Anda di halaman 1dari 241

PENGARUH BAHAN AJAR MODUL BERBASIS MODEL ANALOGI

TERHADAP HASIL BELAJAR DAN PERSEPSI SISWA TKR


SMK MUHAMMADIYAH PRAMBANAN

SAMPUL DEPAN

Oleh:
MUHAMAD AMIRUDDIN
NIM 15702251009

Tesis ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan


untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

i
ABSTRAK

MUHAMAD AMIRUDDIN: Pengaruh Bahan Ajar Modul Berbasis Model


Analogi Terhadap Hasil Belajar dan Persepsi Siswa TKR SMK Muhammadiyah
Prambanan. Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Negeri
Yogyakarta, 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) peningkatan hasil belajar
siswa aspek kognitif pada mapel kelistrikan sistem pengapian, (2) peningkatan
persepsi siswa pada mapel kelistrikan sistem pengapian, (3) keefektifan hasil belajar
antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dan (4) keefektifan persepsi
siswa terhadap mapel kelistrikan antara kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen.
Penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan nonequivalent
control group design ini menggunakan sampel penelitian sebanyak 60 peserta didik
yang dibagi menjadi 2 kelas. Satu kelas ditetapkan sebagai kelas eksperimen yang
diberi perlakuan berupa pemberian bahan ajar modul berbasis analogi dan satu kelas
lainnya sebagai kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional, yakni ceramah.
Di dalam bahan ajar modul ini terdapat materi, soal evaluasi, dan 8 macam konsep
pada sistem kelistrikan pengapian yang dianalogikan menggunakan kaidah analogi
FAR. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah 30 butir tes hasil
belajar dan 13 butir angket persepsi siswa terhadap mapel kelistrikan. Uji prasyarat
analisis meliputi normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov, dan uji
homogenitas menggunakan Levene Test. Data dianalisis dengan gain score, mean
dan uji-t parsial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) modul berbasis analogi dapat
meningkatkan hasil belajar, ditunjukkan dari rerata gain score 3,14. (2) Modul
berbasis analogi dapat meningkatkan persepsi siswa, ditunjukkan dari rerata gain
score 5,86. (3) Kelas eksperimen lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar,
terbukti dari hasil uji-t parsial dengan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05) dan mean
postes kelas eksperimen sebesar 5,87 lebih besar dibanding kelas kontrol sebesar
3,6. (4) Kelas eksperimen lebih efektif dalam meningkatkan persepsi siswa, terbukti
dari hasil uji-t parsial dengan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05) dan mean postes kelas
eksperimen sebesar 39,17 lebih besar dibanding kelas kontrol sebesar 33,37.

Kata Kunci: Modul Berbasis Analogi-FAR, Hasil Belajar, Persepsi

ii
ABSTRACT

MUHAMAD AMIRUDDIN: The Effect of Module Based on Analogy on Student’s


Learning Outcomes and Perception of TKR SMK Muhammadiyah Prambanan.
Thesis. Yogyakarta: Graduate School, Yogyakarta State University, 2017.
This research aimed to test: (1) the improvement of student’ learning
achievement in electrical ignition system, (2) the improvement of student’
perception in electrical ignition system, (3) the effectiveness in the student’ learning
achievement between the experiment class and control class, and (4) the
effectiveness in the student’ perception between the experiment and control class.
This research conducted using the quasi-experiment with nonequivalent
control group design. The population of the research was 60 students which were
devided into 2 classes. One class was the experimental class which was given
module based from analogy treatments, and the other class was a control class which
was given conventional teaching model. Module based from analogy was made with
contained instruction material, evaluation exercise, and 8 kind concepts of analogy
FAR. The data were collected for student’s perception and test of the result in
learning about ignition system. Normality of data test used Kolmogorov-smirnov,
while homogenity test used Levene test. The data were analyzed using gain score,
mean, and partial t-test.
The results of the research indicated that: (1) module based from analogy
could improve the student’ learning achievement, with the result of gain score =
3.14. (2) Module based from analogy could improve the student’ perception, with
the result of gain score = 5.86. (3) The experiment class is more effective than the
control class for the student’ learning achievement, with the result of partial t-test
p= 0.000 (p<0.05) and mean of experiment class= 5.87 was better than control
class= 3.6. (4) The experiment class is more effective than the control class for the
student’ perception, with the result of partial t-test p= 0.000 (p<0.05) and mean of
experiment class= 39.17 was better than control class= 33.37.

Keywords: Module Based from Analogy-FAR, learning achievement, Student’s


Perception

iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

iv
LEMBAR PENGESAHAN

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas karunia dan limpahan rahmat yang Allah Swt. berikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pengaruh Bahan Ajar
Modul Berbasis Model Analogi Terhadap Hasil Belajar dan Persepsi Siswa TKR
SMK Muhammadiyah Prambanan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
setulus-tulusnya kepada semua pihak, yang telah memberikan bantuan berupa
bimbingan, arahan, motivasi dan doa selama proses penulisan tesis ini. Ucapan
terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Yth. Bapak Wardan
Suyanto, M.A., Ed.D. selaku dosen pembimbing tesis yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan motivasinya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Selain itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta dan Direktur Program Pascasarjana
beserta staf, yang telah banyak membantu sehingga tesis ini dapat terwujud.
2. Kaprodi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan dan para dosen yang telah
menyampaikan ilmu pengetahuannya.
3. Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman, Sekolah SMK Muhammadiyah
Prambanan yang telah bekerja sama dengan penulis dalam pelaksanaan
penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
4. Bapak Alm. H. Wardani,S.Ag. dan Ibu Hj. Siti Fadilah,S.Pd. yang telah
mendukung dengan penuh rasa kecintaan, ketulusan, kasih sayang, dan doa
yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.
5. Nani Pratiwi selaku motivator hebat dan merupakan latar belakang tak
tertulis dalam bab satu tesis ini.
6. Mas Hamid Nasrullah, Mas Roby, Bapak Gusti Kadek Siladana, Adek Dewi
dan Mas Royan yang sudah meluangkan waktunya untuk membantu penulis
dalam merampungkan karya tesis ini.

vi
7. Teman-teman mahasiswa Pendidikan Teknologi dan Kejuruan 2015 atas
motivasi, kebersamaan, dan kekompakan selama masa kuliah, semoga
persaudaraan kita tetap terjaga.
8. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan pelaksanaan penelitian dan penyusunan dalam tesis
ini. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal
dari Allah Swt.
Harapan dan doa semoga Allah Swt. membalas amal kebaikan dari berbagai
pihak tersebut. Tentunya masih banyak kekurangan yang ada dalam penulisan tesis
ini, untuk itu penulis sangat berharap masukan dari pembaca dan semoga karya
ilmiah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amiin.

Yogyakarta, 30 Agustus 2017

Muhamad Amiruddin

vii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ................................................................................................... i


ABSTRAK .............................................................................................................. ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 9
C. Pembatasan Masalah .............................................................................. 10
D. Rumusan Masalah .................................................................................. 11
E. Tujuan Penelitian.................................................................................... 12
F. Manfaat Hasil Penelitian ........................................................................ 13
BAB II ....................................................................................................................14
KAJIAN PUSTAKA ..............................................................................................14
A. Kajian Teoretis ....................................................................................... 14
1. Belajar ..............................................................................................14
a. Definisi Belajar ............................................................................14
b. Teori Belajar .................................................................................15
2. Hasil Belajar.....................................................................................17
a. Definisi Hasil Belajar ...................................................................17
b. Penilaian Hasil Belajar .................................................................19
c. Penyusunan Tes Hasil Belajar ......................................................22
d. Indikator Tes Hasil Belajar yang Baik .........................................26
3. Bahan Ajar Modul Berbasis Model Analogi ...................................29

viii
a. Bahan Ajar....................................................................................29
b. Definisi Modul .............................................................................30
c. Manfaat Penggunaan Modul ........................................................31
d. Unsur-unsur Modul ......................................................................35
e. Indikator Bahan Ajar Modul yang Baik .......................................36
f. Model Pembelajaran .....................................................................37
g. Definisi Model Analogi ................................................................39
h. Manfaat Penggunaan Analogi ......................................................40
i. Prosedur Model Analogi ..............................................................43
j. Indikator Syarat Model Analogi dalam Pembelajaran .................47
k. Penerapan Model Analogi dalam Sistem Pengapian....................50
l. Bahan Ajar Modul Berbasis Model Analogi ................................51
4. Kompetensi Sistem Pengapian dalam Kurikulum ...........................52
5. Persepsi Siswa ..................................................................................53
a. Definisi Persepsi ...........................................................................53
b. Proses Terjadinya Persepsi ...........................................................55
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ................................58
d. Indikator Persepsi Siswa terhadap Mata Pelajaran Kelistrikan ....63
B. Kajian Penelitian yang Relevan ............................................................. 66
C. Kerangka Berpikir .................................................................................. 68
BAB III ..................................................................................................................74
METODE PENELITIAN.......................................................................................74
A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 74
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 76
C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 77
D. Variabel Penelitian ................................................................................. 77
1. Identifikasi Variabel .........................................................................77
a. Variabel Bebas .............................................................................77
b. Variabel Terikat ............................................................................77
2. Definisi Operasional ........................................................................78
a. Bahan Ajar Modul Berbasis Analogi ...........................................78
b. Hasil Belajar Siswa ......................................................................79

ix
c. Persepsi Siswa ..............................................................................79
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ............................................. 80
1. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................80
a. Tes Hasil Belajar ..........................................................................80
b. Lembar Angket .............................................................................80
3. Instrumen Penelitian ........................................................................82
a. Tes Hasil Belajar ..........................................................................82
b. Lembar Angket .............................................................................83
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ...................................................... 84
1. Bahan Ajar Modul Berbasis Model Analogi ...................................84
2. Instrumen Penelitian ........................................................................86
a. Validitas Instrumen ......................................................................86
b. Seleksi Butir Instrumen Soal Tes .................................................87
G. Teknik Analisis Data .............................................................................. 91
1. Statistik Deskriptif ...........................................................................91
2. Uji Prasyarat Analisis ......................................................................91
a. Uji Normalitas ..............................................................................92
b. Uji Homogenitas ..........................................................................92
3. Analisis Uji Hipotesis ......................................................................93
BAB IV ..................................................................................................................94
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .....................................................94
A. Deskripsi Hasil Penelitian ...................................................................... 94
1. Hasil Analisis Deskriptif ..................................................................94
a. Hasil Analisis Deskriptif Hasil Belajar ........................................94
b. Hasil Analisis Deskriptif Persepsi Siswa .....................................97
2. Analisis Data ..................................................................................100
a. Uji Prasyarat Analisis .................................................................100
b. Uji Hipotesis ...............................................................................103
B. Hasil Uji Hipotesis ............................................................................... 106
1. Hasil Uji Hipotesis Pertama ...........................................................107
2. Hasil Uji Hipotesis Kedua..............................................................108
3. Hasil Uji Hipotesis Ketiga .............................................................108

x
4. Hasil Uji Hipotesis Keempat .........................................................110
D. Pembahasan .......................................................................................... 113
E. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 117
BAB V .................................................................................................................118
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .....................................................118
A. Kesimpulan........................................................................................... 118
B. Implikasi ............................................................................................... 118
C. Saran ..................................................................................................... 119
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................121
LAMPIRAN .........................................................................................................128

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penyusunan materi ajar yang akan disampaikan dengan model analogi
dengan metode FAR. ............................................................................................ 47
Tabel 2. The Planetary Model of the Atom, sumber: Podolefsky (2004) ............. 48
Tabel 3. Daftar konsep pada system pengapian beserta analognya ...................... 51
Tabel 4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar materi sistem pengapian di
SMK Muhamammadiyah Prambanan Sleman Yogyakarta .................................. 53
Tabel 5. Kisi-kisi intrumen tes hasil belajar ......................................................... 82
Tabel 6. Ranah Kognitif Soal pada Intrumen tes .................................................. 83
Tabel 7. Kisi-kisi intrumen persepsi siswa ........................................................... 84
Tabel 8. Indikator bahan ajar modul pembelajaran untuk siswa........................... 85
Tabel 9. Melakukan refleksi dalam model pembelajaran analogi FAR ................ 86
Tabel 10. Hasil Analisis Deskriptif Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol ........................................................................................................ 95
Tabel 11. Hasil Analisis Deskriptif Persepsi Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol .................................................................................................................. 98
Tabel 12. Hasil Uji Normalitas ........................................................................... 101
Tabel 13. Hasil Uji Homogenitas Univariat Levene Test ................................... 102
Tabel 14. Hasil Analisis Uji t parsial pada Pretes ............................................... 104
Tabel 15. Hasil Analisis Uji t parsial pada Postes .............................................. 104
Tabel 16. Rata-rata Nilai Hasil Belajar Kelompok Kontrol dan Kelompok
Eksperimen ......................................................................................................... 105
Tabel 17. Rata-rata Persepsi Siswa Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen
............................................................................................................................. 106
Tabel 18. Hasil Analisis Uji-t Parsial ................................................................. 109
Tabel 19. Rata-rata Nilai Hasil Belajar Kelompok Kontrol dan Kelompok
Eksperimen ......................................................................................................... 110
Tabel 20. Hasil Analisis Uji t Parsial .................................................................. 111
Tabel 21. Rata-rata Persepsi Siswa Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen
............................................................................................................................. 112

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Interaksi Terbentuknya Respon Melalui Seleksi Terhadap


Stimulus ................................................................................................................ 61
Gambar 2. Macam desain penelitian eksperimen ................................................. 74
Gambar 3. Hubungan variabel X, Y1 dan Y2. ...................................................... 78
Gambar 4. Grafik gain score tiap individu antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol ................................................................................................................... 97
Gambar 5. Grafik gain score tiap individu antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol ................................................................................................................. 100

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA .............................................. 129


Lampiran 2. Surat Bukti Telah Melakukan Penelitian di Lapangan ................... 130
Lampiran 3. Daftar Nilai Sistem Pengapian Kelas TKR A & TKR B ............... 131
Lampiran 4. Silabus Kompetensi Sistem Pengapian .......................................... 133
Lampiran 5. Instrumen Hasil Belajar .................................................................. 135
Lampiran 6. Instrumen Persepsi Siswa ............................................................... 145
Lampiran 7. Modul Sistem Pengapian Konvensional ......................................... 146
Lampiran 8. Analogi FAR pada Konsep Sistem Kelistrikan Pengapian ............ 204
Lampiran 9. Hasil Expert judgement pada Instrumen Soal Tes dan Angket ...... 212
Lampiran 10. Uji Coba Instrumen Hasil Belajar ................................................ 214
Lampiran 11. Uji Coba Instrumen Persepsi Siswa ............................................. 215
Lampiran 12. Pekerjaan Siswa dalam Uji Coba Instrumen Hasil Belajar .......... 217
Lampiran 13. Pekerjaan Siswa dalam Uji Coba Instrumen Persepsi Siswa ....... 219
Lampiran 14. Hasil Uji-t Parsial pada Data Hasil Belajar .................................. 221
Lampiran 15. Hasil Uji-t Parsial pada Data Persepsi Siswa ............................... 222
Lampiran 16. Pekerjaan Siswa dalam Mengerjakan Soal ................................... 223
Lampiran 17. Pekerjaan Siswa dalam Mengerjakan Angket .............................. 225
Lampiran 18. Foto Dokumentasi dalam Pelaksanaan Penelitian ........................ 227

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada berbagai data pendukung yang menyatakan bahwa di Indonesia sedang

mengalami masalah dalam bidang pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian dari

berbagai lembaga survei dalam 15 tahun terakhir ini mendeskripsikan bahwa

kualitas pendidikan di Indonesia cenderung rendah. Hal tersebut dibuktikan oleh

hasil penelitian Political and Economic Risk Consultant (PERC) yang menyatakan

bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di

Asia-Pasifik (Syamsuri, 2010). Selain itu, data UNESCO dalam Human

Development Index pada tahun 2011 negara Indonesia menempati urutan ke-124

dari 187 negara (Sari, 2012).

Survei firma pendidikan Pearson juga menunjukkan bahwa sistem pendidikan

Indonesia adalah terendah di dunia. Studi Program for International Student

Assessment (PISA) yang mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam

menyelesaikan masalah-masalah pada berbagai bidang ilmu, kedudukan Indonesia

dari 65 negara di dunia menduduki peringkat ke-57 untuk kemampuan membaca,

61 untuk matematika dan 60 untuk sains (The World Bank Group, 2014). Menurut

hasil studi Third International Mathematics Science Study (TIMSS), nilai rata-rata

matematika siswa kelas VIII menempati urutan ke-33 dari 45 negara (The World

Bank, 2011: 2).

1
Secara garis besar masalah-masalah tersebut dapat disebabkan oleh dua fakor,

yaitu faktor guru dan siswa. Guru sebagai komponen utama dalam sistem

pendidikan. Barber & Mourshed (2007: 16) mengemukakan bahwa kualitas dari

hasil pendidikan tidak akan melebihi kualitas gurunya. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan guru dalam mendidik merupakan faktor paling dominan yang akan

menentukan hasil akademis dari anak didiknya. Hasil penelitian Sanders & Rivers

(1999) yang membandingkan dua kelompok siswa yang diajar oleh guru yang

memiliki kemampuan berbeda, diperoleh hasil bahwa siswa yang yang diajar oleh

guru berkemampuan tinggi meraih nilai di persentil ke-93 dan siswa yang diajar

guru berkemampuan rendah berada di persentil ke-37.

Data-data berikut menjelaskan masalah-masalah guru yang ada di Indonesia.

Hasil survei yang dilakukan SMERU (2008) menunjukkan rata-rata satu dari lima

(20%) guru di Indonesia mangkir dari tugas saat mengajar dengan berbagai sebab

dan alasan. Bahkan, di daerah terpencil angkanya bisa mencapai 23%. Hasil sensus

yang dilakukan SIMPTK (2006) kualifikasi guru masih di bawah amanat UU tahun

2005, yaitu sebanyak 26% guru masih berpendidikan di bawah S1/D4 yang

merupakan syarat minimal kualifikasi seorang pendidik. Selain itu, Uji Kompetensi

Guru (UKG) yang diselenggarakan Kemdikbud pada 2012 juga menunjukkan hasil

yang rendah, yaitu nilai rata-rata guru yang ditetapkan minimal 7,00 ternyata para

guru hanya mencapai nilai rata-rata 4,30 (Sundari, 2012).

Selain masalah guru secara umum yang sudah diuraikan di atas, guru atau

pendidik di bidang kejuruan di Indonesia juga tidak lepas dari beberapa masalah.

Masalah yang ada di bidang kejuruan adalah kurangnya tenaga pendidik di SMK.

2
SMK di Indonesia juga kekurangan jumlah guru produktif sebesar 91.861 orang

(Budi, 2016). Selain kekurangan jumlah tenaga pendidik, ternyata dalam data

Hartik (2016) menunjukkan bahwa data Mendikbud guru SMK yang aktif mengajar

sekarang berjumlah 88% yang tidak sesuai bidang studinya. Hal tersebut artinya

hanya sekitar 22% guru SMK yang mengajar sesuai bidang studi yang dimilikinya.

Masalah tersebut oleh Mendikbud diusulkan solusi yang instan, yakni dengan

melakukan upgrade terhadap guru yang bukan bidang studinya agar bisa mengajar

bidang studi lainnya dengan cara melakukan pelatihan singkat agar tercapai target,

yakni terciptanya 91.000 guru SMK produktif pada tahun 2019. Namun, menurut

(Sindonews, 2017) banyak pihak meragukan cara instan ini yang justru akan

mengurangi kualitas guru SMK nantinya.

Paragraf di atas membahas tentang permasalahan pendidikan di Indonesia

secara makro. Masalah yang terjadi di sektor makro tentunya mempunyai korelasi

dengan masalah-masalah yang ada di sektor mikro. Masalah mikro yang ada di

pendidikan ialah masalah-masalah yang terjadi dalam ruang lingkup kecil, yaitu

masalah yang terjadi di ruang kelas saat proses kegiatan belajar mengajar sedang

berlangsung. Masalah-masalah tersebut disebabkan oleh beberapa hal, misalnya

model pembelajaran yang digunakan kurang tepat, model pembelajaran monoton

hingga membuat siswa jenuh, motivasi belajar siswa yang rendah, persepsi siswa

terhadap mata pelajaran yang negatif, dan hal-hal lain yang menyebabkan hasil

belajar siswa rendah.

SMK Muhammadiyah Prambanan adalah salah satu dari lembaga pendidikan

yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan di Indonesia. Di sekolah tersebut

3
terdapat jurusan atau program studi Teknik Kendaraan Ringan (TKR). Jurusan

TKR mempunyai mata pelajaran produktif, yaitu Perawatan dan Perbaikan

Kelistrikan Otomotif. Pada silabus dijelaskan bahwa mata pelajaran Perawatan dan

Perbaikan Kelistrikan Otomotif tersebut terdapat kompetensi Merawat dan

Memperbaiki Sistem Pengapian. Siswa dinyatakan berhasil dan lulus dalam

kompetensi tersebut apabila telah mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal atau

KKM yang sudah ditetapkan oleh pihak sekolah, yaitu 75. Selain KKM, ada pula

yang menjadi tolak ukur keberhasilan suatu pembelajaran di dalam kelas, yakni

KKM Kelas. Suatu kelas dinyatakan berhasil jika populasi siswa di dalam kelas

telah mencapai KKM dengan derajat keberhasilan sebesar 85%.

Salah satu masalah yang ada pada jurusan Teknik Kendaraan Ringan SMK

Muhammadiyah Prambanan, yaitu terdapat siswa yang memperoleh nilai hasil

belajar yang rendah pada mata pelajaran Perawatan dan Perbaikan Kelistrikan

Otomotif. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan data bahwa jumlah siswa

yang mencapai KKM kurang dari 85%. Hasil uji kompetensi sistem pengapian

konvensional di kelas XI TKR A meunjukkan bahwa ada 40% atau 13 siswa dari

33 siswa yang belum mencapai KKM dan di kelas XI TKR B terdapat 41% atau 13

siswa dari 32 siswa yang belum mencapai KKM. Hal ini membuktikan bahwa

ketuntasan klasikal kelas XI TKR A hanya 60% dan kelas XI TKR B hanya 59%.

Di lain sisi pihak sekolah menentukan bahwa ketuntasan klasikal kelas di SMK

Muhammadiyah Prambanan Yogyakarta adalah ≥85%.

Rendahnya hasil belajar siswa kelas XI TKR dimungkinkan dapat

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Slameto,

4
2010: 54). Faktor internal meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor

kelelahan. Faktor eksternal yang mmpengaruhi hasil belajar adalah faktor keluarga,

faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Dalam kasus ini, peneliti menemukan

masalah dari hasil survei prapenelitian, yaitu dari faktor internal berupa perhatian

siswa yang kurang, sedangkan dari faktor eksternal berupa faktor instrumenal dan

faktor materi pelajaran. Model pembelajaran ceramah yang digunakan oleh guru

selama ini cenderung monoton sehingga membuat siswa menjadi bosan. Siswa

merasa kurang nyaman ketika belajar dan siswa kurang fokus karena faktor suhu

dan lingkungan di dalam kelas yang tidak sesuai, dimana suhu udara ruangan kelas

yang dirasa panas. Siswa juga mengalami kelelahan baik secara mental maupun

jasmani ketika pembelajaran tersebut berlangsung, sebab jadwal mata pelajaran ini

ada diakhir jam sekolah. Siswa juga kurang berminat untuk mempelajari materi

sistem pengapian. Masalah pada faktor perhatian berkaitan dengan pembelajaran

yang kurang menarik perhatian siswa. Masalah pada faktor instrumenal, antara lain

kurangnya sumber belajar seperti modul dan penggunaan media ajar karena guru

hanya menggunakan papan tulis. Masalah pada faktor materi pelajaran berkaitan

dengan model pembelajaran ceramah verbal yang monoton tanpa variasi sekaligus

membosankan. Siswa juga cenderung mempunyai anggapan bahwa semua materi

ajar kelistrikan adalah sesuatu yang sulit untuk dipelajari. Hal ini disebabkan oleh

materi kelistrikan cenderung abstrak karena siswa sulit membayangkan aliran arus

listrik.

Anggapan siswa tentang materi kelistrikan adalah materi yang sulit untuk

dipelajari disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa terhadap pengetahuan

5
tentang konsep cara kerja sistem pengapian. Siswa cenderung kurang paham

apabila dijelaskan langsung pada suatu objek yang benar-benar abstrak. Objek

tersebut dianggap asing jika mereka belum pernah mengetahui apapun tentang

objek tersebut. Satu hal lagi yang menjadi kendala dalam mempelajari sistem

pengapian ialah tidak tergapainya materi yang dipelajari. Hal ini berkaitan dengan

sifat arus listrik, yaitu cara kerja arus listrik yang tidak dapat dilihat perjalanannya,

namun hanya dapat dibuktikan dengan alat ukur saja. Siswa yang kurang

memahami dan tidak dapat membayangkan cara kerja arus listrik dalam materi

tersebut akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu, materi ajar yang bersifat

abstrak akan lebih sulit diterima siswa apabila tanpa penggunaan alat bantu

pembelajaran.

Selanjutnya siswa akan lebih mudah memahami jika sistem pengapian

tersebut disajikan dalam bentuk model. Model bisa berupa media pembelajaran

maupun strategi pembelajaran tertentu. Media pembelajaran yang akan digunakan

hendaknya dapat memotivasi dan membantu siswa memahami materi yang

diajarkan. Penggunaan media atau strategi pembelajaran yang memotivasi siswa

akan memacu siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu, dapat

menumbuhkan rasa ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran karena salah

satu indikator siswa termotivasi untuk belajar adalah adanya rasa ketertarikan untuk

mempelajari sesuatu. Dengan kata lain, apabila rasa ketertarikan siswa itu telah

muncul maka timbullah perhatian siswa terhadap pembelajaran tersebut.

Salah satu strategi untuk menumbuhkan perhatian siswa dalam pembelajaran

ialah dengan menciptakan rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu adalah sebagai motivasi

6
internal bagi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, pemilihan media

yang tepat adalah salah satu poin penting dalam usaha membantu siswa

membangun suatu pengetahuan ataupun konsep ajar. Keduanya dapat diupayakan

dengan cara menyusun strategi pembelajaran ataupun media sesuai dengan materi

ajar. Berkaitan dengan hal tersebut, penerapan pembelajaran model analogi dapat

menarik perhatian dan minat siswa untuk belajar. Hasil penelitian Rattermann &

Gentner (1998: 453) menunjukkan bahwa kemiripan menyebabkan para murid

tertarik pada analogi. Oleh karena itu, dipilihlah model pembelajaran analogi.

Menurut Harrison & Coll (2013: 14) analogi dapat menciptakan perhatian

siswa terhadap pembelajaran dan dapat menjelaskan beberapa konsep sains yang

sulit dijelaskan kecuali menggunakan analogi. Analogi juga termasuk dalam alat

penelitian yang efektif karena menghadirkan pertanyaan baru, keterkaitan, dan

penyelidikan (Cosgrove, 1995: 310). Di dalam analogi, objek atau benda yang

dikenal dijadikan daya tarik untuk menjelaskan suatu materi ajar baru. Objek yang

dikenal siswa tersebut akan digunakan sebagai bahan rangsangan untuk membentuk

pengetahuan baru.

Model pembelajaran yang dilakukan guru di SMK Muhammadiyah

Prambanan adalah ceramah verbal yang monoton tanpa variasi sekaligus

membosankan. Ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan (Sudjana,

2009: 77). Kegiatan yang dilakukan selama ceramah adalah penerangan dan

penuturan secara lisan oleh guru, sementara siswa memperhatikan dan mencatat

(Surakhmad, 1976: 92). Menurut Leighbody dan Donald (1968: 84) bahwa 15

menit adalah waktu ideal bagi guru dalam menyampaikan materi secara verbal

7
tanpa adanya selingan sama sekali, namum jika guru menjelaskan lebih dari 20

menit tanpa diselingi sesuatu apapun baik itu penjelasan secara visual maupun yang

lain maka durasi ceramah terlalu panjang.

Keterbatasan metode ceramah adalah terlalu banyak pembicaraan satu arah.

Arti pembicaraan satu arah adalah guru dalam posisi menjelaskan sementara siswa

pada posisi pasif, yakni sebagai pendengar dan pencatat. Selain itu, dalam metode

ceramah cenderung menyia-nyiakan waktu karena materi dapat dibaca murid secara

mandiri jika materi pembelajaran sudah tersedia dalam sumber belajar seperti buku

ataupun modul, namun modul untuk sistem pengapian sendiri tidak tersedia. Siswa

cenderung merasa bosan ketika guru menggunakan metode ceramah yang monoton.

Jika dikaitkan dengan learning style siswa maka siswa yang dapat menyerap materi

lebih banyak adalah mereka yang memiliki gaya belajar auditori, sementara gaya

belajar visual dan kinematik cenderung kurang dapat terlayani, padahal menurut

Geiger & Boyle (1992) siswa yang gaya belajarnya sesuai dengan strategi yang

diterapkan oleh guru, cenderung memiliki hasil belajar yang tinggi sebaliknya jika

tidak sesuai maka hasil belajar akan tidak memuaskan. Selain itu, materi

pembelajaran yang disampaikan dalam metode ceramah cenderung sesuai yang

diketahui guru, artinya ketika guru ingat maka disampaikan dan ketika lupa tidak

disampaikan.

Penggunaan bahan ajar modul dapat menjadi sumber belajar lain bagi siswa

di samping penjelasan verbal dari guru. Siswa juga dapat melakukan belajar

mandiri di rumah karena semua materi sudah terangkum lengkap dalam buku

modul. Selain itu, belajar menjadi lebih efisien apabila menggunakan modul karena

8
penggunaan waktu yang fleksibel sehingga siswa bisa kapanpun membuka modul

tanpa keterbatasan waktu. Menurut Nugraheni & Pangaribuan (2006: 82)

penggunaan bahan ajar modul dapat menjembatani gaya belajar visual dan

kinematik pada siswa, jika didalamnya terdapat ilustrasi gambar visual, skema atau

diagram yang jelas, dan beberapa latihan soal evaluasi.

