0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
18 tayangan4 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, penyebab, patofisiologi, gejala, dan pengobatan dispepsia. Dispepsia adalah gangguan pencernaan di bagian atas saluran pencernaan yang ditandai dengan nyeri atau tidak nyaman di abdomen atas. Penyebabnya meliputi gaya hidup tidak sehat, makanan dan minuman yang memicu, serta faktor psikologis seperti stres. Gejalanya berupa nyeri perut, mual, dan cepat k
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, penyebab, patofisiologi, gejala, dan pengobatan dispepsia. Dispepsia adalah gangguan pencernaan di bagian atas saluran pencernaan yang ditandai dengan nyeri atau tidak nyaman di abdomen atas. Penyebabnya meliputi gaya hidup tidak sehat, makanan dan minuman yang memicu, serta faktor psikologis seperti stres. Gejalanya berupa nyeri perut, mual, dan cepat k
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, penyebab, patofisiologi, gejala, dan pengobatan dispepsia. Dispepsia adalah gangguan pencernaan di bagian atas saluran pencernaan yang ditandai dengan nyeri atau tidak nyaman di abdomen atas. Penyebabnya meliputi gaya hidup tidak sehat, makanan dan minuman yang memicu, serta faktor psikologis seperti stres. Gejalanya berupa nyeri perut, mual, dan cepat k
Penyakit tidak menular hadir sebagai pembunuh utama sejak beberapa abad yang lalu. Penyakit degeneratif yang disebabkan oleh gaya hidup, kualitas lingkungan yang tidak sehat, dan kondisi psikologis, stres, atau depresi berkepanjangan, telah menjadi penyebab kematian tertinggi di seluruh dunia. Penyakit tidak menular menyerang orang dari semua umur, bagian terbesarnya adalah mereka yang berada dalam usian produktif (Herman; Murniati; S, 2019). Pelayanan publik diterbitkannya dalam keadaan mendesak yaitu suatu keadaan yang muncul secara tiba-tiba menyangkut kepentingan umum yang harus diselesaikan dengan cepat, dimana untuk menyelesaikan persoalan tersebut, peraturan perundang-pundangan belum mengaturnya. Kendala-kendala di dalam diskresi birokrasi dalam pemerintahan daerah sebagai salah satu upaya efektivitas pelayanan publik (Suprapto & Abdul Malik, 2019). Dispepsia merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi di masyarakat dan mempengaruhi sekitar 20% populasi global. WHO memprediksi pada tahun 2020, proporsi angka kematian karena penyakit tidak menular akan meningkat menjadi 73% dan proporsi kesakitan menjadi 60% di dunia, sedangkan untuk negara SEARO (South East Asian Regional Office) pada tahun 2020 diprediksi angka kematian dan kesakitan karena penyakit tidak menular akan meningkat menjadi 50% dan 42%. Kejadian dispepsia biasanya disertai dengan nyeri ulu hati, perut begah, mual, muntah, sendawa, memiliki saran cepat kenyang ketika makan. Makan yang tidak teratur memicu timbulnya berbagai penyakit karena terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh. Ketidakteraturan ini berhubungan dengan waktu makan. Biasanya, ia berada dalam kondisi terlalu lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang. Sehingga kondisi lambung dan pencernaannya menjadi terganggu. Faktor yang memicu produksi asam lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat kimia, seperti alkohol, umumnya obat penahan nyeri, asam cuka. Makanan dan minuman yang bersifat asam, makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang, semua faktor pemicu tersebut dapat mengakibatkan dispepsia (Warianto, 2011). Jenis-jenis makanan yang dikonsumsi juga dapat merangsang peningkatan asam lambung seperti makanan pedas yang dimana biasanya cabai memiliki kandungan zat bernama capsaicin yang dapat memperlambat kerja sistem pencernaan yang akan semakin memperburuk kondisi seseorang bila sedang mengalami kejadian dispepsia. Semakin lama makanan bertahan di perut, akan semakin meningkat pula risiko naik asam lambung. Makanan asam juga mempengaruhi kejadian dispepsia karena tingginya asam menyebabkan peradangan serta erosi pada mukosa lambung sehingga dapat memunculkan gangguan dispepsia. Minuman bersoda dan kopi juga mempengaruhi gangguan dispepia karena mengandung kafein yang dapat meningkatkan sekresi gastrin sehingga akan merangsang produksi asam lambung. Hal-hal lain yang menjadi pemicu kejadian dispepsia diantaranya jenis kelamin, usia dan tingkat stress. Jenis kelamin paling banyak yang menderita gangguan dispepsia adalah perempuan, karena perempuan menyukai makanan pedas yang berlebihan dan tidak sedikit menyukai makanan asam. Usia paling banyak dialami oleh lansia karna semakin bertambahnya usia semakin berkurang kinerja dalam tubuh seseorang. Tingkat stress juga menjadi pemicu kejadian dispepsia karena stres yang berlebihan dapat memicu lambung untuk mengeluarkan asam lambung secara berlebihan, reaksi ini dapat mengganggu aktivitas lambung bahkan dapat memicu kebocoran lambung. Meskipun dispepsia tidak termasuk dalam kategori penyakit yang serius, gejala ini dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang dan membatasi kemampuan seseorang dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu,pemahaman tentang dispepsia serta cara penanganannya yang tepat sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi dan memperbaiki kualitas hidup pasien.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa pengertian atau definisi dari dispepsia? 1.2.2 Apa etiologi atau penyebab terjadinya dispepsia? 1.2.3 Bagaimana patofisiologi dari dispepsia beserta klasifikasinya? 1.2.4 Apa saja gejala-gejala dari dispepsia? 1.2.5 Bagaimana cara pengobatan (Swamedikasi) dari dispepsia? 1.3 TUJUAN 1.3.1 Mengetahui pengertian atau definisi dari dispepsia? 1.3.2 Mengetahui etiologi atau penyebab terjadinya dispepsia? 1.3.3 Mengetahui patofisiologi dari dispepsia beserta klasifikasinya? 1.3.4 Mengetahui gejala-gejala dari dispepsia? 1.3.5 Mengetahui pengobatan (Swamedikasi) dari dispepsia? DAPUS
Herman, H., & Lau, S. H. A. (2020). Faktor Risiko Kejadian Dispepsia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(2), 1094-1100.
Wibawani, E. A., Faturahman, Y., & Purwanto, A. (2021). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Dispepsia Pada Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam Di Rsud Koja (Studi Pada Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam Di Rsud Koja Tahun 2020). Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia, 17(1).