRI. Salah satu penyebab konflik itu sendiri kadang-
kadang terjadi karena adanya pandangan bahwa pluralitas, suku, agama, ras, dan antar
golongan lah yang dianggap sebagai penyebab utama konflik.
Referensi

Riau, S. S. K. (2020). MODEL NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DI ERA


REFORMASI Mahmuzar. Jurnal Hukum & Pembangunan Vol, 50(2), 302-316.
Kaka, D. L. (2021). Usaha Mengatasi Ancaman Disintegrasi Bangsa Dalam Rangka Memupuk
Persatuan Dan Kesatuan Bangsa Pasca Kemerdekaan.
Berakhirnya Orde Baru dan lahirnya reformasi (kemdikbud.go.id)

Anda mungkin juga menyukai