Berdasarkan pengamatan peneliti di SMK Muhammadiyah Prambanan,

pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar modul berbasis model analogi

belum pernah diterapkan, khususnya pada mata pelajaran Kelistrikan Otomotif.

Dengan pengaplikasian bahan ajar modul berbasis model analogi tersebut,

diharapkan masalah berupa hasil belajar siswa yang rendah dan persepsi siswa yang

negatif terhadap materi kompetensi sistem pengapian dapat teratasi, selanjutnya

akan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa dan perubahan persepsi siswa

yang semula negatif menjadi positif, khususnya untuk materi kompetensi

kelistrikan sistem pengapian. Upaya untuk membuktikan bahwa penggunaan bahan

ajar modul berbasis model analogi dapat meningkatkan hasil belajar dan persepsi

siswa ke arah yang lebih positif tersebut berupa mengadakan kegiatan penelitian

kuasi eksperimen.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, berikut dapat

diidentifikasi beberapa permasalahan yang terkait dengan penelitian.

1. Terdapat kriteria ketuntasan minimum kelas (KKMK) yang di bawah target

karena banyak siswa yang nilainya di bawah KKM.

9
2. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru selama ini cenderung monoton

sehingga membuat siswa menjadi bosan.

3. Siswa kurang menguasai materi ajar dikarenakan kurang tersedianya bahan

sumber belajar seperti modul dan buku pelajaran yang berkaitan dengan

kompetensi sistem pengapian.

4. Sewaktu siswa belajar merasa kurang nyaman dan siswa kurang fokus karena

faktor suhu dan lingkungan di dalam kelas yang tidak sesuai.

5. Siswa mengalami kelelahan baik secara mental maupun jasmani sewaktu

pembelajaran berlangsung.

6. Siswa kurang berminat untuk belajar tentang materi sistem pengapian.

7. Pembelajaran yang kurang menarik perhatian siswa.

8. Penggunaan media ajar hanya menggunakan papan tulis.

9. Model pembelajaran yang dilakukan oleh guru berupa ceramah verbal yang

monoton tanpa variasi sekaligus membosankan.

10. Siswa cenderung mempunyai anggapan bahwa semua materi ajar kelistrikan

adalah sesuatu yang sulit untuk dipelajari karena materi kelistrikan cenderung

abstrak sehingga siswa sulit membayangkan aliran arus listrik.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, selanjutnya

peneliti perlu membatasi permasalahan. Tujuan dari pembatasan masalah adalah

agar penelitian bisa fokus pada permasalahan yang memungkinkan untuk dibahas

sesuai bidang keilmuan. Beberapa masalah yang dipilih untuk mengadakan

10
penelitian ini adalah 1) hasil belajar siswa aspek kognitif yang rendah, 2) persepsi

atau anggapan bahwa materi kelistrikan itu susah di benak para siswa, 3) model

pembelajaran ceramah verbal yang monoton, dan 4) kurangnya sumber belajar

siswa seperti modul. Alasan pemilihan masalah tersebut dikarenakan terdapat

banyak siswa yang nilainya masih di bawah KKM pada kompetensi sistem

pengapian. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sumber bahan ajar, seperti modul

khusus materi sistem kelistrikan belum ada. Penyebab lainnya adalah penggunaan

model pembelajaran guru yang dinilai kurang tepat. Hal tersebut selanjutnya akan

berdampak pada persepsi atau anggapan siswa terhadap materi kelistrikan itu sulit.

Dengan mengubah model pembelajaran yang semula konvensional menjadi

pembelajaran yang menggunakan bahan ajar modul berbasis model analogi kepada

siswa, diharapkan masalah berupa nilai hasil belajar siswa yang rendah dan persepsi

atau anggapan siswa terhadap materi kelistrikan yang buruk akan menjadi baik.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, berikut adalah masalah yang akan

diangkat dalam penelitian ini.

1. Apakah bahan ajar modul berbasis model analogi dapat meningkatkan hasil

belajar siswa aspek kognitif pada mapel kelistrikan sistem pengapian?

2. Apakah bahan ajar modul berbasis model analogi dapat meningkatkan persepsi

siswa pada mapel kelistrikan sistem pengapian?

11
3. Apakah bahan ajar modul berbasis model analogi lebih efektif digunakan

dalam meningkatkan hasil belajar mapel kelistrikan sistem pengapian

dibandingkan kelas kontrol?

4. Apakah bahan ajar modul berbasis model analogi lebih efektif digunakan

dalam meningkatkan persepsi siswa mapel kelistrikan sistem pengapian

dibandingkan kelas kontrol?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, berikut adalah tujuan dalam

penelitian ini.

1. Menganalisis bahan ajar modul berbasis model analogi terhadap peningkatan

hasil belajar siswa aspek kognitif pada mapel kelistrikan sistem pengapian.

2. Menganalisis bahan ajar modul berbasis model analogi terhadap peningkatan

persepsi siswa pada mapel kelistrikan sistem pengapian.

3. Menguji keefektifan bahan ajar modul berbasis model analogi dalam

meningkatkan hasil belajar mapel kelistrikan sistem pengapian dibandingkan

kelas kontrol.

4. Menguji keefektifan bahan ajar modul berbasis model analogi dalam

meningkatkan persepsi siswa mapel kelistrikan sistem pengapian dibandingkan

kelas kontrol.

12
F. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi ilmu pengetahuan di

bidang pendidikan, khususnya dalam pembelajaran kelistrikan otomotif. Berikut

adalah manfaat dalam penelitian ini.

1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmu

pengetahuan di bidang pendidikan terkait dengan model pembelajaran

menggunakan analogi.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi kepada

a. Bagi pendidik

Penelitian ini diharapkan dapat menambah alternatif model pembelajaran

teknik otomotif, yakni model analogi untuk meningkatkan kualitas hasil belajar

peserta didik.

b. Bagi peserta didik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar model

analogi kepada siswa.

13
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoretis

1. Belajar

a. Definisi Belajar

Ada banyak definisi untuk mendeskripsikan arti dari belajar. Menurut

Baharudin & Wahyuni (2007: 11) belajar merupakan proses manusia untuk

mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan dan sikap yang positif.

Gagne (1977: 3) mengungkapkan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi

dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya

disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Trianto (2009: 9) menyebutkan

bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang ditandai dengan perubahan sesuatu

pada diri individu, perubahan tersebut sebagai akibat dari proses belajar yang

tercermin dari pengetahuannya, pemahamannya dan tingkah lakunya, serta hal-

hal berupa aktivitas fisik lainnya. Bower & Hilgrad (2000: 2) mengatakan bahwa

belajar (to learn) memiliki arti untuk meraih pengetahuan melalui pengalaman,

sedangkan pengalaman itu sendiri diperoleh dari penggunaan fungsi indera

manusia. Menurut serangkaian penjabaran teori diatas artinya bahwa belajar

memiliki arti dasar yakni diperlukan suatu aktivitas atau kegiatan untuk

mencapai penguasaan tentang sesuatu.

Belajar diukur berdasarkan perubahan dalam perilaku. Perubahan tingkah

laku tersebut relatif permanen dan tidak selalu terjadi secara langsung setelah

14
proses belajar selesai. Perubahan tingkah laku yang dimaksud terjadi sebagai

hasil dari pengalaman atau praktik (Hergenhahn, 2009: 3). Sudjana (2002: 28)

menambahkan bahwa perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan

dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap

dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya

reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar

merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam

wujud perubahan sikap, tingkah laku, kompetensi, keterampilan, dan

kemampuan aspek lain yang relatif permanen atau menetap karena adanya

interaksi individu dengan lingkungannya.

b. Teori Belajar

Ada beberapa macam teori belajar yang berkembang di dunia. Perbedaan

antara definisi belajar dan teori belajar adalah definisi hanyalah sebuah kalimat

yang mendeskripsikan secara bahasa arti dari kata belajar, sedangkan teori

belajar merupakan suatu filosofi atau ideologi yang dijadikan acuan masing-

masing penganutnya untuk mengambil tindakan atau kegiatan dalam usaha

pembelajaran di lapangan (Sugihartono, 2007: 90). Oleh karena itu, teori belajar

mempunyai peran sebagai landasan soeorang pendidik dalam menentukan

aplikasi dalam pembelajaran di lapangan.

Beberapa teori belajar yang berkembang antara lain behaviorisme,

konstruktrivistik, kognitif, humanistik, dan lain sebagainya. Hanya ada tiga

pandangan teori belajar utama yang cenderung dianut oleh masyarakat, yaitu

15
behavioristik, kognitif-konstruktivistik, dan humanistik (Sugihartono, 2007: 91).

Teori belajar behaviorisme memiliki pengertian bahwa belajar merupakan

peristiwa terbentuknya asosiasi antara peristiwa stimulus dengan respon. Tokoh

pendukung teori behaviorisme antara lain Thorndike, Pavlov, Skinner, Gagne,

dan Albert Bandura (Sanyata, 2012: 3).

Teori belajar konstruktivistik ialah proses belajar akan berjalan dengan

baik apabila materi pelajaran yang baru beradaptasi atau bersinambung secara

tepat dan serasi dengan struktur kognitif siswa yang telah terbentuk sebelumnya.

Tokoh pendukung teori konstruktivistik ialah John Dewey, Piaget, Brunner,

Vygotsky. Teori belajar humanistik mengatakan bahwa proses belajar telah

berhasil apabila siswa mampu memahami lingkungan dan diri mereka sendiri.

Teori ini cenderung berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang

pelakunya, yaitu pelajar, bukan pada sudut pandang pengamatnya. Beberapa

tokoh pendukung teori humanistik ialah Combs, Maslow, dan Rogers.

Atas beberapa uraian teori belajar di atas, dalam penelitian ini penggunaan

bahan ajar modul berbasis model analogi mengacu pada teori belajar

behavioristik. Hal ini disebabkan 1) sesuai dengan hukum respon by analogy

(Thorndike, 1916: 148) yang menjelaskan bahwa individu dapat

menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang

pernah dialami sehingga akan terjadi transfer perpindahan unsur-unsur yang

telah dikenal ke situasi yang baru. Hal ini berkaitan dengan fungsi model analogi

yang akan menghubungkan hal yang akan dipelajari di sistem pengapian dengan

sesuatu yang sudah siswa ketahui atau kenal sebelumnya. 2) Hukum latihan atau

16
law of exercise (Thorndike, 1916: 70) berkaitan dengan jika suatu materi

semakin sering dilakukan latihan-latihan maka asosiasi tersebut akan semakin

kuat. Pada treatment penelitian ini, fungsi bahan ajar modul sebagai sarana siswa

untuk melakukan latihan-latihan soal evaluasi.

2. Hasil Belajar

a. Definisi Hasil Belajar

Hasil belajar adalah efek dari kegiatan belajar. Produk dari hasil belajar

tercermin lewat perubahan tingkah laku yang teramati. Kalimat tersebut

didukung oleh Sudjana (2002: 3) yang mengatakan bahwa hasil belajar pada

hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif,

afektif, dan psikomotoris. Anderson & Krathwohl (2001: 268) memaparkan

unsur-unsur yang terdapat dalam hasil belajar aspek kognitif adalah sebagai

berikut.

1) Hasil belajar pengetahuan hafalan (C1)

Pengetahuan hafalan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata

"knowledge". Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula pengetahuan

yang sifatnya faktual, disamping pengetahuan yang mengenai hal-hal yang perlu

diingat kembali seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus, dan

lain-lain. Tipe hasil belajar ini penting sebagai prasyarat untuk menguasai dan

mempelajari tipe hasil-hasil belajar lain yang lebih tinggi.

17
2) Hasil belajar pemahaman (C2)

Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari tipe hasil

belajar pengetahuan hafalan. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap

makna atau arti dari suatu konsep. Untuk itu maka diperlukan adanya hubungan

atau pertauan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut.

3) Hasil belajar penerapan (C3)

Penerapan (aplikasi) adalah kesanggupan menerapkan, dan mengabstraksi

suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru. Jadi dalam aplikasi

harus ada konsep, teori, hukum, rumus. Dalih hukum tersebut, diterapkan dalam

memecahkan suatu masalah (situasi tertentu). Dengan kata lain, aplikasi

bukanlah keterampilan motorik tapi lebih banyak keterampilan mental.

4) Hasil belajar analisis (C4)

Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurangi suatu integritas

(kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai

arti, atau mempunyai tingkatan atau hierarki. Analisis merupakan tipe hasil

belajar yang kompleks, yang memanfaatkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya,

yakni pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.

5) Hasil belajar evaluasi (C5)

Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu

berdasarkan judgment yang dimilikinya, dan kriteria yang dipakainya. Dalam

tipe hasil belajar evaluasi, tekanan pada pertimbangan sesuatu nilai mengenai

baik tidaknya, tepat tidaknya, dengan menggunakan kriteria tertentu.

18
6) Hasil belajar mencipta (C6)

Pada tipe hasil belajar mencipta tekanan pada kesanggupan menguraikan

suatu integritas menjadi bagian yang bermakna. Tipe hasil belajar ini juga

menekankan kemampuan menyatukan unsur atau bagian menjadi suatu

integritas atau menggeneralisasikan (generating), merencanakan (planning), dan

memproduksi (producing).

b. Penilaian Hasil Belajar

Penilaian pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga atau

nilai berdasarkan kriteria tertentu. Hasil yang diperoleh dari penilaian

dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Fungsi penilaian dalam proses belajar-

mengajar berfungsi bermanfaat ganda, yakni bagi siswa dan bagi guru. Menurut

Sudjana (2002: 5) apabila dilihat dari fungsinya maka jenis penilaian ada

beberapa macam, yaitu penilaian formatif, penilaian sumatif, penilaian

diagnostik, penilaian selektif, dan penilaian penempatan.

Penilaian formatif merupakan penilaian pada akhir program belajar

belajar-mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu

sendiri. Dengan demikian, penilaian formatif berorientasi pada proses belajar

mengajar. Penilaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program

pengajaran dan strategi pelaksanaannya. Penilaian sumatif adalah penilaian yang

dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu caturwulan, akhir semester, dan

akhir tahun. Tujuannya adalah untuk melihat hasil yang dicapai oleh para siswa,

yakni seberapa jauh tujuan-tujuan kurikuler dikuasai oleh para siswa. Penilaian

ini berorientasi pada produk, bukan pada proses.

19
Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk melihat

kelemahan-kelemahan siswa serta faktor penyebabnya. Penilaian ini

dilaksanakan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remidial,

menemukan kasus, dan lain-lain. Soal-soal disusun agar dapat ditemukan jenis

kesulitan belajar yang dihadapi oleh para siswa. Penilaian selektif adalah

penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya ujian saringan

masuk ke lembaga tertentu.

Penilaian penempatan adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui

keterampilan prasyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan

penguasaan belajar seperti diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar

untuk program itu. Dengan kata lain, penilaian ini berorientasi pada kesiapan

siswa untuk menghadapi program baru dan kecocokan program belajar dengan

kemampuan siswa.

Nurkancana (1986: 24) menyebutkan bahwa ada dua metode yang dapat

digunakan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai oleh siswa

dalam proses belajar yang mereka lakukan, yaitu dengan menggunakan metode

tes dan metode observasi.

1) Tes

Nurkancana (1986: 25) menyebutkan bahwa tes adalah suatu cara untuk

mengadakan penilaian yang berbentuk tugas atau serangkaian tugas yang harus

dikerjakan oleh siswa sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku

atau prestasi siswa. Hal ini dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh

siswa lainnya atau dengan standar yang telah ditetapkan.

20
Sudjana (2002: 113) menyebutkan bahwa tes ada yang sudah

distandarisasi, artinya tes tersebut telah mengalami proses validasi (ketepatan)

dan reliabilitasi (ketetapan) untuk suatu tujuan tertentu dan untuk sekelompok

siswa tertentu. Sebagai contoh penyusunan tes hasil belajar (THB) atau pada

masa sekarang adalah tes akhir semester merupakan usaha penyusunan tes yang

sudah distandarisasi. Selain itu, yang banyak dijumpai adalah tes buatan guru

sendiri yang belum distandarisasi sebab dibuat oleh guru untuk tujuan tertentu

dan untuk siswa tertentu pula. Meskipun demikian, tes buatan guru harus pula

mempertimbangkan faktor valiiditas dan reabilitasnya.

Menurut Nurkancana (1986: 27-41) ditinjau dari bentuk pertanyaannya,

tes terdiri dibedakan menjadi 2, yakni:

a) Tes Objektif

Tes objektif terdiri atas item-item yang dapat dijawab dengan jalan

memilih salah satu alternatif yang benar dari sejumlah alternatif yang tersedia

(multiple choice), atau dengan mengisi jawaban benar dengan beberapa

perkataan atau simbol.

b) Tes Essay

Tes essay adalah suatu bentuk tes yang terdiri atas suatu pertanyaan yang

menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang.

2) Observasi

Observasi adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan jalan

mengadakan pengamatan secara langsung dan sistematis (Nurkancana, 1986:

46). Sudjana (2002: 144) mengungkapkan bahwa pengamatan yang fokus

21
terhadap tingkah laku pada suatu situasi, seperti aspek sikap, minat, perhatian,

karakteristik, dan lain-lain yang sejenis.

Nurkancana (1986: 51) menyebutkan bahwa apabila tes yang akan

dipergunakan untuk mengukur suatu hasil belajar telah tersedia dan cukup

memenuhi syarat, selanjutnya tinggal memilih tes yang telah tersedia.

c. Penyusunan Tes Hasil Belajar

Dalam penyusunan tes hasil belajar, beberapa langkah yang perlu

ditempuh adalah sebagai berikut.

1) Penentuan tujuan

Penyusunan tes diawali dengan menentukan tujuan yang ingin dicapai

dengan menyelenggarakan tes tersebut. Tujuan ini dapat berupa tujuan khusus,

misal untuk mengetahui penguasaan materi, tes diagnostik, atau tes seleksi dan

tujuan umum, misal untuk mengetahui pengetahuan umum dari sekelompok

responden atau sekelompok orang (Kartowagiran, 2012: 3). Dalam penelitian

ini, tujuan pemberian tes adalah untuk mengetahui penguasaan siswa pada

kompetensi maupun subkompetensi tertentu setelah diajarkan. Penguasaan ini

dapat diartikan seberapa jauh siswa memahami atau mungkin menganalisis

materi tertentu yang telah dibahas di ruang kelas. Kesimpulannya ialah tes hasil

belajar mempunyai tujuan utama, yaitu untuk menentukan tingkat penguasaan

siswa terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan sampai tahap tertentu

hingga tes tersebut diselenggarakan.

22
2) Penyusunan Kisi-kisi

Kisi-kisi merupakan deskripsi mengenai ruang lingkup dan isi materi yang

akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi sebelum membuat soal adalah untuk

menentukan ruang lingkup dan tekanan soal yang setepat-tepatnya sehingga

dapat menjadi petunjuk dalam menulis soal. Dengan adanya penyusunan kisi-

kisi maka akan sangat mudah dalam mendeteksi poin mana yang tepat digunakan

sebagai tes dari berbagai kompetensi. Hal yang harus diperhatikan dalam

menyusun kisi-kisi adalah indikator jabaran dari kompetensi dasar (KD), dan

kompetensi dasar jabaran dari standar kompetensi (SK).

3) Penulisan butir-butir soal

Penulisan soal adalah penjabaran indikator jenis dan tingkat perilaku yang

hendak diukur menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai

dengan perinciannya dalam kisi-kisi. Penulisan butir-butir soal merupakan

langkah penting dalam upaya pengembangan alat ukur kemampuan atau tes yang

baik. Tahap penulisan butir soal dimulai dengan menentukan jumlah soal yang

perlu disusun. Penulisan butir tes pertama-tama mungkin menghasilakan butir

soal yang memeliki berbagai kekurangan dan kelemahan. Dengan kenyataan

demikian maka sebagai persediaan penyusunan butir soal diperlukan jumlah

yang lebih besar dari kebutuhan karena pada akhirnya butir-butir tersebut akan

dipilih yang sesuai dengan kompetensi yang diujikan.

Butir soal merupakan jabaran atau dapat juga wujud dari indikator. Setiap

pernyataan atau butir soal perlu dibuat sedemikian rupa sehingga jelas apa yang

ditanyakan dan jelas pula jawaban yang diminta. Mutu setiap butir soal akan

23
menentukan mutu soal tes secara keseluruhan. Selain membuat butir-butir soal,

perlu juga disusun kunci jawaban yang nantinya akan digunakan sebagi acuan

penilaian. Setelah mendapatkan butir-butir soal, selanjutnya harus memilih lagi

butir soal mana yang sekiranya tepat untuk dipakai.

4) Analisis Kualitatif Soal

Analisis kualitatif soal adalah mengkaji secara teoretik soal tes yang telah

tersusun. Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan tiga aspek, yaitu aspek

materi, aspek konstruksi, dan aspek bahasa (Kartowagiran, 2012: 4). Pada

penelitian ini analisis kualitatif soal dilakukan dengan mengkonsultasikan soal

kepada expert judgement, yakni penilaian kualitas soal dilakukan oleh ahli

dibidangnya.

5) Ujicoba Soal

Usaha pemantapan yang paling baik dan bertanggung jawab dalam

pengembangan tes dan butir-butirnya dapat diusahakan melalui rangkaian uji

coba. Uji coba soal pada dasarnya adalah upaya untuk mengetahui kualitas soal

tes berdasarkan pada empirik atau respon dari peserta tes. Uji coba dilakukan

hanya pada pengembangan tes berstandar yang luas jangkauan penggunaanya

dan penting kegunaanya. Data yang didapat dari uji coba soal tersebut

selanjutnya dilakukan analisis empirik atau analisis kuantitatif. Usaha

pemantapan soal ini juga bertujuan untuk mengetahui kesesuain, kelebihan, dan

kekurangan dari soal yang telah disusun.

24
6) Analisis Kuantitaif

Untuk mengetahui kualitas butir soal, hasil uji coba harus dianalisis secara

kuantitatif. Tujuan analisis kuantitatif soal adalah untuk mengkaji dan menelaah

setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum soal digunakan. Di

samping itu, tujuan analisis butir soal juga untuk membantu meningkatkan tes

melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif, serta untuk mengetahui

informasi diagnostik pada siswa apakah mereka sudah ataupun belum

memahami materi yang telah diajarkan (Aiken, 1994: 63). Untuk indikator-

indikator yang harus diperhatikan dalam analisis soal secara kuantitatif ini

dijelaskan pada poin berikutnya.

7) Perakitan Soal Tes

Pembuatan soal tidaklah lengkap tanpa disertai dengan penyusunan

soal menjadi perangkat tes yang baik. Dalam tahapan yang terakhir, naskah soal

yang sudah ada disusun menjadi alat tes yang sempurna disertai jawabannya.

Agar skor tes yang diperoleh tepat dan dapat dipercaya, soal tes harus valid dan

reliabel sehingga butir-butir soal perlu dirakit menjadi alat ukur yang yang

terpadu (Kartowagiran, 2012: 5). Hal-hal yang dapat mempengaruhi validitas

skor tes adalah urutan nomor soal, pengelompokan bentuk-bentuk soal, dan tata

letak soal. Untuk itu, ada baiknya soal tes disajikan mulai dari butir mudah ke

butir yang susah, pengelompokan rapi, tata letak bagus, tidak terpotong-potong

kalimatnya, dan kemasannya menarik.

Kunci jawaban yang dibuat harus sesuai dengan susunanya pada soal yang

telah tersusun. Perlu diperhatikan pula dalam membuat jawaban untuk soal

25
objektif berupa jawaban pendek, jawaban berupa alternatif jawaban benar dan

untuk soal esai jawaban berupa rambu-rambu jawaban yang benar. Selain

jawaban, cara penilaian dan mengolah skor juga harus dibuat agar tidak terjadi

kesalahan dalam penilaian.

d. Indikator Tes Hasil Belajar yang Baik

Alat untuk mengukur hasil belajar siswa terutama aspek kognitif ialah soal.

Agar soal dapat dengan tepat digunakan untuk pengukuran hasil belajar maka

soal tersebut haruslah bermutu dan berkualitas. Soal yang bermutu dan

berkualitas harus melewati serangkaian analisis, yaitu melalui analisis butir soal.

Kegiatan analisis butir soal merupakan proses pengumpulan, peringkasan, dan

penggunaan informasi dari jawaban siswa untuk membuat keputusan tentang

setiap penilaian (Nitko, 1996: 308). Soal yang bermutu dan berkualitas adalah

soal yang dapat memberikan informasi setepat-tepatnya sesuai dengan

tujuannya, yaitu dapat menentukan siswa mana yang sudah atau belum

menguasai materi yang diajarkan guru.

Dalam melaksanakan analisis butir soal, para penulis soal dapat

menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif mencakup

pertimbangan validitas isi dan konstruk, sedangkan analisis kuantitatif

mencakup pengukuran kesulitan butir soal dan diskriminasi soal yang termasuk

validitas soal dan reliabilitasnya. Dua teknik analisis tersebut masing-masing

memiliki kelemahan sehingga akan lebih baik jika peneliti mempergunakan

kedua-duanya dalam melakukan analisis butir soal.

26
1) Analisis secara kualitatif

Berdasarkan teknik ini, setiap butir soal didiskusikan secara bersama-sama

dengan beberapa ahli, seperti guru yang mengajar atau para pakar ahli

dibidangnya. Teknik ini disebut juga dengan teknik telaah soal melalui expert

judgement. Para penelaah atau para ahli dipersilakan mengomentari dan

memperbaiki berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Setiap komentar dan masukan

dari peserta diskusi dicatat. Setiap butir soal dapat dituntaskan dengan jalan

melakukan perbaikan pada soal. Adapun indikator butir soal yang diperhatikan

meliputi materi, kurikulum, mekanisme penilaian, dan tata bahasa.

2) Analisis secara kuantitatif

a) Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu

soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam

bentuk indeks (Oller, 1979: 246). Indeks tingkat kesukaran pada umumnya

dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00-1,00. Semakin

besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil hitungan, berarti

semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki TK sebesar 0,00 artinya tidak

ada siswa yang menjawab benar dan bila memiliki TK sebesar 1,00 artinya

siswa menjawab benar. Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan

untuk setiap nomor soal. Pada prinsipnya, skor rata-rata yang diperoleh siswa

pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal itu.

27
b) Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal yang dapat

membedakan antara siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan

dengan siswa yang kurang atau belum menguasai materi yang ditanyakan.

Indeks daya pembeda setiap butir soal biasanya juga dinyatakan dalam bentuk

proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu

soal yang bersangkutan membedakan siswa yang telah memahami materi

dengan siswa yang belum memahami materi. Indeks daya pembeda berkisar

antara -1,00 sampai dengan +1,00. Semakin tinggi daya pembeda suatu soal,

semakin kuat atau baik soal tersebut. Jika daya pembeda negatif (<0) berarti

lebih banyak kelompok bawah (siswa yang tidak memahami materi)

menjawab benar soal dibanding dengan kelompok atas (siswa yang

memahami materi yang diajarkan guru).

c) Analisis Butir Pengecoh

Penyebaran pilihan jawaban dijadikan dasar dalam penelaahan soal.

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui berfungsi tidaknya jawaban yang

tersedia. Suatu pilihan jawaban maupun pengecoh dapat dikatakan berfungsi

apabila pengecoh paling tidak dipilih oleh 5 % siswa dan lebih banyak dipilih

oleh kelompok siswa yang belum paham materi (Nurgiyantoro, 2012: 201).

d) Reliabilitas

Tujuan utama menghitung reliabilitas skor tes adalah untuk mengetahui

tingkat ketepatan (precision) dan keajegan (consistency) soal. Indeks

reliabilitas berkisar antara 0-1. Semakin tinggi koefisien reliabilitas suatu tes

28
(mendekati 1), makin tinggi pula keajegan atau ketepatannya. Tes yang

memiliki konsistensi reliabilitas tinggi adalah akurat, reproducibel, dan

generalized terhadap kesempatan tes dan instrumen tes lainnya.

3. Bahan Ajar Modul Berbasis Model Analogi

a. Bahan Ajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna kata ‘bahan’ adalah sesuatu

materi yang akan dipelajari oleh siswa, sedangkan makna kata ‘ajar’ adalah

proses, cara, metode menjadikan seseorang atau makhluk hidup belajar. Menurut

Arsyad (2010: 4) bahan ajar adalah sumber belajar fisik yang terdiri dari materi

instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar

agar tercapai tujuan. Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bahan ajar

adalah media pembelajaran yang mempergunakan alat untuk belajar. Oemar

Hamalik (2001: 132) mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan bagian

integral dari kurikulum yang mengacu pada pencapaian tujuan berupa materi

pokok bahasan yang terdiri dari informasi faktual, konsep, dan prinsip.

Bahan ajar adalah bagian inti dari suatu kegiatan pembelajaran. Bahan ajar

harus dimiliki sekaligus dikuasai oleh pengajar, yakni guru. Menurut Gagne &

Wager (1992) bahwa bahan ajar merupakan alat-alat yang digunakan untuk

menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri atas buku, tape recorder, kaset,

video, film, foto, dan gambar. Bahan ajar memiliki beragam jenis yang secara

garis besar dibedakan menjadi bahan ajar cetak dan bahan noncetak. Siddiq

29
(2008) mengungkapkan bahwa bentuk bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi

dua jenis, yaitu bahan ajar cetak (printed) dan bahan ajar elektronik.

Bahan ajar cetak (printed) meliputi handout, buku, modul, lembar kerja

siswa, brosur, dan leaflet. Bahan ajar noncetak (nonprinted) meliputi model atau

maket. Bahan ajar elektronik dapat berupa bahan ajar dengar (audio), seperti

radio dan piringan hitam. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) berupa film,

televisi, dan bahan ajar multimedia interaktif lainnya.

Dari berbagai sumber referensi yang menjelaskan tentang bahan ajar,

dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan ajar adalah seperangkat alat pembelajaran

yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara

mengevaluasi yang didesain secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan

yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi tertentu.

Bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu bahan ajar cetak dan

bahan ajar elektronik. Pada penelitian ini bahan ajar yang digunakan adalah

bahan ajar tipe cetak dengan jenis modul pembelajaran.

b. Definisi Modul

Banyak pendapat yang memberikan penjelasan tentang definisi modul.

Menurut Daryanto (2013: 1) modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar

yang dikemas secara utuh dan sistematis. Dalam modul memuat seperangkat

pengalaman belajar dengan terencana dan didesain untuk membantu siswa

menguasai materi belajar dan evaluasi. Purwanto (2007: 9) menjelaskan bahwa

pengertian modul adalah bahan belajar yang dirancang secara sistematis

berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran

30
terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu

tertentu.

Houston & Howson dalam Made (2011: 230) mengatakan bahwa modul

pembelajaran meliputi seperangkat aktivitas siswa yang bertujuan untuk

mempermudah siswa mencapai seperangkat tujuan pembelajaran. Menurut

Sugihartono (2012: 65) modul adalah suatu unit yang lengkap yang berdiri

sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk

membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus.

Sudjana & Rivai (2009: 132) mengatakan bahwa modul merupakan suatu paket

pembelajaran yang memuat konsep dari bahan pelajaran dan merupakan suatu

penyelenggaraan pengajaran individual yang memungkinkan siswa menguasai

satu unit bahan pelajaran sebelum siswa tersebut beralih ke unit berikutnya,

sehingga siswa memperoleh timbal balik hasil belajar secara langsung.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa modul

merupakan bahan ajar berupa media cetak yang memiliki tujuan sebagai sumber

belajar siswa secara mandiri yang di dalamnya terdapat serangkaian aktivitas

belajar secara terbimbing.

c. Manfaat Penggunaan Modul

Ada banyak macam bahan ajar yang bisa digunakan dalam pembelajaran,

mulai dari bahan ajar cetak, elektronik, maupun bahan ajar dalam bentuk

lainnya. Dari berbagai bahan ajar tersebut, peneliti memilih bahan ajar cetak,

yakni modul untuk dipakai pada penelitian ini sebagai suatu perlakuan atau

treatment. Peneliti tentunya mempunyai alasan kenapa memilih modul untuk

31
dijadikan sebagai treatment dalam penelitian, yaitu modul mempunyai

karakteristik fungsi tertentu yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran.

Paragraf di bawah ini menjelaskan berbagai fungsi dan manfaat bahan ajar

modul.

Dari ilmu psikologi pendidikan terdapat suatu teori belajar behaviouristik

yang menjelaskan tentang Hukum latihan. Hukum latihan merupakan bagian

teori dari tokoh Thorndike. Thorndike menjelaskan bahwa jika sesuatu materi

semakin sering dilakukan latihan-latihan maka asosiasi tersebut akan semakin

kuat. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam treatment penelitian ini adalah

fungsi bahan ajar modul sebagai sarana siswa untuk melakukan latihan-latihan

soal evaluasi. Oleh karena itu, fungsi modul adalah sebagai sarana latihan para

siswa agar siswa semakin menguasai materi.

Prastowo (2012) mengungkakan bahwa fungsi bahan ajar modul memiliki

manfaat yang baik dalam pembelajaran. Berikut adalah manfaat modul: 1)

memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat

verbal, 2) mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa atau

peserta diklat maupun guru/instruktur, 3) meningkatkan motivasi belajar bagi

peserta didik, memungkinkan peserta didik belajar mandiri sesuai kemampuan

dan minatnya, dan 4) memungkinkan peserta didik dapat mengukur atau

mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

Dikmenjur (2004: 4) menjelaskan bahwa tujuan penggunaan modul dalam

pembelajaran adalah berikut ini: 1) sarana alternatif sebagai penyampaian pesan

selain verbal, dengan tujuan agar penyajiannya jelas dan lebih mudah, 2) sebagai

32
solusi untuk mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan keterbatasan indera baik

dari sisi guru maupun siswa, 3) modul secara tepat dan efisien dalam

penggunaanya, 4) memfasilitasi siswa untuk dapat belajar secara mandiri sesuai

dengan kemampuan dan minat masing-masing individu, dan 5) siswa

dimungkinkan untuk dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil

belajarnya.

Pengembangan suatu modul menurut Daryanto (2013) harus

memperhatikan karakteristik yang diperlukan agar modul itu layak digunakan.

Karakteristik tersebut harus ada agar modul dapat berfungsi sebagaimana

mestinya. Fungsi dari modul tersebut adalah sebagai berikut.

1) Self instruction

Self instruction merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan

karakteristik tersebut memungkinkan seorang peserta didik belajar secara

mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain.

2) Self contained

Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan peserta didik

mempelajari materi pembelajaran secara tuntas karena materi belajar dikemas

dalam satu kesatuan yang utuh. Modul dikatakan self contained bila seluruh

materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut.

3) Stand alone

Dengan menggunakan modul, peserta didik tidak perlu bahan ajar yang

lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Stand

alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung

33
pada bahan ajar atau media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama

dengan bahan atau media lain.

4) Adaptive

Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat

menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel

atau luwes digunakan di berbagai perangkat.

5) User Friendly

Modul hendaknya memenuhi kaidah bersahabat atau akrab dengan

pemakainya. Setiap instruksi dan paparan insformasi yang tampil bersifat

membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai

dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa

yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum

digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.

Dari pemaparan teori-teori yang sudah dijelaskan, dapat diambil suatu

kesimpulan bahwa suatu bahan ajar modul mempunyai fungsi atau manfaat

utama sebagai berikut: 1) memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar

tidak terlalu bersifat verbal, 2) mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya

indera, baik siswa atau peserta diklat maupun guru/instruktur, 3) memfasilitasi

siswa untuk dapat belajar secara mandiri sesuai dengan kemampuan dan tidak

tergantung pada pihak lain, dan 4) siswa dimungkinkan untuk dapat melakukan

latihan soal-soal evaluasi dan mengukur sendiri hasil belajarnya.

34
d. Unsur-unsur Modul

Untuk mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan sesuai dengan penjabaran

di atas, perlu dibutuhkan komponen-komponen penting dalam modul. Unsur-

unsur yang lengkap dalam modul dapat mengindikasikan baik tidaknya suatu

modul yang telah dibuat. Dengan dipenuhinya komponen atau unsur-unsur

penyusun modul, semestinya tujuan pembelajaran akan tercapai. Beberapa teori

yang berkaitan dengan unsur modul dijabarkan berikut ini.

Komponen-komponen yang terdapat dalam modul menurut Wijaya (1992:

99) adalah sebagai berikut: 1) petunjuk untuk guru, meliputi segala penjelasan

seputar tata cara penyelenggaraan pembelajaran, 2) kegiatan siswa, meliputi

pendahuluan, petunjuk belajar, kegiatan belajar, dan kunci jawaban tugas, 3) tes

akhir modul, dari hasil tes siswa, guru, dan siswa itu sendiri dapat mengetahui

apakah tujuan pembelajaran yang ditetapkan telah tercapai atau belum, 4) kunci

tes akhir modul, kunci tes disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah

dirumuskan.

Menurut Suryosubroto (2006: 17) modul adalah satu unit program belajar

mengajar terkecil yang secara terperinci memiliki unsur berikut: 1) tujuan

pembelajaran yang akan dicapai, 2) topik yang akan dijadikan pangkal proses

belajar mengajar, 3) pokok-pokok materi yang akan dipelajari, 4) kedudukan dan

fungsi modul dalam kesatuan program yang lebih luas, 5) peranan guru dalam

proses pembelajaran, 6) alat-alat dan sumber yang akan dipergunakan, 7)

kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati murid secara

35
berurutan, 8) lembaran kerja yang harus diisi oleh anak, 9) program evaluasi

yang akan dilaksanakan.

Menurut Fatikhah & Izzati (2015: 50) untuk membuat sebuah modul yang

baik, harus memerhatikan unsur-unsurnya. Ada ujuh unsur yang harus dicapai

dalam pembuatan modul yaitu: judul, petunjuk belajar, kompetensi yang akan

dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja, dan evaluasi.

Dari berbagai pemaparan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-

unsur dalam modul adalah kompetensi beserta tujuan pembelajaran, petunjuk

penggunaan bagi siswa dan guru, materi ajar, lembar kegiatan atau tugas, tes

formatif, dan kunci jawaban dari latihan tugas.

e. Indikator Bahan Ajar Modul yang Baik

Modul pembelajaran yang baik adalah modul yang mengandung beberapa

unsur-unsur pokok syarat suatu modul. Unsur-unsur dalam modul adalah

berikut.

1) Kompetensi beserta tujuan pembelajaran

Adanya tujuan pembelajaran yang jelas digunakan sebagai tolak ukur

keberhasilan pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran dapat

diindikasikan dengan terpenuhinya kompetensi yang diharapkan.

2) Petunjuk penggunaan bagi siswa dan guru

Petunjuk penggunaan bagi siswa dan guru memuat penjelasan tentang

bagaimana pembelajaran itu dapat diselenggarakan secara efisien.

36
3) Materi ajar

Topik yang dijadikan pangkal proses belajar mengajar digunakan sebagai

dasar untuk menyusun pokok-pokok materi yang akan dipelajari.

4) Lembar kegiatan atau tugas

Lembar kegiatan atau tugas memuat pertanyaan dan masalah-masalah

yang harus dijawab oleh siswa.

5) Tes formatif

Tes formatif merupakan alat evaluasi untuk mengukur keberhasilan siswa

dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam modul.

6) Kunci jawaban dari latihan tugas

Tujuan kunci jawaban dari latihan tugas adalah agar siswa dapat

melakukan evaluasi hasil pekerjaaanya.

f. Model Pembelajaran

Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual

yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar (Suprijono, 2011: 46). Arends (2008: 7)

menyebutkan bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan

digunakan dalam pembelajaran, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran,

tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan

pengelolaan kelas. Joyce dan Weil (1996: 7) menyatakan bahwa model

pembelajaran merupakan model belajar dan melalui model tersebut guru dapat

membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide,

keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri. Selain itu,

37
guru juga dapat mengajarkan bagaimana mereka belajar. Trianto (2010: 52)

menyebutkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan

untuk mendesain skenario tatap muka di dalam kelas, termasuk buku-buku, film-

film, program-program media komputer, dan kurikulum yang digunakan.

Berdasarkan beberapa teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran adalah suatu sistem tatanan tertentu untuk mengatur dan

membimbing jalannya proses kegiatan belajar mengajar siswa didalam ruang

lingkup aktivitas pembelajaran.

Dalam mengajarkan suatu konsep atau materi tertentu, tidak ada satu

model pembelajaran yang paling baik. Hal tersebut berarti untuk setiap model

pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang lebih cocok dan dapat

dipadukan dengan model pembelajaran yang lain untuk meningkatkan hasil

belajar siswa. Guru dalam proses pembelajaran di kelas dapat menjelaskan suatu

materi konsep yang sulit dan abstrak melalui metode pembelajaran analogi.

Metode analogi dapat berperan sebagai salah satu strategi dalam berbagai

pokok bahasan fisika, matematika, teknik, maupun ilmu eksak lainnya. Strategi

ini dapat digunakan sebagai suatu metode alternatif untuk memecahkan

kebuntuan komunikasi belajar antara guru dan siswa, khususnya bila siswa

menghadapi kesulitan belajar dalam hal memahami materi ajar baru namun

memiliki kemiripan alur berpikir dengan materi ajar sebelumnya. Menurut

Harrison & Coll (2013: 10) daya tarik analogi dalam IPA, matematika, ilmu

sosial, dan sastra terletak pada kemampuannya dalam menjelaskan gagasan

abstrak dengan istilah-istilah yang akrab. Pengajar dapat memanfaatkan metode

38
alternatif ini sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir

siswa.

g. Definisi Model Analogi

Analogi adalah suatu metode untuk menjelaskan konsep-konsep yang

dirasakan sulit oleh siswa agar terbentuk pemahaman yang lebih baik tentang

materi ajar tertentu. Seseorang seringkali memerlukan analogi atau padanan

untuk menjelaskan suatu peristiwa tertentu kepada orang lain (Prastowo, 2011:

1). Model pembelajaran analogi adalah model penjelasan suatu konsep atau

topik dengan cara menganalogikan dengan suatu peristiwa yang mudah

dimengerti oleh siswa (Suparno, 2013: 160). Proses berpikir siswa diarahkan

dengan analogi yang sesuai dengan pokok bahasan untuk membantu berfikir

dalam memahami konsep, berpikir kritis, dan memecahkan berbagai soal dalam

pembelajaran.

Menurut Harrison & Coll (2013: 10) mengajar dengan analogi adalah

suatu kemampuan dalam menjelaskan gagasan abstrak dengan istilah-istilah

yang akrab. Analogi juga dapat diartikan sebagai sebuah model yang

mempunyai dua fungsi yakni menjelaskan gagasan abstrak dan juga fungsi lain

sebagai alat berfikir bagi ilmuwan sains. Hal ini disebabkan beberapa analogi

ada yang murni benar-benar sebagai alat untuk menyampaikan suatu konsep dari

cara berfikir seseorang, sebagaimana contoh model atom yang berkembang

selama ini kecenderungan hanyalah sebagai suatu permodelan saja. Harrison

juga menyatakan bahwa dalam prakteknya analogi memilki dua syarat utama,

yakni analog atau objek keseharian yang dikenal dan konsep abstrak yang

39
disebut dengan target. Pernyataan tersebut mendapat penguatan dari Glynn

(1995: 27) bahwa mengajar dengan analogi adalah suatu ide dari konsep familiar

(analog) ditransfer kedalam unfamiliar konsep (target).

Atas dasar teori yang disampaikan di atas maka peneliti menyimpulkan

bahwa analogi adalah suatu model pembelajaran yang mempergunakan konsep

yang sudah lebih dahulu dikenal (akrab) untuk menjelasakan suatu konsep baru

yang belum dikenal yang bersifat abstrak.

h. Manfaat Penggunaan Analogi

Penelitian ini mempergunakan treatment berupa model pembelajaran

analogi. Diplihnya analogi sebagai treatment tentunya mempunyai alasan.

Alasan-alasan yang melatarbelakangi pemilihan analogi karena analogi mampu

mengatasi masalah-masalah yang ada dalam pembelajaran. Masalah tersebut

semisal kesulitan-kesulitan siswa terhadap materi ajar. Manfaat penggunaan

analogi selanjutnya diuraikan dalam tulisan berikut.

Suparno (2013: 160) menyatakan bahwa fungsi utama dari model analogi

yang dilakukan guru dalam strategi pembelajaran adalah membantu siswa untuk

memahami konsep fisika yang sulit dan abstrak. Menurut Irawati (2012) analogi

mempunyai beberapa manfaat jika dilakukan dengan benar oleh guru. Manfaat

menggunakan pembelajaran model analogi ialah sebagai berikut: 1) strategi ini

dapat digunakan sebagai suatu metode alternatif untuk memecahkan kebuntuan

komunikasi belajar antara guru dan siswa, 2) khususnya bila siswa menghadapi

kesulitan belajar dalam hal memahami materi ajar baru namun memiliki

kemiripan alur berpikir dengan materi ajar sebelumnya, 3) para guru dapat

40
memanfaatkan metode alternatif ini sebagai salah satu cara untuk meningkatkan

keterampilan berpikir siswa, 4) guru dapat menjelaskan konsep sulit dan abstrak

melalui metode ini.

Menurut Prastowo (2011) kehadiran analogi mutlak diperlukan,

khususnya jika materi ajar berhubungan dengan wilayah di luar jangkauan panca

indera manusia atau alat bantu visual untuk pengamatan. Arti dari kalimat

tersebut adalah analogi mampu untuk mengatasi masalah berupa kesulitan siswa

dalam memahami materi yang abtrsak sebab materi ajar tersebut susah dipahami

dengan hanya melakukan pengamatan melalui bantuan panca indera manusia

yang terbatas.

Selain beberapa penjelasan teori tersebut, jauh sebelumnya sudah ada teori

dalam psikologi pendidikan yang membahas tentang fungsi dan manfaat analogi.

Menurut hukum respon by analogy (Thorndike) menjelaskan bahwa individu

dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama

yang pernah dialami sehingga akan terjadi transfer perpindahan unsur-unsur

yang telah dikenal ke situasi yang baru. Dalam hal ini fungsi model analogi yang

akan menghubungkan hal yang akan dipelajari di sistem pengapian dengan

sesuatu yang sudah siswa ketahui atau kenal sebelumnya. Menurut Harrison &

Coll (2013) alasan utama sebuah pembelajaran analogi perlu dilakukan di dalam

kelas adalah materi ajar tersebut mempunyai sifat-sifat abstrak, asing, tak

tergapai panca indera, sulit dipahami, dan kurangnya minat siswa. Dengan

diadakannya model analogi di dalam kelas, diharapkan masalah-masalah yang

menyangkut materi ajar tersebut dapat teratasi.

41
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa manfaat atau

tujuan utama diadakan model pembelajaran analogi adalah sebagai berikut.

1) Membuat materi Abstrak menjadi lebih kongkrit

Analogi dapat menguhubungkan sesuatu yang abstrak menjadi hal yang

lebih mudah diterima oleh siswa jika hal yang abtrak tersebut dibawa ke dalam

dunia yang lebih kongkrit.

2) Mengakrabkan siswa dengan konsep yang Asing

Analogi mampu mengenalkan materi ajar yang asing dan tak lazim dengan

memanfaatkan keakraban siswa dengan konsep-konsep yang sudah mereka

ketahui sehari-hari.

3) Membantu visualisai materi ajar yang tak tergapai panca indera

Beberapa materi ajar yang objeknya sebenarnya tidak mampu diamati oleh

mata atau panca indera yang lainnya, dengan mempergunakan analogi akan

membantu siswa untuk melakukan visualisasi terhadap konsep atau materi ajar

tertentu.

4) Membantu siswa untuk memahami konsep yang sulit dipahami

Dengan mempergunakan model analogi, individu dapat menghubungkan

situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami

sehingga akan terjadi transfer perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke

situasi yang baru. Hal tersebut akan membantu siswa untuk memahami konsep

atau materi ajar yang kecenderungan siswa menganggapnya sulit dipahami.

42
5) Mengatasi Kurangnya minat siswa dalam mempelajari materi ajar

Analogi dapat meningkatkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran.

Minat siswa meningkat sebab siswa menjadi tertarik terhadap materi ajar

tersebut. Daya tarik siswa terhadap materi ajar disebabkan model analogi

menampilkan gambaran antara dua konsep yang berbeda namun mempunyai

kemiripan yang sama.

i. Prosedur Model Analogi

Penggunaan analogi berarti membandingkan dua buah konsep yang

berbeda namun memiliki beberapa kemiripan. Perbandingan yang menyeluruh

antara kedua konsep tersebut dapat memperluas cakrawala berpikir baik guru

maupun siswa. Untuk mencegah terjadinya miskonsepsi perlu dilakukan dengan

cara mempertahankan prakonsepsi yang benar atau mengubah peta konsep

berpikir siswa dari prakonsepsi yang salah menuju konsep yang benar sesuai

teori yang berlaku untuk satu materi ajar tertentu (Clement, 1993). Faktor

keberhasilan metode analogi tergantung pada pengetahuan utama siswa terhadap

pokok bahasan dan penerimaan siswa pada analogi (Gentner dalam Podolefsky,

2004). Clement (1993) menyarankan bahwa strategi bridging dalam analogi

perlu menggunakan prosedur berikut: 1) sebuah miskonsepsi dapat dideteksi

secara eksplisit dengan mengajukan sebuah pertanyaan tentang konsep, 2)

instruktur (guru) menyarankan kasus analogi yang menarik perhatian siswa, 3)

jika siswa tidak yakin pada sebuah analogi valid maka guru mencoba untuk

membangun relasi analogi. Siswa diminta untuk membuat sebuah perbandingan

eksplisit antara analogi dan yang dianalogikan (target), dan 4) jika siswa masih

43
tidak menerima analogi, instruktur mencoba untuk mencari sebuah “bridging

analogy” atau jembatan analogi sebagai intermediasi konsep antara analogi

dan target.

Prosedur tersebut juga bisa dilengkapi dengan strategi mengajar yang

disarankan Santrock dalam Irawati (2006) untuk membantu siswa belajar

konsep, yaitu mendefinisikan konsep, menjelaskan suatu istilah dengan bantuan

konsep, memberikan contoh-contoh untuk mengilustrasikan karakteristik kunci,

dan memberikan contoh-contoh tambahan.

Model Teaching with Analogies (TWA) yang dikembangkan oleh Glynn

(1995) membuat peta perbandingan (mapping) antara konsep rujukan dan

konsep target. Bila terdapat banyak kemiripan antara kedua konsep tersebut,

maka sebuah analogi berpikir dapat dibangun. Pada umumnya, model TWA

terdiri dari beberapa tahap pelaksanaan, yaitu sebagai berikut: 1) mengulas

kembali konsep rujukan dan memperkenalkan konsep target pada saat

bersamaan, 2) mengidentifikasi dan memetakan beberapa kemiripan atribut pada

kedua konsep, 3) menceritakan batasan analogi antara kedua konsep, dan 4)

menarik kesimpulan.

Dalam perkembangannya, model pembelajaran analogi terus diaplikasikan

dan mengalami modifikasi dan perbaikan tertentu guna mendukung suatu materi

pembelajaran. Treagust, dkk (dalam Harrison & Coll, 2013: 20) mengatakan

bahwa penggunaan analogi pada pelajaran IPA di sekolah, mereka menemukan

sedikit yang menggunakan analogi secara sistematis, dan para guru yang sedang

mereka observasi tidak tuntas dalam menggunakan analoginya. Hal tersebut

44
tentunya membawa dampak negatif, terutama dalam proses pembentukan

pengetahuan siswa. Berdasarkan masalah tersebut, diperlukan metode dalam

membawakan model pembelajaran analogi yang bersifat sistematis agar proses

pembelajaran dapat berjalan dan berakhir dengan tuntas.

Metode FAR adalah salah satu metode yang digunakan untuk

membawakan model analogi yang lebih tersistematis karena ada tiga tahapan

pelaksanaan, yakni fokus, aksi, dan refleksi. Berikut adalah penjelasan rinci dari

setiap tahap dalam analogi FAR menurut Harrison & Coll (2013: 30).

1) Fokus

Dalam mengajar analogi, guru hendaknya menyadari sejak awal bahwa

adanya aspek kesulitan pada konsep yang akan diajarkan (kesulitan bagi guru

maupun siswa). Pada tahap ini hendaknya guru memeriksa apakah para siswa

sudah mengetahui tentang sesuatu tentang target konsep ataukah belum, ataukah

mereka mempunyai pemahaman konsep yang keliru. Guru harus mengetahui

apakah para siswa sudah cukup mengenal analog atau belum. Kemudian, guru

dapat meningkatkan pengenalan dan pemahaman siswa melalui contoh atau

penggambaran.

2) Aksi

Tahap aksi dalam pengajaran analogi mengharuskan guru memperhatikan

tingkat keakraban siswa dengan analog. Selain itu, ia juga harus memperhatikan

kemiripan dan ketidakmiripan sifat antara analog dengan target. Proses yang

dilakukan dengan menggambarkan kemiripan ciri-ciri analog dengan target

disebut pemetaan sifat-sifat bersama. Hal ini akan membantu para siswa

45
memahami konsep-konsep yang bersifat abstrak dari kesamaan target konsep

dengan analog. Sebagai tambahan, selain pemetaan sifat-sifat bersama,

ketidakmiripan antara analog dengan konssep target juga harus diidentifikasi.

Analogi diungkapkan juga kelemahan dan keterbatasannya sehingga para siswa

tidak memaksakan analogi diluar kegunaannya.

3) Refleksi

Hal berikut yang harus dilakukan dalam penggunaan analogi, guru harus

merenungi kejelasan dan kegunaan dari analog sebagai bagian pembuatan

kesimpulan.

Dari berbagai penyampaian pemaparan teori prosedur melakukan analogi

tersebut dapat diketahui bahwa penyusunan analogi yang paling lengkap dan

tersistematis prosedural adalah model analogi dengan metode FAR. Oleh karena

itu, dipilihlah model analogi FAR dalam penelitian ini. Setelah dilakukan

pemilihan prosedur dalam menyusun analogi selanjutnya dibuatlah tabel untuk

membuat model analogi FAR tersebut. Berikut adalah tabel dalam kaidah

penyusunan materi ajar yang disampaikan dengan model analogi dengan metode

FAR.

46
Tabel 1. Penyusunan materi ajar yang akan disampaikan dengan model
analogi dengan metode FAR.

1) Fokus
a) Konsep Apakah sulit, asing atau abstrak?
b) Siswa Apa yang sudah ketahui siswa seputar konsep
tersebut?
c) Analog Apakah siswa sudah mengenal analognya?
2) Aksi
a) Mirip Diskusikan ciri-ciri pada analog dan konsep
sains. Gambarkan kesamaan diantara
keduanya
b) Tidak mirip Diskusikan pula saat dimana analog tidak
mirip konsep sains.
3) Refleksi
a) Kesimpulan Apakah analogi ini jelas, berguna, atau
membingungkan? Apakah hasilnya sesuai
rencana?
b) Perbaikan Berdasarkan hasilnya, apakah ada perubahan
diperlukan diwaktu yang lain guru
menggunakan analogi ini?

j. Indikator Syarat Model Analogi dalam Pembelajaran

Penggunaan analogi dalam pembelajaran harus dilakukan secara hati-hati.

Penerapan teknik analogi di kelas harus memperhatikan beberapa hal, misalnya

prakonsepsi dan daya serap siswa terhadap materi ajar untuk menghindari

terjadinya miskonsepsi (Prastowo, 2011). Hal ini dapat disebabkan analogi yang

dipilih terlalu jauh dengan konsep yang dianalogikan, bahkan analogi yang

digunakan guru dapat menimbulkan salah konsep (Suparno, 2005: 74). Hasil dari

beberapa penelitian yang dilakukan dikelas menunjukkan bahwa menerangkan

dengan model analogi kadang kala menimbulkan permasalahan penafsiran.

Permasalahan penafsiran saat menerangkan analogi secara verbal contohnya,

model analogi bola pantul pada teori kinetik zat padat, cair, dan gas dapat

47
menyebabkan siswa mengira wujud partikel molekul adalah padat (Harrison &

Coll, 2013: 12).

Santrock dalam Irawati (2012) mengungkapkan bahwa agar analogi

berjalan dengan efektif, diperlukan konsep rujukan, yaitu konsep fisika yang

sudah diajarkan dan dipahami dengan baik oleh siswa. Konsep rujukan tersebut

kemudian dikembangkan untuk menjelaskan konsep target, contohnya pada

konsep fisika materi ajar baru. Contoh perbandingan konsep rujukan dengan

konsep target adalah konsep susunan tata surya dibandingkan dengan konsep

susunan atom.

Tabel 2. The Planetary Model of the Atom, sumber: Podolefsky (2004)

Teori lain mengatakan bahwa untuk menghindari salah konsep, Suparno

(2013: 162-163) menyarankan perlu memperhatikan beberapa hal berikut dalam

menggunakan analogi: 1) siswa perlu dicek apakah tidak mengalami salah

konsep dengan analogi yang digunakan, bila ya perlu diberi bantuan untuk

dibetulkan, 2) guru perlu menekankan bahwa analogi hanyalah gambaran untuk

memudahkan memahami, sedangkan konsep inti tetap pada peristiwa fisika yang

sedang dibahas, 3) pilihan analogi perlu dikritisi, apa sungguh lebih menjelaskan

dengan tepat, atau malah sebaliknya membuat siswa lebih sulit memahami, 4)

analogi yang dipilih perlu diteliti, apakah tidak mempunyai konsep yang salah.

48
Teori lain yang lebih detail membahas tentang penilaian suatu analogi

layak atau tidaknya digunakan ialah metode analogi FAR. Dalam analogi FAR

terdapat tahapan refleksi yang pada tahap tersebut dilakukan untuk mengetahui

apakah analogi yang disusun sudah benar atau belum. Menurut Harrison & Coll

(2013: 32) dalam tahap refleksi ada dua unsur, yakni kesimpulan dan perbaikan.

Berikut indikator-indikator yang harus diperhatikan dalam melakukan analogi.

1) Kesimpulan

Beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam kesimpulan adalah

apakah analogi sudah jelas, apakah analogi sudah berguna, apakah analogi

membingungkan, dan apakah hasilnya sesuai rencana.

2) Perbaikan

Jika ditemukan beberapa masalah dalam penggunaanya, perlu

dipertimbangkan juga apakah analogi akan dilakukan perbaikan atau dilakukan

penggantian secara menyeluruh kedepannya.

Hasil dari pemaparan teori tersebut diketahui bahwa masing-masing teori

tidak ada yang bertentangan satu sama lain, semua teori saling mendukung,

untuk itu dipilihlah satu teori yang dijadikan patokan dalam indikator syarat

dalam melakukan analogi. Untuk itu, peneliti memilih teori terakhir, yakni pada

tahapan refleksi dalam analogi FAR. Pada tahap refleksi analogi FAR sudah

mencakup syarat-syarat analogi yang baik dan layak digunakan. Teori analogi

FAR dianggap peneiliti lebih lengkap dan lebih tersistematis dibanding teori

yang lain.

49
k. Penerapan Model Analogi dalam Sistem Pengapian

Penerapan pembelajaran model analogi dapat menarik perhatian dan minat

siswa untuk belajar. Dende Gentner 1998 (dalam Harrison & Coll, 2013: 24)

mengemukakan bahwa kemiripan menyebabkan para murid tertarik pada

analogi. Hal tersebut tentunya menandakan bahwa analogi dapat membantu

siswa, hanya jika analogi tersebut relevan dan memberikan citra visual atau

bayangan yang kuat yang dapat dengan mudah dihubungkan dengan konsep

abstrak. Kesimpulan dari uraian tersebut adalah analog harus dikenal para siswa.

Pokok bahasan sistem pengapian motor bensin ialah materi yang banyak

terkait dengan fenomena atau peristiwa aliran arus listrik. Tegangan listrik

adalah konsep abstrak yang bergantung pada analogi untuk dapat dijelaskan dan

dibayangkan menggunakan imajinasi siswa. Analogi memberikan kesempatan

para siswa untuk mempelajari sesuatu yang abstrak, asing, dan tidak tergapai

(Harrison & Coll, 2013: 32). Berikut disajikan tabel analogi pada materi sistem

pengapian yang disesuaikan dengan analoginya masing-masing, sedangkan

penjelasan analogi dengan metode FAR secara lengkap dapat dilihat pada

lampiran.

50
Tabel 3. Daftar konsep pada system pengapian beserta analognya

No. Konsep Analog


1. Segitiga pembakaran Membakar kertas dengan kaca
pembesar
2. Cara kerja pengapian motor bensin Cara kerja senjata api
3. Aliran arus listrik pada rangkaian Sirkuit aliran air dalam akuarium
tertutup selenoida sederhana ikan
4. Sistem pengapian pada motor 4 Empat sasaran tembak
silinder
5. Sistem firing order pada motor Urutan tembak
bensin 4 silinder
6. Fungsi ballast resistor pada Mempercepat pengisian peluru
mempercepat pengisian arus pada pada senpi
kumparan primer
7. Diagram tekanan didalam ruang Tekanan didalam alat suntik
bakar
8. Pengajuan timing pengapian Menembak sasaran yang bergerak

l. Bahan Ajar Modul Berbasis Model Analogi

Bahan ajar modul berbasis model analogi adalah suatu bahan ajar cetak

yang dibuat dengan kaidah penulisan modul yang benar dan mempergunakan

model analogi FAR secara terintegrasi di dalamnya. Modul yang baik dan benar

ialah modul yang memiliki unsur utama penyusun modul, yakni: 1) kompetensi

berserta tujuan pembelajaran, 2) petunjuk penggunaan modul, 3) materi ajar, 4)

lembar tugas, 5) tes formatif, dan 6) kunci jawaban tugas. Model analogi FAR

adalah model yang memiliki tiga tahapan, yakni: 1) fokus, 2) aksi, dan 3)

refleksi. Produk berupa bahan ajar digunakan sebagai treatment dalam

melakukan penelitian. Bahan ajar ini merupakan variabel parsial atau variabel

bebas dalam penelitian ini.

51
4. Kompetensi Sistem Pengapian dalam Kurikulum

Kurikulum merupakan standar akademis yang harus dikuasai oleh seluruh

siswa dengan merinci tujuan pembelajaran setiap pokok bahasan dan cara mencapai

tujuan. Dalam pendidikan terdapat dua jenis standar, yaitu standar akademis

(academic content standars) dan standar kompetensi (performance standars).

Standar akademis merefleksikan pengetahuan dan keterampilan esensial setiap

disiplin ilmu yang harus dipelajari oleh seluruh siswa. Standar kompetensi

ditunjukkan dalam bentuk proses atau hasil kegiatan yang didemonstrasikan oleh

siswa sebagai penerapan dari pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya

(Mulyasa, 2008: 24). Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menerbitkan

kurikulum baru yang disebut Standar Isi (Kurikulum 2006). Kurikulum ini

dikembangkan sesuai dengan ilmu dan teknologi serta tuntutan kebutuhan lokal,

nasional, dan global.

Standar isi dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Menurut

Peraturan Pemerintahan Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi bahan

kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi

oleh peserta pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (Mulyasa, 2007: 26).

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

menyebutkan bahwa standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

yang selanjutnya disebut Standar Isi mencakup kerangka dasar dan stuktur

52
kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata

pelajaran pada setiap semester untuk mencapai kompetensi lulusan minimal dari

setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu (Mulyasa, 2007: 27).

Standar kompetensi dan kompetensi dasar materi sistem pengapian

berdasarkan standar isi disampaikan dalam tabel 4. Materi sistem pengapian

termasuk kelompok mata pelajaran Perawatan dan Perbaikan Kelistrikan Otomotif,

kompetensi keahlian Teknik Kendaraan Ringan.

Tabel 4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar materi sistem


pengapian di SMK Muhamammadiyah Prambanan Sleman Yogyakarta

STANDAR KOMPETENSI DASAR


KOMPETENSI
1. Melakukan Perawatan 1. Mengidentifikasi sistem pengapian dan
dan Pemeriksaan Sistem komponennya/menguji rangkaian.
Pengapian 2. Memperbaiki rangkaian/sistem Pengapian
dan komponen- komponennya

5. Persepsi Siswa

a. Definisi Persepsi

Segala sesuatu yang ada di lingkungan dan menimbulkan kontak terhadap

panca indera manusia selalu memicu munculnya persepsi dalam diri seseorang.

Menurut Sugihartono (2012: 7-8) masuknya stimulus ke dalam alat indera manusia

disebut dengan sensasi. Setelah stimulus masuk ke alat indera manusia, otak akan

menerjemahkan stimulus tersebut. Kemampuan otak menerjemahkan stimulus

tersebut disebut dengan persepsi. Persepsi merupakan proses untuk menerjemahkan

atau menginterpretasi stimulus yang masuk dalam alat indera. Bekti (2010: 22)

mengungkapkan bahwa persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses

pencarian informasi untuk dipahami. Persepsi memiliki sifat yang sangat subjektif

53
sehingga sangat tergantung pada subjek yang melaksanakan persepsi tersebut.

Sriyanti (2013: 109) menjelaskan bahwa persepsi menyangkut masuknya atau

peristiwa dan perangsang ke dalam otak dan kesadaran. Indera manusia menyerap

berbagai informasi atau mengadakan hubungan dengan dunia luar. Objek, benda,

suara, dan berbagai informasi dari lingkungan merupakan perangsang bagi individu

sehingga seseorang akan memberi respon dan reaksi dengan cara tertentu.

Persepsi adalah proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian

objektif dengan bantuan indera (Chaplin, 2006: 358). Menurut Slameto (2010:

102), persepsi adalah suatu proses yang menyangkut masuknya pesan atau

informasi ke dalam otak melalui indera manusia. Toha (2003: 141) menyatakan

bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap manusia

dalam memahami lingkungannya, baik melalui penglihatan, pendengaran,

penghayatan, perasaan, dan penciuman. Robbins (2003: 97) mendeskripsikan

bahwa persepsi merupakan kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca

indera kemudian dianalisis atau diorganisir, diintepretasi, dan dievaluasi sehingga

individu tersebut memperoleh makna. Pendapat Robbins lebih melengkapi

pendapat-pendapat yang sebelumnya, yaitu adanya unsur-unsur evaluasi atau

penilaian terhadap obyek persepsi.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah

tanggapan gambaran atau kesan tentang suatu obyek yang diperoleh oleh individu

melalui panca indera kemudian diorganisasi, diinterpretasi, dan dievaluasi sehingga

memperolah makna (arti) tentang suatu obyek, sedangkan yang menjadi obyek

54
persepsi dalam penelitian ini adalah materi kompetensi sistem kelistrikan

pengapian.

b. Proses Terjadinya Persepsi

McShane & von Glinow (2000: 56) menjelaskan bahwa proses persepsi

didahului dengan masuknya suatu dorongan berupa informasi. Setelah dorongan

masuk, dilakukan penyaringan terhadap beberapa informasi. Ada beberapa

informasi yang diterima dan ada juga yang diabaikan. Langkah ini disebut organisir

dan langkah selanjutnya ialah informasi tersebut diinterpretasikan oleh individu

melalui suatu pengertian tertentu. Menurut Toha (2003: 145) proses terbentuknya

persepsi seseorang didasari pada beberapa tahapan.

1) Stimulus atau Rangsangan

Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus

atau rangsangan yang hadir dari lingkungannya.

2) Registrasi

Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik

yang berupa penginderaan dan saraf seseorang berpengaruh melalui indera yang

dimilikinya.

3) Interpretasi

Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting

yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses interpretasi

bergantung pada cara pendalamannya, motivasi dan kepribadian seseorang.

55
4) Umpan balik (feed back)

Setelah melalui proses interpretasi, informasi yang sudah diterima

dipersepsikan oleh seseorang dalam bentuk umpan balik terhadap stimulus.

Menurut Walgito (2010: 102) proses terjadinya persepsi melalui tahap-tahap

berikut.

1) Tahap pertama dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, yaitu

proses ditangkapnya suatu stimulus (objek) oleh panca indera.

2) Tahap kedua dikenal dengan proses fisiologis, yaitu proses diteruskannya

stimulus atau objek yang telah diterima alat indera melalui syaraf-syaraf sensoris

ke otak.

3) Tahap ketiga dikenal dengan nama proses psikologis, yaitu proses dalam otak,

sehingga individu mengerti, menyadari, menafsirkan dan menilai objek tersebut.

4) Tahap keempat merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu

berupa respon. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu

dalam berbagai bentuk, semisal perubahan perilaku suatu individu.

Sebagai contoh proses terjadinya persepsi dijelaskan oleh Sutrisno (2003:

17), yaitu proses terjadinya persepsi tentang kubus dari kayu dengan melalui indera

penglihatan.

1) Kubus terkena sinar matahari dan dipantulkan mengenai mata.

2) Sinar diteruskan ke kornea (lapisan tanduk bagian depan), dibiaskan ke air mata

bagian depan (humor aques anterior), dibiaskan ke lensa cristalina dibiaskan ke

air mata bagian belakang (humor aques posterior), dibiaskan lagi ke corpus

56
vitreum, diteruskan ke bintik kuning atau retina sehingga timbul gambaran

kubus dalam retina, sampai diterima inilah yang disebut tahap fisik.

3) Gambaran kubus dalam retina (bintik kuning) diubah menjadi rangsang syaraf

yang selanjutnya dibawa ke otak dan dimasukkan ke lapisan (tempat) yang

disebut lobus occipitalis. Sampai inilah yang disebut tahap fisiologis.

4) Gambaran kubus kayu yang ada dalam otak (lobus accipitalis) itu diolah,

diorganisir, dinterpretasi, dan dievaluasi sehingga individu menyadari bahwa itu

kubus kayu, sisi sama, sudut delapan, besar dan bagus, berat, sulit membuatnya,

dan berbagai penilaian lain.

Beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa proses

terjadinya persepsi melalui empat tahapan utama, yaitu 1) penerimaan rangsangan

oleh panca indera, 2) penerusan informasi dari saraf ke otak, 3) pengolahan

informasi didalam otak, dan 4) pemberian tanggapan berupa respon, respon bisa

dalam berbagai bentuk, semisal perubahan perilaku suatu individu.

Melihat proses terbentuknya persepsi, seperti yang sudah dijelaskan bahwa

pada tahap ke empat yakni tahap pemberian respon terhadap suatu objek, respon

antar individu satu dengan yang lainnya mungkin saja berbeda. Persepsi seseorang

terhadap suatu objek dapat bernilai positif maupun bernilai negatif. Persepsi positif

maupun negatif tersebut keduanya dapat tercermin dari respon yang mereka

tunjukkan. Respon atas penilaian persepsi tersebut dapat terlihat dari perubahan

perilaku yang nampak, artinya bahwa hasil akhir persepsi dapat pula ditunjukkan

dari gejala-gejala perubahan perilaku. Kesimpulan lain yang bisa diambil dari

pembahasan proses terjadinya persepsi ialah persepsi dapat mempengaruhi respon

57
seseorang terhadap suatu objek yang tercermin dari perilaku individu. Arti lain dari

kalimat diatas adalah persepsi mampu mempengaruhi variabel lain, variabel itu

berupa perilaku individu sebagai hasil dari respon.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi adalah serangkaian aktivitas yang berlangsung dalam pikiran

manusia. Meski proses persepsi dilakukan dalam pikiran manusia, hasil yang

didapat pada tiap tahapan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

yang mempengaruhi persepsi tersebut mampu memberi hasil persepi yang berbeda-

beda pada suatu objek. Objek yang dimaksud adalah objek benda mati maupun

manusia. Hasil persepsi tersebut berupa penilaian individu dalam memberi kesan

terhadap suatu objek sehingga penilaian individu terhadap suatu objek dapat negatif

maupun positif.

Persepsi negatif terhadap suatu objek dapat berarti bahwa kecenderungan

individu atau siswa beranggapan bahwa materi kelistrikan adalah sulit, abstrak, dan

tidak tergapai oleh pikiran atau sulit untuk dipahami. Persepsi positif dalam materi

kelistrikan, siswa cenderung beranggapan bahwa materi kelistrikan itu mudah,

tidak sulit, menyenangkan, dan menarik perhatian.

Robbins (2003: 175) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi suatu seseorang bergantung pada tiga faktor, yaitu 1) faktor preceiver atau

si penerima stimulus meliputi sikap, motivasi, interest, dan pengalaman. 2) Faktor

situasi meliputi waktu, tempat, dan lingkungan sosial. 3) Faktor target atau objek

persepsi meliputi suara, gerakan, ukuran, dan kemiripan. Siagian (1994: 121)

58
menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang,

yaitu sebagai beriku.

1) Diri yang bersangkutan itu sendiri

Apabila seseorang berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang

dilihatnya maka ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut

mempengaruhi, seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan harapan.

2) Sasaran persepsi tersebut

Sasaran persepsi tersebut dapat berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-

sifat sasaran tersebut biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang

melihatnya.

3) Serangkaian program yang dapat menghasilkan perhatian

Hal ini berarti dalam situasi di mana suatu rangkaian timbul perlu

mendapatkan perhatian.

Rivai (2004: 231) juga menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

dalam memberikan persepsi seseorang pada suatu objek adalah sebagai berikut: 1)

faktor yang ada pada perilaku persepsi (faktor dari dalam), seperti sikap, kebutuhan

atau motif, kepentingan atau minat, pengalaman, dan pengharapan individu, 2)

faktor yang ada pada objek atau target yang dipersepsikan yang meliputi hal-hal

baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan, 3) faktor konteks atau

situasi di mana persepsi itu dilakukan, seperti waktu, keadaan tempat kerja, dan

keadaan sosial.

59
Menurut Walgito (2010: 101) dan rangkuman beberapa buku yang telah

ditulisnya, hal-hal yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai

berikut.

1) Faktor Internal

Dalam beberapa buku yang juga ditulis oleh Bimo walgito pula faktor ini

disebut juga dengan faktor alat indera. Faktor internal yang berpengaruh dominan

dalam proses persepsi ialah alat indera manusia. Jenis alat indera yang mempunyai

pengaruh dominan dalam melakukan persepsi adalah indera penglihatan, yakni

mata.

2) Faktor Ekternal (Stimulus)

Persepsi dipengaruhi oleh stimulus. Stimulus adalah rangsangan yang dapat

membuat individu melakukan persepsi. Stimulus dapat juga berarti objek yang

sedang dipersepsi karena asal stimulus adalah objek itu sendiri. Bahkan, sebagian

besar memang hanya objek itu sendirilah yang membentuk stimulus. Dalam

beberapa buku yang juga ditulis oleh Bimo Walgito, faktor ini disebut juga dengan

faktor objek.

3) Faktor Lingkungan

Dalam beberapa buku yang ditulis oleh Bimo Walgito, faktor lingkungan

disebut juga dengan faktor perhatian. Lingkungan yang ada disekitar individu dapat

berkontribusi dalam mempengaruhi hasil dari perepsi seseorang. Lingkungan harus

mendukung perhatian seseorang terhadap suatu objek yang akan dipersepsikan

sehingga lingkungan harus bisa membuat satu saja perhatian tanpa harus

mengijinkan perhatian yang lain yang akan mengakibatkan perhatian terbagi dan

60
tidak fokus, di sinilah perhatian seseorang diperlukan dalam melakukan persepsi.

Walgito juga menambahkan bahwa dalam proses terbentuknya persepsi banyak

stimulus yang terlibat akan tetapi individu hanya dikenai satu stimulus saja. Hal ini

ditunjukkan dengan bukti bahwa tidak semua stimulus akan dikenai respon oleh

individu tersebut. Stimulus yang akan dikenai respon adalah stimulus yang ada

perhatian di dalamnya. Individu akan melakukan seleksi terhadap semua stimulus

perhatian diperlukan agar stimulus itu diterima oleh individu. Berikut sketsa

terjadinya persepsi yang menimpulkan respon.

Gambar 1. Skema Interaksi Terbentuknya Respon Melalui Seleksi Terhadap


Stimulus
Pada penjelasan dari ketiga referensi tersebut telah diungkapkan bahwa suatu

persepsi seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sebagai

berikut.

1) Faktor yang ada pada perilaku persepsi (faktor dari dalam)

Faktor yang ada pada perilaku persepsi ini adalah faktor-faktor yang ada

pada siswa. Berikut faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi persepsi.

a) Sikap adalah keadaan dalam diri manusia yang menggerakkan untuk

bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di

dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya.

61
Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang dapat

bernilai positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.

b) Minat adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai perhatian terhadap

sesuatu dan disertai keinginan untuk mengetahui dan mempelajari maupun

membuktikan lebih lanjut.

c) Alat indera merupakan kemampuan seseorang dalam menerima rangsang

secara jelas, alat indera yang dominan digunakan ialah indera penglihatan,

yakni mata.

2) Faktor yang ada pada objek atau target yang dipersepsikan

Faktor yang ada pada objek adalah faktor-faktor yang terdapat pada objek

yang dipersepsikan sehingga dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Objek

dalam penelitian ini adalah mata pelajaran sistem kelistrikan sistem pengapian.

Unsur yang terkandung dalam mata pelajaran sistem kelistrikan mencakup

seperangkat alat yang digunakan dalam pembelajaran (media pembelajaran) dan

materi pelajaran sistem kelistrikan. Oleh karena itu, faktor objek dalam

penelitian ini adalah berikut.

a) Model Pembelajaran

Unsur-unsur persepsi model pembelajaran adalah sebagai menyenangkan

atau tidaknya model pembelajaran tersebut, tertarik atau tidaknya siswa

terhadap model pembelajaran, model berdampak pada mempermudah dalam

memahami materi, dan menyediakan informasi yang dibutuhkan siswa.

62
b) Materi Ajar

Unsur-unsur persepsi yang ada dalam materi ajar adalah keabstrakan objek

atau tak tergapai panca indera, kedekatan siswa dengan objek atau materi,

kesusahan atau kesulitan, dan kurangnya minat dengan materi ajar.

3) Faktor Lingkungan

Hal yang termasuk dalam faktor lingkungan dalam penelitian ini adalah

lokasi persepsi itu dilakukan. Dalam hal ini yang difokuskan adalah kondisi

tempat dilakukannya pembelajaran sistem kelistrikan, khususnya sistem

pengapian, strategi pembelajaran, dan model pembelajaran yang sekiranya dapat

menarik perhatian siswa terhadap proses kegiatan pembelajaran tersebut.

Perhatian siswa dalam pembelajaran dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,

antara lain rasa ingin tahu, perasaan nyaman dan senang dalam mengikuti

pembelajaran, waktu, keadaan tempat kerja, keadaan sosial, dan ada tidaknya

pengecoh atau distraktor yang mungkin saja dapat mengalihkan perhatian siswa.

d. Indikator Persepsi Siswa terhadap Mata Pelajaran Kelistrikan

Seseorang dapat dikatakan mempunyai persepsi yang positif terhadap suatu

objek terlihat dari ciri-ciri yang melekat padanya. Ciri-ciri tersebut perlu disusun

secara jelas dan spesifik. Ciri-ciri disusun atas dasar teori-teori yang sudah

dipaparkan pada subbab sebelumnya. Telah disebutkan pada pembahasan

sebelumnya bahwa diadakannya model pembelajaran analogi karena terdapat

persepsi siswa yang kurang baik terhadap materi ajar kelistrikan otomotif. Persepsi

yang kurang baik terhadap materi kelistrikan otomotif disebabkan beberapa siswa

menganggap materi kelistrikan dengan indikator sesuatu yang abstrak atau tak

63
tergapai panca indera, asing, dan sulit dipahami sehingga kurangnya minat siswa

dalam mempelajari materi tersebut.

Setelah diadakan pembelajaran menggunakan bahan ajar modul berbasis

model analogi, diharapkan persepsi siswa berubah menjadi positif. Hal tersebut

ditandai dengan beberapa indikator yang menunjukkan perubahan persepsi siswa.

Berikut indikator perubahan persepsi siswa setelah menerapkan model analogi.

1) Abstrak atau tak tergapai panca indera

Analogi dapat menguhubungkan sesuatu yang abstrak menjadi hal yang lebih

mudah diterima oleh siswa jika hal yang abstrak tersebut dibawa ke dunia yang

lebih kongkrit. Beberapa materi ajar yang objeknya sebenarnya tidak mampu

diamati oleh mata atau panca indera yang lainnya, dengan mempergunakan analogi

akan membantu siswa untuk melakukan visualisasi terhadap konsep atau materi ajar

tertentu.

2) Asing

Analogi mampu mengenalkan materi ajar yang asing dan tak lazim dengan

memanfaatkan keakraban siswa dengan konsep-konsep yang sudah mereka ketahui

sehari-hari.

3) Sulit dipahami

Dengan mempergunakan model analogi, individu dapat menghubungkan

situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami

sehingga akan terjadi transfer perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi

yang baru. Hal tersebut dapat membantu siswa untuk memhami konsep atau materi

ajar yang kecenderungan siswa menganggapnya sulit dipahami.

64
4) Minat siswa

Analogi dapat meningkatkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran.

Peningkatan minat siswa ditunjukkan oleh siswa menjadi tertarik terhadap materi

ajar tersebut. Daya tarik siswa terhadap materi ajar disebabkan didalam analogi

menampilkan gambaran antara dua konsep yang berbeda namun mempunyai

kemiripan yang sama.

Indikator atau ciri-ciri persepsi mata pelajaran ini digunakan untuk menyusun

instrumen alat ukur, berupa angket persepsi siswa terhadap mata pelajaran

kelistrikan. Atas dasar indikator-indikator di atas, selanjutnya butir-butir angket

disusun.

Butir-butir angket dapat mengungkap dengan teliti atau tepat sesuai dengan

apa yang akan diukur, yakni persepsi. Makin banyak (halus) penjabarannya berarti

semakin banyak jumlah butir pertanyaan yang ada di dalam angket. Suharsimi

Arikunto (2010: 87) menyatakan bahwa angket atau alat ukur yang terdiri atas

banyak butir lebih valid dibandingkan dengan yang hanya terdiri atas beberapa butir

saja. Oleh karena itu, penjabaran indikator persepsi dan apa yang dipersepsikan

(materi kelistrikan sistem pengapian) harus teliti, nyata, terukur, kemudian

disajikan dalam bentuk kisi-kisi atau tabel spesifikasi. Adapun bentuk angket

beserta kisi-kisi yang digunakan untuk mengukur persepsi siswa terhadap mata

pelajaran kelistrikan akan disajikan secara detail pada bab 3 dan lampiran dalam

penelitian ini.

65
B. Kajian Penelitian yang Relevan

1. Penelitian tentang model pembelajaran dengan persepsi siswa

Model atau metode pembelajaran yang digunakan guru sangat signifikan

pengaruhnya terhadap persepsi siswa. Tingkat persepsi siswa terhadap suatu

pembelajaran, materi ajar, atau mata pelajaran yang digunakan guru bisa

bermacam-macam, yakni persepsi positif dan persepsi negatif. Dalam penelitian

relevan yang dibahas berikut tidak menyebutkan dan membuktikan bahwa apakah

model pembelajaran analogi dapat membuat persepsi siswa menjadi positif ataupun

negatif terhadap materi kelistrikan otomotif, namun penelitian relevan berikut

hanya sebatas membuktikan bahwa terjadi pengaruh atau hubungan yang signifikan

antara model pembelajaran yang dilakukan guru terhadap persepsi siswa. Berikut

beberapa hasil penelitian yang dapat menguatkan pernyataan tersebut.

a. Penelitian Asmara (2015) yang berjudul Pengaruh Kreativitas Belajar, Motivasi

Belajar, Persepsi Siswa Tentang Metode Mengajar Guru dan Penggunaan

Media Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Perusahaan Dagang

Siswa Kelas XI Program Keahlian Akutansi SMK N 7 Yogyakarta. Hasil

penelitian tersebut adalah (1) terdapat pengaruh positif persepsi siswa tentang

metode mengajar guru terhadap prestasi belajar akuntansi dengan rx3y sebesar

0,209 dan r2x3y sebesar 0,044. (2) Terdapat pengaruh positif persepsi siswa

tentang penggunaan media pembelajaran terhadap prestasi belajar akuntansi

dengan rx4y sebesar 0.544 dan r2x4y sebesar 0,296.

b. Penelitian Ratnasari & Widayati (2011) yang berjudul Pengaruh Persepsi Siswa

Tentang Professionalisme Guru dan Penggunaan Media Pembelajaran

66
Terhadap Prestasi Belajar Akutansi Keuangan Siswa Kelas XI Program

Keahlian Akutansi SMK N 1 Depok TA 2011/ 2012. Hasil penelitian tersebut

adalah (1) terdapat pengaruh positif dan signifikan persepsi siswa tentang

penggunaan media pembelajaran terhadap prestasi belajar akuntansi ditunjukkan

dengan rx2y = 0,333 dan r2x2y = 0,111, t-hitung = 3,384 dan t-tabel = 1,980. (2)

Terdapat pengaruh positif dan signifikan persepsi siswa tentang profesionalisme

guru dan penggunaan media pembelajaran secara bersama-sama terhadap

prestasi belajar akuntansi ditunjukkan dengan Ry(1,2) = 0,508, R2y(1,2) = 0,258

dan F-hitung 15,831 > F-tabel 3,090.

2. Penelitian tentang model analogi dengan hasil belajar

Model pembelajaran dengan bantuan analogi dapat meningkatkan hasil

belajar siswa, berikut beberapa penelitian yang dapat mendukung pernyataan

tersebut.

a. Penelitian Fikri, Wiyanto, & Susilo (2012) dengan judul Penerapan

Pembelajaran Fisika dengan Analogi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

SMA. Hasil penelitian tersebut adalah hasil belajar pada kelas eksperimen yang

menggunakan pembelajaran analogi memperoleh rata-rata hasil belajar kognitif

80,13 dan diperoleh pula ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 90%,

sedangkan hasil belajar pada kelas kontrol yang menggunakan metode

pembelajaran konvensional memperoleh rata-rata hasil belajar 77,07 dan

ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 83,33%.

b. Penelitian Suciyanti (2011) dengan judul Pengaruh Penggunaan Model

Pembelajaran Analogi Terhadap Hasil Belajar Siswa Studi Eksperimen pada

67
Siswa Kelas XI IPA Pokok Bahasan Sistem Pertahanan Tubuh di SMA Negeri 9

Bandung. Hasil penelitian tersebut adalah rata-rata hasil belajar postes pada

kelas kontrol sebesar 71,51 dan rata-rata hasil belajar postes pada kelas

eksperimen sebesar 93,76.

C. Kerangka Berpikir

Kesenjangan antara harapan dengan kenyataan disebut dengan masalah,

artinya masalah berawal dari ketidakcocokan antara hal yang seharusnya terjadi

(das sollen) dengan apa yang sebenarnya terjadi dilapangan (das sein). Masalah

yang terjadi di objek penelitian (SMK Muhammadiyah Prambanan) adalah nilai

hasil belajar kompetensi kelistrikan siswa TKR masih rendah. Hal ini dibuktikan

dengan sebagian siswa yang nilainya masih belum lulus KKM. Hasil observasi awal

menunjukkan bahwa tidak terdapatnya sumber-sumber atau bahan ajar yang

memadai sebagai sumber belajar bagi siswa khususnya pada kompetensi kelistrikan

pengapian. Hal ini membuat pembelajaran hanya menggunakan model ceramah

dari guru saja. Guru sebagai satu-satunya pusat perhatian di dalam kelas sekaligus

satu-satunya pusat sumber belajar sehingga model pembelajaran yang terjadi di

dalam kelas cenderung ceramah verbal yang monoton.

Ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan (Sudjana, 2009: 77).

Kegiatan apa saja yang dilakukan selama ceramah adalah penerangan dan

penuturan secara lisan oleh guru, sementara siswa memperhatikan dan mencatat

(Surakhmad, 1976: 92). Menurut Leighbody dan Donald (1968: 84), 15 menit

adalah waktu ideal bagi guru dalam menyampaikan materi secara verbal tanpa

68
adanya selingan sama sekali. Jika guru menjelaskan lebih dari 20 menit tanpa

diselingi sesuatu apapun baik itu penjelasan secara visual maupun yang lain maka

durasi ceramah terlalu panjang. Kritik terhadap keterbatasan metode ceramah

adalah terlalu banyak pembicaraan satu arah. Maksud pembicaraan satu arah adalah

guru dalam posisi menjelaskan sementara siswa pada posisi pasif, yakni sebagai

pendengar dan pencatat.

Metode ceramah juga cenderung menyia-nyiakan waktu karena materi dapat

dibaca murid sendiri apabila materi tersebut sudah tersedia dalam sumber belajar,

seperti buku ataupun modul. Siswa cenderung merasa bosan ketika guru

menggunakan metode ceramah yang monoton. Jika dikaitkan dengan learning style

maka siswa yang dapat menyerap materi lebih banyak adalah mereka yang memiliki

gaya belajar auditory, sementara siswa yang memiliki gaya belajar visual dan

kinematik cenderung kurang dapat terlayani. Selain itu, didalam metode ceramah

materi pembelajaran yang disampaikan cenderung sesuai yang diketahui oleh guru

saja karena ketika guru ingat maka disampaikan dan ketika lupa tidak tersampaikan.

Masalah lain adalah beberapa siswa cenderung memiliki persepsi negatif

terhadap mata pelajaran kelistrikan. Siswa cenderungn menganggap bahwa materi

kelistrikan merupakan materi yang sulit dipahami, abstrak atau tak tergapai panca

indera, asing, dan kurangnya minat. Persepsi siswa yang negatif terhadap mata

pelajaran kelistrikan juga menjadi faktor yang diduga menyebabkan hasil belajar

siswa rendah.

69
1. Alternatif Solusi dan Alasan Rasional Pemilihan Solusi

Atas dasar masalah yang sudah diungkapkan tersebut diperlukan suatu solusi

agar masalah dapat teratasi. Masalah bahan ajar yang kurang dapat di atasi dengan

memberikan bahan ajar berupa modul, sedangkan perpsepsi yang negatif terhadap

mata pelajaran kelistrikan dapat di atasi dengan penggunaan model analogi. Produk

dari solusi atas masalah tersebut secara kongkrit dibuatlah bahan ajar modul

berbasis model analogi yang di dalam bahan ajar modul tersebut disisipi model

analogi.

Pemilihan solusi tersebut berupa modul dan model analogi atas dasar

beberapa pertimbangan. Pertimbangan yang pertama adalah penggunaan bahan ajar

modul memiliki beberapa manfaat, yaitu a) penyajian materi yang lebih jelas agar

tidak terlalu verbal, b) mengatasi keterbatasan waktu untuk bertatap muka bagi guru

maupun siswa, c) memfasilitasi siswa agar belajar mandiri, dan d) memungkinkan

siswa untuk melakukan latihan soal-soal evaluasi. Selain itu, menurut teori aliran

belajar behavioristik yang diutarakan oleh Thorndike pada Law of exercise

menjelaskan bahwa jika sesuatu materi semakin sering dilakukan latihan-latihan

maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini berkaitan dengan bahan

ajar modul yang menyediakan sarana berlatih bagi para siswa berupa soal-soal

latihan. Pertimbangan kedua adalah penggunaan model analogi yang memiliki

manfaat a) membuat materi abstrak menjadi lebih kongkrit, b) mengakrabkan siswa

dengan konsep yang asing, c) membantu visualisasi materi ajar yang tak tergapai

oleh panca indera, d) membantu siswa untuk memahami konsep yang sulit

dipahami, dan e) meningkatkan minat siswa terhadap materi ajar. Alasan tersebut

70
juga didukung oleh teori behaviouristik, yakni teori Law of Analogy (Thorndike)

yang menyatakan bahwa individu dapat menghubungkan situasi yang belum pernah

dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga akan terjadi transfer

perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi yang baru. Dalam kasus

penelitian ini fungsi analogi untuk menghubungkan materi pada sistem kelistrikan

pengapian dengan sesuatu yang sudah siswa ketahui sebelumnya.

2. Pengaruh Penggunaan Model Analogi Terhadap Persepsi Siswa

Persepsi adalah penilaian seseorang terhadap suatu objek secara subjektif

melalui bantuan panca indera. Persepsi di benak para siswa terhadap mata pelajaran

kelistrikan adalah hal yang abstrak, asing, tak tergapai panca indera, sulit dipahami,

dan kurangnya minat untuk mempelajari. Hal ini disimpulkan bahwa persepsi siswa

negatif terhadap materi tersebut. Atas dasar inilah pemilihan model analogi

digunakan sebab penggunaan analogi mempunyai manfaat-manfaat yang sudah

disebutkan bahwa model analogi mampu a) membuat materi abstrak menjadi lebih

kongkrit, b) mengakrabkan siswa dengan konsep yang asing, c) membantu

visualisasi materi ajar yang tak tergapai oleh panca indera, d) membantu siswa

untuk memahami konsep yang sulit dipahami, dan e) meningkatkan minat siswa

terhadap materi ajar (Harrison & Coll, 2013).

Untuk menghasilkan suatu persepsi terhadap suatu objek maka dibutuhkan

stimulus. Banyak stimulus yang terlibat, namun tidak semua stimulus akan dikenai

respon oleh individu tersebut. Stimulus yang akan dikenai respon adalah stimulus

yang mampu menarik perhatian di dalamnya. Minat siswa dalam mempelajari

sesuatu sangat erat kaitannya kepada tingkat perhatian siswa kepada materi ajar.

71
Jika perhatian siswa terhadap suatu materi memiliki tingkat perhatian yang tinggi

maka kecenderungan minat siswa juga akan tinggi. Perhatian siswa pada suatu

pembelajaran dapat ditingkatkan dengan cara aplikasi model pembelajaran analogi

sebab penerapan pembelajaran model analogi dapat menarik perhatian dan minat

siswa untuk belajar. Pernyataan tersebut didukung oleh Dende Gentner (dalam

Harrison & Coll, 2013: 24) yang mengemukakan bahwa kemiripan menyebabkan

para murid tertarik pada analogi.

Setelah diberikan bahan ajar modul berbasis analogi diharapkan akan terjadi

perubahan persepsi pada siswa yang semula negatif menjadi positif. Untuk

mengklarifikasi apakah persepsi siswa masih cenderung negatif terhadap mata

pelajaran kelistrikan perlu dibuat alat ukur berupa angket. Indikator angket tersebut

menanyakan tentang apakah mata pelajaran kelistrikan masih bersifat: abstrak,

asing, tak tergapai panca indera, sulit dipahami, dan kurangnya minat ataukah tidak.

3. Dugaan Terjadinya Peningkatkan Hasil Belajar

Kesimpulan dari kajian teori yang telah diuraikan adalah penggunaan bahan

ajar modul berbasis model analogi diprediksi akan meningkatkan hasil belajar siswa

dan membuat persepsi siswa ke arah yang cenderung positif, khususnya pada

kompetensi sistem kelistrikan pengapian. Atas dasar kajian teori dan alasan

pemilihan solusi maka hasil yang diharapkan dalam penelitian kuasi eksperimen ini

adalah 1) modul berbasis analogi dapat meningkatkan hasil belajar siswa, 2) modul

berbasis analogi dapat meningkatkan persepsi siswa, 3) terdapat perbedaan hasil

belajar antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, 4) terdapat perbedaan

72
persepsi siswa terhadap mapel kelistrikan antara kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis penelitian

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bahan ajar modul berbasis model analogi dapat meningkatkan hasil belajar

siswa aspek kognitif pada mapel kelistrikan sistem pengapian.

2. Bahan ajar modul berbasis model analogi dapat meningkatkan persepsi siswa

pada mapel kelistrikan sistem pengapian.

3. Bahan ajar modul berbasis model analogi lebih efektif digunakan dalam

meningkatkan hasil belajar mapel kelistrikan sistem pengapian dibandingkan

kelas kontrol.

4. Bahan ajar modul berbasis model analogi lebih efektif digunakan dalam

meningkatkan persepsi siswa mapel kelistrikan sistem pengapian dibandingkan

kelas kontrol.

73
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuasi eksperimen. Pada kuasi

eksperimen ini subyek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima

keadaan subjek apa adanya. Penggunaan desain dilakukan dengan pertimbangan

bahwa kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi

pengelompokkan secara acak. Pertimbangan lain dipilihnya jenis penelitian kuasi

eksperimen adalah penelitian ini tidak dapat sepenuhnya mengendalikan variabel-

variabel luar yang mempengaruhi eksperimen.

Gambar 2. Macam desain penelitian eksperimen


Penelitian dilakukan pada siswa dari dua kelas yang memiliki kemampuan

setara dengan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Desain penelitian kuasi

eksperimen yang digunakan adalah dari tipe Nonequivalent Control Group Design.

Desain Nonequivalent Control Group Design hampir sama dengan pretes-postes

74
control group design, hanya saja pada Nonequivalent Control Group Design

kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random.

Dengan menggunakan desain Nonequivalent Control Group Design ini, akan

memperkuat bukti empiris bahwa memang benar adanya terdapat perubahan

signifikan dari prestest dan postes (Sugiyono, 2013: 170). Fungsi lain dari

Nonequivalent Control Group Design adalah agar nantinya terlihat jelas adanya

perbedaan antara hasil penelitian di kelas eksperimen dan kelas kontrol, Johnson &

Christensen (2014: 337-338). Kelompok pertama diberikan bahan ajar modul

berbasis model analogi. Kelompok pertama ini merupakan kelompok eksperimen

diberikan bahan ajar modul berbasis model analogi, sedangkan kelompok kedua

merupakan kelompok kontrol yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan

konvensional. Berikut bentuk desain pada penelitian ini.

Kelompok eksperimen O X O
Kelompok kontrol O -- O
Keterangan:
X : bahan ajar modul berbasis model analogi
O : Tes yang diberikan untuk mengetahui kemampuan siswa (pretes = postes)

Desain eksperimen di atas menjelaskan bahwa terdapat dua kelas yang

menjadi sampel penelitian, satu kelompok sebagai kelas eksperimen dan satu kelas

yang lain sebagai kelas kontrol. Tes awal atau pretes dilakukan pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol, hal ini dimaksudkan untuk menguji kondisi

awal yang sama. Langkah selanjutnya pada akhir perlakuan dilihat perbedaan

pencapaian postes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kemudian postes

kelompok eksperimen yang menggunakan bahan ajar modul berbasis model analogi

75
dibandingkan dengan postes kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran

konvensional.

Berikut adalah tahapan yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini.

1. Melakukan observasi awal dan mengajukan perijinan ke sekolah tempat

penelitian akan dilangsungkan

2. Pembuatan instrumen, validasi instrumen (analisis kualitiatif) dan uji coba

instrumen (analisis kuantitatif).

3. Mengadakan koordinasi dengan guru yang membawakan mata pelajaran

tersebut mengenai hal penggunaan bahan ajar modul berbasis model analogi.

4. Memberikan angket persepsi siswa dan soal tes hasil belajar kognitif awal

(pretes)

5. Pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen dengan menggunakan bahan

ajar modul berbasis model analogi pada kelompok kelas kontrol

6. Memberikan angket persepsi siswa dan soal tes hasil belajar kognitif akhir

(postes)

7. Melakukan analisis data.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Muhamammadiyah Prambanan yang

berlokasi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Waktu yang digunakan untuk

penelitian ini adalah semester 4 tahun ajaran 2016/2017 di kelas XI jurusan TKR.

76
C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMK Muhamammadiyah

Prambanan Yogyakarta tahun pelajaran 2016/2017. Populasi terjangkau dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Muhamammadiyah Prambanan

Yogyakarta. Sampelnya ialah siswa yang dipilih dua kelas dari semua populasi

untuk dijadikan sampel penelitian. Hal ini disebabkan oleh hanya ada dua kelas

paralel saja dalam satu jurusan TKR dalam satu angkatan siswa. Karena desain

penelitian menggunakan desain Kelompok Kontrol Non-Ekuivalen, penentuan

sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling, yaitu

teknik pengambilan sampel secara acak berdasarkan kelas.

D. Variabel Penelitian

1. Identifikasi Variabel

a. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas (X) dalam

penelitian ini adalah model pembelajaran yang diterapkan yaitu pembelajaran

menggunakan bahan ajar modul berbasis model analogi sebagai kelompok

eksperimen dan pembelajaran konvensional sebagai kelompol kontrol.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

dari variabel bebas. Pada penelitian ini terdapat dua variabel terikat (Y), yakni

hasil belajar siswa (Y1), khususnya dalam aspek kognitif, dan persepsi siswa

terhadap mata pelajaran (Y2).

77
Gambar 3. Hubungan variabel X, Y1 dan Y2.
2. Definisi Operasional

a. Bahan Ajar Modul Berbasis Analogi

Bahan ajar adalah seperangkat alat untuk mencapai tujuan, yaitu mencapai

kompetensi atau subkompetensi tertentu. Pada penelitian ini bahan ajar yang

digunakan adalah modul. Modul adalah bahan ajar cetak yang memiliki tujuan

sebagai sumber belajar siswa secara mandiri yang di dalamnya terdapat serangkaian

aktifitas belajar secara terbimbing. Model pembelajaran adalah suatu sistem tatanan

tertentu untuk mengatur jalannya segala proses kegiatan belajar mengajar siswa di

dalam ruang lingkup aktivitas pembelajaran. Analogi adalah suatu model

pembelajaran yang mempergunakan konsep yang dikenal akrab untuk

menjelasakan suatu konsep baru yang belum dikenal yang biasanya bersifat abstrak.

Model analogi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode analogi

FAR. Bahan ajar modul berbasis model analogi adalah suatu bahan ajar cetak yang

dibuat dengan kaidah penulisan modul yang benar dan di dalamnya terintegrasi

model analogi FAR. Produk berupa bahan ajar ini digunakan sebagai treatment

dalam melakukan penelitian.

78
b. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar pada hakikatnya adalah efek samping dari kegiatan belajar.

Produk dari hasil belajar tercermin lewat perubahan tingkah laku yang teramati,

mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Unsur-unsur yang terdapat

dalam hasil belajar aspek kognitif adalah hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan

(C3), analisis (C4), evaluasi (C5), mencipta (C6). Cara untuk mengukur hasil

belajar ialah dengan melakukan penilaian. Penilaian pada dasarnya memberikan

harga berdasarkan kriteria tertentu. Harga yang diperoleh dari penilaian dinyatakan

dalam bentuk hasil belajar. Metode untuk melakukan penilaian ada dua, yakni

melalui tes dan observasi. Tes hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini

berupa tes pilihan ganda. Sebelum alat ukur hasil belajar berupa tes tersebut

digunakan, terlebih dahulu dilakukan serangkaian pengujian agar tes dinyatakan

valid dan reliabel sebagaimana mestinya.

c. Persepsi Siswa

Persepsi adalah tanggapan gambaran atau kesan tentang suatu objek yang

diperoleh oleh individu melalui pancaindera, kemudian diorganisasi, diinterpretasi,

dan dievaluasi sehingga memperolah makna tentang suatu objek. Objek persepsi

dalam penelitian ini adalah mata pelajaran kelisrikan terutama pada kompetensi

sistem kelistrikan pengapian. Apabila persepsi seseorang terhadap suatu objek

bersifat positif maka akan menerima atau menyesuaikan objek tersebut dengan

mudah. Sebaliknya, apabila seseorang mempunyai persepsi negatif terhadap suatu

objek maka akan sulit menerima atau menyesuaikan diri dengan objek tersebut.

79
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan

menggunakan instrumen. Instrumen sangat terkait dengan objek penelitian.

Instrumen penelitian dapat dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat

mengukur apa yang hendak diukur (Sukardi, 2008: 122). Adanya instrumen

penelitian dapat mempermudah dalam pengumpulan data untuk pengambilan

kesimpulan. Berikut adalah instrumen penelitian yang dikembangkan dalam

penelitian ini.

a. Tes Hasil Belajar

Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar aspek kognitif siswa dalam

kompetensi sistem pengapian. Tes ini digunakan untuk mengetahui kemampuan

awal siswa pada materi sistem pengapian (pretes) dan kemampuan akhir sistem

pengapian setelah siswa mengikuti proses pembelajaran (postes). Tes hasil

belajar meliputi tes obyektif, yaitu tes pilihan ganda (multiple choice).

b. Lembar Angket

Instrumen lain dalam penelitian ini adalah angket dengan menggunakan

skala yang berisi empat alternatif jawaban dan diisi oleh siswa untuk mengetahui

informasi tentang persepsi siswa terhadap pembelajaran sistem pengapian

menggunakan bahan ajar modul berbasis model analogi dan tanpa menggunakan

bahan ajar modul berbasis model analogi. Pembagian angket persepsi siswa

bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahan ajar modul berbasis

model analogi dalam pembelajaran kompetensi sistem pengapian. Metode

80
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode angket atau kuesioner

dengan model skala psikologi. Skala Psikologi menunjukkan deskripsi mengenai

aspek kepribadian individu (Azwar, 2013: 7). Skala psikologi merupakan cara

pengumpulan data dengan menetapkan besarnya bobot atau nilai skala bagi

setiap jawaban pernyataan objek psikologis yang berasarkan pada suatu

kontinum. Kriteria yang digunakan berdasarkan skala dengan 4 pilihan jawaban

yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju, dengan

pemberian skor secara berurutan jika jenis kalimat pernyataannya positif adalah

sebagai berikut 4,3,2, dan 1, sedangkan jika kalimat pernyataannya berjenis

kalimat negatif maka pemberian skornya sebagai berikut 1,2,3, dan 4. Dengan

kategori jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tisak

setuju (STS).

81
3. Instrumen Penelitian

Berikut instrumen yang digunakan dalam penelitian ini.

a. Tes Hasil Belajar

Tes yang digunakan untuk memperoleh data berkaitan dengan hasil belajar

kognitif sistem pengapian adalah tes tertulis berbentuk pilihan ganda. Berikut kisi-

kisi intrumen yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 5. Kisi-kisi intrumen tes hasil belajar

Kompetensi No. Butir Jumlah


Indikator/ Kisi-kisi soal
Dasar soal
1. Mengidentifika  Menyebutkan tujuan dari sistem
si sistem pengapian motor bensin dan 1, 2, 20 3
pengapian dan menjelaskan konsep dasar pengapian
komponennya/  Dapat mengidentifikasi fungsi
menguji komponen sistem pengapian. 6, 7, 10 3
rangkaian.
 Menguasai rangkaian sistem 3, 4, 5, 16,
Pengapian Konvensional. 6
17, 18
 Menguasai pembacaan grafik 23, 24, 25,
pembakaran motor bensin. 5
26, 27
 Mampu menjelaskan fungsi dan cara
21, 22 2
kerja ignition timing advancer.
2. Memperbaiki  Melakukan tes/pengujian untuk 8, 9, 11,
rangkaian/ menentukan kesalahan/kerusakan 12, 14,
8
Sistem dengan menggunakan peralatan dan 15, 28,
Pengapian dan teknik yang sesuai. 29
komponen-  Melakukan identifikasi/ mencari
13, 19,
komponennya kesalahan dan menentukan langkah 3
30.
perbaikan yang diperlukan.
Total 30

82
Pada ranah kognitif dalam intrumen tes tersebut antara lain ditampilkan pada

tabel berikut.

Tabel 6. Ranah Kognitif Soal pada Intrumen tes

No. Soal Ranah Kognitif No. Soal Ranah Kognitif


1 hafalan C1 16 pemahaman C2
2 hafalan C1 17 penerapan C3
3 analisis C4 18 pemahaman C2
4 analisis C4 19 pemahaman C2
5 pemahaman C2 20 evaluasi C5
6 analisis C4 21 pemahaman C2
7 pemahaman C2 22 analisis C4
8 hafalan C1 23 pemahaman C2
9 penerapan C3 24 analisis C4
10 analisis C4 25 analisis C4
11 penerapan C3 26 evaluasi C5
12 pemahaman C2 27 evaluasi C5
13 penerapan C3 28 hafalan C1
14 analisis C4 29 pemahaman C2
15 analisis C4 30 evaluasi C5

b. Lembar Angket

Angket digunakan untuk mengukur persepsi siswa dalam mengikuti

pembelajaran sistem pengapian. Skala dalam penelitian ini menggunakan skala

empat, yaitu skor tertinggi 4 sedangkan skor terendah adalah 1.

83
Tabel 7. Kisi-kisi intrumen persepsi siswa
No.
Aspek yg Unsur
Per-
dipersepsik No didalam Penjelasan Sub Indikator
nyataa
an aspek n
Analogi dapat menguhubungkan sesuatu yang Kemampuan dalam 1
abstrak menjadi hal yang lebih mudah diterima melakukan visualisasi
oleh siswa jika hal yang abstrak tersebut
dibawa kedalam dunia yang lebih kongkrit.
Abstrak /
Beberapa materi ajar yang objeknya
1 Tak tergapai Ketidak punyaan 2
sebenarnya tidak mampu diamati oleh mata
panca indera konsep dasar
atau panca indera yang lainnya, dengan
mempergunakan analogi akan membantu
siswa untuk melakukan visualisasi terhadap
konsep/ materi ajar tertentu.
Analogi mampu mengenalkan materi ajar yang Kemiripan konsep 3
asing dan tak lazim dengan memanfaatkan Pengalaman masa lalu 4
2 Asing
keakraban siswa dengan konsep-konsep yang Pengetahuan dasar 5
sudah mereka ketahui sehari-hari.
Materi ajar Dengan mempergunakan individu dapat Tingkat keberhasilan/ 6
kelistrikan menghubungkan situasi yang belum pernah pencapaian evaluasi
otomotif dialami dengan situasi lama yang pernah kemampuan menjawab 7
dialami, sehingga akan terjadi transfer pertanyaan
Sulit
3 perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke Tingkat pemahaman 8
dipahami
situasi yang baru, hal tersebut akan membantu Tingkat kesulitan materi 9
siswa untuk memhami konsep/ materi ajar
yang kecenderungan siswa menganggapnya
sulit dipahami.
Analogi dapat meningkatkan minat siswa Ketepatan waktu dalam 10
dalam mengikuti pembelajaran. Minat siswa mengikuti pembelajaran
meningkat sebab siswa menjadi tertarik Keingingan untuk 11
Kurangnya terhadap materi ajar tersebut. Daya tarik siswa mendokumentasikan
4
minat terhadap materi ajar disebabkan didalam materi pelajaran
analogi menampilkan gambaran antara dua Besarnya tingkat 12
konsep yang berbeda namun mempunyai perhatian siswa
kemiripan yang sama. Rasa ingin tahu 13
Jumlah butir pernyataan didalam angket perpsepsi siswa 13

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Bahan Ajar Modul Berbasis Model Analogi

Validitas pada bahan ajar modul berbasis model analogi ini dilakukan

penilaian oleh para ahli, yaitu dosen Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif yang

menguasai sistem kelistrikan motor bensin, khususnya pada sistem pengapian.

Perumusan bahan ajar yang kemudian diaplikasikan menjadi bahan ajar modul

84
berbasis model analogi yang dilakukan expert judgement oleh para ahli. Para ahli

menilai sesuai atau tidaknya bahan ajar dan analogi yang dibuat oleh peneliti. Para

ahli melakukan peninjuauan kepada aspek-aspek yang terkait dengan indikator-

indikator bahan ajar dan indikator-indikator analogi FAR. Berikut adalah indikator-

indikator modul yang baik.

Tabel 8. Indikator bahan ajar modul pembelajaran untuk siswa


Hal. pd.
No. Indikator Penjelasan
Modul
1 Kompetensi Adanya tujuan pembelajaran yang jelas nantinya 13-14
beserta tujuan digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan
pembelajaran pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran
dapat diindikasikan dengan terpenuhinya
kompetensi yang diharapkan.
2 Petunjuk memuat penjelasan tentang bagaimana 11-12
penggunaan bagi pembelajaran itu dapat diselenggarakan secara
siswa dan guru efisien.
3 Materi ajar Topik yang akan dijadikan pangkal proses belajar 14-54
mengajar digunakan sebagai dasar untuk
menyusun pokok-pokok materi yang akan
dipelajari
4 Lembar kegiatan memuat pertanyaan dan masalah-masalah yang Tugas
atau tugas harus dijawab oleh siswa 1-9
5 Tes formatif merupakan alat evaluasi untuk mengukur 39 dan
keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang 55
telah dirumuskan dalam modul.
6 Kunci jawaban tujuannya adalah agar siswa dapat melakukan 59
dari latihan tugas evaluasi hasil pekerjaaanya

Indikator penyusunan analogi FAR yang baik dan benar, yakni setelah

melakukan pemetaan kemiripan konsep dalam analogi maka selanjutnya akan

dilakukan refleksi terhadap analogi yang telah dibuat, seperti yang ditampilkan oleh

tabel berikut.

85
Tabel 9. Melakukan refleksi dalam model pembelajaran analogi FAR

Refleksi
1 Kesimpulan  Apakah struktur dan fungsi analoginya meyakinkan?
 Apakah konsep ini dipahami setelah analoginya hanya
diceritakan secara lisan?
2 Perbaikan  Apakah murid mau menerima analogi?
 Apakah peneliti berhati-hati menegosiasikan sifat-sifat
bersama dan tidak bersama?

2. Instrumen Penelitian

a. Validitas Instrumen

1) Soal Tes Pilihan Ganda

Validasi instrumen soal tes pilihan ganda yang digunakan dalam penelitian

ini adalah validasi isi. Validasi isi digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh

instrumen tersebut mencerminkan tujuan yang telah ditentukan. Untuk

memenuhi validasi isi, instrumen tes disusun berdasarkan Standar Kompetensi,

Kompetensi Dasar, indikator pembelajaran, dan kisi-kisi yang telah disiapkan.

Setelah itu, instrumen tes dikonsultasikan pada dosen ahli di bidang penelitian

terkait, yaitu Prof. Herminarto Sofyan dan Dr. Zainal Arifin, M.T.. Hal ini

bertujuan untuk meminta pertimbangan dan memeriksa ketepatan serta

kesesuaian instrumen dengan kisi-kisi. Bukti dari validator dapat dilihat pada

lampiran.

2) Angket Persepsi siswa

Validasi instrumen persepsi siswa yang digunakan dalam penelitian ini

adalah validasi isi. Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah skala

persepsi siswa. Validitas instrumen adalah ketepatan mengukur apa yang

86
seharusnya diukur melalui item tes. Validitas intrumen skala persepsi siswa

diperoleh berdasarkan pertimbangan dan masukan oleh ahli (expert judgment)

dalam bidang persepsi siswa. Dosen ahli di bidang penelitian terkait, yaitu Prof.

Herminarto Sofyan dan Dr. Zainal Arifin, M.T.. Instrumen alat ukur persepsi

siswa dicocokan dengan indikator-indikator persepsi siswa yang sudah

disebutkan dan dijelaskan secara rinci pada bab sebelumnya atau Bab II.

Instrumen atau alat ukur yang baik adalah butir-butirnya mewakili atau

representatif dari indikator-indikator yang ada pada kisi-kisi. Bukti dari validator

dapat dilihat pada lampiran.

b. Seleksi Butir Instrumen Soal Tes

Seleksi butir pada instrumen tes hasil belajar siswa dilakukan setelah

melalui tahapan expert judgement yang menganalisis soal secara kualitatif,

sedangkan tahapan uji coba soal pada siswa dilakukan analisis butir soal secara

kuantitatif. Berikut adalah poin-poin atau indikator soal yang baik yang dapat

diketahui setelah melakukan analisis soal secara kuantitatif.

1) Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu

soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam

bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam

bentuk proporsi dengan kisaran nilai 0,00-1,00 (Aiken, 1994: 66). Semakin

besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil hitungan,

menunjukkan bahwa soal tersebut semakin mudah. Apabila suatu soal

memiliki TK sebesar 0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab

87
benar dan apabila memiliki TK sebesar 1,00 artinya bahwa semua siswa

dikelas itu menjawab soal dengan benar. Soal dengan TK=0,00 disebut soal

yang teramat sulit, sedangkan soal dengan TK=1,00 disebut soal yang teramat

mudah. Baik soal yang teramat sulit dan teramat mudah keduanya adalah soal

yang tidak baik sebab kedua jenis soal tersebut tidak mampu memberikan

informasi apapun tentang perbedaan prestasi pada antar tiap individu (Oller,

1979: 212).

2) Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat

membedakan antara siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan

siswa yang kurang atau belum menguasai materi yang ditanyakan. Indeks

daya pembeda setiap butir soal biasanya juga dinyatakan dalam bentuk

proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu

soal yang bersangkutan membedakan siswa yang telah memahami materi

dengan siswa yang belum memahami materi. Indeks daya pembeda berkisar

antara -1,00 sampai dengan +1,00. Angka ideal untuk daya pembeda suatu

soal adalah minimal 0,25 dan semakin tinggi daya pembeda suatu soal, maka

semakin kuat atau baik soal itu (Nurgiyantoro, 2012: 197). Jika daya pembeda

negatif (<0) menunjukkan bahwa kelompok bawah (siswa yang tidak

memahami materi) lebih banyak menjawab soal dengan benar dibanding

dengan kelompok atas (siswa yang memahami materi yang diajarkan guru).

Hasil penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

3) Analisis Butir Pengecoh

88
Penyebaran pilihan jawaban dijadikan dasar dalam penelaahan soal.

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui berfungsi atau tidaknya jawaban

alternatif yang tersedia . Suatu pilihan jawaban maupun pengecoh dapat

dikatakan berfungsi dengan baik apabila pengecoh (1) paling tidak dipilih

oleh 5 % siswa dan (2) lebih banyak dipilih oleh kelompok siswa yang belum

paham materi (Nurgiyantoro, 2012: 201).

Tes pilihan ganda hasil belajar aspek kognitif saat dilakukan uji coba

berjumlah 40 soal. Analisis butir soal pilihan ganda ini menggunakan bantuan

software iteman untuk memperoleh karakteristik soal sesuai kriteria soal yang

baik. Hasil dari uji coba soal tes pilihan ganda diperoleh 10 soal yang gugur

dari 40 butir soal yang diujicobakan. Butir soal pilihan ganda yang gugur

ialah soal nomor 1, 5, 7, 9, 12, 15, 20, 23, 27, dan 31. Perhitungan

selengkapnya mengenai hasil analisis kuantitatif butir soal dapat dilihat pada

lampiran.

c. Reliabilitas Angket Persepsi Siswa

Tujuan utama menghitung reliabilitas skor tes adalah untuk mengetahui

tingkat ketepatan (precision) dan keajegan (consistency) skor tes. Indeks

reliabilitas berkisar antara 0-1. Semakin tinggi koefisien reliabilitas suatu tes

(mendekati 1), makin tinggi pula keajegan atau ketepatannya. Tes yang

memiliki konsistensi reliabilitas tinggi adalah akurat, reproducibel, dan

generalized terhadap kesempatan testing dan instrumen tes lainnya.

Pada tahap uji coba instrumen, seleksi item dilakukan uji coba pada

subjek yang berbeda namun mempunyai karakteristik yang hampir sama

89
dengan yang akan diteliti. Peneliti akan melakukan ujicoba instrumen di luar

subjek penelitian, peneliti menggunakan SMK Muhamadiyah Prambanan

kelas XII jurusan TKR yang berjumlah 2 kelas (dengan jumlah 30 siswa

setiap kelas) yang mempunyai karakteristik dan standar yang hampir sama

dengan siswa siswa kelas XI. Hasil dari ujicoba tersebut akan dianalisis

melalui penghitungan statistika korelasi. Menurut Azwar (2013: 86), item

dinyatakan baik apabila memiliki korelasi item total > 0,3, Butir-butir yang

gugur tersebut tidak bisa digunakan pada pengujian selanjutnya dan pada

evaluasi yang sebenarnya.

Selain analisis tersebut, dicari pula Reliabilitas dari instrumen angket.

Reliabitias instrumen berkaitan dengan kesalahan pengukuran, yaitu tingkat

konsistensi pengukuran apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok

subjek yang sama pada waktu yang berbeda. Uji ini dilakukan setelah

melakukan uji validitas, sehingga hanya butir valid yang diuji. Sebuah

instrumen dikatakan reliabel jika memiliki reliabilitas sebesar >0,7. Mardapi

(2008: 122) mengatakan bahwa apabila bersama indeks kehandalan

instrumen sama atau lebih besar dari 0,7 maka instrumen tersebut dapat

tergolong kategori baik.

Hasil dari ujicoba instrumen persepsi siswa dalam penelitian ini

diperoleh 5 butir pernyataan yang gugur dari total 18 butir pernyataan yang

diujicobakan. Analisis butir angket ini menggunakan bantuan program SPSS.

Butir soal yang gugur karena memiliki nilai korelasi item <0,3, yaitu butir

angket nomor 2, 3, 4, 6 dan 17. Selain itu, nilai reliabilitas keseluruhan angket

90
ini adalah 0,723. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai reliabilitas sudah

berada di atas 0,7 artinya instrumen ini dikatakan sudah valid dan reliabel.

Keseluruhan perhitungan korelasi item dan reliabilitas instrumen angket

perpsepsi siswa selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan. Tahap

pertama adalah statistik deskriptif, yaitu menyajikan data dalam bentuk tabel dan

grafik agar lebih mudah dibaca. Tahap kedua adalah pengujian prasyarat analisis,

berupa uji normalitas, dan homogenitas varians. Tahap ketiga adalah analisis

statistik lanjutan untuk menguji hipotesis, yaitu uji-t parsial.

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data yang telah diperoleh

dari hasil pretes dan postes dalam kelompok eksperimen maupun kontrol. Data

disajikan dalam bentuk tabel yang berisi mean, median, modus, standar deviasi,

varian, nilai minimum, nilai maksimum, dan juga gain score. Grafik yang berkaitan

dengan peningkatan nilai pada variabel hasil belajar dan persepsi siswa juga ikut

ditampilkan dalam analisis statistik deskriptif ini.

2. Uji Prasyarat Analisis

Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Sebelum

dilakukan pengujian hipotesis penelitian, dilakukan uji persyaratan analisis, yang

mencakup uji normalitas, dan uji homogenitas.

91
a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data dari masing-

masing variabel berdistribusi normal atau tidak. Pengujian ini dilakukan pada

hasil pretes dan postes persepsi siswa dan hasil belajar kognitif. Penghitungan

uji normalitas dilakukan dengan metode Kolmogrov-Smirnov dengan

menggunakan taraf signifikansi 0,5. Pengujian normalitas data pada penelitian

ini menggunakan signifikansi α sebesar 0,05 keputusan uji dan kesimpulan

diambil pada taraf signifikansi 0,05 dengan kriteria 1) jika nilai signifikan

kurang dari 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. Apabila hasil yang

diperoleh lebih besar dari taraf signifikan, maka sebaran data berdistribusi

normal (Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki, 2015: 115).

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dari populasi

yang memiliki homogenitas varian yang sama atau tidak. Uji homogenitas

dilakukan pengujian terhadap kesamaan (homogenitas) agar mengetahui apakah

data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai varians yang

sama atau tidak. Pengujian ini dilakukan terhadap hasil pretes dan postes

persepsi siswa dan hasil belajar kognitif. Subjek penelitian dikatakan homogen

jika nilai >0.05 (Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki, 2015: 211). Pengujian

homogenitas univariant dilakukan dengan menggunakan Levene Test dengan

kriteria: 1) jika nilai signifikan >0.05 maka data berasal dari populasi yang

mempunyai varians homogen, 2) jika nilai signikansi <0.05 maka data berasal

dari populasi tidak homogen.

92
3. Analisis Uji Hipotesis

Setelah data dilakukan uji normalitas, dan uji homogenitas selanjutnya

dilakukan uji hipotesis. Pada penelitian ini dilakukan analisis hipotesis, yaitu uji-t

parsial. Uji-t parsial adalah uji statistik yang digunakan untuk menentukan apakah

dua sampel yang dikatakan tidak berhubungan memiliki rata-rata yang berbeda.

Jadi tujuan metode statistik ini adalah untuk membandingkan rata-rata dua

kelompok yang tidak berhubungan. Cara kerja uji-t adalah dengan melihat apakah

nilai rata-rata suatu kelompok berbeda secara signifikan dari nilai rata-rata

distribusi nilai kelompok yang lainnya. Dengan demikian, pertanyaan yang

dipecahkan adalah apakah kedua kelompok tersebut mempunyai nilai rata-rata

yang sama ataukah tidak sama secara signifikan. Uji-t parsial dalam penelitian ini

digunakan untuk menganalisis hasil pretes, yaitu membuktikan bahwa hasil pretes

perpsepsi siswa dan hasil belajar kemampuan awal kedua kelompok adalah sama,

sedangkan hasil uji-t dapat postets untuk mengetahui perbedaan persepsi siswa dan

hasil belajar antara dua kelompok setelah diberi perlakuan yang berbeda. Dasar

pengambilan keputusan dalam analisis uji-t adalah jika nilai Sig.<0,05 maka

terdapat perbedaan yang signifikan antar dua variabel, sedangkan jika nilai

Sig.>0,05 maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar dua variabel

(Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki, 2015: 198).

93
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

Berikut disajikan data mengenai persepsi siswa dan hasil belajar aspek

kognitif mata pelajaran kelistrikan yang didapat dari hasil penelitian melalui

pembelajaran menggunakan bahan ajar modul berbasis model analogi. Data yang

diperoleh dari kelas kontrol dan kelas eksperimen pada jurusan TKR SMK

Muhammadiyah Prambanan. Data penelitian tersebut diperoleh dari skor tiap

variabel, yaitu 1) persepsi siswa terhadap mata pelajaran kelistrikan didapat dari

skala persepsi (pretes dan postes) dan 2) hasil belajar kognitif yang diperoleh dari

tes tertulis (pretes dan postes). Penghitungan data menggunakan bantuan program

software SPSS 2.3. Berikut disajikan deskripsi hasil penelitian secara lengkap.

1. Hasil Analisis Deskriptif

a. Hasil Analisis Deskriptif Hasil Belajar

Analisis deskriptif dilakukan dengan tujuan untuk mendiskripsikan data.

Dalam hal ini adalah data pretes dan postes kelas eksperimen dan kontrol

menggunakan teknik statistik yang meliputi rata-rata, ragam, simpangan baku, skor

minimal, dan skor maksimal. Untuk mempermudah dalam membaca data pada

kelas eksperimen maupun kelas kontrol, data disajikan secara terpisah antara

persepsi siswa dan hasil belajar pada mata pelajaran kelistrikan.

Data hasil belajar siswa pada mata pelajaran kelistrikan otomotif diperoleh

setelah siswa mengerjakan 30 butir soal pilihan ganda, baik siswa di kelas

94
eksperimen maupun di kelas kontrol. Pemberian tes hasil belajar kepada siswa

dilakukan pada saat pelaksanaan pretes dan postes. Berikut disajikan tabel data

distribusi frekuensi kategori skor pretes dan postes tentang hasil belajar kognitif

peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Tabel 10. Hasil Analisis Deskriptif Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol
Pretes Kelas Postes Kelas Pretes Kelas Postes Kelas
Eksperimen Eksperimen Kontrol Kontrol
N 30,00 30,00 30,00 30,00
Range 5,00 3,00 4,67 4,00
Minimum 0,67 4,33 0,33 2,00
Maximum 5,67 7,33 5,00 6,00
Sum 81,70 175,99 86,33 108,00
Mean 2,72 5,87 2,88 3,60
Ketercapaian
skor Mean 27,2 % 58,7 % 28,8 % 36,0 %
(%)
Mean Std.
0,21 0,18 0,19 0,19
Error
Std. Deviation 1,16 0,96 1,02 1,01
Variance 1,35 0,93 1,03 1,03
Rerata Gain
3,14 0,722
score

Tabel tersebut menunjukkan karakteristik data yang diperoleh selama

pengambilan data di lapangan. Berdasarkan hasil analisis data statistik deskriptif

seperti yang ditunjukkan dalam tabel, dihasilkan rerata hasil belajar siswa yang

hampir sama pada saat dilakukan pretes pada kedua kelas, yakni 2,72 atau

ketercapaian pencapaian nilai sebesar 27,2% pada kelas eksperimen dan 2,88 atau

ketercapaian pencapaian nilai sebesar 28,8% pada kelas kontrol. Hal ini

menandakan bahwa kemampuan kedua kelas tersebut tidak jauh berbeda atau bisa

dikatakan relatif sama.

95
Perbedaan kemampuan kedua kelas tersebut harus dapat dibuktikan melalui

analisis statistik inferensial lanjutan berupa uji-t. Kenaikan rerata nilai hasil belajar

terjadi pada kedua kelas setelah dilakukan perlakuan dan dilakukan pengukuran

kembali melalui postes, terlihat kedua kelas mengalami peningkatan rerata hasil

belajar. Baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol keduanya mengalami

peningkatan rerata nilai hasil belajar, yaitu 5,87 atau ketercapaian pencapaian nilai

sebesar 58,7% pada kelas eksperimen dan 3,6 atau ketercapaian pencapaian nilai

sebesar 36% pada kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen

lebih unggul nilai hasil belajarnya dibanding kelas kontrol.

Selain rerata yang diperhatikan dalam analisis statistik deskriptif ini, dapat

dilihat juga kenaikan nilai hasil belajar. Kenaikan hasil belajar pada kedua kelas

atau kelompok ini dapat dicari melalui penghitungan gain score, yakni hasil selisih

skor akhir dengan skor awal agar didapat angka peningkatan yang terjadi. Menurut

tampilan grafik gain score yang terjadi, peningkatan nilai terbesar terjadi pada kelas

eksperimen dengan gain score yang terjadi sebesar 3,14 sedangkan kelas kontrol

hanya terjadi rata-rata peningkatan nilai sebesar 0,722. Berikut adalah grafik gain

score hasil belajar siswa kelas eksperimen dibandingkan dengan gain score hasil

belajar kelas kontrol.

96
Gain score Hasil belajar
7
6
5
4
3
2
1
0
-1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

-2

Gain score Hasil belajar treatmen Gain score Hasil belajar kontrol

Gambar 4. Grafik gain score tiap individu antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol
b. Hasil Analisis Deskriptif Persepsi Siswa

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data, yang meliputi

penggunaan teknik statistik berupa rata-rata, ragam atau varian, simpangan baku,

skor maksimal, dan skor minimal. Data persepsi siswa terhadap mata pelajaran

kelistrikan diperoleh melalui skala persepsi yaitu 13 butir pernyataan dengan

rentang penskoran masing-masing 1 sampai 4, sedangkan total skor berkisar antara

13 sampai 52. Pengumpulan data persepsi siswa dilakukan pada dua tahapan, yaitu

tahapan awal disebut pretes yang dilakukan sebelum treatment dan tahap kedua

dilakukan pengambilan data setelah treatment disebut postes. Berikut disajikan

tabel hasil analisis deskriptif dari data persepsi siswa terhadap mata pelajaran

kelistrikan, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

97
Tabel 11. Hasil Analisis Deskriptif Persepsi Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol

Pretes Kelas Postes Kelas Pretes Kelas Postes Kelas


Eksperimen Eksperimen Kontrol Kontrol
N 30,00 30,00 30,00 30,00
Range 14,00 12,00 17,00 16,00
Minimum 24,00 33,00 26,00 25,00
Maximum 38,00 45,00 43,00 41,00
Sum 999,00 1175,00 1019,00 1001,00
Mean 33,30 39,17 33,97 33,37
Ketercapaian
64,03 % 75,32 % 65,32 % 64,17 %
skor Mean (%)
Mean Std.
0,78 0,78 0,73 0,90
Error
Std. Deviation 4,28 4,24 3,98 4,95
Variance 18,36 18,01 15,83 24,52
Rerata Gain
5,86 -0,6
score

Berdasarkan hasil analisis data statistik deskriptif, seperti yang ditunjukkan

dalam tabel 11 bahwa nilai rerata persepsi siswa pada saat dilakukan pretes pada

kedua kelas tidak jauh berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, yakni

33,30 atau ketercapaian pencapaian nilai sebesar 64,03% untuk kelas eksperimen

dan 33,97 atau ketercapaian pencapaian nilai sebesar 65,32% untuk kelas kontrol.

Hal tersebut menandakan bahwa nilai persepsi siswa pada kedua kelas terhadap

mata pelajaran kelistrikan otomotif tidak jauh berbeda atau bisa dikatakan relatif

sama, meskipun perbedaan persepsi kedua kelas itu harus dapat dibuktikan melalui

analisis statistik inferensial lanjutan berupa uji-t.

98
Perubahan rerata persepsi siswa terjadi pada kedua kelas setelah dilakukan

perlakuan sehingga dilakukan pengukuran kembali melalui postes. Kelas

eksperimen mengalami peningkatan rerata nilai persepsi, yaitu 39,17 atau

ketercapaian pencapaian nilai sebesar 75,32%, sedangkan kelas kontrol mengalami

penurunan rerata nilai persepsi, yaitu 33,37 atau ketercapaian pencapaian nilai

sebesar 64,17%. Hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih unggul nilai

perepsinya dibandingkan kelas kontrol.

Selain rerata yang diperhatikan dalam analisis statistik deskriptif ini, juga

dilihat kenaikan maupun perubahan nilai persepsi siswa. Kenaikan atau perubahan

persepsi siswa pada kedua kelas atau kelompok dapat dicari melalui perhitungan

gain score, yakni hasil selisih skor akhir (postes) dengan skor awal (pretes)

sehingga diperoleh angka peningkatan atau perubahan yang terjadi. Berdasarkan

tampilan grafik gain score yang ditampilkan bahwa peningkatan nilai terbesar

terjadi pada kelompok atau kelas eksperimen dengan rata-rata gain score yang

terjadi sebesar 5,86 sedangkan kondisi sebaliknya terjadi pada kelas kontrol dengan

hasil persepsi siswa justru menurun sebesar -0,6. Berikut adalah grafik gain score

persepsi siswa kelas eksperimen dibandingkan dengan gain score persepsi siswa

kelas kontrol.

99
Gain score Persepsi Siswa
25

20

15

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
-5

-10

-15

Gain score Persepsi treatmen Gain score Persepsi kontrol

Gambar 5. Grafik gain score tiap individu antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol

2. Analisis Data

a. Uji Prasyarat Analisis

Sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian, perlu dilakukan

uji prasayarat analisis terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui

bahwa data yang diolah tersebut merupakan data parametris atau data

nonparametris. Jika data yang diolah tersebut parametris maka rumus untuk

menguji hipotesis menggunakan rumus uji hipotesis yang parametris juga. Uji

prasyarat analisis menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas. Syarat yang

harus dipenuhi oleh kelas eksperimen maupun kelas kontrol, yaitu harus memiliki

varian data yang homogen dan data tersebut berdistribusi normal.

1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dari sampel yang

diambil dari masing-masing variabel terikat berasal dari populasi yang

100
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas penting dilakukan karena menjadi

persyaratan untuk menggunakan uji analisis hipotesis yang dilakukan

selanjutnya. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan metode

Kolmogorov-Smirnof dengan bantuan software SPSS. Pengujian ini

menggunakan signifikansi 0,05 atau tingkat kesalahan 5% sehingga kriteria

normalitas data dinyatakan normal apabila nilai Kolmogorov-Smirnof Z

memiliki sig. >0,05, artinya data berdistribusi normal dan nilai signifikan <0,05

berarti data tidak berdistribusi secara normal (Ghozali, 2013: 34). Hasil uji

normalitas disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 12. Hasil Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Pretes Hasil Belajar 0,110 60 0,066
Pretes Persepsi 0,101 60 0,200
Posttes Hasil Belajar 0,108 60 0,081
Posttes Persepsi 0,107 60 0,085

Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data pretes dan

postes persepsi siswa terhadap mata pelajaran kelistrikan maupun hasil belajar

kognitif siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai nilai

signifikansi yang lebih besar dari nilai alpha yang ditetapkan, yaitu 5%.

Berdasarkan hasil perbandingan antara nilai signifikansi dengan nilai alpha

tersebut dapat dikatakan bahwa data pretes dan data postes persepsi siswa dan

hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal.

101
2) Uji Homogenitas Data
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dari populasi

yang memiliki homogenitas varian yang sama atau tidak. Uji homogenitas

dilakukan untuk menguji kesamaan (homogenitas) sehingga dapat diketahui data

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai varians yang sama

atau tidak. Pengujian ini dilakukan terhadap hasil pretes dan postes persepsi

siswa dan hasil belajar kognitif. Pengujian uji homogenitas univariat dilakukan

dengan menggunakan homogenitas Levene dengan kriteria berikut.

a) Jika nilai signifikansi >0,05 maka data berasal dari populasi yang homogen.

b) Jika nilai signifikansi <0,05 maka data berasal dari populasi yang tidak

homogen.

Berikut disajikan hasil uji univariat yang dihitung dengan bantuan SPSS.

Tabel 13. Hasil Uji Homogenitas Univariat Levene Test

Levene's Test for Equality of Variances


F Sig.
Pretes Hasil Belajar 1,982 0,165
Pretes Persepsi 1,171 0,284
Posttes Hasil Belajar 0,005 0,943
Posttes Persepsi 0,014 0,906

Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi hasil Levene Test

memiliki signifikansi lebih besar dari 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa

seluruh data penelitian telah homogen.

102
b. Uji Hipotesis

Pengujian prasyarat analisis menunjukkan bahwa distribusi data yang didapat

telah normal dan homogen kemudian dilanjutkan pada pengujian hipotesis yang

terdiri atas uji-t parsial.

1) Uji-t

Uji t parsial adalah uji statistik yang digunakan untuk menentukan apakah

dua sampel yang dikatakan tidak berhubungan memiliki rata-rata yang berbeda.

Jadi, tujuan metode statistik ini adalah untuk membandingkan rata-rata dua

kelompok yang tidak berhubungan. Cara kerja uji-t adalah dengan melihat

apakah nilai rata-rata suatu distribusi nilai suatu kelompok berbeda secara

signifikan dari nilai rata-rata distribusi nilai kelompok yang lainnya maka

selanjutnya pertanyaan yang dipecahkan adalah apakah kedua kelompok

tersebut mempunyai nilai rata-rata yang sama ataukah tidak sama secara

signifikan. Uji-t parsial dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis hasil

pretes dan untuk membuktikan bahwa hasil pretes perpsepsi siswa dan hasil

belajar kemampuan awal kedua belah pihak adalah sama, sedangkan hasil

postets juga akan dilakukan uji-t untuk mengetahui seberapa besar perbedaan

persepsi siswa dan hasil belajar diantara dua kelompok setelah diberi perlakuan

yang berbeda.

103
Tabel 14. Hasil Analisis Uji t parsial pada Pretes
Parsialt Samples Test
t-test for Equality of Means

Sig. (2- Mean Std. Error


t df
tailed) Difference Difference

PRE_Hasil_belajar Equal variances assumed -,548 58 ,586 -,15433 ,28171


Equal variances not assumed -,548 56,972 ,586 -,15433 ,28171
PRE_Persepsi Equal variances assumed -,625 58 ,535 -,667 1,067
Equal variances not assumed -,625 57,684 ,535 -,667 1,067

Dasar pengambilan keputusan dalam analisis uji-t pada data pretes adalah

jika nilai Sig<0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan antara dua variabel,

sedangkan jika nilai Sig>0,05 maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan

antara dua variabel. Dari data tabel di atas dikemukakan bahwa nilai signifikansi

2-tailed adalah 0,586 pada pretes hasil belajar dan 0,535 pada pretes persepsi

siswa. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada

nilai pretes antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Tabel 15. Hasil Analisis Uji t parsial pada Postes


Parsialt Samples Test
t-test for Equality of Means

Sig. (2- Mean Std. Error


t df
tailed) Difference Difference

POST_Hasil_Belajar Equal variances assumed 8,880 58 ,000 2,26633 ,25522


Equal variances not assumed 8,880 57,833 ,000 2,26633 ,25522
POST_Persepsi Equal variances assumed 4,872 58 ,000 5,800 1,191
Equal variances not assumed 4,872 56,672 ,000 5,800 1,191

Dasar pengambilan keputusan dalam analisis uji-t data postest adalah jika

Sig<0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan antara dua variabel,

104
sedangkan apabila nilai Sig>0,05 maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan

antara dua variabel. Dari data tabel di atas dikemukakan bahwa nilai signifikansi

2-tailed adalah 0,000 pada postes hasil belajar dan 0,000 pada postes persepsi

siswa. Hal ini menandakan bahwa terdapat perbedaan nilai postes yang

signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Fungsi dari uji t yang dapat melakukan uji beda pada nilai hasil belajar

dan nilai persepsi siswa belumlah cukup untuk mengetahui manakah metode

pembelajaran yang lebih efektif diantara keduanya, maka dari itu dilakukan uji

lanjutan berupa mencari nilai rata-rata postes pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Tabel dibawah ini menunjukkan perbedaan mean atau rerata hasil

belajar dan persepsi siswa setelah diberi perlakuan yang berbeda di tiap kelas

tersebut.

Tabel 16. Rata-rata Nilai Hasil Belajar Kelompok Kontrol dan Kelompok
Eksperimen

Pretes Pretes Postes Postes


Kelas Kelas Kelas Kelas
Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen
N 30 30 30 30
Sum 86,33 81,7 108 175,99
Mean 2,88 2,72 3,6 5,87
Ketercapaian skor Mean (%) 28,80% 27,20% 36,00% 58,70%
T-test 0,586 0,000

Merujuk pada tabel diatas diketahui bahwa mean atau rerata hasil belajar

kelas eksperimen lebih unggul dibandingkan rerata kelas kontrol. Hal ini terlihat

dari mean kelas eksperimen sebesar 5,87 sedangkan mean hasil belajar pada

kelas kontrol sebesar 3,6.

105
Tabel 17. Rata-rata Persepsi Siswa Kelompok Kontrol dan Kelompok
Eksperimen

Pretes Pretes Postes Postes


Kelas Kelas Kelas Kelas
Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen
N 30 30 30 30
Sum 1019 999 1001 1175
Mean 33,97 33,3 33,37 39,17
Ketercapaian skor Mean (%) 65,32% 64,03% 64,17% 75,32%
T-test 0,535 0,000

Merujuk pada tabel diatas diketahui bahwa mean atau rerata persepsi

siswa kelas eksperimen lebih unggul dibandingkan rerata kelas kontrol, Hal ini

terlihat dari mean kelas eksperimen sebesar 39,37 sedangkan mean persepsi

siswa pada kelas kontrol sebesar 33,37.

Berdasarkan hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1) tidak

terdapat perbedaan nilai pada pretes antara kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen pada hasil belajar dan persepsi. 2) Terdapat perbedaan nilai pada

postes antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada hasil belajar dan

persepsi. 3) Treatment berupa bahan ajar modul berbasis model analogi lebih

efektif digunakan dalam hasil belajar dan persepsi siswa pada mapel kelistrikan

sistem pengapian dibandingkan kelas kontrol.

B. Hasil Uji Hipotesis

Hipotesis yang diujikan dalam penelitian ini adalah (1) Bahan ajar modul

berbasis model analogi dapat meningkatkan hasil belajar siswa aspek kognitif pada

mapel kelistrikan sistem pengapian; (2) Bahan ajar modul berbasis model analogi

dapat meningkatkan persepsi siswa pada mapel kelistrikan sistem pengapian; (3)

106
Bahan ajar modul berbasis model analogi lebih efektif digunakan dalam hasil

belajar mapel kelistrikan sistem pengapian dibandingkan kelas kontrol; (4) Bahan

ajar modul berbasis model analogi lebih efektif digunakan dalam persepsi siswa

mapel kelistrikan sistem pengapian dibandingkan kelas kontrol. Berdasarkan hasil

analisis gain score, mean, dan uji-t yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya

maka diuraikan hasil uji hipotesis berikut ini.

1. Hasil Uji Hipotesis Pertama

Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah “bahan ajar modul berbasis

model analogi dapat meningkatkan hasil belajar siswa aspek kognitif pada mapel

kelistrikan sistem pengapian”. Untuk mengetahui terjadinya peningkatan hasil

belajar siswa pada aspek kognitif, data hasil penelitian yang sudah didapatkan

berupa hasil belajar siswa pada pretes dan postes dilakukan penghitungan untuk

mencari selisih nilai antara nilai hasil belajar siswa pada postes dengan pretes.

Hasil selisih nilai tersebut disebut dengan gain score. Rumus untuk mencari gain

score adalah nilai akhir - nilai awal. Jika hasil selisih nilai tersebut bernilai

bilangan negatif maka yang terjadi adalah penurunan nilai, sedangkan jika

hasilnya adalah bilangan positif maka yang terjadi ialah peningkatan nilai. Hasil

rerata gain score hasil belajar siswa pada kelas eksperimen atau kelas yang diberi

perlakukan berupa pemberian bahan ajar modul berbasis analogi ialah 3,143,

artinya terjadi peningkatan nilai tiap siswa yang rata-rata bertambah 3,143 poin

setelah diberikan perlakuan. Hal tersebut membuktikan secara nyata bahwa

“bahan ajar modul berbasis model analogi dapat meningkatkan hasil belajar

107
siswa aspek kognitif pada mapel kelistrikan sistem pengapian” sehingga dapat

disimpulkan bahwa hipotesis ini diterima.

2. Hasil Uji Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah “bahan ajar modul berbasis

model analogi dapat meningkatkan persepsi siswa pada mapel kelistrikan sistem

pengapian”. Untuk mengetahui terjadinya peningkatan persepsi siswa pada mata

pelajaran kelistrikan otomotif, maka data hasil penelitian yang sudah didapatkan

berupa nilai angket persepsi siswa pada pretes dan postes dilakukan perhitungan

untuk mencari selisih nilai antara nilai angket persepsi siswa pada postes dengan

pretes. Hasil selisih nilai tersebut disebut gain score, jika hasil selisih tersebut

bernilai bilangan negatif maka yang terjadi adalah penurunan persepsi siswa,

sedangkan jika hasilnya adalah bilangan positif maka yang terjadi ialah

peningkatan persepsi siswa ke arah yang positif. Hasil rerata gain score persepsi

siswa pada kelas teratmen atau kelas yang diberi perlakukan berupa pemberian

bahan ajar modul berbasis analogi ialah 5,867, ini artinya terjadi peningkatan

nilai persepsi siswa yang rata-rata bertambah 5,867 poin setelah diberikan

perlakuan, hal ini membuktikan secara nyata bahwa “bahan ajar modul berbasis

model analogi dapat meningkatkan persepsi siswa pada mapel kelistrikan sistem

pengapian” sehingga dapat disimpulkan bahwa kesimpulannya ialah hipotesis

ini diterima.

3. Hasil Uji Hipotesis Ketiga

Hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah “bahan ajar modul berbasis

model analogi lebih efektif digunakan dalam meningkatkan hasil belajar mapel

108
kelistrikan sistem pengapian dibandingkan kelas kontrol”. Untuk melakukan uji

hipotesis ini digunakan uji-t parsial yang fungsinya untuk menganalisis hasil

pretes dan untuk membuktikan bahwa hasil pretes hasil belajar kemampuan awal

kedua belah pihak adalah sama, sedangkan hasil postes juga akan dilakukan uji-

t untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar diantara dua kelompok

setelah diberi perlakuan yang berbeda.

Tabel 18. Hasil Analisis Uji-t Parsial

Parsialt Samples Test


t-test for Equality of Means
Sig. (2- Mean Std. Error
t df
tailed) Difference Difference
Equal
Pretes Hasil
variances -0,548 58 0,586 -0,15433 0,28171
Belajar
assumed
Equal
Postes Hasil
variances 8,88 58 0,000 2,26633 0,25522
Belajar
assumed

Kesimpulan berdasarkan hasil analisis uji-t yang telah dilakukan adalah

1) tidak terdapat perbedaan nilai pada pre test antara kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen pada hasil belajar, hal ini ditunjukkan oleh nilai

Signifikansi 0,586 (nilai signifikansi >0,05). Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan atau nilai awal yang dimiliki oleh siswa dalam hal hasil belajar

adalah sama diantara kelas kontrol dan eksperimen. 2) Terdapat perbedaan nilai

pada post test antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada hasil

belajar, hal ini ditunjukkan oleh nilai Signifikansi 0,000 (nilai Signifikansi

<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau nilai akhir setelah

keduanya diberikan postes yang dimiliki oleh siswa dalam hal hasil belajar

adalah berbeda diantara kelas kontrol dan eksperimen.

109
Fungsi dari uji t yang dapat melakukan uji beda pada nilai hasil belajar

belumlah cukup untuk mengetahui manakah metode pembelajaran yang lebih

efektif diantara keduanya, maka dari itu dilakukan uji lanjutan berupa mencari

nilai rata-rata postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tabel dibawah ini

menunjukkan perbedaan mean atau rerata hasil belajar setelah diberi perlakuan

yang berbeda di tiap kelas tersebut.

Tabel 19. Rata-rata Nilai Hasil Belajar Kelompok Kontrol dan Kelompok
Eksperimen

Pretes Pretes Postes Postes


Kelas Kelas Kelas Kelas
Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen
N 30 30 30 30
Sum 86,33 81,7 108 175,99
Mean 2,88 2,72 3,6 5,87
Ketercapaian skor Mean (%) 28,80% 27,20% 36,00% 58,70%
T-test 0,586 0,000

Merujuk pada tabel diatas diketahui bahwa mean atau rerata hasil belajar

kelas eksperimen lebih unggul dibandingkan rerata kelas kontrol. Hal ini terlihat

dari mean kelas eksperimen sebesar 5,87 sedangkan mean hasil belajar pada

kelas kontrol sebesar 3,6. Hal ini membuktikan secara nyata bahwa “bahan ajar

modul berbasis model analogi lebih efektif digunakan dalam meningkatkan hasil

belajar mapel kelistrikan sistem pengapian dibandingkan kelas kontrol”

sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ini diterima.

4. Hasil Uji Hipotesis Keempat

Hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah “bahan ajar modul

berbasis model analogi lebih efektif digunakan dalam meningkatkan persepsi

110
siswa mapel kelistrikan sistem pengapian dibandingkan kelas kontrol”. Untuk

melakukan uji hipotesis ini digunakanlah uji-t parsial yang fungsinya untuk

menganalisis hasil pretes dan untuk membuktikan bahwa hasil pretes hasil

belajar kemampuan awal kedua belah pihak adalah sama, sedangkan hasil

postets juga dilakukan uji-t untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar

diantara dua kelompok setelah diberi perlakuan yang berbeda.

Tabel 20. Hasil Analisis Uji t Parsial

Partial Samples Test


t-test for Equality of Means
Sig. (2- Mean Std. Error
t df
tailed) Difference Difference
Equal
PRE_Persepsi variances -0,625 58 0,535 -0,667 1,067
assumed
Equal
POST_Persepsi variances 4,872 58 0,000 5,8 1,191
assumed

Kesimpulan berdasarkan hasil analisis uji-t yang telah dilakukan adalah

1) tidak terdapat perbedaan nilai pada pretest antara kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen pada persepsi siswa. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

signifikansi 0,535 (nilai signifikansi >0,05). Hal ini juga menunjukkan bahwa

nilai awal yang dimiliki oleh siswa dalam persepsi adalah sama diantara kelas

kontrol dan eksperimen. 2) Terdapat perbedaan nilai pada postes antara

kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada persepsi siswa. Hal ini

ditunjukkan oleh nilai signifikansi 0,000 (nilai signifikansi <0,05). Hal ini juga

menunjukkan nilai akhir setelah keduanya diberikan postes yang dimiliki oleh

siswa dalam persepsi adalah berbeda diantara kelas kontrol dan eksperimen.

111
Fungsi dari uji t yang dapat melakukan uji beda pada nilai persepsi siswa

belumlah cukup untuk mengetahui manakah metode pembelajaran yang lebih

efektif diantara keduanya, maka dari itu dilakukan uji lanjutan berupa mencari

nilai rata-rata postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tabel dibawah ini

menunjukkan perbedaan mean atau rerata persepsi siswa setelah diberi

perlakuan yang berbeda di tiap kelas tersebut.

Tabel 21. Rata-rata Persepsi Siswa Kelompok Kontrol dan Kelompok


Eksperimen

Pretes Pretes Postes Postes


Kelas Kelas Kelas Kelas
Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen
N 30 30 30 30
Sum 1019 999 1001 1175
Mean 33,97 33,3 33,37 39,17
Ketercapaian skor Mean (%) 65,32% 64,03% 64,17% 75,32%
T-test 0,535 0,000

Merujuk pada tabel diatas diketahui bahwa mean atau rerata persepsi

siswa kelas eksperimen lebih unggul dibandingkan rerata kelas kontrol, Hal ini

terlihat dari mean kelas eksperimen sebesar 39,37 sedangkan mean persepsi

siswa pada kelas kontrol sebesar 33,37. Hal ini membuktikan secara nyata bahwa

“bahan ajar modul berbasis model analogi lebih efektif digunakan dalam

meningkatkan persepsi siswa mapel kelistrikan sistem pengapian dibandingkan

kelas kontrol” sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ini diterima.

112
D. Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian ini menyangkut beberapa poin yakni membahas

tentang: (1) modul berbasis analogi terhadap peningkatan hasil belajar, &

perbedaan hasil belajar kelompok kontrol dan eksperimen, (2) modul berbasis

analogi terhadap peningkatan persepsi siswa, & perbedaan persepsi siswa

kelompok kontrol dan eksperimen, (3) pengaruh antara persepsi siswa dengan

capaian hasil belajar. Berikut pemaparan hasil pembahasan secara lengkap;

1. Modul Berbasis Analogi Terhadap Peningkatan Hasil Belajar dan

Perbedaan Hasil Belajar Kelompok Kontrol dan Eksperimen

Hasil rerata gain score hasil belajar siswa pada kelas eksperimen atau kelas

yang diberi perlakukan berupa pemberian bahan ajar modul berbasis analogi

ialah 3,143, artinya terjadi peningkatan nilai tiap siswa yang rata-rata bertambah

3,143 poin setelah diberikan perlakuan. Hal tersebut membuktikan bahwa

“bahan ajar modul berbasis model analogi dapat meningkatkan hasil belajar

siswa aspek kognitif pada mapel kelistrikan sistem pengapian”. Uji hipotesis

selanjutnya digunakan uji-t parsial, kesimpulan berdasarkan hasil analisis uji-t

yang telah dilakukan adalah 1) tidak terdapat perbedaan nilai pada pretes antara

kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada hasil belajar, hal ini

ditunjukkan oleh nilai Signifikansi 0,586, dimana nilai Signifikans >0,05,

artinya kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa adalah sama. 2) Terdapat

perbedaan nilai pada postes antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen

pada hasil belajar, hal ini ditunjukkan oleh nilai Signifikansi 0,000 (nilai

Signifikansi <0,05, artinya kemampuan akhir setelah keduanya diberikan postes

113
adalah berbeda antara kelas kontrol dan eksperimen. Mean atau rerata hasil

belajar kelas eksperimen lebih unggul dibandingkan rerata kelas kontrol. Hal ini

dibuktikan dari mean kelas eksperimen sebesar 5,87 sedangkan mean hasil

belajar pada kelas kontrol sebesar 3,6. Kesimpulannya adalah “bahan ajar modul

berbasis model analogi lebih efektif digunakan dalam meningkatkan hasil

belajar mapel kelistrikan sistem pengapian dibandingkan kelas kontrol”.

Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh

Fikri, Wiyanto, & Susilo (2012) dan juga Suciyanti (2011) dengan hasil hasil

penelitian bahwa hasil belajar kelas eksperimen yang menggunakan model

analogi lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan model

pembelajaran konvensional, yakni ceramah.

Hasil penelitian yang sudah diuraikan tersebut dapat dijelaskan melalui

penjelasan teoretis berikut. Pertama, penggunaan bahan ajar modul memiliki

beberapa manfaat a) penyajian materi yang lebih jelas agar tidak terlalu verbal,

b) mengatasi keterbatasan waktu untuk bertatap muka bagi guru maupun siswa,

c) memfasilitasi siswa agar belajar mandiri, dan d) memungkinkan siswa untuk

melakukan latihan soal-soal evaluasi. Selain alasan tersebut, menurut teori aliran

belajar behaviouristik yang dijelaskan oleh Thorndike pada Law of exercise

menyatakan bahwa jika sesuatu materi semakin sering dilakukan latihan-latihan

maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Hal ini berkaitan dengan bahan ajar

modul pada penelitian ini bahwa modul menyediakan sarana berlatih bagi para

siswa berupa soal-soal latihan. Pertimbangan kedua adalah penggunaan model

analogi yang memiliki manfaat a) membuat materi abstrak menjadi lebih

114
kongkrit, b) mengakrabkan siswa dengan konsep yang asing, c) membantu

visualisasi materi ajar yang tak tergapai oleh panca indera, d) membantu siswa

untuk memahami konsep yang sulit dipahami, dan e) meningkatkan minat siswa

terhadap materi ajar (Harrison & Coll, 2013). Alasan lain juga didukung oleh

teori behaviouristik yakni teori Law of Analogy (Thorndike) yang menyatakan

bahwa individu dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami

dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer perpindahan

unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi yang baru. Pada penelitian ini fungsi

analogi untuk menghubungkan materi sistem kelistrikan pengapian dengan

sesuatu yang sudah siswa ketahui sebelumnya.

2. Modul berbasis analogi terhadap peningkatan persepsi siswa &

Perbedaan persepsi siswa kelompok kontrol dan eksperimen

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa rerata gain score persepsi

siswa pada kelas eksperimen atau kelas yang diberi perlakukan berupa

pemberian bahan ajar modul berbasis analogi ialah 5,867, artinya terjadi

peningkatan nilai persepsi siswa yang rata-rata bertambah 5,867 poin setelah

diberikan perlakuan. Hal ini membuktikan secara nyata bahwa “bahan ajar

modul berbasis model analogi dapat meningkatkan persepsi siswa pada mapel

kelistrikan sistem pengapian” sehingga hipotesis ini diterima. Hasil analisis uji-

t parsial yang telah dilakukan adalah 1) tidak terdapat perbedaan nilai pada pre

test antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada persepsi siswa, hal

ini ditunjukkan oleh nilai Signifikansi 0,535 (nilai Signifikansi >0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa nilai awal yang dimiliki oleh siswa dalam persepsi adalah

115
sama diantara kelas kontrol dan eksperimen. 2) Terdapat perbedaan nilai pada

postes antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada persepsi siswa.

Hal ini ditunjukkan oleh nilai Signifikansi 0,000 (nilai Signifikansi <0,05). Hal

ini artinya nilai akhir setelah keduanya diberikan postes yang dimiliki oleh siswa

dalam persepsi adalah berbeda diantara kelas kontrol dan eksperimen. Mean atau

rerata persepsi siswa kelas eksperimen lebih unggul dibandingkan rerata kelas

kontrol, dibuktikan dari mean kelas eksperimen sebesar 39,37 sedangkan mean

persepsi siswa pada kelas kontrol sebesar 33,37. Hal ini membuktikan secara

nyata bahwa memang “bahan ajar modul berbasis model analogi lebih efektif

digunakan dalam meningkatkan persepsi siswa mapel kelistrikan sistem

pengapian dibandingkan kelas kontrol”, maka kesimpulannya hipotesis ini

diterima. Pernyataan diatas sesuai dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan

oleh Asmara (2014) dan juga penelitian Ratnasari & Widayati (2011). Hasil dari

kedua penelitian tersebut adalah model atau metode pembelajaran yang

digunakan guru sangat signifikan pengaruhnya terhadap persepsi siswa.

Semula persepsi di benak para siswa terhadap mata pelajaran kelistrikan

ialah abstrak, asing, tak tergapai panca indera, sulit dipahami dan kurangnya

minat untuk mempelajari, hal ini disimpulkan bahwa persepsi siswa negatif, atas

dasar inilah pemilihan model analogi digunakan, sebab penggunaan analogi

mempunyai manfaat, yaitu a. membuat materi abstrak menjadi lebih kongkrit, b.

mengakrabkan siswa dengan konsep yang asing, c. membantu visualisasi materi

ajar yang tak tergapai oleh panca indera, d. membantu siswa untuk memahami

116
konsep yang sulit dipahami, d meningkatkan minat siswa terhadap materi ajar

(Harrison & Coll, 2013).

Minat siswa dalam mempelajari sesuatu sangat erat kaitannya kepada

tingkat perhatian siswa kepada materi ajar, jika perhatian siswa terhadap suatu

materi tinggi maka kecenderungan minat siswa juga akan tinggi. Perhatian siswa

didalam suatu pembelajaran dapat tingkatkan dengan cara aplikasi model

pembelajaran analogi, sebab penerapan pembelajaran model analogi dapat

menarik perhatian dan minat siswa untuk belajar. Kalimat diatas didukung oleh

Dende Gentner dalam Harrison & Coll (2013: 24) yang mengemukakan hasil

penelitiannya bahwa kemiripan menyebabkan para murid tertarik pada analogi.

Angket yang disusun untuk mengukur persepsi siswa terhadap mapel kelistrikan

mengungkapkan bahwa materi ajar sudah tidak lagi bersifat abstrak, cenderung

kongkrit, konsepnya mampu divisualisasikan, mudah dipahami dan minat siswa

untuk mempelajari cenderung tinggi.

E. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah meminimalisir pengaruh variabel luar yang tidak terkontrol,

namun variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebatas pada bahan ajar modul

berbasis analogi dan persepsi siswa sehingga variabel lain seperti motivasi belajar

siswa dan latar belakang siswa tidak terkontrol dalam penelitian ini. Oleh karena

itu, dapat dimungkinkan bahwa hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh variabel

lain yang tidak dimunculkan dalam penelitian ini.

117
BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang terdapat pada Bab IV,

dapat dilakukan penarikan kesimpulan berikut.

1. Bahan ajar modul berbasis model analogi dapat meningkatkan hasil belajar siswa

aspek kognitif pada mapel kelistrikan sistem pengapian.

2. Bahan ajar modul berbasis model analogi dapat meningkatkan persepsi siswa

pada mapel kelistrikan sistem pengapian.

3. Bahan ajar modul berbasis model analogi lebih efektif digunakan dalam

meningkatkan hasil belajar mapel kelistrikan sistem pengapian dibandingkan

kelas kontrol.

4. Bahan ajar modul berbasis model analogi lebih efektif digunakan dalam

meningkatkan persepsi siswa mapel kelistrikan sistem pengapian dibandingkan

kelas kontrol.

B. Implikasi

Hasil temuan dari penelitian ini mengungkapkan bahwa bahan ajar modul

berbasis model analogi dapat meningkatkan hasil belajar dan persepsi siswa pada

mata pelajaran kelistrikan otomotif. Di lain sisi, hasil dari persepsi siswa yang

positif terhadap suatu mata pelajaran mampu meningkatkan hasil belajar. Berkaitan

dengan hal tersebut dapat diimplikasikan bahwa pendidik sebaiknya mampu

118
merancang suatu bahan ajar yang dapat membantu siswa dalam menguasai materi

ajar seperti modul, terlebih jika pendidik dapat mengembangkan model atau strategi

pembelajaran yang menarik perhatian siswa dan membantu visualisasi bahan ajar

yang abtsrak dan sulit dipahami, seperti materi kelistrikan. Analogi adalah model

yang dapat dipakai oleh pendidik sebagai upaya untuk membantu siswa dalam

memahami konsep yang abstrak, serta dapat membuat persepsi siswa positif

sehingga ada berdampak positif pula dalam hal hasil belajar siswa nantinya.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan implikasi, peneliti

mengemukakan beberapa saran berikut.

1. Bagi Pendidik

Pendidik dapat memilih pembelajaran menggunakan model analogi untuk

mengajarkan kepada siswa tentang pokok bahasan materi ajar yang mempunyai

sifat sulit dipahami dan bersifat abstrak. Hal ini tidak hanya terbatas pada materi

sistem pengapian saja tetapi pada materi lain, semisal kelistrikan yang dalam

menggunakan analogi siswa akan lebih paham dan mudah untuk mempelajari

materi abstrak dengan lebih memvisualisasikan dalam pikiran mereka.

2. Bagi Peserta Didik

Peserta didik akan terbantu dalam memahami suatu materi yang abstrak

dan sulit dipahami menggunakan bahan ajar berbasis model analogi. Namun, hal

ini juga harus didukung dengan semangat untuk membaca dan rasa ingin tahu

yang kuat dalam diri peserta didik. Semangat untuk membaca materi ajar seperti

119
modul akan sangat mendorong peserta didik untuk berhasil dalam menguasai

materi ajar suatu kompetensi.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Peneliti yang akan melakukan penelitian pada topik bahan ajar modul

perlu melakukan pengembangan materi ajar agar materi yang terdapat dalam

modul menjadi lebih detail dan mendalam. Saat melakukan penyusunan model

analogi perlu diperhatikan kemiripan dan ketidakmiripan diantara dua konsep

yang berbeda namun memiliki kesamaan. Hal ini untuk menghindari

miskonsepsi yang terjadi pada benak siswa sebab analogi dapat membantu

sekaligus dapat menyesatkan jika tidak terdapat batasan-batasan diantara

keduanya.

120
DAFTAR PUSTAKA

Aiken, L. R. (1994). Psychological testing and assessment: eight edition. Boston:


Allyn and Bacon.

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2001). A taxonomy for learning, teaching, and
assessing: a revision of bloom’s taxonomy of educational objectives. New
York: Addison Wesley Longman Inc.

Arends, R. (2008). Learning to teach. New York: McGraw Hill Companies.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Arsyad, A. (2010). Media pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Asmara, A. (2015). Pengaruh kreativitas belajar, motivasi belajar, persepsi siswa


tentang metode mengajar guru & penggunaan media pembelajaran
terhadap prestasi belajar akuntansi perusahaan dagang siswa kelas XI
program keahlian akuntansi SMK N 7 Yogyakarta TA 2014/2015.
Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UNY.

Azwar, S. (2013). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baharuddin & Wahyuni, E. N. (2007). Teori belajar dan pembelajaran.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Barber, M. & Mourshed, M. (2007). How the world's best performing schools come
out on top. New York: McKinsey & Company.

Bekti, V. M. (2010). Persepsi istri terhadap kekerasan dalam rumah tangga.


Semarang: Universitas Diponegoro.

Bower, G. H. & Hilgard, E. R. (2000). Theories of learning. New Jersey: Prentice


Hall.

Budi, K. (2016, September 30). Kemendikbud luncurkan program guru produktif.


Tribun News, hal. 1.

Chaplin, J. P. (1985). Dictionary of psychology, 2nd revised edition. New York:


Laurel.

121
Clement, J. (1993). Using bridging analogies and anchoring intuitions to deal with
student' preconceptions in physics. Journal of Research in Science
Teaching, Volume 30, No. 10, 1241-1257.

Cosgrove, M. (1995). A case study of science in the making as students generate an


analogy for electricity. International Journal of Science Education, 295-
310.

Daryanto. (2013). Menyusun modul bahan ajar untuk persiapan guru dalam
mengajar. Yogyakarta: Gava Media.

Depdiknas. (2006). Standar isi kurikulum tingkat satuan pendidikan. Jakarta:


Depdiknas.

Dikmenjur. (2004). Kerangka penulisan modul. Jakarta: Dikmenjur, Depdiknas.

Fatikhah, I. & Izzati, N. (2015). Pengembangan modul pembelajaran matematika


bermuatan emotion quotient pada pokok bahasan himpunan. Jurnal EduMa,
Vol. 4, 46-61.

Fikri, K., Wiyanto, & Susilo. (2012). Penerapan pembelajaran fisika dengan analogi
untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMA. Unnes Physis Education
Journal.

Gagne, B. & Wager. (1992). Principle of instructional design: second edition. New
York: Holt.

Gagne, R. (1977). The condition of learning. New York: Holt, Rinehart and
Winston.

Gani, A. (2015). Pengaruh model pembelajaran dan persepsi tentang matematika


terhadap minat dan hasil belajar matematikan siswa SMP N di Kecamatan
Salomekko Kabupaten Bone. Jurnal Daya Matematis, Volume 3, No. 337-
343.

Geiger, M. A. & Boyle, E. J. (1992). Learning styles of students and instructors: an


analysis of course performance and satisfaction. The Accounting Educators'
Journal, 86-101.

Ghozali, I. (2013). Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 21


update PLS regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

122
Glynn, S. (1995). Conceptual bridges: using analogies to explain scientific
concepts. The Science Teacher, Vol.62 (9), 25-27.

Hamalik, O. (2001). Proses belajar mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Harrison A. G. & Coll, R. K. (2013). Analogi dalam kelas sains. Jakarta: PT Indeks.

Hartik, A. (2016, Oktober 22). Mendikbud: guru SMK yang sesuai bidang studi
hanya 22 persen. Kompas, hal. 1.

Hergenhahn, B. R. & Matthew, O. (2009). Theories of learning. Pennsylvania:


Pearson Prentice Hall.

Irawati, I. (2012). Metode analogi dan analogi penghubung briding analogi dalam
pembelajaran fisika. Jakarta: MAN 15 Jakarta.

Johnson, R. B. & Christensen, L. (2014). Education research: quantitative,


qualitative, and mixed approaches 5th ed. London: SAGE Publications Inc.

Joyce, B. & Weil, M. (1996). Models of teaching: fifth edition. New York: Allyn &
Bacon.

Kartowagiran, B. (2012). Penulisan & analisis butir soal. Pelatihan Penulisan dan
Analisis Butir Soal Bagi Sumber Daya PNS Dik-Rekinpeg. Jakarta: Hotel
Kawanua Aerotel.

Khasanah, U. & Istiningrum, A. A. (2012). Pengaruh persepsi siswa tentang metode


mengajar guru dan disiplin belajar terhadap prestasi belajar akutansi siswa
kelas X program keahlian akutansi SMKN 1 Pengasih TA 2011/2012
dengan motivasi belajar sebagai pemoderasi. Jurnal Pendidikan Akuntansi
Indonesia, Vol. X, No. 2, Halaman 95-113.

Leighbody, G. B. & Donald, K. (1968). Methods of teaching shop and technical


subjects. New York: Delmark Publisher.

Made, W. (2011). Strategi pembelajaran inovatif kontemporer: suatu tinjauan


konseptual operasional. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Mardapi, D. (2008). Teknik penyusunan instrumen dan nontes. Yogyakarta: Mitra


Cendikia Offset.

McShane S. L. & von Glinow, M. A. (2000). Organizational behavior. New York:


McGraw Hill Companies.

123
Mulyasa, E. (2007). Kurikulum tingkat satuan pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Nitko, A. J. (1996). Educational assessment of students: second edition. Ohio:


Merrill an imprint of Prentice Hall Englewood Cliffs.

Nugraheni, E. & Pangaribun, N. (2006). Gaya belajar dan strategi belajar


mahasiswa jarak jauh: kasus di Universitas Terbuka. Jurnal Pendidikan
Terbuka dan Jarak Jauh, 68-82.

Nurgiyantoro, B. (2012). Penilaian pembelajaran bahasa. Yogyakarta: BPFE.

Nurgiyantoro, B., Gunawan, & Marzuki. (2015). Statistik terapan untuk penelitian
ilmu sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nurkancana, W. (1986). Evaluasi pendidikan. Surabaya: Usana Offsset Printing.

Oller, J. W. (1979). Language test at school, a pragmatic approach. London:


Longman Group.

Podolefsky, N. (2004). The use of analogy in physics learning and instruction.


University of Colorado.

Prastowo, A. (2012). Panduan kreatif membuat bahan ajar inovatif. Yogyakarta:


Diva Press.

Prastowo, T. (2011). Strategi pengajaran sains dengan analogi suatu metode


alternatif pengajaran sains sekolah. Jurnal Penelitian Fisika dan
Aplikasinya (JPFA), Vol. 1 No. 1, Juni 2011, 8-13.

Purwanto. (2007). Pengembangan modul. Jakarta: Pusat Teknologi Informasi dan


Komunikasi Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Ratnasari, M. & Widayati, A. (2012). Pengaruh persepsi siswa tentang


profesionalisme guru dan penggunaan media pembelajaran terhadap
prestasi belajar akuntansi keuangan siswa kelas XI program keahlian
akuntansi SMK Negeri Depok TA 2011/2012. Jurnal Kajian Pendidikan
Akuntansi Indonesia, Halaman 208 - 225.

Rattermann, M. J., & Gentner, D. (1998). More evidence for a relational shift in the
development of analogy: Children's performance on a causal-mapping task.
Journal of Cognitive Development, 453-478.

124
Rivai, V. (2004). Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.

Robbins, S. P. (2003). Organizational behavior. New Jersey: Prentice Hall.

Sanders, W.L. & Rivers, J. C. (1999). Cumulative and residual effects of teachers
on future student academic achievement. Knoxville, US.: University of
Tennessee.

Sanyata, S. (2012). Teori dan aplikasi pendekatan behavioristik dalam konseling.


Jurnal Paradigma, 3.

Sari, M. (2012). Usaha mengatasi problematika pendidikan sains di sekolah dan


perguruan tinggi. Jurnal Al-Ta'lim, 74-86.

Siagian, S. P. (1994). Teori dan praktek kepemimpinan. Jakarta: Penerbit Rhineka


Cipta.

Siddiq, D. (2008). Pengembangan bahan ajar SD. Jakarta: Depdiknas.

SIMPTK. (2006). Data basis guru. Jakarta: SIMPTK.

Slameto. (2010). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

SMERU Research Institute. (2008). Teacher absenteeism and remote area


allowane baseline survey. Jakarta: SMERU.

Sriyanti, L. (2013). Psikologi belajar. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Suciyanti, F. (2011). Pengaruh penggunaan model pembelajaran analogi terhadap


hasil belajar siswa studi eksperimen pada siswa kelas XI IPA pokok
bahasan sistem pertahanan tubuh di SMA Negeri 9 Bandung. Bandung:
Universitas Pasundan.

Sudjana, N. & Rivai, A. (2009). Media pengajaran. Bandung: Sinar Baru


Algensindo.

Sudjana, N. (2002). Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Sudjana, N. (2009). Dasar-dasar proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru


Algesindo Offset.

125
Sugihartono. (2012). Psikologi pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sugiyono. (2013). Cara mudah menyusun skripsi, tesis, dan disertasi. Bandung:
Alfabeta.

Sukardi. (2008). Metodologi penelitian pendidikan, kompetensi dan praktiknya.


Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sundari. (2012, September 26). Uji kompetensi guru gelombang dua dijamin lancar.
Tempo, hal. 1.

Suparno, P. (2005). Miskonsepsi dan perubahan konsep pendidikan fisika. Jakarta:


Grasindo.

Suparno, P. (2013). Metodologi pembelajaran fisika konstruktivistik dan


menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Suprijono, A. (2011). Cooperatif learning: teori dan aplikasi PAIKEM.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Surakhmad, W. (1976). Dasar dan teknik interaksi mengajar dan belajar : sebuah
pedoman praktis ke arah metodologi pengajaran modern dalam seri
pembaharuan ilmu keguruan. Jakarta: Tarsito.

Suryosubroto, B. (2006). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada.

Sutrisno, H. (2003). Metode eksperimen. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Syamsuri, I. (2010). Peningkatan kompetensi guru untuk meningkatkan minat siswa


pada bidang biologi. The Indonesian Network of Higher Educations of
Mathematics and Natural Sciences (hal. 20-29). Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

The World Bank. (2011). Mentransformasi tenaga pendidikan Indonesia. Jakarta:


The World Bank Office Jakarta.

The World Bank Group. (2014, September 1). World bank and education in
Indonesia. Diambil kembali dari The World Bank:
http://www.worldbank.org/in/country/indonesia/brief/world-bank-and-
education-in-indonesia

126
Thorndike, E. L. (1916). Educational psychology: briefer course. New York:
Teachers Collage Columbia University.

Toha, M. (2003). Perilaku organisasi konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada.

Trianto. (2009). Mendesain model pembelajaran inovatif progresif. Jakarta:


Kencana Prenada Group.

Walgito, B. (2010). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Wijaya, C. (1992). Upaya pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran.


Bandung: Remaja Rosda Karya.

127
LAMPIRAN

128
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA

129
Lampiran 2. Surat Bukti Telah Melakukan Penelitian di Lapangan

130
Lampiran 3. Daftar Nilai Sistem Pengapian Kelas TKR A & TKR B

131
132
Lampiran 4. Silabus Kompetensi Sistem Pengapian

133
134
Lampiran 5. Instrumen Hasil Belajar

135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
Lampiran 6. Instrumen Persepsi Siswa

145
Lampiran 7. Modul Sistem Pengapian Konvensional

146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
Lampiran 8. Analogi FAR pada Konsep Sistem Kelistrikan Pengapian

1) Analogi membakar kertas dengan kaca pembesar dengan segitiga


pembakaran
Tabel 1. Analogi membakar kertas dengan kaca pembesar dengan
segitiga pembakaran
Analogi membakar kertas dengan kaca pembesar dengan segitiga
pembakaran
Fokus
1 Konsep Motor bakar fungsinya sebagai alat konversi energi, yakni
energi kimia bahan bakar menjadi energi gerak. Dalam
menghasilkan energi gerak terlebih dahulu motor
mengadakan pembakaran guna menghasilkan energi kalor
yang kemudian menghasilkan energi gerak. Pembakaran
dapat diciptakan dengan 3 syarat utama yakni bahan yang
akan dibakar, oksigen, dan temperatur yang cukup.
2 Murid Kemungkinan para murid mengira bahwa terciptanya
pembakaran itu harus didahului penyulutan/ pemantikan
oleh benda lain yang sudah menghasilkan api. Hal ini bisa
terlihat dari kebiasaan keseharian mereka dirumah jika
membakar sesuatu menggunakan korek api untuk
menyulutnya.
3 Analog Para murid sudah mengenal kaca pembesar. Sebagian
mereka melakukan percobaan membakar kertas dengan
kaca pembesar sewaktu SD.
Aksi
1 Mirip Analog-membakar kertas target-motor bakar
dengan kaca pembesar
Kertas Bahan bakar motor
Cahaya terpusat dari kaca Tekanan kompresi yang
pembesar menghasilkan panas
Udara sekitar yang Udara yang dihisap oleh
mengandung oksigen ruang bakar sewaktu
langkah hisap
2 Tidak mirip  Bentuk bahan bakar kertas berupa zat padat, sedangkan
bahan bakar motor berbentuk cair atau kadang berwujud
gas.
 Proses lamanya pembakaran kertas relatif lambat, tidak
secepat proses pembakaran yang ada pada ruang bakar
Refleksi
1 Kesimpulan  3 unsur untuk mengadakan pembakaran adalah bahan
bakar, oksigen dan temperatur yang cukup.
 Apakah struktur dan fungsi analoginya meyakinkan?
 Apakah konsep ini dipahami setelah analoginya hanya
diceritakan secara lisan?
2 Perbaikan  Apakah murid mau menerima analogi?
 Apakah peneliti berhati-hati menegosiasikan sifat-sifat
bersama dan tidak bersama?

204
2) Analogi senjata api dengan sistem pengapian motor bensin
Tabel 2. Analogi senjata api dengan sistem pengapian motor bensin
Analogi senjata api dengan sistem pengapian motor bensin
Fokus
1 Konsep Baik senjata api maupun sistem pengapian keduanya mempunyai
target sasaran yang hendak dituju. Sasaran dituju dengan cara
mengarah suatu materi yang dihasilkan oleh senjata api maupun
sistem pengapian. Materi yang hendak menuju sasaran itu
terlebih dahulu melakukan prosesnya didalam sistem. Kedua
sistem yang mirip tersebut mempunyai beberapa kesamaan,
mulai dari pengisian, pemicuan, penguatan, dan pelepasan
materi ke sasaran.
2 Murid Apakah para murid memahami bagaimana tegangan tinggi pada
busi terbentuk? Pernahkah mereka mengetahui tentang sumber
arus yang menghasilkan tegangan tinggi di busi? Apakah mereka
familiar dengan senjata api dan mengetahui cara kerjanya? Dari
data awal sebelum skripsi ini dibuat telah dilakukan observasi
awal, dalam observasi awal tersebut diketahui bahwa para siswa
dinyatakan familiar dengan senpi.
3 Analog Baik senpi maupun sistem pengapian keduanya melalui beberapa
tahapan cara kerja yakni: pengisian, pemicuan, penguatan
materi, dan hingga pembidikan kepada sasaran.
Aksi
1 Mirip Analog-senjata api Target-sistem pengapian
Bubuk mesiu/ black Lamanya aliran arus pada kumparan
powder primer koil untuk membentuk medan
magnet. Hal ini pula tergantung
dengan sudut dwell.
Pemicu (primer) pada unit Platina
amunisi
Striker (pemukul pemicu) Ruber block dann noken as
Anak peluru Bunga api pada busi
Laras Kumparan sekunder koil
Banyaknya bubuk mesiu Besarnya sudut dwell
Target bidikan Timing Pengapian yang tepat
Jumlah target bidikan Banyaknya ruang bakar dalam unit
motor
Urutan tembakan kepada Urutan Firing order
target bidikan
2 Tidak mirip  Waktu yang dibutuhkan pada kinerja senjata api tidak secepat
sistem pengapian, karena pada sistem pengapian dapat
melakukan pengapian ribuan kali dalam 1 menitnya
 Struktur dan fungsi senjata api berbeda dengan sistem
pengapian
 Menimbulkan kerusakan pada sasaran yang dikenai sedangkan
sistem pengapian hanya akan menghasilkan api untuk proses
pembakaran
Refleksi
1 Kesimpulan Apakah struktur dan fungsi analoginya meyakinkan? Apakah
diagram senpi dan sistem pengapiannya memuaskan, ataukah
para murid memerlukan model senpi dan sistem pengapian
2 Perbaikan Apakah murid mau menerima analogi? Apakah peneliti berhati-
hati menegosiasikan sifat-sifat bersama dan tidak bersama?

205
3) Analogi sirkuit air aliran arus listrik pada rangkaian elektronik
Tabel 3. Analogi sirkuit air aliran arus listrik pada rangkaian elektronik
Analogi aliran arus air dengan aliran arus listrik pada rangkaian elektronik
Fokus
1 Konsep Listrik hanya mengalir didalam sirkuit yang tersambung
sempurna. Elektron yang mengalir tidak dihabiskan, dan
terus bekerja selama listrik mengalir disekitar sirkuit.
2 Murid Lebih dari 40% dari murid-murid kelas berpikir bahwa arus
listrik digunakan hingga habis didalam sirkuit. Kebanyakan
murid pernah melihat akuarium dengan penyaring (filter)
didalamnya. Guru mereka mungkin pernah menjelaskan
perlunya mengalirkan air ke dalam penyaringan agar air
tetap bersih dan lingkungannya tetap sehat. Mereka
mungkin tahu bagaimana sistem penyaring kolam renang
bekerja.
3 Analog Sistem penyaring akuarium membawa air melewati sebuah
pipa, sebuah pompa mendorongnya melewati pipa lain
menuju penyaring yang menghambat aliran, dan kemudian
air keluar dari pipa lainnya menuju akuarium.
Aksi
1 Mirip Analog-sirkuit air di target-sirkuit kelistrikan
akuarium sederhana
Air Listrik
Aliran air Arus listrik
Pipa yang mengalirkan air Kawat yang mengalirkan
listrik
Pompa yang menekan air Baterai menekan elektron
(tekanan) (tegangan listrik)
Pompa tekan Tegangan baterai
Penyaring (menghambat Kawat tipis pada bohlam-
aliran air) hambatan
Tidak ada air yang hilang Arus listrik terus menerus
mengalir
2 Tidak mirip  Air adalah cairan; listrik mengalirkan muatan dalam medan
listrik.
 Air tetap bisa mengalir di sirkuit yang tidak tertutup
sempurna; listrik selalu membutuhkan sirkuit yang tertutup
sempurna agar membuatnya tetap mengalir.
 Air mengalir tergantung pada keluaran pompa dan
tekanannya; aliran arus listrik ditentukan oleh keseluruhan
sirkuit (sirkuit harus tertutup keseluruhannya)
Refleksi
1 Kesimpulan  Apakah para murid memahami dalam hal apa sirkuit air
mirip dengan sirkuit listrik, dan dalam hal apa berbeda?
 Apakah saya perlu memeriksa pengetahuan mereka pada
pertemuan berikutnya?
 Apakah struktur dan fungsi analoginya meyakinkan?
 Apakah konsep ini dipahami setelah analoginya hanya
diceritakan secara lisan?
2 Perbaikan Apakah murid mau menerima analogi?
Apakah peneliti berhati-hati menegosiasikan sifat-sifat
bersama dan tidak bersama?

206
4) Analogi 4 sasaran tembak dengan sistem pengapian pada kijang super
Tabel 4. Analogi 4 sasaran tembak dengan sistem pengapian pada
kijang super
Analogi 4 sasaran tembak dengan sistem pengapian pada kijang super
Fokus
1 Konsep Jika satu unit sistem pengapian dapat diidentifikasi dan sudah
secara menyeluruh dipahami oleh siswa, maka selanjutnya unit
pengapian akan diaplikasikan kepada motor bakar dengan multi
silinder. Disini objek yang akan menjadi pembahasan ialah unit
pengapian pada kendaraan Toyota Kijang dengan mesin seri K.
Pada kendaraan tersebut mengaplikasikan 1 unit sistem
pengapian yang mana untuk melayani 4 silinder. Karena sistem
pengapian kendaraan tersebut adalah 1 unit maka diperlukan
komponen tambahan yakni berupa distributor. Didalam distributor
komponen yang berperan dalam membagikan arus ke masing-
masing silinder adalah rotor dan tutup distributor.
2 Murid Murid berfikir bahwa sistem pengapian konvensional pada
kendaraan satu silinder dengan kendaraan multi silinder berbeda.
Sedangkan yang sebenarnya ialah sistem pengapian multi
silinder adalah pengembangan dari sistem pengapian kendaraan
satu silinder, hanya saja dengan penambahan beberapa
komponen dalam sistem. Komponen apa sajakah itulah yang
harus mampu diiddentifikasi oleh siswa.
3 Analog Sebuah unit pengapian sebelumnya telah berhasil dianalogikan
sebagai sebuah unit senjata api. Maka dari itu satu unit senjata
api tersebut akan dipakai untuk mengenai target sasaran yang
berjumlah 4. Selanjutnya murid diberi pertanyaan bagaimana
untuk mengenai 4 sasaran tersebut.
Aksi
1 Mirip Analog-4 sasaran Target-sistem pengapian
Jumlah sasaran 4 Jumlah ruang bakar 4
Jumlah peluru 4 Jumlah percikan bunga api yang
dibutuhkan untuk membakar 4
silinder adalah 4
Jumlah senapan 1 Jumlah unit sistem pengapian 1
Laras senapan sewaktu Tegangan tinggi diarahkan oleh
menembak diarahkan ke 4 rotor kepada 4 busi dengan
target perantara tutup distributor
Satu peluru untuk Satu percikan busi untuk membakar
menembak 1 target 1 silinder
2 Tidak mirip Setelah target sasaran tersebut dikenai peluru maka sasaran
dianggap kena dan tidak pernah muncul lagi, tetapi pada sistem
pengapian sasaran akan terus muncul sesuai jadwal FO selama
motor berputar untuk melangsungkan siklus kerjanya.
Refleksi
1 Kesimpulan  Apakah struktur dan fungsi analoginya meyakinkan?
 Apakah diagram senpi 4 sasaran dan sistem pengapian 4
silindernya memuaskan?
 Apakah mereka paham tentang fungsi dan cara kerja rotor dan
tutup distributor sebagai komponen tambahan pada pengapian
multi silinder?
2 Perbaikan  Apakah murid mau menerima analogi?
 Apakah peneliti berhati-hati menegosiasikan sifat-sifat bersama
dan tidak bersama?

207
5) Analogi urutan tembak dengan sistem FO pada kijang super
Tabel 5. Analogi urutan tembak dengan sistem FO pada kijang super
Analogi urutan tembak dengan sistem FO pada kijang super
Fokus
1 Konsep Crankshaft adalah tempat terhubungnya connecting rod yang terhubung
pula dengan piston. Sedangkan desain crankshaft akan digunakan
sebagai pedoman untuk membentuk desain noken as yang nantinya
akan digunakan untuk menggerakkan katup-katup, sedangkan katup-
katup akan membentuk 4 langkah didalam 1 siklus. Selanjutnya akan
terbentuk pula Firing order yakni urutan penyalaan tertentu. Maka dari itu
tiap motor multi silinder mempunyai FO tertentu. Kijang platina
mempunyai FO : 1342.
2 Murid Para murid mungkin bisa saja berfikir bahwa jika jumlah silindernya 4
maka urutan pembakarannya adalah silinder nomor 1,2,3, dan 4.
Padahal kenyataan urutan pembakaran atau penyalaan busi adalah
mengikuti desain crankshaft, sedangan desain crankshaft akan
digunakan sebagai pedoman untuk membentuk desain noken as yang
nantinya akan digunakan untuk menggerakkan katup katup, sedangkan
katup-katup akan membentuk 4 langkah didalam 1 siklus. Selanjutnya
akan terbentuk pula firing order yakni urutan penyalaan tertentu.
3 Analog Sebuah unit pengapian sebelumnya telah berhasil dianalogikan sebagai
sebuah unit senjata api. Maka dari itu satu unit senjata api tersebut akan
dipakai untuk mengenai target sasaran yang berjumlah 4. Selanjutnya
murid diberi pertanyaan sasaran manakah yang akan dikenai terlebih
dahulu jika jarak sasaran dengan penembak masing-masing berbeda.
Aksi
1 Mirip Analog-urutan tembak Target-FO
4 sasaran 4 ruang bakar
Berbeda timing saat Berbeda jaraknya dari si penembak
pengapiannya
Urutan penyalaan di sesuaikan Urutan tembak berdasarkan jarak
dengan urutan langkah pada yang paling dekat dulu dengan si
masing silinder yang mencapai penembak
langkah penyalaan
Urutan firing ordernya adalah Urutan penembakannya adalah dari
1342 yang terdekat ke yang terjauh yakni
1342
Aturan dalam menuliskan FO Jarak terdekat dengan penembak
adalah dimulai dari silinder 1 adalah sasaran tembak nomor 1
2 Tidak mirip Setelah target sasaran tersebut dikenai peluru maka sasaran dianggap
kena dan tidak pernah muncul lagi, tetapi pada sistem pengapian
sasaran akan terus muncul sesuai jadwal FO selama motor berputar
untuk melangsungkan siklus kerjanya.
Refleksi
1 Kesimpulan Apakah struktur dan fungsi analoginya meyakinkan? Apakah diagram
senpi 4 sasaran dan sistem pengapian 4 silindernya memuaskan?
Apakah mereka paham tentang peletakan kabel busi yang menuju ke
masing-masing silinder sebagai akibat dari FO pada pengapian multi
silinder?
2 Perbaikan Apakah murid mau menerima analogi? Apakah peneliti berhati-hati
dalam menegosiasikan sifat-sifat bersama dan tidak bersama?

2 Perbaikan Apakah murid mau menerima analogi? Apakah peneliti berhati-hati


menegosiasikan sifat-sifat bersama dan tidak bersama?

208
6) Analogi mempercepat pengisian peluru pada senpi dengan pemercepat
arus pengisian kumparan primer dengan ballast resistor
Tabel 6. Analogi mempercepat pengisian peluru pada senpi dengan
mempercepat arus pengisian kumparan primer dengan ballast resistor
Analogi mempercepat pengisian peluru pada senpi dengan mempercepat arus
pengisian kumparan primer dengan ballast resistor
Fokus
1 Konsep Dalam satu menit sebuah motor bakar bensin dapat melakukan
putaran selama ribuan kali. Hal tersebut menunjukkan 1 siklus
dalam kerja motor membutuhkan waktu yang sangat singkat.
Hal ini juga menuntut komponen dalam motor mampu bekerja
dengan frekuensi kerja yang tinggi. Komponen dalam unit
motor tersebut tak terkecuali ialah sistem pengapian. Sistem
pengapian pada motor bensin dituntut untuk melakukan
penyalaan busi ribuan kali dalam satu menit pula. Untuk itu
diperlukan peningkatan kemampuan sistem pengapian agar
mampu bekerja sesuai tuntutan motor. Salah satunya dengan
cara mempersingkat waktu pengisian arus maksimal pada
lilitan primer koil.
2 Murid Dengan beberapa soal yang ada pada modul murid dituntut
untuk mengetahui frekuensi kerja pada motor. Dengan
berbekal nilai rpm motor maka siswa mengetahui frekuensi
busi memercik pada tiap satuan waktunya. Hal ini diharapkan
bahwa siswa semakin paham akan perlunya metode
mempercepat arus pengisian primer koil.
3 Analog Teknologi peluru bungkus logam (center fire cartridge) dengan
peluru bungkus kertas (paper cartridge) dalam upaya
mempersingkat waktu pengisian dalam senapan.
Aksi
1 Mirip Analog-dari paper catridge Target-sistem pengapian yang
kemudian diubah menjadi lilitannya diperpendek
metal catridge ammo agar kemudian diseri dengan ballast
mempercepat pengisian resistor
Hampir sama dengan tabel Hampir sama dengan tabel
perbandingan senpi-sistem perbandingan senpi-sistem
pengapian pengapian
Lebih mempercepat proses Lebih mempercepat proses
pengisian pada peluru pencapaian arus maksimal
sehingga mempercepat rate pada lilitan koil primer
of fire
2 Tidak mirip  Waktu yang dibutuhkan pada kinerja senjata api tidak secepat
sistem pengapian, karena pada sistem pengapian dapat
melakukan pengapian ribuan kali dalam 1 menitnya
 Struktur dan fungsi senjata api berbeda dengan sistem
pengapian
 Menimbulkan kerusakan pada sasaran yang dikenai
sedangkan sistem pengapian hanya akan menghasilkan api
untuk proses pembakaran
Refleksi
1 Kesimpulan Salah satu metode untuk memperpendek lama waktu
pengisian arus pada primer koil adalah dengan
memperpendek panjang lilitan dan menambah resistor sebagai
ballast. Apakah struktur dan fungsi analoginya menyakinkan?
Apakah diagram target dengan analog memuaskan? Ataukah
murid memerlukan gambaran target dan analog secara audio
visual?
2 Perbaikan Apakah murid mau menerima analogi? Apakah peneliti
berhati-hati menegosiasikan sifat-sifat bersama dan tidak
bersama?

209
7) Analogi tekanan dalam alat suntik dengan tekanan didalam ruang bakar
Tabel 7. Analogi tekanan dalam alat suntik dengan tekanan didalam
ruang bakar
Analogi tekanan dalam alat suntik dengan tekanan didalam ruang
bakar
Fokus
1 Konsep Pembahasan pada tekanan udara dalam ruangan
tertutup dan terisolasi. Tekanan bertambah
berbanding terbalik dengan volumenya, begitupun
sebaliknya saat tekanan berkurang maka volume
berangsur bertambah.
2 Murid Murid mengetahui bahwa udara ialah suatu zat
fluida yang compresible.
3 Analog Sebuah alat suntik yang dibagian ujung jarumnya
dibuang yang hanya menyisakan silinder dan
piston saja.
Aksi
1 Mirip Analog-tekanan dalam Target-tekanan dalam
alat suntik ruang bakar
Langkah isap saat jari Langkah isap katup in
membuka ujung alat dan membuka
piston ditarik kebawah
Langkah kompresi, Langkah kompresi
setelah piston berada kedua katup menutup
dibawah kemudian dan piston bergerak ke
bergerak keatas, saat itu TMA
pula jari tangan menutup
lubang
Piston Piston
Dinding silinder Dinding silinder atau
bore
Lubang masuk dan Katup in dan ex
keluar
2 Tidak mirip Katup ex dan in pada alat suntik hanyalah 1 lubang
atau jalur, sedangkan pada ruang bakar ada 2.
hanya bisa menggambarkan tentang tekanan saat
kompresi saja tanpa adanya tekanan tinggi dari
pembakaran.
Refleksi
1 Kesimpulan Apakah struktur dan fungsi analoginya
menyakinkan? Apakah diagram target dengan
analog memuaskan? Ataukah murid memerlukan
gambaran target dan analog secara audio visual?
2 Perbaikan Apakah murid mau menerima analogi? Apakah
peneliti berhati-hati menegosiasikan sifat-sifat
bersama dan tidak bersama?

210
8) Analogi menembak sasaran yang bergerak dengan pengajuan timing
pengapian
Tabel 8. Analogi menembak sasaran yang bergerak dengan pengajuan
timing pengapian
Analogi menembak sasaran yang bergerak dengan pengajuan timing pengapian
Fokus
1 Konsep Pada grafik hubungan antara tekanan pembakaran saat langkah
awal kompresi hingga akhir ekspansi menunjukkan bahwa tekanan
pembakaran tertinggi dicapai pada 10 derajat setelah TMA (pada
grafik daihatsu training centre), sedangkan 10 derajat tersebut ialah
pada rpm tertentu. Masalah timbul ketika rpm tidak pada kondisi
tertentu misalkan lebih ataupun kurang dari grafik mula. Maka untuk
mengantisipasinya adalah dengan menambahkan teknologi ignition
timing advancer, hal ini dimaksudkan agar rpm yang berubah-ubah
tidak merubah tekanan maksimal pembakaran pada 10 derajat
setelah TMA.
2 Murid Setelah murid mempelajari tentang hubungan tekanan pada ruang
bakar dan derajat putaran engkol, maka selanjutnya para murid
ditekankan pada tujuan pengapian yakni menjaga agar titik 10
derajat (tipe motor tertentu) tidak berubah.
3 Analog Sebuah penembak jitu dengan sasaran tembak yang bergerak,
sasaran yang bergerak tersebut mempunyai kecepatan tertentu.
Aksi
1 Mirip Analog-sasaran bergerak Target-ignition timing advancer
Sasaran tembak Ruang bakar
Jarak sasaran hingga tepat Derajat putaran poros engkol
didepan penembak sebelum piston bergerak
mencapai posisi TMA
Kecepatan laju sasaran Kecepatan putaran poros engkol
tembak yang bergerak
Kecepatan peluru Cepat rambat api membakar
didalam ruang bakar
Posisi titik hantam peluru ke Titik dimana diharapkan tekanan
sasaran yang tercipta pembakaran
maksimal berada pada beberapa
derajat setelah TMA (10 derajat)
2 Tidak mirip  Waktu yang dibutuhkan pada kinerja senjata api tidak secepat
sistem pengapian, karena pada sistem pengapian dapat
melakukan pengapian ribuan kali dalam 1 menitnya
 Struktur dan fungsi senjata api berbeda dengan sistem pengapian
 Menimbulkan kerusakan pada sasaran yang dikenai sedangkan
sistem pengapian hanya akan menghasilkan api untuk proses
pembakaran
Refleksi
1 Kesimpulan Metode untuk memajukan timing pengapian adalah dengan jalan
memajukan timing penyalaan busi. Apakah struktur dan fungsi
analoginya menyakinkan? Apakah diagram target dengan analog
memuaskan? Ataukah murid memerlukan gambaran target dan
analog secara audio visual?
2 Perbaikan Apakah murid mau menerima analogi? Apakah peneliti berhati-hati
menegosiasikan sifat-sifat bersama dan tidak bersama?

211
Lampiran 9. Hasil Expert judgement pada Instrumen Soal Tes dan Angket

212
213
Lampiran 10. Uji Coba Instrumen Hasil Belajar

214
Lampiran 11. Uji Coba Instrumen Persepsi Siswa

215
216
Lampiran 12. Pekerjaan Siswa dalam Uji Coba Instrumen Hasil Belajar

217
218
Lampiran 13. Pekerjaan Siswa dalam Uji Coba Instrumen Persepsi Siswa

219
220
Lampiran 14. Hasil Uji-t Parsial pada Data Hasil Belajar

221
Lampiran 15. Hasil Uji-t Parsial pada Data Persepsi Siswa

222
Lampiran 16. Pekerjaan Siswa dalam Mengerjakan Soal

KELAS : XI TKRA (Kelas Eksperimen)


WALI KELAS : Rabiman, A Md

DAFTAR NILAI
No. Nama Siswa
PRE POST
SKOR NILAI SKOR NILAI
1 ADITYO CATUR PRASETYO 2,00 0,67 14,00 4,67
2 AHMAD GUSNA BEDA ADIGUNA 9,00 3,00 13,00 4,33
3 AHMAD MAKRUF MUSTOFA 9,00 3,00 16,00 5,33
4 AHMAD SYARIFUDIN 11,00 3,67 14,00 4,67
5 AMIN SOLEH 5,00 1,67 14,00 4,67
6 ANDIKA RISKY SAPUTRA 11,00 3,67 16,00 5,33
7 BRIAN KURNIA WAHID 4,00 1,33 22,00 7,33
8 DAMAR SETIYA AJI PRATAMA 11,00 3,67 16,00 5,33
9 DHANIEL ANGGORO SURYA PUTRA 9,00 3,00 21,00 7,00
10 DIAN WAHYU ADI SAPUTRO FEBRIANTO 5,00 1,67 22,00 7,33
11 DWI SANTIKA 9,00 3,00 21,00 7,00
12 ERVIN ADI WIJAYA 5,00 1,67 21,00 7,00
13 FAHMI FAUZAN 7,00 2,33 21,00 7,00
14 FAHRI SAPUTRO 6,00 2,00 20,00 6,67
15 FERY SRI NURYATO 9,00 3,00 15,00 5,00
16 FIGO BAYU PAMUNGKAS 10,00 3,33 21,00 7,00
17 HERI 5,00 1,67 17,00 5,67
18 HESA WIJAYA 10,00 3,33 18,00 6,00
19 INGGRID FAJAR NUR CHOLIS 11,00 3,67 15,00 5,00
20 JOHAN ARI WIBOWO 8,00 2,67 20,00 6,67
21 KURNIA EKA PRATAMA 6,00 2,00 21,00 7,00
22 LIALDY PROMOSYA PUTRA SANJAYA 5,00 1,67 16,00 5,33
23 MARKO PASARIBU 17,00 5,67 17,00 5,67
24 MUHAMMAD ARIS SETYAWAN 15,00 5,00 19,00 6,33
25 MUHAMMAD YASIN 11,00 3,67 17,00 5,67
26 NOVA NUR ICHSAN 4,00 1,33 13,00 4,33
27 SALEH ROMADHON 11,00 3,67 20,00 6,67
28 TEGAR ISWAHYUDI 5,00 1,67 16,00 5,33
29 TRI WIDODO 11,00 3,67 16,00 5,33
30 ESAR PRASETYO 4,00 1,33 16,00 5,33
RATA2 2,72 5,87

223
KELAS : XI TKRB (Kelas Kontrol)
WALI KELAS : Arief Hari Sutopo, S Pd

DAFTAR NILAI
No. Nama Siswa
PRE POST
SKOR NILAI SKOR NILAI
1 ABDATU RAMADHANI 15,00 5,00 18,00 6,00
2 ACHMAD FAUZI 15,00 5,00 15,00 5,00
3 ADI PRASETYO 8,00 2,67 13,00 4,33
4 ADRIAN YUDHA PRASETYA 9,00 3,00 10,00 3,33
5 AFAN DIKI ADI PRASETYA 8,00 2,67 9,00 3,00
6 AKHMAD TRI ATMAJA 12,00 4,00 14,00 4,67
7 ANANDA RISQI 3,00 1,00 8,00 2,67
8 ARIF FAJAR ISMAIL 11,00 3,67 9,00 3,00
9 AZIZ ALI MUHAMMAD PANDU ALARBI 9,00 3,00 7,00 2,33
10 DEDY KURNIAWAN 8,00 2,67 12,00 4,00
11 DEVONDA RAFI PRATAMA 9,00 3,00 10,00 3,33
12 DIAN PURNOMO 6,00 2,00 9,00 3,00
13 DIKA PRATAMA 6,00 2,00 14,00 4,67
14 EDI BUDI PRASETYO 6,00 2,00 14,00 4,67
15 EDI GUNAWAN 9,00 3,00 10,00 3,33
16 EKA MAHENDRA DICKY PUTRA R 7,00 2,33 8,00 2,67
17 GHOZY LOVELLY MAKHALIN 8,00 2,67 8,00 2,67
18 HARY PRASETYA 1,00 0,33 9,00 3,00
19 IKHSAN AFANDY 8,00 2,67 10,00 3,33
20 MUHAMMAD FAHRUDIN 7,00 2,33 6,00 2,00
21 MUHAMMAD FAUZI 13,00 4,33 16,00 5,33
22 MUHAMMAD NUR AQID 7,00 2,33 8,00 2,67
23 PRIYADI MAULANA 8,00 2,67 12,00 4,00
24 RAYSHA ADHA SAPUTRA 9,00 3,00 15,00 5,00
25 REDY FEBRIYANTO 13,00 4,33 13,00 4,33
26 RISKY CAHYO SAPUTRO 6,00 2,00 9,00 3,00
27 TAUFIK WIJAYANTO 9,00 3,00 8,00 2,67
28 TRIADI SETIAWAN 10,00 3,33 12,00 4,00
29 VICKY NUR FAUZI 10,00 3,33 11,00 3,67
30 WAHYU SETIAWAN 9,00 3,00 7,00 2,33
RATA2 2,88 3,60

224
Lampiran 17. Pekerjaan Siswa dalam Mengerjakan Angket

: XI TKRA (Kelas
KELAS Eksperimen)
WALI KELAS : Rabiman, A Md

PERSEPSI
No. Nama Siswa
PRE POST
1 ADITYO CATUR PRASETYO 38 33
2 AHMAD GUSNA BEDA ADIGUNA 38 44
3 AHMAD MAKRUF MUSTOFA 38 40
4 AHMAD SYARIFUDIN 38 40
5 AMIN SOLEH 35 38
6 ANDIKA RISKY SAPUTRA 35 45
7 BRIAN KURNIA WAHID 29 43
8 DAMAR SETIYA AJI PRATAMA 31 36
9 DHANIEL ANGGORO SURYA PUTRA 25 45
10 DIAN WAHYU ADI SAPUTRO FEBRIANTO 37 44
11 DWI SANTIKA 38 43
12 ERVIN ADI WIJAYA 36 35
13 FAHMI FAUZAN 29 35
14 FAHRI SAPUTRO 31 43
15 FERY SRI NURYATO 36 34
16 FIGO BAYU PAMUNGKAS 31 45
17 HERI 37 36
18 HESA WIJAYA 24 44
19 INGGRID FAJAR NUR CHOLIS 36 35
20 JOHAN ARI WIBOWO 29 41
21 KURNIA EKA PRATAMA 37 37
22 LIALDY PROMOSYA PUTRA SANJAYA 35 38
23 MARKO PASARIBU 33 44
24 MUHAMMAD ARIS SETYAWAN 32 34
25 MUHAMMAD YASIN 37 36
26 NOVA NUR ICHSAN 25 45
27 SALEH ROMADHON 29 37
28 TEGAR ISWAHYUDI 32 34
29 TRI WIDODO 37 34
30 ESAR PRASETYO 31 37
RATA2 33,30 39,17

225
KELAS : XI TKRB (Kelas Kontrol)
WALI KELAS : Arief Hari Sutopo, S Pd

PERSEPSI
No. Nama Siswa
PRE POST
1 ABDATU RAMADHANI 36 31
2 ACHMAD FAUZI 33 34
3 ADI PRASETYO 33 41
4 ADRIAN YUDHA PRASETYA 31 41
5 AFAN DIKI ADI PRASETYA 37 35
6 AKHMAD TRI ATMAJA 43 34
7 ANANDA RISQI 34 32
8 ARIF FAJAR ISMAIL 37 33
9 AZIZ ALI MUHAMMAD PANDU ALARBI 34 35
10 DEDY KURNIAWAN 29 36
11 DEVONDA RAFI PRATAMA 35 35
12 DIAN PURNOMO 28 26
13 DIKA PRATAMA 32 33
14 EDI BUDI PRASETYO 41 37
15 EDI GUNAWAN 28 25
16 EKA MAHENDRA DICKY PUTRA R 31 27
17 GHOZY LOVELLY MAKHALIN 26 35
18 HARY PRASETYA 37 37
19 IKHSAN AFANDY 33 25
20 MUHAMMAD FAHRUDIN 34 25
21 MUHAMMAD FAUZI 40 39
22 MUHAMMAD NUR AQID 31 33
23 PRIYADI MAULANA 32 35
24 RAYSHA ADHA SAPUTRA 34 41
25 REDY FEBRIYANTO 38 34
26 RISKY CAHYO SAPUTRO 30 29
27 TAUFIK WIJAYANTO 34 27
28 TRIADI SETIAWAN 36 29
29 VICKY NUR FAUZI 39 41
30 WAHYU SETIAWAN 33 36
RATA2 33,97 33,37

226
Lampiran 18. Foto Dokumentasi dalam Pelaksanaan Penelitian

Guru sedang mempresentasikan salah Siswa sedang berdiskusi dengan


satu materi sistem pengapian yang ada teman sebangku mengenai latihan soal
didalam modul dengan bantuan LCD dan tugas yang adadi dalam modul
proyektor

Siswa sedang maju didepan kelas untuk Siswa pada kelas eksperimen
mencoba mengerjakan soal latihan, sedang serius mengerjakan soal
sedangkan siswa yang lain serius ujian teori berupa post test.
memperhatikannya

Siswa pada kelas kontrol sedang Siswa pada kelas kontrol sedang
serius memperhatikan penjelasan serius mengerjakan soal ujian teori
materi dari guru. berupa post test.

227

Anda mungkin juga menyukai